Anda di halaman 1dari 207

DAFTAR ISI

PRAKATA iv
I. PENDAHULUAN 1
II. PRINSIP EKONOMI TEKNIK 6
2.1. Kembangkan alternatif-alternatif 7
2.2. Perhitungkan hanya perbedaan 7
2.3. Gunakan sudut pandang yang konsisten 8
2.4. Gunakan suatu ukuran yang umum 8
2.5. Perhatikan semua kriteria yang relevan 9
2.6. Buat ketidakjelasan menjadi jelas (eksplisit) 9
2.7. Tinjau kembali keputusan yang diambil 10
III. HUBUNGAN NILAI UANG TERHADAP TINGKAT
BUNGA MODAL DAN WAKTU 11
3.1. Biaya Modal 11
3.2. Pengembalian Modal 12
3.3. Bunga Modal (Interest) dan Laba (Profit) 12
3.4. Kesetaraan 14
3.5. Diagram Arus Tunai 19
IV. JENIS BUNGA MODAL 22
4.1 Bunga Modal Sederhana 22
4.2 Bunga Modal Majemuk 25
4.3 Rumus-rumus Bunga Modal Majemuk 27
V. PERHITUNGAN NILAI WAKTU DARI UANG
DENGAN EXCELL 68
VI. BIAYA PENYUSUTAN 76
5.1. Pengertian Penyusutan dan Nilai Susut 76

i
5.2. Tipe Penyusutan 80
5.3. Umur Ekonomi 83
5.4. Penentuan Biaya Penyusutan 86
VII. ANALISIS BIAYA
101
6.1 Analisis Biaya Alat dan Mesin 103
6.2 Biaya Pokok 125
VII. METODA DASAR ANALISIS EKONOMI
126
7.1. Metoda Annual Worth (AW) 129
7.2. Metode Present Worth (PW) 134
7.3. Metoda Future Worth (FW) 136
7.4. Metoda Internal Rate Return (IRR) 138
7.5. Metoda External Rate of Return (ERR) 144
7.6. Metoda Explisit Reinvestment Rate of Return (ERRR)
146
VIII. ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF RENCANA
INVESTASI 148
8.1. Minimum Required Rate of Return (MRRR) 151
8.2. Analisis Nilai Sekarang (NPV) 156
8.3. Internal Rate of Return (IRR) 163
8.4. Hubungan antara NPV dan IRR 165
8.5. Profitability Index (PI) 168
8.6. Gross Benefit Cost Ratio (GBCR) 171
8.7. Net Benefit Cost Ratio 173
8.8. Payback Period (PBP) 175
IX. ANALISIS TITIK IMPAS (Break Even Point) 3
179

ii
9.1. Cara coba-coba 185
9.2. Cara matematis 186
9.3. Secara grafis 189
9.4. Analisis Titik Impas untuk Pemilihan Dua Alternatif
189
9.5. Analisis Sensitivitas 195

iii
PRAKATA

Buku bahan pembelajaran Ekonomi Teknik ini dibuat dan


ditujukan terutama untuk keperluan mahasiswa Jurusan
Teknologi Pertanian sebagai bahan pengetahuan di bidang
keteknikan yang menyangkut aspek ekonomi di dalam
penerapan teknologi untuk menyelesaikan berbagai proses
produksi pertanian.
Diharapkan buku ini dapat membantu mahasiswa Jurusan
Teknologi Pertanian dalam memperoleh pengetahuan yang
diperlukan terkait pertimbangan aspek ekonomi dalam
menentukan dan mengambil keputusan cara penerapan
berbagai jenis mesin dan/atau alat yang diperlukan dalam
menyelesaikan berbagai proses produksi pertanian.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Sam Ratulangi Manado yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis sehingga buku ini dapat diselesaikan.
Terima kasih disampaikan pula kepada seluruh Staf Pengajar
Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian,

iv
Fakultas Pertanian Unsrat yang telah membantu bahan bacaan,
kritik dan saran sehingga penulisan buku ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa buku “Ekonomi Teknik” (Dalam
Operasi Pertanian) ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya, dan oleh karena itu segala saran dan kritik
perbaikan sangat penulis harapkan. Penggunaan buku ini tentu
saja juga tidak terbatas hanya pada mahasiswa Program Studi
Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian.

Manado, November 2016


Penulis

v
I. PENDAHULUAN
Evaluasi mengenai alternatif penggunaan modal (capital)
dalam proyek keteknikan pertanian (agricultural engineering) dan
dagang (business) merupakan salah satu tujuan buku ini.
Fenomena yang menonjol dari industrialisasi adalah meluasnya
peranan manager dalam keteknikan dan dagang untuk
memanfaatkan modal secara efisien, efektif dan berlipat ganda
dalam usaha memenuhi keperluan dan keinginan manusia. Karena
itu modal dalam bentuk uang, baik untuk manusia, mesin maupun
material adalah suatu kebutuhan ekonomi dalam semua proyek
keteknikan (engineering) dan dagang.
Ahli di bidang keteknikan pertanian memainkan peranan
yang unik dan penting dalam menciptakan konsep-konsep yang
berkenaan dengan proyek atau usaha baru yang memerlukan
pembiayaan modal untuk menciptakan perangkat keras (hardware)
sampai tahap operasional.
Modal yang digunakan untuk pembiayaan usaha engineering dan
dagang dapat diklasifikasikan dalam dua kategori dasar, yaitu
equity capital dan debt capital. Equity capital adalah modal yang

1
dimiliki oleh pemakai modal tersebut atau mereka yang memiliki
usaha itu, sedangkan debt capital adalah modal yang diperoleh
dari pinjaman dan pemilik modal menerima bunga.

Lingkungan Ekonomi Lingkungan


Ekonomi Teknik Keteknikan

Gambar 1. Posisi lingkup kajian Ekonomi Teknik

Penerimaan untuk pemilik equity capital adalah profit


sedangkan untuk peminjam atas debt capital adalah bunga modal.
Pengertian yang mendalam akan dibahas dalam Bab III hubungan
nilai uang terhadap tingkat laju modal dan waktu.

2
Analisis ekonomi yang terutama melibatkan proyek
engineering dan teknis dinamakan studi ekonomi teknik. Teknik-
teknik analisis yang pada mulanya hanya dikembangkan dalam
bidang ekonomi teknik kini telah meluas penggunaannya dalam
spektrum usaha dagang. Karena itu dalam tulisan ini diutarakan
pula analisis ekonomi untuk pengambilan keputusan pada Bab VII
dan Bab VIII..
Pada dasarnya semua masalah engineering dapat diselesaikan
lebih dari satu cara. Demikian pula proyek-proyek engineering
dan dagang dapat pula dilakukan dengan lebih dari satu cara.
Hampir semua keputusan yang berkenaan dengan dagang
melibatkan penggunaan satu cara atau lebih pengambilan
keputusan. Hal ini diperlukan mengingat dalam kenyataannya
sumberdaya yang tersedia terbatas sementara kesempatan untuk
pemanfaatannya sangat beragam.
Studi ekonomi yang berkenaan dengan berbagai alternatif
dapat dianalisis dengan teknik pemilihan alternatif. Pemilihan
alternatif dalam studi ekonomi teknik memerlukan dasar metode
analisis ekonomi seperti Annual Worth, Net Present Value,

3
Internal Rate of Return (IRR) dan beberapa metode lainnya yang
pembahasannya disajikan pada Bab VII dan VIII.
Penentuan ongkos sewa atau pokok dari suatu mesin atau alat
sangat penting dalam usaha operasionalisasi peralatan atau mesin
karena melibatkan penyusutan atas mesin dan alat yang seringkali
biaya penyusutannya memiliki kontribusi yang besar terhadap
total biaya operasionalisasi mesin atau alat. Hal ini menjadi topik
bahasan pada Bab V.
Ekonomi teknik berfungsi untuk mengetahui konsekuensi
keuangan dari produk, proyek, dan proses-proses yang dirancang
oleh insinyur dan membantu membuat keputusan rekayasa dengan
membuat neraca pengeluaran dan pendapatan yang terjadi sekarang
dan yang akan datang – menggunakan konsep “nilai waktu dari
uang”.
Ekonomi teknik melibatkan proses formulasi, estimasi, dan
evaluasi hasil ekonomi setelah alternatif-alternatif untuk mencapai
tujuan tertentu tersedia sehingga dapat dikatakan pula bahwa
ekonomi teknik merupakan kumpulan dari teknik perhitungan

4
matematis yang menyederhanakan perbandingan dalam hal
ekonomi.

5
II. PRINSIP EKONOMI TEKNIK

Ekonomi teknik berkaitan erat dengan proses pengambilan


keputusan (decission making). Di dalam ekonomi teknik terdapat
beberapa prinsip yang digunakan dalam menganalisis suatu
pengambilan keputusan yang meliputi perlunya mengembangkan
berbagai alternatif penyelesaian masalah, mendasari perhitungan
pada perbedaan yang ada di antara berbagai alternatif dan dengan
menggunakan sudut pandang yang konsisten. Di samping itu perlu
pula menggunakan suatu ukuran yang umum untuk semua
alternatif diikuti dengan penerapan kriteria yang relevan.

Di dalam proses pengambilan keputusan perlu pula dihindari


adanya ketidakjelasan dari berbagai hal yang akan berpotensi
mengganggu pelaksanaan keputusan, serta perlu upaya-upaya
untuk melakukan evaluasi secara berkala pelaksanaan keputusan
yang telah ditetapkan. Kesuluruhan aspek tersebut diuraikan di
bawah ini.

6
2.1. Kembangkan alternatif-alternatif

Prinsip ini merupakan suatu situasi pemutusan yang


memberikan pilihan dari dua atau lebih alternatif. Kualitas dari
keputusan tersebut sangat bergantung pada alternatif yang
diberikan dan untuk membuat suatu alternatif memerlukan
kreatifitas dan inovasi sebagai dua hal esensial. Namun demikian,
tidak semua alternatif itu memungkinkan untuk dilaksanakan.
Dalam kasus tertentu, tidak melakukan apa-apa (tidak melakukan
suatu perubahan) juga termasuk dalam alternatif yang cukup baik.

2.2. Perhitungkan hanya perbedaan

Segala sesuatu yang dapat diperhitungkan pada akhirnya


menghasilkan suatu perbedaan-perbedaan yang terjadi di masa
mendatang sebagai pembanding terhadap beberapa alternatif
lainnya. Seandainya semua alternatif yang tersedia memberikan
hasil yang prospektif sama terhadap rencana semula, maka kita
dapat mengabaikan alternatif-alternatif tersebut.

7
2.3. Gunakan sudut pandang yang konsisten

Hasil dari alternatif yang tersedia harus dapat dikembangkan


secara konsisten dari sudut pandang yang ada. Sudut pandang
yang biasa digunakan adalah dari sisi pemilik perusahaan. Namun
demikian, sudut pandang yang terbaik adalah sudut pandang
sistem.

2.4. Gunakan suatu ukuran yang umum

Dalam melaksanakan suatu proyek, kita perlu menyatakan


segala sesuatu dalam bentuk moneter baik itu dalam Dollar ($)
atau Rupiah (Rp) supaya nilai proyek tersebut sepadan (dapat
dibandingkan dengan segera).
Hal ini juga terkait dengan nilai waktu dari uang, yaitu
perubahan jumlah uang yang terjadi pada suatu periode waktu
tertentu supaya pemilik proyek tidak mengalam kerugian.

8
2.5. Perhatikan semua kriteria yang relevan

Meskipun diperbolehkan, menerjemahkan kriteria non ekonomi


ke dalam istilah moneter sering kali kurang tepat karena dapat
mengakibatkan hilangnya unsur kebenaran, misalnya suatu proyek
pemerintah yang dibangun dengan asal-asalan demi memuaskan
kepentingan atasan tanpa memperhatikan kualitas proyek tersebut.
Aspek kepuasan atasan lebih diutamakan daripada kualitas proyek
tersebut.

2.6. Buat ketidakjelasan menjadi jelas (eksplisit)

Besar dan dampak dari akibat di masa mendatang akibat


keputusan sekarang tentu saja masih samar, misalnya tidak
akuratnya perkiraan pengeluaran ongkos produksi terhadap
pendapatan dari penjualan. Semakin jauh masa yang diharapkan,
semakin jauh pula perkiraan akan meleset sehingga hal ini
meningkatkan resiko dari proyek. Logika yang sering diambil
adalah resiko tambahan tidak akan berani untuk diambil tanpa
adanya harapan pengembalian (return) tambahan.

9
2.7. Tinjau kembali keputusan yang diambil

Untuk beberapa kasus, terkadang keputusan yang diambil


dengan buruk ataupun dengan tergesa-gesa dapat memberikan
hasil yang baik, demikian pula dengan keputusan yang diambil
secara rasional yang diwaktu mendatang juga dapat memberikan
hasil yang buruk akibat kesalahan estimasi. Dengan demikian
keputusan yang telah diimplementasikan perlu dilakukan
peninjauan kembali melalui proses evaluasi secara rutin untuk
meningkatkan analisa dan kualitas dari pembuatan keputusan.
Dengan cara demikian maka pengambilan keputusan dapat lebih
terjamin keberhasilannya..

10
III. HUBUNGAN NILAI UANG TERHADAP
TINGKAT BUNGA MODAL DAN WAKTU

Beberapa terminologi di bawah ini diperlukan dalam


membahas hubungan nilai uang terhadap tingkat bunga
modal dan waktu.

3.1. Biaya Modal

Dalam setiap studi ekonomi yang melibatkan modal


(uang) waktu, maka pengaruh waktu terhadap penggunaan
modal tersebut harus diperhitungkan. Untuk
memperhitungkan pengaruh ini, diperlakukan pengertian
bahwa modal adalah faktor dinamis dan produktif dalam
suatu usaha dan memiliki suatu nilai (wage). Bila itu
digunakan maka modal merupakan suatu harga. Oleh karena
itu dalam studi ekonomi modal termasuk faktor biaya atau
dikenal dengan biaya modal.

11
3.2. Pengembalian Modal
Kompensasi terhadap penggunaan modal sering
dinyatakan sebagai pengembalian modal. Hal ini analog
dengan upah sebagai kompensasi atas penggunaan tenaga.
Ada beberapa akses pembiayaan pengembalian modal
harus diperhitungkan dalam setiap studi ekonomi:
a. Pengembalian modal merupakan pembayaran atas
penggunaan uang (pembelian barang) oleh pemakai
selama waktu penggunaan uang tersebut.
b. Pengembalian modal adalah pembayaran atas resiko
penggunaan modal oleh seseorang atau organisasi
c. Kenyataan bahwa pemilik modal dapat mengembalikan
keuntungan dengan menggunakan modal yang tersedia
untuk melipat-gandakannya.

3.3. Bunga Modal (Interest) dan Laba (Profit)


Jika modal yang digunakan untuk suatu usaha berasal
dari suatu pinjaman, maka pembiayaan atas penggunaan
modal itu dinamakan bunga modal (interest). Bunga modal

12
(interest) dapat dipahami sebagai uang yang
dibayarkan/diterima atas penggunaan sejumlah pinjaman
atau sejumlah uang yang disimpan (tabungan, deposito, SBI,
dsb.). Dalam pengertian yang lebih luas bunga dapat
dianggap sebagai uang yang diperoleh dari investasi
sejumlah modal tertentu. Sedangkan Suku Bunga (interest
rate) adalah rasio/perbandingan antara besarnya bunga yang
dibebankan atau dibayarkan pada akhir periode dengan
jumlah simpanan, pinjaman atau investasi pada awal
periode. Jika seseorang atau perusahaan memiliki cukup
modal untuk pembiayaan suatu usaha maka penerimaannya
dinamakan laba.
Karena dalam pengertian yang sebenarnya tidak ada uang
pinjaman, maka tidak ada pula biaya-biaya modal. Akan
tetapi jika pemilik modal menetapkan modal tersebut untuk
diinvestasikan dalam suatu usaha maka ia harus
mengembangkan penggunaannya pada tujuan yang lebih
menguntungkan atau mungkin memasukannya ke bank
dimana bunga dapat diperoleh.

13
Dalam usaha menetapkan apakah pengembalian modal
(tingkat keuntungan = profitabilitas) yang diperoleh adalah
memenuhi maksud penggunaan modal tersebut, diperlukan
perbandingan atas tingkat keuntungan yang diharapkan
dengan tingkat keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
modal yang sama dalam cara yang lain.

3.4. Kesetaraan
Konsep kesetaraan dalam hubungannya dengan bunga
modal dapat digambarkan dalam situasi berikut ini,
pinjaman sebanyak Rp 8.000.000 disepakati untuk
dikembalikan dalam jangka waktu empat tahun ditambah
dengan bunga 10% per tahun. Ada beberapa cara yang dapat
ditempuh untuk pembayaran pinjaman/hutang tersebut,
antara lain empat cara seperti yang tercantum dalam Tabel
1. Empat cara pengembalian utang pada tingkat bunga 10%
Jumlah Bunga Total uang Pengem Pengem
Th pinja Bank yang di balian balian
(1) man (juta) pinjam pada wajib total
pada (3)= akhir tahun (juta) akhir

14
awal 10% x ke (juta) (5) tahun ke
tahun (2) (4)= (2) + (3) (juta)
ke (juta) (6) = (3)
(2) + (5)
Rencan Pengembalian wajib Rp 2 000 000 tiap akhir
a1: tahun ditambah bunga bank
1. 8 0,8 8,8 2 2,8
2. 6 0,6 6,6 2 2,6
3. 4 0,4 4,4 2 2,4
4. 2 0,2 2,2 2 2,2
0,2 8 10
Rencana 2 : Pembayaran bunga setiap akhir tahun dan
pengembalian wajib pada akhir tahun ke 4
1 8 0,8 8,8 0 0,8
2 8 0,8 8,8 0 0,8
3 8 0,8 8,8 0 0,8
4 8 0,8 8,8 8 8,8
32 8 11,2
Rencana 3: Pengembalian seragam setiap akhir tahun
1 8 0,800 8,8 1,724 2,524
2 6,276 0,628 6,904 1,896 2,524
3 4,380 0,438 4,818 2,086 2,524
4 2,294 0,230 2,524 2,294 2,524
2 096 8 10,096
Rencana 4 : Pengembalian wajib dan bunga dilakukan 1 kali
pada setiap akhir tahun ke 4
1 8 0,800 8,8 0 0
2 8,8 0,880 9,680 0 0

15
3 9 680 0,968 10,648 0 0
4 10 648 1 065 11,713 8 0
3 713 8 11,713
11,713

Bila kita memiliki sejumlah uang sekarang atau jaminan


adanya sejumlah uang di masa mendatang maka dapat
dikatakan bahwa sejumlah uang yang ada sekarang setara
dengan sejumlah uang atau seri uang di waktu yang akan
datang. Misalkan suatu perusahaan percaya bahwa 10%
adalah tingkat bunga yang layak maka tidak ada preferensi
istimewa apakah uang itu diterima sebesar Rp 8.000.000
sekarang atau sebesar nilai yang ditunjukan dalam kolom 6
pada Tabel 1 baik untuk cara pertama, kedua, ketiga atau
keempat. Dengan kata lain, keempat cara pengembalian
hutang dapat dikatakan memiliki nilai setara antara satu
dengan yang lainnya yaitu setara dengan nilai Rp 8.000.000.
Kesetaraan adalah faktor yang sangat penting dalam analisis
ekonomi teknik, seperti yang diperlihatkan dalam contoh
pemilihan jadwal pembayaran untuk dua alternatif (1 dan 2)
berikut ini (Tabel 2).

16
Tabel 2. Dua alternatif pembayaran
Tahun Alternatif 1 Alternatif 2
1 Rp 2 800 000 Rp 800 000
2 2 600 000 800 000
3 2 400 000 800 000
4 2 200 000 8 800 000
Total 10 000 000 Rp 11 200 000

Total pembayaran alternatif 1 lebih kecil dari alternatif 2


akan tetapi alternatif 1 memerlukan pengembalian yang
lebih besar untuk tiga tahun pertama. Untuk membuat
keputusan pemilihan alternatif maka arus tunai (Cash flow)
harus dimanipulasi sedemikian rupa sehingga kedua
alternatif dapat dibandingkan. Teknik kesetaraan adalah
kunci penyelesaiannya dimana perbandingan tidak
berdasarkan nilai arus tetapi berdasarkan nilai kesetaraan.
Alternatif 1 dan 2 sebenarnya merupakan alternatif 1 dan 2
pada Tabel 1 dimana masing-masing mengembalikan
pinjamannya berdasarkan nilai sekarang (present) sejumlah

17
Rp 8.000.000,- dengan bunga modal 10% per tahun. Yang
menarik di sini adalah kedua alternatif ini setara pada
tingkat bunga 10% per tahun karena kedua-duanya setara
pada tingkat nilai sekarang seharga Rp 8.000.000. Demikian
juga dengan alternative 3 dan 4.
Tabel 3 memperlihatkan satu cara rasionalisasi perencanaan
Tabel 3 dengan menggunakan nisbah total pembayaran
bunga modal terhadap total terhutang seluruh tahun.
Tabel 3 Nisbah total bunga dan total utang
Cara Total Total bunga
pengembalian hutang Rp- modal yang Nisbah
pinjaman tahun 1) dibayarkan2)
(1) 20 000 000 2 000 000 0.1
(2) 32 000 000 3 200 000 0.1
(3) 20 960 000 2 096 000 0.1
(4) 37 130 000 3 713 000 0.1

1)
Jumlah seluruh utang ( kolom 2, Tabel 3)
2)
Jumlah seluruh bunga atas utang (kolom 3, Tabel 3)

18
Tabel 3 di atas menunjukkan adanya suatu hubungan yang
tetap yaitu 0.1 atau nisbah total bunga modal yang
dibayarkan terhadap total hutang adalah 10% untuk semua
alternatif. Dari perhitungan ini dapat dimengerti mengapa
alternatif-alternatif pembayaran kembali bersifat setara
sedangkan perbedaan jumlah terhutang hanya menunjukkan
variasi perencanaan pengembalian bagi peminjam modal.
Keempat alternatif pembayaran kembali seperti
digambarkan pada Tabel 1 hanya setara pada tingkat bunga
10%. Pada tingkat bunga selain 10% akan memperlihatkan
nilai sekarang (present worth) atau pembayaran akhir yang
berubah-ubah di antara berbagai alternatif.

3.5. Diagram Arus Tunai


Notasi berikut ini digunakan untuk perhitungan biaya modal
i = Tingkat bunga per periode (misalnya per tahun)
N = Jumlah periode (misalnya tahun)
P = Jumlah uang sekarang (nilai setara dari satu atau lebih
arus tunai relatif terhadap suatu waktu tertentu)

19
F = Jumlah uang nanti (nilai setara dari satu atau lebih arus
tunai relatif terhadap satu waktu tertentu)
A = Arus tunai pada setiap akhir periode (nilai arus tunai
yang setara pada akhir periode)
G = Kenaikan atau penurunan arus tunai dari periode ke
periode secara seragam.

F = 115.76

i = 5%

1 2 3

P = Rp 100 000

Gambar 2. Diagram arus tunai

Diagram arus tunai penting artinya untuk mengetahui


keadaan arus uang yang terjadi pada setiap waktu.
Gambar berikut ini memperlihatkan contoh diagram arus

20
tunai untuk mendapatkan nilai uang pengembalian pada
akhir tahun ketiga dari Rp 100.000,- yang dibayarkan
dengan tingkat bunga majemuk 5% per tahun. Beberapa
konvensi diagram arus tunai:
a. Garis lurus menunjukkan skala waktu
b. Tanda panah menunjukkan arus uang dimana secara
umum arah panah ke bawah adalah biaya (arus biaya)
dan arah panah ke atas menunjukkan penerimaan (arus
penerimaan)
c. Diagram arus tunai tergantung pada titik pandang

Gambar di atas didasarkan pada arus tunai dipandang dari


pemberi pinjaman. Jika kedua arah panah adalah sebaliknya
maka diagram didasarkan pada pandangan peminjam.

21
IV. JENIS BUNGA MODAL

4.1 Bunga Modal Sederhana

Bila total penerimaan atas pembayaran bunga modal


berbanding lurus dengan modal yang digunakan (P), tingkat
bunga modal (i) dan periode penggunaannya (N) maka
bunga modal dan tingkat bunga dinamakan sederhana. Total
bunga modal (I) yang dapat diterima dan dibayar dinyatakan
sebagai :
I = (P) (N) (i) (1)

Dengan meminjamkan sebesar Rp 100 000 untuk periode 3


tahun dengan tingkat bunga sebesar 5% per tahun akan
diperoleh penerimaan bunga sebesar

I = Rp 100 000 x 3 x 0.05 = Rp 15 000

22
Total penerimaan yang dimiliki pada akhir tahun ketiga (J)
menjadi Rp 115 000 atau
J = P + I = P (1+Ni) (2)

Jika pinjaman dibayarkan kembali pada akhir tahun


ketiga dimana tahun ke tiga berlangsung 8 bulan (hingga 31
Agustus) maka bunga modal adalah

I = 100 000 x 0.05 x (2 +243/360) = Rp 13 375

Contoh. Sebuah perusahaan penyewa diperlukan untuk


memasang dan mengoperasikan sebuah peralatan
pengolahan hasil pertanian yang akan disewa selama 6 bulan
(April sampai September). Ditentukan bahwa sewa peralatan
harus berlangsung 24 jam setiap hari dengan upah Rp 1
000/jam untuk hari biasa, Rp 1500/jam untuk hari Sabtu Rp
2000 untuk hari libur dan minggu. Pajak dan asuransi 13%
dari upah. Bahan bakar diestimasi Rp 20 000/hari. Over
head dan perawatan 15% dari total upah, bahan bakar dan

23
biaya sewa. Pada akhir bulan kedua diberikan lumpsum pada
operator. Jika biaya operator 6% per tahun dan ia
menginginkan keuntungan dan kontingensi 10% terhadap
biaya, berapa lumpsum untuk operasi.

Penyelesaian:

Biaya sewa peralatan


(6 bulan x Rp 800 000/bulan) Rp 4 800 000

Upah :
Rp 1 000/jam 24 jam /hari x 128 hari 3 072 000
Rp 1500/jam x 24 jam/hari x 26 Sabtu 936 000
Rp 2000/jam x 24 jam/hari x 29 minggu
dan libur 1.392 000
Rp 5 400 000
Pajak dan asuransi (13% x Rp 5400 000) 702 000
Bahan bakar (Rp 20 000/hari x 183 hari) 3 660 000

24
Rp 14 562 000

Over head dan perawatan


(0.15 x Rp 14 562 000) 2 184 300
Rp 16 746 300
Biaya finansial untuk 6 bulan
(0.03 x Rp 16 746 300) 502 389
Rp 17 248 689
Keuntungan dan kontingensi
(0.1 x Rp 17 248 689) 1724 869

Total lumpsum Rp 18 973 558

4.2 Bunga Modal Majemuk

Bila bunga modal untuk setiap periode (misalnya


periode satu bulan) didasarkan pada jumlah modal periode
tersebut ditambah bunga modal akumulasi maka bunga
modal dikatakan majemuk. Pengaruh bunga modal majemuk
atas biaya modal ditunjukkan dalam tabel berikut ini dimana
Rp 100 000 dipinjamkan selama 3 periode dengan tingkat
bunga mejemuk 5% per periode.

25
Tabel 4. Pengaruh bunga modal majemuk atas biaya modal

Jumlah yang Beban bunga Jumlah yang


dimiliki pada untuk periode dimiliki akhir
Periode
awal periode ke periode
(Rp) (Rp) (Rp)
1 100 000 5 000 105 000
2 105 000 5 250 110 250
3 110 250 5 513 115 763

Pembayaran pada akhir periode ketiga adalah Rp 115


763 (bandingkan dengan pembayaran Rp 115 000 dengan
modal sederhana). Perbedaan ini diakibatkan oleh efek
majemuk dan efek ini akan semakin besar dengan
bertambahnya modal, tingkat bunga modal dan lama periode
(tahun).

Perbandingan pengaruh antara bunga sederhana dan bunga


majemuk terhadap biaya modal dapat dilihat pada Gambar 3.

26
140,000
120,000
Nilai Uang (Rp)

100,000
80,000
60,000 Bunga Sederhana
40,000 Bunga Majemuk
20,000
-
0 1 2 3
Periode Waktu (Tahun)

Gambar 3. Pengaruh bunga sederhana dan bunga majemuk

4.3 Rumus-rumus Bunga Modal Majemuk

Rumus-rumus yang akan diberikan berikut ini adalah bunga


majemuk diskrit. Dikatakan diskrit karena bunga bank
bersifat majemuk pada setiap akhir periode selama N
periode.

27
A. Rumus pembayaran tunggal yang berhubungan
dengan nilai sekarang P (present worth) dan nilai
yang akan datang F (future worth).

1. Mencari F, diketahui P
Jika ada sejumlah P rupiah pada saat ini dan i% sebagai
tingkat bunga modal per periode, maka jumlah ini akan
meningkat untuk waktu yang akan datang sebesar

F = P + Pi = P (1 + i) untuk akhir periode pertama, (3)

F = P (1 + i) (1+ i) = P (1 + i) 2 untuk akhir periode kedua,

F = P (1+i)2 (1+i) = P (1+i)3 untuk akhir periode ketiga, dan

F = P (1 + i) N untuk akhir N periode (4)

Nilai (1 + i) N dinamakan faktor majemuk pembayaran


tunggal. Nilai numerik untuk faktor ini dihitung sebagai
Bunga Majemuk. Simbol fungsional untuk faktor (1+i) N

28
adalah (F/P, i%, N). Selanjutnya persamaan 4 dapat
dinyatakan sebagai

F = P (F/P, i%, N) (5)

Contoh: sebuah perusahaan meminjam Rp 1 juta untuk 8


tahun. Berapa yang harus dikembalikan pada akhir tahun ke
8 dengan tingkat bunga 10% per tahun

Penyelesaian:

P = Rp 1 juta

i = 10%

1 2 3 4 5 6 7 8

F=?
Gambar 4. Diagram arus tunai mencari F diketahui P

29
F = P (1 + 0.10) 8
F = P (F/P, 10%, 8)
F = 1 000 000 (2.1436)
F = Rp 2 143 600

2. Aturan 72
Sejumlah uang yang dikenakan bunga majemuk dengan
tingkat i% per periode akan menjadi dua kali lipat
jumlahnya dalam periode waktu sekitar 72/i. Sehingga
sejumlah uang yang diinvestasikan pada tingkat bunga
majemuk 3% per periode (bulan atau tahun) nilainya akan
menjadi dua kali lipat dalam waktu 72/3 = 24 periode
investasi. Hal ini dapat diperhitungkan sebagai berikut:

(1+i%) N = 2
(1+0.03)N = 2
(1.03)N = 2
1.03
N= log 2 = ln 2/ln 1.03 = 23.4 = 24
(1+0.03)24 = 2

30
Gambar 5 menunjukkan pengaruh bunga majemuk terhadap
nilai uang sejumlah Rp 1 juta untuk periode 10 tahun pada
beberapa tingkat bunga.

7000000
6000000 20%
Nilai Uang (Rp)

5000000
15%
4000000
3000000 10%
2000000 5%
1000000
0%
0
0 2 4 6 8 10
Periode Waktu (Tahun)

Gambar 5. Pengaruh bunga majemuk pada beberapa tingkat


bunga

3. Mencari P, jika F diketahui


Dengan merubah persamaan (4) untuk P maka akan
diperoleh hubungan
 1 
P=F  N 
(6)
 (1  i) 

31
 1 
Nilai  N 
dinamakan faktor nilai sekarang
 (1  i) 
pembayaran tunggal.. Simbol fungsionalnya (P/F, i%, N),
sehingga persamaan (6) dituliskan sebagai

P = F (P/F, i%, N) (7)

Si A ingin memiliki Rp 1 juta dalam 6 tahun yang akan


datang. Berapa uang yang harus disimpan mulai sekarang
untuk memperoleh jumlah uang sebesar itu dengan tingkat
bunga 10% per tahun.
F = 1 juta

I = 10%

1 2 3 4 5 6

P= ?

Gambar 6. Diagram arus tunai mencari P diketahui F

32
 1 
P=F  6 
 (1  0.10 ) 

P = F (P/F, i%, N) = 1 000 000 (0.5645) = Rp 564 500


Secara kesetaraan dapat diartikan bahwa Rp 564 500
pada saat ini setara dengan Rp 1 juta pada akhir 6 tahun
kemudian.

1,200,000

1,000,000
0%
Nilai Uang (Rp)

800,000
5%
600,000
10%
400,000
15%
200,000
20%
-
0 2 4 6 8 10
Periode Waktu (Tahun)

Gambar 7. Pengaruh bunga majemuk pada beberapa tingkat


bunga

33
B. Rumus-rumus yang berhubungan dengan arus tunai
seragam (Annuity) terhadap nilai sekarang, P, dan
nilai yang akan datang, F.

Diagram pada gambar 8 adalah arus tunai yang melibatkan


suatu seri pembayaran seragam (A) masing-masing periode
(annuity). Perlu diperhatikan bahwa rumus-rumusnya
diturunkan dari kondisi:
a. P (nilai sekarang) terletak pada satu periode sebelum A
pertama dan
b. F (nilai yang akan datang) terletak pada waktu yang sama
dengan nilai A terakhir dan N periode sesudah P.

A A A A A

1 2 3 N-1 N
i = bunga modal per
P periode F

Gambar 8. Diagram arus tunai seragam (annuity) terhadap P


dan F

34
A = Seri pembayaran seragam
N = Jumlah periode
P = nilai sekarang
F = nilai yang akan datang

1. Mencari F, jika A diketahui


Jika A rupiah pada akhir setiap periode selama N periode
dan i% adalah tingkat bunga per periode maka nilai total
uang yang akan datang, F, pada akhir periode ke-N
diperoleh dengan menjumlahkan setiap nilai A setelah
terkena faktor-faktor majemuk pembayaran tunggal.

N-1 N-2 N-3


F = A1 (1 + i) + A2 (1 + i) + A3 (1+i)
+……. + AN-1 (1+ i) 1 + AN (1 + i) 0

N-1 N-2 N-3


= A [(1+i) + (1 + i) + (1+ i)
N
+…….. + (1 + i) + (1 + i)0 ]
 (1  i) N -1  (1  i) 1 
=A  
 1 - (1  i) -1 

35
atau
 (1  i) N  1 
F=A   (8)
 i 

 (1  i) N  1 
Nilai   dinamakan faktor mejemuk pembayaran
 i 
seragam dengan simbol (F/A, i%, N). Jadi persamaan 8
dapat. dinyatakan sebagai

F = A (F/A, i%, N) (9)

Contoh:
Berapa akumulasi uang jika tabungan Rp 2 juta setiap tahun
berlangsung selama 3 tahun dengan tingkat bunga 10% per
tahun.
F = ……?
1 2 3

A = Rp 2 juta

Gambar 9. Diagram arus tunai menghitung F diketahui A

36
F = A ( F/A, 10%, 3)
= Rp 2 000 000 ( 3 3100)
= Rp 6 620 000
Secara kesetaraan dapat diartikan bahwa nilai Rp 6 620 000
adalah setara dengan pembayaran 3 x Rp 2 000 000

2. Mencari P, jika A diketahui


Subtitusi F = P (1 + i ) N pada persamaan (8) akan
diperoleh
 (1  i) N  1 
P (1+i) N = A  
 i 

 (1  i) N  1 
P=A  N 
(10)
 i (1  i) 

Persamaan (10) menyatakan hubungan untuk mendapatkan


nilai sekarang yang setara dengan suatu seri pembayaran
seragam A yang berlangsung setiap akhir periode.

37
Nilai yang berada dalam tanda kurung pada persamaan (10)
adalah faktor kesetaraan nilai sekarang terhadap suatu seri
tunai seragam. Nilai numeriknya diperhitungkan sebagai
Bunga Majemuk, dengan symbol (P/A, i%, N). Jadi
persamaan (10) selanjutnya dapat dinyatakan sebagai:
P = A (P/A, i%, N) (11)

Contoh:
Berapa yang harus disimpan sekarang jika ingin
mendapatkan Rp 100 000 setiap tahun selama 9 tahun
dengan tingkat bunga 10% per tahun.
A = Rp 100 000

1 2 3 9
I = 10%
P = ……?

Gambar 10. Diagram arus tunai mencari P diketahui A

38
P = A (P/A, 10%, 9)
= Rp 100 000 (5.7590)
= Rp 575 900

3. Mencari A, jika F diketahui


Dari persamaan (10) dapat diperoleh
 i 
A=F   (12)
 (1  i)  1 
N

Persamaan diatas menunjukkan hubungan untuk mencari


arus tunai A setiap akhir periode yang setara dengan nilai F
akhir periode terakhir. Nilai yang terdapat dalam tanda
kurung adalah faktor sinking fund. Nilai numeriknya
diperhitungkan sebagai Bunga Majemuk, dengan symbol
(A/F, i%, N). Jadi persamaan (12) dapat ditulis sebagai:

A = F (A/F, i%, N) (13)

Contoh

39
Berapa arus tunai seragam yang harus ditabung setiap tahun
agar tercapai akumulasi Rp 10 juta pada akhir tahun kelima.
F = Rp 10 juta
A = ……?

1 2 3 4 5

Gambar 11. Diagram arus tunai mencari A diketahui F

A = F (A/F, 10%, 5)
A = Rp 10 000 000 (0.1638)
A = Rp 1 638 000

4. Mencari A, bila P diketahui


Dari persamaan (12) dapat diperoleh

 i(1  i) N 
A=P   (14)
 (1  i)  1 
N

40
Persamaan di atas adalah hubungan untuk mencari arus
tunai seragam A setiap akhir periode selama N periode yang
setara dengan nilai sekarang P (pada awal periode pertama).
Nilai yang terdapat dalam tanda kurung adalah faktor
capital recovery symbol (A/P, i%, N). Jadi persamaan (14)
dapat dinyatakan sebagai:

A = P (A/P, i%, N) (15)

Contoh. Berapa arus tunai seragam setiap tahun selama 10


tahun untuk pengembalian pinjaman Rp 1 000 000.
Pembayaran pertama dilakukan satu tahun setelah pinjaman
diterima.
P = 1 000 000

i = 10%

2 10
3

41
A =.....?
Gambar 12. Diagram arus tunai mencari A diketahui P
A = P (A/P, 10%, 10)
= Rp 1 000 000 (0.1627)
= Rp 162 7000
Rumus-rumus bunga modal majemuk diskrit dan simbolnya
untuk 6 faktor seperti diuraikan di atas dapat dinyatakan
dalam Tabel 5.

Tabel 5 Ringkasan rumus-rumus dan simbol untuk enam


faktor biaya model majemuk diskrit

Faktor pengali
Term yang Term pada term
Simbol
akan yang yang nama Nama Faktor
diketahui faktor faktor
ditentukan
diketahui
Arus tunai pembayaran unggal
Majemuk arus
F P (1 + i) N (F/P. i%. N)
tunai tunggal
1 Nilai
P F sekarang arus (P/F. i% N)
(1  i) N tunai tunggal
Arus tunai pembayaran segaram (annuity)
 (1  i) N  1  Majemuk arus
F A   tunai seragam
(F/A. i%.N)
 i 

42
 (1  i) N  1  Nilai
P A  N 
sekarang arus (P/A.i%.N)
 i (1  i)  tunai seragam
 1  Sinking
A F   (A/F. i%. N)
 (1  i)  1 
N
fund
 i(1  i) N  Capital
A P   (A/P. i%.N)
 (1  i)  1 
N
recovery

Keterangan ;
i = Tingkat bunga per periode
F = Nilai yang akan datang
N = Lama periode
A = Arus tunai seragam (berlaku pada akhir setiap
periode)
P = Nilai sekarang

C. Angsuran seragam pembayaran mundur


Arus pembayaran seragam yang dimulai setelah beberapa
saat lamanya dikenal sebagai angsuran seragam pembayaran
mundur. Gambar 13 memperlihatkan arus pembayaran

43
seragam yang diangsur setelah periode J. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa arus tunai pembayaran biasa telah
berpindah dari waktu sekarang (waktu 0) ke J periode.
Dalam situasi angsuran seragam yang dimulai pada periode
J maka angsuran pertama dilakukan pada akhir periode ke (J
= 10) dengan catatan bahwa setiap periode memiliki panjang
waktu yang sama.

1 2 3 N-1 N
1 J-1 J

Waktu sekarang i%

Gambar 13 Arus pembayaran seragam setelah periode J.

Besaran nilai sekarang (satu periode sebelum angsuran


pertama) dari angsuran seragam sebesar A, dapat ditentukan
dari persamaan (9) yaitu P = A (P/A, i%, N). Besaran nilai

44
arus tunai pembayaran tunggal A (P/A, i%, N) dari periode 0
ke periode J adalah
A (P/A, i%, N) (P/F i%. J) (16)
Contoh: Seorang ayah ingin menetapkan berapa uang yang
harus ditabung tepat anaknya lahir agar diperoleh Rp 2 000
000 setiap ulang tahun anaknya yang ke-18, 19, 20 dan 21
dengan tingkat bunga majemuk 5% per tahun.
Penyelesaian: Contoh di atas dapat digambarkan:

A= Rp 2 juta

P0 =…. P17 =F17 F21 = P 21

Gambar 14. Diagram arus anfsuran tunai pembayaran


mundur
Tahap penyelesaian:

45
1. Pembayaran angsuran seragam biasa (ordinary annuity)
berlangsung selama empat kali masing-masing sebesar Rp 2
000 000 dan nilai sekarang arus pembayaran seragam
tersebut berlaku pada ulang tahun ketujuh belas.
P17 = A (P/A, 5%, 4) = 2 000 000 (3.5460) = Rp 7 092 000
2. Dengan menggunakan periode dasar P 0 maka P 17 berubah
menjadi F17 sebagai nilai yang akan datang.
P0 = F17 ( P/F, 5% 17) = 7 092 000 (0.4363)
= Rp 3 094 240
3. Besarnya uang yang harus ditabung adalah Rp 3 100 000
Selanjutnya ingin ditentukan nilai kesetaraan dari arus tunai
seragam Rp 2 000 000 bila menggunakan referensi ulang
tahun ke 24 :

1. Perhitungan didasarkan pada pengertian bahwa angsuran


selama 4 kali pembayaran tidak diambil.
2. Tentukan nilai F21
F21 = A (F/A, 5%. 4)
= 2 000 000 (4.3101)

46
= Rp 8 620 000
3. Tentukan nilai F24 dengan merubah F21 menjadi P21
F24 = P 21 (F/P, 5%,3)
= 8 620 200 (1.1576)
= Rp 9 979 000

Cara lain adalah perhitungan langsung dengan menggunakan


P17 = Rp 7 092 000 dan P 0 = Rp 3 309 240 masing-masing
setara dengan angsuran pembayaran Rp 2 juta.
Jika menggunakan P 0 :
F24 = P 0 ( F/P, 5%, 24)
= 3 094 (3.2251)
= Rp 9 979 000
Jika menggunakan P 17
F24 = P 17 (F/P, 5%, 7)
= 7 092 000 (1.4071) = Rp 9 979 000

D. Arus tunai seragam, pembayaran awal periode.

47
Semua rumus-rumus dan numerik Bunga Majemuk dari arus
seragam berlaku pada setiap akhir periode pembayaran.
Nilai numerik pada perhitungan Bunga Majemuk yang sama
dapat digunakan untuk pembayaran awal setiap periode
dengan memperhatikan:
1. P (nilai sekarang) berlaku satu periode sebelum A
pertama
2. F (nilai yang akan datang) berlaku pada saat yang sama
dengan akhir setiap periode selama N periode sesudah P.
Diagram berikut adalah arus tunai seragam dengan
pembayaran Rp 100 000 setiap awal periode. Pembayaran
pertama berlangsung pada awal periode pertama (waktu 0)
dan pembayaran kelima berlangsung awal periode kelima
atau sama dengan akhir periode keempat (waktu 4).

1 2 3 4 5

P -1 Po=F0=… F 4 = P4 =
F 5=…?
48
Gambar 15. Diagram arus tunai seragam menurut periode P
dan F
Soal: Tentukan nilai dari arus tunai seragam terhadap awal
periode pertama (P 0 ) dan terhadap akhir periode ke – 5 (F5 )

Penyelesaian: Tentukan P0 diawali dengan


menentukan P -1. P-1 menunjukkan satu periode sebelum
pembayaran A pertama dan faktor biaya adalah 5 karena ada
5 pembagian.
P-1 = A (P/A, 10%, 5)
= 100 000 ( 3.7908) = Rp 379 080

Selanjutnya P 0 berubah menjadi nilai yang akan datang, F 0


P0 = F0 = P -1 (F/P, 10%, 1)
= 379 080 (1.1000)
= Rp 416 990
Tentukan nilai F5 , diawali dengan menentukan F4

F4 = A (F/A, 10%, 5)

49
= 100 000 (6.1051)
= Rp 610 510
Selanjutnya F4 menjadi nilai sekarang P 4 jadi
F5 = P4 (F/P, 10.5%, 1)
= 610 510 (1.1)
= Rp 671 560

Cara lain yang lebih mudah untuk menentukan F5 adalah


dengan menggunakan:
P-1 = Rp 379 080 sebagai dasar atau P 0 = Rp 416 990
sebagai dasar

E. Kesetaraan terhadap nilai sekarang, nilai yang akan


datang dan nilai tahunan seragam

Satu seri arus tunai yang dibayarkan setiap akhir tahun


selama 8 tahun diberikan dalam gambar berikut ini. Seri
arus tunai seperti ini dapat dianggap sebagai gambaran biaya
perawatan suatu mesin.
Contoh: Tentukan nilai kesetaraan dari arus tunai terhadap

50
1. Nilai sekarang, P 0
2. Nilai yang akan datang, F8
3. Nilai tahunan yang seragam, A?

500
200 400 400 400 400 400 x Rp
100 1000

1 2 3 4 5 6 7 8

i = 20%
P0 =....? F8 =....?
Gambar 16. Diagram arus tunai gradien dengan dasar tahun
pertama

1. Nilai kesetaraan terhadap nilai sekarang, P 0, merupakan


jumlah dari seluruh arus tunai dengan dasar tahun pertama
(waktu 0)
P0 = F1 (P/F, 20%,1) + F2 (P/F. 20%,2) +
F3 (P/F, 20%, 3) +
A (P/A, 20%, 5) (P/F, 20%,3)
= 100 000 (0.8333) + 200 000 (0.6944)

51
+ 500 000 (0.5789) +
400 000 (2.9906) (0.5789)
= Rp 1 204 600

2. Nilai kesetaraan terhadap nilai yang akan datang, F 8


merupakan jumlah dari seluruh arus tunai dengan referensi
akhir tahun kedelapan (waktu 8). Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah menggunakan nilai P 0 yang sudah diketahui

F8 = P 0 (F/P, 20%,8) = 1 204 600 (4. 2998) = Rp 5 170 000


Cara lain adalah tentukan kesetaraan tiap arus tunai terhadap
nilai yang akan datang dengan referensi akhir tahun
kedelapan kemudian dijumlahkan.

F8 = 400 (F/P, 20%, 0) + 400 (F/P, 20%,1)


+…. + 100 (F/P, 20%,8).

3. Nilai kesetaraan terhadap arus tunai seragam, A,


ditentukan dengan
a. Menggunakan nilai P 0
A = P0 (A/P, 20%, 8) = 1 204 600 (0.2606) = Rp 313 000

52
b. Menggunakan nilai F8
A = F8 (A/F, 20%,8) = 5 170 000 (0.0606) = Rp 313 000

F. Rumus-rumus yang berhubungan dengan arus tunai


yang bersifat gradien seragam

Masalah biaya perawatan dan perbaikan suatu mesin tertentu


merupakan gambaran suatu arus tunai yang bersifat gradien
di mana setiap tahun terjadi kenaikan biaya secara konstan
(relatif konstan). Aus tunai yang bersifat gradien.

A = Arus Tunai Seragam


P
1 2 3 N-1 (N

2G (N-3)G
(N-2)G
(N-1)G

53
Gambar 17. Diagram arus tunai gradien tanpa pembayaran
pada akhir periode 1.
Gambar di atas menunjukkan arus tunai yang meningkat
secara konstan sebesar G setiap akhir periode. Besaran itu
disebut sebagai nilai gradien. Arus gradien seperti terlihat
pada tabel di bawah ini menjadi dasar penurunan rumus dan
nilai numeriknya.

Akhir tahun Arus gradient


1 0
2 G
3 2G
- -
- -
- -
- -
N-1 (N-2) G
N (N-1) G
Mencari nilai P, jika G diketahui:

54
Nilai sekarang (P) seri arus gradien adalah
 1   1   1 
P=G  2 
+ 2G  3 
+….+ (N –2)G  N 1 
+
 (1  i)  1  i )   (1  i) 

 1  1  (1  i) N  1   N 
(N-1) G  N 
=Gx   -   (16)
 (1  i)  i  i (1  i) N   (1  i) N 
 

1  (1  i) N  1 N 
Nilai    dinamakan faktor konversi
i  i(1  i) N
(1  i) N 

gradien ke nilai sekarang. Faktor ini dapat dinyatakan


sebagai

1
[P/A, i%, N) – N (P/F, i%, N)]
i

Nilai numeriknya diperhitungkan sebagai Bunga Majemuk


dengan symbol (P/G, i%. N). Jadi:

55
P = G (P/G, i%, N) ................................... (17)

Mencari A, bila G diketahui


Arus tunai seragam A yang besarnya ekuivalensi dengan
arus tunai gradien konstan dapat diperoleh dengan
mengalikan persamaan (17) dengan (A/P, i%, N)

A = P (A/P, i%, N) = G (P/G, i%, N) (A/P, i%, N)

1  (1  i) N  1 N   i (1  i ) N 
= Gx     
 (1  i)  1 
N
i  i (1  i) N N
(1  i) 

1 N 
= G x 1   (18)
i  (1  i) N  1

 N 
Nilai 1   disebut sebagai faktor konversi
 (1  i N  1 

gradien ke arus tunai seragam. Nilai numeriknya

56
diperhitungkan sebagai Bunga Majemuk, dengan simbol
(A/G, i%, N) menjadi

A = G (A/G, i%, N) (19)

Contoh: Biaya setiap akhir tahun adalah sebagai berikut


Tahun ke -2 Rp 1 juta
Tahun ke -3 Rp 2 juta
Tahun ke -4 Rp 3 juta

Tingkat bunga 15% per tahun digunakan untuk mendapatkan


nilai ekuivalensi terhadap
a. Nilai sekarang pada awal tahun pertama,
b. Nilai tahunan seragam pada setiap akhir tahun selama 4
tahun

Penyelesaian: Dari skedul terlihat bahwa G = Rp 1 000 000


dan N = 4, tanpa pembayaran pada periode awal. Nilai
sekarang P, dapat dihitung sebagai berikut
P0 = G (P/G, 15%, 4)

57
= 1 000 000 (3.79)
= Rp 3 790 000
Nilai arus tunai seragam A, ditentukan dari persamaan (19)
A = G (A/G,15%,4) = 1.000 000 (1.3263) = 1326300
atau dengan menggunakan nilai sembarang, P0.
A = P0 (A/P,15%,4)
= 3 790 000 (0.3503)
= Rp 1 326 300

Contoh Perhatikan arus pembayaran berikut ini


Akhir tahun Pembayaran
1 Rp 5 juta
2 Rp 6 juta
3 Rp 7 juta
4 Rp 8 juta

Tentukan arus gradien ke ekuivalensi nilai sekarang


Dari skedul pembayaran di atas selanjutnya dapat dibuat
diagram arus tunai sebagai berikut:
i= 15%

1 2 3 4
58
Pot = ….? 5 juta 6 juta 7 juta 8 juta
Atau:
i = 15%

1 2 3 4 +
A=5
juta
POA = ….?
i = 15%

1 2 3 4
1 juta
POG= ….? 2 juta
3 juta
Gambar 18. Diagram arus gradien konstan

Dengan menggunakan simbol, Gambar 18 selanjutnya


dapat dirumuskan sebagai:

POT = POA + POG

59
= A (P/A, 15% 4) + G ( P/G, 15%, 4)
= 5 juta (2.8550) + 1 Juta (3.79)
= Rp 18 040 000
G. Tingkat Bunga Nominal dan Efektif
Dalam praktek sering dijumpai waktu antara satu periode

dengan periode berikutnya lebih kecil dari satu tahun.

Misalkan tingkat bunga adalah 3% per periode dan setiap

periode adalah 6 bulan. Tingkat bunga majemuk ini biasanya

dikatakan sebagai tingkat bunga tengah tahunan 6%. Tingkat

bunga dimana tahun sebagai dasar dikenal sebagai tingkat

bunga nominal (dalam hal ini 6%). Sedangkan tingkat bunga

tahunan aktual terhadap modal bunga 6% lebih besar akibat

terkena bunga mejamuk dalam satu tahun. Jadi, jika modal

Rp 100 000 diinvestasikan pada tingkat bunga nominal 6%

60
tengah tahunan maka bunga yang diperoleh setiap tahun

adalah:

6 bulan pertama : I = Rp 100 000 x 0.03 = Rp 3 000


Total modal pada periode kedua :
P + Pi = Rp 100 000 + Rp 3 000
= Rp 103 000

Bunga yang diperoleh pada 6 bulan kedua


Rp 103 000 x 0.03 = Rp 3 090

Total biaya yang dikeluarkan dalam satu tahun


Rp 3 000 + Rp 3 090 = Rp 6 090
Dengan demikian tingkat bunga tahunan aktual menjadi:

6.090
x100%  6.09%
100

Tingkat bunga aktual atau tingkat bunga eksak terhadap

modal dalam satu tahun dikenal sebagai tingkat bunga

61
efektif dengan catatan bahwa tingkat bunga efektif selalu

atas dasar tahunan. Dalam tulisan ini tingkat bunga efektif

per periode dinyatakan sebagai i dan tingkat bunga nominal

per tahun dinyatakan sebagai r. Dalam kasus-kasus studi

ekonomi dimana perhitungan bunga majemuk adalah

tahunan maka jelas i = r

Rumus umum, tingkat bunga efektif adalah:

Tingkat bunga efektif = (F/P, r/M, M)-1

dimana M = jumlah periode per tahun.

Tingkat bunga efektif berguna untuk menjelaskan efek

majemuk terhadap tingkat bunga satu tahun. Tabel berikut

memperlihatkan tingkat bunga yang efektif untuk berbagai

variasi tingkat nominal dan periode majemuk

62
Jumlah
Tingkat bunga efektif (%) untuk
Periode periode
tingkat bunga nominal
majemuk per tahun
(M) 6% 12% 21%
Tahunan 1 6 12 24
Tengah 2 6.09 12.36 25.44
tahunan 4 6.14 12.55 26.25
Kwartal 6 6.15 12.62 26.53
Dua bulanan 12 6.17 16.68 26.82
Bulanan

H. Hal-hal mengenai tingkat bunga majemuk dari satu


kali per tahun.

a. Arus tunggal

Jika suatu tingkat nominal sudah ditentukan dan banyaknya


periode per tahun dan jumlah tahun diketahui maka setiap
masalah yang melibatkan perhitungan nilai yang akan
datang (F) dan nilai sekarang (P) dapat ditentukan secara
langsung dengan menggunakan persamaan (3) atau (5).

63
Contoh : Jika Rp 100 000 diinvestasikan selama 10 tahun
pada tingkat bunga majemuk 6% setiap kwartal. Berapa nilai
uang tersebut pada akhir tahun kesepuluh.

Penyelesaian
Ada empat perlakuan periode majemuk setiap tahun
sehingga total periode adalah 4 x 10 = 40 periode. Dengan
demikian tingkat bunga periode menjadi 6%/4 = 1.5%.
Dengan menggunakan persamaan (3) maka akan diperoleh
nilai uang pada akhir tahun kesepuluh sebesar:
F = P (F/P, 1.5%, 40)
= 100 000 ( 1. 814) = Rp 181 400

b. Arus tunai seragam dan gradien


Bila dijumpai lebih dari satu periode biaya majemuk per
tahun maka rumus dan numerik untuk arus tunai seragam
dan gradien dapat dipakai sepanjang arus tunai pada setiap
akhir periode mengikuti fungsi seperti ditunjukkan oleh
Gambar 19.

64
Anggap seseorang berkewajiban membayar pompa rotari
seharga Rp 10 000 000 yang harus dicicil setiap akhir bulan
selama 5 tahun dengan tingkat bunga majemuk 12% secara
bulanan. Berapakah cicilan per bulannya ?

Penyelesaian
Jumlah periode cicilan adalah 5 x 12 = 60 dan tingkat bunga
per periode adalah 12%/12 = 1%. Dengan menggunakan
persamaan (13) maka cicilan per bulan
A = P (A/P, 1%. 60)
= 10 juta ( 10. 0222) = Rp 222 000

Contoh.
Anggap bahwa biaya operasi suatu mesin pengolahan
pangan adalah 0 pada akhir 6 bulan pertama, Rp 1 000 000
pada akhir 6 bulan kedua dan selanjutnya meningkat Rp 1
000 000 pada setiap akhir periode 6 bulan sampai mencapai
4 tahun. Tentukan arus pembayaran seragam pada akhir

65
setiap 8 bulan selama periode 8 bulan jika tingkat bunga
majemuk tengah tahun adalah 20%.
Penyelesaian
Diagram arus tunai pada contoh di atas digambarkan sebagai
berikut:
7 x10 6
6 x10 6
5 x10 6
64 x10 6
3 x10
2 x10 6
1 x10 6

1 2 3 4 5 6 7 8
A = …? i =20%/2=10%

Gambar 19. Diagram arus tunai seragam secara periodik

Jadi: A= (A/G, 5%, 8) = 1 juta (3. 0045) = Rp 3 004 500

66
Tabel 6. Rangkuman bunga modal majemuk yang utama

Menghitung Faktor bunga modal


(F/P i %. N) = (1+i) N
(P/F, i %. N) 1
=
(1  i) N
(F/A. i %. N ) (1  i ) N  1
=
i
(P/A, i %. N) (1  i ) N  1
=
i (1  i ) N
(A/F, i %. N) i
=
(1  i ) N  1
(A/P, i %. N) i (1  i ) N
=
(1  i ) N  1
(P/G, i %. N) 1  (1  i) N  1 N 
=   
i  i(1  i) N
(1  i) N 
(A/G i %. N ) 1 N 
=   
 i (1  i )  1 
N

67
V. PERHITUNGAN NILAI WAKTU DARI UANG
DENGAN EXCELL
Formula Excell
Untuk melakukan perhitungan nilai uang di waktu
mendatang dari sejumlah uang sekarang, atau sebaliknya,
Excell telah menyediakan sejumlah formula yang dapat
digunakan. Di dalam setiap formula terdapat 5 (lima)
peubah di mana dengan mengetahui 4 (empat) di antaranya
maka peubah yang kelima dapat dihitung nilainya.

Tabel 7. Formula Excell Nilai Waktu dari Uang


Menghitung Formula
Nilai sekarang (PV) =PV(RATE, NPER, PMT,
FV)
Nilai kemudian (FV) =FV(RATE, NPER, PMT,
PV)
Tingkat bunga (RATE) =RATE(NPER, PMT, PV,
FV)
Besar cicilan (PMT) =PMT(RATE, NPER, PV,
FV)
Periode waktu (NPER) =NPER(RATE, PMT, PV,
FV)

68
RATE adalah tingkat bunga per periode waktu, NPER
adalah lamanya periode waktu perhitungan, PMT adalah
besarnya pembayaran jika dilakukan secara mencicil,
sementara PV adalah nilai sekarang dari sejumlah uang dan
FV adalah nilai uang kemudian yang dikehendaki. Di dalam
formula di atas, antara nilai PMT dan PV, serta nilai PMT
dan PV saling meniadakan, artinya jika ada nilai PMT maka
nilai PV dan FV menjadi 0, dan berlaku sebaliknya. Sejalan
dengan itu, jika ada nilai PV maka nilai FV nol, dan
sebaliknya.

Contoh 1:
Sejumlah Rp 1 juta hendak ditabung untuk jangka waktu 5
tahun pada Bank A atau Bank B. Bank A menawarkan
tingkat bunga majemuk 5% pertahun yang dihitung per 3
bulanan, sedangkan Bank B menawarkan tingkat Bunga
majemuk 5% pertahun dihitung secara harian. Formula
untuk menghitung nilai kemudian dari uang sejumlah 1 juta

69
pada Bank A dimasukkan pada sel C6 sebagai
=FV(C4,C5,0,C3,0).

Gambar 20. Menghitung FV diketahui PV, RATE, NPER

Demikian juga untuk Bank B pada sel D6 sebagai


=FV(D4,D5,0,D3,0). Perlu disimak, karena tidak ada
pembayaran secara mencicil maka nilai PMT adalah 0, dan
sesuai dengan aturan mengenai aliran dana keluar (cash
outflow) dan aliran dana masuk (cash inflow) maka nilai PV
dimasukkan sebagai nilai negative. Unsur terakhir di dalam
formula adalah type yang cukup diisi dengan nilai 0 jika
nilai dihitung di akhir periode atau 1 jika perhitungan
dilakukan disetiap awal periode. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa menabung di Bank B memberikan
imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang

70
dihasilkan oleh bank A. Dengan demikian akan lebih
menguntungkan bila sejumlah Rp 1 juta yang ada
ditabungkan pada Bank B.

Contoh 2:
Demikian pula halnya jika diperlukan untuk menghitung
besarnya nilai uang sekarang (PV) yang harus disediakan
untuk ditabung di Bank A atau Bank B, dengan kondisi
penawaran yang sama seperti pada Contoh 1, jika
menghendaki tersedianya dana sebesar Rp 2 juta dalam
waktu 5 tahun yang akan datang.

Gambar 21. Menghitung PV diketahui FV, RATE, NPER

71
Formula untuk menghitung nilai sekarang dari uang
sejumlah 2 juta pada Bank A dimasukkan pada sel C6
sebagai =PV(C4,C5,0,C3,0). Demikian juga untuk Bank B
pada sel D6 sebagai =PV(D4,D5,0,D3,0).

Perlu disimak, karena tidak ada pembayaran secara mencicil


maka nilai PMT adalLah 0, dan sesuai dengan aturan
mengenai aliran dana keluar (cash outflow) dan aliran dana
masuk (cash inflow) maka nilai FV dimasukkan sebagai
nilai positif. Unsur terakhir di dalam formula adalah type
yang cukup diisi dengan nilai 0 jika nilai dihitung di akhir
periode atau 1 jika perhitungan dilakukan disetiap awal
periode.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa menabung di Bank B


memerlukan jumlah dana yang lebih sedikit dibandingkan
dengan yang diperlukan untuk Bank A. Dengan demikian
akan lebih menguntungkan bila sejumlah Rp 2 juta diperoleh
dengan menabung di Bank B.

72
Contoh 3:
Selanjutnya, dapat pula dihitung berapa besarnya cicilan per
periode yang harus dibayarkan ke Bank A atau Bank B
untuk sejumlah dana pinjaman sebesar Rp 1 juta untuk
jangka waktu 5 tahun.

Formula untuk menghitung nilai cicilan (PMT) dari uang


sejumlah 1 juta yang dipinjam pada Bank A dimasukkan
pada sel C6 sebagai =PMT(C4,C5,C3,0,0). Demikian juga
untuk Bank B pada sel D6 sebagai =PMT(D4,D5,D3,0,0).

Gambar 22. Menghitung PMT diketahui PV, RATE, NPER

Perlu disimak, karena tidak ada nilai kemudian maka nilai


FV adalah 0, dan sesuai dengan aturan mengenai aliran dana
keluar (cash outflow) dan aliran dana masuk (cash inflow)

73
maka nilai PV dimasukkan sebagai nilai positif. Unsur
terakhir di dalam formula adalah type yang cukup diisi
dengan nilai 0 jika nilai dihitung di akhir periode atau 1 jika
perhitungan dilakukan disetiap awal periode.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa meminjam di Bank B
memerlukan jumlah dana pengembalian secara mencicil
yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang diperlukan
untuk Bank A. Dengan demikian akan lebih menguntungkan
bila meminjam sejumlah Rp 1 juta dari Bank B.

Contoh 4:
Perhitungan di bawah ini adalah mencari nilai cicilan per
periode yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah dana
dikemudian hari pada Bank A atau Bank B untuk jangka
waktu selama 5 tahun.
Formula untuk menghitung nilai cicilan (PMT) dari uang
sejumlah 1 juta yang akan dihasilkan dari menabung di Bank
A dimasukkan pada sel C6 sebagai =PMT(C4,C5,0,C3,0),
untuk Bank B pada sel D6 sebagai =PMT(D4,D5,0,D3,0).

74
Gambar 23. Menghitung PMT diketahui FV, RATE, NPER

Perlu disimak, karena tidak ada nilai sekarang maka nilai


PV adalah 0, dan sesuai dengan aturan mengenai aliran dana
keluar (cash outflow) dan aliran dana masuk (cash inflow)
maka nilai FV dimasukkan sebagai nilai positif. Unsur
terakhir di dalam formula adalah type yang cukup diisi
dengan nilai 0 jika nilai dihitung di akhir periode atau 1 jika
perhitungan dilakukan disetiap awal periode. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa menabung secara mencicil
per periode di Bank B memerlukan jumlah dana cicilan yang
lebih sedikit dibandingkan dengan yang diperlukan untuk
Bank A. Dengan demikian akan lebih menguntungkan bila
menabung secara cicilan di Bank B selama 5 tahun untuk
menghasilkan sejumlah Rp 1 juta dari Bank B.

75
VI. BIAYA PENYUSUTAN

5.1. Pengertian Penyusutan dan Nilai Susut

A. Penyusutan
Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu asset
selama periode tertentu. Penurunan nilai ini dapat
dinyatakan sebagai sejumlah nilai (uang) yang harus
disisihkan setiap periode untuk memenuhi biaya pembelian
suatu asset sehingga pada akhir penggunaan asset tersebut
telah terkumpul sejumlah uang yang besarnya sama dengan
biaya pembelian aset tersebut. Konsep ini sering dinamakan
“Amortisasi”. Penurunan nilai biasanya ditentukan atas
dasar tahunan dan dibebaskan pada produk yang dihasilkan.
Prinsip pembahasan ini dibebankan karena sesuatu aset baik
mesin bangunan atau aset lainnya digunakan untuk
menghasilkan suatu produk.
Contoh, seseorang menanamkan investasi Rp 9 000 000
untuk pembelian suatu pabrik kecil pembuat tahu dengan
perkiraan produksi 500 biji per hari dan rencana operasi 300

76
hari per tahun. Biaya bahan dan operasi Rp 20 000/100 biji.
Produk dapat dijual dengan harga Rp 50 000/100 biji, umur
mesin 3 tahun.
Pada akhir tahun pertama ia memperoleh keuntungan
sebesar Rp 4 500 000 dan selanjutnya sama untuk 2 tahun
berikutnya pada saat mana mesin sudah memperlihatkan
kondisi buruk sehingga tidak dapat lagi dipertahankan lebih
lama untuk beroperasi. Untuk melanjutkan usaha ini maka ia
harus membeli mesin baru.
Selama periode tiga tahun ia memperoleh keuntungan Rp 4
500 000 per tahun dan kebutuhan hidupnya dipenuhi dari
keuntungan tersebut. Pada akhir tahun ketiga ia tahu bahwa
tidak akan lama lagi modal sebesar Rp 3 000 000 akan habis
apabila ia tidak menyiapkan uang untuk membeli mesin
baru. Kesalahan yang ia lakukan adalah tidak menyadari
penyusutan akan terjadi.
Dari contoh tersebut di atas dapat dihitung bahwa
untuk setiap biji tahu akan terjadi penurunan nilai mesin
sebesar Rp 9 000 000/4 500 = Rp 2 000. Nilai ini (Rp 2000)

77
dibebankan sebagai biaya penyusutan untuk setiap 100 biji.
Jadi biaya yang sebenarnya adalah Rp 22 000 untuk setiap
100 biji tahu. Dengan demikian keuntungan yang
sebenarnya dapat ditentukan dan di dalam waktu yang sama
pengembalian modal juga dapat ditentukan.

B. Nilai
Oleh karena penyusutan didefenisikan sebagai
penurunan nilai maka beberapa terminologi yang
berhubungan dengan nilai (value) perlu diketahui:
a. Nilai pasar (market value). Nilai yang cocok antara
pembeli dan penjual. Dalam banyak hal nilai penyusutan
disesuaikan pada nilai pasar. Harga awal suatu baru
ditentukan atas dasar harga pasar.
b. Nilai pakai (use value). Nilai ini berhubungan dengan
kesukaan khas pemakai yang berbentuk dengan kondisi
aset. Sesuatu aset mungkin mengandung nilai yang lebih
bagi pemilik aset tersebut akan tetapi jika aset tersebut
berpindah tangan mungkin perlu penyesuaian bagi

78
pemilik baru atau diperlukan biaya tambahan untuk
mengoperasikannya.
c. Nilai patut (fair value). Nilai ini biasanya ditentukan oleh
sikap yang wajar baik seperti dalam rangka harga antara
pembeli dan penjual.
d. Nilai buku (book value). Nilai ini sering disebut sebagai
nilai pasca susut (depriciated value) yaitu nilai dari suatu
aset pada saat ini. Nilai ini dihitung dasar harga
pembelian awal dikurangi dengan nilai penyusutan yang
telah dibebankan pada aset tersebut.
e. Nilai loak (salvage value, resale value). Harga yang
diperoleh atas penjualan sesuatu aset. Nilai ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Adanya alasan tertentu dari pemilik aset berupa
perubahan pandangan terhadap penggunaan aset
tersebut
2. Besar kecilnya biaya untuk memproduksi kembali aset
tersebut pada saat ini.

79
3. Lokasi aset yang berhubungan dengan jarak lokasi
pemindahan aset tersebut oleh pemakai selanjutnya
4. Kondisi fisik aset tersebut. Kondisi aset yang
dipertahankan baik dan beroperasi dengan baik
memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada aset
yang perawatannya diabaikan sehingga memerlukan
biaya perbaikan sebelum digunakan oleh tangan
kedua.
f. Nilai scrap (scrap value). Dalam studi ekonomi nilai scrap
sering dianggap nol. Hal ini disebabkan karena harga
suku cadang berfluktuasi sepanjang waktu dan ada suku
cadang yang tidak terjamin ketersediaannya di waktu
yang akan datang.
g. Nilai nyata (actual value). Nilai ini dimasukkan pada nilai
erat ditambahkan pada produk.

5.2. Tipe Penyusutan


Penurunan nilai suatu aset terhadap waktu dapat
diklasifikasikan atas:

80
A. Penyusutan Fisik
Dikatakan penyusutan fisik oleh karena adanya
penurunan kemampuan fisik dari suatu aset untuk
beroperasi. Faktor lama pemakaian, cara pemakaian dan
kerusakan adalah penyebab umum terjadinya penurunan
kemampuan fisik. Penurunan ini menyebabkan biaya operasi
dan perawatan meningkat, output produk dan akhirnya
mengakibatkan penurunan profit.
Penyusutan fisik merupakan fungsi waktu dan
pemakaian. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penyusutan fisik adalah dengan perbaikan. Perawatan tidak
boleh dicampuradukan dengan perbaikan. Perawatan yang
baik dapat mempertahankan kemampuan awal dari aset akan
tetapi perbaikan karena kerusakan akan menurunkan
kemampuan aset secara nyata.

B. Penyusutan fungsional (obsolescence)


Tipe penyusutan ini lebih sulit ditentukan
dibandingkan penyusutan fisik oleh karena penurunan nilai

81
yang terjadi adalah akibat dari penurunan permintaan atas
fungsi aset tersebut. sehubungan perubahan gaya hidup di
masyarakat, adanya mesin yang lebih efisien atau karena
pasaran jenuh. Selain itu peningkatan permintaan dapat
diartikan bahwa mesin yang ada sekarang tidak cukup
menghasilkan volume produksi yang dibutuhkan.
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan umur
yang sebenarnya suatu aset lebih pendek dari umur harapan
adalah:

a. Faktor usaha, karena:


1. Perkembangan teknologi
2. Perbaikan dalam desain mesin
b. Perubahan dalam penawaran atau permintaan konsumen
c. Perubahan faktor produksi antara lain
1. Tenaga kerja
2. Sumber tenaga (motor)
3. Transportasi

82
C. Penyusutan Karena Perubahan Tingkat Harga
Kenaikan tingkat harga karena inflasi dapat
mengakibatkan pengembalian modal tidak akan cukup untuk
penggantian aset yang baru dan serupa. Hal yang sama juga
berlaku pada kondisi dimana modal pembelian aset telah
diperoleh kembali seluruhnya melalui prosedur penyusutan
yang benar. Ini berarti penurunan nilai terjadi pada modal
(uang) atau dengan kata lain penyusutan bukan pada aset
fisik. Dengan alasan ini maka penyusutan karena perubahan
tingkat harga tidak dipertimbangkan dalam studi ekonomi.
Alasan lain adalah inflasi terhadap penyusutan tahunan tidak
diikutkan dalam penentuan profit dalam konteks perhitungan
pajak pendapatan.

5.3. Umur Ekonomi


Suatu hal yang penting dalam studi ekonomi adalah
waktu pemakaian suatu aset di mana hasil yang diperoleh
pada kondisi fisik aset tersebut memberikan keuntungan.
Jika suatu aset tidak dapat lagi digunakan secara

83
menguntungkan maka aset tersebut dikatakan tidak memiliki
lagi nilai komersil sehingga tidak perlu dipertahankan lagi
untuk waktu seterusnya. Ini berarti umur ekonomi aset telah
habis.
Penentuan biaya penyusutan hendaknya didasarkan pada
umur ekonomi. Dalam hal ini peralatan yang tidak
memuaskan dari sudut pandang ekonomi perlu diganti tanpa
menyebabkan kehilangan modal, sekalipun peralatan
tersebut masih dalam kondisi fisik operasionil. tabel di
bawah ini memperlihatkan data umur penyusutan beberapa
mesin dan peralatan yang didasarkan pada pengalaman yang
lalu. Penulis menyajikan umur batas bawah dan batas
maksimum pada beberapa mesin dan peralatan sehubungan
dengan alasan teknis yang berlaku di negara yang sedang
berkembang. Data yang disajikan ini tidak menjadi jaminan
keberhasilan yang sama untuk waktu yang akan datang.

Berikut adalah Tabel Umur Ekonomi yang disarankan untuk


beberapa mesin, peralatan dan perlengkapan.

84
Jenis Tahun
Transportasi
Mobil (termasuk taksi) 3,5 – 4,5
Truk umum
Besar 5-7
Kecil 3-5
Peralatan pengolahan
Pompa, kipas, peralatan pasteurisasi 8
*)
peralatan pengolahan pangan 12
Peralatan pengolahan biji-bijian 10
Penggilingan biji-bijian 10
Pabrik (manufacturing)
Pabrik gula, dan peralatan pengolahan gula 14.5
Pabrik tembakau dan peralatan pengolahan 12
tembakau
Pengolahan kayu 8
Peralatan kimia 9
Pabrik metal 9.5
Peralatan listrik 9.5
Peralatan elektronik 6
Jenis Tahun
Bangunan
Pabrik 40
Toko 50
Gudang 60
Pertanian 25
Peralatan kantor
Furniture 4-6

85
Komputer dan perlengkapan 3-5
Mesin tik dan mesin lain 3–5
*) Ketel uap dan pendingin (Surface cooler)
Secara umum umur mesin-mesin dan peralatan dapat
disarankan 8 – 10 tahun.

Harga Awal

Biaya
Harga Akhir Penyusutan

Gambar 24. Biaya penyusutan alat dan mesin (aset)

5.4. Penentuan Biaya Penyusutan


Contoh (1)

Sesuatu aset dibeli dengan harga Rp 140 ribu. Diestimasi


umur alat 10 tahun dan nilai akhir Rp 20 ribu. Berapa biaya

86 Umur Ekonomis
penyusutan tahun ke enam dan nilai buku pada akhir tahun
ke enam. Asumsi tingkat bunga bank 3%/tahun.
Biaya penyusutan dapat dihitung dengan metode-
metode berikut ini:
A. Metoda penyusutan garis lurus (MPGL)

P S
d = (20)
N

n (P  S)
Dn =
N
(21)

n (P  S)
BVn = P -
N
(22)

Dimana P = Biaya pembelian awal


N = Umur ekonomis
S = Nilai akhir (salvage value)
Dn = Biaya penyusutan total sampai umur N
BVn = Nilai buku

87
P - S = Biaya penggantian
P S 140000  20000
d = = = Rp 12 000 /thn
N 10
n ( P  S)
dn =
N
6 x (140000  20000)
d6 = = 72 000
10
Nilai buku pada akhir tahun ke n atau nilai akhir pada umur
n adalah
n ( P  S)
BV n = P -
n
6(140000  20000)
BV6 = 140000 - = Rp 68 000
10

Tabel 7. Perhitungan Penyusutan dan Nilai Buku dengan


Metode MPGL

Tahun Penyusutan Nilai Buku (BV)


0 0 140 000
1 12.000 128000
2 12.000 116000
3 12.000 104000
4 12.000 92000

88
5 12.000 80000
6 12.000 68000
7 12.000 56000
8 12.000 44000
9 12.000 32000
10 12.000 20000

P S
d=
H
dimana H adalah jumlah jam operasi.

140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000 Penyusutan

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 25. Penyusutan dengan metode Garis Lurus

89
Jika penggunaan aset tergantung terutama atas jam kerja
nyata atau atas dasar jumlah unit yang diproduksi, maka
biaya penyusutan dapat dihitung sebagai berikut
Biaya penyusutan mesin/jam

Biaya penyusutan mesin/unit produksi


P S
d=
U
dimana U adalah jumlah unit yang diproduksi

Misal mesin pada contoh di atas, estimasi umur mesin


dari total produksi adalah sebesar 150 unit. Pada tahun 1
mesin menghasilkan produksi sebanyak 25 unit, pada tahun
2 sebanyak 20 unit, pada tahun 3 hingga 8 sejumlah 15 unit,
sementara pada tahun ke 9 dan 10 masing-masing sebanyak
10 dan 5 unit.
Perhitungan nilai penyusutan dan nilai buku mesin menjadi:
120000  20000
Depresiasi per unit produk (d) =
150
= Rp 667 per unit

90
Tabel penyusutannya menjadi:
Penyusutan tahunan Aku
Ta Nilai Penyu Jumlah Penyu mulasi Nilai
Hun awal sutan/ unit sutan/ penyu buku
unit tahun sutan
140
0 120000 - - - -
000
1 800 25 20000 20000 120000
2 800 20 16000 36000 104000
3 800 15 12000 48000 92000
4 800 15 12000 60000 80000
5 800 15 12000 72000 68000
6 800 15 12000 84000 56000
7 800 15 12000 96000 44000
8 800 15 12000 108000 32000
9 800 10 8000 116000 24000
10 800 5 4000 120000 20000

Metode penyusutan MPGL sangat luas dipakai dalam


perhitungan biaya penyusutan karena cara ini menghasilkan
nilai penyusutan tahunan yang seragam. Metode ini

91
disarankan dan diterapkan untuk aset yang cukup diketahui
kemampuannya.

B. Metode penyusutan Presentasi Tetap atau Turunan


Matheson
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa harga
penyusutan tahunan adalah suatu persentase tetap terhadap
nilai loak pada awal tahun. Rasio penyusutan setiap tahun
terhadap nilai buku selama umur aset adalah konstan dan
besaran rasionya dinyatakan sebagai K.

Penyusutan tahun awal:

d1 = P x K (23)

penyusutan tahun ke N:

dn = (Pn – 1) K (24)

Nilai loak pada umur N tahun:

92
S = P (1-K) N (25)

Nilai buku pada akhir tahun ke N

BVn = P (1-K) n (26)

n/N
S
BVn = P  
P
Kecepatan penyusutan sehingga BV n = S adalah

N
K=1- S/ P (27)

K=1- n BV n / P (28)

Metode ini menghasilkan biaya penyusutan yang berbeda


setiap tahun sehingga dalam perhitungan sering
menyulitkan. Selain itu dengan metode ini tidak akan pernah
diperoleh penyusutan nilai nol. Hal ini bukan suatu kesulitan
teknis dan dalam praktek nilai K jarang ditentukan sendiri

93
melainkan cukup dengan memakai pedoman IRS dimana
nilai K tergantung pada tipe aset dan dinyatakan dalam term
penyusutan garis lurus di mana untuk nilai loak nol maka:
1
K= (29)
N

Tipe asset K yang disarankan


Semua aset baru yang belum Garis lurus ganda, 2/N
dikenal kecuali real estate
Semua aset yang sudah biasa 1 ½ garis lurus, 1.5/N
dipakai 1 ¼ garis lurus ,
Aset yang dipinjam 1.25/N

Bila menggunakan K garis lurus ganda maka metode


tersebut dinamakan penyusutan persentase ganda.

Contoh . Gunakan contoh


10
K = 1- 20 / 120 = 0.1641

94
5 / 10
 20 
BV 5 = 120   = 48.97
120 
6 / 10
 20 
BV 6 = 120   = 40.94
120 
d 6 = 48.97 x 0.1641 = 8.03

Tabel berikut ini memperlihatkan perhitungan detail


Tahun ke Penyusutan (dn) Nilai buku (BVN)
0 - 120.00
1 19.68 100.32
2 16.18 83.86
3 13.76 70.10
4 11.50 58.00
5 9.62 48.17
6 8.03 40.94
7 6.72 34.22
8 5.62 28.60
9 4.69 23.91
10 3.91 20.00

Jika menggunakan penyusutan prosentase ganda,


K = 2/10 = 0.2

95
BV 5 = 120 (1-0.2) 5 = 39.32
BV 6 = 120 (1-0.2) 6 = 31.46
d6 = 39.32 x 0.2 = 7.86

Dengan menghitung biaya penyusutan seluruh umur


maka akan terlihat bahwa metode ini memberikan
penyusutan yang cepat pada tahun-tahun awal.

C. Metoda Sum of the year Digit (SYD)

Metoda SYD yang disingkat dari sum of the year digit


adalah metoda penyusutan yang didasarkan pada penentuan
digit seperti diperlihatkan pada contoh berikut ini (Tabel 8).
Faktor penyusutan untuk setiap tahun adalah kebalikan digit
dari tahun yang bersangkutan dibagi dengan jumlah digit.

Tabel 8. Cara perhitungan metoda SYD


Faktor Faktor nilai
Tahun Digit
penyusutan buku

96
1 10 10/55 10/55
2 9 9/55 19/55
3 8 8/55 27/55
4 7 7/55 34/55
5 6 6/55 40/55
6 5 5/55 45/55
7 4 4/55 49/55
8 3 3/55 52/55
9 2 2/55 54/55
10 1 1/55 55/55
Jumlah 55 - -
digit
Contoh untuk periode 5 tahun adalah sebagai berikut
Faktor Faktor nilai
Tahun Digit
penyusutan buku
1 5 5/15 5/15
2 4 4/15 9/15
3 3 3/15 12/15
4 2 2/15 14/15
5 1 1/15 15/15
Jumlah 15 - -

Penyusutan setiap tahun adalah perkalian antar faktor


penyusutan tahun yang bersangkutan dan nilai yang terkena
penyusutan P – S.

97
Persamaan umum biaya penyusutan per tahun untuk
umur N adalah
2 (N  n  1)
dn = (P-S) x (30)
N (N  1)

BV n = P - (P-S) x faktor nilai buku (31)

Contoh . Gunakan contoh (1)

Jumlah digit = 55
5
Faktor penyusutan tahun ke enam =
55
5
d 6 = (120 – 20) = 9,09
55
45
BV 6 = 120 – (120 – 20)  38,8
55
Metoda SYD serupa dengan metoda prosentase tetap
dalam kecepatan penyusutan awal. Pengaruh persentase
seperti ini adalah penurunan profit selama tahun-tahun awal
dan penurunan pajak pendapatan dalam tahun yang sama.

D. Metoda Sinking Fund

98
Dengan metoda ini, apabila umur ekonomi, nilai akhir dan
tingkat bunga telah diketahui maka akumulasi tahunan yang
besarnya seragam dapat dihitung. Akumulasi ini bersifat
tabungan untuk tujuan penggantian aset.

d = (P-S) (A/F, i%, N) (32)


dn = d (F/P, i%, n –1) (33)
Dn = (P-S) (A/F, i%N) (F/A, i%, N) (F/A, i%, n) (34)
BVn = P – (P-S) (A/F,i%,N) (F/A,i%,n) (35)

Contoh . Gunakan contoh (1)

d = (120-20) (A/F, 3% 10) = (100) (0.0872) = 8.72


d 6 = (8 72) (F/P, 3%,5) = (8.72) (1.1593) = 10.1
BV 6 = 120 – (120 –20) (A/F, 3%, 10) (F/A, 3%, 6)
= 120 – (100 x 0.0872 x 6.4684) = 63. 60

Metoda sinking fund hampir tidak pernah digunakan


dalam accounting karena beban penyusutan yang rendah
pada tahun-tahun awal.

99
E. Perbandingan Empat Metode Penyusutan
100

90

80
Nilai Buku (% dari harga awal)

70

60

50

40

30

20

10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Umur (tahun)

Gambar 26. Perbandingan nilai buku berbagai metoda


penyusutan

100
VII. ANALISIS BIAYA

Keberhasilan ekonomi dari suatu usaha penerapan


teknologi budidaya dan penanganan hasil pertanian
tergantung terutama pada perbedaan antara biaya produksi
dan pendapatan. Selanjutnya perbedaan tersebut tergantung
pada kemampuan integral dari masing-masing komponen
peralatan yang digunakan. Pengetahuan tentang prinsipnya
dan prosedur dasar yang berkaitan dengan unit operasi akan
membantu dalam estimasi biaya suatu pengolahan pangan.
Mesin yang memiliki efisiensi energi yang sangat
tinggi belum tentu sangat memuaskan secara ekonomi.
Peningkatan volume udara dalam suatu proses penanganan
hasil pertanian dengan menggunakan kipas berukuran lebih
besar akan memberikan kemampuan pengolahan yang lebih
besar akan tetapi tambahan biaya karena penggunaan kipas
ini mungkin tidak seimbang dengan nilai produk yang
dihasilkan.

101
Mesin otomatik dengan harga tinggi mungkin akan
menurunkan biaya produksi akibat pengurangan tenaga kerja.
Mutu produk dapat dihasilkan dengan peralatan sortasi yang
baru akan tetapi kenaikan biaya produksi mungkin lebih
besar dari pada kenaikan nilai produk pada struktur harga
yang berlaku. Contoh-contoh diatas melibatkan aspek-aspek
keteknikan dalam ekonomi yang sering diabaikan.
Dalam menilai kelayakan suatu kegiatan ekonomi yang
mula-mula diperlukan adalah kemampuan untuk memperkirakan
arus kas (cash flow) dari kegiatan ekonomi tersebut. Semakin
akurat perkiraan yang dilakukan maka semakin akurat pula hasil
analisis yang diperoleh. Perkiraan arus kas ini meliputi arus kas
berupa manfaat atau penerimaan (inflow) dan arus kas biaya atau
pengeluaran (outflow). Jadi, arus kas menjadi bagian terpenting
yang harus diperhatikan oleh Pihak manajemen, investor,
konsultan dan stakeholder lainnya untuk memperhitungkan
kelayakan berdasarkan kriteria kelayakan investasi yang ada.

102
Pada bagian berikut ini diuraikan menyangkut
komponen-komponen arus kas dari suatu investasi yang akan
dianalisis kelayakannya dengan ekonomi teknik.

6.1 Analisis Biaya Alat dan Mesin

Untuk membuat analisis biaya disarankan penentuannya


atas dasar unit produk. Sebagai contoh, berapa biaya
pembekuan per 100 kg daging yang diolah secara pembekuan
cepat, berapa biaya per kg bubuk susu yang dihasilkan
dengan spray-drier, dan berapa biaya per kwintal untuk
memindahkan sejumlah kedelai dengan elevator.
Dalam satu seri pengolahan tidak selalu disarankan
masing-masing unit peralatan berfungsi pada tingkat yang
paling ekonomis. Hal yang penting adalah akumulasi unjuk
kerja dari satu rangkaian peralatan pengolahan akan
menghasilkan produk yang diinginkan. Biaya pokok erat
kaitannya dengan aliran proses dalam suatu pabrik.

103
A. Macam Biaya

Total biaya terdiri atas biaya tetap dan biaya operasional


(tidak tetap)

1. Biaya Tetap (Fixed cost).


Biaya ini biasanya tidak berhubungan langsung dengan
pemakaian. Jadi, biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang
selama satu periode akan tetap jumlahnya. Biaya tetap sering
juga disebut biaya kepemilikan (ownership cost). Biaya ini
tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja
atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap.
Dengan demikian biaya tetap dapat didefinisikan
sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktifitas
suatu usaha ekonomi meningkat atau menurun (Gambar 27).
Namun demikian dapat dipahami bahwa biaya tetap tidak
akan berubah selama kegiatan ekonomi berlangsung di dalam
rentang kegiatan tertentu. Jika kegiatan ekonomi akan
dilakukan melebihi dari rentang kegiatan yang ada maka
akan berakibat terhadap peningkatan biaya tetap karena
perluasan tempat ataupun peralatan yang diperlukan.

104
Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara
lain biaya penyusutan, biaya bunga modal, asuransi, pajak,
dan biaya bangunan.

Rp9.00

Rp8.00

Rp7.00

Rp6.00
Biaya

Rp5.00

Rp4.00

Rp3.00
Biaya Tetap
Rp2.00

Rp1.00

Rp0.00
0
Volume2pekerjaan 4 6 8

Gambar 27. Garis Biaya Tetap

105
a. Biaya penyusutan

Biaya penyusutan adalah biaya bukan uang yang dibebankan


pada produksi. Salah satu dari empat metode penentuan biaya
penyusutan yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya dapat
digunakan dalam analisa biaya. Namun demikian metode
perhitungan biaya penyusutan yang paling umum digunakan
adalah metode garis lurus.

b. Bunga modal

Bunga modal menunjukkan biaya yang dibebankan atas


penggunaan suatu peralatan. Jadi bunga modal dapat
dianggap sebagai pengembalian minimum atas kepemilikan
suatu mesin atau peralatan. Ada tiga cara yang dapat
digunakan untuk menentukan bunga modal. Jika harga satu
unit peralatan Rp 1 000 000, umur ekonomis 10 tahun dan
tingkat bunga 10% per tahun maka ketiga cara penentuan
bunga modal dapat dijelaskan sebagai berikut:

i. Bunga atas nilai terkena penyusutan

106
Pada awal tahun, bunga modal dikenakan pada harga awal
peralatan. Pada awal tahun ketiga peralatan ini menurun
menjadi Rp 800 000 (penyusutan garis lurus) dan bunga
menjadi Rp 80 000. Selanjutnya pada tahun awal kedepan
nilai peralatan menjadi Rp 300 000 dan bunga modalnya Rp
30 000. Prosedur ini disarankan penerapannya pada peralatan
yang merupakan unit proses utama atau peralatan yang
terpisah dari unit peralatan lainnya dan dipertahankan
penggunaannya sepanjang umur peralatan tersebut, seperti
ketel uap, generator dan hammer – mill.

ii.Bunga atas setengah harga pembelian (dikenai usaha


dengan penyusutan garis lurus)

Prosedur ini menghasilkan bunga modal tahunan sebesar Rp


50 000 yang berasal dari (0.5 x 1000 000 x 0.10). Cara ini
adalah cara yang paling sering digunakan dan sangat praktis.
Penerapannya cocok untuk usaha yang tidak memerlukan
perhatian khusus untuk mempertahankan peralatan yang

107
digunakan sampai habis umur ekonominya. Juga berlaku
pada kondisi di mana semua unit peralatan tidak perlu
penggantian pada waktu yang sama. Cara ini sangat cocok
pula penerapannya pada usaha yang bersifat satu kesatuan
pengolahan dibandingkan usaha yang menggunakan mesin
secara individu.

iii.Bunga atas harga pembelian baru

Cara ini sering digunakan kecuali dalam hal umur ekonomi


atau umur harapan mesin/peralatan sulit dipastikan atau
adanya kemungkinan resiko kerusakan tinggi setiap situasi
dan saat peralatan tersebut akan digunakan.

c. Bangunan

Bangunan dapat dianggap sebagai unit yang terpisah


dan berbeda dari komponen unit-unit produksi dan dapat
pula dianggap sebagai satu kesatuan karena bangunan

108
bersifat proteksi langsung terhadap unit-unit produksi.
Apabila dianggap unit terpisah maka penentuan biaya
dilakukan sesuai dengan individu-individu mesin yang
dipecah secara khusus dengan menghitung biaya penyusutan
dan pemeliharaan tahunan pada bangunan tersebut.
Dalam hal bangunan dianggap sebagai satu kesatuan dengan
unit produksi maka bangunan dapat dipecah menurut
individu-individu mesin yang terletak di atas bangunan
tersebut.
Perhitungan dapat dilakukan atas dasar biaya tahunan,
menurut luas lantai atau volume ruangan yang ditempati
mesin atau atas dasar biaya per unit produksi.
Jika tata letak peralatan bersifat satu kesatuan yang terikat
dimana unit-unit peralatan ditempatkan dalam posisi yang
tersusun satu dengan yang lainnya dan berdekatan satu
dengan lainnya maka pendekatan yang lebih akurat adalah
atas dasar volume ruangan yang ditempati dengan
menentukan indeks atau bobot untuk setiap unit peralatan.
Penentuan biaya bangunan atas dasar luas dasar lantai

109
kurang tepat untuk tata letak tersusun seperti tersebut
diatas.
Untuk suatu mesin berukuran kecil tetapi harganya sangat
tinggi dan memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap
nilai produksi yang dihasilkan maka biaya bangunan lebih
sesuai bila ditentukan atau dibagi atas dasar nilai produk
relatif terhadap nilai tambah produk tersebut atau atas
dasar biaya tahunan periode tersebut. Misalkan, meja
sortir buah-buahan seharga Rp 600 000 memerlukan
lantai 12 m 2 sedangkan peralatan „pitting buah” yang
bekerja otomatik seharga Rp 850 000 hanya memerlukan
2 m 2 . Penentuan biaya bangunan untuk kontrol ini
mungkin lebih sesuai dengan cara menghargai bangunan
atas dasar harga awal dari pada atas dasar luas lantai.

d. Pajak dan asuransi

Biaya pajak didasarkan atas taksiran terhadap harga mesin/


peralatan yang bersangkutan dan ditentukan dengan

110
prosentase harga taksir. Asuransi didasarkan pada harga alat
yang berlaku pada saat itu dan hasilnya disesuaikan atau
skop nilai tertentu .

Total biaya tetap biasanya menggunakan satuan rupiah


per tahun.

2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)


Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi dan
jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya atau volume
pekerjaan. Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi
pada masa tertentu naik, maka jumlah biaya variabel juga
naik (Gambar 28). Perhitungan biaya variabel dilakukan
dalam satuan Rp/jam.
Contoh biaya yang termasuk biaya variabel dalam
pengoperasian berbagai peralatan dan mesin pertanian antara
lain biaya bahan bakar dan pelumas, biaya pemeliharaan dan

111
perbaikan dan upah operator. Biaya bahan bakar dan pelumas
akan dikeluarkan jika mesin dioperasikan.
Semakin lama dioperasikan maka semakin banyak bahan
bakar yang dikonsumsi dan semakin sering dilakukan
penggantian pelumas. Misalnya, selama mesin-mesin
penggilingan padi dipakai terdapat bagian-bagian yang aus
dan perlu diganti, seperti rubber roll.
Biaya perbaikan meliputi biaya penggantian barang yang
aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan khusus,
pengecatan, pembersihan, dan perbaikan karena faktor yang
tidak terduga.
Total biaya tidak tetap biasanya menggunakan satuan
rupiah per jam. Untuk komponen tertentu seperti steam yang
diproduksi oleh pabrik sendiri dan digunakan untuk lebih
dari unit operasi, harganya ditentukan atas dasar
pemakaian.

a. Tenaga Kerja

112
Tenaga kerja berupa operator biasanya dinyatakan atas
dasar per hari atau per jam. Upah seorang operator yang
melayani sejumlah mesin otomatik ditentukan atas dasar
waktu yang diberikan pada masing-masing mesin.

b. Pemeliharaan
Perawatan atau pemeliharaan antara lain meliputi :
 Pelumasan

100
Biaya tidak tetap (Rp)

80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Volume pekerjaan

Gambar 28. Garis biaya tidak tetap

113
 Penggantian karena aus dan lainnya
 Perbaikan akibat kerusakan tak terduga
 Upah tenaga kerja terampil untuk pekerjaan tertentu
seperti perbaikan khusus, pengujian adjustment alat
mesin.
 Pengecetan, pembersihan/pencucian

Biaya perbaikan, tenaga kerja manajemen pengecatan dan


pembersihan dapat ditentukan atas dasar tahunan. Pelumasan
dan pergantian biasa yang disebabkan langsung oleh
pemakaian dapat diestimasi atas dasar jumlah produksi.

Contoh Analisis Biaya Alat dan Mesin


Sebuah distributor susu ternak skala kecil akan
merubah produksi dari susu mentah menjadi susu
pasteurisasi. Carilah biaya pokok yang dikeluarkan untuk
menghasilkan susu pasteurisasi! Untuk tujuan ini perlu
peralatan sebagai berikut
- Peralatan pasteurisasi

114
- Pompa untuk menyalurkan susu, dalam ruang pasteurisasi
- Ketel uap untuk keperluan proses pasteurisasi
- Surface cooler untuk mendinginkan susu yang berasal
dari pasteurisasi.

Keperluan pasteurisasi :
- Volume maksimum 340 1/jam dengan volume rata-rata
265 1/termasuk 56 1 cream
- Waktu operasi 1 jam/hari.

Data alat pasteurisasi :


Spesifikasi : - Kapasitas maksimum 379 1
- Tipe silinder vertikal
- Pemanas (ketel) dengan asitator tipe
propeller
Harga (termasuk pemasangan) : Rp 4.000.000
Nilai akhir : 5% dari hari awal
Umur ekonomi : 8 tahun
Perawatan : 3% per tahun

115
Luas lantai : 1.8 x 2.4 m
Ketel uap : Tenaga 10 Hp
Motor listrik ¼ Hp
Data pompa :
Spesifikasi : Diameter 1 in, Tenaga ¼ Hp
Harga (termasuk pemasangan) : Rp 400 000
Nilai akhir : 5% dari harga awal
Umur ekonomi : 8 tahun
Perawatan : 3% per tahun
Lay out : ditempatkan di lantai peralatan
pasterurisasi
Data ketel uap
Harga ketel uap dan pemasangan Rp 3000.000
Harga pompa minyak tanah Rp 550 000
Harga panel kontrol otomatik Rp 450 000
Spesifikasi : Kapasitas 10 HP
Pompa air 1 HP
Pompa minyak ¼ HP
Umur 12 tahun

116
Nilai akhir 6% dari harga awal
Perawatan 2,5 % / tahun
Lantai 1,5 x2,0 m
Kegunaan untuk keperluan pencucian dan air panas
Data surface cooler :
Spesifikasi :
- Kapasitas pendinginan susu 850 1/jam
- Kapasitas air dingin 3 400 1 per jam
- Kapasitas persediaan air 2 000 1 per/jam
- Beban refrigerasi 50 000 BTU (0.17 ton per hari
atau 8 kw jam)
Harga (termasuk pemasangan) : Rp 2000 000
Nilai akhir : 2.5% dari harga awal
Umur ekonomi : 13 tahun
Perawatan : 2.5 % per tahun
Lantai : 1.5 x 2.4 m
Spesifikasi surfarce cooler diperlukan untuk mendinginkan
susu yang dipompakan dari pasteurisasi selama 50 menit.
Perhitungan Analisis Biaya Pokok

117
1. Pasteurisasi
Biaya tetap:
Penyusutan =
Rp 4 000 000  (5% x Rp 4 000 000)
8
= Rp 475 000/thn
Bunga modal = (1/2 Rp 4 000 000 – (5% x Rp 4000 000)
+(5% x Rp 4 000 000) 12% = 240 000/tahun
4.32 x Rp 250.000
Bangunan = = 27 000/th
40
Pajak dan asuransi = 0,5 [ ( Rp 4 000 000 - (5% x Rp 4 000
000) + ( 5% x Rp 4 000 000))+(5% x Rp 4 000 000)] 1.5% =
30 000/thn
Biaya tetap per tahun Rp 772.000
Biaya tetap per liter Rp 9.1

Biaya Operasional :
Listrik : ¼ kw x 1 jam x Rp 120 = Rp 30/jam
Tenaga kerja trampil : 1 jam x 10000 = Rp 10000/jam

118
3% x Rp 4 000 000
Perawatan : = Rp 480/jam
250
Biaya operasional per jam Rp 10510
Biaya operasional per 1 Rp 30,9

2. Pompa
Biaya tetap :
Penyusutan :
Rp 4 00 000 - (5% Rp 4 00 000)
= 47 500
8
Bunga modal : [1/2 ( 4000 000 – (5 % x 4 00 000) + 5 % x
4000000)] x 12% = Rp 24 000/th
Bangunan (tidak diperhitungkan) -
Pajak dan asuransi (tidak diperhitungkan) -

Biaya tetap per tahun Rp 71500


Biaya tetap per liter Rp 0,84

119
Biaya Operasional :
Listrik : ¼ Kw x 1 jam x Rp 120 = Rp 30/jam
Tenaga kerja (sudah termasuk dalam biaya operasi
pesteurisasi)
3% x Rp 4000 000
Perawatan : = Rp 48/jam
250
Biaya operasional per jam Rp 78
Biaya Operasional per liter Rp 0,23

3. Katel Uap
Biaya tetap
Rp 4 000 000 - (5% x Rp 4 000 000)
Penyusutan: =Rp 316 667
12
per tahun
Bunga modal : [1/2 ( Rp 4 000 000 – (5% x Rp 4000 000)) +
(5% x Rp 4000 000)] x 12 % = Rp 240 000/th
Bangunan : 3 x Rp 250000 = Rp 18750/th
Pajak dan asuransi :
[1/2 ( 4 000 000 – (5% x Rp 4 000 000)) +

120
( 5% x Rp 4 000 000) x 1.5% = Rp 30 000/th

Biaya tetap per tahun Rp 605417


Biaya tetap per liter
Rp 7.1

Biaya Operasional
Minyak tanah :6 l x Rp 400/l x 1 jam = Rp 2400/jam
Listrik (pompa air dan sumber api) = 1 ¼ Kw x 1 jam x
Rp 120 Rp 150/jam
Bahan bakar : 7.5 1 x 400 = Rp 3000/jam
Tenaga kerja (tidak perlu) = -
21/2% x Rp 400 0000
Perawatan = = Rp 400 / jam
250

Biaya operasional per jam Rp 5950


Biaya operasional per liter Rp 17.5

4. Pendingin (surface cooler)


Biaya tetap :

121
Rp 2 000 000 - (2.5% x Rp 2 000 000)
Penyusutan : =
13
Rp150 000/th

Bunga modal : [1/2 (Rp 2000 000 – (2.5% x Rp 2000 000 +


( 2.5% x Rp 2000 000)] x 12%= Rp 120 000/th

Bangunan ( 3.6. m 2) = Rp 22500/th

Pajak dan asuransi:


[1/2 [(Rp 2000 000 – (2.5% x Rp 2000 000)) +
(2.5% x Rp 2000 000)] x 1.5%

Biaya tetap per tahun Rp 307 500


Biaya tetap per liter Rp 3.6

Biaya Operasional
Air : 2 000 1 x Rp 4 = Rp 8 000/jam
Refrigerasi : 8 kw jam x Rp 120 = Rp 960/jam
Tenaga kerja (sudut termasuk dalam biaya operasi
pasteurisasi)

122
2% x Rp 2000 000
Perawatan : = Rp 160/jam
250

Biaya operasional per jam Rp 9120


Biaya operasional per liter Rp 27

Total biaya pasteurisasi susu :


Pasteurisasi Biaya tetap Rp 9.1/l
Biaya operasional Rp 30.9/l
Pompa Biaya tetap Rp 0.84/l
Biaya operasional Rp 0.23/l
Katel uap Biaya tetap Rp 7.1/l
Biaya operasional Rp 17.5/l
PendinginBiaya tetap Rp 3.6/l
Biaya Operasional Rp 27/l
Total Rp 96/l
Dengan demikian biaya pokok produksi susu pasteurisasi
adalah Rp 96 /l susu.

123
Dengan demikian, total biaya (Biaya pokok) peralatan
dan mesin yang digunakan untuk melaksanakan berbagai
operasi yang ada merupakan total penjumlahan dari biaya
tetap dan biaya tidak tetap (Gambar 29).

50
45
40
35
Biaya Total

30
25
20
p 15 Biaya Tetap
10
5
0
0 1 2 3 4
Volume Pekerjaan

Gambar 29. Total biaya alat dan mesin pertanian

124
6.2 Biaya Pokok

Dengan dapat ditentukannya biaya tetap dan biaya tidak tetap


dari suatu kegiatan ekonomi maka dapat ditentukan besarnya
biaya pokok sebagai total biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Besarnya biaya pokok biasanya menggunakan satuan rupiah
per jam atau rupiah unit produk.

125
VII. METODA DASAR ANALISIS EKONOMI

Semua studi ekonomi tentang penggunaan modal


dalam suatu proyek selalu memperhitungkan pengembalian
modal, walaupun tidak semua keputusan ekonomi
didasarkan pada kecepatan pengembalian (rate of return).
Telah diketahui bahwa pola investasi modal, arus
penerimaan dan arus biaya berbeda-beda dalam berbagai
macam proyek sehingga tidak ada suatu metoda yang ideal
untuk dapat dipakai dalam rangka analisis ekonomi berbagai
variasi di atas.
Variasi pola investasi, arus biaya dan arus penerimaan
dapat digambarkan dalam empat kondisi yang umum terjadi
yaitu :
1. Investasi modal berlangsung hanya satu kali dan
dilakukan pada awal tahun yang diikuti oleh arus biaya
dan penerimaan, yang secara periodik seragam.

126
2. Investasi modal berlangsung selama dua kali atau lebih
dan diikuti oleh arus penerimaan dan biaya yang secara
periodik seragam.
3. Investasi modal berlangsung hanya satu kali dan
dilakukan pada awal tahun yang disertai oleh arus biaya
dan penerimaan yang tidak seragam.
4. Investasi modal berlangsung selama dua kali atau lebih
yang disertai arus penerimaan dan biaya yang tidak
seragam.
Kondisi pertama bersifat sangat sederhana akan tetapi
dapat dijumpai pada usaha atau proyek yang terbatas. Tiga
kondisi lainnya lebih sering dijumpai. Semua kondisi di atas
merupakan kondisi yang dibentuk dari arus penerimaan dan
arus pengeluaran yang berlangsung dalam satu periode
jangka panjang.
Dalam pembahasan metode dasar analisis ekonomi,
aspek pajak pendapatan tidak ditentukan agar dapat
diperoleh suatu keputusan yang sama oleh karena adanya

127
variasi penentuan pajak pendapatan akan memungkinkan
timbulnya keputusan yang berbeda.
Dikenal ada enam metoda dasar untuk studi ekonomi
yaitu :
1. Annual worth (AW)
2. Present worth (PW)
3. Future worth (FW)
4. Internal Rate of Return (IRR)
5. External Rate Return (ERR)
6. Explicit Reinvestment Rate of Return (ERRR)
Tiga metoda yang pertama (AW, PW dan FW)
menggunakan prinsip mengubah atau mengatur semua arus
uang ke satu titik referens (biasanya tahun referens) atas
dasar bunga bank sehingga arus uang menjadi nilai yang
setara. Tingkat bunga bank yang digunakan untuk merubah
atau mengatur arus uang merupakan besarnya kecepatan
pengembalian minimum (minimum attractive rate of return
(MARR) yang diinginkan. Tiga metoda berikutnya
menggunakan prinsip mencari tingkat keuntungan atau

128
persentase pengembalian tahunan terhadap investasi dengan
membandingkan dengan MARR.
Penerapan metoda dasar studi ekonomi dapat
dilakukan pada proyek tunggal atau proyek ganda. Untuk
memudahkan mempelajari keenam metode dasar di atas
maka berikut ini diberikan contoh analisis pada proyek
tunggal.

7.1. Metoda Annual Worth (AW)

Istilah annual worth (AW) menunjukkan satu seri


biaya dan penerimaan yang seragam sepanjang tahun selama
satu periode tertentu. Kriteria kelayakan ekonomi untuk
metoda ini adalah penerimaan bersih tahunan (net annual
worth, net AW) lebih besar atau sama dengan nol dikatakan
layak dan jika lebih kecil nol dikatakan tidak layak.
Penerimaan bersih tahunan adalah penerimaan tahunan
dikurangi biaya tahunan.
Net AW > 0 (layak)
Net AW < 0 (tidak layak

129
Jika hanya komponen biaya yang dianalisis maka
kriteria sebagai biaya tahunan seragam (annual worth cost,
AWc) jadi :
AWC > 0 ( layak)
AWc< 0 (tidak layak)

Modal yang diinvestasikan dalam suatu proyek


diharapkan dapat kembali ditambah dengan keuntungan
yang berasal dari bunga atas modal investasi. Pengembalian
modal dan keuntungan minimum yang diharapkan ini dalam
konsep annual worth dimaksudkan sebagai biaya yang
disebut Capital Recovery Cost (CRC).
Capital recovery cost ditentukan dari
1. Biaya penyusutan
2. Bunga atas modal investasi (keuntungan minimum
yang diharapkan).

Soal. Misalkan suatu mesin atau suatu aset seharga Rp 10


juta umur 5 tahun dan nilai akhir Rp 3 juta dengan bunga
atas investasi sebesar 10%

130
Penyelesaian . Biaya penyusutan mesin (metode
penyusutan garis lurus) adalah

P  S Rp juta  Rp 2 juta
 = Rp 1 600 000/tahun
N 5 tahun

Biaya bunga modal dalam besaran yang seragam dan


setara dengan nilai sekarang (present worth) ditentukan
sebagai berikut :
Bunga atas
Nilai
investasi
Nilai investasi sekarang
Tahun awal tahun
awal tahun pada tingkat
pada bunga
bunga 10% *)
10%
1 10 000 000 1 000 000 909 100
2 8 400 000 840 000 694 176
3 6 800 000 680 000 510 884
4 5 200 000 520 000 355 160
5 3 600 000 360 000 223 524
Jumlah 2 692 844
*) Nilai sekarang dihitung dari (P/F, 10%, N)

131
Dari perhitungan biaya bunga modal di atas
selanjutnya dapat ditentukan modal tahunan yang setara dan
seragam. Nilainya adalah

Rp 2 692 844 (A/P, 10%, 5) = Rp 710 372 (dibulatkan Rp


710 000)

Jadi,
CR c = biaya penyusutan + bunga modal
= 1 600 000 + 710 000
= Rp 2 310 000
CRC dapat ditentukan pula dengan beberapa cara berikut ini
(1). CRC = P (A/P, i%, N) – S (A/F, i%, N) (36)

dimana
P = Investasi awal tahun (Rp)
S = Nilai akhir (Rp)
N = Umur proyek atau umur aset (tahun)

Dengan menggunakan contoh di atas maka


CRC = Rp 10 juta (A/P, 10% 5) - Rp 2 juta (A/F, 10%, 5)

132
= Rp 10 juta (0.2638) - Rp 2 juta (0.1638)
= Rp 2 310 400 dibulatkan Rp 2 310 000
(2). CRC = (P-S) (A/F, i% N) + P ( i%) ......... (37)
= Rp 2 310 000
(3). CRC = (P-S) (A/P, i%, N ) + F (i%) (38)
= Rp 2 310 000

P -S  N  1
(4). CRC =  (P  S   (i) + S (i) (39)
N  2N 
= Rp 2 280 000
(Rumus ini bersifat aproksimasi)

Soal 4.1.
Suatu dana Rp 10 juta yang diinvestasikan kedalam
suatu proyek usaha pelayanan jasa perontokan padi
menghasilkan penerimaan tahunan seragam sebesar Rp 5
310 000 selama periode 5 tahun dengan nilai akhir Rp 2 000
000. Biaya tahunan untuk operasi dan perawatan Rp 3 000
000. Pengelola berhasrat melaksanakan proyek ini bila
memberikan keuntungan minimum 10% atau lebih terhadap

133
modal investasi tanpa memperhitungkan pajak pendapatan.
Tentukan apakah investasi ini layak dengan menggunakan
metode AW.

Penyelesaian dengan metode AW

Penerimaan tahunan - Rp 5 310 000

Biaya operasi dan perawatan tahunan - Rp 3 000 000

CRC = Rp ( (10 juta –2 juta) x


(A/P, 10%, 5) + 2 juta (10%)) - Rp 2 310 000 -

Net AW Rp 0
Karena Net AW = 0 maka proyek yang diusulkan
layak pada tingkat penerimaan 10% atau MARR 10%

7.2. Metode Present Worth (PW)

Metoda Present Worth untuk studi ekonomi


didasarkan pada konsep kesetaraan dimana semua arus uang
(biaya dan penerimaan) disetarakan relatif terhadap tahun
dasar atau tahun awal yang disebut sebagai tahun sekarang.

134
Dalam perhitungan, semua arus dikenakan diskonto ke tahun
awal dengan tingkat bunga sebesar MARR. Kriteria
kelayakan untuk metode ini adalah Net Present Worth (arus
penerimaan dikurangi arus biaya yang telah disetarakan)
lebih besar atau sama dengan nol.
Jadi,
Net PW > 0 (layak)
Net PW < 0 (tidak layak)
Jika hanya arus biaya yang dianalisis maka kriterianya
dinyatakan sebagai Present Worth Cost (PW C), atau
PWC > 0 (layak)
PWC < 0 (tidak layak)

Contoh: Dengan menggunakan contoh soal 4.1 tunjukkan


apakah proyek tersebut layak jika dianalisis dengan metode
PW.

Penyelesaian dengan metode PW


Penerimaan tahunan :
Rp 5 310 000 (P/A,10%,5) = Rp 20 125 000

135
Nilai akhir
Rp 2 000 000 (P/F, 10%,5) = Rp 1 245 000
Rp 21 370 000

Investasi = - Rp 10 000 000

Biaya tahunan :
Rp 3 000 000 (P/A, 10%,5)= - Rp 11 370 000
- Rp 21 370 000
Net Pw Rp 0
Karena Net PW sama dengan nol maka proyek dinyatakan
layak .

7.3. Metoda Future Worth (FW)

Metoda ini kebalikan dari metode PW, dimana semua


arus uang (biaya dan penerimaan) disetarakan ke tahun
akhir proyek (tahun referens) dan semua arus uang
dikenakan bunga majemuk.

136
Jika Net FW lebih besar dari nol menunjukkan
kelayakan proyek dan Net FW kurang dari nol menunjukkan
tidak layak.

Soal. Gunakan metode FW untuk analisis kelayakan proyek


dari soal 4.1.

Penyelesaian :
Penerimaan tahunan :
Rp 5 310 000 (F/A, 10%,5) = Rp 32 420 000
Nilai akhir = Rp 2 000 000
Rp 34 420 000
Investasi :
Rp 10 juta (F/P,10%,5) = - Rp 16 105 000
Biaya tahunan :
Rp 3 juta (F/A, 10%,5) = -Rp 18 315 000
- Rp 34 420 000
__________________________________
Net FW Rp 0

137
Dengan metode FW, sekali lagi proyek memperlihatkan
layak secara ekonomi.

7.4. Metoda Internal Rate Return (IRR)

Metoda IRR adalah metode “rate of return” yang sangat


umum dan luas penggunaannya untuk analisis ekonomi.
Metode ini sering dinamakan metode investor, metode
diskonto arus uang atau disebut juga sebagai indeks
manfaat (profitability index).
Untuk proyek tunggal, IRR ditentukan dengan cara
mencari tingkat bunga dimana arus penerimaan sama dengan
arus biaya setara nilai sekarang. Secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut IRR adalah i% dimana :
N N

 R k ( P/F, i‟ %,k) =  DK ( P/F, i‟ %, K)


K 0 K 0
(40)

dimana : R K = Penerimaan tahun ke k


DK = biaya tahun ke K
N = Umur proyek

138
Cara lain adalah mencari IRR sebesar i‟% dimana arus
penerimaan dikurangi arus biaya setara nilai sekarang sama
dengan nol. Jadi IRR adalah i‟% dimana
N N

 R K (P/f, i‟%, K) -
K 0
 DK
K 0
DK ( P/F,i‟ %,K) = 0 (41)

Dengan metode coba-coba (trial and error) atau


interpolasi maka nilai i‟% dapat dicari. Contoh berikut ini
memperlihatkan penyelesaian tipikal dengan menggunakan
konvensi tanda + untuk arus penerimaan dan tanda – untuk
arus biaya.
Contoh: Dengan menggunakan contoh soal 4.1. tentukan
apakah proyek layak secara ekonomi dengan metode IRR.

Penyelesaian
Dengan menggunakan konsep penerimaan dikurangi biaya
(masing-masing setara nilai sekarang (PW)) sama dengan
nol maka akan diperoleh persamaan arus sebagai berikut
- Rp 10 juta + ( Rp 5 310 000 – Rp 3 000 000) x (P/A, i‟ %,
5) + Rp 2 juta (P/F, i‟%,5)) = 0

139
Jika i‟% tidak dapat segera diketahui besarannya, prosedur
yang ditempuh adalah mencoba suatu tingkat i‟ yang rendah
misalkan 5% dan selanjutnya tingkat i‟ yang tinggi misalkan
25%.

Untuk i‟ = 5% :
- Rp 10 juta + Rp 2 310 000 (4.3295) + Rp 2 juta (0.7835) =
1 568 000

Untuk i‟ = 25%
- Rp 10 juta + Rp 2 310 000 (2. 6839) + Rp 2 juta (0.3277) = -
Rp 3 132 000

Karena telah diperoleh nilai + dan – untuk kedua


perhitungan di atas maka interpolasi linier sudah dapat
dilakukan untuk menentukan nilai i‟.
25%  5% i %  5%
=
Rp 1568 000  (  Rp 3 132 000) Rp 1 568 000  Rp 0

atau

140
 1 568 000 
i‟% = 5% +   (25% - 5%)
1 568 0000  3 132 000 
= 11.7%

Nilai i% dapat pula diperoleh dari grafik seperti


diperlihatkan pada gambar 30.
Cara penyelesaian di atas disebut aproksimasi dan
hanya menggunakan proses coba-coba (trial and error) yang
disertai dengan interpolasi linier. Hasil yang diperoleh
secara interpolasi mengandung kesalahan oleh karena
hubungan yang sebenarnya antara tingkat bunga dan PW
bersih bersifat non linier. Kesalahan dapat di perkecil
dengan cara memperpendek selang antar tingkat bunga.
Nilai i‟ yang sebenarnya dari contoh ini adalah 10%
sebagaimana diperlihatkan di bawah ini.
-Rp 10 juta + ( Rp 5 310 000 – Rp 3 000 000) (P/A, 10%, 5)
+ Rp 2 juta (P/F, 10%,5) = 0
Metode IRR menggunakan asumsi tertentu dan tidak
terlihat yaitu bahwa semua dana (penerimaan bersih) yang

141
(-Rp 313 200,25%)

25%

20%

15%

I% = IRR
Titik impas

10%

5% (Rp 1568 00,5%)

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 -4
PW Bersih ( x Rp 1000)

Gambar 30. Interpolasi Linier untuk Mencari Nilai IRR


Perkiraan

142
diperoleh dapat diinvestasikan kembali pada tingkat bunga
yang besarnya sama dengan IRR.

Tabel di bawah ini memperlihatkan hubungan antara modal


investasi setiap tahun, penerimaan setiap akhir tahun dan
keuntungan hasil (profit) yang diinginkan atas modal
investasi.

Investasi Bunga (Profit) Penerima Pengeluara Arus tunai Investasi pada


tahun ke atas investasi an n bersih akhir tahun ke

Tahun (B) = (A) x (F) = (A) + (B)


(A) 10% (C) (D) (E) = (C) + (D) + (C)
1 - 10 000 000 - 1000 000 5310000 - 3000 000 2310 000 8690 000
2 - 8 690 000 - 869 000 5310000 - 3000 000 2310 000 7249 000
3 - 7249000 - 724 900 5310000 - 3000 000 2310 000 5663 900
4 - 5663900 - 566 390 5310000 - 3000 000 2310 000 3920 290
5 - 3920290 - 392 029 5310000 - 3000 000 2310 000 2000 000 *)

* Nilai ini menunjukkan nilai akhir


Dari tabel tersebut terlihat bahwa modal investasi akan
kembali bersamaan dengan keuntungan bersih 10% atas
modal investasi tersebut.

143
7.5. Metoda External Rate of Return (ERR)

Dibandingkan dengan metoda IRR maka metode ERR


memiliki kelebihan
1. Penyelesaian dapat dilakukan secara langsung tanpa coba -
coba
2. Multiple rate return tidak akan terjadi
Metoda ERR melibatkan asumsi bahwa semua dana dan
penerimaan bersih yang diperoleh diinvestasikan kembali
dengan harapan tingkat pengembaliannya sebesar MARR.
ERR untuk proyek tunggal diperoleh dengan cara
mencari tingkat bunga (i%) dimana investasi dan biaya yang
setara dengan nilai yang akan datang (future worth) sama
dengan penerimaan yang setara dengan nilai yang akan
datang pula. Secara matematis ERR dapat dinyatakan
sebagai i % dimana
N N
D K ( P/F, e%, K) (F/P, i%, N) =  R K (F/P, e%, N  K)
K 0 K 0
(42)

144
dimana : DK = Biaya tahun ke K
RK = Penerimaan tahu ke K
N = Umur proyek
e = external reinvesment rate

Contoh. Gunakan contoh soal 4.1.

Penyelesaian
Rp 10 000 (F/P, i%, 5) = (Rp 5 310 – Rp 3 000) (F/A, 10%,

5) + Rp 2000 Rp 10000 ( F/P, i% 5) = 2 310 ( 6.105) +

Rp 2 000

(F/P, i % 5) = 1.61

( 1+ i ) 5 = 1.6

5 1n ( 1+i) = ln 1,61

1n ( 1+ i) = 0.0952

i = 0.1

= 10 %

145
7.6. Metoda Explisit Reinvestment Rate of Return
(ERRR)

ERRR ditentukan dengan membagi profit bersih dengan


investasi awal dimana profit bersih dihitung dengan
menggunakan dasar beban penyusutan sinking fund. Beban
penyusutan sinking fund diperoleh dengan mengalikan
investasi terhadap faktor sinking fund (A/F, i%, N).
Tingkat bunga yang digunakan untuk faktor sinking fund
merupakan kecepatan pengembalian dana penyusutan yang
besarnya sama dengan MARR.
Jadi
R  0  (P  S)(A/F, e, N)
ERRR = (43)
P

Dimana : R = Penerimaan tahunan segaram


0 = Biaya tahunan seragam
P = Investasi
S = Nilai akhir
e = Reinvestment Rate
Contoh . Gunakan contoh soal 4.1.

146
Penyelesaian

Penerimaan tahunan Rp 5 310


Biaya tahunan -Rp 3 000
Penyusutan :
(Rp 10 000 - Rp 2 000) ( A/F, 10%, 5) = -Rp 1 310
Total - Rp 4 310

Laba bersih tahunan = Rp 5 310 – Rp 4 310


= Rp 1 000
Laba besar tah unan
ERR =
investasi
1 000
=
10 000
= 10%
Jadi proyek adalah layak dengan ERRR sama dengan
MARR.

147
VIII. ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF
RENCANA INVESTASI

Penerapan ekonomi teknik adalah diperlukan ketika


menetapkan pilihan alokasi sumberdaya yang terbatas di
antara berbagai alternatif teknis yang mungkin dilakukan,
dalam proses membuat keputusan investasi sejumlah
modal, serta mengevaluasi kesempatan finansial. Dengan
demikian analisis ekonomi teknik merupakan alat bantu
pengambilan keputusan atas sejumlah pilihan alternatif
teknologi, rancang bangun, dsb. dengan menggunakan sudut
pandang ekonomis (finansial). Perlu diingat bahwa
kebanyakan studi ekonomi teknik melibatkan komitmen
modal dalam periode waktu yang panjang, sehingga
pengaruh waktu menjadi begitu penting untuk
dipertimbangkan.
Adapun prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam
proses pengambilan keputusan dalam pemilihan investasi
adalah:

148
1. Gunakan suatu ukuran yang umum yakni menggunakan
nilai waktu dari uang dan dengan menyatakan segala
sesuatu dalam bentuk moneter
2. Perhitungkan hanya perbedaan
3. Evaluasi secara terpisah keputusan yang dapat dipisah
4. Ambil sudut pandang sistem
5. Gunakan perencanaan kedepan yang umum misalnya
dengan membandingkan alternatif yang ada dengan
bingkai waktu yang sama.
Berbagai hal pengambilan keputusan terkait investasi yang
dapat dilakukan dengan ekonomi teknik adalah sebagai
berikut:
1. Keputusan untuk mengurangi biaya (cost reduction
decisions), yaitu apakah akan melakukan pembelian
mesin baru untuk mengurangi biaya.
2. Keputusan pengembangan (expansion decisions), yaitu
akan melakukan penambahan fasilitas untuk
memperbesar kapasitas produksi dan penjualan.

149
3. Keputusan pemilihan peralatan (equipment selection
decisions), yaitu mesin yang mana di antara mesin yang
tersedia yang paling menguntungkan untuk dibeli?
4. Keputusan membeli atau menyewa (lease or buy
decisions), yaitu lebih menguntungkan yang mana antara
menyewa atau membeli peralatan yang diperlukan?
5. Keputusan penggantian peralatan (equipment
replacement decisions), yaitu apakah peralatan yang ada
perlu segera diganti atau belum?

Hal penting yang menentukan akurasi hasil analisis


pemilihan investasi adalah kemampuan dalam melakukan
identifikasi arus kas (Cash flow) terkait pendapatan dan
biaya yang timbul sepanjang umur investasi (cash inflow
dan cash outflow). Arus kas menjadi bagian terpenting
yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen, investor,
konsultan dan stakeholder lainnya untuk dapat
memperhitungkan kelayakan berdasarkan kriteria

150
kelayakan investasi yang ada. Karena itu, untuk
menentukan kriteria investasi, pada tahap awal perlu
melakukan penyusunan arus kas masuk dan keluar untuk
setiap periode selama umur proyek. Dari arus kas tersebut
nilai sekarang (present value) dapat dihitung untuk
digunakan dalam analisis kelayakan.

8.1. Minimum Required Rate of Return (MRRR)

MRRR adalah tingkat pengembalian modal minimum


yang diperlukan atau disyaratkan, di mana tingkat
kemampuan pengembalian modal atau rate of return (tingkat
suku bunga) tersebut akan dijadikan dasar atau indikator
keputusan manajemen sehubungan dengan pemilihan
alternatif-alternatif biaya (cost alternatives), manfaat
(benefit alternatives) atau kelayakan suatu investasi
(feasibility study). Jadi pada suatu proses pengambilan
keputusan untuk melakukan investasi, perlu ditetapkan
kebijakan berapa besarnya tingkat pengembalian modal
(Cost of Capital/ Rate of return) yang diinginkan dari suatu

151
usulan investasi. Tahapan ini juga dikenal sebagai Screening
decisions

Suatu metode yang dapat digunakan untuk memilih


MRRR adalah dengan menguji usulan yang tersedia untuk
investasi atau dengan mengidentifikasi tingkat maksimum
yang bisa didapat bila dananya tidak diinvestasikan di
dalamnya. Sebagai contoh, seseorang harus menghindari
memilih MRRR yang lebih rendah daripada tingkat suku
bunga yang dibayar oleh bank ke rekening simpanan,
tabungan atau deposito. Hal tersebut dikarenakan seseorang
selalu memiliki kesempatan berinvestasi pada tingkat bunga
bank tanpa harus melihat kesempatan investasi lainnya .
Karena alasan itu, alternatif “Tidak melakukan apapun (yang
menggambarkan keuntungan yang didapat bila semua usulan
yang dipertimbangkan ditolak)”, mengasumsikan bahwa
semua dana yang tersedia diinvestasikan pada MRRR yang
menjadi acuan.

152
Penentuan MRRR harus mempertimbangkan beberapa
hal. Jika sumber biaya investasi adalah dana pinjaman, maka
penentuan MRRR harus mempertimbangkan faktor biaya
modal (tingkat suku bunga pinjaman ditambah dengan
faktor-faktor resiko investasi). Karena return dari investasi
yang dilakukan minimal harus menutupi biaya modal yang
digunakan. Selain itu jumlah uang yang tersedia, dan sumber
biaya dari mana dana tersebut diadakan (equity atau debt
financing) perlu dipertimbangkan pula. Misalnya akan
membangun jaringan transport nasional dengan modal
investasi berupa pinjaman kredit dari sebuah Bank dengan
tingkat bunga 6%/tahun, maka investasi yang dilakukan
dikatakan layak jika memberikan return sama atau lebih dari
6%/tahun atau proyek investasi tersebut harus menghasilkan
Net Present Value (NPV) atau Net Equivalence Uniform
Annual Cash Flow (NEUAC) positif.

Lain halnya bila investasi yang dilakukan dengan


menggunakan modal sendiri, maka penentuan MRRR harus

153
mempertimbangkan biaya hilangnya kesempatan yang tidak
diambil karena kita memutuskan atau menjatuhkan pilihan
pada alternatif lain. Misalkan kita memutuskan untuk
investasi senilai Rp. 10 Milyar dengan modal sendiri, maka
investasi tersebut menghilangkan kesempatan kita untuk
memperoleh return pada alternatif investasi lainnya,
misalnya membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan
suku bunga 10% /tahun (= Rp. 1 Milyar/tahun).

Demikian pula halnya di mana suatu investasi akan


mengandung resiko, berapapun kecilnya resiko tersebut.
Besar kecilnya resiko akan sangat tergantung pada
kemampuan manajemen (investor) dalam memiliki atau
mencari informasi – informasi yang relevan dengan kegiatan
investasi yang dilakukan. Semakin sedikit informasi yang
dimiliki semakin besar resiko investasi yang harus
ditanggung, demikian pula sebaliknya.

154
Sementara suatu organisasi akan memiliki opportunity
dan resiko yang berbeda dalam melakukan kegiatan
investasi dengan organisasi lainnya. Demikian halnya
dengan jenis usaha yang dimasuki. Jenis usaha manufaktur
dimungkinkan memiliki tingkat MRRR yang berbeda
dengan usaha pertanian, perhotelan, dan lain-lain. Proyek
pemerintah akan memiliki MRRR yang berbeda dengan
jenis sektor industri yang sifatnya kompetitif.

Dalam banyak studi ekonomi teknik diasumsikan bahwa


jika dana yang tersedia tidak diinvestasikan ke proyek yang
dipertimbangkan, dana tersebut akan diinvestasikan ke
alternatif “Tidak melakukan apapun”. Pada alternatif ini
tidak berarti dana akan disimpan tanpa menghasilkan
keuntungan apapun, tetapi alternatif ini mempunyai arti
bahwa investor akan “tidak melakukan apapun” terhadap
proyek yang sedang dipertimbangkan dan bahwa dana yang
disediakan tapi tidak diinvestasikan tersebut selanjutnya

155
akan ditanamkan pada investasi yang menghasilkan IRR
yang sama dengan MRRR.
Kriteria keputusan yang dibicarakan dalam bagian yang
berikut bertujuan memaksimalkan keuntungan ekuivalen,
yaitu bahwa semua alternatif investasi harus menghasilkan
keuntungan yang melebihi tingkat pengembalian modal
minimum yang disyaratkan (MRRR).

8.2. Analisis Nilai Sekarang (NPV)

Net Present Value Analysis (Analisis Nilai Sekarang)


adalah metode studi ekonomi teknik yang didasarkan kepada
keekivalenan nilai dari seluruh cashflow (cash inflow
ataupun cash outflow) pada suatu titik waktu relatif yang
disebut waktu sekarang (present). Jadi, nilai Sekarang (PV,
Present Value) adalah nilai ekivalen pada waktu 0
(sekarang) dari serangkaian arus kas. Dalam metode ini satu
rupiah nilai uang sekarang lebih berharga dari satu rupiah
nilai uang dikemudian hari, karena uang tersebut dapat
diinvestasikan secara ditabung atau didepositokan dalam

156
jangka waktu tertentu dan akan mendapatkan tambahan
keuntungan dari bunga. Metode NPV biasa digunakan pada
analisis dari berbagai usulan alternatif biaya maupun studi
kelayakan investasi. NPV seringkali lebih dipilih daripada
metode lain untuk mengukur “nilai proyek” karena biasanya
relatif lebih mudah untuk digunakan, dan cukup bermanfaat
secara intuitif.

Untuk memperoleh NPV sebagai fungsi dari i%,


serangkaian aliran kas masuk (cash inflow) dan aliran kas
keluar (cash outflow), yang berada pada periode di depan
titik sekarang perlu didiskon (dikalikan faktor bunga) ke
masa sekarang dengan menggunakan suatu tingkat bunga
(MRRR=i%) selama periode penelaahan (n).

NPV(i%) = CF0 (1+i)0 + CF1 (1+i)-1 + CF2 (1+i) -2 + ..... CFt


(1+i) -t+...+ CFn (1+i) -n

NPV(i%) = C (44)

157
di mana:
i = tingkat bunga efektif (MRRR) per tahun (per periode
pemajemukan) dalam bentuk desimal
t = indeks periode pemajemukan (0 ≤ t ≤ n)
CFt = arus kas pada periode t
n = periode penelahaan

Kriteria pengambilan keputusan (decision making


criterion) yang digunakan pada analisis Present Worth
adalah sebagai berikut:

Kondisi Kriteria:

Seluruh alternatif memiliki Maximixe PV


1
biaya yang sama (benefits)
Seluruh alternatif memiliki
2 Minimize PV (costs)
benefit yang sama
Tidak satupun alternatif Maximize PV Benefit -
3 memiliki biaya maupun PVCost
manfaat yang sama (Net Present Value)

Suatu proyek dapat bermanfaat untuk dilaksanakan bila


NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol, apabila
NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis
sebesar social opportunity cost faktor produksi modal. Jika

158
NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan
senilai biaya yang dipergunakan oleh karena itu
pelaksanaannya harus ditolak. Sumber-sumber yang
seharusnya dialokasikan untuk proyek tersebut sebaiknya
digunakan pada penggunaan lain yang lebih
menguntungkan.

Contoh perhitungan NPV:

Suatu peluang usaha mempunyai aliran kas seperti pada


tabel di bawah ini.

Tabel 9. Aarus kas suatu investasi mesin pertanian

Biaya
Thn (n) Investasi Total Cost Benefit
Operasi
0 20,000,000 - 20,000,000 0
1 15,000,000 - 15,000,000 0
2 5,000,000 5,000,000 10,000,000
3 6,000,000 6,000,000 12,000,000
4 - 6,000,000 6,000,000 14,000,000

159
5 - 7,000,000 7,000,000 17,000,000
6 - 7,000,000 7,000,000 21,000,000
7 - 8,000,000 8,000,000 25,000,000
8 - 9,000,000 9,000,000 30,000,000
9 - 10,000,000 10,000,000 36,000,000
10 - 11,000,000 11,000,000 43,000,000

Dari data arus kas di atas maka NPV investasi tersebut pada
tingkat bunga modal yang digunakan yaitu MRRR sebesar
10% per tahun dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 43, sebagai berikut:

PV Benefit = 10,000,000 x
+ 12,000,000 x
+ 14,000,000 x
+ 17,000,000 x
.
.
+ 43,000,000 x

160
PV Benefit = 107,922,094

PV Cost = 20,000,000 x
+ 15,000,000 x
+ 5,000,000 x
+ 6,000,000 x
.
.
+ 11,000,000 x
PV Cost = 71,458,115

NPV = PV Benefit – PV Cost


= 107,922,094 - 71,458,115
NPV = 36,463,979

Karena perhitungan menghasilkan nilai NPV > 0 maka


dapat disimpulkan bahwa investasi tersebut layak untuk
dilaksanakan.

161
Semakin besar tingkat bunga modal yang digunakan
dalam perhitungan maka nilai NPV yang dihasilkan akan
semakin kecil (Gambar 31).

40,000,000
35,000,000
30,000,000
Nilai NPV (Rp)

25,000,000
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0
0 5 10 15 20 25
Tingkat Bunga (%)

Gambar 31. Nilai NPV menurut tingkat bunga

Tetapi nilai NPV suatu usulan investasi tidak dapat


dibadingkan secara langsung dengan nilai NPV usulan
investasi lainnya kecuali ukuran kedua atau lebih alternatif

162
investasi tersebut setara. Untuk kondisi seperti ini ada suatu
kriteria yang dapat digunakan yaitu Profitability Index yang
akan dibahas pada bagian berikut.

8.3. Internal Rate of Return (IRR)

Metode ini untuk membuat peringkat usulan investasi


dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi
yang dihitung dengan mencari tingkat discount factor yang
menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk (cash
flow) investasi yang diharapkan terhadap nilai sekarang
biaya investasi atau sama dengan tingkat discount factor
yang membuat NPV sama dengan nol. Jadi kriteria Internal
rate of return (IRR) adalah kriteria investasi yang
menunjukkan pada tingkat discount rate berapa investasi
tersebut mampu mengembalikan modal yang
dienvestasikan. Tingkat discount rate dimaksud adalah
yang menghasilkan nilai NPV investasi (persamaan 36)
sama dengan nol (NPV=0). Untuk itu dalam perhitungan

163
IRR terlebih dahulu harus dilakukan perhitungan NPV
untuk kemudian nilai IRR dihitung dengan persamaan 37.

IRR  i1 
NPV 1
i2  i1  (45)
( NPV 1  NPV 2 )

Di mana:
IRR = Internal Rate of Return (%)
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negatif
i 1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif
i 2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif

Dengan menggunakan contoh arus kas dari investasi


pada table di atas, pada i=23% (i 1 ) diperoleh nilai NPV
sebesar 1,496,204 yang menjadi nilai NPV 1 , sementara
pada i=24% (i 2 ) diperoleh nilai NPV sebesar -48,942 yang
menjadi nilai NPV 2 . Dengan demikian, menggunakan
persamaan (37) di atas dapat dihitung nilai IRR yaitu

164
sebesar 23,97% sebagai discount rate yang menghasilkan
NPV = 0.

Dalam proses pengambilan keputusan investasi dengan


menggunakan nilai IRR, suatu investasi dikatakan laya k
untuk dilaksanakan jika mempunyai nilai IRR yang lebih
besar dari nilai MRRR yang ditetapkan. Pada contoh di atas
nilai IRR rencana investasi 23,97% adalah lebih besar dari
nilai MRRR yakni 10% sehingga investasi tersebut layak
untuk dilaksanakan.

8.4. Hubungan antara NPV dan IRR

Sebagaimana diuraikan di atas, IRR menunjukkan tingkat


discount rate di mana nilai NPV arus kas suatu investasi
sama dengan nol (0). Dalam proses penerapan kriteria
investasi NPV dan IRR sebagai dasar penetapan kelayakan
suatu investasi, terdapat beberapa kondisi yang perlu
dipahami. Pertama, semakin tinggi nilai NPV suatu investasi

165
pada tingkat MRRR tertentu, akan diikuti pula dengan
semakin besarnya nilai IRR investasi tersebut. Kedua, suatu
investasi yang mempunyai NPV lebih tinggi tidak selalu
diikuti dengan nilai IRR yang juga lebih tinggi tinggi jika
dibandingkan dengan investasi lainnya. Ada kondisi di mana
pada tingkat MRRR yang sama, suatu usulan investasi
memiliki nilai NPV lebih tinggi dari usulan investasi lainnya
namun memiliki nilai IRR yang lebih rendah, seperti tampak
pada Gambar 32 yang menunjukkan di mana pada tingkat
discount rate (MRRR) kurang dari 6%, investasi 1 (Garis
biru) mempunyai nilai NPV yang lebih tinggi dari investasi
2 (Garis merah) tetapi tidak demikian dengan nilai IRR nya.
Tetapi pada tingkat discount rate lebih besar dari 6%
ternyata investasi 2 memberikan nilai NPV yang lebih besar.
Kondisi di atas sangat dipengaruhi oleh karakteristik arus
kas dari suatu investasi. Dari kondisi ini dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa nilai IRR yang tinggi tidak selalu
menunjukkan bahwa suatu investasi selalu lebih baik dari
yang lain. Dalam hal ini, nilai NPV pada tingkat MRRR

166
550,000.00

450,000.00
Nilai NPV (Rupiah)

350,000.00
Investasi 1
250,000.00

150,000.00

50,000.00 Investasi 2

(50,000.00) 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

(150,000.00)
Discount rate (%)

Gambar 32. Hubungan NPV dengan IRR

yang diberlakukan adalah kriteria yang lebih akurat dalam


menentukan pilihan di antara beberapa investasi yang
mutually exclusive. Pada kondisi di mana terdapat ketidak

167
cocokan antara nilai NPV dan IRR maka nilai NPV lebih
tepat digunakan sebagai ukuran kelayakan investasi dari
pada IRR dimana nilai NPV dipandang lebih realistis karena
nilai NPV di dasarkan pada tingkat discount rate yang
ditetapkan bagi suatu investasi (MRRR). Memang secara
praktis informasi nilai NPV tidak serta merta dapat
memberikan gambaran yang mudah dimengerti tentang
performance kegiatan investasi dibandingkan dengan
informasi yang dapat disimpulkan dari nilai IRR. Jadi,
menyebutkan nilai NPV suatu investasi tidak mudah dicerna
seperti menyebutkan nilai IRR nya yang dengan serta merta
dapat memberikan gambaran tingkat pengembalian modal
suatu investasi di badingkan misalnya dengan tingkat bunga
yang diperoleh jika modal yang ada diinvestasikan di Bank.

8.5. Profitability Index (PI)

Dalam penerapan criteria NPV untuk pemilihan


investasi, nilai NPV suatu usulan investasi tidak dapat
dibadingkan secara langsung dengan nilai NPV usulan

168
investasi lainnya kecuali ukuran dari dua atau lebih
alternatif investasi tersebut setara. Untuk kondisi seperti ini
terdapat suatu kriteria yang bisa digunakan yaitu
Profitability Index. Sebagai contoh investasi A dan B
mempunyai nilai NPV yang sama seperti pada table di
bawah ini.

Investasi
A B
Nilai investasi 80.000.000 5.000.000
Present Value dari arus kas 81.000.000 6.000.000
Net Present Value (NPV) 1.000.000 1.000.000

Kedua usulan investai tersebut tidak setara dari ukuran


besarnya investasi namun memberikan nilai NPV yang
setara. Dalam kondisi seperti ini maka pemilihan investasi
yang mana yang akan dilaksanakan adalah dengan
mempertimbangkan ketersediaan dana untuk melaksanakan
investasi. Sehingga, untuk kodisi di atas investasi B akan

169
dipilih karena lebih kecil membutuhkan dana investasi tetapi
menghasilkan NPV yang setara dari pada investasi A.
Kriteria yang lebih tepat membandingkan kedua usulan
investasi tersebut adalah dengan menggunakan ukuran
Profitability Index (PI), yang dihitung sebagai berikut.

PI = (46)

Untuk contoh di atas, PI investasi A = 1,01 sementara PI


investasi B = 1,20 sehingga investasi B yang dipilih karena
mempunyai nilai PI yang lebih besar dari pada investasi A.

Dalam perhitungan PI ada beberapa hal yang perlu


diperhatikan. Pertama, nilai investasi adalah pengeluaran
yang terjadi di awal periode investasi (t=0) yang nilainya
dikurangi nilai salvage value (nilai jual peralatan di akhir
masa investasi, atau periode ke-n). Kedua, nilai present

170
value of cash flow adalah nilai net cash flow yang terjadi
setelah investasi mulai berjalan.

Secara umum Kalau metode NPV dan PI dipakai untuk


menilai suatu usulan investasi, maka hasilnya akan selalu
konsisten. Dengan kata lain, kalau NPV mengatakan
diterima, maka PI juga mengatakan diterima. Demikian pula
sebaliknya. Sehingga untuk menghitung PI harus terlebih
dahulu menghitung NPV dan ada beberapa kasus lain,
dimana setelah perhitungan PI belum dapat mengambil
keputusan, sebelum dikembalikan ke metode NPV.

8.6. Gross Benefit Cost Ratio (GBCR)

Di samping NPV dan IRR kriteria lainnya yang dapat


digunakan untuk mengukur kelayakan investasi adalah
Gross Benefit Cost Ratio. Kriteria ini mengedepankan
perbandingan jumlah nilai sekarang dari arus benefit
terhadap jumlah nilai sekerang arus biaya (cost). Dengan

171
demikian Gross Benefit Cost Ratio, dapat dihitung
menggunakan persamaan (39).

n
Bt
 (1  i)
t 0
t
GBCR  n
(47)
Ct

t  0 (1  i )
t

Di mana:

GBCR = Gross Benefit Cost Ratio


Bt = Benefit untuk periode t
Ct = Biaya (Cost) untuk periode t
i = discount rate yang berlaku (%)
n = jumlah periode

Kriteria Gross Benefit Cost Ratio digunakan untuk


menunjukkan seberapa besar kemampuan investasi

172
memberikan keuntungan dibandingkan dengan biaya
investasi tersebut.

Dari contoh arus kas investasi seperti pada tabel di atas


maka, dengan menggunakan persamaan (38) dapatlah
diperoleh nilai GBCR sebesar 1.51. Dengan demikian,
karena BCR bernilai lebih besar dari 1 maka dapat dikatakan
investasi tersebut layak untuk dilaksanakan.

8.7. Net Benefit Cost Ratio

Di samping criteria Gross Benefit Cost Ratio terdapat


juga criteria investasi yang disebut sebagai Net Benefit Cost
Ratio. Kriteria ini di dasarkan pada perhitungan hasil
perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari arus benefit
dikurangi biaya (cost) yang bernilai positif, terhadap jumlah
nilai sekarang arus benefit dikurangi biaya (cost) yang
bernilai negative. Untuk menghitung net benefit cost ration
digunakan persamaan (40).

173
Bt  Ct
n

t  0 (1  i )
t
NBCR  n (48)
Ct  Bt
t  0 (1  i )
t

Di mana:
NBCR = Net Benefit Cost Ratio
Bt = Benefit untuk periode t
Ct = Biaya (Cost) untuk periode t
i = discount rate yang berlaku (%)
n = jumlah periode

Dari contoh arus kas investasi seperti pada tabel


sebelumnya di atas maka, dengan menggunakan persamaan
(40) dapatlah diperoleh nilai NBCR sebesar 2.08. Dengan
demikian, karena NBCR bernilai lebih besar dari 1 maka
dapat dikatakan investasi tersebut layak untuk dilaksanakan.

174
8.8. Payback Period (PBP)

Kriteria lainnya yang dapat digunakan untuk menilai


kelayakan suatu investasi adalah criteria Payback Period.
Kriteria ini mengedepankan ukuran kemampuan suatu
investasi mengembalikan modal investasinya dari segi
waktu. Dengan kata lain PBP menunjukkan berapa lamanya
waktu yang diperlukan sampai nilai modal suatu investasi
kembali.

Dalam kondisi suatu arus kas investasi yang sifatnya


seragam setiap tahunnya maka PBP dapat dihitung dengan
membagi nilai investasi terhadap arus kas tahunan investasi
tersebut (persamaan 41).

x 1 tahun (49)

175
Sebagai contoh, ketika suatu usulan proyek investasi
dengan dana Rp. 300 juta (initial investment) dan
ditargetkan penerimaan dana investasi setiap tahunnya Rp.
60 juta (cash flow) serta ada syarat periode pengembalian
investasi 4 tahun, maka Payback period investasi tersebut
adalah 300 juta dibagi 60 juta dikali satu tahun sama dengan
5 tahun. Ternyata payback period melebihi periode yang
disyaratkan (yaitu 4 tahun) maka usulan proyek investasi ini
ditolak.

Jika suatu investasi memiliki arus kas yang tdak sama


setiap tahunnya, maka PBP dapat dihitung dengan
persamaan (42).

(50)

Di mana:
n = tahun terakhir dimana cash flow masih belum bisa
menutupi initial investment

176
a = jumlah initial investment
b = jumlah cumulative cash flow pada tahun ke-n
c = jumlah cumulative cash flow pada tahun ke- n+1

Sebagai contoh, suatu investasi dengan modal awal


(initial investment) sebesar 500 juta dengan target
penerimaan dana investasi (cash flow) pertahunnya selama 4
tahun adalah seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 10. Cash Flow suatu investasi


Tahun n Cash Flow Cumulative cash flow
1 250,000,000 250,000,000
2 200,000,000 450,000,000
3 150,000,000 600,000,000
4 100,000,000 700,000,000

Dengan demikian PBP investasi tersebut:

177
adalah selama 2,33 tahun atau 2 tahun 4 bulan. Karena PBP
lebih kecil dari syarat yang ditetapkan maka berarti bahwa
investasi dimaksud layak untuk dilaksanakan.

Beberapa kelemahan dari metode Payback Period yaitu:


1. tidak memperhitungkan time value of money (nilai
waktu dari uang), dan
2. tidak mempedulikan cash flow yang diperoleh setelah
payback period, serta
3. sehingga tidak memperhatikan pula keuntungan yang
diperoleh pada masa setelah payback period

178
IX. ANALISIS TITIK IMPAS (Break Even Point)

Alat analisis lainnya yang dapat digunakan untuk menilai


kelayakan suatu usulan investasi adalah analisis titik impas
atau Break Even Point (BEP). Analisis titik impas (BEP)
dapat diartikan sebagai suatu analisis keadaan di mana suatu
investasi atau perusahaan di dalam operasinya tidak
memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.
Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau
kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila
investasi dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan
volume penjualan hanya cukup untuk menutup total biaya
(biaya tetap ditambah dengan biaya variabel. Apabila
penjualan hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan
sebagian biaya tetap, maka suatu investasi menderita
kerugian. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan,
bila penjualan melebihi total biaya yang harus dikeluarkan.
Di dalam analisis titik impas, hubungan antara volume
kegiatan, biaya tetap, biaya operasional dan pendapatan

179
dapat digambarkan seperti dalam diagram titik impas
(Gambar 33).

pendapatan S
Biaya dan Pendapatan

Keuntungan

V
Titik
Impas

Kerugian Biaya
Biaya
operasional
operasional

F’ F

Biaya Tetap

O’ 0

Gambar 33. Diagram Titik Impas

180
Analisis titik impas sangat berguna untuk memberikan
gambaran efek perubahan biaya tetap dan biaya operasional
terhadap tingkat keuntungan usaha. Pengetahuan tentang
efek perubahan biaya dapat digunakan dalam kebijaksanaan
operasional.
Keluaran dalam analisis titik impas dapat berupa
satuan produk, satuan uang atau persen kapasitas. Garis F‟F
menunjukkan biaya tetap produksi, garis F‟V‟ adalah total
biaya operasional terhadap produksi dan garis tersebut
menunjukkan pula besarnya biaya produksi.
Penerimaan total ditunjukkan oleh garis O‟S. Ttitik
perpotongan antara biaya produksi total (F‟V) dan
penerimaan total (O‟S) dimana penerimaan sama dengan
biaya disebut titik impas. Jika tingkat produksi lebih besar
daripada titik impas maka keuntungan akan diperoleh
sedangkan bila tingkat produksi lebih kecil kerugian akan
terjadi.

181
Dalam penentuan titik impas perlu diketahui terlebih dulu
hal-hal dibawah ini agar titik impas dapat ditentukan dengan
tepat, yaitu:
1. Tingkat laba yang ingin dicapai dalam suatu periode
2. Kapasitas produksi yang tersedia, atau yang mungkin
dapat ditingkatkan
3. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya
tetap maupun biaya variable.
Penggunaan analisis BEP memiliki beberapa tujuan yang
ingin dicapai, yaitu:
1. Mendesain spesifikasi produk
2 . M e n e n t u k a n h a r ga j u a l p e r s a t u a n
3. M e n e n t u k a n jumlah produksi atau
penjualan minimal agar tidak mengalami
kerugian
4. Memaksimalkan jumlah produksi
5. Merencanakan keuntungan yang diinginkan
Disamping memiliki tujuan dan mampu
memberikan manfaat yang cukup banyak bagi pemimpin

182
perusahaan, analisis BEP juga memiliki
beberapa kelemahan, yaitu :
1. Perlu asumsi, terutama mengenai hubungan antara
biaya dengan pendapatan

2. Bersifat statis, artinya analisis ini hanya digunakan


pada titik tertentu, bukan pada suatu periode tertentu
3. T i d a k digunakan untuk mengambil
keputusan akhir, analisis BEP hanya baik
digunakan jika ada penentuan kegiatan lanjutan yang
dapat dilakukan.
4. T i d a k m e n ye d i a k a n p e n g u j i a n a l i r a n k a s ya n g
baik, a r t i n ya jika aliran kas t e l a h ditentukan
melebihi aliran kas yang harus dikeluarkan, proyek dapat
diterima dan hal-hal lainnya dianggap sama.
5. K u r a n g m e m p e r h a t i k a n r e s i k o - r e s i k o y a n g
terjadi selama masa penjualan, misalnya
kenaikan harga bahan baku.

183
Beberapa asumsi yang diperlukan untuk dapat melakukan
analisis titik impas meliputi:

1. Biaya investasi harus dapat dibedakan atas biaya tetap


(Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost). Biaya
yang meragukan harus tetap dapat dimasukkan ke salah
satu dari jenis biaya ini.
2. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun
volume produksi atau volume kegiatan berubah.
3. Besarnya biaya variabel secara total akan berubah secara
proporsional dengan volume produksi/penjualan.
4. Harga jual per unit akan akan tetap sama, berapapun unit
produk yang dijual.
5. Perusahaan yang bersangkutan hanya
memproduksi/menjual 1 jenis produk. Jika memproduksi
lebih dari 1 produk maka perimbangan penghasilan antara
tiap-tiap produk adalah tetap.
6. Terdapat sinkronisasi antara volume produksi dan
penjualan, dalam arti barang yang diproduksi itu terjual
dalam periode yang bersangkutan.

184
Cara perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan
beberapa cara.

9.1. Cara coba-coba

Contoh: Sebuah investasi memproduksi suatu produk


dengan harga jual produk per unit = Rp 100.000,-. Investasi
tersebut memerlukan biaya tetap (BT) sebesar Rp
250.000.000,- dan untuk menghasilkan setiap unit produk
diperlukan biaya tidak tetap (BTT) sebesar Rp. 50.000.000,-
Investasi tersebut mempunyai kapasitas produksi maksimal
sebanyak 10.000 unit. Titik impas investasi tersebut dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut.

Tabel 11. Perhitungan Titik Impas Cara Coba-Coba


Pendapa BT BTT Total Keuntu
Jumlah
tan (juta (juta (juta Biaya ngan
Unit
Rp) Rp) Rp) (juta Rp) (juta Rp)
1000 100 250 50 300 200
2000 200 250 100 350 150

185
3000 300 250 150 400 100
4000 400 250 200 450 -50
5000 500 250 250 500 0
6000 600 250 300 550 50
7000 700 250 350 600 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan


secara coba-coba menghasilkan titik impas berada pada
posisi jumlah unit 5000 dengan besarnya pendapatan sama
dengan besarnya total biaya produksi yakni sebesar Rp
500.000.000 yang tidak menghasilkan keuntungan ataupun
kerugian bagi investasi tersebut.

9.2. Cara matematis

Analisis titik impas dapat pula dilakukan secara


matematis untuk mendapatkan tingkat volume produksi
dalam satuan unit produksi yang menghasilkan titik impas
investasi (persamaan 40) atau nilai volume penjualan dalam

186
satuan rupiah yang menghasilkan titik impas investasi
(persamaan 40).

BEP Unit =

(51)

Dari contoh di atas, maka BEP Unit investasi tersebut


adalah:

BEP Unit =

BEP Unit =

BEP Unit = 5000 Unit

BEP Penjualan =

(52)

187
BEP Penjualan =

BEP Penjualan =

BEP Penjualan = Rp 500.000.000,-

Hasil analisis titik impas sangat bermanfaat bagi investor


ataupun pihak manajemen untuk menetapkan strategi
investasi yang akan ditempuh dalam kondisi lingkungan
yang sangat besar kemungkinannya akan menpengaruhi
kegiatan investasi. Perubahan-perubahan dimaksud adalah
berbagai hal yang akan mempengaruhi terutama besarnya
biaya tetap, biaya tidak tetap. Meningkatnya biaya tetap
yang disebabkan oleh kebutuhan peningkatan volume
produksi misalnya, akan mempengaruhi perhitungan titik
impas baik dalam bentuk meningkatnya volume produksi
yang harus dihasilkan ataupun meningkatnya volume
penjualan yang diperlukan untuk menghasilkan keadaan titik
impas. Dalam kondisi ini, strategi yang dapat ditempuh di

188
antaranya adalah berusaha memenuhi volume produksi
minimal pada titik impas, menekan biaya tidak tetap ataupun
dengan jalan menaikan harga jual produk per unit. Demikian
pula halnya jika terjadi perubahan pada nilai biaya tidak
tetap yang juga akan mempengaruhi hasil perhitungan titik
impas.

9.3. Secara grafis

Analisis titik impas dapat juga dilakukan secara grafis


dengan menggambarkan garis-garis biaya dan pendapatan
dari suatu investasi. Adapun titik impas merupakan titik
perpotongan antara garis total biaya (Biaya Tetap ditambah
Biaya Tidak Tetap) dengan garis total pendapatan. Gambar
34 menunjukkan titik impas dari kasus investasi di atas.

9.4. Analisis Titik Impas untuk Pemilihan Dua


Alternatif
Analisis titik impas juga berguna bila diperlukan untuk
pengambilan keputusan antara beberapa alternatif yang ke-

189
900000000
800000000 Pendapatan
BT
Pendapatan/Biaya (Rp)

700000000
Total Biaya
600000000
500000000
400000000
300000000
200000000
100000000
0
0 2000 4000 6000 8000
Volume Produksi (Unit)

Gambar 34. Penyelesaian analisis titik impas secara grafis

pekaannya tinggi terhadap suatu variabel atau parameter dan


variabel tersebut sulit diestimasi. Beberapa contoh variabel
yang bersifat kritis dimana analisis titik impas dapat
diterapkan antara lain
1. Penerimaan. Diperlukan untuk menentukan titik impas
antara biaya dan penerimaan

190
2. Rate of return. Ditujukan untuk menentukan rate of return
(IRR atau ERRR) dari dua alternatif.
3. Nilai akhir. Ditujukan untuk menentukan nilai jual
kembali suatu mesin/peralatan.
4. Umur mesin/peralatan. Diperlukan untuk justifikasi umur
yang diperlukan suatu alternatif.
5. Jam operasi. Ditujukan untuk menentukan jam operasi
per tahun dari suatu alternatif atau untuk keperluan
justifikasi dua alternatif pada kondisi jam operasi yang
sama.

Contoh : Ada dua alternatif motor listrik masing-masing


bertenaga 100 Hp dengan spesifikasi seperti terlihat pada
tabel berikut.
Uraian Motor listrik Motor listrik
Alfa Beta
Harga beli I (Rp) 42 juta 45 juta
Efisiensi (%) 74 72
Umur ekonomi (th) 10 10

191
Perawatan (Rp/th) 420 000 300 000
Pajak dan asuransi 1.5% dari 1.5% dari
(Rp/ th) harga beli harga beli

Jika tingkat bunga 10% per tahun (1) berapa jam operasi
per tahun agar kedua motor memiliki biaya tahunan yang
sama, (2) motor yang mana secara ekonomis
menguntungkan jika motor beroperasi 300 jam per tahun.
Biaya listrik 120/kwh.

Penyelesaian :

Anggap J = jam operasi/tahun


9.1. Biaya tahunan motor Alfa (AC a ) :
D = Biaya penyusutan dan keuntungan minimum
atas investasi (= biaya pengembalian modal)
= (P-s) (A/P, i %, N) + S ( i%)
= Rp 42 juta (A/P, 10%, 10)
= Rp 42 juta (0.167)
= Rp 6 833 400

192
O = Biaya operasi motor listrik
(100 x 0.746 x J x Rp 120)
=
0.74
= Rp 12097 J
M = Biaya perawatan = Rp 420 000
T+i = Biaya pajak dan asuransi
= Rp 42 juta x 0.015
= Rp 630 000
Biaya tahunan motor Beta (AC b ) :
D = Rp 45 juta (A/P, 10%, 10) = Rp 7 321 500
100 x 0.746 x J x Rp 120
O=
0.92
= Rp 9730 J
M = 300 000
T+i = Rp 45 juta x 0.015
= Rp 675 000
Titik impas dari dua alternatif motor ditentukan dengan :
AC a = AC b

193
Rp (6 833 400 + 12 097 J + 420 000 + 630 000) = Rp (7 321
500 + 9730 J + 300 000 + 675 000)
7 883 400 + 12097 J = 8 296 500 + 9730 J
23 67 J = 413 1000
J = 175 jam
Ini berarti titik impas kedua motor ini pada tingkat jam
operasi 175 jam per tahun.
Gambar 34 memperlihatkan kurva total biaya tahunan
dari masing-masing motor sebagai fungsi jam operasi per
tahun.
Biaya tahunan konstan (perpotongan pada ordinat)
adalah Rp 7 833 400 untuk motor Alfa dan Rp 8 296 500
untuk motor Beta. Titik impas dalam konteks ini adalah
nilai dari variabel bebas dimana kurva biaya tahunan dari
kedua alternatif berpotongan pada tingkat jam operasi 175
jam/tahun. Motor yang secara ekonomis menguntungkan
bila dioperasikan pada 300 jam operasi/tahun adalah motor
Beta seperti terlihat pada Gambar 35.

194
20
Total Biaya Tahunan ( Rp 1

16

12
Juta)

0 Jam Operasi/Tahun
100 200 300 400 500 600
Gambar 35 Kurva penentuan Titik Impas Motor A dan B

9.5. Analisis Sensitivitas

Dengan tujuan untuk menyederhanakan masalah, kerapkali


digunakan asumsi bahwa kejadian-kejadian di masa depan
dapat diperkirakan dengan pasti. Namun sesungguhnya,
ramalan dan perkiraan tergantung pada tingkat

195
ketidakpastian yang dapat didefinisikan sebagai
kemungkinan bahwa jumlah yang sebenarnya akan
menyimpang dari jumlah yang diharapkan. Untuk mengatasi
ketidak-pastian tersebut terdapat banyak model yang dapat
digunakan, salah satunya adalah analisis kepekaan
(sensitivitas).
Analisis kepekaan adalah suatu teknik untuk menganalisis
suatu variable atau parameter terhadap suatu kesimpulan
atau keputusan semula. Dalam konteks analisis biaya-
volume-laba, sensitivitas akan menjawab pertanyaan
“Bagaimana pengaruh perubahan volume terhadap
pendapatan bersih. Kemampuan untuk mengenali pengaruh
perubahan ini sangat bergna bagi pihak manajemen dalam
mengantisipasi kondisi yang akan terjadi dikemudian hari
dari perljalanan investasi atau usaha.
Pada analisis titik impas, letak titik impas baik dalam satuan
unit maupun satuan moneter (rupiah) dapat berubah dengan
terjadinya perubahan-perubahan komponen biaya produksi.
Perubahan yang paling mungkin terjadi adalah pada

196
komponen biaya tidak tetap, misalnya perubahan harga
bahan baku, biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja dan lain-
lain.
Perubahan juga dapat terjadi pada komponen biaya tetap,
yakni ketika pengembangan produksi dilakukan sehingga
memerlukan penambahan alat atau mesin. Ataupun adanya
introduski metode baru dalam proses produksi sehingga
memerlukan peralatan atau mesin yang juga baru sesuai
kebutuhan proses.
Perubahan juga dapat terjadi pada komponen harga jual
produk yang akan memperngaruhi hasilperhitungan titik
impas. Sehingga analisis sensitivitas dilakukan apabila :
1. Terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau
manfaat.
2. Kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada
saat proyek/ penelitian dilaksanakan. Perubahan unsur
harga dalam suatu usaha penanganan hasil pertanian
misalnya perubahan harga karena kenaikan harga bahan

197
bakar, kenaikan upah, dan penurunan jumlah giling
tahunan.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa
persen peningkatan dan penurunan faktor-faktor tersebut
dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi
yaitu dari layak menjadi tidak layak. Dengan demikian
analisis sensitivitas dapat dipandang sebagai upaya simulasi
untuk mempelajari perilaku sistem investasi atau sistem
usaha terhadap perubahan komponen-komponen yang ada di
dalam sistem investasi yang berjalan.

S S S
V V V1
BE E
BE V
F’’ BE
F’ F F1
F’ F F’
F
O’ O O’ O’ O
50 O
41 29 x
% % %
a. Sebelum b. Biaya Operasional c. Biaya Tetap Turun
Perubahan Turun 10% Rp 20 000

Gambar 36. Efek Perubahan Biaya Tetap dan Biaya


Operasional terhadap Perubahan Titik Impas.

198
(Kapasitas Penjualan Maksimum (100%)
adalah Rp 300 000 per tahun)

Gambar 36a menunjukkan diagram titik impas untuk


kapasitas penjualan Rp 300 000 per tahun.. Titik impas
terjadi pada kapasitas penjualan 50%, ini berarti bahwa
pada volume penjualan yang lebih besar Rp 150 000, usaha
akan memperoleh keuntungan.
Diagram pada Gambar 36b dibuat untuk tujuan
analisis terhadap efek yang akan terjadi bila biaya
operasional dikurangi 10% sedangkan faktor-faktor lain
dipertahankan tetap. Pada tingkat kapasitas penjualan 100%,
keuntungan mengalami peningkatan Rp 20.000. Efek
yang sangat jelas terjadi adalah perubahan titik impas
menjadi 41% dari volume penjualan. Ini menunjukkan
bahwa perusahaan tidak hanya menghasilkan keuntungan
yang lebih besar jika pabrik dioperasikan pada kapasitas
yang tinggi, tetapi hal yang lebih penting adalah keuntungan
mulai diperoleh jika operasi berlangsung pada tingkat
kapasitas lebih besar 41%.

199
Gambar 36c menunjukkan diagram yang dibuat untuk
mengetahui apakah titik impas akan berubah jika terjadi
penurunan biaya tetap Rp 20 000. Garis penuh dalam
gambar tersebut memberikan gambaran bahwa penurunan
biaya tetap
Rp 20 000 akan menurunkan titik impas dari 50 % menjadi
sekitar 29% dari kapasitas penjualan. Ini menunjukkan
pentingnya mengontrol biaya tetap sekalipun pada
prakteknya lebih mudah mengatur efek perubahan biaya
operasional dari pada biaya tetap.
Garis terputus-putus pada Gambar 36c menggambarkan
situasi penghematan biaya tetap yang memberikan hasil
yang sama dengan besarnya perubahan biaya operasional.
Garis XE adalah garis yang ditarik secara vertikal dari suatu
titik yang sesuai dengan kapasitas penjualan 41% sampai
berpotongan dengan garis pendapatan O‟S pada titik E.
Melalui titik E ditarik garis F”V, yang sejajar dengan garis
F‟V dan selanjutnya garis F”F, yang berbentuk adalah biaya
tetap yang memberikan titik impas yang diperlukan, yaitu

200
pada tingkat biaya penjualan 41%. Biaya tetap yang
ditentukan dengan ordinat O‟F” besarnya adalah Rp 42
000. ini berarti bahwa dengan penurunan biaya tetap
sebesar Rp 8 000 akan menurunkan titik impas yang
besarnya sama dengan penurunan biaya operasional Rp 20
000 jelaslah , efek biaya tetap terhadap titik impas sangat
jelas penurunanya. Uraian di atas adalah contoh perubahan
persentase yang berlaku pada kondisi ini dan mungkin juga
akan menunjukkan perubahan yang seragam untuk kasus
lain.

201
DAFTAR PUSTAKA

De Garmo, E.P. 1993. Engineering Economy. 9 thEdition


Pearson Higher Education. USA.

Gittinger, J.R. 1986. Economic Analysis of Agriculture.


Slamet Sutono dan Komet Mangiri (penerjemah). Analisa
Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. VI-Press, Jakarta.

Park, Chan. S. Fundamentals of Engineering Economics.


2004. Pearson Education, Inc. New Jersey. USA.

Rosenthal, S.A. 1964. Engineering Economics and Practice.


The Macmillan Co, New York.

Sharma, R.K. Fundamental of Engineering Economics.


2011. Cognella, University Readers. USA.

202

Anda mungkin juga menyukai