kejang listrik adalah suatu intervensi nonpharmakologi penting yang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan neuro psikiatrik tertentu yang berat. ECT digunakan apabila pengobatan dengan pharmakologi tidak memberikan respons, adanya efek samping yang membuat pengobatan pharmakologik tak bisa diberikan, mempunyai gejala yang berat dan memerlukan intervensi segera dan respos yang cepat. ECT menggunakan arus listrik singkat melalui otak yang menginduksi kejang umum sistem saraf pusat. Respons ECT dapat terjadi secara cepat dan perlu diberikan dalam suatu periode dalam beberap minggu. Prosedur biasanya dapat diterima pasien dan dapat menggunakan profilaksis yang memungkinkan penyembuhan parsial atau sempurna dari gejala. Sejarah Terapi kejang dalam pengobatan psikiatri digunakan pertama kali oleh Ladislaus von Meduna (1934).berdasarkan keyakinan bahwa pasien epilepsi dengan psikosis memperlihatkan perbaikan gejala psikotik setelah kejang spontan. Untuk menimbulkan kejang von Meduna menggunakan injeksi camphora. Injeksi camphora berhubungan dengan sejumlah problem klinik yang mendesak suatu penelitian terhadap suatu cara untuk menginduksi kejang dengan efek traumatis yang ringan. Von Meduna menemukan bahwa phentiylenetetrazol, suatu agent yang sekarang dikenal sebagai penghambat reseptor gamma amino butiric tipe A telah memberikan hasil yang memuaskan. 1938, Luigi Bini dan Ugo Cerletti didocumentasikan pertama kali menggunakan listrik dalam menginduksi kejang pada manusia 1939, Lothar Kalinowsky memperkenalkan ECT di Amerika. 1940, A.E. Bernett memperkenalkan penggunaan curare sebagai pelemas otot untuk menghindarkan kontraksi otot dan meminimalkan resiko fraktur. Mekanisme kerja Mekanisme kerja ECT secara pasti Secara teoritik hal ini dikaitkan dengan teori psikologik dan psikodinamika, teori molekular, biokimia, neuro endokrin,dan teori struktural. Saat ini,diyakini bahwa efek terapeutik dan efek samping dari ECT akibat dari perubahan biokimia dan fisiologik dalam sistem saraf pusat. ECS (electroshock) pada hewan menunjukkan peningkatan secara cepat konsentrasi dopamin di cortex frontal dan striatum.Sensitivitas auto reseptor dopamin mengikuti ECS dan peningkatan stimulasi reseptor dopamin D1 dari adenylate cyclase. Efek ini menyebabkan peningkatkan transmisi dopamin.Efek pada pengikatan reseptor D1 bervariasi.pada striatum tidak ada perubahan dan meningkat pada subtansia nigra. Bukti ini mendukung bahwa ECS mengurangi frungsi SSP pada beberapa regio.Bersamaan dengan efek ECS ini mendukung mekanisme efek antiparkinson dari ECT pada manusia. ECT mempunyai efek anti konvulsi yang membangkitkan ambang kejang dan menurunkan lamanya kejang. Hal ini diduga bekerja pada sel yg menghubungkan bangkitan kejang pada SSP. Pada tingkat dasar obat antikonvulsi mempunyai efek meningkatkan penghambatan dan mengurangi eksitasi. Obat ini meningkatkan transmisi GABAergic melalui reseptor GABA yang mempunyai efek anti konvulsi.Beberapa bukti menunjukkan bahwa peningkatan kadar GABA pada regio SSP tertentu setelah ECS, mendukung suatu kemungkinan peningkatan dalam inhibisi tonic. Ini juga membuktikan bahwa ECS menyebabkan peningkatan GABAB yang menengahi inhibisi presinaps dan postsinaps. ECS juga menyebabkan perubahan dalam sistem opiate endogeneusyang juga bekerja sebagai antikonvulsi melalui pelepasan adenosin endogeus. Reseptor adenosin A1 mengstilmulasi upregulasi neokortex tetapi tidak pada hipocampus dan striatum setelah ECS yg mendukung peningkatan inhibisi. Efek anti muskarinik ECS dapat menyebabkan gangguan dalam sistem produksi kognitif.beberapa bukti mendukung bahwa fenomena long term potensial (LTP) di seluler saling berhubungan dengan formasi ingatan di SSP. Proses ini terjadi bila synaps glutamat ergik digunakan secara berulang dalam kondisi mana reseptor dari N-Methyl –o-Aspartat diaktivasi. ECS meningkatkan sensitivitas norepinephrin dan reseptor alfa-adrenergik ECS juga menunjukkan peningkatan efek dari sistem serotonergik.yang berbeda dengan pengobatan anti depresi kronik yg menyebabkan peningkatan reseptor pengikatan serotonin H.T tipe 2 (5Ht 2) di dalam kortex.Penemuan ini mendukung bahwa ECT mempunyai peran penting dalam transmissi monoaminergik yg memberikan kontribusi terhadap efek terapi. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI E.C.T Indikasi e.C.T : Depresi Mania Skizofrenia Katatonia Gangguan neurologik Kontra indikasi : Gangguan pernafasan berat Penyakit jantung berat Peningkatan tekanan intra kranial Hipertensi berat PERSIAPAN E.C.T Persiapan e.C.T : 1. Informed consent / izin tindakan 2. Pemeriksaan fisik dan riwayat medis standar 3. Pemeriksaan laboratorium sesuai riwayat medis 4. Pemeriksaan ekg dan eeg 5. Evaluasi ahli anestesi akan resiko penggunaan anestesi PROSEDUR E.C.T Prosedur e.C.T. : 1. Pasien dipuasakan 8 – 12 jam 2. Premedikasi dengan injeksi atropin 0,6 – 1,2 mg i.M atau s.C 3. Pemeriksaan gigi geligi dan pemasangan tounge spatel 4. Anestesi dengan tiopental / penthotal 3mg/kgbb i.V, ketamin 6-10 mg/kgbb i.M. 5. Diberi perelaksasi otot suksinil kholin (0,5- 1,5 mg/kg) PENEMPATAN ELEKTRODA E.C.T Penempatan elektroda : 1. Bilateral bifrontotemporal (2 inci diatas titik tengah garis yang ditarik dari meatus akustikus eksternal ke sudut lateral mata) 2. Unilateral hemispherium non dominan, satu di frontotemporal dan yang lain centroparietal. JUMLAH DAN FREKWENSI E.C.T Jumlah dan frekwensi E.C.T. : Jumlahnya bervariasi dan ditentukan berdasarkan respon klinis. Biasanya efektif berkisar antara 6 – 12 kali Frekwensi biasanya 3 x seminggu pada yang bilateral, sedang unilateral 4 – 5 kali seminggu EFEK SAMPING E.C.T Efek samping : 1. Gangguan sistemik : - aritmia jantung sementara - Peningkatan tekanan darah 2. Gangguan susunan saraf pusat - Kebingungan (confused) - Sakit kepala - Mual dan muntah