Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stabilitas mata uang merupakan persoalan yang penting untuk mendorong kegiatan ekonomi dan
menciptakan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan antar negara mengakibatkan terjadinya
pertukaran mata uang antar negara yang direfleksikan dalam kurs mata uang. Pentingnya peranan kurs
mata uang baik bagi negara maju maupun negara sedang berkembang, mendorong dilakukannya berbagai
upaya untuk menjaga posisi kurs mata uang suatu negara berada dalam keadaan yang relatif stabil.

Stabilitas kurs mata uang juga dipengaruhi oleh sistem kurs yang dianut oleh suatu negara. Suatu
negara yang menganut sistem kurs tetap (fixed exchange rate system), harus secara aktif melakukan
intervensi pasar agar kurs mata uangnya berada pada tingkat yang diinginkan. Sedangkan suatu negara
yang menganut sistem kurs mengambang floating exchange rate system), kurs mata uang sepenuhnya
diserahkan pada kekuatan permintaan dan penawaran valuta asing. Namun pada kenyataannya tidak satu
negara pun yang tidak melakukan campur tangan dalam menentukan kestabilan kurs mata uangnya.

Fenomena yang kerap kali terjadi berhubungan dengan kurs mata uang yaitu fluktuasi nilai mata
uang yang tidak menentu. Amerika Serikat dipandang sebagai negara maju dengan Dollar Amerika
(USD) sebagai mata uangnya yang merupakan mata uang acuan bagi sebagian besar negara sedang
berkembang. Peranan USD menjadi sangat penting sebab aktivitas perdagangan internasional dilakukan
oleh sebagian besar negara sedang berkembang dengan menggunakan mata uang USD. Indonesia yang
merupakan partner aktivitas perdagangan dengan Amerika Serikat, secara otomatis menilai kegiatan
perdagangannya dengan mata uang USD. Jika kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) tidak
stabil, akan cenderung mengganggu aktivitas perdagangan sebab dapat menimbulkan kerugian ekonomi
karena kegiatan perdagangannya dinilai dengan mata uang Dollar Amerika (USD). Oleh karena itu,
fenomena fluktuasi kurs memerlukan penanganan serius karena akan berpengaruh pada performa aktivitas
ekonomi suatu negara yang turut mempengaruhi kondisi perekonomian di negara tersebut.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dengan perekonomian kecil terbuka (small
open economy), yaitu perekonomian dengan modal yang sempurna. Dengan mobilitas modal yang
sempurna memungkinkan penduduknya untuk memiliki akses secara penuh dalam perekonomian dunia.
Perekonomian terbuka yang dilakukan suatu negara tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan
impor. Indonesia sebagai negara dengan perekonomian kecil terbuka telah mengalami beberapa
penggantian sistem kurs. Sistem kurs di Indonesia telah berulang kali mengalami perubahan seiring
dengan penggantian periode kepemimpinan negara Republik Indonesia.

Perubahan sistem kurs di Indonesia dikarenakan oleh pemerintah yang menetapkan kebijakan
pemberlakuan sistem kurs yang disesuaikan dengan kondisi keadaan makroekonomi Indonesia. Sejarah
perubahan sistem kurs yang terjadi di Indonesia semenjak negara Indonesia berdiri hingga sekarang
disajikan

dalam gambar berikut :


Gambar 1.1

Sejarah Kebijakan Kurs di Indonesia

Kebijakan sistem kurs di Indonesia diawali sejak periode perjuangan


kemerdekaan (1945 – 1956)

Kebijakan Kurs Periode Ekonomi Terpimpin


(1959 – 1966)

Kebijakan Kurs Periode Stabilisasi, Rehabilitasi dan


Pembangunan Ekonomi (1966 – 1983)

Kebijakan Kurs Periode Deregulasi Ekonomi


(1983 – 1996)

Kebijakan Kurs Periode Saat serta Setelah


Krisis Ekonomi dan Moneter (1997 – 2003)

Sumber : Sistem Kebijakan Kurs, Bank Indonesia, 2004

Kebijakan sistem kurs di Indonesia diawali sejak periode perjuangan kemerdekaan (1945 – 1956)
dengan menetapkan sistem kurs tetap (fixed exchange rate system) disertai berbagai deregulasi bahkan
pemerintah cenderung melakukan devaluasi kurs IDR terhadap USD, serta memberlakukan sistem kurs
mengambang terkendali (floating exchange rate system) untuk menunjang kegiatan ekonomi tertentu,
misalnya; kepada pemegang ijin impor, sedangkan sektor ekonomi lainnya menggunakan sistem kurs
tetap (fixed exchange rate system), tetapi kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) melemah,
dibarengi dengan penurunan ekspor. Pada periode ekonomi terpimpin sejak tahun 1959 sampai dengan
tahun 1966, kondisi perekonomian ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang
tinggi serta kurs Rupiah (IDR) mengalami over value terhadap Dollar Amerika (USD). Dari sisi kebijakan
moneter, pemerintah melakukan sannering terhadap mata uang Rupiah (IDR) (Iskandar dan Suseno,
2004).

Periode stabilisasi, rehabilitasi dan pembangunan ekonomi sejak tahun 1966 sampai dengan tahun
1983, perekonomian nasional menghadapi inflasi yang sangat tinggi dan adanya tekanan sebagai akibat
menurunnya harga minyak di pasaran dunia dan berlanjutnya resesi ekonomi dunia. Dalam rangka
meningkatkan ekspor, maka pada bulan April 1978 dilakukan penggantian sistem kurs tetap (fixed
exchange rate system) menjadi sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate
system), sehingga menyebabkan cadangan devisa yang diperoleh dari hasil ekspor dapat diperdagangkan
dengan bebas dan menunjukkan fleksibilitas kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika(USD).

Adanya deregulasi sektor moneter, keuangan dan perbankan tahun 1988 oleh Bank Indonesia
menyebabkan peningkatan arus modal asing masuk (capital inflow) ke Indonesia baik jangka panjang
maupun jangka pendek. Pelebaran rentang intervensi (spread) kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar
Amerika (USD) dan intervensi pasar valuta asing juga dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka
mengantisipasi terdepresiasinya kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD), serta
dimaksudkan sebagai batas bagi bank umum untuk membeli atau menjual Dollar Amerika (USD).

Krisis kurs mata uang yang dialami oleh negara-negara Asia, mendorong Bank Indonesia
melakukan pelebaran rentang intervensi (band) di pasar valuta asing dengan tujuan meredam melemahnya
kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) (Iskandar dan Suseno, 2004). Kebijakan yang
dilakukan Bank Indonesia tidak dapat meredam terjadinya gejolak kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar
Amerika (USD) yang mengarah pada depresiasi dan cenderung menyebabkan menurunnya cadangan
devisa. Pada tanggal 17 Agustus 1997,pemerintah memutuskan untuk mengganti sistem kurs
mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) menjadi sistem kurs mengambang
bebas(free floating exchange rate system).

Beralihnya sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia dari sistem nilai tukar mengambang
terkendali (managed floating exchange rate) menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating
exchange rate) pada pertengahan bulan Agustus 1997 dikarenakan oleh keadaan negara yang sedang
dilanda krisis moneter dan dipicu oleh semakin melemahnya nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dollar
Amerika (USD). Pergantian penerapan sistem nilai tukar ini memberi pengaruh besar terhadap kebijakan
makro ekonomi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Perubahan mendasar tersebut yaitu pada pelepasan rentang intervensi (band) sebagai acuan atas
pergerakan nilai tukar. Hal ini berarti pergerakan nilai tukar Rupiah (IDR)sepenuhnya ditentukan oleh
interaksi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valas. Melemahnya nilai tukar mata uang
Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi
luar

negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun pembayaran hutang luar negeri. Terdepresiasinya
nilai tukar mata uang Rupiah (IDR) menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang domestik.Penggantian sistem kurs di Indonesia
secara garis besar dikelompokkan dalam dua periode; yaitu Pertama, periode pengendalian devisa dan
Kedua, periode kurs terkendali. Dalam periode kurs terkendali, dikenal sistem kurs tetap, kurs
mengambang terkendali dan kurs mengambang bebas (Miranda dan Doddy, 1998).
Sistem kurs tetap (fixed exchange rate system) berlaku dari tahun 1970 sampai dengan tahun
1978 dengan memancangkan Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD). Kurs Rupiah (IDR)
ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah dan bersifat tetap atas dasar kurs riil efektif. Pada sistem kurs
mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) yang berlaku sejak tahun 1978 sampai
dengan tahun 1997, kurs Rupiah (IDR) tidak lagi dikaitkan terhadap Dollar Amerika (USD) semata,
melainkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara mitra dagang utama Indonesia,
seperti; Euro (Euro), GBP(British Pound Sterling), HKD (Hong Kong Dollar), JPY (Japan Yen),
SGD(Singapore Dollar), dan USD (US Dollar/Dollar Amerika).

Miranda dan Doddy (1998), menyebutkan bahwa sistem kurs mengambang terkendali (managed
floating exchange rate system) terbagi dalam tiga sub periode. Sub periode pertama dimulai pada tahun
1978 – 1986, ditandai oleh adanya peran pengendalian yang relatif besar dibandingkan dengan
mengambangnya kurs. Sub periode kedua, yaitu tahun 1986 – 1992, yang menunjukkan posisi
mengambangnya kurs lebih besar dibandingkan peranan pengendaliannya dan ditandai oleh semakin
besarnya aliran modal masuk (capital inflow) serta pesatnya perkembangan sektor keuangan dan dunia
usaha di Indonesia. Sub periode ketiga, yaitu pada tahun 1992 sampai dengan bulan Agustus 1997, yang
ditandai dengan fleksibilitas kurs Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amerika (USD) yang semakin besar.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurs

2.2.1 Pengertian Kurs Itu sendiri

 Menurut Paul R Krugman danMaurice (1994 : 73) adalah Harga sebuah Mata Uang dari
suatu negara yangdiukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.
 Menurut Nopirin (1996 : 163) Kurs adalah Pertukaran antara dua Mata Uang
yangberbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua Mata
Uangtersebut.
 Menurut Salvator (1997 : 10) Kurs atau Nilai Tukar adalah Harga suatu Mata
Uangterhadap Mata Uang lainnya.

2.2.2 Macam – Macam Kurs

Valuta  asing  atau  mata  uang  asing  adalah  alat  pembayaran  luar  negeri. Jika
kita mengimpor mobil dari Jepang, kita dapat membayarnya dengan yen. Yen bagi kita
merupakan valuta asing. Apabila kita membutuhkan valuta asing, kita  harus 
menukarkan  rupiah  dengan  uang  asing  yang  kita  butuhkan. Perbandingan nilai mata
uang asing dengan mata uang dalam negeri (rupiah) disebut  kurs.  Adapun  macam-
macam kurs  yang  sering  kamu  temui  di  bank atau  tempat  penukaran  uang  asing 
(money  changer),  di  antaranya  sebagai berikut:

a.       Kurs  beli,  yaitu  kurs  yang  digunakan  apabila  bank atau  money
changer membeli valuta asing atau apabila kita akan menukarkan valuta asing yang kita
miliki dengan rupiah. Atau dapat diartikan sebagai kurs yang diberlakukan bank jika
melakukan pembelian mata uang valuta asing.

b.      Kurs  jual,  yaitu  kurs  yang  digunakan  apabila  bank atau  money  changer
menjual  valuta  asing  atau apabila kita  akan  menukarkan  rupiah  dengan valuta asing
yang kita butuhkan. Atau dapat disingkat kurs jual adalah harga jual mata uang valuta
asing oleh bank atau money changer.

c.       Kurs tengah, yaitu  kurs antara kurs jual dan  kurs beli  (penjumlahan kurs beli dan
kurs jual yang dibagi dua).

2.2.3 Cara Menghitung Kurs

a. Kurs Beli -> Dari uang asing ke rupiah

Kurs Jual -> Dari rupiah ke mata uang asing


Untuk lebih jelasnya lansung aja kita ke contoh kasusnya, biar lebih jelas, Contoh Kasus:

1. Seorang Turis dari Amerika datang ke Indonesia membawa uang  US$ 10.000 untuk
keperluannya selama di Indonesia, Turis Amerika tersebut menukar uangnya ke mata uang
Rupiah
2. Turis Amerika tersebut berniat pulang ke negaranya, sisa uang yang dia miliki adalah Rp
15.000.000, Turis Amerika tersebut menukarkan uang rupiahnya ke uang dolar amerika

Untuk mencari jawaban no 1 & 2 kita harus mengetahui dulu kurs beli dan kurs jual yang berlaku
sekarang, bisa dilihat di situs – situs internet banking atau di surat kabar,

1. Untuk jawaban no 1 kita menggunakan Kurs Beli, karena dari mata uang asing ke rupiah.
Nilai kurs beli 1US$ = Rp 11.385, maka : Kurs beli = 11.385 x 10.000 = Rp
113.850.000, Maka Turis Amerika setelah menukar uangnya ke Rupiah dia memiliki Rp
113.850.000

2. Untuk jawaban no 2 kita menggunakan Kurs Jual, karena dari mata uang Rupiah ke
mata uang asing, Nilia Kurs Jual 1US$ = Rp 11.435, maka :

2.2.4 Pembukuan berdasarkan kurs tetap


pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadi realisasi akun valas tsb. Dan
dilakukan secara taat asas.

Contoh :
1-5-2006 : Utang valas, jangka waktu 2 tahun = USD1,000 X (kurs BI 10.800) =
10.800.000
31-12-2006 : Tetap dibukukan = 10.800.000 karena belum ada realisasi
31-12-2007 : Tetap dibukukan = 10.800.000 karena belum ada realisasi
1-5-2008 : Dibayar/dilunasi = USD1,000 X (kurs realisasi 10.850) = 10.850.000

Utang valas dibukukan = 10.800.000


Dilunasi = 10.850.000
Rugi selisih kurs = 10.850.000 – 10.800.000 = 50.000 diakui tahun 2008

2.2.5 Pembukuan berdasarkan kurs tengah BI,

pembebanan selisih kurs dilakukan pada akhir tahun. Dan dilakukan secara taat asas.

Contoh :
1-5-2006 : Utang valas, jangka waktu 2 tahun = USD1,000 X (kurs BI 10.800) =
10.800.000
31-12-2006 : Utang valas dibukukan = USD1,000 X (kurs akhir tahun 10.850) =
10.850.000
31-12-2007 : Utang valas dibukukan = USD1,000 X (kurs akhir tahun 10.900) =
10.900.000
1-5-2008 : Dibayar/dilunasi = USD1,000 X (kurs realisasi 10.930) = 10.930.000

Rugi selisih kurs th 2006 = 10.850.000 – 10.800.000 = 50.000


Rugi selisih kurs th 2007 = 10.900.000 – 10.850.000 = 50.000
Rugi selisih kurs th 2006 = 10.930.000 – 10.900.000 = 30.000

2.3 Perkembangan Kurs Rp. (Rupiah) Terhadap $ ( Us Dollar)

Grafik USD-IDR (7 Hari Terakhir)

KURS MATA UANG USD HARI INI

27 May 2015, Wed


Kurs Jual: 13375.00     Kurs Beli: 13075.00     Kurs Tengah: 13225.00
USD menguat 20.00 point dibandingkan kemarin(26 May 2015)
Data Historis (14 Hari)
Tanggal Kurs Jual Kurs Beli Kurs Tengah

27 May 2015, Wed 13,375.00 13,075.00 13,225.00

26 May 2015, Tue 13,355.00 13,055.00 13,205.00

25 May 2015, Mon 13,335.00 13,035.00 13,185.00

22 May 2015, Fri 13,295.00 12,995.00 13,145.00

21 May 2015, Thu 13,265.00 12,965.00 13,115.00

20 May 2015, Wed 13,320.00 13,020.00 13,170.00

19 May 2015, Tue 13,265.00 12,965.00 13,115.00

18 May 2015, Mon 13,285.00 12,985.00 13,135.00

15 May 2015, Fri 13,230.00 12,930.00 13,080.00

14 May 2015, Thu 13,285.00 12,985.00 13,135.00

13 May 2015, Wed 13,285.00 12,985.00 13,135.00

12 May 2015, Tue 13,345.00 13,045.00 13,195.00

11 May 2015, Mon 13,300.00 13,000.00 13,150.00

8 May 2015, Fri 13,260.00 12,960.00 13,110.00

sumber: BCA

2.4 Prospek Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (AS) adalah sebuah peluang bagus untuk meningkatkan
kegiatan ekspor. Tercatat, Rupiah saat ini di level Rp12.700-an per USD.

"Ini peluang kita, dengan Rupiah yang melemah maka impor kita dari negara-
negara yang pakai dolar turun dan ekspor kita naik," tegas JK di Kantor Presiden, Jakarta,
Rabu (17/12/2014).

Menurut JK, dengan mempercepat kegiatan ekspor akan menyebabkan stabilitas ekonomi
lebih baik. Dengan demikian defisit lebih cepat menurun dan kebijakan subsidi akan
berlanjut, walaupun kondisi Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Kita bangga Rupiah kita kuat dibanding mana uang lainnya. Ekspor naik, menyebabkan
nanti beberapa bulan yang akan datang defisit perdagangan akan lebih baik. Upaya
kenaikan BBM yang dilakukan pada tahun ini, akan terlihat hasilnya pada awal tahun
depan karena ekonomi stabil," sebutnya.

JK menambahkan, keuntungan lainnya adalah akan mempercepat investasi asing masuk


lebih cepat, karena di ukuran mereka investasi di Indonesia lebih murah.

"Investasi akan memungkinkan bergerak lebih baik. Ini justru peluang, bukan masalah,"
tegas JK.

JK meyakini dengan kondisi seperti ini, digambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan
lebih baik pada tahun depan.

"Ini kita gambarkan bahwa kita akan cepat maju, infrastruktur akan cepat maju. APBN
optimistis akan disesuaikan dengan kondisi yang baru tersebut," tukasnya.

2.5 Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Terhada[ Inflasi dan perekonomian
Pada Umumnya Di dalam Negeri

Secara alami, nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran-
permintaan (supply-demand) pada mata uang tersebut. Jika permintaan meningkat,
sementara penawarannya tetap atau menurun, nilai tukar mata uang itu akan naik.
Sebaliknya jika penawaran pada  mata uang itu meningkat, sementara permintaannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Sehingga peristiwa
tahun 2013 misalnya, merupakan yang meningkat terhadap rupiah sementara
permintaannya menurun.

Paling tidak  ada 3 (tiga) faktor yang akan mempengaruhi. Pertama, keluarnya
sebagian besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio
asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah karena dalam proses ini investor asing menukar
Rupiah dengan mata uang utama dunia, seperti Dolar AS untuk diputar dan di
investasikan di negara lain. Hal ini berarti akan terjadi peningkatan penawaran atas mata
uang Rupiah. Peristiwa tersebut akan simetris  dengan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang akan cenderung turun sejalan dengan kecenderungan penurunan dari
Rupiah. Ini merupakan masalah klasik tentang mobilitas kapital internasional, mobilitas
kapital yang tinggi tentu akan menyebabkan naik-turunnya sebuah mata uang.

Hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan The Fed (bank sentral Amerika
Serikat) dalam rangka mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini akan terus
berlangsung sepanjang tahun fiskal 2014 dalam rangka menjalankan program ekonomi
Obama dan penyelamatan ekonomi AS.  Arti dari QE ini adalah program Bank sentral
AS adalah kecenderungan  akan terus mencetak uang dolar AS dalam rangka membeli
obligasi atau aset-aset keuangan lainnya dari bank dan lembaga keuangan di AS. Program
ini bertujuan menyuntikkan uang ke intermediaries financial (Bank) di AS dalam rangka
pemulihan ekonomi AS yang terpapar krisis setidaknya  sejak 5 (lima) tahun silam.

Harapan  investor portofolio yang mengambil uangnya dari negara emerging


markets seperti Indonesia karena peluang investasi portofolio di AS memberikan hasil
(yields) yang lebih menguntungkan dibandingkan Indonesia dan negara sejenis. Karena
memang yield obligasi pemerintah AS (government bond) tinggi dan telah menjadi
benchmark bagi para investor tersebut.

Kedua, adalah faktor yang menyebabkan tingginya penawaran dan  rendahnya


permintaan atas Rupiah, adalah neraca perdagangan Indonesia yang defisit, ekspor lebih
kecil daripada impor. Defisit neraca perdagangan Indonesia selama 2014 diperkirakan
penulis akan tetap besar pada sektor non migas, sedangkan sektor migas dan komoditas
unggulan seperti CPO misalnya tetap memberikan nilai surplus.

Mengapa terjadi demikian ?, karena pengusaha kita telah membuat kontrak yang
besar di tahun 2014 ini terhadap impor raw material (khususnya terhadap China) yang
akan digunakan guna kebutuhan di dalam negeri. Akar masalah inilah yang menjadikan
Rupiah lemah, karena highly dependent on import, seharusnya merubah kultur menjadi
bangsa unggul, bangsa swasembada di segala bidang. Dengan kekayaan alam dan potensi
SDM seyogyanya kita mampu.

Atas dasar faktor kedua itu sehingga impor tersebut yang menggunakan mata
uang utama dunia (misalnya dollar) akan menaikkan penawaran atas mata uang negara
importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir
dengan mata uang negara asal. Karena selama 2013, impor Indonesia lebih besar daripada
ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah. Tahun ini karena
pengaruh perlemahan tahun lalu (2013) apabila tren Rupiah perlahan-lahan melemah
akibat pengaruh ekonomi global, yang akan terkena dampaknya adalah harga komoditas
impor, baik ybahan baku serta barang modal.

Harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, umumnya Dolar,
sehingga  jika nilai mata uang negara tujuan melemah, maka harga komoditi impor
otomatis naik. Contohnya sederhana nya, apabila nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10%
dari 1 Dollar AS = 12.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 13.200 Rupiah, maka harga
sebuah komoditi impor pun berbanding lurus atau  naik sebesar 10%. Komoditi yang
harganya Rp 1 juta akan naik Rp100 ribu menjadi Rp1,10 juta.

Melemahnya Rupiah tidak hanya berdampak pada kenaikan harga komoditas


impor saja, namun juga dari utang luar negeri, karena utang luar negeri jelas-jelas
ditetapkan dengan mata uang asing dan masih ada yang tidak diasuransikan (lindung
nilai).  Apabila nilai tukar Rupiah berbanding lurus dengan  Dollar AS yang melemah
sebesar 10%, maka nilai Rupiah dari utang yang ditetapkan dalam Dollar AS itu juga
akan naik sebesar 10%.

Faktor ketiga, adalah faktor kultur bangsa kita yang bersifat konsumtif dan boros
serta public policy terkait hutang. Karena pemerintah akan kesulitan berhutang didalam
negeri, maka kekurangannya akan dilakukan dengan berhutang ke luar negeri. Kebijakan
pemerintah yang berlandaskan pencitraan neoliberal akan tetap tidak konsisten. Bila
dahulu BBM diturunkan, maka kemudian dinaikkan, apabila hutang dalam negeri sudah
jenuh maka Pemerintah akan menelepon Sri Mulyani (baca Bank Dunia), meminta
tambahan hutang luar negeri. Akibatnya karena hutang harus dibayar dengan mata uang
dollar, nilai tukar Rupiah dipastikan melemah.
Atas dasar penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa jatuhnya nilai tukar
Rupiah ditahun 2014 ini, disebabkan oleh setidaknya tiga faktor, pertama: keluarnya
sebagian besar investasi portofolio akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed tahun
2014 ini , dan kedua adalah neraca  perdagangan negara kita yang defisit. Ketiga faktor
kebijakan pemerintah dan ekonomi biaya tinggi seperti maraknya korupsi, bencana alam
seperti banjir dan sejenisnya menyebabkan inflasi dan ekonomi biaya tinggi.

Belum lagi adanya anggaran negara APBN dan APBD yang sebagian besar tidak
fokus menumbuhkan ekonomi khususnya belanja modalnya, dan tidak banyak menyerap
tenaga kerja menjadikan faktor perlemahan ekonomi secara nasional.

2.5.1 SOLUSI YANG PERNAH DITERAPKAN SEBELUMNYA

Bank Indonesia telah mengambil tiga langkah untuk mengatasi gejolak kurs
rupiah. Tiga langkah itu adalah menambah pasokan dolar di pasar, meningkatkan net
open position (NOP) atau posisi devisa netto, dan koordinasi dengan pihak terkait.
Demikian disampaikan Deputi Senior Gubernur BI Anwar Nasution di Jakarta, Jumat
(28/5). Anwar menjelaskan, penambahan pasokan dolar ke pasar untuk meredam gejolak
nilai tukar rupiah sangat dimungkinkan di saat cadangan devisa mencapai US$ 37 miliar.
Sedangkan meningkatkan NOP yang sebesar 20 persen untuk memperkecil peluang
perbankan melakukan spekulasi valuta asing. Sebelumnya pihak BI juga bersikap tegas
dengan menegur keras empat bank asing yang diduga berspekulasi sehingga membuat
rupiah melemah.

2.5.2 DESKRIPSI REKOMENDASI

Melihat dari solusi masalah yang sudah ada tersebut, kami berusaha menemukan
solusi dari sudut pandang kami. Ada beberapa kebijakan yang bisa diterapkan oleh
pemerintah untuk mencegah melemahnya nilai rupiah dan menjaga nilai rupiah tetap
stabil. Kebijakan-kebijakan tersebut, antara lain :

1. Memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan
mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu.
2. Menjaga pertumbuhan ekonomi riil.
3. Menjaga daya beli. Pemerintah berkoodinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga
dan inflasi.
4. Mempercepat investasi.
5. Menjaga kestabilan kondisi ekonomi dan politik.

2.5.3 PERBAIKAN TERHADAP MASALAH MELALUI REKOMENDASI

1.)  Dengan kebijakan pertama yang direkomendasikan, dalam memperbaiki defisit


transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan mendorong ekspor akan
mengakibatkan permintaan terhadap rupiah akan meningkat sesuai dengan hukum
permintaan dan penawaran. Semakin banyak barang yang diekspor, maka semakin
banyak permintaan terhadap rupiah yang nantinya mengakhibatkan nilai tukar rupiah
menjadi stabil. Dalam rangka meningkatkan ekspor penting pula pemerintah memberi
keringanan pajak kepada industri-industri yang berpotensi ekspor.
2.) Dengan menjaga pertumbuhan ekonomi riil sesuai teori dalam pasar mata uang asing
faktor yang berdampak pada permintaan dan penawaran adalah laju pertumbuhan riil
terhadap harga produk luar negeri. Laju peningkatan pendapatan riil domistik diprediksi
akan melemahkan nilai tukar mata uang asing, sementara pendapatan riil domistik akan
menyebabkan permintaan valuta asing bertambah bila dibandingkan stock yang tersedia.

3.) dengan menjaga daya beli dan pemerintah saling berkordinasi dengan BI dalam
menjaga gejolak harga dan inflasi tentunya  tingkat kemakmuran ekonomi akan tinggi
dan pada nantinya cenderung akan konsisten rendah tingkat inflasinya sehingga nilai
mata uangnya menjadi lebih kuat dibandingkan dengan negara lain yang tingkat
inflasinya tinggi. Hal itu akan menyebabkan purchasing power atau daya beli negara-
negara maju tersebut lebih tinggi daripada negara lain. Negara-negara yang tergolong
mempunyai tingkat kemakmuran tinggi adalah Swiss, Jerman, dan Jepang pada akhir
abad 20, kemudian Amerika dan Canada menyusul sebagai negara dengan tingkat inflasi
rendah. Bagi negara-negara yang tingkat inflasinya tinggi, nilai mata uangnya akan
mengalami depresi daripada negara rekanan transaksi perdangangannya. Dalam pasar
foreign exchange atau valuta asing, dasar yang utama adalah transaksi internasional baik
dalam komoditas jasa atau barang sehingga perubahan harga dalam negeri yang tidak
tetap terhadap harga luar negeri berdampak pada pergerakan valuta asing. Ilustrasinya
adalah demikian, jika Jepang yang bekerja sama dengan Indonesia dalam transaksi
perdagangan internasional mengalami inflasi, maka produk impor dari Jepang otomatis
akan meningkat harganya sehingga permintaan masyarakat atas produk tersebut akan
berkurang.

4.) langkah atau kebijakan pemerintah sangat penting dalam menentukan arus investasi
kedepan, semakin banyak orang berinvestasi maka akan meningkatkan produktivitas
output yang nantinya akan menstabilkan neraca perdagangan dan pada akhirnya akan
menguatkan nilai tukar rupiah.

5). Untuk menginvestasikan dananya, para investor tentu akan memilih negara dengan
kondisi ekonomi yang baik termasuk keadaan politik yang stabil dan aman.
Ketidakstabilan kondisi ekonomi secara otomatis akan mempengaruhi kepercayaan
investor karena cenderung memiliki resiko tinggi sebagai tempat mengeluarkan dananya.
Oleh karena itu dikatakan keadaan politik akan berdampak pula pada nilai tukar uang
suatu negara.

2.5.4 PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MEMBANTU REKOMENDASI

a). Instansi pemerintah

kebijakan-kebijakan instansi pemerintah sangat penting dalam merumuskan


perekonomian dalam suatu Negara dan mewujudkan rekomendasi dari kami untuk
mengatasi permasalahan mengenai nilai tukar rupiah, dan sangat perlu aktualisasi atau
bukti nyata dari pemerintah dan tidak hanya sekedar menjadi formalitas tekstual saja
( teori).

b). lembaga keuangan dan bank Indonesia

Bank Indonesia, otoritas lembaga keuangan serta lembaga penjamin simpanan


berperan juga dalam melaksanakan rekomendasi dari kami melalui instumen-
instrumennya seperti halnya tingkat suku bunga acuan untuk mendorong investasi, dan
mungkin instrument-instrumen lainnya.

c). investor

investor sangat diperlukan juga dalam membantu tingkat kesejahteraan ekonomi


khususnya dalam meningkatkan pruduktivitas pasar domestic sehingga dapat bersaing
dan menembus pasar luar negri yang pada nantinya akan menguatkan nilai tukar rupiah.

d). Industri-industri (produsen)

untuk mewujudkan surplus neraca perdagangan dibutuhkan inovasi dan trobosan-


trobosan yang harus dilakukan para industri dalam menembus pasar domestik ataupun
luar negeri, sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap rupiah dan pada akhirnya
nilai tukar rupiah menguat.
BAB III

KESIMPULAN

3.1  POIN PENTING DARI REKOMENDASI

Berdsarkan analisis melemahnya nilai tukar rupiah dan sebab-sebabnya serta solusi dan
rekomendasi yang diajukan dapat disimpulkan bahwa nilai tukar rupiah tidak lepas dari :
hubungan variable tingkat inflasi, tingkat suku bunga, neraca perdagangan, hutang publik,
ekspor-impor, kondisi ekonomi dan politik serta tingkat pendapatan riil.

Anda mungkin juga menyukai