DAFTAR ISI
Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar Rupiah terhadap Permintaan Uang M2
di Indonesia
Etty Puji Lestari ...... 121 - 136
Analisis Peranan Sektor Industri terhadap Perekonomian Jawa Tengah Tahun 2000
dan Tahun 2004 (Analisis Input Output)
Didit Purnomo dan Devi Istiqomah .. 137 - 155
Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika
Triyono .... 156 - 167
Produktivitas Lahan dan Biaya Usahatani Tanaman Pangan
di Kabupaten Gunung Kidul
Suwarto ....... 168 - 183
Analisis Kompetensi Produk Unggulan Daerah pada Batik Tulis dan Cap Solo
di Dati II Kota Surakarta
Daryono Soebagiyo dan M. Wahyudi ...... 184 - 197
Analisis Dampak Otonomi Daerah terhadap Strategi Pengembangan Perguruan
Tinggi Swasta (PTS) di Kabupaten Sleman
Rudy Badrudin ... 198 - 215
Peran Aktif Wanita dalam Peningkatan Pendapatan Rumah tangga Miskin:
Studi Kasus pada Wanita Pemecah Batu di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek
Sugeng Haryanto .... 216 - 227
The Competitiveness of Soybean Production in Blitar-East Java, Indonesia
Moh. Azis Arisudi dan Salfarina Abdul Gapor ........ 228 - 247
ABSTRACT
This article attempts to estimate demand for M2 money in Indonesia using time
series non-stationary technique in 1997.1 - 2006.4. There are four methods are used
in research, first, VAR estimation used to forecast model which have interaction of
data time series. Second, function impulse response to see response from every
variable to structural innovation of the other variables at the same time. Third,
variance decomposition to know dissociating variation change of shock from each
variable to other variables in model. Fourth method, ADL ECM to see long-range
adjustment in variable, before and after addition of variable. The result, there are
non-stationary condition in the time series data in the research. Result of VAR
estimation show that there is no causality relation two ways among fifth of variable.
From impulse, response known that response of M2 variable to other variable very
fluctuative but finally the condition will return to stabilize.
Keywords: instability of exchange rate, M2 money, vector autoregression
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia masih menunjukkan
kinerja yang cukup baik sampai awal tahun
1997 yang ditandai oleh menguatnya beberapa indikator makro ekonomi. Pada tahun
1996, tingkat pertumbuhan ekonomi masih
mencapai 7,8 persen per tahun dan investasi
langsung luar negeri mencapai $6,5 juta pada
tahun fiskal 1996/1997. Sementara itu cadangan devisa resmi pemerintah mencapai $20
juta pada bulan Maret 1997, serta tingkat
depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika
masih terpelihara pada kisaran 3-5 persen
(Bank Indonesia, 1997).
Krisis ekonomi dan keuangan yang
awalnya melanda Thailand berdampak pada
perekonomian negara-negara ASEAN, ter-
122
Pertumbuhan Ekonomi
100
80
Persen
60
40
20
0
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
-20
Tahun
inflasi
123
M d = f (Yt , ER t , rt , Inf t )
dimana
METODE PENELITIAN
Model Estimasi Permintaan Uang
Penggunaan model perekonomian terbuka
dapat diterima untuk kasus permintaan uang
di Indonesia, mengingat bahwa transaksi
124
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Statistik dan Keuangan Indonesia, Bank
Indonesia, International Financial Statistic
(IFS), World Bank dan beberapa sumber literatur lainnya. Rentang waktu yang digunakan
dalam penelitian adalah mulai tahun 1997.1
sampai 2006.4.
Penelitian ini menggunakan 4 (empat)
metode estimasi, yaitu pertama, Vector Autoregression/VAR untuk melihat estimasi hubungan dalam jangka panjang. Metode VAR
diyakini mampu melakukan peramalan yang
lebih baik dibandingkan model persamaan
struktural. Metode kedua adalah melakukan
pengujian terhadap impulse response function untuk melihat respon dari setiap variabel
terhadap struktural inovasi variabel lainnya
dalam model pada periode waktu bersamaan.
Metode ketiga adalah menguji variance decomposition yang berguna untuk memisahkan variasi perubahan shock dari setiap
variabel terhadap variabel lain dalam model.
Metode terakhir yang dipakai adalah melakukan estimasi model ADL ECM. Metode
estimasi ini merupakan turunan dari model
VAR atau metode estimasi VAR yang
memasukkan variabel tambahan (ECT) ke
dalam analisis. Tujuannya adalah untuk melihat penyesuaian jangka panjang dalam variabel yang diamati sebelum dan sesudah
penambahan variabel.
Uji Akar Unit Autoregressive
Tujuan uji akar unit adalah untuk mengetahui
ada tidaknya akar unit (komponen random
walk). Uji akar unit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dua uji yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1981). Uji
akar unit dapat dipandang sebagai uji stasio-
X t = + X t 1 + u t
.(1)
nilai
samaan 1 sehingga kita mendapatkan
estimasi dari . Selanjutnya dilakukan uji t
(t-test) pada hipotesis nol Ho: =1 melawan
1
s
.(2)
X t = + * X t 1 + u t ,
* = 1
.(3)
125
Yt = Yt 1 + t
.(4)
Analisis kointegrasi sering digunakan sebagai salah satu metode dalam menentukan
Jumlah sample n
25
50
100
500
-3.75
-3.00
-2.63
-3.58
-2.93
-2.60
-3.51
-2.89
-2.58
-3.44
-2.87
-2.57
-3.43
-2.86
-2.57
Nilai t biasa
(n=)
-2.33
-1.65
-1.28
126
y t y t 1 = ( 1)y t 1 + t t dan
yt = y t 1 + t
.(5)
X t = + x t 1 + ... + Tk x t k + t .(6)
dimana t = 1,2,3t dan t independen,
E( t ) = 0 dan covariance ( t ) = . Model
koreksi kesalahan (ECM) terjadi ketika
matrik dibatasi. Hanya variabel xt
yang menunjukkan masih ada hubungan
jangka panjang dimana masing-masing variabel tidak berubah nilainya. Dalam jangka
pendek variabel xt tidak cocok dengan
keseimbangan masa lalu dan sisi kiri adalah
penyesuaian dari ketidakcocokannya (Gujarati, 1995).
y t y a11
z = z + a
t i =0 22
a12 e1t i
a 22 e2t i
.(7)
b12 yt
1 zt
...(8)
y t y 11 (i ) 12 (i ) yt i
z = z + (i ) (i )
22
zt 1
t i = 0 21
.(9)
Empat satuan koefisien 11(i), 12(i), 21(i),
dan 22(i) inilah yang disebut dengan
impulse response function (IRF).
127
dimana:
ij( i )
.(10)
i =1
E t X t +1 = X + i t +1i
.(14)
X t +1 = X + i t +1i
.(13)
.(11)
i =1
X t + n E t X t +1 = X + i t +1i .(12)
i =1
Yt = 0 + 1Yt 1 + 0 X t + 1X t 1 + t ..(17)
persamaan ini kemudian ditransformasikan
kedalam bentuk ECM menjadi
128
Yt = 0 + *1 (Yt 1 X t 1 ) +
0 X t + t
(18)
Yt = 0 + i Yt 1 + jiXjti + t t
i=1
i=1 i=0
...(19)
dimana p merupakan indeks variabel penjelas
yang masing-masing memiliki distribusi
kelambanan. Model ADL dapat ditransformasikan dalam bentuk ECM namun disetarakan dengan termin tambahan (extra term)
X jt , j = 1,..p yang sangat berguna dalam
studi empiris. Tetapi termin tambahan X jt
membuat estimasi menjadi bermasalah ketika
M2
2.707622
(lolos)
3.572500
(lolos)
ER
0.673967
(tidak lolos)
INF
-2.073001
(lolos)
-3.154925
(lolos)
DERAJAT INTEGRASI 1
1.708373
(lolos)
t statistik
1
5
10
1
5
10
1
5
10
1
5
10
1
5
10
-2.627238
-1.949856
-1.611469
-2.628961
-1.950117
-1.611339
-2.627238
-1.949856
-1.611469
-2.625606
-1.949609
-1.611593
-2.641672
-1.952066
-1.610400
129
Rumus
RSS
T X
RSS
T X
RSS
T X
T +k
T k
e (2k / T )
T kj / T
RSS
2k / T
T X (ln T )
FPE
1.70E-13
1.01E-16
1.05E-17
5.01E-18*
AIC
-15.21378
-22.65823
-25.03597
-26.08980*
SC
-14.98704
-21.29776
-22.54179*
-22.46191
130
INF
XR
M2(-1)
0.783374
(0.37096)
[ 2.11176]
1.844524
(1.29575)
[ 1.42351]
0.251858
(0.27842)
[ 0.90460]
-0.468354
(0.69119)
[-0.67761]
0.044517
(0.37265)
[ 0.11946]
M2(-2)
0.101779
(0.45664)
[ 0.22288]
-2.377601
(1.59505)
[-1.49061]
-0.153366
(0.34273)
[-0.44748]
1.043349
(0.85084)
[ 1.22626]
0.678514
(0.45873)
[ 1.47913]
M2(-3)
-0.105720
(0.32894)
[-0.32140]
-1.172032
(1.14898)
[-1.02006]
-0.384822
(0.24688)
[-1.55873]
-0.423674
(0.61289)
[-0.69127]
0.555252
(0.33044)
[ 1.68035]
INF(-1)
0.016692
(0.05924)
[ 0.28175]
0.597428
(0.20694)
[ 2.88695]
0.044956
(0.04447)
[ 1.01104]
-0.057750
(0.11039)
[-0.52316]
0.016844
(0.05951)
[ 0.28302]
INF(-2)
-0.011220
(0.06488)
[-0.17294]
-0.438280
(0.22663)
[-1.93391]
0.007151
(0.04870)
[ 0.14686]
0.005899
(0.12089)
[ 0.04880]
-0.028079
(0.06518)
[-0.43082]
INF(-3)
0.026202
(0.04825)
[ 0.54307]
0.155418
(0.16853)
[ 0.92221]
-0.050401
(0.03621)
[-1.39185]
-0.001466
(0.08990)
[-0.01630]
-0.039886
(0.04847)
[-0.82294]
R(-1)
-0.035488
(0.27803)
[-0.12764]
0.583482
(0.97115)
[ 0.60081]
-0.047829
(0.20867)
[-0.22920]
-0.044903
(0.51804)
[-0.08668]
1.039238
(0.27930)
[ 3.72091]
R(-2)
-0.078593
(0.38304)
[-0.20518]
-1.580649
(1.33797)
[-1.18138]
0.389580
(0.28749)
[ 1.35511]
0.849796
(0.71371)
[ 1.19068]
-0.308423
(0.38479)
[-0.80153]
131
R(-3)
-0.001224
(0.29013)
[-0.00422]
1.600961
(1.01341)
[ 1.57978]
0.575622
(0.21775)
[ 2.64349]
-1.621212
(0.54057)
[-2.99905]
-0.945592
(0.29145)
[-3.24446]
XR(-1)
-0.176861
(0.18946)
[-0.93351]
-0.173906
(0.66178)
[-0.26279]
0.139247
(0.14220)
[ 0.97926]
0.569632
(0.35301)
[ 1.61365]
0.119205
(0.19032)
[ 0.62633]
XR(-2)
0.054334
(0.20502)
[ 0.26503]
0.982400
(0.71612)
[ 1.37184]
0.074591
(0.15387)
[ 0.48476]
-0.322684
(0.38199)
[-0.84473]
-0.381226
(0.20595)
[-1.85106]
XR(-3)
0.017595
(0.13497)
[ 0.13037]
-0.197403
(0.47143)
[-0.41873]
0.137369
(0.10130)
[ 1.35609]
0.047209
(0.25147)
[ 0.18773]
0.026610
(0.13558)
[ 0.19627]
Y(-1)
0.237431
(0.23503)
[ 1.01022]
2.356010
(0.82096)
[ 2.86984]
-0.063190
(0.17640)
[-0.35822]
-0.535039
(0.43792)
[-1.22178]
0.409370
(0.23610)
[ 1.73388]
Y(-2)
-0.103522
(0.30269)
[-0.34200]
-2.557144
(1.05730)
[-2.41856]
0.018346
(0.22718)
[ 0.08075]
1.142768
(0.56399)
[ 2.02622]
0.390319
(0.30407)
[ 1.28364]
Y(-3)
-0.001688
(0.15802)
[-0.01068]
1.416462
(0.55198)
[ 2.56615]
0.243388
(0.11860)
[ 2.05211]
-0.900841
(0.29444)
[-3.05952]
-0.699599
(0.15875)
[-4.40706]
1.796884
(1.74706)
[ 1.02852]
0.990984
0.983029
0.003030
0.013350
124.5714
106.5544
-5.488144
-4.762565
14.94122
0.102480
5.118083
(6.10247)
[ 0.83869]
0.930770
0.869685
0.036968
0.046633
15.23727
65.27937
-2.986628
-2.261049
0.102758
0.129179
-0.023133
(1.31124)
[-0.01764]
0.979846
0.962063
0.001707
0.010020
55.09962
116.0241
-6.062068
-5.336488
0.185773
0.051444
4.989832
(3.25520)
[ 1.53288]
0.846529
0.711114
0.010519
0.024875
6.251360
86.01784
-4.243506
-3.517926
3.953862
0.046281
-4.886436
(1.75502)
[-2.78425]
0.996698
0.993785
0.003058
0.013411
342.1365
106.4043
-5.479048
-4.753469
14.67097
0.170120
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
6.94E-19
455.7600
-22.77333
-19.14543
132
Response of M2 to R
.008
.008
.004
.004
.000
.000
-.004
-.004
-.008
-.008
2
10
12
14
16
18
20
Response of M2 to XR
10
12
14
16
18
20
16
18
20
Response of M2 to Y
.008
.008
.004
.004
.000
.000
-.004
-.004
-.008
-.008
2
10
12
14
16
18
20
10
12
14
133
0.102853 XRt-1
S.E.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0.013350
0.015438
0.018161
0.019645
0.021823
0.024060
0.025671
0.027307
0.028899
0.030400
0.032042
0.033581
0.035130
0.036721
0.038253
0.039796
0.041324
0.042813
0.044307
0.045776
M2
INF
100.0000
0.000000
0.000000
97.31852
0.051243
0.020625
94.96562
0.044148
0.437314
93.94593
0.500858
0.380871
93.44062
0.522639
0.331059
93.67414
0.430552
0.287892
93.65795
0.393043
0.253987
93.39646
0.365960
0.237812
93.30018
0.398452
0.215920
93.11123
0.436917
0.196797
93.02633
0.434180
0.195401
93.00438
0.441786
0.185527
92.95221
0.441626
0.182093
92.95073
0.433587
0.181513
92.96421
0.430030
0.175938
92.96678
0.420388
0.173802
92.98871
0.412407
0.170359
92.99650
0.407306
0.165528
93.00097
0.401069
0.162298
93.00743
0.397324
0.158005
Cholesky Ordering: M2 INF R XR Y
XR
0.000000
0.557130
0.444897
0.508195
0.616973
0.612195
0.849843
1.004539
1.068344
1.139797
1.128380
1.119366
1.111660
1.082086
1.065414
1.048806
1.032688
1.026657
1.019942
1.016614
0.000000
2.052477
4.108023
4.664150
5.088714
4.995224
4.845173
4.995226
5.017104
5.115263
5.215709
5.248945
5.312411
5.352081
5.364405
5.390225
5.395835
5.404008
5.415724
5.420625
134
R2 = 0.530;
0.145596DIR
(0.145767)
(22)
DW = 1.61
(0.862622)
-0.015018DR
(0.511945)
.(23)
(0.122563)
R2 =0.035;
DW = 1.23
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat kondisi non stasionaritas terhadap data time series (runtun waktu)
dalam periode penelitian sehingga
menyebabkan stabilitas ekonomi makro
sulit dicapai.
135
2. Kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan di antara variabel-variabel permintaan uang riil, pendapatan nasional,
kurs, inflasi dan suku bunga membutuhkan waktu tiga kuartal dan tidak ditemukan hubungan kausalitas dua arah di
antara kelima variabel yang dipakai
dalam penelitian. Sementara itu dari
impulse response diketahui bahwa respon
variabel M2 terhadap empat variabel
lainnya sangat fluktuatif terutama ketika
variabel lain mengalami shock, namun
kondisi ini pada akhirnya akan kembali
stabil.
3. Hubungan antara nilai tukar dan jumlah
uang beredar di Indonesia selama periode
pengamatan tergantung pada harapan
(expectation) pemegang uang sehingga
sulit untuk mempertahankan hubungan
yang stabil antara nilai tukar dan permintaan uang M2. Masyarakat Indonesia
cenderung berpendapat bahwa memegang uang bukan hanya untuk tujuan
transaksi, tetapi lebih kepada tujuan
untuk berjaga-jaga, bahkan tidak tertutup
kemungkinan untuk motif spekulasi.
Dua kebijakan yang direkomendasikan
antara lain pertama, otoritas moneter diharapkan mampu mengontrol keberadaan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
uang termasuk kurs, inflasi, suku bunga dan
pendapatan nasional. Hal ini dilakukan agar
pertumbuhan permintaan uang dapat dilakukan dengan stabil. Saran kedua, strategi
dengan target nilai kurs layak dipertimbangkan terutama pada kondisi ketidakstabilan
permintaan uang yang diakibatkan oleh
adanya kurs yang sangat fluktuatif. Target
nilai kurs merupakan target yang sederhana.
Untuk itu keberadaan Bank Sentral dibutuhkan untuk mempertahankan nilai tukar
136
DAFTAR PUSTAKA
Baba, Y., D.F. Hendry, dan R.M. Starr, 1992,
The Demand for M1 in the USA, 19601988. Review Economic Studies. 59. 2561.
Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Ekonomi. www.bps.go.id
Bank Indonesia. 1997. Laporan Tahunan
Bank Indonesia. www.bi.go.id
Bank Indonesia. 1999. Laporan Tahunan
Bank Indonesia. www.bi.go.id
Dickey, D.P., dan W.A., Fuller. 1981. Likelihood Ratio Statistics for Autoregressive Time Series with a Unit Root.
Econometrica (Journal). 49. 1057
1072.
Domowitz, I, dan Elbadawi. 1987. An Error
Correction Approach to Money Demand: The Case of Sudan. Journal of
Development Economics. 25.257-275.
Dutton, D.S dan Gramm, W.P. 1973. Transaction Cost, The Wage Rate dan The
Demand for Money. American Economic Review. No. 63, 652-665
ABSTRACT
This research aim to analyse role of industrial sector to other economy sectors in
Central Java and the role in Central Java economy. Research method, which
applied that, is Input Output Analysis Model (Analysis I-O), accompanied by
analysis of role of production sector and output creator of Central Java economy,
backward and forward linkage index analysis, and key sector analysis. Data which
used that is I-O table of Central Java year 2000 and year 2004 with classification
19 sector is obtained from Central Java BPS. Research result indicate that
industrial sector role is seen enough dominant in Central Java economy in the year
2000 and 2004. From the result, author suggests government so that more give
priority to industrial sectors that become key sector in Central Java in the year
2000 and 2004.
Keywords: backward and forward linkage, key sector
PENDAHULUAN
Sejak terjadinya krisis ekonomi yang mulai
dirasakan sejak bulan Juni 1997, membuat
pembangunan ekonomi di Indonesia mengalami stagnasi, bahkan di beberapa bidang
mengalami kemunduran. Dalam menghadapi
era globalisasi dan perdagangan bebas,
Indonesia dituntut untuk siap bersaing
dengan negara-negara lain. Agar bisa bersaing dengan negara lain, sebelumnya
Indonesia harus memantapkan terlebih
dahulu perekonomian yang goncang akibat
krisis multidimensi yang berkepanjangan.
Fundamental perekonomian yang kuat akan
meningkatkan kesiapan pemerintah dalam
menghadapi era globalisasi. Pembangunan
138
139
Dengan menggunakan Tabel InputOutput (I-O) Jawa Tengah tahun 2000 dan
2004 akan dijabarkan sektor-sektor yang
menjadi sektor industri di Jawa Tengah.
Selanjutnya diharapkan dapat dipakai sebagai
informasi yang komprehensif agar tepat guna
dan tepat sasaran bagi perekonomian Jawa
Tengah.
140
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yaitu Tabel Input
Output perekonomian Jawa Tengah tahun
2000 dan Tahun 2004. Tabel input output
disajikan dalam bentuk matriks yang
diklasifikasikan menjadi 19 sektor perekonomian. Data tabel input output perekonomian
Jawa Tengah tahun 2000 dan tahun 2004
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah dan dari instansi terkait lainnya.
Metode dan Alat Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Model Input-Output.
Model input-output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930an. Idenya sangat sederhana namun mampu
menjadi salah satu alat analisis yang ampuh
dalam melihat hubungan antarsektor dalam
perekonomian (Nazara, 1997:48). Komponen
yang paling penting dalam analisis input output adalah inverse matriks tabel input output,
yang sering disebut sebagai inverse Leontif
(Miller, 1999:15). Matriks ini mengandung
informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan
menyebabkan berkembangnya sektor-sektor
lainnya. Matriks kebalikan Leontif merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainya ke dalam koefisien-koefisien
yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di
dalam matriks (1-A)-1. Adapun analisis yang
akan dihitung dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
141
bahwa total efek dari kegiatan produksi
di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing- masing
kegiatan.
Tabel 1. Bagan Tabel Input Output Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi
Permintaan Antara Sektor Produksi
Permintaan
Akhir
Jumlah
Output
X11
X12
X13
F1
X1
2
3
X22
X32
V2
X23
X33
V3
F2
F3
X2
X3
Input Primer
X21
X31
V1
Jumlah Input
X1
X2
X3
Input
Antara
Sektor
Produksi
142
.(3)
dimana
Cara Perhitungan
X11 + Xi2 + ... + X1j ... + X1n + F1 + E1 =
X1 + M1
X21 + X22 + ... + X2j ... + X2n + F2 + E2 =
X2 + M2
Xi1 + Xi2 + ... + Xij ... + Xin + Fi + Ei =
Xi + M3
.... .... ....
Xn1 + Xn2 + .... + XnJ + ... + Xnn + Fn + En =
Xn + Mn
.(1)
Di sini Xij adalah jumlah output sektor i
yang diminta sektor j sebagai input bagi
produksi output sektor j (permintaan antara),
Fi adalah permintaan akhir domestik terhadap
output sektor i, Ei adalah ekspor atau
permintaan akhir luar negeri atau daerah, Xi
adalah total sektor i dan Mi adalah jumlah
sektor i. Dengan mensubstitusikan Xij maka
persamaan (1) di atas akan menjadi:
a11X1 + a12X2 + ... + a1j Xj ... + a1n Xn + F1 +
E1 = X1 + M1 a21X1 + a22X2 + ... + a2j Xj ... +
a2n Xn + F2 + E2 = X2 + M2 ai1X1 + ai2 X2 + ...
+ aij Xj ... + ain Xn + Fi + Ei = Xi + Mi
.... .... ....
impor
permintaan antara + permintaan akhir
atau
=
ij
+F
sehingga i =
( X
ij
+F
..........(4)
..........(5)
[I (I ) A]X = (I ) F + E
.......(6)
X = [I (I )A]-1[(I )F + E]
...........(7)
.........(10)
..........(11)
(I A)X = F + E
..........(12)
143
X = (I A)-1 (F + E)
..........(13)
144
BL j =
FL i =
Xa
i =1
n n
ij
i =1 j=1
dimana:
b ij
i =1
n n
ij
ij
i =1 j=1
dimana:
BLj = indeks total keterkaitan ke belakang
sektor j
ij =
145
Tabel 2 menyajikan tujuh sektor yang memiliki nilai indeks total keterkaitan ke depan
terbesar berdasarkan tabel input output Jawa
Tengah Tahun 2000.
Dari hasil olahan data tabel input output
Jawa Tengah tahun 2000, sektor industri
lainnya memiliki nilai indeks paling besar
yaitu dengan nilai 3,14516. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa bila terjadi kenaikan
permintaan akhir atas sektor-sektor lain sebesar satu unit maka sektor industri lainnya
akan mengalami peningkatan output sebesar
3,14516 unit. sektor industri makanan,
minuman dan tembakau sebesar 1,24356,
sektor industri pengilangan minyak 1,00214.
Sedangkan sektor lainnya hanya pelengkap
yaitu sektor pertambangan dan penggalian
yang memiliki nilai indeks total keterkaitan
ke depan atau indeks daya kepekaan sebesar
1,40276, sektor perdagangan dengan nilai
1,26291, sektor lembaga keuangan, real
estate dan jasa perdagangan sebesar 1,06582
dan sektor pengangkutan dan komunikasi
sebesar 1,00164. Output yang dihasilkan oleh
sektor tersebut merupakan komoditi intermedier, dalam artian merupakan bahan baku
bagi industri-industri dan sektor-sektor perekonomian lainnya.
Tabel 2. Tujuh Sektor dengan Indeks Total Keterkaitan Ke Depan Terbesar Menurut Tabel Input
Output Tahun 2000
No
Kode I-O
Sektor
Indeks DK
1
2
3
4
5
6
7
9
7
13
8
16
10
15
Industri lainnya
Pertambangan dan penggalian
Perdagangan
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
Lembaga Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
Industri Pengilangan Minyak
Pengangkutan dan Komunikasi
3,14516
1,42076
1,26291
1,24356
1,06582
1,00214
1,00164
146
Tabel 3. Empat Sektor dengan Indeks Total Keterkaitan Ke Depan Terbesar Menurut
Tabel Input Output Tahun 2004
No
Kode I-O
1
2
3
4
7
9
8
13
Sektor
Pertambangan dan Penggalian
Industri lainnya
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
Perdagangan
Indeks DK
4,07757
1,98493
1,17136
1,39055
industri yang mempunyai indeks total keterkaitan ke depan pada tahun 2004 menurun
dari tahun 2000. Di tahun 2000 terdapat tujuh
sektor yang mempunyai indeks keterkaitan
ke depan atau derajat kepekaan, antara lain
sektor Industri lainnya, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor perdagangan, sektor
industri makanan, minuman dan tembakau,
sektor, lembaga keuangan, real estate dan
jasa perusahaan, sektor industri pengilangan
minyak dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan pada tahun 2004, hanya
terdapat empat sektor yang mempunyai
derajat kepekaan lebih dari satu yaitu sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri
lainnya, industri makanan minuman dan
tembakau dan sektor perdagangan. Selanjutnya sektor industri lainnya pada tahun 2000
mempunyai nilai 3,14516 dan menurun
secara tajam pada tahun 2004 manjadi
1,98493. Sektor industri Makanan, Minuman
dan Tembakau pada tahun 2000 sebesar
1,24356 dan pada tahun 2004 meningkat
menjadi 1,17136. Industri Pengilangan
Minyak pada tahun 2004 tidak mempunyai
indeks derajat kepekaan yang tinggi.
Pada Tabel 4 disajikan hasil indeks
keterkaitan ke depan pada tahun 2000 dan
2004 sebagai perbandingan.
147
Tabel 4. Indeks Total Keterkaitan Ke Depan Terbesar Menurut Tabel Input Output
Tahun 2000 dan 2004
2000
No
Kode
I-O
2
3
2004
Sektor
Indeks DK
No
Kode
I-O
Sektor
Indeks DK
Industri lainnya
3,14516
4,07757
7
13
1,42076
1,26291
2
3
9
8
1,24356
13
16
6
7
10
15
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Lainnya
Industri Makanan,
Minuman, dan Tembakau
Perdagangan
1,98493
1,06582
1,00214
1,00164
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 dan 2004, diolah.
Kode I-O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
12
11
8
14
10
18
15
Sektor
Industri Lainnya
Bangunan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
Restoran dan Hotel
Industri Pengilangan Minyak
Jasa-jasa
Pengangkutan dan Komunikasi
Indeks DP
1,65850
1,30056
1,26897
1,22679
1,20395
1,16144
1,03612
1,01495
148
nan, minuman dan tembakau akan mengalami peningkatan output sebesar 1,24356 unit.
Selanjutnya industri lainnya yang memiliki
nilai indeks daya penyebaran sebesar
1,65850 dan nilai indeks daya kepekaannya
sebesar 3,14516. Nilai kedua indeks pada
sektor industri lainnya ini menunjukkan
bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan
akhir terhadap sektor industri lainnya sebesar
satu unit maka sektor-sektor ekonomi lainnya
yang ada di Jawa Tengah akan mengalami
peningkatan output sebesar 1,65850 unit.
Sebaliknya, apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor ekonomi lainnya
sebesar satu unit maka sektor listrik dan gas
akan mengalami peningkatan output sebesar
3,14516 unit. Selanjutnya, industri pengilangan minyak yang memiliki nilai indeks daya
penyebaran sebesar 1,11644 dan nilai indeks
daya kepekaannya sebesar 1,00214. Nilai
kedua indeks pada sektor industri pengilangan minyak ini menunjukkan bahwa apabila
terjadi kenaikan permintaan akhir terhadap
sektor industri pengilangan minyak sebesar
satu unit maka sektor-sektor ekonomi lainnya
yang ada di Jawa Tengah akan mengalami
peningkatan output sebesar 1,11644 unit.
Sebaliknya, apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor ekonomi lainnya
sebesar satu unit maka sektor industri pengilangan minyak akan mengalami peningkatan
output sebesar 1,00214 unit.
Tabel 6. Sektor Industri Perekonomian Jawa Tengah Menurut Tabel Input Output Jawa Tengah
Tahun 2000
No
1
2
3
Kode I-O
8
9
10
Sektor
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
Industri lainnya
Industri Pengilangan Minyak
Indeks DK
1,24356
3,14516
1,00214
Indeks DP
1,22629
1,65850
1,16144
149
Kode I-O
Sektor
Indeks DK
Indeks DP
1,17136
1,20178
Industri Lainnya
1,98493
1,42724
150
Tabel 8. Sektor Industri yang Menjadi Sektor Kunci Perekonomian Jawa Tengah Menurut Tabel
Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 dan 2004
2004
Kode I-O
Sektor
2000
Indeks
DK
Indeks DP
Kode I-O
Sektor
Indeks
DK
Indeks
DP
Industri
Makanan,
Minuman, dan
Tembakau
1,17136
1,20178
Industri Makanan,
Minuman, dan
Tembakau
1,24356
1,22629
Industri Lainnya
1,98493
1,42724
Industri Lainnya
3,14516
1,65850
10
Industri
Pengilangan
Minyak
1,00214
1,16144
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 dan 2004, diolah
151
152
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis input output
dengan menggunakan Tabel Input Output
Jawa Tengah tahun 2000 dan tahun 2004
tentang peranan sektor industri terhadap
perekonomian Jawa Tengah tahun 2000 dan
tahun 2004 maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Komponen pembentuk nilai tambah bruto
dengan peranan terbesar adalah surplus
usaha. Pada tahun 2000 peranan komponen ini dalam pembentukan nilai tambah
di Jawa Tengah adalah sebesar 57,86
persen
dengan
nilai
sebesar
Rp.68.133.212,52 juta dan pada tahun
2004 menurun menjadi 51,92 persen
dengan nilai sebesar Rp.100.442.999,19
juta.
2. Jumlah permintaan akhir yang tercipta
masing-masing pada tahun 2000 dan
2004 adalah sebesar Rp. 272.703.047 juta
dan Rp.170.021.068 juta. Komponen
konsumsi rumah tangga menjadi pengguna PDRB terbesar selama kurun waktu
tersebut. Bila pada tahun 2000 sebanyak
55,38 persen PDRB Jawa Tengah
digunakan untuk memenuhi konsumsi
rumah tangga maka pada tahun 2004
meningkat menjadi sekitar 65,25 persen.
Sebaliknya, terjadi penurunan persentase
penggunaan PDRB untuk pembentukan
modal tetap bruto. Pada tahun 2000
153
makanan, minuman dan tembakau, sektor
industri lainnya, sektor industri pengilangan minyak dan sektor pengangkutan
dan komunikasi. Sektor-sektor inilah
yang memegang peranan penting dalam
menggerakkan roda perekonomian Jawa
Tengah pada tahun 2000. Sedangkan
tahun 2004 hanya terdapat dua sektor
perekonomian yang menjadi sektor kunci
perekonomian Jawa Tengah yaitu sektor
industri makanan, minuman dan tembakau, dan sektor industri lainnya. Ini
memperlihatkan bahwa terjadi penurunan
dalam perekonomian Jawa Tengah pada
tahun 2004 bila dibandingkan dengan
tahun 2000.
154
Dari kesimpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi pengambilan kebijakan
pemerintah dan bagi penelitian selanjutnya.
1. Sektor industri makanan, minuman dan
tembakau, dan sektor industri lainnya
perlu mendapat perhatian dari pemerintah
Jawa Tengah karena sektor industri
makanan, minuman dan tembakau, sektor
industri lainnya sangat berperan dalam
memacu pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah pada tahun 2000 dan 2004.
Sektor industri makanan, minuman dan
tembakau, dan sektor industri lainnya
memiliki daya dorong yang kuat terhadap
penciptaan sektor-sektor ekonomi lainnya dan juga memiliki sensitivitas yang
tinggi terhadap perubahan permintaan
akhir dari sektor-sektor ekonomi lainnya.
2. Pemerintah provinsi Jawa Tengah juga
harus memberikan perhatian lebih terhadap sektor industri pengilangan minyak
yang pada tahun 2000 menjadi sektor
kunci namun pada tahun 2004 sektor
tersebut tidak lagi menjadi sektor kunci.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2002. Analisis Lanjutan Tabel Input-Output DKI Jakarta
2000: Tinjauan Perekonomian. BPS:
DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Kerangka Teori
dan Analisis Tabel Input Output. BPS:
DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Tabel Input
Output Indonesia Tahun 2000. BPS:
DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Tabel Input
Output Indonesia Updating 2003. BPS:
DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Tabel Input
Output Jawa Tengah Tahun 2000. BPS:
Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik. 2004. Tabel Input
Output Jawa Tengah Tahun 2004.
Badan Pusat Statistik: Jawa Tengah.
155
ABSTRACT
This research analyse influence of money supply, inflation, SBI rate of interest, and
import to Indonesia Rupiah exchange rate to US Dollar. In analysis, used multiple
regression analysis instrument with model Error Correction Model (ECM). With
this method obtained equation of regression in long-run and short-run equilibrium.
In the long run equilibrium model, covered series of adjustment process that
bringing every shock to equilibrium. In other word, in the long run very possibly
performed full adjustment to every changes in arising out. Estimation result from
regression ECM and long-run analysis indicate that inflation variable, SBI rate of
interest, and import have significant influence with positive direction to exchange
rate. While variable JUB have influence with negative direction to exchange rate.
Keywords: exchange rate, ECM, monetary tight policy
PENDAHULUAN
Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara
(kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang
tersebut (Levi, 1996:129). Kurs merupakan
salah satu harga yang lebih penting dalam
perekonomian terbuka, karena ditentukan
oleh adanya kseimbangan antara permintaan
dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca
transaksi berjalan maupun bagi variabelvariabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat
dijadikan alat untuk mengukur kondisi
perekonomian suatu negara. Pertumbuhan
nilai mata uang yang stabil menunjukkan
bahwa negara tersebut memiliki kondisi
ekonomi yang relatif baik atau stabil
(Salvator, 1997:10). Ketidakstabilan nilai
tukar ini mempengaruhi arus modal atau
157
merupakan perbandingan nilai atau harga
antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah sering disebut dengan kurs
(exchange rate). Nilai tukar biasanya
berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa
depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata
uang rupiah terhadap dolar AS artinya suatu
penurunan harga dollarAS terhadap rupiah.
Depresiasi mata uang negara membuat harga
barang-barang domestik menjadi lebih murah
bagi fihak luar negeri. Sedang apresiasi
rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan
rupiah terhadap dollar AS. Apresiasi mata
uang suatu negara membuat harga barangbarang domestik menjadi lebih mahal bagi
fihak luar negeri (Sukirno, 1981:297). Kurs
rupiah terhadap dollar AS memainkan peranan sentrel dalam perdagangan internasional,
karena kurs rupiah terhadap dollar AS
memungkinkan kita untuk membandingkan
harga semua barang dan jasa yang dihasilkan
berbagai negara. Kurs valuta asing dapat
diklasifikasikan kedalam kurs jual dan kurs
beli. Selisih dari penjualan dan pembelian
merupakan pendapatan bagi pedagang valuta
asing. Sedang bila ditinjau dari waktu yang
dibutuhkan dalam menyerahkan valuta asing
setelah transaksi kurs dapat diklasifikasikan
dalam kurs spot dan kurs berjalan (forward
exchange).
Semua transaksi valuta asing yang berlangsung seketika atau langsung di mana
kedua belah pihak sepakat untuk saling
membayar secepatnya saat itu atau paling
lambat dua hari setelah transaksi, disebut
kurs spot (spot exchange rate). Sedangkan
kesepakatannya disebut transaksi spot. Beberapa kesepakatan sering seringkali secara
khusus menetapkan tanggal lebih dari dua
hari, misalnya 30 hari, 90 hari,atau 180 hari
atau bahkan beberapa tahun. Kurs yang
158
159
berpendapat bahwa pengetatan moneter
yang mendorong peningkatan suku bunga
akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar
karena adanya pemasukan modal dan
luar negeri (Arifin, 1998: 4).
c. Hubungan Nilai Impor dengan Kurs
Di dalam pasar bebas perubahan kurs
tergantung pada beberapa faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bahwa valuta asing
diperlukan guna melakukan transaksi
pembayaran keluar negeri (impor).
Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin
besar kemampuan untuk impor makin
besar pula permintaan akan valuta asing.
Kurs valuta asing cenderung meningkat
dan harga mata uang sendiri turun.
Demikian juga inflasi akan menyebabkan
impor naik dan ekspor turun kemudian
akan menyebabkan valuta asing naik.
(Nopirin, 1997: 148)
Berdasarkan perumusan masalah yang
ada, maka dapat diambil suatu hipotesis yang
merupakan jawaban yang bersifat sementara
dan masih harus diuji kebenarannya sebagai
berikut;
1. Jumlah uang beredar berpengaruh positif
terhadap kurs Rupiah terhadap dollar AS.
2. Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh
negatif terhadap kurs Rupiah terhadap
dollar AS.
3. Besarnya inflasi berpengaruh positif terhadap kurs Rupiah terhadap dollar AS.
4. Besarnya nilai impor berpengaruh negatif
terhadap kurs Rupiah terhadap dollar AS.
160
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dan satu variabel terikat yaitu
kurs dan empat variabel bebas yaltu jumlah
uang yang beredar, inflasi, tingkat suku
bunga SBI, dan nilai impor. Data sekunder
ini bersumber pada Bank Indonesia (BI) dan
beberapa pustaka lainnya.
Definisi Operasional Variabel
1. Kurs
Kurs atau nilai tukar mata uang (exchange rate) merupakan harga suatu
mata uang terhadap mata uang lain.
Dalam penelitian digunakan nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS. Diukur dalam
satuan rupiah (Rp/$ ).
2. Tingkat Inflasi (INF)
Inflasi adalah kenaikan harga-harga
barang kebutuhan umum yang terjadi
secara terus-menerus. Inflasi diukur
dalam satuan persen (%)
3. Jumlah uang yang beredar (JUB)
Jumlah uang yang beredar adalah uang
dalam arti sempit yang terjadi dari uang
kartal dan uang giral yang dipegang oleh
masyarakat. Data jumlah uang yang beredar yang digunakan diukur dalam satuan
rupiah.
4. Tingkat Suku Bunga SBI (SBI)
Tingkat suku bunga SBI adalah rata-rata
persentase suku bunga SBI yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Data suku
bunga yang digunakan diukur dalam
satuan persen.
161
jat integrasi (Integration Test) sampai
memperoleh data yang stasioner.
=
=
Log M t-1
ECT
Ut
D
t
=
=
=
=
=
162
besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara dua sisi (two tail).
Koefisien
Std. error
T. Ststistik
Prob
C
D(INF)
D(LNM)
D(SBI)
D(LNJUB)
INF(-1)
LNM(-1)
SBI(-1)
LNJUB(-1)
ECT
3.546013
-0.000168
0.041126
0.011526
0.749601
-0.482204
-0.371070
-0.483551
-0.545433
0.483191
1.795917
0.002526
0.031006
0.017263
0.274389
0.156806
0.134930
0.155602
0.197522
0.156966
1.974485
-0.066645
1.326398
0.667668
2.731896
-3.075165
-2.750087
-3.107607
-2.761380
3.078313
0.0595
0.9474
0.1967
0.5105
0.0114
0.0050
0.0109
0.0047
0.0106
0.0050
163
2
tabel
= 27,587 >
2
hitung
= 13,798244 berar-
Keterangan:
* = signifikan pada = 0,05
Spesifikasi Model
Dalam penelitian ini digunakan uji RamseyReset. Karena Fhitung = 2,18131 < Ftabel = 3,40
berarti model linier.
1. Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji
White dengan kesimpulan, karena nilai
C
INF(-1)
JUB(-1)
SBI(-1)
M(-1)
Perhitungan
3,546013/0,490864
-0,482204 + 0,490564/0,490864
-0,545433 + 0.490864/0,490864
-0,483551 + 0,490564/0,490864
-0,371070 + 0,490564/0,490864
5,99146
Variabel
02, 05;3 =
= 7,22402
= 0,01764
= -0,11117
= 0,01490
= 0,24405
164
Uji Statistik
1. Uji t
Variabel
t hitung
t tabel
Kesimpulan
Inflasi
-0,066645
2,056
JUB
SBI
2,731896
0,66768
2,056
2,056
Import
1,326398
2,056
Inflasi-1
JUB-1
-3,075165
-2,761380
-2,056
-2,056
Tidak
berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
SBI-1
Impor-1
-3,107607
-2,750087
-2,056
-2,056
Berpengaruh
Berpengaruh
ECT
3,078313
2,056
Berpengaruh
C
D(INF)
D(LNM)
D(SBI)
D(LNJUB)
INF(-1)
LNM(-1)
SBI(-1)
LNJUB(-1)
ECT
Koefisien Regresi
Jangka
Panjang
Jangka
Pendek
3.546013
-0.000168
0.041126
0.011526
0.749601
-0.482204
-0.371070
-0.483551
-0.545433
0.483191
7,22402
0,01764
0,24405
0,01490
-0,11117
-
2. Uji F
1. Inflasi
Dengan
kesimpulan:
Karena
Fhitung=
2,678083 > Ftabel = 2,27 berarti model yang
dipakai adalah eksis.
2. JUB
Hasil analisis jangka pendek variabel JUB
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs sebesar 0,749601 dengan arah
positif yang berarti naiknya variabel JUB
akan mengakibatkan naiknya variabel kurs
sebesar 0,74601 atau 74,601 persen. Sedangkan perhitungan jangka panjang variabel JUB
berpengaruh signifikan terhadap kurs sebesar
-0,11117 dengan arah negatif artinya turun-
165
1. Berdasarkan hasil uji stasioneritas
menunjukkan bahwa variabel impor
sudah stasioner pada derajat = 5%.
Sedangkan variabel kurs, inflasi, JUB
dan SBI tidak stasioner pada derajat =
5%.
2. Berdasarkan uji kointegrasi menunjukkan
bahwa inflasi, impor, SBI dan JUB tidak
berkointegrasi terhadap kurs pada derajat
kepercayaan = 5%.
3. Berdasarkan uji derajat integrasi menunjukkan bahwa variabel kurs, inflasi, JUB,
SBI dan impor stasioner pada derajat =
5%.
4. Berdasarkan hasil estimasi regresi ECM
dan analisis jangka panjang variabel
inflasi, SBI dan impor mempunyai
pengaruh yang signifikan pada = 0,05
dengan arah positif terhadap kurs.
Sementara variabel JUB mempunyai
pengaruh dengan arah negatif terhadap
kurs pada = 0,05.
5. Berdasarkan hasil pengujian asumsi
klasik, tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi dalam
model. Model yang digunakan dalam uji
normalitas tidak terdapat penyimpangan,
sehingga dapat dikatakan bahwa distribusi Ut normal. Dalam uji linieritas
menunjukkan spesifikasi model benar.
6. Hasil analisis dengan uji t diketahui
bahwa regresi jangka pendek variabel
inflasi, SBI dan impor tidak signifikan
terhadap kurs pada = 5%, sementara
variabel JUB berpengaruh secara signifikan terhadap kurs pada = 5%. Dalam
regresi jangka panjang variabel inflasi,
JUB, SBI, dan impor berpengaruh secara
signifikan terhadap kurs pada = 5%.
166
167
Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonorni
Modern Perkembangan Pemikiran dari
Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Susilo, Y. Sri; Sigit Triandaru dan A. Totok
Budi Santoso. 2000. Bank dan Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Utomo, Yuni Prihadi. 2005. Penurunan
Model Estimasi Jangka Pendek ECM.
Surakarta (makalah tidak diterbitkan).
ABSTRACT
This research aims to investigate land productivity and cost of production of food
crops farm in Gunung Kidul. The result of this research found that using labor,
fertilizer, and manure increases the land productivity. Similar to, farmers education
increases the land productivity. Based on dummy variables, the household labor
increases the land productivity. The self-owned land productivity is higher than the
rented one belonging to HB, land productivity of forestation department loan is
lower than the rented one belonging to HB. Prices of labor, phosphate fertilizer, and
organic manure increases the production cost of food crops farm. Based on dummy
variables, the production cost of food crops farm LKP rented land is higher than one
from other land institution. On the contrary, the cost of production of food crops
farmland forestation department loan is lower than one from other land institution.
Keywords: land productivity, food crops, production cost
PENDAHULUAN
Berusahatani adalah suatu kegiatan untuk
memperoleh produksi dan pendapatan di
bidang pertanian. Pendapatan berupa selisih
nilai produksi atas biaya-biaya yang secara
eksplisist dikeluarkan petani dalam usahatani. Dalam hal ini salah satu cara yang dapat
dilakukan petani dalam efisiensi usahatani
yaitu dengan meminimumkan biaya untuk
suatu tingkat produksi tertentu (Nicholson,
1998)
Lahan sebagai faktor produksi penting
yang ketersediaannya terbatas dan terdistribusi tidak merata menimbulkan kerjasama
antara pemilik lahan luas dengan petani
berlahan sempit atau petani tidak berlahan
dalam suatu kelembagaan lahan (Fujimoto,
1996; Sangwan, 2000; Sharma, 2000;
169
Y = AX1X21-
.(1)
Keterangan:
Y = produksi,
X1 = tenaga kerja,
X2 = modal.
Dalam perkembangannya, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat meliputi atas dua
atau lebih variabel bebas, disebut dengan
fungsi produksi tipe Cobb-Douglas yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = aX1b1 X2b2, ...Xibi, ... Xnbn
.(2)
Keterangan:
Y = variabel dependen (output),
X = variabel independen (input),
a dan b = koefisien yang diduga.
Untuk memudahkan proses perhitungan,
persamaan dua (2) diubah ke dalam bentuk
linier yaitu dengan melogaritmakan persamaan tersebut dalam bentuk double natural
logaritma (ln) menjadi sebagai berikut:
Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + ... +
bn ln Xn
.(3)
170
Secara umum fungsi produksi CobbDouglas memiliki kelebihan yaitu: (1) penyelesaiannya relatif mudah, karena dengan
mudah dapat ditransfer ke bentuk linier, (2)
hasil pendugaan garis melalui fungsi CobbDouglas akan menghasilkan koefisien regresi
yang berguna sebagai penunjuk besarnya
elastisitas, (3) penjumlahan dari elastisitas
tersebut menunjukkan besarnya return to
scale.
Selanjutnya, merujuk pada Jatileksono
(1993), untuk menganalisis hasil penelitian,
output tanaman pangan (Y) yang heterogen
seperti padi, jagung, kedele, dan kacang
tanah, maka Y diukur dalam nilai produksi.
Nilai produksi adalah perkalian output (Y)
dengan harga output (Py). Perbedaan nilai
output per petani dalam hal ini menggambarkan perbedaan kualitas output pada setiap
petani. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produktivitas lahan
tanaman pangan, dilakukan dengan analisis
fungsi produksi. Produksi tanaman pangan
sebagai output (Y) dipengaruhi oleh input
faktor produksi yaitu: lahan (A), tenaga kerja
(L), modal lancar (C), lingkungan fisik
usahatani (E), teknologi (T), dan karakteristik
petani (S). Dalam jangka pendek teknologi
dianggap sama, dengan demikian fungsi
produksi dapat dirumuskan sebagai:
Y= F(A, L, C, E, S)
. (4)
2. Biaya Produksi
Salah satu cara yang dapat dilakukan petani
dalam efisiensi usahatani yaitu dengan meminimumkan biaya untuk suatu tingkat
produksi tertentu. Diasumsikan bahwa dalam
produksi dipergunakan faktor produksi
modal (K), dan tenaga kerja (L), maka
minimasi biaya dapat dirumuskan sebagai:
Minimasi C = wL + rK
.(5)
.(6)
.(7)
.......(8)
.......(9)
/K = r (AK-1L ) = 0
.......(10)
/ = AKL Y0 = 0
.......(11)
171
rAKL-1 = wAK-1L
.......(13)
atau L = rK/w
.......(14)
= w/AKL-1
.......(12)
.(19)
AK r K / w = Y0
.......(15)
K+ = (w/ r) Y0/A
.......(16)
.......(18)
.(21)
Keterangan:
C = biaya produksi,
Y = tingkat produksi,
pi, ..., pn = harga input X1, ..., Xn.
Dalam bentuk fungsi produksi CobbDouglas, maka fungsi biaya tersebut dapat
diformulasikan sebagai berikut:
C = A Y (pi) i
.......(22)
172
m
Ln C = Ln A + Ln Y +
lnp
.(23)
i =1
Keterangan:
C =
A =
Y =
i, i
biaya produksi,
intersep,
produksi,
= koefisien regresi.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada dua dusun di
Kabupaten Gunung Kidul wilayah tenggara,
yaitu di Dusun Widoro Wuni, Desa Balong,
Kecamatan Girisubo dan di Dusun Candisari,
Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari.
Semua petani di kedua dusun yaitu 88 KK di
Dusun Widoro Wuni dan 137 KK di Dusun
Candisari dijadikan responden. Dusun
Widoro Wuni relatif jauh dari pembinaan dan
relatif jauh dari pasar, kurang lebih 37 km
tenggara dari ibukota kabupaten. Dusun
Candisari kurang lebih 12 km, sebelah
tenggara dari ibu kota kabupaten relatif dekat
dengan pusat pembinan, mudah mengakses
pasar. Pengumpulan data primer penelitian
ini dilakukan dari bulan Agustus 2005 hingga
Desember 2005.
Responden menurut kelembagaan lahan
meliputi petani pemilik penggarap, penyewa
lahan lungguh-kas desa-pengarem-arem-dan
milik perseorangan (LKP), penyewa lahan
Hamengku Buwono (HB), dan peminjam
lahan kehutanan (berusahatani di antara
tanaman jati muda milik kehutanan). Menurut kelembagaan tenaga kerja pada usahatani,
petani dapat dikelompokkan atas petani
pengguna tenaga kerja upahan, royongan
.(1)
Keterangan:
Q/A = produktivitas lahan (ribu rupiah/ha),
= intersep,
i = koefisien regresi (i=1 s/d 7),
i = koefisien variabel dummy (i=1 s/d 10),
X1 = luas lahan tanaman pangan (ha),
X2 = tenaga kerja (HOK/ha),
X3 = pupuk nitrogen(kg/ha),
X4 = pupuk phosfat (kg/ha),
X5 = pupuk organik (kg/ha),
X6 = pendidikan Kepala Keluarga (tahun),
X7 = umur Kepala Keluarga (tahun),
Dummy kelembagaan lahan,
D1 = 1 jika pemilik penggarap,
=
=
=
=
=
Keterangan:
0 jika lainnya,
1 jika sewa lahan LKP,
0 jika lainnya,
1 jika pinjam lahan Kehutanan,
0 jika lainnya,
173
.......(2)
174
Sebagaimana data pada Tabel 1, produktivitas lahan tanaman pangan para petani yang
dekat kota, sesuai kelembagaan lahan ratarata Rp3.742.000,- per ha per tahun oleh para
petani penyewa LKP relatif lebih besar dari
produktivitas lahan tanaman pangan bagi
para petani dalam kelembagaan lahan lainnya. Demikian pula produktivitas lahan
tanaman pangan petani penyewa LKP yang
jauh dari kota Rp4.523.000,- per ha per tahun
relatif lebih besar dari produktivitas lahan
tanaman pangan bagi para petani dalam
kelembagaan lahan lainnya.
Produktivitas lahan tanaman pangan para
petani yang dekat kota, sesuai kelembagaan
Tabel 1. Rata-rata Produktivitas Lahan Berdasarkan Kelembagaan Lahan dan Tenaga Kerja
di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2005 dalam Ribuan Rupiah per ha
Kelembagaan Lahan
Kel. Naker.
Milik
Sewa LKP
Sewa LHB
Pnj. Lhut
Rata-rata
Relatif dekat dengan kota atau pasar, mudah mengakses perkerjaan luar usahatani (1)
Upahan
3.760
3.540
0
2.390
Royongan
3.510
3.654
3.090
1.652
Arisan/RTan
3.497
2.738
2.630
1.648
Sambatan
3.336
0
0
0
Sendiri
4.277
4.346
2.902
2.284
Rata-rata (1)
3.189
3.742
2.332
1.742
Relatif jauh dari kota atau pasar, sulit mengakses perkerjaan luar usahatani (2)
Upahan
3.257
0
2.994
0
Royongan
2.621
0
2.731
0
Arisan/RTan
3.466
0
3.076
0
Sambatan
2.714
0
0
0
Sendiri
3.768
4.523
3.335
0
Rata-rata (2)
3.357
4.523
3.158
0
3.251
3.829
2.927
1.742
Rata2 (1&2)
Sumber: Analisis Data Primer
Keterangan: LKP= lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem, dan milik perseorangan,
LHB = lahan milik Hamengku Buwono, Pnj. Lhut = pinjam lahan milik Kehutanan
3.688
3.343
3.352
3.336
4.071
3.525
3.239
2.648
3.384
2.714
3.669
3.330
3.449
175
176
OLS
Heteros. (mult)
Koef. Reg.
t-hit.
Koef. Reg.
t-hit.
-0,136*
0,109*
0,026
0,007
0,113*
0,014
0,002
-4,473
2,695
1,694
1,820
2,279
1,581
0,036
-0,146*
0,077*
0,041*
0,011*
0,093*
0,017*
0,057
-5,733
2,365
2,352
4,309
2,286
2,115
1,054
0,119*
0,174
-0,393*
2,879
0,935
-4,152
0,106*
0,057
-0,353*
3,194
1,142
-5,844
-0,071
-0,150*
-0,100*
-0,155*
-1,409
-3,189
-2,300
-2,252
-0,128*
-0,152*
-0,153*
-0,170*
-3,009
-4,082
-4,019
-2,473
0,020
-0,018
0,531
-0,563
0,063
-0,033
1,888
1,172
0,092*
6,244*
0,448
F-hitung
2,754
13,23
0,086*
6,316*
0,448
LR=84,44*
2,811
16,17
11,709*
177
178
tenaga kerja lainnya. Biaya produksi usahatani lahan tanaman pangan petani yang
menggunakan tenaga kerja royongan, yang
jauh dari kota, rata-rata Rp905.000,- per ha
per tahun relatif lebih besar dari biaya
produksi usahatani tanaman pangan bagi para
petani dalam kelembagaan tenaga kerja
lainnya.
Pengaruh kelembagaan lahan, tenaga
kerja dan faktor-faktor lainnya terhadap
biaya produksi tanaman pangan disajikan
data hasil analisis fungsi biaya pada Tabel 3.
Model yang disusun untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi variasi biaya
produksi tanaman pangan (model 2) mendapatkan F-Tabel nyata pada taraf kesalahan 5
persen, dan tidak terdapat multicollinearity.
Nilai korelasi antarvariabel bebas terbesar
Sewa LKP
Sewa LHB
Pnj. LHut
Rata-rata
Relatif dekat dengan kota atau pasar, mudah mengakses perkerjaan luar usahatani (1)
Upahan
1.215
1.868
0
1.334
1.272
Royongan
1.051
1.425
866
566
1.041
Arisan/RTan
995
1.419
814
537
977
Sambatan
749
0
0
0
749
Sendiri
786
1.628
718
418
877
Rata-rata (1)
1.018
1.611
794
684
1.029
Relatif jauh dari kota atau pasar, sulit mengakses perkerjaan luar usahatani (2)
895
0
575
0
873
Upahan
Royongan
900
0
920
0
905
Arisan/RTan
801
0
881
0
818
Sambatan
701
0
0
0
701
Sendiri
832
1.422
708
0
814
Rata-rata (2)
836
1.422
774
0
830
950
1.590
780
684
951
Rata2 (1&2)
Sumber: Analisis Data Primer
Keterangan: LKP= lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem, dan milik perseorangan, LHB = lahan milik
Hamengku Buwono, Pnj. Lhut = pinjam lahan milik Kehutanan
179
Tabel 4. Hasil Analisis Fungsi Biaya Produksi Usahatani Tanaman Pangan (Ln Ribu Rp/ha)
di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2005
Model
Variabel
Ln upah naker. (ribuRp/HOK)
Ln harga pupuk N (ribuRp/kg)
Ln harga pupuk P (ribuRp/kg)
Ln harga pupuk org (ribuRp/kg)
Ln jum. kel. kerja (orang)
Ln luas lahan pangan (m2)
Ln produktvitas lhn (ribuRp/ha)
Ln pendidikan KK(tahun)
Ln Umur KK (tahun)
Dummy Kel.lahan
- Pemilik penggarap
- Sewa LKP
- Pinjam lahan Kehutanan
Dummy kel. Tenaga kerja
- Upahan
- Royongan
- Arisan atau RTan
- Sambatan
Dummy pekerjaan luar UT
- Pedagang dan jasa
- Tukang & pengrajin
Dummy lingkungan UT
- Relatif dekat ko ta
Konstanta
adjusted R2
OLS
Heteros. (Varlin)
Koef. Reg.
t-hit.
Koef. Reg.
t-hit.
0,038
0,114
0,018*
0,400*
-0,012
-0,028
0,305*
0,021
0,112
1,793
0,501
2,943
5,347
-0,253
-0,706
3,676
1,959
1,471
0,040*
0,010
0,021*
0,460*
-0,021
-0,046
0,309*
0,015
0,127*
2,095
0,061
4,161
10,37
-0,508
-1,359
4,674
1,770
2,112
0,011
0,528*
-0,150
0,204
5,425
-1,207
0,018
0,513*
-0,244*
0,461
6,827
-2,345
0,171*
0,102
0,017
0,002
2,209
1,353
0,242
0,020
0,153*
0,093
-0,006
-0,017
2,215
1,439
-0,100
-0,200
0,050
0,025
1,091
0,612
0,048
0,009
1,237
0,277
0,008
5,168*
0,484
F-hitung
0,195
5,549
0,006
5,435*
0,484
LR=101*
0,190
7,323
12,06*
180
181
Tabel 5. Rata-rata Luas Lahan dan Nilai Sewa Lahan per Tahun Para Petani di Kabupaten
Gunung Kidul Tahun 2005
Kelembagaan Lahan
Lokasi
Dekat kota
Jauh kota
Jumlah
Lahan LKP
Lahan HB
(ha)
Sewa ribuRp
ribuRp/ha
(ha)
Sewa ribuRp
ribuRp/ha)
3,08
1,64
4,72
2.240
950
3.190
727
579
676
2,200
8,040
10,240
292
954
1.246
133
119
122
182
KESIMPULAN
1. Penggunaan tenaga kerja, pupuk nitrogen, pupuk phosfat, dan pupuk organik
meningkatkan produktivitas lahan. Tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap produktivitas lahan, namun umur
petani tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas lahan. Produktivitas lahan
para petani pemilik penggarap lebih
tinggi dari produktivitas lahan petani
lainnya. Sebaliknya, produktivitas lahan
para petani peminjam lahan Kehutanan
lebih rendah dari produktivitas lahan
petani lainnya. Produktivitas lahan para
petani penyewa LKP tidak berbeda
dengan produktivitas lahan petani lainnya. Produktivitas lahan para petani yang
mengerjakan sendiri usahataninya lebih
tinggi dari produktivitas lahan petani
yang menggunakan tenaga kerja luar
keluarga. Produktivitas lahan para petani
yang dekat pasar atau kota lebih tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Fujimoto. 1996. Rice Land Ownership and
Tenancy System in Southeast Asia:
Facts and Issues Based on Ten Village
Studies. The Developing Economics.
Institute of Developing Economics, Tokyo, Japan. 34 (3): 281-315.
Greene, W.H., 2003. Econometric Analysis.
Fifth Ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.
Gudjarati, D.N., 2003. Basic Econometrics,
Forth Ed. Boston: McGraw Hill.
Hartono, S., N. Iwamoto, and S. Fukui, 2001.
Characteristics of Farm Household Economy and Its Flexibility, a Case Study
in Central Java Villages. Proceedings of
the 1st Seminar, Toward Harmonization
between Development and Environmental Conservation in Biological
Production, February 21-23, 2001,
Yayoi Auditorium Graduate School of
Agricultural and Life Sciences, the
University of Tokyo, Japan: 23-30.
Hartono, S., 2003. Pengembangan Bisnis
Petani Kecil. Sri Widodo (Ed). Peranan
Agribisnis Usaha Kecil dan Menengah
untuk Memperkokoh Ekonomi Nasional.
Yogyakarta: Liberty: 11-26.
Heady, O.E., and J.H. Dillon, 2002. Agricultural Production. Ames, Iowa: Iowa
State University Press.
Jatileksono, T., 1993. Ketimpangan Pendapatan di Pedesaan: Kasus Daerah Padi
183
di Lampung. Jurnal Ekonomi Indonesia, Jakarta. 2 (1): 51-73.
ABSTRACT
This research concerning local prominent product competency of batik tulis and
batik cap in Surakarta. Two kinds of these batik are production of small and middle
scale industry (IKM Batik) where IKM Batik has became one of economy prime activator in Surakarta. In this research, writers apply research methods as follows:
Bayes approach technique for getting priority prominent product rank, Analytical
Hierarchy Process (AHP) by using Expert Choice Software, with aim to know
prominent competency of IKM in Surakarta, and Value Chain Economic Analysis
started with chain mapping to priority prominent product which appertained as main
rank. Research result indicates that competency approach in local industrial development relevant enough for increasing local competitiveness and finally increasing
national competitiveness. It can be happened considering that competency approach
try to exploit local excess and excellence uniquely.
Keywords: bayers method, analytical hierarchy process, chain mapping
PENDAHULUAN
Kebijakan pembangunan industri jangka
menengah saat ini (2004-2009) diarahkan
pada pengembangan dan penumbuhan kluster-kluster industri, yang sementara ini
berjumlah sepuluh kelompok industri, yaitu:
(i) industri makanan dan minuman, (ii)
industri pengolahan hasil laut, (iii) industri
tekstil dan produk tekstil, (iv) industri alas
kaki, (v) industri kelapa sawit, (vi) industri
barang kayu (termasuk rotan), (vii) industri
karet dan barang karet, (viii) industri pulp
dan kertas, (ix) industri mesin listrik dan
peralatannya, (x) serta industri petrokimia.
Dalam kebijakan pembangunan industri,
pengembangan sepuluh kluster industri inti
185
186
Uraian
Industri Kecil
Industri menengah
Industri besar
Non Formal
Jumlah
Tenaga Kerja
Nilai Investasi
Nilai Produksi
24.954
7.560
10.608
12.055
55.177
57.895.790
45.870.748
297.795.960
15.071.040
416.633.538
4.239.889.800
1.127.798.350
1.017.089.000
1.592.397.420
7.977.174.570
Nama Produk/Industri
Nilai
Produksi/
tahun (000)
Investasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Alat Musik
Batik dan Produk Batik
Bengkel
Elastik
Fiber Glass
Foto Stodio
Handicraft
Kapur Semut
Kaset
Kemasan
Kimia
Kosmetik
Logam
Makanan
Mebel
Mesin Industri
Obat-obatan
Pengolahan Hasil Bumi
Percetakan
Plastik
Pupuk
Rokok Kretek
Shuttle Cock
Tekstil dan Produk Tekstil
Timbangan
Transportasi
270.225
48.008.448.000
480.334.240
120.000
1.000
4.400
997.800
30.000
33.000
188.000
1.000
1.095.000
12.720
180.544.134,5
2.789.000
342.000
2.750.000
6.300
9.152.955
6.394.012,5
7.500
245.000
96.000
25.271.415.000
72.750
22.000
138.380.000
672.333.340
772.350.000
104.000.000
30.000.000
40.000.000
389.837.000
16.000.000
21.500.000
32.040.000
24.500.000
152.232.500
53.415.000
3.386.740.000
2.048.751.000
175.600.000
50.000.000
40.000.000
3.220.009.500
8.802.650.000
60.000.000
40.650.000
38.800.000
663.385.000
251.560.000
40.000.000
Unit
Usaha
2
7
13
1
1
1
5
1
1
3
1
3
2
37
5
3
1
1
23
7
1
1
1
10
4
1
Jumlah
Tenaga Kerja
68
108
91
10
5
4
20
2
1
11
41
12
8
142
105
25
5
4
194
1.088
3
6
5
2.523
34
7
Kapasitas
Produksi/
tahun
3.603
480.084.480
12.008.356
24.000
200
220
16.630
60.000
3.000
37.600
2
73.000
636
361.088.269
5.578
456
50.000
180
9.152.955
852.535
100
700.000
96.000
336.952.200
4.850
400
187
Metode dan alat analisis yang dipergunakan dalam pengkajian kompetensi unggulan IKM Kota Surakarta dilakukan dengan
menggunakan teknik pendekatan:
a. Metode Bayes, guna memperoleh
peringkat produk unggulan prioritas.
b. Analytical Hierarchy Process (AHP)
dengan mengaplikasikan Software Expert
Choice, yang bertujuan untuk mengetahui Kompetensi Unggulan IKM Daerah
Kota Surakarta
c. Analisis Ekonomi Rantai Nilai, yang
dimulai dengan melakukan pemetaan
rantai (chain map) atas produk unggulan
priotitas yang tergolong sebagai peringkat utama, dengan menggambarkan secara garis besar tahapan mulai dari input
hingga pemasaran produk sampai ke
tangan konsumen. Kemudian masingmasing mata rantai nilai diidentifikasi
apa yang menjadi kekuatan atau kompetensinya. Untuk selanjutnya dikuantifikasi dan dinilai Analisis Ekonomi Rantai
Nilainya.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Profil Industri Kecil dan Menengah
Usaha kecil dan menengah idealnya memang
membutuhkan peran dan campur tangan dari
pemerintah dalam peningkatan kemampuan
bersaing. Sungguhpun demikian, yang perlu
diperhatikan adalah bahwa kemampuan di
sini bukan dalam arti kemampuan untuk
bersaing dengan usaha/industri besar, tetapi
lebih pada kemampuan untuk memprediksi
lingkungan usaha dan kemampuan untuk
mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut.
Terdapat karakteristik khusus dari suatu
188
189
Kota Solo
Kota Solo adalah kota yang memiliki banyak
industri kecil menengah, sebagai penggerak
utama ekonomi masyarakat, yang memberi
Kontribusi besar bagi pendapatan daerah dan
memegang peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian daerah. (Tabel 3)
Usaha/Industri Kecil dan Menengah di
kota Solo yang banyak jumlahnya dan
macam produknya. Yang tercatat di data
laporan Disperindag Kota Solo terdapat 26
macam produk. Prioritas. Tetapi dari 26
macam produk prioritas tersebut terdapat 7
produk yang potensial dapat dikembangkan
di Kota Solo.
Suatu studi penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis yang sama untuk menen-
Nama Produk/Industri
Nilai Produksi/
tahun
Investasi
Unit
Usaha
1
2
3
4
5
6
7
48.008.448.000.000
12.720.000
180.544.134.500
2.789.000.000
9.152.955.000
6.394.012.500
25.271.415.000.000
672.333.340
53.415.000
3.386.740.000
2.048.751.000
3.220.009.500
8.802.650.000
663.385.000
7
2
37
5
23
7
10
Jumlah
Tenaga Kerja
108
8
142
105
194
1.088
2.523
190
Keunikan
Daya saing
Keterbukaan terhadap pasar baru
Manfaat yang lebih baik bagi pelanggan
Berdasarkan kategori kompenen-kom-
Alternatif Produk/
Industri
1
2
3
4
5
6
7
Bobot Kriteria
Batik dan Produk Batik
Logam/Besi
Makanan
Mebel
Percetakan
Plastik
Tekstil dan Produk
Tekstil
Nilai
Produksi
Investasi/
Unit
Jml
Tenaga
Kerja
Preferensi
Nara
Sumber
0,3
5
1
4
1
3
2
5
0,2
3
1
2
5
4
5
1
0,2
2
1
3
1
4
5
5
0,3
4,728708045
2,956154917
4,472135955
3,590938482
3,109843949
1,414213562
3,827710282
Sumber: hasil penghitungan dengan analisis Bayes dari data primer dan sekunder
Nilai
Alternatif
1
3,918612414
1,586846475
3,541640786
2,577281545
3,432953185
3,024264069
3,848313085
Peringkat
1
7
3
6
4
5
2
191
Goal/Kriteria
Skor Bobot
1.
2.
3.
4.
5.
Unik
Daya Saing
Kekuatan
Manfaat
Keterbukaan
0,356
0,226
0,169
0,147
0,102
Goal/Kompetensi
Karakteristik
Desain
Manajemen jaringan Distribusi
Manajemen Brand
Keterampilan Staf
Disiplin Pekerja
Daya Inovasi
Skor
Bobot
0,215
0,211
0,199
0,142
0,119
0,059
0,055
Goal/Kompetensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Daya Inovasi
Desain
Keterampilan Staff
Jaminan Kualitas
Manajemen Brand
Tenaga kerja banyak
Kesetiaan pekerja
Skor Bobot
0,348
0,173
0,126
0,124
0,091
0,074
0,064
192
Goal/Kompetensi
Skor Bobot
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Daya Inovasi
Manajemen harga
Daya Adopsi
Disiplin Pekerja
Keterampilan Staf
Desain
SDA melimpah
0,260
0,251
0,162
0,107
0,099
0,068
0,053
Goal/Kompetensi
Skor Bobot
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Manajemen harga
Daya Adopsi
Tenaga kerja banyak
Daya Inovasi
Desain
Manajemen Brand
Manajemen Jaringan Distribusi
0,355
0,257
0,125
0,108
0,064
0,047
0,045
Goal/Kompetensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Karakteristik
Desain
Manajemen jaringan Distribusi
Manajemen Brand
Keterampilan Staf
Disiplin Pekerja
Daya Inovasi
Skor Bobot
0,292
0,181
0,145
0,125
0,107
0,103
0,046
Pemasok
Perusahaan
193
Distributor
Konsumen
akhir
194
3. Tenaga kerja yang banyak adalah merupakan jumlah tenaga kerja dalam industri
batik dan produk batik.. Berdasarkan
hasil FGD kompetensi tenaga kerja
dalam kaitannya dengan produk batik
IKM di Kota Surakarta relatif cukup
besar mengingat tenaga kerja di lingkup
pembatikan ini memiliki keterkaitan
dengan penyerapan tenaga kerja di sektor
lain di mana ada tenaga kerja yang
berlainan sifatnya. Batik dapat menyerap
TK di bahan material dan. proses prapembatikan ternyata sudah dapat membu-
Gambar 2. Simulasi Analisis Ekonomi Peta Rantai Nilai dan Nilai Tambah (Added Value)
Kompetensi: Batik Tulis dan Batik Cap
195
Idealnya dalam sebuah industri pembatikan yang berdaya saing tinggi maka setiap
komponen dalam Supply Chain Management
bisa dikontrol atau diantisipasi terutama dari
aliran informasi. Semakin lemah kontrol
perusahaan, pabrik atau bengkel kerja pembatikan seperti di kota Solo terhadap informasi dalam mata rantai Supply Chain Management, maka industri kecil menengah
pembatikan di daerah Solo akan semakin
rentan dengan ketidakpastian.
KESIMPULAN
196
197
ABSTRACT
This research analyze the effect of regional autonomy to the interest of colleges
student candidate to continue studying in Sleman Regency which researchs samples
for major programs chosen was Accounting, Management, and Economics in UII,
UAJY, UPNVY, and STIE YKPN. The result of research with Boston Consulting
Group (BCG) Matrix shows that each major program in four universities and
college was in different quadrant. Therefore, each university and college has to
choose different development strategic specifically even for each major programs in
each university and college, so that the major programs in four universities and
college in Sleman Regency could grow and rise.
Keywords: development strategy, BCG matrix
PENDAHULUAN
Prospek pendidikan tinggi di Kabupaten
Sleman didasarkan perkembangan pendidikan tinggi di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang terjadi sesudah tahun 2001
karena pada kurun waktu tersebut telah
terjadi beberapa peristiwa nasional maupun
regional yang berdampak terhadap perkembangan dunia pendidikan. Beberapa peristiwa
tersebut di antaranya, krisis ekonomi tahun
1998, diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah pada tahun 2001,
diberlakukannya Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional pada tahun 2003, dan
isu-isu negatif misalnya tentang narkoba dan
mahasiswa/pelajar dan sex bebas di kalangan
mahasiswa di Yogyakarta dan Sleman. Di
antara beberapa peristiwa tersebut, diduga
pemberlakuan Undang-Undang Otonomi
Daerah per 1 Januari 2001 menjadi faktorfaktor penyebab turunnya minat orang tua
untuk menyekolahkan anak-anaknya kuliah
di Yogyakarta dan Sleman.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun
1998 telah berdampak pada peningkatan
jumlah pengangguran sehingga menjadi
faktor negatif bagi orang tua dalam kemampuannya membiayai biaya pendidikan tinggi
bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, orang
tua akan berpikir realistis dalam arti akan
lebih memprioritaskan sumber keuangannya
untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Di
samping itu, krisis ekonomi tersebut juga
menurunkan kemampuan daya serap perusahaan dalam merekrut karyawan sehingga
orang tua juga akan berpikir realistis untuk
menyekolahkan anak-anaknya kuliah kalau
setelah lulus dari perguruan tinggi hanya
199
200
201
Keterangan
SPP
Rp500.000/semester
Rp1.500.000/semester
BOP
Rp500.000/semester (non-eksakta)
Rp750.000/semester (eksakta)
SPMA
Program Reguler
Pola
Seleksi
Program Swadaya
No.
Program Studi
Fakultas
SPMA
minimum
(Rp000.000)
1
2
3
4
5
6
Ilmu Filsafat
Ilmu Hukum
Ilmu Komputer
Kimia
Psikologi
Program Lain
Filsafat
Hukum
MIPA
MIPA
Psikologi
Studinya
5
5
8
6
5
10
Sumber: http://web.ugm.ac.id/um-ugm/um-ugm-php.
Nomor
PTS
1
2
3
4
5
UGM
UNY
UIN SUKA
AAU ADISUCIPTO
STPN
193.496
2.930
1.763
926
8.098
4.697
2.190
162
301
50.172
10.453
10.650
452
717
Jumlah
199.115
15.448
72.444
Pendaftar
Diterima
Jumlah Total
202
Murah
(%)
Sedang
(%)
Mahal
(%)
6,9
0,0
22,1
5,1
71,0
94,9
6,9
11,4
38,5
15,0
13,6
12,5
7,0
30,4
24,4
24,3
23,1
45,0
45,5
8,3
20,9
8,7
68,8
64,3
38,5
40,0
40,9
79,2
72,1
60,9
203
Tabel 4. Jumlah Mahasiswa Pendaftar, Diterima, dan Total di Perguruan Tinggi Swasta
Propinsi DIY, Tahun 2001-2003
Nomor
Jenis PTS
2001
2002
2003
Universitas
98,179
Institut
3,146
Sekolah Tinggi 17,297
Politeknik
1,813
8,163
Akademi
34,274 118,039
2,000 8,715
11,151 39,272
2,383 6,607
5,164 16,146
Total
54,972 188,779
28,598
204
Tabel 5. Rasio Jumlah Mahasiswa Pendaftar dan Diterima di Kopertis V, Tahun 2001-2003
Nomor
1
2
3
4
5
Jenis
PTS
Universitas
Institut
SekolahTinggi
Politeknik
Akademi
TOTAL
2001
2002
2003
27,408
2,153
11,866
1,274
5,238
27.92%
68.44%
68.60%
70.27%
64.17%
87,948
2,880
16,263
3,913
9,010
47,939 37.28%
120,014
22,844
1,879
8,712
2,598
4,844
25.97%
65.24%
53.57%
66.39%
53.76%
88,272
2,671
16,606
4,426
8,626
40,877 34.06%
120,601
34,274
2,000
11,151
2,383
5,164
Rasio
38.83%
74.88%
67.15%
53.8%
59.87%
54,972 45.58%
205
teknologi digunakan untuk mengurangi kompleksitas masalah terlebih dengan menggunakan teknologi yang otomatis dan serba
komputer dan manajemen menggunakan
teknologi hanya untuk mengotimalkan sistem
yang menghasilkan customer value. Paradigma baru dalam memandang pelibatan
karyawan adalah karyawan dilibatkan dalam
kegiatan PTS yang berfokus pada strategi
untuk memuasi customer. Pelibatan karyawan dilakukan dengan cara memperdayakan
mereka melalui continuous improvement,
agar mampu memberikan kontribusi bagi
PTS dan menghasilkan kepuasan customer.
Continuous improvement digunakan
untuk mengelola perubahan dalam lingkungan eksternal agar PTS dapat membuat
keadaan menjadi lebih baik. Improvement
dalam paradigma lama dilakukan yang utama
pada pengembangan produk baru dan reaksi
terhadap masalah yang muncul. Improvement
dalam paradigma baru dilakukan pada setiap
waktu dan di manapun. Manajemen secara
proaktif mengadakan perbaikan pada setiap
ada kesempatan meskipun tidak ada masalah
yang muncul. PTS menggunakan continuous
improvement secara berkelanjutan terhadap
proses dan sistem yang digunakan untuk
menghasilkan customer value dengan tingkat
improvement yang lebih pesat dibandingkan
improvement yang dilakukan PTS pesaing.
Intensitas superior customer value
melalui customer value strategy, organizational systems, dan continuous improvement
ditentukan oleh keunggulan masing-masing
PTS yang dapat dianalisis menggunakan
matriks pertumbuhan-pangsa pasar (growthshare matrix GS Matrix). GS Matrix atau
Boston Consultant Group Matrix/BCG
Matrix memiliki empat kuadran yang
dipisahkan oleh dua sumbu, yaitu sumbu
206
vertikal dan sumbu horisontal. Sumbu vertikal menunjukkan kontribusi PTS terhadap
PTS keseluruhan di Kabupaten Sleman dan
sumbu horisontal menunjukkan laju pertumbuhan PTS. Kontribusi suatu PTS diukur dari
kontribusi persentase jumlah mahasiswa PTS
tersebut terhadap jumlah mahasiswa PTS
keseluruhan di Kabupaten Sleman. Sedangkan laju pertumbuhan PTS diukur dari persentase perubahan jumlah mahasiswa PTS
tersebut dari tahun ke tahun.
Andriani, Lis HR (2001), menggunakan
BCG Matrix untuk meneliti 9 (sembilan)
PTS di Kota Surabaya yang mempunyai
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
dengan status terakreditasi B berdasarkan
data Direktori Kopertis Wilayah VII, Tahun
1999. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan posisi keunggulan kompetitif masingmasing PTS berdasarkan faktor-faktor keberhasilan kritis internal maupun eksternal yang
dimilikinya, serta menentukan strategi apa
yang paling sesuai untuk diterapkan berdasarkan posisi tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode analisis kualitatif,
yaitu analisis BCG Matrix. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertama, Unika Widya
Mandala, UK Petra, dan Ubaya berada pada
posisi yang sangat menguntungkan yaitu
terletak di kuadran 1, sementara keenam PTS
lainnya berada pada kuadran 2, yang berarti
memiliki posisi cukup menguntungkan.
Kedua, alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk masing-masing PTS adalah sebagai berikut: Unika Widya Mandala sebaiknya
melakukan strategi pengembangan pasar;
Untag, UPB, UPN "Veteran" Surabaya, dan
Ubhara dianjurkan untuk menerapkan
strategi pengembangan produk; Unitomo
dengan strategi integrasi ke belakang; Unipra
menggunakan strategi penetrasi pasar; dan
207
208
Kontribusi PTS
Tinggi (di atas rerata kontribusi
PTS)
Tinggi
(di atas rerata
pertumbuhan PTS)
Laju
Pertumbuhan
PTS
Rendah
(di bawah rerata
pertumbuhan PTS)
209
Tabel 6. Jumlah Mahasiswa Baru Empat PTS di Kabupaten Sleman, Tahun 2002-2007
Program Studi (PS)
2002
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
444
502
122
2003
2004
2005
2006
2007
413
509
125
452
486
105
447
487
77
524
399
39
497
368
71
272
296
52
276
272
27
283
274
30
231
238
31
320
541
57
320
386
47
278
371
69
566
337
22
500
275
6
295
127
5
379
168
11
UII
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
Sumber: http://www.evaluasi.or.id.
UAJY
314
283
306
300
57
142
UPNVY
363
413
845
769
239
139
STIEYKPN
594
509
579
418
23
15
210
2002
2003
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
25.89%
22.49%
27.66%
25.53%
25.50%
29.69%
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
18.31%
13.71%
12.93%
17.49%
15.03%
33.73%
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
21.17%
37.86%
54.20%
25.53%
38.53%
33.02%
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
34.64%
25.94%
5.22%
31.46%
20.94%
3.56%
2004
UII
28.07%
29.28%
44.49%
UAJY
16.89%
17.83%
22.03%
UPNVY
19.88%
32.59%
24.15%
STIE YKPN
35.16%
20.30%
9.32%
2005
2006
2007
rata-rata
28.97%
34.30%
49.04%
37.97%
34.07%
27.27%
44.90%
47.55%
62.83%
31.89%
32.20%
40.17%
17.89%
19.15%
17.20%
20.51%
23.40%
20.98%
20.87%
30.75%
27.43%
18.66%
19.98%
22.38%
20.74%
27.18%
29.94%
20.14%
31.68%
48.25%
0.00%
0.00%
0.00%
17.91%
27.97%
31.59%
32.40%
19.37%
3.82%
21.38%
10.85%
3.50%
34.24%
21.71%
9.73%
31.54%
19.85%
5.86%
211
2003
2004
2005
2006
2007
rata-rata
17.23%
-18.07%
-49.35%
-5.15%
-7.77%
82.05%
2.69%
-5.75%
-1.50%
2.54%
0.74%
11.11%
-18.37%
-13.14%
3.33%
-5.63%
-4.76%
10.42%
-13.13%
-3.89%
46.81%
-5.47%
-17.79%
-17.89%
-41.00%
-53.82%
-16.67%
28.47%
32.28%
120.00%
-5.46%
-17.42%
8.50%
UII
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
-6.98%
1.39%
2.46%
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
-9.87%
-1.96%
149.12%
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
13.77%
-8.99%
-41.84%
S-1 Akuntansi
S-1 Manajemen
S-1 Ekonomi Pemb.
-14.31%
-27.81%
-34.78%
9.44%
-1.11%
-4.52%
0.21%
-16.00% -26.67%
UAJY
-3.89%
1.47%
-1.33%
-8.11%
-63.38% -48.08%
UPNVY
-22.52%
0.00%
-29.65% -28.65%
-58.99% -17.54%
STIE YKPN
11.20% -11.66%
-19.38% -18.40%
46.67% -72.73%
Pertumbuhan
UII
tinggi
tinggi
rendah
UAJY
rendah
tinggi
tinggi
UPNVY
rendah
rendah
rendah
STIE YKPN
rendah
rendah
tinggi
Kontribusi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
rendah
Rendah
212
Berdasarkan Gambar 2, PTS yang terletak pada kuadran satu (bergambar ?) menunjukkan bahwa PTS tersebut mempunyai
F test
P value
H1
H2
H3
H4
H5
H6
8,41
2,59
8,07
0,29
0,62
0,15
0,0008
0,0816
0,0010
0,8313
0,6135
0,9274
Pengujian
signifikan
tidak signifikan
signifikan
tidak signifikan
tidak signifikan
tidak signifikan
213
214
KESIMPULAN
Dampak otonomi daerah telah menimbulkan
penurunan terhadap minat calon mahasiswa
untuk melanjutkan kuliah di DIY pada
umumnya dan Kabupaten Sleman pada
khususnya karena di berbagai kota/kabupaten
di luar Propinsi DIY telah tumbuh dan
berkembang berbagai PT. Oleh karena itu,
agar PTS di Kabupaten Sleman mampu tumbuh dan berkembang maka masing-masing
PTS harus memilih strategi pengembangan
PTS yang spesifik berbeda bahkan untuk
masing-masing PS di masing-masing PTS.
Perbedaan rata-rata kontribusi jumlah
mahasiswa baru pada PS Akuntansi dan
Ekonomi Pembangunan di UII, UAJY,
UPNVY, dan STIE YKPN terjadi karena
perbedaan sumberdaya yang dimiliki, baik
sumberdaya fisik, sumber daya non fisik
(sumberdaya manusia), ataupun sumber
modal. Sumberdaya yang dimiliki oleh suatu
PS menentukan jenis produk/kegiatan yang
difokuskan untuk dikembangkan. Tidak adanya perbedaan rata-rata pertumbuhan jumlah
mahasiswa baru pada PS Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi Pembangunan di UII,
UAJY, UPNVY, dan STIE YKPN karena
sebagai PTS yang besar di Kabupaten
Sleman, keempat PTS tersebut memiliki
keterbatasan dalam memperoleh input (calon
mahasiswa) yang relatif sebagian besar
berasal dari luar Propinsi DIY.
Saran-saran yang diajukan dari hasil
penelitian ini sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan sampel PS
Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi Pembangunan 4 PTS di Kabupaten Sleman,
Propinsi DIY. Mempertimbangkan di Kabupaten Sleman terdapat 37 perguruan tinggi
yang terdiri dari 5 Perguruan Tinggi Negeri
DAFTAR PUSTAKA
Algifari dan Rudy Badrudin. Desember 2003,
Strategi Pengembangan Kecamatan
Menggunakan Growth-Share Boston
Consulting Group (Bcg) Matrix (Studi
Kasus di Kabupaten Sleman, DIY.
Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM).
Vol. XVII, No. 3: 203-213.
Andriani, Lis, HR. Januari 2001. Analisis
Strategi Perguruan Tinggi: Telaah Faktor
Eksternal dan Internal Sebagai Dasar
Penentuan Posisi Keunggulan Kompetitif dan Pemilihan Strategi: Kasus FE
Jurusan Manajemen pada 9 Perguruan
Tinggi Swasta di Kota Surabaya. Jurnal
Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas
Airlangga. Diakses dari http://www.unair.ac.id.
Bounds, Greg, et. al. 1994. Beyond Total Quality Management: Toward the Emerging
Paradigm. Singapore: McGraw-Hill.
Badan Pusat Statistik. 2002. Sleman dalam
Angka. Sleman: BPS.
http://web.ugm.ac.id/um-ugm/um-ugm-php.
http://www.evaluasi.or.id.
215
ABSTRACT
This research explain how women share actively in the effort increasing earnings of
the household. This research done with taking sample at the stone crusher women in
Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek. Women have potency in giving contribution of earnings of household, especially impecunious household. In impecunious
household, women household member plunge to job market for adding earnings
household felt insufficient. Women contribution can be told as safety valve or supporter for impecunious household to fulfill everyday basic need. This research aim
1) for analyzing contribution of earnings of stone crusher worker women to earnings of family, 2) to know usage of earnings of stone crusher worker women, 3) to
know in working which poured by stone crusher worker women. Research finding
indicate that women who work as stone crusher have enough significant earnings
contribution to earnings of family.
Keywords: stone crusher women, earning contribution, outpouring time
PENDAHULUAN
Fenomena yang menarik pada rumah tangga
miskin dalam mempertahankan hidup dengan
tingkat kehidupan yang layak, yaitu pertama
pada sisi pengeluaran melakukan penghematan pada pengeluaran yang dirasakan dapat
ditunda, pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan transportasi sedapat mungkin
dihindari atau dikurangi. Kedua, pada sisi
pendapatan rumah tangga pada rumah tangga
miskin telah memaksa mereka untuk melakukan pengoptimalan pendapatan melalui
pengerahan sumber daya ekonomi yang dimiliki. Upaya ini dilakukan dalam upaya
* Penelitian ini merupakan penelitian SKW yang dibiayai oleh DIKTI tahun 2007
217
mereka bersedia melakukan pekerjaan apapun, terutama sektor informal yang tidak
membutuhkan keahlian tertentu, mudah
untuk dimasuki, luwes, dan tidak membutuhkan modal yang besar.
Wanita pada rumah tangga miskin, ratarata mempunyai tingkat pendidikan yang
relatif rendah karena kondisi ekonomi yang
melatarbelakanginya. Wanita ini masuk ke
pasar kerja dengan tingkat pendidikan rendah
dan ketrampilan rendah. Wanita dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah
inilah yang justru banyak masuk ke lapangan
kerja, terutama pada sektor informal dengan
motivasi menambah pendapatan keluarga.
Di daerah Pucanganak Kecamatan Tugu
Trenggalek banyak dijumpai keluarga yang
bekerja sebagai pemecah batu, selain sebagai
petani. Dengan kondisi tanah yang berbukit
mengakibatkan areal pertanian menjadi terbatas, mereka banyak bekerja sebagai pemecah batu yang berada di sekitar sungai di
daerah tersebut. Pekerjaan sebagai pemecah
batu menjadi dominan karena tingkat keterampilan yang dimiliki sangat terbatas dan
pendidikan yang rata-rata memang rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) untuk
mengetahui kontribusi pendapatan pekerja
1. Gender Inequality
Gender diartikan merupakan konstruksi
sosial-kultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminin. Gender membagi
atribut dan pekerjaan menjadi maskulin dan
feminin. Secara realitas sosial menunjukkan
bahwa pembagian peran berdasarkan gender
melahirkan keadaan yang tidak seimbang, di
mana wanita menjadi tersubordinasi oleh
laki-laki yang disebut sebagai ketimpangan
gender.
Analisis gender dalam kegiatan ekonomi
todak dapat dipisahkan dari analisis tentang
keluarga. Ekonomi dan keluarga merupakan
dua lembaga yang saling berhubungan sekalipun tampak keduanya terpisah satu sama
yang lainnya. Ketidakseimbangan berdasarkan gender (Gender Inequality) mengacu
pada ketidakseimbangan pada akses ke
sumber-sumber yang langka dalam masyarakat. Sunmber yang penting yang ada di
masyarakat ini antara lain meliputi kekuasaan
atasmaterial, jasa, prestise, peran dalam
masyarakat, kesempatan memperoleh pendidikan, kesempatan memperoleh pekerjaan
dan sebagainya. Pendapat tentang ketimpangan gender ini tampaknya kurang memperhatikan aspek sosial budaya yang mengkonstruksi terjadinya ketimpangan tersebut.
218
219
mata mengandalkan mekanisme harga. Pekerja wanita di industri kecil dan menengah
di kota akan membandingkan dengan upah
yang diterimanya sebagai pekerja pada sektor
lain pada wilayah opportunity-nya. Maksudnya adalah level-level jabatan pekerjaan yang
tingkat kemudahan memperolehnya.
Beberapa penelitian seperti Ardjani
(2003) di IRT sandang merupakan persepsi
pekerja terhadap upah pada wilayah opportunity pekerjaaan itu sendiri. Upah yang
diperoleh pekerja IRT pada IRT sandang
menunjukkan lebih tinggi dibandingkan
dengan upah yang diperoleh pada IRT bidang
lain. Temuan ini, walaupun belum sangat
meyakinkan tetapi merupakan suatu surprise.
Ardjani (2003) menemukan bahwa 20,7
persen menyatakan IRT lebih tinggi, 63 persen menyatakan sama saja dan hanya 16 persen yang menyatakan lebih kecil upah yang
mereka terima dari IRT dibandingkan dengan
upah buruh industri yang sama yang diintervensi pemerintah. UMR pada tahun penelitian Rp1.350,- per hari. Rata-rata penerimaan
IRT sandang di Baliu ntuk bordir, konveksi
dan tenun adalah Rp8.786,- Rp11.180,- dan
Rp10.175,- perminggu.Harga beras Rp500,perkilogram pada saat penelitian.
Penelitian di IRT yang dilakukan oleh
Ken (1994) di Sulawesi menunjukkan pendapatan buruh lebih rendah dibandingkan
dengan umur dan juga upah industrial.
Keadaan ini diterima dengan dikonversi
dengan kombinasi berbagai pendapatan, juga
karena dapat dilakukan di desa/dekat rumah
serta pendapatan non uang.
5. Sektor Informal
Sektor informal merupakan unit usaha yang
berskala kecil yang menghasilkan dan
220
221
222
Tidak Lulus
SMP,
3.33%
Lulus SD,
33.33%
Tidak lulus
SD,
30.00%
40.00%
40.00%
30.00%
30.00%
20.00%
20.00%
10.00%
0.00%
10.00%
0.00%
Kurang 26 s/d 40 41 s/d 50 51 tahun lebih dari
dari 25
tahun
tahun
s/d 60 60 tahun
tahun
Tahun
Tidak
sekolah,
33.33%
Tidak lulus SD
Lulus SD
35.71%
35.71%
30.00%
21.43%
20.00%
7.14%
10.00%
223
Jumlah
12
13
3
0
0
0.00%
Petani dan
buruh tani
Tukang
Bangunan
Pemecah
Batu
Lainnya
224
Jumlah Responden
60
53.57
50
40
35.71
30
17.86
20
10
0
Lebih dari
100.000
Rp 81.000100.00
Rp 61.00080.00
Rp 40.00060.00
Kurang dari
40.000
Pendapatan
Sudah memadai
Cukup
Kurang
Jumlah
5
22
3
30
Prosentase
16.67%
73.33%
10.00%
100%
225
Jumlah
Jumlah
80
73.33
70
30
20
30
60
50
40
30
20
10
0
1 s/d 3 jam
16.67
10
0
3-< 5 jam
5-< 8jam
8 jam atau
lebih
Jam kerja yang lebih dari 8 jam berjumlah 16,67 persen, hal ini biasanya
mereka sudah bekerja pagi-pagi sekali,
karena ada pesanan batu pecahan. Namun
demikian jumlah jam kerja yang panjang
ini tidak dilakukan setiap hari, hanya
kadang-kadang saja.
Curahan waktu yang relatif banyak
tersebut, sebenarnya juga tidak mengganggu kegiatan keluarga, seperti mengasuh
anak atau kegiatan keluarga yang lainnya.
226
Hal ini karena lokasi pekerjaan untuk memecah batu tersebut berada dekat dengan
rumahnya. Selain itu pekerjaan tersebut
tidak ada sifat pemaksaan waktunya. Mereka dapat bekerja sesuai dengan keinginannya sendiri. Sehingga jika dirasakan ada
pekerjaan di rumah atau keperluan lainnya,
maka pekerjaan pemecah batu tersebut
dapat ditinggal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendapatan yang diperoleh oleh pekerja
wanita tersebut menurut mereka dirasakan sudah cukup. Kontribusi pendapatan pekerja wanita terhadap pendapatan suami cukup signifikan.
2. Pendapatan wanita pemecah batu juga
merupakan pendapatan keluarga. Penggunaan pendapatan merupakan penggunaan atau belanja untuk kebutuhan
keluarga. Penggunaan untuk kebutuhan
keluarga tersebut, antara lain untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari,
untuk kebutuhan sekolah dan juga untuk kebutuhan yang sifatnya sosial,
seperti arisan, bowo (menyumbang orang
yang punya hajatan).
3. Para wanita pemecah batu ini rata-rata
bekerja sebagai pemecah batu sehari selama 5 sampai dengan 8 jam (73,33
persen). Namun demikian waktu yang
dialokasikan tersebut relatif fleksibel.
Berdasarkan temuan penelitian saran
yang dapat disampaikan yaitu adanya
pembinaan kemampuan dan keterampilan
bagi pekerja wanita, sehingga dapat
mengembangkan keterampilan yang lain.
227
ABSTRACT
In East Java Province, the government still provides subsidy to soybean production
in the form of soft credit to production inputs. Since the government budget and
subsidy have been limited, efficiency in production, marketing and trade become
crucial issues. The conducted research will try to achieve some research objectives
as follows: Analyzing soybean farmer income in the Blitar District at the different
cropping system; Obtaining analysis on comparative advantage and competitiveness of soybean by different cropping system; analyzing influences of social price
changes to farmers income due to public investment; and analyzing government
policy impact on farmers income due to market/actual price development. The
research uses Policy Analysis Matrix to obtain competitiveness rate, efficiency and
impact of government policy on soybean production under multi-cropping system
and different ecological zones in the Blitar district.
Keywords: competitiveness, Policy Analysis Matrix
INTRODUCTION
In Indonesia, soybean has an important role
in providing national food supply. It is not
only a protein source, but also sources of
mineral, vitamin and fat. In 100 gram of soybean consists of 33.3 g protein, 15 g fat, 213
mg calcium, 0.65 vitamin B1, 0.23 mg vitamin B2 and vitamin C (Hermana, 1998). So,
the high stock of soybean in a country will
increase the nutrient of society through high
consumption of soybean and its processed
products such as tofu, tempe, and soy sauce.
Demand for soybean increases gradually,
since industrial sector based on soybean
product has been growing significantly. As
input for processing industry, demand for
soybean in the country tends to increase pro-
229
Kind of Product
Rural
Urban
Urban+Rural
1990
0.16
2.60
3.48
0.05
0.05
6.19
5.36
0.10
0.10
3.43
3.90
0.05
1996
2000
2004
Bean
Tofu
Tempe
Others
Bean
Tofu
Tempe
Others
Bean
Tofu
Tempe
Others
Bean
Tofu
Tempe
Others
0.18
3.23
3.73
0.04
0.10
4.63
5.41
0.10
0.11
5.03
6.20
0.12
0.07
5.97
5.60
0.09
0.10
6.66
6.81
0.16
0.12
7.02
7.51
0.19
0.15
3.92
4.22
0.05
0.10
5.36
5.88
0.13
0.53
6.03
6.86
0.15
230
Table 2. Area, Production, Productivity, Supply, and Demand for Soybean from 2000-2004
Year
Area
(ha)
Productivity
(kg/ha)
Production
(000 ton)
Supply
(000 ton)
Demand
(000 ton)
Gap
(000 ton)
2000
2001
2002
2003
2004
1,272
1,265
1,258
1,252
1,245
1,184
1,180
1,177
1,173
1,170
1,506
1,493
1,481
1,469
1,457
1,355
1,344
1,333
1,322
1,311
2,255
2,312
2,369
2,428
2,488
-900
-968
-1,036
-1,106
-1,177
231
Indonesian economy. This policy also provides opportunity for a province to determine
the main agricultural products that can support their regional economic development.
232
233
234
and world prices. Supply, national production, is limited by the availability of resources (land, labor, and capital), technologies, relative input prices, and management
capabilities. These parameters are the components of production functions and thus
limit the ability of the economy to produce
agricultural commodities. Demand, national
consumption, is limited by population,
income, tastes, and relative output prices.
These parameters are the components of
demand functions and thus limit the ability of
the economy to consume agricultural products.
World prices, for internationally tradable
outputs and inputs, define and limit the
opportunities to import to increase domestic
supply and to export to increase markets for
domestic production. These three economic
parameters define the market for an agricultural commodity and are the fundamental
forces that influence price formation and the
allocation of resources. The economic constraints lead to trade-offs in policy making.
5. Categories of Polices Affecting Agriculture
Policies influencing the agricultural sector
fall into one of three categories agricultural
price policies, macro-economic policies, or
public investment policies (National Planning Development Board, 2001). Agricultural price policies are commodity specific.
Each price policy targets only one commodity (e.g., rice) at a time. Price policies also
can influence agricultural inputs. Macro-economic policies are nation-wide in coverage.
Macro policies thus affect all commodities
simultaneously. Public investment policies
allocate capital expenditures from the public
Policies
Affecting
235
236
RESEARCH METHOD
The research will be based on different kinds
of empirical analytical studies that focus on
the:
1. Evaluation of influences of the macro
economic performance and policy on
soybean development at the local government level;
2. Evaluation of soybean market and local
regulation on domestic trade as impact of
national policy on soybean development.
This will illustrate the problems and
challenges on increasing soybean production and lastly how the farmer
increases their income.
In general, the stratified sample survey
method is applied at the micro level to obtain
primary data, while secondary data could be
collected from government agencies and
central bureau of statistics at various levels.
The survey was carried out in the Blitar
district of East Java because the reason the
region is a center of food production (especially soybean) in East Java province. In the
district, we have selected 4 sub-districts,
namely: Binangun, Panggung Rejo, Kademangan, Wonotirto, and Bakung.
Using a questionnaire with structured or
open interview of a number of sample res-
237
238
Sub-District
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Udanawu
Nlegok
Sanan Kulon
Wates
Kanigoro
Wonotirto
Gandusari
Selopuro
Srengat
Kesamben
Kademangan
Wonodadi
Binangun
Sutojayan
Panggung Rejo
Bakung
Ponggok
Selorejo
Wlingi
Talun
Doko
Price at
Producer
level (Rp)
3,500
2,950
4,300
3,050
3,300
3,300
2,800
2,800
2,800
2,900
2,900
3,500
2,900
Price at
Consumer
level (Rp)
3,600
3,450
4,000
3,000
4,500
3,225
3,200
3,250
3,400
3,800
4,200
2,900
2,925
3,050
3,200
3,900
3,100
3,500
3,300
3,300
Source: Survey
Domestic
Soybean (Rp/kg)
Import Soybean
(Rp/kg)
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
2007
2008
847
905
833
1,010
1,087
995
1,092
5,450
7,500
489.63
518.39
536.46
482.72
646.60
663.93
803.17
6,200
8,400
JanuaryMay
JuneAugust
Paddy
Paddy
Soybean
Source: Survey
DecemberApril
Paddy
May-August
Soybean+Corn+
Chili or Peanut+
Corn+ Chili
Source: Survey
Central Market
3. Dry Land
DecemberMarch
AprilAugust
SeptemberNovember
Soybean + Corn +
Chili or Soybean +
Corn + paddy
Soybean +
Corn + Chili
Or Soybean +
Corn + Maize
Maize or off
239
Source: Survey
Method of Analysis
The method of analysis that is used in this
research is Policy Analysis Matrix (PAM).
This is to obtain competitiveness rate, efficiency and impact of government policy on
soybean production under multi-cropping
system and different ecological zones in the
Blitar district. The various cropping systems
can be depicted in Figure 2.
Based on the real condition, soybeancropping system can be divided into seven
kinds:
1. Soybean production by traditional system
2. Soybean production by using technology
240
2. Soybean production
by using technology
4. Soybean production
by using technology
at non irrigated land
3. Soybean production
by using technology
at irrigated land
5. Soybean production by
using technology at irrigated
land with monoculture
6. Soybean production by
using technology at irrigated
land with multi cropping
7. Soybean production by
using technology at non
irrigated land with multi
cropping
Source: Survey
Tradable
input
Domestic
Input
Profit
Private
Price
Social
Price
Policy
Impact
Note: I= A E; J= B F; K= C G; L= D-H
DRCR: G/(E-F); NPCO= A/E; NPCI= B/F;
EPC= (A-B)/(E-F)
241
DISCUSSION
3,162,431
3,286,766
-124,335
Profit
Tradable input
Domestic factor
844,480
786,501
57,979
1,829,366
1,921,335
-91,969
488,585
578,910
-90,325
242
243
Profit
Tradable input
Private prices
Social prices
Effect of divergences and efficient policy
5,351,807
5,463,245
- 111,438
Domestic factor
1,433,113
1,496,532
-63,419
2,102,660
2,041,431
61,229
1,816,034
1,925,282
- 109,248
Social profits
244
CONCLUSION
The explanation above has showed some
findings that can be mentioned as follows:
1. In general, soybean market is still in efficient or imperfect mechanism. This is
due to lack of information, weakness of
institution, regulation and policy distortion. In other words, the government
policy is still disincentive to the market.
So, it needs government policy to provide a perfect market mechanism such as
making the information fluently and
transparent, developing institution sup-
245
246
3,524,255
4,050,747
-526,492
Profit
Tradable input
Domestic factor
1,102,447
760,719
251,728
1,785,543
1,955,141
-169,598
726,265
1,334,887
-608,622
6,381,802
6,875,742
-493,940
Tradable input
Domestic factor
1,930,778
2,232,344
-301,566
2,419,778
2,127,721
292,057
Profit
2,031,246
2,515,677
-484,431
Table 9. Cropping System by Using Technology at Irrigated Land on Monoculture System (PAM 5)
Cost
Revenues
Profit
Tradable input
Private prices
Social prices
Effect of divergences and efficient policy
3,545,952
4,011,530
-465,578
Domestic factor
892,126
775,712
116,414
1,953,654
2,175,856
-222,202
700,172
1,059,962
-359,790
3,278,054
4,089,963
-811,909
Profit
Tradable input
Domestic factor
1,034,064
745,725
288,339
1,617,432
1,734,426
-116,994
626,558
1,609,812
-983,254
247
Private prices
Social prices
Effect of divergences and efficient policy
6,381,802
6,875,742
-493,940
Profit
Cost
Tradable input
Domestic factor
1,930,778
2,232,344
-301,566
2,419,778
2,127,721
292,057
2,031,246
2,515,677
-484,431
PAM 1
PAM 2
PAM 3
PAM 4
PAM 5
PAM 6
PAM 7
Private profits
Social profits
Output transfers
Input transfers
Factor transfer
Net transfers
PCR
DRC
NPCO
NPCI
EPC
PC
SRP
488,585
578,910
-124,335
57,979
-91,969
-90,325
0.7661
0.7685
0.8875
1.0741
0.8289
0.8375
-0.0286
1,816,034
1,925,282
-111,438
-63,419
61,229
-109,248
0.6602
0.5146
0.8453
0.9576
0.8028
0.5620
-0.1543
726,265
1,334,887
-526,492
251728
-169,598
-608,622
0.7109
0.5943
0.8700
1.3310
0.7635
0.5441
-0.1502
2,031,246
2,515,677
-493,940
-301,566
292,057
-484,431
0.6400
0.4852
0.8307
0.8649
0.8142
0.5410
-0.1679
700,172
1,059,962
-465,578
116,414
-222,202
-359,790
0.7362
0.6724
0.8839
1.1501
0.8201
0.6606
-0.0897
626,558
1,609,812
-811,909
288,339
-116,994
-983,254
0.7208
0.5186
0.8015
1.3867
0.6710
0.3892
-0.2404
2,031,246
2,515,677
-493,940
-301,566
292,054
-484,431
0.6400
0.4852
0.8307
0.8649
0.8142
0.5410
-0.1679
INDEKS
Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat
Yunastiti Purwaningsih
1 - 27
Konstelasi Institusi Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Program PIDRA
Muhammad Iqbal
28 - 45
Relevansi dan Aplikasi Aliran Ekonomi Kelembagaan
Purbayu Budi Santosa
46 - 60
Pola Penyebaran Spasial Investasi di Indonesia: Sebuah Pelajaran dari Masa Lalu
J. J. Sarungu
61 - 71
Pendekatan QSPM sebagai Dasar Perumusan Strategi Peningkatan Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Batang, Jawa Tengah
Siti Nurhayati
72 - 82
Penguatan Kapasitas Klaster Usaha Kecil dan Menengah: Kasus di Serenan, Klaten
Fereshti, N.D., Edy Purwo Saputro, dan Didit Purnomo
83 - 95
Pola Distribusi Komoditas Kentang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Adang Agustian, Henny Mayrowani
96 - 106
Foreign Direct Investment (FDI), Kebijakan Industri, dan Masalah Pengangguran:
Studi Empirik di Indonesia
Syamsudin, Anton A. Setyawan
107 - 119
INDEKS
Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar Rupiah terhadap Permintaan Uang M2 di Indonesia
Etty Puji Lestari
121 - 136
Analisis Peranan Sektor Industri terhadap Perekonomian Jawa Tengah Tahun 2000 dan Tahun
2004 (Analisis Input Output)
Didit Purnomo dan Devi Istiqomah
137 - 155
Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika
Triyono
156 - 167
Produktivitas Lahan dan Biaya Usahatani Tanaman Pangan di Kabupaten Gunung Kidul
Suwarto
168 - 183
Analisis Kompetensi Produk Unggulan Daerah pada Batik Tulis dan Cap Solo di Dati II Kota
Surakarta
Daryono Soebagiyo dan M. Wahyudi
184 - 197
Analisis Dampak Otonomi Daerah terhadap Strategi Pengembangan Perguruan Tinggi Swasta
(PTS) di Kabupaten Sleman
Rudy Badrudin
198 - 215
Peran Aktif Wanita dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin: Studi Kasus pada
Wanita Pemecah Batu di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek
Sugeng Haryanto
216 - 227
The Competitiveness of Soybean Production in Blitar-East Java, Indonesia
Moh. Azis Arisudi dan Salfarina Abdul Gapor
228 - 247
INDEKS SUBYEK
A
ADF, 128
agricultural price policy instruments, 234
analytical hierarchy process, 184, 187
B
backward linkage, 139
C
customer value strategy, 204, 205
D
depromotion, 202
M
M2 money, 121
managed floating exchange rate, 123, 158
model input-output, 140
multiplier, 140
N
net transfer, 241
F
final demand, 143
forward exchange, 157, 158
forward linkage, 137, 139
free floating exchange rate, 123
S
supply chain management, 193, 195, 197
U
unit root test, 125
G
Gender Inequality, 217
GS Matrix, 205, 208
I
indeks keterkaitan ke belakang, 147
indeks keterkaitan ke depan, 146, 150, 151,
153
indeks total keterkaitan, 143, 145, 146
instability of exchange rate, 121
V
vector autoregression, 121
INDEKS PENGARANG
A
D
Dany Artanto, 139
Daryono Soebagiyo, 184
Didit Purnomo, 137
E
El Badawi, 129
Etty Puji Lestari, 121
F
Falcon, 235, 245
G
Gilbert, 220, 226
Granger, 122, 167
Gujarati, 125, 126, 136, 161, 166, 174
N
Nicholson, 168, 183
Nopirin, 158, 159, 167
R
Ropingi, 139
Rudy Badrudin, 198, 206, 215
S
Salfarina Abdul Gapor, 228
Sugeng Haryanto, 216
Suwarto, 168
J
Jhingan, 140, 155
Z
Zhao, 123, 126, 135, 136
2.
3.
4.
5.
yang telah diundang Redaksi Jurnal Ekonomi Pembangunan sebagai pereview artikel Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan Volume 9 tahun 2008.
PEDOMAN PENULISAN
1.
2.
Artikel, belum pernah dimuat dalam media cetak lain, diketik pada kertas kwarto
berkualitas baik. Dibuat sesingkat mungkin sesuai dengan subyek dan metode penelitian
(bila naskah tersebut ringkasan penelitian), biasanya 20-25 halaman dengan spasi satu,
untuk kutipan paragraf langsung diindent.
Substansi artikel yang diharapkan adalah sesuai Panduan Akreditasi Berkala Ilmiah 2006,
yang diterbitkan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Sistematika Naskah,
Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar
akademik); abstrak (maksimum 150 kata); kata kunci; pendahuluan yang berisi latar
belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke
dalam beberapa sub-bagian); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat
sumber-sumber yang dirujuk).
Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar
akademik); abstrak (maksimum 150 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil
penelitian; kata kunci; pendahuluan yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan
pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan; daftar
rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
3.
Marjin atas, bawah dan samping harus dibuat paling tidak satu inci.
4.
Halaman sampul memuat judul naskah yang spesifik dan efektif, nama penulis, gelar dan
jabatan serta institusinya, alamat surat, nomor telepon dan faksimili, alamat e-mail,
ucapan terima kasih dan catatan kaki yang menunjukkan kesediaan penulis untuk
memberikan data.
5.
Halaman, semua halaman termasuk tabel, lampiran dan acuan/ referensi bacaan, harus
diberi nomor urut.
6.
Angka, dilafalkan dari satu sampai dengan sepuluh dan seterusnya, kecuali jika digunakan
dalam tabel, daftar atau digunakan dalam unit, kuantitas matematis, statistik, keilmuan
atau teknis seperti jarak, bobot dan ukuran.
7.
Semua naskah harus disertai dengan disket/file yang berisi ketikan naskah dengan
menyebutkan jenis pengolah kata yang digunakan dan versinya.
8.
Persentase dan Pecahan Desimal, untuk penulisan yang bukan teknis menggunakan kata
persen dalam teks, sedangkan untuk pemakaian teknis menggunakan simbol %.
9.
Nama penulis disertai nama lembaga atau institusi kerja dan alamat E-mailnya untuk
memudahkan komunikasi. Bila penulis lebih dari satu, ditulis ke bawah.
10. Abstrak, ditulis satu paragraf sebelum isi naskah. Untuk artikel berbahasa Indonesia
abstraknya mutlak bahasa Inggris, artikel berbahasa Inggris abstraknya berbahasa Inggris
atau bahasa Indonesia. Abstrak tidak boleh matematis, dan mencakup esensi utuh pertanyaan penelitian, metode dan pentingnya temuan dan saran atau kontribusi penelitian.
11. Kata kunci, setelah abstrak dicantumkan kata kunci untuk kepentingan pembuatan indeks.