Anda di halaman 1dari 160

ISBN : 979 3649 07 0

EKONOMI
MANAJERIAL
Dr. Agung Nusantara, SE,M.Si
Dr. Agus Budi Santosa, M.Si
Dr. Sri Nawatmi, SE, M.Si

BADAN PENERBITAN UNIVERSITAS STIKUBANK


Bahan-bahan yang dihimpun dalam buku ini disusun untuk materi
kuliah Ekonomi Manajerial pada Program Studi S1-Manajemen. Fokus materi
ajar Ekonomi Manajerial ini adalah pemanfaatan ekonomi mikro dalam
pengambilan keputusan manajerial. Perkembangan teori maupun perkembangan
metodologi dalam riset ekonomi maupun bisnis, tak pelak lagi akan memiliki
sumbangan besar dalam perkembangan materi ajar Ekonomi Manajerial. Oleh
sebab itu dalam buku ini telah ditambahkan, sekalipun secara sangat singkat,
beberapa hasil penelitian yang terkait dengan topik yang sedang dibahas.
Misalnya: bagaimana kajian empiris tentang agency theory, kajian empiris
tentang elastisitas, dan yang lainnya.
Namun demikian, penulis masih sangat menganjurkan, para pembaca,
khususnya mahasiswa ekonomi manajerial untuk lebih banyak membaca dan
mendiskusikan buku ajau ini. Disamping itu untuk memperkaya kajian empiris
dalam pengambilan keputusan, perlu juga pembaca menggali lebih mendalam
beberapa laporan riset dalam bidang ekonomi mikro, secara spesifik yang terkait
dengan pengambilan keputusan.
Ucapan terima kasih kami ucapkan pada Badan Penerbit Universitas
Stikubank yang telah menerbitkan buku ajar ini. Mudah-mudahan buku ini
mampu memberi manfaat bagi pembacanya.

Semarang, Maret 2017


Penulis
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Bab 1: Pendahuluan
1.1. Peran Ekonomi Manajerial dalam Pemecahan Masalah 2
1.2. Tujuan Perusahaan: Maksimasi Keuntungan 4
Pertanyaay Diskusi 10
Bab 2: Penentuan Harga Pada Pasar Persaingan
2.1. Demand 11
2.2. Supply 18
2.3.Market Equilibrium 22
2.4. Perubahan dalam Market Equilibrium 23
2.5. Ceiling Price dan Floor Price 24
Pertanaan Diskusi 26
Bab 3: Elastisitas
3.1. Koefisien Elastisitas Permintaan 28
3.2. Elastisitas dan Total Revenue 29
3.3. Faktor Yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan 30
3.4. Perhitungan Elastisitas Permintaan 31
3.5. Income Elasticity dan Cross-Price Elasticity 35
Pertanyaan Diskusi 36
Bab 4: Teori Perilaku Konsumen
4.1. Consumer Preferences dan Utility 37
4.2. Consumer’s Budget Constraint 39
4.3. Maksimasi Utility 40
4.4. Kurva Demand Individual dan Market Demand 41
4.5. Substitution Effect dan Income Effect 43
4.6. Informasi Tidak Sempurna 44
Pertanyaan Diskusi 47

iii
Bab 5: Analisis Empiris Perilaku Konsumen
5.1. Estimasi Permintaan 48
5.2. Spesifikasi Empiris Demand Function 49
5.3. Estimasi Permintaan: Market Determined Prices 51
5.4. Estimasi Permintaan: Manager Determined Prices 52
Pertanyaan Diskusi 53
Bab 6: Peramalan
6.1. Qualitative Forecasting Techniques 56
6.2. Statistical Forecasting: Time Series Model 57
6.3. Seasonal (Cyclical) Variation 59
6.4. Econometric Model 62
Pertanyaan Diskusi 64
Bab 7: Teori Produksi dan Biaya Jangka Pendek
7.1. Konsep Dasar 65
7.2. Produksi dalam Jangka Pendek 66
7.3. Economic Cost 69
7.4. Biaya dalam Jangka Pendek 71
7.5.Hubungan Produksi dan Biaya dalam Jangka Pendek 73
Pertanyaan Diskusi 74
Bab 8: Teori Produksi dan Biaya Jangka Panjang
8.1. Isoquant 76
8.2. Isocost 77
8.3. Kombinasi Input Optimal 78
8.4. Return to Scale 80
8.5. Derivation of a Long-Run Cost Schedule 81
Pertanyaan Diskusi 83
Bab 9: Analisis Empiris Produksi dan Biaya
9.1. Model Produksi: Cobb-Douglass Model 84
9.2. Beberapa Persoalan Menyangkut Pengukuran 86
9.3. Estimasi Fungsi Biaya Jangka Pendek 88
Pertanyaan Diskusi 92

iv
Bab 10: Pengambilan Keputusan Manajerial Pada Persaingan
Sempurna
10.1. Karakteristik Persaingan Sempurna 94
10.2. Maksimasi Profit dalam Jangka Pendek 95
10.3. Tutup Usaha 96
10.4. Maksimasi Profit dalam Jangka Panjang 102
10.5. Long-Run Supply Industri pada Persaingan Sempurna 103
Pertanyaan Diskusi 106
Bab 11: Keputusan Manajerial dan Market Power
11.1. Pengukuran Market Power 108
11.2. Faktor Penentu Market Power 109
11.3. Maksimasi Profit pada Monopoli 110
11.4. Monopolistic Competition 114
Pertanyaan Diskusi 115
Bab 12; Oligopoli
12.1. Karakteristik Oligopoli 116
12.2. Kurva Permintaan Oligopolis 117
Pertanyaan Diskusi 119
Bab 13 : Pengambilan Keputusan Dalam Ketidakpastian dan Resiko
13.1. Perbedaan Resiko dan Ketidakpastian 121
13.2. Pengukuran Resiko dengan Probabilitas 122
13.3. Keputusan Mengandung Resiko 124
13.4. Expected Utility127 127
13.5. Menentukan Tingkat Optimal Dari Aktivitas Berisiko 132
13.6. Maksimalisasi Profit Di Bawah Resiko 133
13.7. Maksimalisasi Laba Dengan Resiko Kasus Duopoli 135
13.8. Pengambilan Keputusan Dalam Ketidakpastian 138
Kepustakaan 143
Glossary 144
Indeks 151

v
Standart Kompetensi :
1. Mengidentifikasikan permasalahan dalam pengambilan keputusan
manajerial
2. Mengenal mekanisme pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan
Kompetensi Dasar :
1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
manajerial
2. Menggambarkan pengambilan keputusan manajerial dalam suatu
perusahaan
3. Menganalisis pengambilan kepurusan manajerial

Fokus utama Ekonomi Manajerial adalah menerapkan teori ekonomi


mikro pada persoalan-persoalan bisnis. Teori Ekonomi Mikro merupakan suatu
studi dan analisis tentang perilaku individual, sebagai bagian dari pelaku
ekonomi, seperti: konsumen individual, pekerja dan pemiliki faktor produksi,
perusahaan, industri, dan pasar untuk barang maupun jasa tertentu. Teori
ekonomi mikro memiliki perhatian terhadap perilaku konsumen dalam
menentukan pilihannya terhadap barang maupun jasa yang akan dibelinya, dan
tentang perusahaan yang mengambil keputusan untuk menyewa faktor produksi,
menentukan harga, produksi, melakukan advertensi, mengambil keputusan
tentang investasi, serta research and development.
Kehadiran Ekonomi Global menghadapkan para manajer pada peluang
dan pilihan yang jauh lebih banyak daripada periode sebelumnya. Pilihan tidak
lagi hanya terbatas pada pertanyaan tentang tempat mereka harus menjual sebuah
produk. Tetapi mereka juga dihadapkan pada pertanyaan tentang kombinasi input
dan teknologi yang digunakannya. Hal tersebut bukan lagi sekedar melakukan
substitusi antara modal yang yang langka dengan tenaga kerja murah di dalam
negeri, akan tetapi mereka harus juga meninjau kemampuan tenaga kerja

1
domestik dalam penguasaan teknologi dan jenis teknologi yang akan diterapkan
pada sistem produksi yang dipakai.
Karena para manajer selalu dihadapkan pada situasi yang memaksa
mereka untuk melakukan pilihan diantara berbagai alternatif kebijakan atau
strategi, maka perangkat analisis dalam ekonomi manajerial sangat dibutuhkan.
Hal ini tentunya tidak dapat diartikan bahwa seorang manajer harus menjadi
seorang ahli ekonomi manajerial, akan tetapi manajer harus memiliki
pemahaman yang baik tentang cara menganalisis situasi, cara menentukan
pilihan dengan menggunakan teori ekonomi. Oleh sebab itu ekonomi manajerial
memusatkan perhatiannya pada persoalan utama berikut ini:
1. mengidentifikasi permasalahan dan peluang
2. menganalisis berbagai alternatif yang mungkin akan ditempuh
3. menentukan pilihan yang mampu memberikan hasil optimal.

1.1. Peran Ekonomi Manajerial dalam Pemecahan Masalah


Misalnya, kita dihadapkan pada kasus penentuan harga pada suatu
perusahaan yang memiliki jumlah output relatif tetap. Pertanyaan yang mucul
adalah “ apakah sales revenue akan mengalami penurunan atau peningkatan
sebagai akibat dari perubahan harga yang dibuat?”. Dalam konteks ekonomi
manajerial, jawaban pertanyaan tersebut mengarah pada konsep elasticity of
demand, yaitu sensitifitas perubahan permintaan karena adanya perubahan harga.
Ekonomi manajerial tidak melihat permasalahan hanya dari sudut
harga, namun juga meliputi aspek produksi, penggunaan input, biaya,
keuntungan, dan juga keputusan investasi. Perangkat analisis yang ditawarkan
dalam ekonomi manajerial ini digunakan untuk menganalisis permasalahan
perusahaan yang muncul dan kemudian dapat dikomunikasikan dengan rekan
kerja sehingga memiliki kesamaan persepsi terhadap permasalahan yang muncul.
Output yang diharapkan oleh pihak R&D dan pihak manajemen dalam
suatu perusahaan haruslah merupakan keputusan terbaik yang mengoptimalkan
kondisi yang ada di perusahaan, hal inilah yang disebut dengan optimizing
decisions. Bagaimana ekonomi manajerial menghubungkan proses pembentukan
keputusan tersebut, dapat dilihat pada skema 1.1.

2
Pembacaan Gambar 1.1 dimulai dari kiri atas dan berputar searah
dengan jarum jam. Ekonomi manajerial merupakan salah satu dari tiga teknik
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada pada
posisi functional area dalam dunia bisnis: accounting, finance, marketing, and
management. Ketiga elemen dalam basic analytical area ini mnemiliki perangkat
atau teknik tertentu, yang biasanya menggunakan unsur aljabar, aljabar linier,
kalkulus, dan lain-lain. Secara bersama-sama wilayah basic analytic akan
memberikan informasi tentang teknik pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berada pada posisi business functional area,
dan pada akhirnya ke manajer.
Namun demikian, Gambar 1.1 tersebut juga dapat ditafsirkan pada arah
sebaliknya, yaitu pihak chief executive memiliki alternatif pemecahan masalah
yang kemudian disampaikan ke business functional dan ke basic analytical area
untuk dicarikan alternatif terbaik yang mungkin bisa diciptakan.
Gambar 1.1:
Hubungan Antara Ekonomi Manajerial dan Pengambilan Keputusan

Business
Functional Area
Basic Analytical Area
Accounting

Matematika-Statistika
Finance
Ekonomi Manajerial Decision Ttechniques

Decision Sciences Marketing

Management

Decision Alternatives
Chief Executive Officer
Chief Operating Officer Board of Directors
Chief Financial Officer

Board of Directors

Sumber: Truett and Truett, 2001: 5

3
1.2. Tujuan Perusahaan: Maksimisasi Keuntungan
Pada teori ekonomi tentang perusahaan (theory of the firm), kegiatan
usaha akan berhadapan dengan pengambilan keputusan tentang harga, tenaga
kerja, output, dan keputusan investasi yang diarahkan untuk mencapai
keuntungan maksimum. Dalam konteks yang lebih sederhana, pemilik
perusahaan, berusaha untuk meningkatkan personal wealth, dengan cara
mencapai keuntungan setinggi-tingginya. Sehingga, apabila pemiliki menyewa
orang-orang untuk menjalankan aktifitas usahanya, berarti pemiliki menaruh
harapan terhadap orang tersebut untuk mengambil keputusan yang mengarah ke
keuntungan maksimum. Persoalan akan muncul apabila pemilik tidak memiliki
kemampuan untuk memonitor para manajer yang disewanya, yang sangat
mungkin memiliki tujuan yang berbeda. Namun demikian, realitas yang kita
hadapi bukan hanya usaha yang profit oriented, namun juga non-profit oriented.
Oleh sebab itu, pada bagian ini akan diuraikan beberapa terminologi penting
dalam ilmu ekonomi, sehingga tercapai pemahaman yang tepat tentang arti
maksimasi profit.

Economic Profit vs Accounting Profit


Economic Profit didefinisikan sebagai selisih antara total revenue
dengan total economic cost, yang telah termasuk di dalamnya implicit cost
maupun explicit cost. Total economic cost merupakan total opportunity cost dari
semua sumber daya yang digunakan oleh perusahaan, yang nilainya sama dengan
nilai uang tertentu yang diterima oleh perusahaan jika sumber daya tersebut
disewakan atau dijual kembali.
Para ekonom seringkali menggunakan acuan opportunity cost pemilikan
sumber daya dengan istilah normal profit, yang merupakan istilah lain untuk
implicit cost. Sehingga economic profit dapat dirumuskan sebagai berikut:

Economic Profit = Total Revenue – Total Cost Economic


= Total Revenue – Explicit Cost – Normal Profit

4
Accounting Profit memiliki pengertian yang berbeda dengan economic profit.
Accounting profit hanya melibatkan explicit cost, sehingga:

Accounting Profit = Total Revenue – Explicit Cost


= Economic Profit + Normal Profit

Ilustrasi berikut ini dapat dijadikan penjelas beda antara dua konsep profit
tersebut: misalnya, pada tahun 2000 pemilik perusahaan Sealouman yang
bergerak dibidang rekayasa memperoleh pendapatan Rp. 1 milyar, untuk belanja
pegawai dan peralatan menghabiskan Rp. 850 juta, maka Accounting Profit akan
sebesar Rp. 150 juta. Jika pemilik perusahaan tersebut mengambil alternatif lain,
yaitu bekerja pada perusahaan sejenis yang lebih besar dan dia akan mendapat
gaji sebesar Rp. 250 juta, maka muncullah Economic Profit, sebesar: Rp. 1
milyar – Rp. 850 juta – Rp. 250 juta = - Rp. 100 juta. Dengan kata lain, pemilik
perusahaan Sealouman, dengan keputusannya untuk mendirikan perusahaan
sendiri, akan mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp. 100 juta.

Maksimasi Nilai Perusahaan


Nilai perusahaan (value of firm) adalah harga jual perusahaan yang
setara dengan present value dari keuntungan masa yang akan datang.
Formulasinya adalah sebagai berikut (lebih mendalam lihat LAMPIRAN ):

1 2 T T t
Value of a Firm = ---------- + ---------- + … + ------------ =  -------------
(1+r1) (1+r2)² (1+rT)T t=1 (1+rt)t

Keterangan:  = keuntungan ekonomis yang diharapkan terjadi pada periode t; rt resiko yang
nilainya disesuaikan dengan discount rate pada periode t, dan T adalah periode
operasional perusahaan.

Apabila keuntungan masa yang akan datang tidak diketahui dengan pasti, maka
nilai perusahaan dihitung berdasarkan keuntungan ekspektasi yang akan
diterima. Semakin besar ketidak pastian yang terjadi maka makin kecil
kemungkinan terjualnya perusahaan tersebut. Resiko yang dikaitkan dengan
ketidak pastian keuntungan pada masa yang akan datang disebut dengan risk

5
premium. Risk premium akan berdampak pada peningkatan discount rate, atau
menurunkan present value keuntungan yang diterima pada masa yang akan
datang.

Kontrol dan Kepemilikan


Ketika pemilik juga berfungsi sebagai manajer, maka tujuan yang baik
bagi pemilik identik dengan tujuan yang baik bagi manajer. Namun dalam
organisasi usaha modern, pengelolaannya dijalankan oleh para profesional yang
kecil sekali pemilikan sahamnya pada perusahaan tersebut bahkan mungkin
tidak memiliki sama sekali. Jika antara pemiliki dan manajer bukanlah orang
yang sama maka terdapat kemungkinan terjadi konflik kepentingan diantara
keduanya. Konflik yang muncul tersebut disebabkan oleh perbedaan tujuan
antara pemiliki dengan manajer. Disatu sisi pemiliki menginginkan maksimasi
value of firm, yang dianalogkan dengan maksimasi profit, di sisi lain manajer
memiliki tujuan yang tidak mengarah pada penerimaan profit maksimum bagi
pemilik. Dalam konteks teoritik permasalahan tersebut masuk dalam bahasan
Agency Theory, yang memiliki aspek penting dalam menganalisis kesepakatan
yang bersifat kontraktual dan kompleks dalam perusahaan modern (Jensen and
Smith, 1985).
Dalam kaitannya dengan konflik tersebut, paling tidak terdapat dua
bentuk konflik yang utama, yaitu: principle-agent problem, dan corporate control
mechanism. Principle-Agent Problem. Antara pemilik perusahaan (principal)
dengan para manajer yang akan dipekerjakan (agent) pada awalnya memiliki
kesepakatan untuk mendesain tujuan dan kebijakan manajerialnya untuk searah
dengan tujuan pemilik. Namun permasalahan muncul tatkala kedua pihak
memiliki tujuan yang berbeda dan pihak principal mengalami kesulitan untuk
mencegahnya atau terlalu sulit untuk melakukan monitoring aktifitas agent.
Permasalahan inilah yang disebut dengan moral hazard.
Corporate Controle Mechanism. Problem Principle-Agent ini tidak
diarahkan pada perusahaan yang pemiliknya memiliki kewenangan mutlak dan
langsung dapat merespon kebijakan manajernya, tetapi lebih diarahkan pada
pemilik yang tidak bisa banyak berbuat atas kebijakan manajerial. Ketidak

6
mampuan pemilik tersebut dapat disebabkan karena terdapat aturan main dalam
organisasi tersebut, khususnya mekanisme kontrol, yang sudah disepakati.
Misalnya, kontrol pemilik terhadap manajer harus melalui dewan komisaris
(board of directors).
Dalam beberapa studi tentang persoalan Principle-Agent Problem
maupun Corporate Controle Mechanism, menunjukkan beberapa kecenderungan
perilaku, sebagai berikut (Jensen and Warner, 1988):
a. pola kepemilikan saham baik oleh insider maupun outsider
menjadi sumber insentif yang penting untuk mempengaruhi
perilaku manajerial, dan kinerja perusahaan.
b. Kepemilikan saham oleh manajer dan kontrol pasar memiliki
saling keterkaitan.
c. Sistem voting pemegang saham melalui one share/one vote
berdampak pada firm value maupun efisiensi.
d. Frekuensi pergantian top manajemen akan berdampak negatif
terhadap harga saham sekalipun tidak banyak mempengaruhi
kinerja.
e. Apabila board of director memiliki posisi yang kuat dalam
mekanisme kontrol internal maka terdapat kecenderungan
pergantian top manajemen yang relatif tinggi.

Struktur Pasar dan Keputusan Manajerial


Apa yang disebut market atau pasar dalam teori ekonomi adalah sebuah
kesepakatan yang terjadi antara penjual dan pembeli untuk mempertukarkan
barang maupun jasa, faktor produksi, atau secara umum disebut dengan segala
sesuatu yang memiliki nilai. Pembeli melakukan aktifitas pembelian dengan
harapan dapat mengoptimalkan sumber pngeluaran yang dia punya secara
optimum, termasuk didalamnya faktor waktu, demikian pula halnya dengan
penjual. Penjual menginginkan aktifitas penjualannya lancar dengan
mengerahkan semua sumber daya yang dia punya, termasuk didalamnya, agen
distribusi, failitas kredit, dan lain-lain. Pengeluaran yang memungkinkan
terjadinya transaksi, yang merupakan biaya tambahan diluar harga barang atau

7
jasa disebut dengan transaction cost. Penjual dan pembeli memanfaatkan pasar
sebagai media pertukaran karena pasar memungkinkan dicapainya transaction
cost yang minimum.
Struktur pasar ditentukan oleh beberapa karakteristik, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi lingkungan ekonomi tempat suatu aktifitas usaha
beroperasi. Karakteristik yang dpat dibuat ubtuk menggambarkan pasar adalah
sebagai berikut:
a) Jumlah dan ukuran perusahaan yang beroperasi di pasar.
Kemampuan manajer untuk meningkatkan harga tanpa
berdampak pada penurunan penjualan sangat tergantung pada
jumlah dan ukuran usaha. Apabila jumlah perusahaan banyak
dan produksi suatu perusahaan merupakan bagian kecil dari
total output, maka tidak ada satu perusahaanpun yang dapat
mempengaruhi harga pasar. Demikian pula sebaliknya.
b) Derajad diferensiasi produk diantara pesaing. Diferensiasi
produk yang dapat dicapai melalui desain atau image yang
dikembangkan dalam iklan, memungkinkan perusahaan untuk
menetapkan harga yang lebih tinggi.
c) Apabila suatu perusahaan yangberoperasi memperoleh
economic profit, maka sangat dimungkinkan munculnya
perusahaan baru yang akan mengakibatkan harga barang atau
jasa mengalami penurunan. Dampak selanjutnya adalah
economic profit akan mengalami penurunan.
Berdasarkan karakteristik tersebut maka para ekonom melakukan
pembedaan struktur pasar menjadi: perfect competition, monopoly, monopolistic
competition, dan oligopoly (secara spesifik akan dibahas dalam bab tersendiri).
Perfect Competition. Jumlah perusahaan yang beropersi banyak
sehingga secara individual perusahaan merupakan bagian yang sangat kecil dari
pasar. Perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi barang atau jasa yang
homogen atau undifferentiated product sehingga tersubstitusi secara sempurna.
Harga merupakan “keputusan” pasar dan bukan keputusan individu perusahaan
(perusahaan sebagai price-taker). Harga pasar yang telah terbentuk membawa

8
konsekuensi pengambilan keputusan perusahaan terletak pada jumlah barang
atau jasa yang diproduksi. Perusahaan memiliki kebebasan untuk masuk atau
keluar dari pasar.
Monopoly. Perusahaan merupakan pemain tunggal di pasar, baik
bersifat alamiah (natural monopoly) maupun karena proteksi (administered
monopoly). Barang atau jasa yang diproduksi tidak memiliki substitusi.
Perusahaan monopoli memiliki kemampuan untuk menentukan harga pasar
(price-setting firm) dan jumlah barang yang akan diproduksi.
Monopolistic Competition. Jumlah perusahaan banyak dan secara
individual merupakan bagian kecil dari pasar yang memproduksi barang atau jasa
yang terdiferensiasi (differentiated product). Perbedaan dengan perfect
competition hanya terletak pada produk yang terdiferensiasi yang membawa
konsekuensi pada pesaing monopolis memiliki kekuatan pasar (market power)
yang sama.
Oligopoly. Jumlah perusahaan relatif sedikit dibandingkan dengan
jumlah konsumennya. Atau output beberapa perusahaan dibandingkan dengan
total output di pasar relatif tinggi, sehingga kebijakan harga yang diterapkan
perusahaan oligopolis akan membawa pengaruh pada penjualan yang dilakukan
oleh perusahaan oligopolis lainnya (mutual interdependence).

9
Pembayaran yang diterima hari ini, tanpa menunggu lagi proses
pembayaran, dari suatu penerimaan yang seharusnya dibayarkan periode yang
akan datang, disebut dengan Present Value (PV).
Sebagai contoh: seseorang berjanji akan untuk membayar sebesar
Rp.1.000.000,- satu tahun yang akan datang. Nilai Rupiah
saat ini berbeda dengan nilai Rupiah satu tahun
mendatang. Berapakah nilai Rupiah yang anda terima jika
pembayaran dilakukan saat ini?
Sebagai akibat dari adanya time value of money anda akan menerima kurang dari
Rp. 1 juta saat ini. Penerimaan yang kuirang dari Rp. 1 juta inilah yang disebut
dengan Present Value dari Rp. 1 juta satu tahun yang akan datang. Proses
perhitungan present value kadang-kadang disebut dengan discounting.
Untuk menentukan besarnya discount pembayaran terhadap Rp. 1 juta
yang seharusnya dibayarkan satu tahun yang akan datang, maka perlu ditentukan
opportunity cost selama menunggu pembayaran terjadi (satu tahun yang akan
datang). Anggap saja, dalam persoalan pembayaran tersebut tidak terdapat resiko
apapun, dan bila uang sebesar Rp. 1 juta diinvestasikan akan memperoleh return
sebesar 6% per-tahun, maka angka 6% per-tahun inilah yang disebut dengan risk
free discount rate.

10
Proses perhitungan present value tanpa mempertimbangkan resiko
dapat digambarkan sebagai berikut:

Tahun Jumlah Jumlah Total Pembayaran


Pembayaran Pokok (P0) Bunga (Pn)

Tahun ke-0 P0 0 P0 + 0 = P0
Tahun ke-1 P0 r.P0 P0 + r.P0 = P1
P0 (1+r) = P1
Tahun ke-2 P1 r.P1 P1 + r.P1 = P2
P1(1+r) = P2
Atau
P0(1+r)²= P2
Tahun ke-3 P2 r.P2 P2 + r.P2 = P3
P2(1+r) = P3
Atau
P0 (1+r)³= P3
Proses berlanjut hingga secara umum dapat dirumuskan
Tahun ke-n Pn-1 r.Pn-1 Pn-1+r.Pn-1 = Pn
Pn-1(1+r) = Pn
Atau
n
P0 (1+r) = Pn

Rumusan Present Value:

P0 (1+r)n = Pn

Principle = Present Value Discount Faktor Future Value


R = discount rate

11
Penyelesaian dari contoh di atas adalah:
P0 = Pn: (1+r)n
Dimana: Pn = Rp. 1juta; r = 6%/tahun; n = 1 tahun, maka:
Po = 1.000.000: (1+0,06)
= 943.396,23
Present Value dapat juga dikaitkan dengan Net Cah Flow (NCF), yaitu
penerimaan cash dalam n tahun dengan tingkat discounr rate sebesar r. Sehingga:

P0 (1+r)n = NCF ; atau

NCF
P0 = ---------
(1+r)n

Jika hubungan antara present value (P0 ) dan Net Cash Flow (NCF)
dikembangkan ke arah pembayaran yang bersifat berantai, maka akan ditemukan
bentuk rumusan sebagai berikut:

NCF1 NCF2 NCF3 NCF4 NCFn


P0 = ------------ + ----------- + ---------- + ----------- + ..... + -----------
(1+r)1 (1+r)2 (1+r)3 (1+r)4 (1+r)n

atau

n NCFi
P0 = ∑ ----------------
i=1 (1+r)i

12
Pertanyaan Diskusi :
1. Seorang sarjana lulusan fakultas ekonomi jurusan manajemen mengelola
usaha fotocopy milik orang lain dan digaji $ 25.000 setahun. Ia kemudian
memutuskan untuk mendirikan usaha fotocopy sendiri. Penerimaannya
selama tahun pertama operasi sebesar $ 125.000 dan pengeluarannya
sebesar :
=================================
Gaji pembantu $ 45.000
Bahan-bahan $ 15.000
Sewa $ 10.000
Utilitas $ 1.000
Bunga pijaman bank $ 10.000
=================================

Pertanyaan :
Hitunglah : Biaya eksplisit , biaya implisit, laba bisnis, laba ekonomi dan
hasil normal dari investasi bisnis ini.
2. Tentukan satu investasi dari sebuah proyek dari dua pilihan proyek yang
harus dipilih oleh seorang manager bila tingkat diskon perusahaan 10
persen. Proyek pertama menjajikan laba $ 100.000 setiap tahun selama 4
tahun, sedangkan proyek kedua menjanjikan keuntungan $ 75.000 setiap
tahun selama 6 tahun. Proyek mana yang anda pilih ? Berilah
penjelasannya !
3. Jelaskan mengapa pemerintah mengatus perusahaan telepon dan listrik,
bila motif keuntungan merupakan fungsi yang penting dalam operasi
pada sistem pasar bebas ?
Standar Kompetensi :
1. Mengkonstruksikan penentuan harga dengan grafik
2. Menyelesaikan penentuan harga pada pasar persaingan
Kompetensi Dasar :
1. Menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran
2. Menggambarkan kurva permintaan dan penawaran
3. Menggambarkan dengan grafik penentuan harga
4. Mendemonstrasikan dengan grafik perubahan ekuilibrium harga
5. Menyelesaikan kasus penentuan harga pada perusahaan

2.1. Demand
Pada bagian ini akan diuraikan tentang bagaimana demand dan supply
dapat membentuk keseimbangan pasar pada kondisi persaingan yang melibatkan
banyak konsumen dan produsen dengan kondisi barang yang bersifat homogen
atau relatif tidak terdiferensiasi.
Jumlah barang atau jasa yang diinginkan dan dapat dibeli oleh
konsumen pada periode tertentu disebut dengan quantity demanded (jumlah yang
diminta). Walaupun para ekonom menekankan peran penting harga dalam
pengambilan keputusan, namun mereka juga mempertimbangkan peranan
penting faktor-faktor lain. Akan tetapi, untuk menyederhanakan analisis maka
beberapa faktor lain yang tidak signifikan pengaruhnya akan dihilangkan dalam
bahasan.
Pembahasan tentang permintaan ini akan dikembangkan dalam dua
bentuk hubungan permintaan, yaitu (1) generalized demand function, yang
menunjukkan hubungan antara kuantitas yang diminta dengan faktor-faktor lain,
(2) ordinary demand function, menunjukkan hubungan antara kuantitas yang

14
diminta dan harga barang pada saat semua faktor-faktor yang lain dianggap
konstan. Bentuk yang kedua ini, ordinary demand function ini yang secara umum
oleh para ekonom disebut dengan demand function atau permintaan.

2.1.1. Fungsi Demand Secara Umum


Terdapat enam variabel utama yang digunakan untuk menjelaskan
jumlah yang diminta, yaitu: (1) harga (P); (2) pendapatan (M); (3) harga barang
atau jasa lain yang terkait (Pr); (4) selera atau pola preferensi () (5) ekspektasi
harga barang atau jasa (Pe); dan (6) jumlah konsumen (N). Secara umum,
hubungan antara jumlah yang diminta dengan ke-enam faktor tersebut dapat
diformulasikan sebagai berikut:

Q = f (P, M, Pr, , Pe, N)

a) Harga barang (P)


Harga barang memiliki hubungan terbalik dengan jumlah barang yang
diminta dengan kata lain, semakin tinggi harga maka semakin sedikit jumlah
barang yang diminta. Pernyataan tersebut dibuat berdasarkan kondisi ceteris
paribus (faktor-faktor lain dianggap tetap).

b) Pendapatan Konsumen (M)


Hubungan antara pendapatan dengan kuantitas barang yang diminta
dapat bersifat positif maupun negatif. Dikatakan bersifat positif apabila semakin
tinggi pendapatan semakin banyak jumlah barang yang diminta. Hubungan
positif ini terjadi pada barang yang masuk kategori barang normal dan barang
superior. Sedangkan hubungan negatif apabila pendapatan semakin tinggi jumlah
barang yang diminta semakin kecil. Hubungan negatif ini terjadi pada kelompok
barang inferior.

15
c) Harga Barang atau Jasa yang Terkait (Pr)
Barang atau jasa lain yang terkait dengan barang X, keterkaitannya
dapat berupa sebagai barang substitusi (barang pengganti) atau barang
komplementer (barang pelengkap). Apabila hubungan kedua barang adalah
sebagai barang pengganti, maka peningkatan harga barang akan menyebabkan
peningkatan permintaan barang penggantinya. Sedangkan apabila barang
memiliki hubungan komplementer dengan barang lain, maka peningkatan harga
barang akan mengakibatkan penurunan permintaan barang komplementer.

d) Selera atau Pola Preferensi ()


Selera dan preferensi konsumen dapat mengubah permintaan suatu
barang dengan menggeser sekelompok konsumen pada jenis barang lain. Selera
konsumen dapat dinyatakan dalam indeks preferensi konsumen yang dihasilkan
dari survei mengenai perilaku konsumen.

e) Ekspektasi Harga (Pe)


Secara spesifik, ekspektasi konsumen tentang harga barang atau jasa
dapat mengubah keputusan pembelian. Jika konsumen memperkirakan harga
barang akan naik maka permintaan barang atau jasa akan mengalami
peningkatan. Ekspektasi harga oleh konsumen dapat dibuat secara kualitatif,
yang sering kali didasarkan atas judgement orang-orang yang berkompeten,
maupun secara kuantitatif, yaitu dengan menggunakan metode forecasting yang
bersifat numerik maupun forecasting dalam bentuk grafik.

f) Jumlah Konsumen (N)


Semakin besar jumlah konsumen potensial maka akan semakin tinggi
pula jumlah barang yang diminta. Dalam hal ini pengertian tentang konsumen
adalah orang-orang yang memiliki potensi untuk mengkonsumsi barang yang
dimaksud, sehingga jumlah konsumen dapat sama dengan jumlah penduduk atau
lebih kecil dari jumlah penduduk. Secara matematis, demand function dapat
dituliskan sebagai berikut:
Qd = a + b(P) + c(M) + d(Pr) + e() + f(Pe) + g(N)

16
dimana a,b,c,d,e,f,g merupakan parameter. Nilai “a” menunjukkan jumlah yang
diminta pada saat faktor-=faktor penentu memiliki nilai nol, sedangkan
parameter yang lain sering disebut juga dengan slope parameter, yang mengukur
efek terhadap jumlah yang diminta dengan adanya perubahan faktor yang
mempengaruhinya (dengan catatan faktor-faktor tersebut mencatat dari sisi
perubahan, misalnya, perubahan jumlah yang diminta, perubahan harga,
perubahan pendapatan, dan lain-lain).

Tabel 2.1:
Rekapitulasi Demand Function

Variable Relation to Quantity Demanded Sign of Slope Parameter

P Inverse b = Qd/P is negatif


M Direct for normal goods c = Qd/M is positif
Inverse for inferior goods c = Qd/M is negatif
Pr Direct for substitutes goods d = Qd/Pr is positif
Inverse for complement goods d = Qd/Pr is negatif
 Direct e = Qd/ is positif
Pe Direct f = Qd/Pe is positif
N Direct g = Qd/N is positif

2.1.2. Demand Function

Hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta pada satu periode
tertentu pada saat faktor-faktor berpengaruh lainnya dianggap konstan (ceteris
paribus) disebut dengan demand function atau secara sederhana disebut dengan
demand (permintaan). Permintaan menghubungkan antara jumlah barang yang
diinginkan konsumen dan dapat dibeli oleh konsumen pada setiap kemungkinan
harga. Permintaan secara spesifik dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qd = f (P)

17
Sebagaimana pada penjelasan terdahulu tentang generalized demand
function, permintaan dapat juga dianggap dipengaruhium oleh lima faktor yang
lain, yang apabila diekspresikan secara matematis adalah sebagai berikut:

Qd = f (P, M, Pr, , Pe, N)

maka, apabila dikaitkan dengan demand function akan tertulis:


    
Q = f (P, M, Pr, , Pe, N);

Sebagai ilustrasi atas generalized demand function dapat dicontohkan persamaan


sebagai berikut:

Qd = 75 – 0.5P + 0.5M + 3.0Pr + 9 + 0.9 Pe + 0.5N

Bila persamaan di atas diubah dalam bentuk demand function, yang menyatakan
kondisi ceteris paribus, maka:

Qd = 75 – 0.5P

Dari persamaan demand tersebut dapat disusun demand schedule, yaitu suatu
tabel yang menunjukkan daftar kemungkinan harga produk terkait dengan jumlah
yang diminta. Maka demand schedule dapat dibuat sebagai berikut:

Tabel 2.2:
Demand Schedule

Harga Produk (P) 10 20 30 40 50

Jumlah yang Diminta (Qd) 70 65 60 55 50

18
Cara lain untuk menunjukkan permintaan adalah dengan cara grafis.
Yang dibutuhkan adalah diagram dua dimensi yang masing-masing ditempati
oleh Qd dan P. Misalnya, konsumen membeli barang tersebut pada tingkat harga
Rp. 40/unit, maka maksimum konsumen akan membeli sebanyak 55 unit.
Tingkat harga maksimum yang dibayar konsumen disebut dengan demand price.

Gambar 2.1:
Kurva Permintaan

Price (P)

50 -  A

40 -  B Demand Curve

30 -  C

20 -  D

10 -  E

50 55 60 65 70 Quantity (Qd)

2.1.3. Pergeseran Kurva Permintaan


Kurva permintaan dapat mengalami dua macxam pergeseran, yaitu (a)
pergeseran sepanjang kurva, dan (b) pergeseran yang menimbulkan kurva
permintaan baru.

19
Gambar 2.2:
Pergeseran Kurva Permintaan

P
D D’
(b)
A A’

(a)

B B’

Qd

Pergeseran sepanjang kurva dari titik A ke titik B dapat terjadi apabila


terdapat perubahan harga. Misalnya dapat digunakan contoh Gambar 2.1, bila
harga produk pada awalnya adalah sebesar Rp. 30 per-unit kemudian meningkat
menjadi Rp. 40 per-unit , maka jumlah pembelian konsumen akan berkurang dari
60 unit menjadi 55 unit.
Sedangkan pergeseran kurva yang menyebabkan munculnya kurva
permintaan baru (D’) atau dari titik A ke A’ disebabkan oleh perubahan pada
lima faktor yang lain. Perubahan tersebut dapat dikategorikan sebagai perubahan
struktural karena membawa dampak pada terbentuknya kurva permintaan yang
baru, yang mungkin serupa, dalam pengertian kemiringannya, atau bahkan
berubah secara total, misalnya kemiringan kurva berbeda.

Tabel 2.3:
Summary of Demand Shifts

Determinants of Demand Demand Demand Sign of Slope


Increases Decreases Parameter

Income (M):
a. Normal Goods M rises M falls c>0
b. Inferior Goods M falls M rises c<0
Price of Related Goods (Pr):

20
a. Substitute Goods Pr rises Pr falls d>0
b. Complement Goods Pr falls Pr rises d<0
Consumer Taste ()  rises  falls e>0
Expected Price (Pe) Pe rises Pe falls f>0
Number of Consumers (N) N rises N falls g>0

2.2. Supply
Jumlah barang atau jasa yang tawarkan untuk dijual ke pasar pada suatu
waktu tertentu disebut dengan quntity supplied. Secara umum. Jumlah barang
atau jasa yang ditawarkan dipengaruhi oleh enam faktor utama, yaitu: harga
barang atau jasa, harga input yang digunakan, harga barang atau jasa yang terkait
dalam produksi, tingkat teknologi yang digunakan, ekspektasi harga, dan jumlah
perusahaan yang memproduksi barang atau jasa..

2.2.1. Generalized Supply Function


The generalized supply Function menunjukkan bagaimana seluruh
faktor dominan mempengaruhi jumlah barang atau jasa yang ditawarkan. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qs = g ( P, Pi, Pr, T, Pe, F)

Kuantitas barang atau jasa yang ditawarkan tidak hanya ditentukan oleh harga
barang atau jasa tersebut (P) tetapi juga harga input (Pi), harga barang atau jasa
lain yang terkait (Pr), keberadaan teknologi pada saat itu (T), ekspektasi harga
(Pe), dan jumlah perusahaan yang memproduksi barang atrau jasa tersebut (F).

21
Tabel 2.4:
Summary of the Generalized (linear) Supply Function
Qs = h + kP + lP + mPr + nT + rPe + sF

Variable Relation to Quantity Supplied Sign of Slope Parameter

P Direct k = Q/P is positive


Pi Inverse l = Q/Pi is negative
Pr Inverse for substitute in m = Q/Pr is negative
production
m = Q/Pr is positive
Direct for complements in
production
T Direct K = Q/T is positive
Pe Inverse K = Q/Pe is negative
F Direct K = Q/F is positive

Yang penting untuk dicatat dari tabel tersebut adalah pengaruh dari keberadaan
teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Teknologi dalam konteks ini
dipahami sebagai kombinasi antara sumber daya yang dapat menghasilkan
barang atau jasa. Perbaikan penggunaan teknologi akan mengakibatkan biaya
per-unit produksi semakin murah, yang akhirnya akan mendorong penawaran ke
arah yang lebih tinggi.

2.2.2. Supply Function


Sebagaimana pembahasan tentang demand, supply function diderivasi
dari generalized supply function. Supply function menunjukkan hubungan antara
jumlah yang ditawarkan Qs dan harga penawaran P pada saat faktor-faktor yang
lain tetap (ceteris paribus). Dengan kata lain, perubahan jumlah yang ditawarkan
semata-mata dapat disebabkan oleh perubahan harga.
Untuk menggambarkan supply function dapat dilakukan dengan
mengggunakan supply schedule, yaitu sebuah tabel yang menunjukkan
kemungkinan harga produk yang dikaitkan dengan jumlah produk yang
ditawarkan. Disamping supply schedule, dapat juga digunakan supply curve,
yaitu sebuah grafik yang menggambarkan hubungan antara jumlah yang
ditawarkan dan harga pada saat faktor-faktor lain dianggap konstan.

22
Sebagai contoh: persamaan supply function adalah Qs = 100 + 10P.
Konstanta atau intersep memiliki nilai positif (100) artinya, secara matematis,
produsen ingin menawarkan barangnya sebanyak 100 unit pada saat harga nol.
Statement tersebut nampak tidak masuk akal oleh sebab itu perlu diperhatikan
penggambaran kurva penawarannya agar statement menawarkan sebanyak 100
unit pada saat harga nol, sekalipun secara matematis benar, tidak termasuk dalam
keputusan produsen.

Tabel 2.5:
The Supply Schedule for the Supply Function
Qs = 100 + 10P

PRICE (P) 65 60 50 40 30 20 10

QUANTITY
750 700 600 500 400 300 200
SUPPLIED (Qs)

Gambar 2.3:
A Supply Curve : Qs = 100 + 10 P
P

70 - S

60 -

50 -

40 -

30 -

20 -

10 -

| | | | | | | |
100 200 300 400 500 600 700 800 Qs

23
2.2.3. Pergeseran Penawaran
Sebagaimana kurva permintaan, kurva penawaran juga memungkinkan
mengalami pergeseran baik pergeseran sepanjang kurva maupun pergeseran yang
mengakibatkan terciptanya kurva penawaran baru. Peningkatan penawaran dapat
dilihat dari adanya peningkatan jumlah yang ditawarkan pada harga tertentu,
yang dicerminkan melalui pergerakan ke arah kanan kurva. Demikian sebaliknya
untuk penurunan kurva penawaran, ditandai dengan pergeseran ke arah kiri
kurva.

Gambar 2.4:
Pergeseran Kurva Penawaran

P S” S S’

(a) (b)

q2 q q1 Qs

Catatan:
S : kurva penawaran awal
S’ : kurva penawaran setelah mengalami peningkatan
S” : kurva penawaran setelah mengalami penurunan
(a) : penurunan sebesar (q - q2)
(b) : peningkatan sebesar (q1 – q)

24
Tabel 2.6:
Summary of Supply Shifts

Determinants of Supply Supply Supply Sign of Slope


Increases Decreases Parameter

Price of Inputs (Pi) Pi falls Pi rises l <0


Price of goods related in production
(Pr)
(a) Substitute Good
Pr falls Pr rises m<0
(b) Complement Good
Pr rises Pr falls m>0
State of Technology (T) T rises T falls n >0
Expected Price (Pe) Pe falls Pe rises r <0
Number of firms in industry (F) F rises F falls s >0

2.3. Market Equilibrium


Ketika demand mengacu pada analisis perilaku konsumen dan supply
merupakan analisis perilaku produsen, maka kedua analisis tersebut merupakan
elemen utama dalam analisis tentang keseimbangan pasar. Keseimbangan pasar
atau Market Equilibrium merupakan situasi yang menunjukkan kondisi
konsumen yang memiliki kemampuan untuk membeli barang atau jasa yang
diinginkan dan produsen memiliki kemauan untuk menjual sejumlah barang atau
jasa tersebut pada harga yang disepakati. Pada kondisi keseimbangan pasar
harga merupakan harga keseimbangan (equilibrium price) yang seringkali
disebut juga dengan market clearing price dan kuantitas merupakan kuantitas
keseimbangan (equilibrium quantity).
Untuk memberikan gambaran tentang mekanisme tercapainya
keseimbangan pasar dapat dilihat pada gambar berikut ini:

25
Gambar 2.5: Market
Equilibrium

P D S
excess supply
(surplus)

P0

Excess demand
(shortage)

Q0

Catatan:

P0 merupakan harga keseimbangan


Q0 merupakan kuantitas keseimbangan

2.4. Perubahan dalam Market Equilibrium


Kurva permintaan dan penawaran bukanlah suatu keadaan yang tidak
pernah berubah. Dinamika kedua sisi tersebut, permintaan maupun penawaran,
membawa konsekuensi para manajer harus memiliki kemampuan untuk
menggambarkan keadaan permintaan maupun penawaran, baik dari segi harga
yang akan datang maupun dari segi kuantitas yang akan datang. Namun
demikian sering kali terjadi seorang manajer merasa cukup untuk memperkirakan
keadaan di masa yang akan datang secara kualitatif, namun ada juga yang merasa
harus secara kuantitatif.
Jika seorang manajer melakukan perkiraan secara kualitatif maka dia
melakukan qualitative forecast, yang hanya bertujuan untuk mengetahui arah
pergerakan harga ataupun kuantitas. Dan jika manajer melakukan perkiraan
secara kuantitatif, dia melakukan quantitative forecast, yang memprediksi bukan
hanya sebatas arah gerakan variabel yang mempengaruhinya, namun juga ukuran
perubahan yang mungkin terjadi terhadap variabel yang diamati.

26
Gambar 2.6:
Pergeseran Simultan Permintaan dan Penawaran

(1)
P D D’
S (3) S’
P1
(2)

P0

Q0 Q1 Q0’

Perubahan yang terjadi pada salah satu atau kedua kurva akan
menyebabkan keseimbangan pasar terganggu atau terjadi disequilibrium.
Gangguan ini secara teoritis dikatakan hanya terjadi dalam jangka pendek, dan
dalam jangka panjang ketidak seimbangan pasar akan kembali menuju ke
keseimbangan. Dengan demikian, ketika terjadi peningkatan permintaan (1),
sedangkan penawaran relatif tetap, maka akan terjadi excess demand yang
berakibat pada kenaikan harga (2). Kenaikan harga merupakan insentif yang
menarik bagi produsen untuk meningkatkan penawarannya, sehingga penawaran
meningkat (3), dan harga kembali ke keseimbangan. Vice versa.

2.5. Ceiling Price dan Floor Price


Keadaan excess demand dan excess supply dalam ilmu ekonomi
standard, seringkali dianggap sebagai fenomena jangka pendek yang secara
otomatis akan dapat dikoreksi oleh kekuatan pasar sendiri. Namun adakalanya
keadaan excess demand dan excess supply tersebut secara permanen terjadi tanpa

27
terkoreksi oleh kekuatan pasar karena adanya intervensi dari pemerintah melalui
kebijakan harga, yaitu kebijakan ceiling price dan floor price.
Ceiling price merupakan harga maksimum yang ditetapkan oleh
pemerintah bagi produsen untuk menjual barangnya. Ketika ceiling price
(Pberada di bawah harga keseimbangan, maka akan terjadi excess demand atau
shortage. Sedangkan floor price adalah harga minimum yang ditetapkan oleh
pemerintah bagi produsen untuk menjual barangnya. Ketika floor price berada di
atas equilibrium maka akan terjadi excess supply atau surplus.
Pada ilustrasi Gambar 2.7 dapat dijelaskan sebagai berikut: Jika pada
awalnya keseimbangan pasar adalah harga sebesar P0 dan kuantitas sebesar Q0,
dan kemudian pemerintah melakukan kebijakan ceiling price, maka akan terjadi
pergeseran yang menyebabkan ketidak seimbangan, yaitu harga berdasarkan
kebijakan adalah Pc, dan kuantitas yang diinginkan konsumen untuk dibeli adalah
Q2 namun produsen hanya bersedia menjual sebesar Q1. Dengan demikian terjadi
perbedaan dipasar sebesar (Q2 - Q1) atau terjadi shortage. Demikian pula yang
terjadi jika pemerintah melakukan kebijakan floor price, maka akan terjadi
surplus sebesar (Q4 – Q3).
Gambar 2.7:
Ceiling Price and Floor Price

(a) Ceiling Price (b) Floor Price


P D P D

S
S Pf

P0

Pc

Q1 Q0 Q2 Q Q3 Q0 Q4 Q

Kebijakan ceiling price dan floor price ini pernah dilakukan oleh
BULOG dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai badan penyangga beras

28
nasional. Kebijakan ceiling price dilakukan untuk melindungi konsumen dari
melambungnya harga beras karena faktor gagal panen sedangkan kebijakan floor
price diterapkan pada saat petani mengalami panen raya. Perbedaan yang terjadi
pada jumlah permintaan dan penawaran diatasi pemerintah dengan melakukan
penjualan stok beras yang dimiliki sesuai dengan harga kebijakan jika pasar
berada pada posisi shortage (permintaan yang berlebih). Dan pada saat terjadi
surplus yang mengakibatkan terancamnya harga beras pada level sangat rendah
maka pemerintah melakukan pembelian surplus produksi tersebut. Kebijakan ini
bukan hanya dilakukan oleh Indonesia namun juga dilakukan oleh banyak negara
lainnya khususnya untuk komoditi pangan.

Pertanyaan Diskusi
1. Mr. Smith seorang General Manager perusahaan multinasional
mengestimasi persamaan regresi untuk permintaan mobil Chevrolet
sebagai berikut :
Qc = 100.000 – 100 Pc + 2000 N + 50 I + 30 Pf – 1000 Pg + 3 A
+ 40.000 Pi
Dimana : Qc : kuantitas chevrolet yang diminta setiap tahun
Pc : harga chevrolet dalam Dollar
N : jumlah penduduk Amerika Serikat
I : pendapatan disposable perkapita dalam Dollar
Pf : harga mobil Ford Dalam Dollar
Pg : harga riil bensin dalam Dollar
A : biaya iklan chevrolet dalam Dollar / tahun
Pi : insentif kredit untuk pembelian chevrolet

Pertanyaan :
a. Tentukan perubahan jumlah chevrolet yang dibeli tiap tahun untuk
setiap perubahan dalam variabel independent.
b. Tentukan nilai Qc jika rata-rata nilai Pc = $ 9000 , N = 200 juta, I = $
100000, Pf = $ 8000, Pg = 80 sen, A = $ 200000 dan Pi = 1
c. Turunkan persamaan untuk kurva permintaan terhadap chevrolet dan
gambarkan dalam grafik.
2. Andaikan anda adalah analisis pasar saham, khususnya saham hiburan,
dan anda sedang meneliti saham Disneyland. The Wall Street Journal

29
(WSJ) melaporkan bahwa jumlah turis menurun di Amerika Serikat.
Sebuah tembat hiburan lain , Six Flag Magic Mountain, yang berada di
Valensia – California mengoperasikan sebuah roller coster baru. Pada
tahun yang sama akan dioperasikan wahana baru dengan nama Psyclone.
a. Gunakan analisis demand dan supply untuk memprediksikan
dampak dari kejadian itu terhadap tiket dan jumlah pengunjung
Disneyland !
b. Sebagaimana yang dilaporkan oleh WSJ, Disneylan memotong
(menurunkan) harga tiket dan mengakui bahwa jumlah
pengunjung berkurang. Apakah hal tersebut sesuai dengan
prediksi (analisis) demand dan suplly anada ?
c. Dalam kenyataannya, harga tiket turun dan jumlah pengunjung
turun di Disneyland melanggar hukum permintaan , khususnya
dalam dunia hiburan ?

30
Standar Kompetensi
1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi elastisitas
2. Mengidentifikasikan elastisitas permintaan
Kompetensi Dasar
1. Menyebutkan faktor-faktor yang menentukan elastisitas
2. Membedakan jenis-jenis elastisitas
3. Menghitung elastisitas
4. Menganalisis konsep elastisitas dalam pengambilan keputusan manajerial

3.1. Koefisien Elastisitas Permintaan


Elastisitas permintaan (demand elasticity) mengukur respon perubahan
permintaan yang dilakukan konsumen terhadap perubahan harga. Elastisitas
permintaan sering juga dikenal dengan istilah price elasticity atau own-price
elasticity. Ukuran yang digunakan untuk angka ealstisitas permintaan adalah:

d = (%  kuantitas) / (%  harga)
= (%  Q) / (% P)

Klasifikasikasi nilai elastisitas permintaan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1:
Koefisien Elastisitas Permintaan

Elastisitas Responsiveness Koefisien Elatisitas


Permintaan

Elastic %  Q  > %  P  d  > 1


Unitary Elastic %  Q  = %  P  d  = 1
Inelastic %  Q  < %  P  d  < 1

28
Perlu ditegaskan disini bahwa nilai elastisitas permintaan selalu negatif sehingga
di dalam menuliskan elastisitas permintaan tidak perlu lagi mencantumkan dan
mengoperasionalkan tanda negatif. Perubahan yang terjadi pada harga maupun
kuantitas dianggap sebagai besaran mutlak (tanda |...| ).

3.2. Elastisitas dan Total Revenue


Total Revenue merupakan jumlah yang diterima produsen karena
menjual output (Q) yang dihasilkannya pada tingkat harga tertentu (P). Sehingga
total revenue (TR) diformulasikan sebagai :

TR = P . Q

Pada saat manager meningkatkan harga produk, maka total revenue


akan mengalami kenaikan jika output yang terjual (sales) konstan. Demikian pula
sebaliknya, jika harga diturunkan dan sales tetap maka total revenue mengalami
penurunan. Dampak perubahan harga terhadap total revenue pada kondisi
jumlah output tertentu disebut dengan price effect. Disisi lain, dampak dari
perubahan jumlah sales atau output pada kondisi harga tertentu terhadap total
revenue disebut dengan quantity effect.
Price effect dan quantity effect mendorong total revenue pada arah yang
berlawanan. Peningkatan atau penurunan total revenue akan sangat tergantung
dari kekuatan tarik menarik antara price effect dengan quantity effect. Dan jika
kekuatan keduanya seimbang maka total revenue tidak akan mengalami
perubahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan
antara elastisitas dengan total revenue, yang dapat diringkaskan sebagai berikut:
Tabel 3.2:
Relation between Demand Elasticity and Total Revenue (TR)

Elastic Unitary Elastic Inelastic


%Q > %P %Q = %P %Q < %P

P rises TR falls No change in TR TR rises


P falls TR rises No change in TR TR falls

29
3.3. Faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi elastisitas permintaan,
yaitu: (a) adanya barang atau jasa substitusi, (b) persentase budget konsumen,
dan (c) periode penyesuaian konsumsi.
Barang substitusi. Semakin baik sifat substitusi dari suatu barang atau
jasa maka akan mengakibatkan semakin elastik barang itu.

Dx menurun
Px naik
Dsubstitusi naik

Jika harga barang X mengalami kenaikan, dan barang Y memiliki sifat substitusi
yang baik terhadap barang X, maka konsumen akan secara cepat merespon
kenaikan barang X dengan mengganti konsumsinya dengan barang Y, barang
substitusinya.
Persentase Budget Konsumsi. Jika semua hal yang lain dianggap tidak
berubah, maka elastisitas harga terkait langsung dengan persentase budget
konsumen untuk suatu barang atau jasa. Sebagai contoh: permintaan untuk TV
dimungkinkan memiliki elastisitas harga yang lebih elastik dibandingkan dengan
radio, karena persentase budget yang harus dikeluarkan lebih besar untuk TV
daripada untuk radio.
Periode penyesuaian. Panjang pendeknya periode penyesuaian konsumsi
orang sebagai reaksi atas adanya perubahan harga akan mempengaruhi besaran
elastisitas harga. Secara umum, semakin panjang periode penyesuaian
pengukuran, maka akan semakin elastik koefisien elastisitas permintaan. Hal itu
disebabkan oleh karena konsumen memiliki waktu yang relatif lama untuk
membuat keputusan merespon jumlah permintaan sebagai reaksi atas perubahan
harga.
Studi yang pernah dilakukan untuk mengamati elastisitas harga, salah
satunya adalah Smith, et.al. (1999) dan Smith and Brynjolfsson (2001) tentang
komoditas buku yang ditawarkan melalui media internet. Hal yang paling utama
untuk ditonjolkan dalam tulisan tersebut adalah penggunaan pasar internet yang
secara karakteristik paling mendekati dengan pasar persaingan sempurna. Akses

30
yang relatif murah tidak dianggap sebagai biaya transaksi yang relevan, sehingga
permintaan terhadap buku melalui pasar internet lebih diarahkan pada kebijakan
perpajakan lokal dan biaya pengiriman.
Kedua studi tersebut menyimpulkan bahwa konsumen sangat sensitif
terhadap perubahan harga sebagai akibat perubahan kebijakan pajak lokal dan
biaya pengiriman, namun konsumen tidak sensitif terhadap perubahan harga
total.

3.4. Perhitungan Elastisitas Permintaan


Terdapat dua tipe elastisitas dengan cara perhittungan yang berbeda,
yaitu: (a) arc elasticity, dan (b) point elasticity.
Arc Elasticity. Koefisien elastisitas yang dihitung berdasarkan interval
dua titik pada kurva permintaan. Sebagaimana terlihat pada gambar 3.1 elastisitas
diukur berdasarkan interval RS, ST, TU atau interval harga yang lain. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa arc elasticity dapat dihitung jika terdapat dua
titik atau lebih pada kurva permintaan.

Tabel 3.3:
Perhitungan Arc Elasticity

Interval Price falls Total Arc Elasticity


from Revenue
(100-300) / 200
RS 1.00 ke 0.50 TR naik
-------------------------- = -1.5
(1.00 – 0.50) / 0.75
(300 – 600) / 450
ST 0.50 ke 0.25 TR tetap
--------------------------- = -1.0
(0.50 – 0.25) / 0.375
(600 – 1000)/ 800
TU 0.25 ke 0.10 TR turun
---------------------------- = -0.583
(0.25 – 0.10) / 0.175

31
Gambar 3.1:
Arc Elasticity

Price Q P
%Q = ------------- 100; %P = ------------ 100
Q base P base
1,0 R
Q / Q base
ARC Elasticity = --------------------
P/ P base

0.5 S Q / Q average
ARC Elasticity (approx) = -----------------------
P/ P average
0.25 T
U
0.10

100 300 600 1000 Quantity

Point Elasticity, merupakan pengukuran elastisitas permintaan dengan


menggunakan sebuah titik pada kurva permintaan. Perhitungan point elasticity
ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan umum persamaan
permintaan. Formulasi elastisitas point ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Misalnya: persamaan permintaan dapat diekspresikan sebagai berikut:

P = a + bQ ...............................................................................(1

Persamaan (1) dapat diubah bentuknya menjadi:

Q = (P – a) / b = (P/b) – (a/b) = (1/b) P – (a/b) ...................(2

Jika Q bertambah sebesar (Q), maka:

Q + Q = (1/b) (P+P) – (a/b) atau

32
Q + Q = (1/b) (P) + (1/b) (P) – (a/b) ..............................(3

Persamaan (3) dikurangi dengan persamaan (2), maka:

Q + Q = (1/b) (P) + (1/b) (P) – (a/b) (persamaan 3)


Q = (1/b) P – (a/b) - (persamaan 2)
Q = (1/b) (P) ...............................(4

Jika elastisitas permintaan didefinisikan sebagai:

Q / Q Q P
d = -------------- = --------- x --------- ...............................(5
P / P P Q

maka:
(1/b) (P) P 1 P
 = -------------- x -------- = ------ x -------------------
P Q b (1/b) P – (a/b)

1 P P
 = ------ x ----------------- = -------- .................(6
b (1/b) (P – a) P-a

Melalui pendekatan yang lain, perhitungan point elasticity dapat


dilakukan sebagai berikut:
Persamaan (1) dicari perubahannya:

P + P = a + b (Q + Q) .....................................................(7a
P + P = a + b Q + b Q .....................................................(7b

33
persamaan (2b) – (1):

P + P = a + b Q + b Q
P = a + bQ -
P = b Q ......................................... (8

maka:

Q P 1 P
d = -------- x ------ = ------- x -------
b Q Q b Q

Gambar 3.2:
Perhitungan Point Elasticity

P
P 140
120

100  =-5 100 =-2.5


L 90 R
 = -1
60 M
=-0.5 = -0.8
40 N S

Quantity Quantity

(a) Linear Demand (b) Curvilinier Demand

Contoh perhitungan:
Pada Gambar 3.2 (a) pada saat harga pada tingkat 100 (titik L), dan intersep
(konstanta) sebesar 120, elastisitas permintaannya adalah sebesar: (berdasarkan
persaman (6))

 L= 100 / (100-120) = -5

34
Pada saat harga sebesar 60 (titik M), elastisitas permintaannya sebesar:

 M= 60 / (60 – 120) = -1

Pada saat harga sebesar 40 (titik N), elastisitas permintaannya sebesar:

 N= 40 / (40 – 120) = -0.5

Pada Gambar 3.2 (b), perhitungan dilakukan dengan terlebih dahulu garis yang
bersinggungan dengan titik R dan memotong sumbu Price (terlihat pada titik
140). Maka perhitungan elastisitas titik R dapat dilakukan dengan:

R = 100 / (100 – 140) = -2.5

Dan pada tingkat harga 40 (titik S), elastisitas permintaannya adalah:

 S= 40 / (40 – 90) = -0.8

3.5. Income Elasticity dan Cross-Price Elasticity


Penggunaan konsep elastisitas sangat mungkin dikembangkan untuk
mengukur sensitifitas dua ukuran yang ingin dibandingkan. Perluasan bentuk
elastisitas permintaan adalah: Income Elasticity dan Cross-Price Elasticity.
Income Elasticity, mengukur respons kuantitas yang diminta terhadap
perubahan perubahan pendapatan. Sedangkan Cross-Price Elasticity mengukur
respons kuantitas yang diminta terhadap perubahan harga barang lain.

Income Elasticity:
M = %Q/%M = (Q/Q) / (M/M)

Cross-Price Elasticity:
C = %Qx/%Py = (Qx/Qx) / (Py/Py)

35
Income Elasticity. Dalam perspektif income elasticity, barang atau jasa
dapat dikategorikan dalam barang normal dan barang inferior. Jika barang yang
bdiamati merupakan barang normal, maka peningkatan pendapatan akan
berdampak pada meningkatnya jumlah yang diminta (koefisien elastisitas
pendapatan positif). Sedangkan barang inferior akan menunjukkan gejala
penurunan kuantitas yang diminta pada saat pendapatan naik (koefisien
elastisitas pendapatan negatif).
Cross-Price Elasticity. Berdasarkan pengukuran cross-price elasticity,
maka dapat ditentukan hubungan antar dua macam barang, yaitu barang
substitusi (substitution goods) dan barang komplementer (complementary
goods). Jika kedua barang menunjukkan hubungan substitusi, maka koefisien
cross-price elasticity akan positif, karena peningkatan harga barang “Y” yang
merupakan substitusi barang “X” akan berdampak pada peningkatan kuantitas
permintaan barang “X”. Sedangkan bila hubungan kedua barang komplementer,
maka koefisien cross-price elasticity akan negatif, karena peningkatan harga
barang “Y” akan mengakibatkan penurunan pada kuantitas permintaan barang
“X”.

Pertanyaan Diskusi :
1. Dalam sebuah artikel mengenai masalah keuangandiharian Republika (22
Desember 2005) dilaporkan bahwa sebuah perusahaan minyak gorong
mengalami kerugian sebesar 25 juta Dollar setahun. Seorang analisis
Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengatakan bahwa jika perusahaan minyak
goreng tersebut menaikkan harga dari 50 sen menjadi 75 cent,
diperkirakan akan menembah penerimaan sebesar 70 juta Dollar setahun.
Tetapi Direktur perusahaan tersebut menolak pendapat dari analisis BEJ,
dikatakannya bahwa kenaikan harga justru telah menurunkan omst
penjualan seperti yang dialami oleh perusahaan minyak goreng lainnya
yang menaikkan harga hingga 75 sen.
Pertanyaan : Asumsi implisit apa yang digunakan oleh Direktur
perusahaan minyak goreng dan analis BEJ (terkait dengan elastisitas
permintaan) sehingga terjadi pertentangan antar keduanya ? Jelaskan.

36
Standar Kompetensi :
Mengidentifikasikan teori perilaku konsumen dalam penerapan pengambilan
keputusan manajerial
Kompetensi Dasar
1. Membedakan dua pendekatan dalam teori perilaku konsumen
2. Menggambarkan secara grafis efek substitusi dan efek pendapatan
3. Menghitung pencapaian utility maksimal

Keinginan konsumen untuk membeli suatu produk barang maupun jasa


merupakan sumber profit pada dunia usaha. Sekalipun suatu usaha berjalan
sangat efisien, namun semua itu tidak berarti apabila konsumen tidak memiliki
keyakinan dan keinginan untuk mengkonsumsi produknya daripada
mengkonsumsi produk rival usahanya, atau, menabung dananya untuk
dikonsumsi pada masa yang akan datang. Memahami perilaku konsumen
merupakan langkah awal dalam penentuan harga yang menguntungkan,
penentuan advertising, disain produk dan keputusan produksi.

4.1. Consumer Preferences dan Utility


Pendekatan preferensi konsumen dan utilitas ini membutuhkan
beberapa asumsi dasar, yaitu:
a) Complete information: konsumen memiliki informasi yang
lengkap tentang segala sesuatu yang dikonsumsinya. Informasi
tersebut dapat berupa informasi tentang harga, jumlah produk,
kualitas produk.

37
b) Preference ordering: konsumen dapat membuat preferensi
terhadap sejumlah barang yang dibutuhkan. Dalam asumsi ini
terkandung secara implisit asumsi transitivitas, yaitu bila A > B
(baca “lebih disukai daripada”), dan B > C, maka A > C.
Konsumen melakukan konsumsi bila dalam aktifitas konsumsi tersebut
memperoleh manfaat atau utility. Preferensi konsumen dapat direpresentasikan
dengan fungsi utility, yaitu suatu persamaan yang menunjukkan bagaimana
persepsi individu tentang tingkat utility pada aktifitas konsumsi sejumlah barang,
U = f (X1,X2, ...,Xn).
Sebagai penyederhanaan, diasumsikan produk yang dikonsumsi adalah Y dan X.
Dan konsumen dapat melakukan substitusi terhadap kedua jenis produk tersebut.
Jika dari berbagai kombinasi kedua produk tersebut menghasilkan utilitas yang
sama, maka titik-titik tersebut membentuk indifference curve.

Gambar 4.1:
Indifference Curve

10 A Utilitas A = Utilitas B = Utilitas C

Marginal Rate of Substitution


(MRS) :
= Y/X
5 B

2 C
I1

1 4 8 X

Marginal Rate of Substitution (MRS) mengukur jumlah unti barang Y


yang harus dikurangi (atau ditambahkan) jika ingin menambah (atau
mengurangi) konsumsi barang X pada tingkat utilitas yang tetap.

38
Rumusan MRS sebenarnya dapat diinterpretasikan pula sebagai Marginal Utility,
jika yang dibicarakan adalah perubahan utility sebagi akibat dari peningkatan
jumlah barang yang dikonsumsi sebesar satu unit.

Total Utility YX : TU = UY + UX

Tambahan Utility YX: U = UY + UX

Marginal Utility: MU = U / (Y+X) = U / Q

Maka:
U = (MUX x X) + (MUY x Y)

Jika berada pada posisi indifference (tingkat utilitas tetap):

0 = (MUX x X) + (MUY x Y)


maka:
-(Y/X) = (MUX/MUY) MRS

4.2. Consumer’s Budget Constraint


Utilitas adalah faktor yang dapat dimaksimumkan. Akan tetapi nilai
maksimum dari utilitas hanya dapat direalisasi jika konsumen memiliki
kemampuan finansial untuk memenuhinya. Dengan kata lain, budget konsumen
merupakan faktor kendala. Kendala budget dapat diwujudkan dalam bentuk
Budget Line, yaitu suatu kumpulan titik-titik yang ditempati oleh berbagai
kombinasi barang atau jasa yang dapat dibeli konsumen.

Budget: M = PX . X + PY . Y

39
Budget line (Gambar 4.2) dapat mengalami pergeseran karena adanya
perubahan budget atau income (a) dan perubahan harga (b)

Gambar 4.2:
Shifting the Budget Line

QY QY

100 100

80

200 240 QX 125 250 QX

(a) Perubahan Income (b) Perubahan Harga


Y

4.3. Maksimasi Utility


Keputusan konsumen untuk mengkonsumsi diasumsikan didasarkan
atas utilitas maksimum dengan memanfaatkan semua budget yang dimiliki.
Proses maksimisasi ini akan melibatkan kurva indiferen, yang menunjukkan
tingkat kepuasan tertentu pada berbabagi kombinasi konsumsi dan kemampuan
budget sebagai faktor pembatas keinginan konsumen.
Dalam kasus ini terdapat kemiripan antara Marginal Rate of
Substitution (MRS), Marginal Utility (MU), dan maksimisasi utilitas dengan
kendala budget (lebih lanjut disebut dengan Optimum Choice).

40
Gambar 4.3:
Constraint Utility Maximization

QY

60 A
50

30 E

5 B

75 QX

4.4. Kurva Demand Individual dan Market Demand


Kepentingan para manager terhadap perilaku konsumen seringkali
dikaitkan dengan permintaannya terhadap produk yang dihasilkan. Dalam
menganalisis perilaku konsumen yang dikaitkan dengan hasil produknya konsep
optimum choice dapat diterapkan dalam pembentukan permintaan konsumen
(Gambar 4.4).
Pembentukan kurva demand individual dilakukan dengan mengoleksi
informasi tentang kemampuan budget yang secara relatif dikaitkan dengan
tingkat harga umum, serta harga dari produk yang akan dikonsumsi oleh
konsumen..........D: QX = f (PX, M)
Individual demand merupakan perilaku individual terhadap suatu
produk. Kepentingan produsen, sebenarnya bukan terletak pada perilaku secara
individual tetapi perilaku konsumen secara kolektif, yang disebut dengan Market
Demand. Oleh sebab itu, pembentukan market demand dapat dilakukan dengan
menjumlahkan secara horisontal individual demand (hizontal summation).

41
Gambar 4.4:
Deriving a Individual Demand Curve

QY
BL1-PX=10

BL2-PX=8

BL3-PX=5

QX

PX
Demand
10
Curve for X

QX

42
Gambar 4.5:
Deriving a Market Demand

PX PX
Demand Individul - A
100 Demand Individul - B

80

60

20 40 60 QX 50 100 QX

PX
Market Demand
100

80

20 90 160 QX

4.5. Substitution Effect dan Income Effect


Pada saat harga barang mengalami peningkatan, maka konsumen
memiliki kecenderungan untuk melakukan substitusi dengan barang lain yang
secara relatif memiliki harga lebih murah dengan harapan, dengan budget yang

43
sama konsumen memperoleh jumlah barang yang lebih banyak. Logika ekonomi
seperti ini disebut dengan Substitution Effect.
Pada saat konsumen merasa harga secara relatif lebih murah, bisa
diakibatkan oleh adanya deflasi atau karena adanya peningkatan pendapatan
secara relatif terhadap harga, maka konsumen cenderung untuk meningkatkan
konsumsi barang tersebut. Hal ini disebut dengan Income Effect.

Gambar 4.6:
Substitution Effect, Income Effect, and Total Effect

QY QY

(a) Normal Goods (b) Inferior Goods

QX
QX Income Effect
Income Effect

Substitution Effect Substitution Effect

Total Effect Total Effect

4.6. Informasi Tidak Sempurna


Sampai sejauh ini, analisis tetap mendasarkan diri pada complete
information, khususnya tentang harga dan kuantitas produk yang ada di pasar.
Walaupun asumsi ini rasional dan dapat digunakan dalam memahami perilaku
konsumen, realitas yang dihadapai oleh konsumen seringkali tidak menunjukkan

44
adanya informasi yang lengkap. Oleh sebab itu, konsumen masih harus berusaha
untuk memperoleh informasi sebelum mengambil keputusan membelanjakan
uangnya. Dalam upaya mencari informasi tersebut, konsumen harus
mengeluarkan biaya. Biaya ini ditanggung secara bersama-sama oleh konsumen
guna mencari informasi yang jelas sebagai dasar pengambilan keputusan. Biaya
mencari informasi ini disebut dengan Search Cost.

Gambar 4.7:
Finding The Optimal Level of Search

Marginal Benefit of Search (Rp)

MBsearch

MCsearch

Hours of Time Spent Searching

Ketika konsumen secara individual harus mengeluarkan biaya untuk


mencari informasi, maka hal ini dapat ditangkap produsen dalam memberikan
alternatif konsumen dalam mendapatkan informasi melalui advertensi sebelum
mengambil keputusan mengkonsumsi. Advertensi dikaitkan dengan fungsinya
dapat dirinci dalam dua klasifikasi, yaitu: (a) purely informative advertising, (b)
image advertising.
Purely Informative Advertising merupakan advertensi yang didisain
terutama untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk (misalnya, harga,
kuantitas, kualitas, dan lain-lain). Ketika konsumen telah memperoleh informasi
dari produsen, maka konsumen merasa tidak perlu lagi mengeluarkan search

45
cost, sehingga akan mendorong naik tambahan utilitas per-unit uang yang
dikeluarkan untuk konsumsi produk tersebut.

Sebelum ada advertensi: Pf = P + S : P = harga produk


S = search cost
Pf = full price

Setelah ada Purely Informative Advertising: P

Image Advertising didisain untuk mempengaruhi pola preferensi


konsumen, sehingga produk yang di-advertensi-kan memiliki nilai kegunaan
lebih. Sehingga image advertising tidak mempengaruhi full price, tetapi hanya
mempengaruhi preferensi.

Image Higher MU Increase MRS


Advertising

Indifference Higher Price Sales rises


Curve

Higher Pct
Consumer’s
Budget

46
Sebuah studi yang dilakukan oleh Ramos (1997) tentang keterkaitan
antara advertising, sales, dan price pada produk mobil Renault di Portugal pada
periode 1988. Januari sampai dengan 1996. Juni, menghasilkan kesimpulan
bahwa terdapat kecenderungan dalam jangka panjang bahwa variabel advertising
berperan sebagai variabel eksogen, yaitu variabel yang besarannya ditentukan
diluar sistem persamaan, sedangkan kedua variabel lain, variabel sales dan harga
berperan sebagai variabel endogen, yaitu variabel yang besarannya lebih
ditentukan dalam sistem.
Berdasarkan studi Ramos tersebut diperoleh fakta bahwa dalam jangka
panjang maupun dalam jangka pendek variabel sales sangat dipengaruhi oleh
variabel advertising, demikian pula halnya dengan variabel harga. Sedangkan
variabel sales dan variabel prices menunjukkan saling ketergantungan
(bidirectionality), yaitu sales dipengaruhi oleh price demikian pula sebaliknya,
variabel prices dipengaruhi oleh variabel sales.

Pertanyaan diskusi :
1. Shakuntala, seorang mahasiswa fakultas ekonomi, mempunyai pendapatan
yang terbatas dan dia hanya mengkonsumsi teh botol dan roti. Konsumsinya
sekarang adalah 4 botol teh dan 10 buah roti. Harga dari teh botol adalah Rp
1.500,- per botol dan harga roti Rp 2.000 ,- per buah. Botol teh terakhir (dari
konsumsi teh botol) menambah kepuasan sebesar 500 unit, sedangkan roti
terakhir (dari konsumsi roti) menambah kepuasan 400 unit.
a. Apakah Shakuntala membuat keputusan yang memaksimalkan utility ?
Jelaskan.
b. Jika tidak, apa yang sebaiknya dilakukan agar utility maksimal tercapai ?
2. Asosiasi produsen daging sapi, asosiasi petani penghasil susu, asosiasi petani
kentang, industri tekstil dan asosiasi petani jeruk seringkali melakukan
periklanan untuk meningkatkan permintaan atas produksnya. Mengapa
asosiasi perdagangan dan bukannya perusahaan individual yang melakukan
periklanan ?

47
Standar Kompetensi :
Mengidentifikasi fungsi permintaan dalam pengambilan keputusan manajerial
Kompetensi Dasar
1. Menerapkan fungsi permintaan dalam pengambilan keputusan manajerial
2. Menganalisis output pengolahan data dari fungsi permintaan

Informasi tentang permintaan merupakan informasi penting bagi


pengambilan keputusan tentang harga maupun produksi. Suatu perusahaan
berskala besar akan menggunakan fungsi permintaan empiris dan berbagai alat
peramalan untuk menentukan harga yang akan diberlakukan pada produknya.
Begitu banyaknya data empiris yang dapat dikumpulkan oleh para pengambil
keputusan membuat para manajer tidak mungkin membuat keputusan hanya
dengan mendasarkan diri pada intuisi atau menduga-duga tentang harga optimal
yang bisa diterapkan pada produknya.
Semua manajer dapat memahami bahwa perubahan harga merupakan
praktek yang dapat berdampak luas. Pembeli loyal dapat saja berusaha untuk
mengalihkan pembelian pada produsen lain karena perubahan harga tersebut.
Oleh sebab itu penentuan harga harus mempertimbangkan kemampuan menjual
yang dimiliki perusahaan dan kemampuan konsumen. Tujuan dari pertimbangan
tersebut adalah mencapai kepastian dampak dari perubahan harga yang akan
dilakukan. Secara umum manajer tidak akan berani mengambil keputusan jika
tidak ada “kepastian” dampak dari kebijakan perubahan harga. Untuk mencapai
“kepastian” tersebut maka manajer membutuhkan informasi, atau teknik analisis
yang mampu mengarahkannya pada pencapaian keuntungan maksimal. Namun
demikian, perlu juga dipahami bahwa teknik analisis, baik berupa matematika
maupun statistika, tidak dapat memecahkan semua persoalan manajerial, namun

48
yang pasti pengetahuan tentang tenik analisis tersebut akan mampu
meningkatkan pemahaman akan informasi yang diperoleh.
Fungsi permintaan empiris (empirical demand function) merupakan
hubungan antar variabel yang terkait atau diduga terkait dengan permintaan yang
diturunkan dari data yang telah ada. Dari fungsi permintaan empiris ini,
seseorang dapat membuat persamaan permintaan empiris (empirical demand
equation), yaitu bentuk hubungan antar variabel yang terkait. Hubungan tersebut
dapat berupa hubungan linier, kuadrat, kubik, maupun polinomial. Dari empirical
demand equation ini kita dapat melakukan estimasi yang bersifat kuantitatif.

5.1. Estimasi Permintaan : Direct Method dan Regression Analysis


Direct method dalam analisis permintaan dimaksudkan sebagai analisis
yang tidak melibatkan analisis regresi. Metode langsung ini dapat menghasilkan
akurasi yang baik apabila orang yang melaklukannya memiliki kepakaran dan
pengalaman yang baik tentang masalah yang akan dipecahkan. Sedangkan
analisis regresi merupakan teknik statistik untuk melakukan estimasi terhadap
persamaan dan melakukan pengujian tingkat signifikansi statistiknya.

Consumer Interviews
Merupakan aktifitas penggalian informasi atau data yang langsung di
arahkan pada pembeli potensial tentang, misalnya, jumlah komoditi yang akan
dibeli pada berbagai tingkat harga, dan beberapa kemungkinan nilai komoditi
yang diterima konsumen dengan melibatkan informasi tentang komoditi
substitusi, komoditi komplementer, harga komoditi substitusi, dan lain-lain. Pada
bentuk penelitian yang lebih intensif akan dibutuhkan kuesioner yang akan
diarahkan pada sampel yang terpilih dengan dipandu interviewer. Penggunaan
kuesioner yang tidak cermat memungkinkan peneliti terjebak pada beberapa
problem dasar, yaitu: penentuan sampel yang tidak tepat, ketidak sesuaian antara
jawaban responden dan tindakan responden (response bias), dan akurasi jawaban
responden.
Bentuk lain dari pengamatan terhadap konsumen adalah dengan metode
pengamatan yang bersifat eksperimental (experimental research), yaitu metode

49
riset dengan melakukan kontrol terhadap responden dengan perlakuan tertentu.
Peneliti menciptakan kondisi tertentu yang membuat faktor diluar yang diamati
dapat terkontrol atau dianggap konstan.

5.2. Spesifikasi Empirical Demand Function


Secara umum, fungsi permintaan dapat dituliskan sebagai berikut:

Fungsi Permintaan: Q = f (P,M,Pr,N)


Keterangan:
Persamaan Permintaan:
Q = kuantitas Q=
komoditi yang  +  1P +  2M +  3Pr +  4N
dibeli
P = harga komoditi
M = income konsumen
Pr = harga komoditi yang terkait
N = jumlah pembeli
 = konstanta
 = koefisien

Penafsiran koefisien regresi () sangat tergantung dari pemodelan yang


dilakukan. Apabila persamaan permintaan di atas merupakan persamaan linier
biasa, maka koefisien dapat ditafsirkan sebagai, misalnya, jika harga barang P
maka permintaan akan sebesar koefisien () dikalikan tingkat harga (P). Namun
apabila persamaan linier yang dibentuk berasal dari power equation, maka akan
menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Power Equation: Q = P1M2Pr3N4

Melalui proses linierisasi dengan menggunakan logaritma natural, power


equation di atas dapat diubah menjadi:

Linear Equation: lnQ = ln  +  1ln P +  2lnM +  3lnPr +  4lnN

Ketika bentuk persamaan seperti hasil linierisasi power equation, maka


penafsiran koefisien menjadi bersifat hubungan relatif, antara persentase

50
perubahan kuantitas terhadap persentase perubahan harga ( 1). Sedangkan (2)
merupakan persentase perubahan kuantitas sebagai akibat persentase perubahan
pendapatan, dan seterusnya. Dengan kata lain, ( 1) merupakan elastisitas harga,
( 2) merupakan elastisitas pendapatan, ( 3) merupakan cross-price elasticity.

5.3. Estimasi Permintaan: Market Determined Prices


Market determined prices adalah harga komoditi ditentukan oleh
interaksi antara kurva permintaan dan kurva penawaran, sedangkan manager
determined prices adalah harga komoditi ditentukan oleh keputusan manager.
Ketika perusahaan berada pada market determined (price taking), maka harga
masuk dalam kategori sebagai endogenous variable, yaitu variabel yang nilainya
ditentukan oleh sistem persamaan. Sebaliknya jika perusahaan masuk kategoru
manager determined (price setting) maka harga merupakan variabel exogenous
variable, yaitu variabel yang nilainya ditentukan diluar sistem persamaan.
Pembedaan posisi penentuan harga tersebut menimbulkan implikasi penting pada
pembentukan model estimasi.
Apabila perusahaan berada pada posisi sebagai market determined
(price taking), maka harga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan
penawaran. Konsekuensi dari penentuan harga tersebut adalah tidak
dimungkinkannya penggunaan single equation tetapi yang diperlukan adalah
simultaneous equation.
Sebagai contoh dapat diilustrasikan permintaan dan penawaran
komoditas bensin premium:

Permintaan: Q = a + b1P + b2 M

Penawaran: Q =  +  1P +  2Pc

Keterangan:
Q = jumlah premium yang terjual pada periode tertentu
P = harga premium
M = pendapatan konsumen
Pc = harga minyak mentah

51
Jika interaksi antara permintaan dan penawaran terjadi dan mengakibatkan
adanya keseimbangan pasar, maka interaksi tersebut dalam persamaan
diterjemahkan sebagai bentuk kesamaan antara kedua persamaan, yaitu :

Equilibrium: Permintaan = Penawaran

a + b1P + b2 M =  +  1P +  2Pc
maka:
P =1/( b1- 1) [ ( -a) +  2Pc – b2M ]
Atau:
P = f (Pc,M)
Q = h (Pc,M)

Persamaan yang menggambarkan endogenous variabel sebagai fungsi dari


exogenous variabel dan random error disebut dengan reduced-form equations.
Dengan demikian, reduced-form equation menunjukkan dua hal penting, yaitu:
(a) nilai observasi variabel P dan Q ditentukan oleh exogenous variable, dan
random error dari persamaan permintaan dan penawaran, (b) variabel harga (P)
berkorelasi dengan random error baik dari sisi permintaan maupun penawaran.

5.4. Estimasi Permintaan: Manager Determined Prices


Pada saat perusahaan berada pada posisi price-setting atau manager
determined prices, maka persoalan simultan akan hilang, dan kurva permintaan
untuk perusahaan diestimasi dengan menggunakan single-equation. Ilustrasi
tentang estimasi demand adalah sebagai berikut:
Fungsi Permintaan untuk bunga Rose:

QRoses = f (PRoses, PCarn, Ydis, Trend)

Persamaan Permintaan bunga Rose dalam bentuk logaritma natural:

LQRoses = constanta + b1LPRoses + b2 LPCarn + b3LYdis + b4 LTrend + e

52
Tabel 5.1:
Permintaan Bunga Rose di Detroit Metropolitan 1971.III – 1975.II

Dependent Variable:
LQROSES Method: Least
Squares
Sample: 1971:3 1975:2
Included observations: 16 Coefficient
Variable Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.626824 6.148262 0.101951 0.9206
LPROSES -1.273555 0.526649 -2.418224 0.0341
LPCARN 0.937305 0.659191 1.421902 0.1828
LYDIS 1.712976 1.200843 1.426478 0.1815
LTREND -0.181597 0.127893 -1.419907 0.1833
R-squared 0.777953 Mean dependent var 8.902209
Adjusted R-squared 0.697208 S.D. dependent var 0.306877
S.E. of regression 0.168864 Akaike info criterion -0.469145
Sum squared resid 0.313664 Schwarz criterion -0.227711
Log likelihood 8.753157 F-statistic 9.634745
Durbin-Watson stat 1.782659 Prob(F-statistic) 0.001343
Keterangan:
 QRoses merupakan kuantitas bunga rose yang terjual dalam satuan dozen
 PRoses merupakan average wholesale price bunga rose dalam satuan $/dozen
 PCarn merupakan average wholesale price bunga carnation dalam satuan $/dozen
 Ydis merupakan average weekly family disposable income dalam satuan $/week
 Trend merupakan variabel trend di wilayah Detroit Metropolitan
(Sumber data: Gujarati, 1995: 225)

Sebuah persamaan regresi apabila variabel yang dioperasionalkan


memiliki bentuk logaritma, baik yang berbilangan basis 10 ataupun nilangan
basis bilangan alam, maka koefisien regresi yang terbentuk ditafsirkan sebagai
persentase perubahan. Interpretasi yang dapat diberikan pada contoh di atas
adalah sebagai berikut:
a. Jika harga bungan rose (Proses) mengalami peningkatan sebesar
1%, maka akan berdampak negatif (menurunkan) perubahan
kuantitas bunga roses yang terjual (Qroses) sebesar 1.273 %
b. Jika harga bunga carnation (Pcarn) sebagai barang substitusinya,
mengalami peningkatan 1%, maka permintaan terhadap bunga
roses (Qroses) akan mengalami peningkatan sebesar 0.937%.
(berdampak positif).
c. Jika pendapatan masyarakat (Ydis) mengalami peningkatan 1%
maka akan meningkatkan penjualan bunga rose (Qroses) sebesar
1.713% (berdampak positif).

53
d. Karena perubahan waktu tidak relevan dikaitkan dengan
persentase perubahannya, maka cukup di interpretasikan bahwa
terdapat kecenderungan dari waktu ke waktu kuantitas penjualan
bunga rose (Qroses) mengalami penurunan.
Yang perlu diingat adalah bahwa menghubungan antara perubahan
kuantitas suatu barang dengan perubahan harganya berarti bicara dalam konteks
elastisitas. Oleh sebab itu dapat diinterpretasikan secara teknis bahwa: elastisitas
harga atau elastisitas permintaan bunga rose adalah sebesar –1.273 atau bersifat
elastis, karena perubahan harga secara relatif lebih besar daripada perubahan
kuantitas. Demikian pula dapat dituliskan bahwa elastisitas silang atau cross
elastisity antara bunga rose dan bunga carnation memiliki nilai sebesar –0.937.
Dan elastisitas pendapatan memiliki nilai sebesar 1.713

Pertanyaan Untuk Diskusi :

1. Omega Company merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang


penyediaan produk pembersih dan deterjen. Salah satu produk yang dijual
adalah pelembut pakaian yang dipasarkan dengan merkBlast. Produk ini
merupakan produk andalan karena memberikan pemasukan pendapatan
tersbesar bagi perusahaan.
Manajemen perusahaan tisak yakin dengan strategi promosi dan
pemberian potongan harga produk ini dapat meneikkan jumlah
penjualan.Hal tersebut didorong departemen R & D yang melakukan
penelitian terhadap permintaan produk Blast. Penelitian dilakukan dengan
periode waktu selama 14 minggu dan diperoleh data sbb :

54
Minggu Jumlah Penjualan Harga Harga Harga
ke Mingguan Blast Blast Clouds Promosi
( ratusan ) ( dollar ) ( dollar ) ( ribuan dollar
Q Pb Pc Adv
1 1027 1.45 1.42 3.97
2 1204 1.29 1.45 4.54
3 974 1.47 1.39 3.77
4 1111 1.33 1.43 3.29
5 1042 1.44 1.40 3.49
6 1304 1.32 1.47 4.27
7 1054 1.33 1.38 4.11
8 997 1.35 1.37 3.50
9 1223 1.31 1.43 3.97
10 1247 1.30 1.44 3.88
11 1049 1.46 1.43 3.99
12 1250 1.27 1.47 4.54
13 972 1.47 1.38 3.75
14 1184 1.32 1.46 3.31

Menurut hipotesa para analis bagian RD perusahaan, fungsi permintaan


berikut akan menjelaskan hubungan antara Kuantitas Penjualan ( Q ) dengan
Harga Blast ( Pb ), Harga Clouds ( Pc ) dan Biaya Promosi ( Adv ) yaitu :
Q = a + b (Pb) + c (Pc) + d (Adv)
Pertanyaan :
1. Dengan menggunakan salah satu alat analisis (software), data diatas
diolah dan kemudian berdasarkan output olahan data tersebut
intepretasikan hasilnya untuk memberikan informasi kepada pihak
manajemen ODC mengenai hubungan dan pengaruh variable Kuantitas
Penjualan dengan Harga Blast, Harga Clouds dan Biaya Promosi.
2. Apabila anda dimintai saran oleh manajemen ODC untuk meningkatkan
Kuantitas Penjualan, kebijakan apa yang anda sarankan ? Berikan
dukungan teoritis untuk kebijakan tersebut !

55
Standar Kompetensi
Menyelesaian perhitungan peramalan perusahaan untuk pengambilan keputusan
manajerial
Kompetensi Dasar
1. Membedakan teknik peramalan kuantitatif
2. Membaca output peramalan data untuk pengambilan keputusan
manajerial
3. Menganalisis peramalan data

Terdapat dua kategori utama forecasting yang sering digunakan dalam


peramalan permintaan, yaitu: (a) qualitative model, (b) statistical model.
Peramalan yang bersifat kualitatif seringkali dianggap lebih sulit daripada
peramalan yang bersifat statistik karena dalam peramalan kualitatif tidak terdapat
model atau metode yang bersifat eksplisit, dengan kata lain teknik yang
digunakan bersifat “rule of thumb”. Ketidak pastian metode yang digunakan
disebabkan oleh obyek amatan yang akan diramalkan memiliki kompleksitas
yang tinggi, yang tidak dapat direpresentasikan oleh sebuah atau beberapa buah
metode peramalan. Sehingga peramalan kualitatif lebih mengandalkan
kemampuan orang-orang yang ahli di bidangnya dan sulit untuk
dikomunikasikan dengan pihak lain secara jelas.
Disisi lain, peramalan statistik memiliki kejelasan dalam metode yang
digunakan. Metode permalan statistik ini dapat dibedakan menjadi dua
kelompok utama, yaitu: (a) time-series model, dan (b) econometric model.

6.1. Qualitative Forecasting Techniques


Sebagaimana telah diuraikan, peramalan yang beersifat kualitatif sulit
untuk digambarkan, dan sekaligus diajarkan, karena keterlibatan subyek peramal
menjadi sangat penting. Peramalan kualitatif akan melibatkan data yang tersedia
dan kemampuan individual serta pengetahuannya tentang obyek amatan, serta
sangat dimungkinkan menonjolkan bagian tertentu sebagai pusat perhatiannya.

56
6.2. Statistical Forecasting: Time-Series Model
Time-series model (model runtun-waktu) merupakan model peramalan
yang menggunakan data runtun-waktu. Dengan kata lain, time-series model
memberikan gambaran tentang proses terbentuknya suatu data yang bersifat
historis. Salah satu teknik peramalan time-series yang sering digunakan dan
bersifat sederhan adalah linear trend.
Penggunaan linear trend didasarkan atas pengamatan bahwa variabel
yang diamati memiliki perilaku berubah secara linier. Data yang ditempatkan
sebagai variabel peramal dapat menggunakan waktu. Sebagai contoh, sebuah
bank membutuhkan informasi tentang tingkat konsumsi tiga tahun kedepan,
dengan menyusun model peramalan berdasarkan linear trend sebagai berikut:

Consume = a + b (time) ; a = konstanta; b=koefisien trend

Tabel 6.1: Data


Konsumsi

OBS TIME CONSUME

1980 1 2447.100
1981 2 2476.900
1982 3 2503.700
1983 4 2619.400
1984 5 2746.100
1985 6 2865.800
1986 7 2969.100
1987 8 3052.200
1988 9 3162.400
1989 10 3223.300
1990 11 3260.400
1991 12 3240.800

57
Hasil perhitungan linear trend adalah sebagai berikut:

Tabel 6.2:
Print-Out Hasil Linear Time Trend Inflasi
Dependent Variable: Consume
Method: Least Squares
Sample: 1980 1991
Included Observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2322.509 35.57903 65.27747 0.0000
TIME 85.86014 4.834239 17.76084 0.0000

Print-out pada tabel di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai
berikut:

Consume = 2322.509 + 85.860 (time)

Grafik 6.1:
Perbandingan Data Observasi (Consume) dan Data Ramalan (Consumef)

3400

3200

3000

2800

2600

2400
80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91

CONSUME CONSUMEF

58
Grafik (CONSUMEF) merupakan tampilan hasil perkiraan. Jika data diakhiri
tahun 1991, maka peramalan tiga tahun kedepan berarti tahun 1992-1994.
Peramalan dapat dilakukan sebagai berikut:

Atas dasar persamaan: Consume = 2322.509 + 85.860 (time), maka

Tahun 1992: Consumef (1992) = 2322.509 + 85.860 (13)


= 3438.68

Tahun 1993: Consumef (1993) = 2322.509 + 85.860 (14)


= 3524.54

Tahun 1994: Consumef (1994) = 2322.509 + 85.860 (15)


= 3610.40

6.3. Seasonal (Cyclical) Variation


Data time series dapat juga membentuk pola tertentu, seperti musiman
(seasonal) atau siklus (cyclical ) tertentu. Seperti misalnya penjualan peralatan
sekolah meningkat tajam menjelang tahun ajaran baru (siklus tahunan),
peningkatan order fotokopian mahasiswa (siklus semesteran), dan lain-lain.
Karena di dalam kasus yang mengandung terdapat ke-“abnormal”-an data pada
saat terjadi siklus, maka perlu digunakan faktor koreksi, yang disebut dengan
dummy variable.
Data sales yang memiliki siklus tiga bulanan (3-bulan pertama 1996
hampir sama dengan 3-bulan pertama tahun berikutnya, demikian pula 3-bulan
kedua 1996 hampir sama dengan 3-bulan kedua tahun-tahun berikutnya):

59
Tabel 6.3:
Data Time, Sales dan Dummy

OBS TIME SALES D1 D2 D3

1996:1 1 72.00000 1 0 0
1996:2 2 87.00000 0 1 0
1996:3 3 87.00000 0 0 1
1996:4 4 150.0000 0 0 0
1997:1 5 82.00000 1 0 0
1997:2 6 98.00000 0 1 0
1997:3 7 94.00000 0 0 1
1997:4 8 162.0000 0 0 0
1998:1 9 97.00000 1 0 0
1998:2 10 105.0000 0 1 0
1998:3 11 109.0000 0 0 1
1998:4 12 176.0000 0 0 0
1999:1 13 105.0000 1 0 0
1999:2 14 121.0000 0 1 0
1999:3 15 119.0000 0 0 1
1999:4 16 180.0000 0 0 0

Karena pola keteraturannya ada pada setiap triwulan, maka rumusan peramalan
yang dapat dibentuk adalah sebagai berikut:

Sales = a + b (Time) + c1 (D1) + c2 (D2) + c3

(D3) Hasil perhitungan peramalan adalah sebagai berikut:

Sales = 139.6250 + 2.7375 (Time) – 69.7875 (D1) – 58.775 (D2) – 62.0125 (D3)

60
Tabel 6.4:
Print-Out Peramalan Sales Siklikal
Dependent Variable: Sales
Method: Least Squares
Sample: 1996:1 1999:4
Included Observations: 16
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 139.6250 1.743576 80.07968 0.0000
TIME 2.737500 0.129958 21.06442 0.0000
D1 -69.78750 1.689460 -41.30757 0.0000
D2 -58.77500 1.664280 -35.31556 0.0000
D3 -62.01250 1.648988 -37.60640 0.0000
R-squared 0.996549 F-statistic 794.1255
Durbin-Watson stat 2.240664 Prob(F-statistic) 0.000000

Grafik 6.2 :
Perbandingan Hasil Peramalan Sales dan Sales Observasi 1996.I-1999.IV

200

180

160

140

120

100

80

60
96:1 96:3 97:1 97:3 98:1 98:3 99:1 99:3

SALES SALESF

61
Sales ramalan 2000.I – 2000.IV adalah:

Sales 2000.I:
Sales = 139.6250 + 2.7375 (17) – 69.7875 (1) – 58.775 (0) – 62.0125 (0)
= 116.3745

Sales 2000.II:
Sales = 139.6250 + 2.7375 (18) – 69.7875 (0) – 58.775 (1) – 62.0125 (0)
= 130.125

Sales 2000.III:
Sales = 139.6250 + 2.7375 (19) – 69.7875 (0) – 58.775 (0) – 62.0125 (0)
= 129.6245

Sales 2000.IV:
Sales = 139.6250 + 2.7375 (Time) – 69.7875 (D1) – 58.775 (D2) – 62.0125
(D3)
= 194.375

6.4.Econometric Model
Econometric Model merupakan model statistik yang ditujukan untuk
menjelaskan hubungan ekonomi. Sehingga pemahaman ekonometrika harus
ditekankan pada dua hal, yaitu: hubungan statistik dan hubungan ekonomi.
Terdapat beberapa keuntungan jika menggunakan pendekatan ekonometrika:
 Model ekonometrika membutuhkan orang yang dapat
mengungkapkan secara eksplisit hubungan sebab-akibat, sehingga
variabel yang dilibatkan dalam pengamatan memiliki konsistensi
logis.
 Hubungan sensitifitas antar variabel, misalnya elastisitas, dibangun
atas dasar kedekatan secara statistik dan hubungan ekonomis yang
logis.

62
Atas dasar itu, seorang yang menggunakan ekonometrika sebagai alat analisis,
pada dasarnya harus memiliki perhatian khusus tentang pengukuran hubungan,
estimasi variabel-variabel yang secara ekonomi relevan. Di samping itu
pengguna ekonometrika harus melakukan pengujian terhadap hubungan dan
estimasi yang telah dilakukannya, serta menggunakan hasil analisisnya untuk
melakukan peramalan.

Gambar 6. 3:
Pendekatan Ekonometrika

Theory Fact

Statistical
Model Data Theory

Econometric Refine Data Econometric


Model Techniques

Estimation of the econometric model with


the refine data using econometric techniques

Structural Forecasting Policy


Analysis Evaluation

Sumber: Intriligator, Bodkin, and Hsiao, 1996: 2

63
Pertanyaan diskusi :
1. Rubax Inc. Perusahaan sepatu olahraga di Amerika Serikat,
mengestimasikan model trend linier sepatu produksinya sebagai berikut:
Q t = a + b t + c D1 + d D2 + e D3
Dimana :
Qt : penjualan sepatu Rubax Inc. Kuartalan
t : 1,2,3, ---, 28 (1992(I) , 1992 (II), .., 1998(IV))
D1 : 1 jika t adalah kuartal I ; 0 sebaliknya
D2 : 1 jika t adalah kuartal II ; 0 sebaliknya D3 : 1 jika t adalah
kuartal IIII ; 0 sebaliknya Estimasimenggunakandata kuartalan mulai
1992(I) sampai dengan 1998 (IV) , dan hasilnya sebagai berikut :
Dependent Var : Qt R-Square F Ratio P Val on F
Observation : 36 0.9899 761.133 0,001
Variable Parameter Standart t-Ratio P-Value
Intercept Error
a 51.234 7.16 7.15 0.0001
t 3.127 0.524 5.97 0.0001
D1 -11.716 2.717 -4.31 0.0002
D2 -1.424 0.836 -1.7 0.0985
D3 -17.367 2.112 -8.22 0.0001

Pertanyaan :
a. Pada level signifikan 1%, evaluasi statistik dari koefisien yang
diestimasikan
b. Dengan menggunakan persamaan estimasi, buatlah prakiraan
penjualan tahun 1999
c. Hitunglah intercept setiap kuartal ? Hal tersebut mengindikasikan
apa?

64
Standar Kompetensi
1. Mendefinisikan konsep produksi jangka pendek
2. Mendefinisikan konsep biaya jangka pendek
3. Menyelesaiakan penghitungan pembiayaan jangka pendek dalam
perusahaan
Kompetensi Dasar
1. Membedakan jenis-jenis variabel produksi dalam jangka pendel
2. Membedakan jenis-jenis biaya dalam jangka pendek
3. Merumuskan hubungan produksi dan biaya jangka pendek
4. Menyelesaikan kasus pembiayaan jangka pendek

7.1. Konsep Dasar


Produksi (dan biaya) dapat dikelompokkan dalam dua time frame,
yaitu: short-run (jangka pendek) dan long-run (jangka panjang). Dalam short-run,
produsen dihadapkan pada kondisi adanya input atau faktor produksi (satu atau
lebih) yang bersifat konstan dalam jumlah, sedangkan dalam long-run semua
faktor produksi atau input bersifat variabel.
Produksi merupakan suatu aktifitas penciptaan suatu barang atau jasa
dengan menggunakan input atau sumber daya, seperti tenaga kerja, alat-alat
modal, tanah, dan bahan mentah lainnya. Contoh yang paling nyata adalah
perusahaan Exxon menghasilkan bahan bakar bensin, perusahaan ICI
menghasilkan cat, dan bukan hanya perusahaan barang tetapi juga perusahaan
penghasil jasa masuk dalam kategori produksi, seperti perbankan dengan produk
banknya, sekolah dengan pendidikannya, entertainer dengan huiburannya, dan
lain-lain.

65
Fungsi produksi terkait dengan penggunaan sejumlah input dan
kemampuan menghasilkan sejumlah output tertentu. Sehingga, secara formal,
fungsi produksi menggambarkan hubungan antara tingkat output fisik dan tingkat
penggunaan input fisik, pada tingkat penggunaan teknologi tertentu. Secara
matematis diekspresikan:
Q = f(L, K)
Ketika produksi lebih memberikan tekanan pada output maksimum yang dapat
dihasilkan pada penggunaan kombinasi input tertentu, maka produsen berada
pada posisi efifiensi secara teknis atau technical efficiency. Namun, jika
perusahaan berorientasi pada penggunaan input minimal (berarti biaya minimal)
untuk menghasilkan tingkat output tertentu, maka produsen berada pada posisi
efifiensi secara ekonomis atau economic efficiency.
7.2. Produksi dalam Jangka Pendek
Jika secara definisi, jangka pendek berarti terdapat input yang konstan
(misdalnya input kapital), maka secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
Q = f (L, K)
Sehingga perubahan output yang terjadi semata-mata diakibatkan oleh perubahan
tenaga kerja (L). Schedule produksi dapat dilihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1:
Production Schedule

UNIT OF CAPITAL (K)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 0 25 52 74 90 100 108 114 118 120 121

2 0 55 112 162 198 224 242 252 258 262 264


UNITS OF LABOR (L)

3 0 83 170 247 303 342 369 384 394 400 403

4 0 108 220 325 400 453 488 511 527 535 540

5 0 125 258 390 478 543 590 631 653 663 670

6 0 137 286 425 523 598 655 704 732 744 753

7 0 141 304 453 559 643 708 766 800 814 825

8 0 143 314 474 587 679 753 818 857 873 885

9 0 141 318 488 609 708 789 861 90 5 922 935

10 0 137 314 492 617 722 809 887 93 5 953 967


66
Beberapa terminologi penting yang digunakan dalam produksi adalah:
 Total Production: jumlah maksimum output yang dapat diproduksi
pada berbagai kombinasi input yang mungkin
 Average Product: total product (TP) dibagi dengan jumlah input yang
digunakan........APL = TP/L atau APK = TP/K
 Marginal Product: tambahan output yang diakibatkan oleh adanya
tambahan satu unit input......MPL = d(TP)/d(L) atau
MPK = d(TP)/d(K)

Tabel 7.2:
Total Product, Average Product of Labor dan Marginal Product of Labor
(asumsi Capital = 3 unit)

LABOR TOTALPRODUCT AVERAGEPRODUCTOF MARGINALPRODUCTOF


(UNIT) (UNIT) LABOR APL=TP/L LABOR M PL=TP/L

0 0 0 0
1 52 52 52
2 112 56 60
3 170 56.67 58
4 220 55 50
5 258 51.6 38
6 286 47.67 28
7 304 43.43 18
8 314 39.25 10
9 318 35.33 4
10 314 31.40 -4

Pada Gambar 7.1 terlihat bahwa Total Product meningkat sampai


dengan tingkat tenaga kerja 9 unit, dan kemudian mengalami penurunan.
Sedangkan pada Gambar 7.2 mengacu pada asumsi bahwa Average Product pada
awalnya akan mengalami peningkatan dan kemudian menurun. Pada saat
Average Product meningkat, Marginal Product lebih besar daripada Average
Product, namun terjadi sebaliknya ketika Average Product menurun. Kemiringan
kurva Marginal Product pada Gambar 7.2 merupakan realisasi dari konsep the

67
law of diminishing marginal product, yaitu peningkatan penggunaan input pada
saat faktor lain konstan akan mengakibatkan penurunan Marginal Product

Grafik 7.1:
Total Product saat Capital 2 Unit dan 3 Unit

600

500

400 K=3
TP (Unit)

300

200 K=2

100
Labor (unit)
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Grafik 7.2:
Average Product dan Marginal Product saat Capital = 3 units

100

80

60
AP. MP

MP3
40
AP2
20

MP3
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-20 MP2
Labor (Unit)

68
7.3. Economic Cost
Sebagaimana telah diutarakan dalamm Bab 1, bahwa ada perbedaan
antara konsep biaya menurut ekonomi dan akuntansi. Konsep biaya menurut
ekonomi merupakan opportunity cost, yaitu opportunity cost dalam penggunaan
suatu sumber daya yang dimiliki nilainya adalah sama dengan biaya untuk
mendapatkan sumber daya tersebut.
Opportunity cost dalam contoh penggunaan sumber daya tersebut dapat
diklasifikasikan dalam explicit cost dan implicit cost. Explicit cost merupakan
konsep biaya yang pada umumnya dikenal orang, yaitu pembayaran berupa uang
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memiliki atau menggunakan input.
Explicit cost mengacu pada accounting cost. Sebagai contoh, jika perusahaan
menggunakan 10 hari tenaga buruh dengan upah per-hari Rp. 15.000,-, maka
explicit cost-nya sebesar Rp. 150.000,-
Perusahaan seringkali menggunakan beberapa sumber daya yang tidak
termasuk atau dimasukkan dalam bentuk pembayaran uang. Walaupun
perusahaan tidak mengeluarkan uang speserpun, opprtunity cost bukan berarti
tidak ada. Opportunity cost yang bersifat non-moneter ini sering disebut dengan
implicit cost. Implicit cost dapat berupa: (a) penggunaan tanah atau alat-alat
modal yang dimiliki perusahaan, (b) penggunaan tenaga dan pikiran untuk
mengatur usahanya sendiri..
Para ekonom juga seringkali mengacu pada implicit cost karena
menggunakan sumber daya yang ditawarkan pihak lain (implicit cost of using
owner-supplied resources atau sering disebut dengan normal profit) tanpa harus
melakukan pembayaran moneter. Sebagai contoh: terdapat dua perusahaan yang
memproduksi barang yang sama, yaitu perusahaan “Alpha” dan Perusahaan
“Beta”. Beda kedua perusahaan hanya terletak pada, perusahaan “Alpha”
memproduksi barang dengan menggunakan gedung yang dipinjamkan oleh
seseorang, sedangkan perusahaan “Beta” harus menyewa gedung dengan
pembayaran secara moneter. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh kedua
perusahaan tersebut sebenarnya tidak berbeda, walaupun perusahaan “Beta”
harus membuat pengeluaran ekstra karena sewa gedung. Dengan kata lain,

69
pengeluaran untuk gedung bagi perusahaan “Alpha” adalah implicit cost,
sedangkan pada perusahaan “Beta” adalah explicit cost.
Implicit cost karena penggunaan peralatan modal atau tanah yang
dimiliki oleh perusahaan dapat dianggap hasil atau return yang diterima jika
sumber daya tersebut tidak dipergunakan oleh perusahaan tetapi dipergunakan
untuk aktifitas lain yang lebih baik. Aktifitas lain tersebut misalnya disewakan,
dijual kemudian uangnya diinvestasikan kembali.
Opportunity cost mencerminkan nilai pasar saat ini untk suatu sumber
daya. Jika suatu perusahaan membayar US$ 1 juta untuk sebidang tanah, namun
setahun kemudian harga tanah mengalami peningkatan US$ 50 ribu, maka return
yang diterima perusahaan adalah US$ 1.050.000. Vis a versa.

Gambar 7.3:
Prinsip Opportunity Cost

OPPORTUNITY COST:
What the owners give up to use a resource?

Resource Ownership

Owned by others Owned by others

Implicit Opportunity Cost ( normal


Explicit Opportunity Cost
profit )

Rupiahs amount paid to resource Largest return that could have been
owner received if resource sold in market

70
7.4. Biaya dalam Jangka Pendek
Biaya dalam perspektif jangka pendek ditanday dengan adanya unsur
biaya yang bersifat konstan, sehingga rumusan total biaya dalam jangka pendek
adalah:

Total Cost (TC) = Fixed Cost (FC) + Variable Cost (VC)

Fixed Cost (FC) adalah jumlah pembayaran yang dilakukan perusahaan untuk
penggunaan input yang bersifat tetap, sedangkan Variable Cost (VC)
pembayaran untuk penggunaan input yang bersifat variabel. Dari dua pengertian
tersebut dapat dibentuk beberapa terminologi tentang biaya, yaitu:
 Total Cost (TC) yaitu total pembayaran yang dilakukan peruysahaan
karena penggunaan input, baik yang bersifat tetap maupun variabel.
 Average Cost (AC) = TC/Q ; Q = output
 Average Fixed Cost (AFC) = AFC/Q
 Average Variable Cost (AVC) = AVC/Q
 Marginal Cost (MC) = TC/Q
Secara numerik dapat dicontohkan sebagai berikut:

Tabel 7.3:
Derivasi Cost dan Output

Q FC VC(Rp) TC(Rp) Average (Rp/unit) MC(Rp/unit)


(Rp)
(Unit)
AFC AVC AC

0 6000 0 6000 - - - -
100 6000 4000 10000 60 40 100 40
200 6000 6000 12000 30 30 60 20
300 6000 9000 15000 20 30 50 30
400 6000 14000 20000 15 35 50 50
500 6000 22000 28000 12 44 56 80
600 6000 34000 40000 10 56.7 66.7 120

71
Keterangan:
AFC = FC/Q = 6000/100 = 60; AVC = VC/Q = 4000/100 = 40
AC = TC/Q = 10000/100 = 100 ;
MC = (TC100 - TC0)/(Q100 - Q0) = (10000 - 6000)/100 = 40
Atau
MC = (VC100 – VC0)/(Q100-Q0) = (4000 – 0)/100 = 40
Secara grafis dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 7.4:
Fixed Cost, Variable Cost, dan Total Cost

45000
40000
35000
FC.VC.TC (Rp)

30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
0 100 200 300 400 500 600
Output (Unit)

FC VC TC

Gambar 7.5:
Average Cost dan Marginal Cost
AFC,AVC,AC,MC (Rp/Unit)

140
120
100
80
60
40
20
0
0 100 200 300 400 500 600
Output (Unit)

AFC AVC AC MC

72
7.5. Hubungan Produksi dan Biaya dalam Jangka Pendek
Produksi dan biaya merupakan satu kesatuan bahasan, sehingga kedua
bahasan tersebut memiliki keterkaitan. Secara numerik, dalam jangka pendek,
keterkaitan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 7.4a:
Produksi dan Biaya dalam Jangka Pendek
Short-Run Production Short-Run Total Cost
Labor Output Fixed Cost Variable Cost Total Cost
FC=r.K VC=w.L
0 0 6000 0 6000
4 100 6000 4000 10000
6 200 6000 6000 12000
9 300 6000 9000 15000
14 400 6000 14000 20000
22 500 6000 22000 28000
34 600 6000 34000 40000

Tabel 7.4b:
Produksi dan Biaya dalam Jangka Pendek
(Average dan Marguinal)

Short-Run Production Short-Run Cost


Labor Q AP MP AVC MC
0 0 - - - -
4 100 25 25 40 40
6 200 33.33 50 30 20
9 300 33.33 33.33 30 30
14 400 28.57 20 35 50
22 500 22.73 12.50 44 80
34 600 17.65 8.33 56.67 120

73
Gambar 7.6:
Short-Run Production and Cost Relations

60

50

40
AP.MP

MP
30
AP
20

10

0
0 4 6 9 14 22 34
Labor (Units)

140

120

100
AVC, MC (Rp/Unit)

80
AVC
60 MC

40

20

0
0 100 200 300 400 500 600
Output (Units)

Pertanyaan Diskusi :
1. Berikut ini adalah laporan keuangan Alamao Chemical Company (ACC)
perusahaan yang memproduksi daging dalam kemasan :

74
Penjualan ( 1 juta kemasan 2 pound @ $5) $ 5.000.000
Biaya Produksi :
a. Biaya tenaga kerja langsung $ 700.000
b. Biaya bahan baku $ 350.000
c. Biaya variabel overhead $ 150.000
d. Biaya tetap over head $ 600.000
$ 1.800.000 –
Gross Margin $ 3.200.000
Biaya administrasi dan penjualan :
a. Komisi penjualan (@ $0,5 perkemasan) $ 500.000
b. Biaya transportasi $ 600.000
c. Biaya promosi/ periklanan $ 300.000
d. Peralatan Kantor $ 10.000
e. Gaji pegawai $ 90.000
$ 1.500.000 –
Net Operating Income $ 1.700.000
Less Interest Expense $ 500.000 –
Net Income sebelum pajak $ 1.200.000

Dari biaya promosi sebesar $ 300.000, sejumlah $ 250.000 merupakan


biaya variabel. Sedangkan $ 100.000 dari biaya variabel tersebut
merupakan biaya transportasi. Menurut manajemen ACC, $ 50.000 dari
gaji pegawai merupakan biaya variabel.
Pertanyaan :
a. Carilah posisi break even point
b. ACC mempertimbangkan untuk memperbaharui mesin
produksinya yang akan meningkatkan biaya tetap menjadi
$1.000.000. Mesin produksi baru tersebut akan mengurangi biaya
tenaga kerja sebesar $ 0.5 per kemasan dan meningkatkan
kapasitas produksinya menjadi 2 juta kemasan ( pada saat ini
ACC berproduksi sesuai dengan kapasitasnya). Beban suku bunga
juga akan meningkat menjadi $ 1.000.000. Perusasaan yakin
kebijakan tersebut dapat meningkatkan kapasitas produksinya bila
harga diturunkan menjadi $ 4.5 per kemasan. Sedangkan average
variable cost dan fixed cost tidak berubah.
Apakah anda merekomendasikan mesin baru ?Berikan
penjelasannya.

75
Standar Kompetensi :
Menyelesaikan kasus produksi dan biaya jangka dalam perusahaan
Kompetensi Dasar
1. Menggambarkan secara grafis Isocost dan Isoquant
2. Menghitung kombinasi input optimal

8.1. Isoquant
Isoquant merupakan sebuah kurva yang menunjukkan semua
kemungkinan kombinasi input yang dapat dilakukan oleh produsen untuk
membentuk output tertentu. Karakterisitik isoquant ditandai dengan adanya
asumsi bahwa semua input atau faktor produksi memiliki sifat divisible. Secara
grafis terlihat pada gambar 8.1 di bawah ini:
Gambar 8.1:
Tipikal Isoquant
Units of Capital

Marginal Rate of Technical


50
Substitution (MRTS) =
K
= -------------
L

20 A Q2= 200
Q1= 100

15 40 Units of Labor

Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS) merupakan angka yang


menunjukkan kemampuan substitusi satu input terhadap input yang lain. Angka

76
MRTS selalu menunjukkan tanda negatif namun, seringkali tanda negatif tidak
perlu ditulis mengingat sifatnya yang otomatis (bandingkan pemahamannya
dengan Marginal Utility, Marginal Rate of Substitution).
Dalam contoh gambar di atas, angka MRTS adalah sebesar 1,2 (=(50-
20)/(15-40)), yang dapat diinterpretasikan sebagai, jika produsen ingin
mempertahankan produksi sebesar 100 unit dan ingin mengurangi jumlah tenaga
kerja sebesar 1 unit, maka produsen harus meningkatkan jumlah input kapital
sebesar 1,2 unit.
Angka MRTS dapat juga dikaitkan dengan Marginal Product (MP).
Hubungan antar keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Total Perubahan Output: Q = (MPL) (L) + (MPK) (K)
Marginal Rate of Technical Substitution: MRTS = K/L ; Jika Q = 0
Maka:

K/L = MPL/MPK

8.2. Isocost
Isocost adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi input yang
dapat dibeli pada tingkat pembiayaan (expenditure) tertentu dan pada tingkat
harga tertentu. Secara grafis terlihat sebagai berikut:

Gambar 8.2:
Kurva Isocost
Units of Capital

10 A Harga Kapital (=r) = 400


Harga Labor (=w) = 250
Budget (=B) = 4000
B Persamaan Budget Line:
4000 = 400K + 250L
5

8 16 Units of Labor

77
Secara umum dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Jika semua anggaran
(budget) yang dimiliki sebesar 4000 unit uang dibelanjakan semua, dengan
tingkat harga kapital/unit sebesar 400 unit uang, dan harga labor/unit sebesar 250
unit uang, maka jika budget dibelanjankan untuk kapital seluruhnya akan
memperoleh sebanyak (4000/400) = 10 unit kapital, dan jika dibelikan labor
seluruhnya akan memperoleh sebanyak (4000/250) = 16 unit labor.

Persamaan Budget Line:

BL = rK + wL

8.3. Kombinasi Input Optimal


Seorang manajer yang menginginkan memaksimasi profit pertama-tama
haruslah mengambil keputusan tentang berapa jumlah output yang harus
diproduksi pada tingkat biaya terendah. Dengan kata lain, pertimbangan biaya
terendah mendasarkan diri pada garis anggaran sebagai variabel kendala, dan
produk sebagai obyek yang dimaksimalkan. Secara grafis keputusan tersebut
adalah sebagai berikut:

Gambar 8.3:
Optimal Input Combination to Minimize Cost for a Given Output

Units of Capital
Budget Line-1

A
C1 Budget Line-2

C2 B Isoquant

C3 D Q

L1 L2 L3 Units of Labor

78
Pada Gambar 8.3 terlihat bahwa jumlah produksi yang secara ekonomis
efisien memiliki kombinasi penggunaan input (K2, L2). Sekalipun titik A, B, dan
D memiliki kuantitas produksi yang sama namun penggunaan input akan lebih
efisien bila memilih posisi di titik B
Gambar 8.3 di atas merupakan kondisi optimum output pada tingkat
biaya terendah pada satu periode tertentu. Apabila perusahaan ingin
mengembangkan usahanya dan dalam proses pengembangan tersebut masih
berpijak pada aspek least cost combination, maka dapat digambarkan sebagai
expansion path.

Gambar 8.4 :
An Expansion Path

Units of Capital

250

200 Expansion Path

150

10 15 20 Units of Labor

Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa ekspansi jangka panjang
pada produksi berarti dimungkinkannya semua input untuk mengalami
perubahan (jumlah maupun kuantitas). Tetapi bukan tidak mungkin ekspnasi
dilakukan dalam jangka pendek, hanya saja, ekspansi jangka pendek akan
berhadapan dengan satu variabel atau beberapa variabel yang dalam jangka
pendek tidak dapat berubah.

79
8.4. Return to Scale
Pada bagian ini akan digambarkan dampak dari perubahan yang
proporsional pada semua input pada tingkat output yang diproduksi. Sebagai
contoh: jika perusahaan menambah semua input menjadi dua kali lipat, maka
output akan meningkat. Pertanyaannya adalah, berapa peningkatan output
tersebut? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat ditemui pada pembahasan
tentang konsep return to scale.
Jika diasumsikan penggunaan semua input naik 25%, dan jiuka output
meningkat juga sebesar 25%, maka fungsi produksi yang bekerja pada
perusahaan itu masuk dalam kategori constant returns to scale. Namun, jika
produksi meningkat lebih dari 25%, maka masuk kategori increasing returns to
scale. Sebaliknya, jika produksi bertambah lebih kecil dari 25%, masuk dalam
kategori decreasing returns to scale. Hubungan antara perubahan input dan
perubahan output dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 8.5.

Gambar 8.5:
Returns to Scale

Units of Capital

2K

Q1
K

Q0

L 2L Units of Labor

80
8.5. Derivation of a Long-Run Cost Schedule

Tabel 8.1:
Long-Run Cost Schedule

OUTPUT LEAST COST TOTAL COST LONG-RUN LONG-RUN


COMBINATION AVERAGE MARGINAL
W = 5 ; R = 10
COST COST
Labor Capital (WxL + RxC)
(unit) (unit)
100 10 7 120 1.2 1.20
200 12 8 140 0.7 0.20
300 20 10 200 0.67 0.60
400 30 15 300 0.75 1.00
500 40 22 420 0.84 1.20
600 52 30 560 0.93 1.40
700 60 42 720 1.03 1.60

Keterangan:
Long-Run Average Cost (LAC) = Long-Run Total Cost (TC) dibagi Output (Q)
= TC/Q

Long-Run Marginal Cost (LMC) = Perubahan TC (TC) dibagi Perubahan Output


(Q)
= TC/Q

Total Cost minimum saat Q=100 sama dengan penggunaan labor=10 unit,
kapital=7 unit, yaitu:

TC = (W x L) + (R x C)
= (5 x 10) + (10 x 7) = 120

Long-Run Average Cost pada saat Q = 100 merupakan rata-rata biaya untuk
setiap unit output yang diproduksi:

LAC = TC/Q
= 120/100 = 1,20

Long-Run Marginal Cost pada saat Q = 100 merupakan rasio antara perubahan
Total Cost dengan perubahan unit output:

LMC = TC/(Q
= (120 – 0)/ (100 – 0) = 1,20

81
Gambar 8.6:
Long-Run Total Cost, Long-Run Marginal Cost,
dan Long-Run Average Cost

Total Cost

-----------------------------------------------------------
660-
-
580-
--------------------------------------------------
500-
-
420----------------------------------------
-
320-
-------------------------------
260-
-
200----------------------
-
140--------------
| | | | | | | -
0 100 200 300 400 500 600 700 Units of
Output

1.6 -----------------------------------------------------------

1.4 --------------------------------------------------

1.2 -----------------------------------------

1.0 --------------------------------

0.8 -
--
0.6 -----------------------

0.4 -

0.2 --------------

0 100 200 300 400 500 600 700 Units of


Output

82
Pertanyaan Diskusi :
1. The MorTex Company ( TMT ) perusahaan garment di Canada
memproduksi tekstil dengan tangan ( tenaga kerja ) meskipun proses
produksi menggunakan mesin lebih cepat ( jumlah output lebih banyak)
dibandingkan dengan tangan. Biaya tenaga kerja untuk memproduksi
tekstil dengan tangan sebesar $ 50 satu hari dan setiap tenaga kerja dapat
menghasilkan 200 input lebih setiap hari. Pada saat ini produksi total
TMT sebesar 5.400 unit per hari.
Pertanyaan :
a. Bagian analis keuangan TMT mengestimasikan bahwa
penggunaan mesin dalam memproduksi tekstil akan memakan
biaya $ 600 setiap hari.Dapatkahmanajemen TMT menurunkan
biaya produksi untuk 5.400unitper hari dengan membeli mesin
baru dan mengurangi biaya tenaga kerja ? Jelaskan.
b. Serikat pekerja tekstil Canada berencana menaikkan upah tenaga
kerja. Pihak manajemen TMT memperkirakan bila rencana
tersebut berhasil, biaya tenaga kerja akan meningkat menjadi $
100 per hari. Apakah kondisi tersebut berpengaruh pada
keputusan pertanyaan point (a) ? Jelaskan.

83
Standar Kompetensi :
Mengidentifikasikan model produksi Cobb Douglas
Kompetensi Dasar
1. Membaca output hasil olahan data pada fungsi produksi
2. Menganalisis fungsi produksi dalam pengambilan keputusan manajerial

9.1. Model Produksi: Cobb-Douglass Model


Model produksi yang paling sering digunakan untuk estimasi adalah
model Cobb-Douglass, yang secara umum memiliki bentuk:

Q = f(K,L)
Q = AKL ; A : technological change
,  : koefisien estimasi
<1 ;  < 1

Secara umum, model Cobb-Douglass dibangun atas dasar asumsi decreasing


marginal products of capital and labor (yang ditandai dengan <1 ;  < 1).
Jika +  < 1 maka decreasing return to scale
Jika +  > 1 maka increasing return to scale
Jika +  = 1 maka constant return to scale
Karena model Cobb-Douglass memiliki bentuk power function, maka jika kita
gunakan model estimasi linear maka terlebih dahulu model Cobb-Douglas harus
di linierisasi melalui pemanfaatan logaritma.
Q = AKL

Proses linierisasi akan menghasilkan:
ln Q = ln A + ln K +  ln L

84
Model linier tersebut untuk selanjutnya dapat dioperasikan dengan menggunakan
alat analisis linier.

Contoh hasil print-out penggunaan model Cobb-Douglas adalah sebagai


berikut:

Tabel 9.1:
Print-Out Model Cobb-Douglas
Tentang Pembentukan Real Gross Product Sektor Pertanian di Taiwan

Dependent Variable: LRGP


Method: Least Squares
Sample: 1958 1972
Included observations: 15
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -8.400994 2.717713 -3.091200 0.0093
LK 1.181610 0.302037 3.912136 0.0021
LL 0.673103 0.153144 4.395244 0.0009
R-squared 0.982447 Mean dependent var 9.949177
Adjusted R-squared 0.979522 S.D. dependent var 0.566292
S.E. of regression 0.081037 Akaike info criterion -2.010959
Sum squared resid 0.078804 Schwarz criterion -1.869349
Log likelihood 18.08220 F-statistic 335.8295
Durbin-Watson stat 1.298078 Prob(F-statistic) 0.000000

Keterangan:
 RGP = real gross product (US $)
 K = capital (US $)
 L = labor (jutaan hari kerja)

Dengan asumsi, model di atas telah memenuhi asumsi klasik OLS,


maka dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Sektor pertanian di Taiwan pada periode pengamatan 1958 – 1972 elastisitas
output terhadap capital adalah 1.18, artinya, peningkatan 1% penggunaan input
capital berdampak pada peningkatan output sebesar 1.18%. Dan elastisitas output
terhadap labor adalah sebesar 0.67, artinya: peningkatan jam kerja sebanyak 1%
akan mendorong peningkatan output sebesar 0.67%. Dan elastisitas output
terhadap inpuit secara keseluruhan (baik capital maupun labor) adalah sebesar
(1.181610 + 0.673103 = 1.85), Jika total elastisitas lebih besar dari satu, maka
produksi terkategori pada increasing returns to scale.
Jika Departemen Pertanian Taiwan memiliki data tahun 1972 output
sektor pertanian sebesar US $ 31535.8 juta, jumlah hari kerja yang tercatat

85
adalah 288,1 juta hari kerja, dan kapital yang terbentuk adalah sebesar US $
41794,3 juta maka Departemen Pertanian Taiwan dapat menghitung marginal
product untuk setiap input.
MPK =  x (RGP/K) = 1.18161 x (31535.8/41794.3) = 0.89
MPL =  x (RGP/L) = 0.673103 x (31535.8/288.1) = 73.68

Angka MPK sebesar 0.89 dan MPL sebesar 73.68 dapat diartikan sebagai berikut:
jika kapital ditambah sebesar US $ 1 juta maka tambahan output akan sebesar US
$ 0.89 juta dan jika hari kerja dinaikkan sebesar 1juta hari kerja, maka output
akan meningkat sebesar US $ 73.68 juta.

9.2. Beberapa Persoalan Menyangkut Pengukuran


Sebagaimana halnya pada produksi estimasi juga dapat dilakukan pada
aspek biaya. Fungsi biaya dalam regresi dapat diekspresikan:

TC = f(Q,w,r)

Dalam penggalian data, khususnya data yang menggunakan satuan uang, terdapat
beberapa persoalan yang harus dicermati, yaitu: (a) data perlu dikoreksi jika data
tersebut terpengaruh oleh inflasi, (b) adanya perbedaan persepsi antara
penghitungan unit uang, khususnya tentang biaya, antara konsep akuntansi dan
ekonomi.
Efek inflasi terhadap data adalah nilai nominal melambung dan tidak
lagi sama dengan riil. Sehingga untuk memperoleh akurasi perbandingan antara
beberapa variabel maka data terkena dampak inflasi harus di koreksi sebesar nilai
inflasi yang terjadi. Inflasi merupakan ukuran dari perkembangan harga dari
waktu ke waktu dengan menggunakan tahun tertentu sebagai dasar perbandingan,
yang biasa disebut dengan tahun dasar. Metode penghitungan inflasi adalah
dengan menggunakan metode indeks harga.

86
Data Riil = Data Nominal / Indeks Harga

Sebagai contoh adalah perbedaan antara saving deposit nominal (SDEPO) yang
merupakan saving deposit tanpa memperhitungkan faktor harga atau inflasi dan
saving deposit riil (RSD) yang merupakan saving depodit dengan
memperhitungkan faktor harga atau inflasi, serta time deposit nominal (TDEPO)
dengan time deposit riil (RTD) dalam bentuk Rupiah.

Grafik 9.1:
Perbandingan Data Nominal dan Data Riil

1 60000

1 40000

1 20000

1 00000

8 0000

6 0000

4 0000

2 0000
1996 1997 1998 1999 2000

R S D S DEP O
350000

300000

250000

200000

150000

100000
1996 1997 1998 1999 2000

R TD TD E P O
Sumber Data: Bank Indonesia, 2001, Annual Report 2000

87
9.3. Estimasi Fungsi Biaya Jangka Pendek
Sebuah perusahaan memiliki data produksi dan Average Variable Cost
sebagai berikut:

Tabel 9.2:
Output dan Average Variable Cost Nominal

PERIODE OUTPUT (UNIT) AVERAGE VARIABLE


COST (JUTA RP)

1995.3 300 39.23


1995.4 100 40.54
1996.1 150 29.62
1996.2 250 29.61
1996.3 400 49.97
1996.4 200 34.98
1997.1 350 47.39
1997.2 450 62.02
1997.3 500 69.69

Upaya membandingkan AVC dari waktu ke waktu tanpa mempertimbangkan


nilai riil dari setiap unit uang yang ada akan berdampak pada pengukuran yang
keliru. Oleh sebab itu untuk dapat bekerja dengan ukuran yang tepat maka
diperlukan data tentang indeks harga yang secara umum diwakili oleh Indeks
Harga Konsumen (Consumer Price Index).
Data Indeks Harga tersebut akan menjadi bahan pertimbangan untuk
membandingkan nilai riil satu Rupiah pada periode 1995.3 dengan 1 Rupiah pada
periode 1995.4 misalnya. Perbandingan satu Rupiah pada dua periode yang
berbeda didasarkan atas daya beli riil satu Rupiah pada periode yang
bersangkutan. Sebagai ilustrasi: Rp 10.000 pada bulan Januari pasti memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan Rp 10.000 pada bulan Februari
tahun yang sama, jika tingkat harga pada bulan Februari lebih tinggi daripada
pada bulan Januari. Secara numerik dicontohkan sebagai berikut:

88
Tabel 9.3:
Indeks Harga Konsumen (1992=100)

PERIODE INDEKS HARGA


KONSUMEN

1995.3 108.2
1995.4 108.6
1996.1 109.3
1996.2 110.1
1996.3 110.8
1996.4 111.6
1997.1 112.2
1997.2 112.5
1997.3 112.9

Indeks harga selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Oleh sebab itu nilai
uang juga akan selalu mengalami perubahan. Dengan berdasarkan tabel 9.2 dan
9.3, maka dapat diperoleh AVC yang bersifat riil dengan melakukan pembagian
AVC terhadap indeks harga. Dalam hal ini Indeks harga berfungsi sebagai
discount factor .

Tabel 9.4:
Average Variable Cost Riil

PERIODE OUTPUT (UNIT) AVCR=AVC/IHK

1995.3 300 36.26


1995.4 100 37.33
1996.1 150 27.10
1996.2 250 26.89
1996.3 400 45.10
1996.4 200 31.34
1997.1 350 42.24
1997.2 450 55.13
1997.3 500 61.73

89
Secara grafis perbandingan kedua bentuk Average Variable Cost dapat dilihat
pada Grafik 9.1.

Grafik 9.2:
Perbandingan AVC Nominal dan AVC Riil dan Indeks Harga

120.00

100.00

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
1995.3 1995.4 1996.1 1996.2 1996.3 1996.4 1997.1 1997.2 1997.3

AVC Nominal AVC Riil Indeks Harga

Setelah pembentukan nilai AVC riil terbentuk, maka estimasi AVC dapat
dilakukan berdasarkan bentuk fungsi yang dipilih. Misalnya pihak manajemen
menentukan bahwa kurva AVC memiliki fungsi AVC kuadrat, maka estimasi
didasarkan atas:

AVC = a + b1Q + b2Q²

Estimasi kuadrat AVC dengan menggunakan perangkat lunak SPSS adalah


sebagai berikut:

90
Dari tampilan tersebut dapat diubah bentuk pelaporannya secara sederhana
sebagai berikut:

AVCR = 44,474 - 0,143 Q + 0,0003625 Q²


Uji t ------------------------------ 6,855 -2,958 4,590
Signifikansi --------------------- 0,000 0,025 0,004
R-Square = 0,938
F-Test = 45.528 (Prob. = 0,000)

Curva fit antara data yang sebenarnya (observasi) dengan hasil estimasi dapat
dilihat pada gambar berikut ini:

91
Grafik 9.3:
Perbandingan Observasi dan Hasil Estimasi AVC Riil

AVCR
70

60

50

40

30

O bser ve d

20 Q uadratic
0 100 2 00 3 00 4 00 5 00 6 00

OUTPUT

Pertanyaan Diskusi :
1. Departemen R & D perusahaan Argus Co. , sebuah perusahaan yang
menghasilkan vacuum cleaner, melakukan estimasi terhadap biaya rata-
rata jangka pendek dengan fungsi sebagai berikut :
AVC = a + b Q + c Q 2
Dimana : AVC : Dollar per vacuum cleaner dan Q : Jumlah produksi
vacuum cleaner setiap bulan. Biaya tetap total ( TFC) setiapbulan $
180.000. Hasil estimasi adalah sebagai berikut :

Dependent Variable : AVC R-Square F-Ratio P-Val on F


Observation : 19 0.738 39.428 0.0001
Variable Parameter Intercept Stantart Error T-Ratio P-Val
a 191.93 54.65 3.512 0.0029
Q -0.0305 0.00789 -3.866 0.0014
Q2 0.0000024 9.8E-07 2.449 0.0262

92
Pertanyaan :
a. Apakah estimasi a, b dan c signifikan secara statistic pada tingkat
signifikansi 2 % ? Jelaskan !
b. Apakah hasil estimasi tersebut mengindikasikan kurva AVC
berbentuk huruf U terbalik ?Bagaimana anda mengetahuinya ?
c. Jika Argus Co. memproduksi 8.000 vacuum cleaner setiap bulan,
estimasikan AVC, MC, TVC dan TC
d. Pada jumlah berapa AVC mempunyai nilai minimal?

93
Standar Kompetensi :
Menerapkan pengambilan keputusan manajerial dalam pasar persaingan
sempurna
Kompetensi Dasar :
1. Menunjukkan karakteristik pasar persaingan sempurna
2. Menggambarkan secara grafis maksimalisasi laba pada pasar persaingan
sempurna
3. Menganalisis keputusan perusahaan pada jangka panjang

10.1. Karakteristik Persaingan Sempurna


Beberapa karakteristik pasar persaingan sempurna adalah:
a) Produk yang dihasilkan bersifat homogenous atau perfectly
standardized
b) Perusahaan dalam industri relatif kecil terhadap total market
yang dihadapi sehingga perusahaan tidak memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi harga pasar
c) Terdapat kebebasan untuk keluar atau masuk dalam usaha
tersebut (free exit and entry)
d) Tiap perusahaan mengetahui secara pasti produk dan pasarnya,
sehingga mengetahui metode produksi yang diterapkan untuk
dapat mencapai least cost combination.
Dengan mengacu pada karakteristik produk yang homogen dan harga pasar yang
sudah tertentu dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan tidak mengenal
kondisi pesaingnya sehingga tidak ada persaingan yang bersifat langsung
(personal rivalry).

94
Ketika perusahaan tidak dapat mengelak berlakunya harga di pasaran
(perusahaan sebagai price taker), maka konsumen berada pada posisi yang
menguntungkan karena peningkatan permintaan tidak akan merubah harga pasar.
Hal itu dapat terjadi karena setiap terjadi perubahan berupa kenaikan permintaan
secara spontan akan direspon oleh industri (bukan perusahaan) untuk
meningkatkan penawarannya, berupa masuknya beberapa perusahaan sejenis
yang baru (asumsi free exit and entry) sehingga titik keseimbangan berada pada
posisi yang tetap. Dengan demikian, bentuk kurva permintaan pada kondisi
persaingan sempurna memiliki elastisitas sempurna (perfectly elastic) atau
memiliki bentuk mendatar.

Gambar 10.1:
Derivation of Demand for a Perfectly Competitive Firm

P0 P0
D=MR

Q0 Q0

10.2. Maksimasi Profit dalam Jangka Pendek


Dalam jangka pendek manajer harus berhadapan dengan dua bentuk
pilihan, yaitu pilihan untuk berproduksi terus atau pilihan untuk menutup usaha.
Pengertian menutup usaha (shut down) dalam hal ini manajer mengambil
keputusan untuk tidak menggunakan input yang bersifat variabel (Variable Cost

95
= 0). Ketika VC=0, berarti produksi tidak ada (Total Product = 0), sehingga
beban perusahaan yang tertinggal hanyalah yang bersifat tetap (Fixed Cost  0).
Dengan dasar pemikiran bahwa perusahaan lebih memilih tetap
berproduksi daripada menutup usaha, maka langkah berikutnya adalah
memaksimumkan output dengan memperhatikan kendala yang dimiliki, yang
secara ekonomis direpresentasikan sebagai economic profit () yang maksimum.

 = Total Revenue (TR) – Total Cost (TC)

Upaya maksimasi profit akan mengalami peningkatan sejalan dengan


peningkatan output sepanjang marginal revenue (yang sama dengan harga) lebih
tinggi daripada marginal cost (Gambar 10.2)

Gambar 10.2:
Finding the Profit Maximizing Output Level: P = MC

Price and Cost


MC

1300

1000
D=MR=P

800

201 300 400Quantity

10.3. Maksimasi Profit dalam Jangka Panjang


Dalam Jangka pendek, manajer dihadapkan pada dua pilihan, yaitu
melanjutkan usahanya dengan tetap berproduksi atau menutup usahanya (shut

96
down). Yang dimaksud menutup usaha (shut down) dalam hal ini adalah tidak
berproduksi (Total Product=0) sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk input yang terkait dengan jumlah output (Variable Cost = 0) namun
perusahaan masih menanggung biaya tetap (Fixed Cost > 0).
Apabila perusahaan mengambil keputusan untuk melanjutkan usaha,
maka keputusan selanjutnya yang diambil adalah bagaimana mengooptimalkan
pencapaian tujuan perusahaan, yaitu berproduksi pada level biaya terendah atau
penggunaan kombinasi input terendah (Least Cost Combination).

Output Decision
Tingkat output yang optimal merupakan output yang maksimum dari
fungsi obyektif yang dimiliki perusahaan. Secara sederhana economic profit
dapat dirumuskan dengan:

Economic Profit () = Total Revenue (TR) – Total Cost (TC)

Sebelum manajer mengambil keputusan untuk menutup usahanya, terlebih


dahulu manajer akan menempuh resiko rugi untuk melanjutkan usahanya. Dalam
keputusan rugi tersebut manajer mengambil sikap untuk meminimalkan kerugian
sebelum mengambil posisi mencari untung. Jika minimasi kerugian identik
dengan maksimasi profit, maka pengambilan keputusan untuk mendapatkan
tingkat output optimal tidak berbeda baik pada posisi negative profit maupun
positive profit.
Pada Gambar 10.1 terlihat keputusan manajer tentang output yang harus
diproduksi. Perusahaan berhadapan dengan harga yang ditentukan pasar Rp.
1000, yang sekaligus merupakan marginal revenue. Perhitungan sederhana
berikut ini dapat memperjelas keuntungan atau kerugian yang diraih produsen.

Output = 200 unit, harga/unit = Rp. 1000, marginal cost = Rp. 800, maka:
Profit = (200 x Rp. 1000) – (200 x Rp. 800) = Rp. 40.000

97
Atau Profit/unit = Rp.1000 – Rp. 800 = Rp. 200
Keadaan untung tersebut mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi
sepanjang marginal revenue atau harga lebih besar daripada marginal cost,
sampai pada suatu titik kritis dimana produksi mencapai angka 300 unit.
Kerugian akan terjadi jika produksi di atas 300 unit.

Output = 400 unit, harga/ unit = Rp. 1000, marginal cost = Rp. 1300, maka:
Profit = (400 x Rp. 1000) – (400 x Rp. 1300) = rugi Rp. 120.000
Atau kerugian/ unit (negative profit/ unit) = Rp. 1000 – Rp. 1300 = Rp.
300

Kerugian tersebut mendorong perusahaan untuk mengurangi produksi (dalam


rangka menurunkan kerugian) sampai pada titik produksi 300 unit.

Gambar 10.3:
Profit Maximization in the Short-Run

MC
PRICE
COST
E
1500
D=MR=P

1000 AC

AVC

700 QUANTITY

Pada Gambar 10.3 menunjukkan keadaan marginal cost (MC), average


cost (AC) dan average variable cost (AVC) dalam jangka pendek. Misalnya

98
harga pasar Rp. 1500/ unit posisi MC = MR ada pada titik E dengan tingkat
output 700 unit yang diproduksi dan yang terjual.
Perusahaan tidak akan menjual kurang dari 700 unit. Pada tingkat
output di bawah 700 unit, setiap kenaikan satu unit akan meningkatkan
penerimaan tambahan (marginal revenue) sebesar Rp. 1500, sedangkan tambahan
biaya (marginal cost) kurang dari Rp. 1500. Sehingga pada posisi di bawah 700
unit setiap peningkatan produksi akan meningkatkan profit, sehingga posisi di
bawah 700 unit belum merupakan posisi optimal karena jika produksi
ditingkatkan masih memperoleh untung. Sebaliknya yang terjadi bila produksi di
atas 700 unit. Kedua posisi tersebut, di bawah atau diatas 700 unit bukan
merupakan posisi yang optimum. Keuntungan total yang diperoleh perusahaan
pada saat mengambil keputusan berproduksi 700 unit adalah:
Profit = (700 x Rp. 1500) – (700 x Rp. 1000) = Rp. 350.000
Jika Total Cost senilai (700 x Rp. 1000) sudah memperhitungkan opportunity
cost maka alternatif keputusan lain haruslah memberi nilai lebih besar daripada
Rp. 350.000 untuk dapat dipilih sebagai keputusan pengganti.

Gambar 10.4:
Loss Minimization in the Short-Run

Price & MC
Cost

AC
A
1000
AVC

700 D=MR=P
600

450 Quantity

99
Perusahaan dalam jangka pendek akan berada dalam posisi merugi
apabila harga pasar lebih kecil daripada average cost (P < AC) pada setiap
tingkat output, sehingga marginal revenue pasti akan lebih kecil daripada total
cost (MR < TC) pada jumlah produksi berapapun. Dengan demikian produsen
dihadapkan pada situasi harus mengambil keputusan untuk meminimalkan
kerugian (cut loss) atau menutup usaha (shut down). Keputusan itu diambil
berdasarkan pemikiran bahwa jika perusahaan berproduksi dan menderita
kerugian lebih kecil daripada jika menutup maka produksi jalan terus, demikian
pula sebaliknya.
Dari Gambar 10.4, manajer dihadapkan pada keputusan berproduksi
atau menutup usaha. Misalkan harga di pasar adalah Rp. 700 per-unit lebih kecil
daripada average cost (AC) Rp. 1000. Jika perusahaan mengambil keputusan
untuk berproduksi, maka perusahaan harus berproduksi sebesar 450 unit dengan
tingkat kerugian Rp.135.000, dengan perincian sebagai berikut:

Output = 450 unit, harga pasar = Rp. 700, average cost (AC) = Rp. 1000, maka:
 Keputusan berproduksi akan berdampak:
negative profit () = (450 x Rp. 700) – (450 x Rp. 1000)
= Rp. 135.000,-
 Keputusan shut down akan berdampak:
Negative profit sebesar Fixed Cost, dimana:
FC = AFC x Q = (AC – AVC) x Q
= (Rp.1000 – Rp. 600) x 450 = Rp. 180.000
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan dapat mengambil
keputusan berproduksi pada tingkat 450 unit daripada menutup usaha ( produksi
= 0).
Pada situasi jangka pendek, ketika perusahaan tidak dapat mencapai
positive economic profit (P < AC), maka manajer dihadapkan pada pilihan
berproduksi terus atau menutup usaha dengan ketentuan:

100
Gambar 10.5:
Diagram Keputusan

KONDISI MERUGI
P < AC

BERPRODUKSI SHUTDOWN

 P > AVC  P = AVC atau P < AVC


 Output: P = MC  Output = 0
 TR > VC  TR  VC
 Kerugian < FC  Kerugian ≥ FC

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa keputusan manajer tentang


berproduksi atau tidak, tidak banyak melibatkan peranan Fixed Cost, karena
semua keputusan mendasarkan diri pada variabel cost atau average-nya dan total
cost. Demikian pula halnya yang terjadi pada sunk cost, yaitu pengeluaran yang
dilakukan dan tidak dapat dialihkan pada hal yang lain sehingga opportunity
cost-nya sama dengan nol. Secara numerik dapat dicontohkan sebagai berikut:

Tabel 10.1:
The Irrelevant Fixed Costs
1 2 3 4 5 6 7 8
Fixed Price Output Total Variable TR - Profit Profit
Cost Revenue Cost VC
Q=450 Q=0
200 7 450 3.150 2.700 450 250 (200)
1.800 7 450 3.150 2.700 450 (1.350) (1.800)
3.000 7 450 3.150 2.700 450 (2.550) (3.000)
10.000 7 450 3.150 2.700 450 (9.550) (10.000)
100.000 7 450 3.150 2.700 450 (99.550) (100.000)

Tabel di atas menggambarkan harga pasar sebesar 7 unit uang (uu),


total dan average revenue dan cost, serta informasi tentang profit, pada berbagai

101
tingkat fixed cost. Catatan pentingnya adalah tingkat output optimum adalah 450
unit untuk semua tingkat FC, sebab pada saat harga 7 uu (demikian pula demand)
dan sama dengan tingkat MC, pada saat itu output berada pada tingkat 450 unit,
berapapun tingkat fixed cost yang terjadi.
Pada saat FC =200 uu, economic profit positif karena total revenue
(TR) lebih besar daripada semua cost yang ditimbulkan (TR>TC. Dimana
TC=FC+VC), sehingga manajer mengambil pilihan terus berproduksi. Pada
empat kasus FC berikutnya, penerimaan tidak dapat menutup FC, sehingga profit
negatif

10.4. Maksimisasi Profit dalam Jangka Panjang


Dalam jangka pendek manajer berhadapan dengan kendala satu atau
beberapa input tidak mungkin berubah. Sedangkan dalam jangka panjang
kekakuan input dapat diatasi, sehingga jangka panjang dapat dianggap sebagai
tahap perencanaan. Pada tahapan ini perusahaan mencoba untuk memutuskan
berapa besar fasilitas produksi yang akan dibangun, dan pada skala produksi
berapa akan mencapai efisiensi. Ketika rencana tersebut dilaksanakan pada saat
itu pula perusahaan beroperasi pada situasi short-run.

Gambar 10.6:
Profit Maximizing Equilibrium in the Long-Run

Price & Cost


LMC

LAC
B S B’
17
12 R D= MR = P

U
10 M

V
0 20 140 240 290
Quantity

102
Sebagaimana disyaratkan, bahwa dalam persaingan sempurna terdapat
kebebasan untuk keluar atau memasuki pasar. Dan secara logika dapat dipahami
apabila munculnya perusahaan baru di pasar persaingan sempurna hanya akan
terjadi pada jangka panjang. Dan dalam jangka panjang tidak terdapat fixed cost,
sehingga besaran total cost sama dengan variabel cost: TC = VC.
Pada gambar di atas LAC dan LMC adalah average cost dan marginal
cost pada jangka panjang. Perusahaan menghadapi demand yang perfectly
elastic, pada tingkat harga 17 dan sama dengan marginal revenue (MR). Selama
garis harga lebih tinggi dari LAC maka perusahaan mampu beroperasi pada
kondisi profit positif. Dalam gambar tersebut profit positif dapat diperoleh
sampai pada tingkat produksi 290 unit. Titik B dan B’ sering disebut sebagai
break even point, karena pada kedua titik tersebut harga sama dengan LAC
sehingga profit = 0, dan perusahaan hanya akan menerima sebesar normal profit
(rate of return). Dan pada titik M atau tingkat output 140 unit, merupakan tingkat
output yang mampu memberikan keuntungan tertinggi per-unitnya, karena LAC
pada 140 unit merupakan LAC yang terendah.
Namun demikian, keseimbangan dalam jangka panjang baru akan
tercapai apabila economic profit perusahaan sebesar nol atau P = LACmin, atau
pada gambar di atas harga turun hingga mencapai 10 uu.

10.5. Long-Run Supply Industri pada Persaingan Sempurna


Dalam jangka panjang, industri dapat dibedakan dalam tiga kategori,
yaitu: (a) increasing-cost industry, yaitu industri yang mengalami peningkatan
pengeluaran input pada saat output ditingkatkan jumlahnya. Misalnya industri PC
meningkat maka harga input yang dikandungnya, seperti memory, HD,
motherboard, dan lain-lain akan mengalami kenaikan. (b) constant-cost industry,
yaitu industri yang tidak mengalami perubahan pengeluaran input sekalipun
output meningkat. Biasanya terjadi pada industri yang menghasilkan output
dengan penggunaan input yang rendah. Dan yang terakhir, (c) decreasing-cost
industry, yang justru mengalami penurunan harga input jika output meningkat.

103
Gambar 10.7: Increasing
Cost Industry

Long-Run Industry
Supply
LACC

17
C=1000
LACB

B=750
15 LACA

10 A=200

140 28.000 105.000 140.000


Output

(a) Firm (b) Industry

Gambar 10.8:
Constant-Cost Industry

Price
& Cost

200 750 1000


LAC

10 A B C
Long-run industry
M

140 28.000 105.000 140.000

(a) Firm (b) Industry


Fakta tentang economic profit dalam jangka panjang sama dengan nol
tidak berarti orang-orang yang terlibat dalam aktifitas ekonomi tersebut tidak
dapat bertambah kaya. Jika seseorang memiliki sumber daya yang langka, seperti
memiliki keahlian tertentu, lebih produktif, lebih kreatif, maka dapat saja
seseorang menerima penerimaan yang lebih tinggi.

Gambar 10.9:
Economic Rent in Long-Run Competitive Equilibrium

Average
Cost LMC’

LAC’

LAC-X
90 A B

88,75 C

30 30 36
(a) Home Builder-X (b) Home Builder with a superior
construction

Misalnya, kontraktor bangunan pada umumnya X, dapat membangun


sebanyak 30 unit dalam waktu tertentu dengan harga per-unit rumah sebesar Rp.
90 juta, yang merupakan average cost minimum (Gambar 10.9a). Misalkan,
seorang ahli konstruksi bangunan dibayar oleh perusahaannya sebesar Rp. 80
juta setahun. Pada tiap tingkat output LAC’=Rp. 2 juta di bawah LAC-X sebab
perusahaan dapat membuat rumah lebih murah Rp. 2 juta daripada perusahaan
pada umumnya (X). Perusahaan anda berproduksi dimana LMC’ = Price = Rp.
90 juta, dan mampu membangun 36 unit rumah (titik B). Perusahaan anda meraih
economic profit sebesar Rp. 1,25 juta per-rumah atau Rp. 45 juta untuk 36 rumah
karena efisisnesi kerja (lebih murah dan lebih banyak).

105
Dengan keuntungan perusahaan sebesar Rp. 45 juta tersebut akan
membawa dampak pada keinginan para pekerja bangunannya (pekerja
konstruksi) untuk ingin meningkatkan upahnya yang semula sebesar Rp. 80 juta/
tahun. Kenaikan yang dituntut maksimum sebesar kenaikan keuntungan sebesar
Rp. 45 juta tersebut, sehingga upah pekerja maksimum menjadi Rp. 125 juta.
Tambahan pendapatan pekerja konstruksi ini disebut dengan Economic Rent,
yaitu pembayaran terhadap kelebihan produktifitas di atas opportunity cost.

Pertanyaan Diskusi :
1. Pada rapat akhir bulanan antara principal dan chief executive organizer
(CEO), MorrisnInternational Co. (MIC), perusahaan yang bergerak
dibidang sepatu olah raga, terjadi perdebatan yang sengit diantara
mereka. Perdebatan tersebut menyangkut keputusan apakah perusahaan
tetap menjalankan kegiatan produksinya atau harus menghentikan. Hal
tersebut dipicu oleh kerugian yang diderita MIC sebesar $ 40.000 setiap
bulannya.
Principal berpendapat bahwa perusahaan harus menghentikan kegiatan
produksinya karena perusahaan menderita kerugian, sedangkan CEO
mempunyai pendapat lain : perusahaan tetap mejalankan kegiatan
produksinya karena biaya tetap (FC) sebesar $ 20.000 setiap bulan, dan
pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan sempurna.
Pertanyaan : Anda setuju pendapat principal atau CEO ? Jelaskan

106
Standar Kompetensi
Mengidentifikasikan keputusan manajerial dalam pasar monopoli
Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan definisi market power
2. Menyebutkan faktor-faktor penentu market power
3. Menggambarkan secara grafik meksimalisasi laba pada pasar monopoli

Dalam kondisi perekonomian yang normal, akuisisi atau merger


merupakan keputusan yang seringkali membawa kekawatiran akan berkurangnya
persaingan pada dunia usaha. Kekawatiran akan upaya bisnis tersebut tentunya
mengarah pada terjadinya kemungkinan peningkatan harga. Pertanyaan seputar
bagaimanakah dampak akuisisi atau merger terhadap kenaikan harga ini terkait
dengan apa yang disebut dengan Market Power, yaitu kemampuan perusahaan
untuk meningkatkan harga tanpa harus kehilangan (atau menurunkan) tingkat
salesnya. Sebuah perusahaan dikatakan memiliki market power yang semakin
kuat (powerfull) berarti ketika perusahaan tersebut menaikkan harga perusahaan
tidak kawatir akan menurunnya sales.
Dalam posisi ekstrem, market power terkuat diduduki oleh pasar
Monopoly, yaitu pasar yang hanya terdiri dari sebuah perusahaan, yang
memproduksi produk yang tidak memiliki substitusi, dan terdapat halangan bagi
perusahaan lain untuk masuk ke pasar. Derivasi dari bentuk monopoly ini adalah
Monopolistic Competition, yaitu pasar yang terdiri dari banyak perusahaan, yang
memproduksi differentiated product dengan hambatan skala kecil untuk masuk
ke pasar bagi perusahaan baru.

107
11.1. Pengukuran Market Power
Dalam melakukan pengukuran tentang market power, para ekonom
melihatnya dalam perspektif yang berbeda, sehingga tidak ada ukuran tunggal
yang memuaskan semua pihak tentang market power. Metode pengukuran
apapun tentang market power harus mengacu pada pendefinisian yang tepat
tentang persaingan. Pada bagian ini akan diuraikan tentang market definition,
meliputi: identifikasi produk yang berkompetisi, area geografis persaingan.
Market Definition, merupakan identifikasi produsen dan produknya
yang berkompetisi pada area geografis tertentu. Dengan demikian, market
ditinjau dari sisi tingkat persaingan berdasarkan dimensi produk dan dimensi
geografis. Sebagai contoh: jika kita keliru dalam mengidentifikasi produk yang
kita duga memiliki market power yang kuat, sedangkan masyarakat menganggap
produk tersebut memiliki substitusi yang dekat, maka kita melakukan kekeliruan
dalam mengukur market power perusahaan. Adalah keliru, menurut dimensi
produk, kita beranggapan bahwa Coca Cola memiliki market power yang kuat,
karena banyak produk minuman berkarbonasi sejenis yang diproduksi oleh
perusahaan lain.
Dari dimensi geografis, terdapat dua acuan pokok yang biasanya
digunakan, yaitu: (a) persentase penjualan terhadap konsumen di luar wilayah
pasar, (b) persentase penjualan dari penjual di luar wilayah pasar. Kedua
persentase tersebut akan kecil jika batas geografis meliputi semua penjual dan
pembeli. Dua acuan pokok tersebut seringkali disebut dengan LIFO (Little In
From Outside) dan LOFI (Little Out From Inside).
Disamping itu para ekonom juga mengembangkan dimensi pengukuran
dengan melihat elastisitas permintaan. Semakin elastic permintaan semakin
tinggi persentase penurunan sales pada saat terjadi kenaikan harga (market power
lemah), dan bila inelastic semakin kecil penurunan sales ketika harga naik
(market power kuat).

Elastisitas < 1  in-elastic  market power kuat

Elastisitas > 1  elastic  market power lemah

108
Lerner Index (Abba Lerner, 1934) merupakan salah satu ukuran
market power dengan mempertimbangkan elastisitas. Besaran Lerner Index (LI)
adalah:

LI = (P – MC) / P

Jika P = MC maka perusahaan tersebut memiliki market power lemah (LI = 0),
sedangkan jika P»MC market power semakin kuat (LI semakin besar).
Disamping elastisitas permintaan, Cross-Price Elasticity juga dapat
digunakan mengukur market power. Konsep cross-price elasticity digunakan
pada kasus antitrust, untuk menentukan persaingan antar produk. Sebagai contoh:
persaingan antara produk sepatu olah raga Nike dengan rivalnya. Perusahaan
Nike telah membelanjakan begitu banyak uang untuk advertising guna
membangun posisi pada pasar sepatu atletik. Untuk menilai tingkat
persaingannya, digunakanlah konsep cross-price elasticity, yaitu dengan
membandingkan persentase perubahan kuantitas permintaan Nike dikaitkan
dengan persentase perubahan harga rivalnya.
Apabila konsumen memandang bahwa dua barang tertentu bersifat
substitusi, maka cross-price elasticity akan memiliki nilai positif. Semakin tinggi
nilai elastisitasnya, maka semakin tinggi tingkat substitusinya, dan berarti pula
semakin rendah market power dari produk tersebut.

11.2. Faktor Penentu Market Power


Market power suatu perusahaan dapat dikurangi apabila perusahaan
baru tidak memiliki hambatan untuk masuk pasar. Demikian pula sebaliknya,
bila perusahaan dibuat sangat sulit masuk pasar maka akan tercipta suatu
perusahaan yang memiliki market power tang kuat. Sebuah contoh adalah
diciptakannya aturan bahwa dalam dunia per-televisian hanya stasiun televisi
milik pemerintah (TVRI) yang boleh beroperasi dalam menyebarkan informasi
melalui audio visual ke seluruh wilayah Indonesia. Namun ketika peraturan

109
berubah, dimana diijinkan perusahaan swasta boleh mendirikan stasiun siaran
televisi, maka market power TVRI menjadi menurun.
Larangan bagi perusahaan baru untuk memasuki pasar seringkali
dikaitkan dengan persoalan skala ekonomi. Jika dalam jangka panjang kurva
average cost suatu perusahaan cenderung menurun setelah melewati batas output
tertentu yang relatif tinggi, maka larangan untuk masuk bagi perusahaan lain
menjadi sangat berarti. Konsekuensinya adalah perusahaan baru, jika mau
memasuki pasaran tersebut harus juga melakukan aktifitas produksi pada skala
yang relatif tinggi agar biaya produksi rata-ratanya dapat bersaing dengan
perusahaan yang telah ada di pasaran. Larangan untuk masuk ke pasar ini tidak
hanya diartikan diciptakan oleh pemerintah yang memiliki otoriats namun juga
dapat diartikan secara alamiah, artinya pemerintah tidak melarang tetapi karena
karakteristik produk itu memang sangat membutuhkan penanaman modal yang
tinggi, atau return on invesment yang lama, maka secara otomatis gairah
perusahaan untuk masuk ke pasar juga kecil.
Kekuatan market power suatu perusahaan juga dapat ditingkatkan
dengan cara melakukan hambatan bagi perusahaan lain untuk menggunakan
input tertentu. Misalnya, teknologi, sebagai salah satu bentuk input, tidak semua
perusahaan dapat menggunakan teknologi tertentu karena teknologi itu
dilindungi oleh hak paten.
Market power juga dapat diciptakan sendiri oleh konsumen dengan cara
konsumen loyal terhadap merek tertentu. Perusahaan yang telah lama beroperasi
memiliki kesempatan untuk menciptakan brand loyalties, yang jelas-jelas sulit
untuk dilakukan oleh perusahaan baru

11.3. Maksimasi Profit pada Monopoly


Monopoli adalah salah satu bentuk market power yang kuat
(sempurna), sehingga beberapa buku sering mengganti istilah market power
dengan monopoli power. Seorang manajer pada posisi monopoli memperlakukan
kurva permintaan konsumen sebagai kurva permintaan perusahaan, dan pada
posisi tersebut perusahaan berusaha meraih keuntungann maksimum.

110
Gambar 11.1:
Demand and Marginal Revenue Facing a Monopolist

Price &
Marginal
Revenue

140 B
100 A

80
D

0 700 1300 Quantity


MR

Jika seorang manajer menetapkan harga Rp. 140/unit, perusahaan


monopolis akan mampu menjual atau konsumen akan membeli hanya sekitar 700
unit. Penetapann harga disini merupakan konsekuensi logis dari posisi manajer
sebagai monopolis (price maker). Seorang monopolis akan memilih posisi output
yang mampu menghasilkan keuntungan maksimum. Hal tersebut ditandai dengan
marginal revenue yang lebih besar daripada marginal cost. Selama MR > MC
maka monopolis akan terus meningkatkan output.
Pada Gambar 11.1 di atas, MR selalu lebih rendah daripada harga, yang
direpresentasikan Demand), kecuali pada harga tertinggi. Jika perusahaan
menjual dengan harga Rp. 140/ unit, maka tambahan keuntungan yang berhasil
diraih monopolis adalah Rp. 80/ unit, sehingga total tambahan keuntungan adalah
Rp. 80 x 700 unit.

111
Contoh Kasus: Maksimasi Profit Perusahaan Monopolis

Output Price Total Total Cost Marginal Marginal Profit


Revenue Revenue Cost
0 40,00 0 40.000 - - -40.000
1000 35,00 35.000 42.000 35,00 2,00 -7.000
2000 32,50 65.000 43.500 30,00 1,50 21.500
3000 28,00 84.000 45.500 19,00 2,00 38.500
4000 25,00 100.000 48.500 16,00 3,00 51.500
5000 21,50 107.500 52.500 7,50 4,00 55.000
6000 18,92 113.520 57.500 6,02 5,00 56.020
7000 17,00 119.000 63.750 5,48 6,25 55.250
8000 15,35 122.800 73.750 3,80 10,00 49.050
9000 14,00 126.000 86.250 3,20 12,50 39.750

Dari tabel di atas terlihat bahwa profit maksimum (56.020) terletak


pada tingkat output sebesar 6000 unit pada tingkat harga 18,92. Dalam tabel juga
terlihat bahwa marginal revenue selalu lebih besar daripada marginal cost sampai
tingkat output 6000 unit, setelah itu marginal revennue lebih kecil daripada
marginal cost, yang berdampak pada penurunan profit. Dari contoh numerik di
atas dapat pula direpresentasikan dalam kurva secara umum sehingga diketahui
posisi keuntungan maksimum seorang monopolis.

Gambar 11.2:
Short-Run Positive Profit Maximizing Equilibrium under Monopoly

Price & Cost


MC

A B AC
7

5
D C

MR D

E
200 Quantity

112
Daerah yang diarsir merupakan daerah keuntungan monopolis yang menjual
output seharga 7 unit uang pada tingkat kuantitas 200 unit.

Gambar 11.3:
Short-Run Negative Profit Minimizing under Monopoly

Price & Cost


MC

80 A B AC

75 D C

65 G F AVC

MR D

E
50 Quantity

Di sisi lain, Gambar 11.3 menunjukkan posisi monopolis pada saat mengalami
kerugian. Kerugian terjadi pada saat ATC berada diatas kurva demand. MC =
MR pada tingkat output 50 unit dan dijual pada tingkat harga 75. Dengan
demikian dapat dihitung:
Total Revenue = 75 x 50 = 3.750 (area ODCE)
Jika AC = 80 per-unit, makakerugian yangterjadi adalah:
Profit = 3.750 – (80 x 50) = (250) (area ABCD)

Perlu dicatat bahwa monopolis masih mengambil keputusan untuk berproduksi


pada area rugi selama variabel cost masih tertutupi, yaitu ketika TR > TC, atau:
TR = 3.750 (ODCE)
TC = 65 x 50 = 3.250 (OGFE) (dikurangi)
----------------------------------------------
500 unit uang (area DCFG) untuk menutupi fixed cost

113
Nilai Fixed Cost adalah sebesar TC – VC atau (AC – AVC)x output, sehingga:
FC = (80 – 65) x 50 = 750 unit uang (area ABFG)
Jika monopolis memilih shut down, maka monopolis akan mengalami kerugian
sebesar Fixed Cost.

11.4. Monopolistic Competition


Dalam banyak industri, produk yang dihasilkan tidak bersifat
homogenous product tetapi lebih bersifat differentiated product. Perbedaan tiap
produk bisa diamati dari merek, harga, kemasan, dan lain-lain. Procter and
Gamble (P&G) yang memproduksi CREST memiliki kekuatan pasar (market
power) yang kuat, namun dibatasi oleh adanya barang substitusi yang bisa
didapat dengan mudah, apabila CREST meningkat harganya.
Monopolistic Competition memiliki dua karakteristik, (1) perusahaan
bersaing dengan menjual produk yang terdiferensiasi, yang memiliki substitusi
yang tinggi (bukan perfect substitution tapi closed substitution), atau dengan kata
lain cross-price elasticities-nya tinggi tetapi bukan infinite (tak terbatas), (2)
terdapat kebebasan untuk keluar atau masuk pada pasar tersebut.
Faktor tidak adanya hambatan untuk keluar atau untuk masuk pasar
menjadi sangat penting mengingat perannya dalam meningkatkan (atau
menurunkan) market power. Sebagai contoh: pasar untuk produk consumer’s
goods, seperti Pepsodent, Ciptadent, Colgate, dan lain-lain lebih bersifat
monopolistic competition daripada industri otomotif, yang lebih cocok disebut
sebagai oligopoli, sekalipun otomotif juga masuk dalam kategori differentiated
product. Sangat mudah bagi industri consumer’s goods untuk memperkenalkan
merek baru daripada memperkenalkan merek baru untuk industri otomotif yang
memiliki skala ekonomis yang tinggi.

114
Pertanyaan Diskusi :

1.Quad Plex Cinema ( QPC ) merupakan satu satunya sineplex yang berada di
kota Idaho Falls. Sineplex pesaing terdekat adalah Cedar Bluff Twin ( CBT )
yang berada di kota Pocatello yang berjarak 35 km dari Idaho Falls. Meskipun
QPC memiliki pasar monopoli di Idaho Falls, tetapi sekarang mengalami
kerugian. Dalam rapat konsultasi dengan pemilik sineplex, manajer sineplex
memberikan masukan sebagi berkut : “ selama QPC merupakan monopoli
sineplexdi Idaho Falls, kita segarusnya menaikkan harga tiket sampai
memperoleh keuntungan”
Pertanyaan :
a. Berilah komentar terhadap masukan (strategi) manajer QPC !
b. Bagaimana alternatif kebijakan yang sebaiknya dilakukan QPC dalam
jangka panjang ? Jelaskan .

115
Standar Kompetensi
Mengidentifikasikan struktur pasar Oligopoli untukpengambilan keputusan
manajerial
Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan karakteristik pasar oligopoly
2. Menggambarkan secara grafik kurva permintaan pasar oligopoly
3. Menganalisis keputusan manajerial dalam kasus kurva permintaan patah

12.1. Karakteristik Oligopoli


Oligopoli dapat didefinisikan sebagai suatu pasar yang ditempati oleh
sedikit perusahaan besar yang secara substansial menguasai pasar dan memiliki
market power yang relatif moderat. Para oligopolis ini, dalam mengambil
tindakan terhadap jalannya perusahaannya, pasti akan mempengaruhi tingkat
penjualan atau revenue perusahaan lainnya. Oleh sebab itu, pembicaraan tentang
oligopoli sering diasumsikan, tindakan suatu perusahaan akan mempengaruhi
perusahaan lainnya atau mutual interdependence.
Terdapat tiga karakteristik yang bersifat umum pada oligopoli, yaitu:
pertama, perusahaan berada pada kondisi ketidakpastian tentang efek yang akan
dialaminya sehubungan dengan mutual interdependence tersebut. Hal ini
membawa dampak ketidak pastian tentang demand dan marginal revenue
perusahaan.
Kedua, oligopolis dianggap memiliki market power tertentu, sehingga
kebijakan perubahan harga yang membawa dampak pada penjulaan produknya
akan sangat tergantung pada seberapa kuat market power yang dimilikinya.
Ketiga, pasar oligopoli merupakan pasar yang memiliki hambatan bagi
para pendatang baru (barrier to entry), mulai dari yang memiliki intensitas
hambatan moderate sampai dengan tinggi. Apabila oligopolis tidak melakukan
hambatan pendatang baru untuk masuk maka terdapat kecenderungan pasar akan
bersifat perefect competition atau monopolistic competition.

116
Disamping karakteristi yang bersifat umum, terdapat karakteristik yang
bersifat spesifik, yaitu dilihat dari sisi produksinya. Tiga karakteristik tersebut di
atas lebih mengacu pada oligopolis dengan kondisi homogenous product, yaitu
konsumen sebagai pembeli tidak mengetahui secara persis perbedaan produk
antara oligopolis yang satu dengan oligopolis yang lain. Di sisi lain, oligopolis
juga memiliki kemungkinnan menghasilkan barang yang bersifat differentiated
product, yang produknya dapat dibedakan dengan produk oligopolis lain. Dengan
demikian tipe produksi menjadi penciri yang spesifik terhadap oligopoli.
Jika diamati dari sisi pola perilaku oligopoli, maka oligopoli dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) cooperative oligopolist, dan (2) non-
cooperative oligopolist. Seorang Cooperative Oligopolist akan senantiasa
mengikuti gerakan harga dari perusahaan pesaingnya, jika harga pesaing naik,
maka perusahaan cooperative tersebut juga akan menaikkan harga produknya.
Sebaliknya yang terjadi pada non-cooperative oligoplist, jika pesaing menaikkan
harga maka terdapat kemungkinan perusahaan noncooperative tidak akan
merubah apapun atau bahkan bertindak sebaliknya.

12.2. Kurva Permintaan Oligopolis


Yang perlu ditekankan pada persaingan oligopolis adalah, bahwa
oligopolis tidak berada pada kondisi pasti tentang permintaan maupun marginal
revenue yang dihadapinya. Hal ini disebabkan karena adanya mutual
interdependence. Maka oligopolis harus berpegang pada sebuah aturan yang
umum dan rasional bahwa jika harga naik maka permintaan akan turun.
Sekalipun demikian, problem peramalan terhadap demand maupun revenue tetap
menjadi problem utama oligopolis jika perusahaan melakukan tindakan
perubahan harga.
Misalnya, marketing executive perusahaan UVW mengambil keputusan
tentang harga produknya dengan mengaitkan tindakan yang akan dilakukan oleh
pesaingnya, misalnya perusahaan XYZ.

117
Grafik 12.1:
Kurva Permintaan Oligopoli

a A
C
Harga UVW (P)

B b

D (XYZ tidak cooperative)


D (XYZ cooperative)

Kuantitas UVW (Q)

Jika perusahaan UVW menganggap bahwa perusahaan pesaingnya XYZ tidak


akan bereaksi terhadap kebijakan harganya maka kurva yang diamati adalah
kurva Demand XYZ tidak cooperative. Dampak yang terlihat jika perusahaan
pesaingnya tidak kooperatif adalah setiap kebijakan menaikkan harga yang
dilakukan perusahaan UVW maka akan berdampak penurunan kuantitas
perusahaan UVW lebih besar jika dibandingkan dengan jika perusahaan
pesaingnya merespon kenaikan harga serupa. Pilihan apakah pesaing akan
kooperatif atau tidak akan kooperatif inilah yang membuat perusahaan
mengalami kesulitan untuk melakukan prediksi revenue atau salesnya.
Karena setiap kebijakan harga yang dilakukan oleh perusahaan
menghadapi kemungkinan direspon serupa atau tidak oleh pesaingnya maka
pergerakan harga pada persaingan oligopolis mengalami ketidak elastisan

118
perubahan. Ketidak elastisan harga tersebut atau kekakuan harga pada kurva
permintaan tersebut sering disebut dengan Kinked Demand.
Kinked Demand dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut: apabila
sebuah perusahaan melakukan perubahan harga jual produknya, maka reaksi
yang mungkin dilakukan oleh pesaingnya adalah: (a) mereka akan turut
menurunkan harga agar tidak kehilangan revenue terlalu tinggi, (b) mereka tidak
akan turu menaikkan harga untuk meraih pelanggan baru.

Grafik 12.2:
Kinked Demand

D1

D2

D1
D2

Pertanyaan Diskusi:

1. Pada bulan April 1997, Mc Donald’s ( MD ) memberikan discount


(penuruanan harga) untuk salah satu produknya yaitu Big Mac sebesar 75
persen menjadi 55 sen. Apabila konsumen juga membeli Frenc Fries dan
Soft Drink. The Wall Street Journal melaporkan bahwa MD berharap
system tersebut dapat meningkatan penerimaan dari penjualan. Akan
tetapi hal tersebut tidak terjadi. Tidak sampai 2 minggu penerimaan dari
penjualan di MD turun. Dengan menggunakan kerangka berfikir game
teori, jelaskan mengapa strategi kebijakan discount justru menurunkan
penerimaan !

119
2. The Sweet Breath Comp. ( TSB ) merupakan produksen pasta gigi . Dua
jenis produknya sukses di pasaran yaitu : Strong ( yang memiliki
karakteristik kesehatan mulut ) dan Gentle ( yang memiliki karakteristik
rasa manis ). Manajemen TSB berencana untuk memperkenalkan produk
pasta gigi baru, yaitu Intermediate Brand dengan karakteristik rasa ice
cream.
Pertanyaan : Setuju atau tidak anda dengan kebijakan baru yang
diencanakan oleh manajemen TSB

120
Standar Kompetensi
Mengidentifikasikan pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian dan resiko
Kompetensi Dasar
1. Membedakan maksimalisasi keuntungan dengan resiko dan ketidakpastian
2. Menganalisis resiko dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan

Analisis keputusan manajerial dibuat berdasarkan pada teori yang dibangun


dengan asumsi bahwa manajer mengetahui dengan pasti tambahan manfaat dan tambahan
biaya yang berkaitan dengan keputusan yang diambil. Dalam mengambil keputusan,
manajer juga mempertimbangkan informasi tentang outcome dari berbagai keputusan
yang diambil. Tetapi sering kali manajer diharuskan membuat keputusan dalam situasi
dimana outcome dari keputusan tidak dapat diketahui.
Pada bagian ini akan dibahas beberapa aturan dasar bagi manajer ( pengambil
keputusan ) dalam menentukan keputusan pada suatu kondisi yang dihadapkan pada
suatu resiko dan ketidakpastian.
13.1. Perbedaan antara resiko dan ketidakpastian
Pada saat outcome dari sebuah keputusan tidak dapat diketahui dengan pasti,
manajer menghadapi masalah dalam pengambilan keputusan dalam situasi berhadapan
dengan resiko dan ketidakpastian. Sebuah keputusan dibuat dalam resiko apabila manajer
dapat membuat (menjabarkan) semua kemungkinan outcome dalam hubungan dengan
keputusan dan dapat menetapkan probabilitas yang mungkin terjadi pada setiap outcome.
Proses penentuan probalititas terhadap outcome kadang-kadang mencakup
analisis kepuasan yang didasarkan pada pengalaman manajer dalam kondisi yang sama.
Penentuan probabilitas yang demikian disebut objective probability. Sedangkan bila

121
manajer hanya memiliki sedikit pengalaman dan data yang berkaitan dengan
pengambilan keputusan, maka penentuan probabilitas disebut subjective probability.
Ketidakpastian terjadi bila pembuat keputusan tidak dapat membuat semua
kemungkinan outcome dan atau tidak dapat menentukan probabilitas beberapa outcome.
Pada saat berhadapan dengan ketidakpastian, manajer hanya mengetahui perbedaan
alternatif keputusan yang tersedia dan perbedaan kemungkinan state of nature. Yang
dimaksud dengan state of nature adalah kejadian atau kondisi yang akan datang yang
dapat mempengaruhi hasil akhir atau payoff keputusan, tetapi tidakdapat dikontrol atau
dipengaruhi oleh manajer, misalnya : kebijakan pemerintah dalam menentukan harga
pasar.
13.2. Pengukuran resiko dengan distribusi probabilitas
Metodelangsung yang paling banyak digunakan untuk mengukur resiko
mencakup karakteristik (tipe) distribusi probabilitas dari outcome darimasing-masing
keputusan.
A. Distribusi Probabilitas
Distribusi probabilitas merupakan tabel atau grafik yang mencerminkan outcome
(payoff) untuk keputusan dan probabilitas setiap outcome yang mungkin terjadi. Nilai
probabilitas antara 0 sampai dengan 1 atau dalam persentase antara 0 – 100 %.

Tabel 13.1
Distribusi Probabilitas untuk Penjualan dan Promosi

Outcome (sales) Probabilitas ( % )

47.500 unit 10
50.000 20
52.500 30
55.000 25
57.500 15

122
Grafik 13.1
Distribusi Probabilitas untuk Penjualan dan Promosi

Probabilitas

0.30

0.25

0.20

0.10
0.15

47.500 50.000 52.500 55.000 57.500 sales

Dari distribusi probabilitas , baik tabel atau grafik, resiko dari keputusan
tercermin dari variabilitas outcome yang diindikasikan dengan perbedaan probabilitas
yang terjadi. Sifat dasar resiko dapat dilihat dengan menilai kecenderungan pusat dari
distribusi probabilitas yang diukur dengan expected value dengan menilai penyebaran
dari distribusi yang diukur dengan standart deviasi dan koefisien variasi.
C. Expected Value
Merupakan rata-rata tertimbang dari outcome dengan probabilitas dari setiap outcome.
Expected value dari distribusi probabilitas sering dihubungangkan dengan mean
distribution. Perhitungan expected value dari tabel 1 sebagai berikut :
E (sales) = (0.10)(47.500) + (0.20)(50.000) + (0.30)(52.500)
+ (0.25) (55.000) + (0.15)(57.500)
= 52,8875

C. Penyebaran dari Distribusi Probabilitas


Distribusi probabilitas secara umum karakteristiknya tidak hanya dilhat dari
expected value, tetapi juga dari variance . Variance dari distribusi probabilitas mengukur

123
penyebaran distribusi rata-ratanya sendiri. Pada gambar 18.2 menampilkan probabilitas
distribusi untuk laba dari dua keputusan yang berbeda, yaitu keputusan A dan keputusan
B. Kedua grafik memiliki expected profit yang sama tetapi berbeda variannya. Varian
yang lebih besar dalam keputusan B dicerminkan oleh penyebaran yang lebih luas,
sedangkan keputusan A penyebarannya lebih sedikit sehingga variannya lebih kecil.

Grafik 13. 2
Distribusi Probabilitas dan Penyebaran Pada Dua Keputusan

Probabilitas

Distribusi A

Distribusi B

E ( profit )

Varian dari distribusi probabilitas outcome sering digunakan untuk melihat


tingkat resiko yang berkaitan dengan keputusan. Apabila expected value dari dua
distribusi sama, maka distribusi dengan varian lebih tinggi mencerminkan keputusan
dengan resiko lebih tinggi. Jadi dari gambar 18.2 dapat disimpulkan bahwa keputusan B
lebih beresiko dibandingkan dengan keputusan A.
Pada kasus lain, dua distribusi memiliki rata-rata (mean) sama yaitu 50, tetapi
variannya berbeda dimana keputusan A memiliki varian yang lebih kecil dibandingkan
keputusan B sehingga keputusan A resikonya lebih kecil. Karena varaian merupakan
bentuk kwadrat dan biasanya lebih lebar dari mean, maka untuk menghilangkan masalah
dalam hal skala digunakan standart deviasi yaitu akar dari varian.
13.3. Keputusan Mengandung Resiko
Penjelasan di atas menggambarkan bagaimana tingkat resiko diukur dalam
hubungannya dengan pengambilan keputusan. Permasalahannya bagaimana pengukuran

124
resiko tersebut dapat membantu manajerdalam mengambil keputusan yang mengandung
resiko.
A. Maksimalisasi expected value
Informasi tentang kemungkinan dari beberapa kemungkinan outcome tidak
memecahkan permasalahan pengambilan keputusan seorang manajer. Bagaimana
manajer harus memilih diantara beberapa keputusan pada saat keputusan memiliki
beberapa kemungkinan outcome ? Salah satu solusinya dengan menggunakan expected
value rule, yaitu memilih keputusan dengan expected value paling tinggi.
Akan tetapi, aturan tersebut memerlukan informasi hanya satu karakteristik dari
distribusi outcome, yaitu mean (rata-rata). Hal tersebut tentu saja menimbulkan resiko
(penyebaran) yang berhubungan dengan distribusi probabilitas outcome dalam keputusan.
Aturan tentang expected value juga hanya berguna untuk manajer pada saat keputusan
memiliki expected value yang berbeda.
Tabel 13.2
Distribusi Probabilitas Untuk Laba Mingguan Pada Tiga Lokasi

Atalanta :
E (X) : 3.500
σ A : 1,025
υ : 0.29
LABA ( $ ) PROBABILITAS
2.000 0.20
3.000 0.30
4.000 0.30
5.000 0.20

Boston :
E (X) : 3.750
σ B : 1,545
υ : 0.41
LABA ( $ ) PROBABILITAS
1.000 0.10
2.000 0.15
3.000 0.15
4.000 0.25
5.000 0.20
6.000 0.15

125
Cleveland :
E (X) : 3.500
σ C : 2,062
υ : 0,59
LABA ( $ ) PROBABILITAS
1.000 0.30
2.000 0.10
3.000 0.10
4.000 0.10
5.000 0.10
6.000 0.30

Bila manajer termasuk risk neutral dan mengikuti aturan expected value, maka akan
memilih Boston, dimana expected value paling tinggi, yaitu 3.750

B. Mean Varian Analysis


Metoda lain yang digunakan untuk mengambil keputusan yang memiliki resiko ,
dengan menggunakan mean-varian analysis yang menggunakan mean dan varian ( atau
standart deviasi ). Aturan mean-varian untuk mengambilan dua keputusan dengan resiko
sebagai berikut :
a. Bila keputusan A memiliki expected outcome lebih tinggi dan lebih rendah
variannya dari keputusan B, maka keputusan A yang diambil.
b. Jika kedua keputusan memiliki varian yang sama, keputusan dengan expected
value yang lebih tinggi yang diambil
c. Bila kedua keputusan memiliki expected value yang sama, maka keputusan
dengan varian yang lebih rendah yang diambil.
Merujuk pada Tabel 13.2 , keputusan Boston lebih dipilih dibandingkan Cleveland
(menurut aturan a ) , Keputusan Atalanta juga lebih dipilih dibandingkan Cleveland
(menurut aturan c ). Bila manajer membandingkan antara Boston dan Atalanta , aturan
mean varian analysis tidak dapat dipakai karena Boston memeliki expected value lebih
tinggi dan Atalanta resikonya lebih rendah ( variannya lebih kecil). Keputusan terakhir
diambil berdasarkan vested interest manajer berkaitan dengan pilihan keputusan expected
value (profit) tinggi atau keputusan dengan resiko rendah.

126
C. Koefisien Varian Analysis
Pada pengkuran resiko distribusi probabilitas, varian dan standart deviasi
mengukur resiko mutlak, sedangkan koefisien varian mengukur resiko relatif. Aturan
koefisien varian rule adalah pada saat mengambil keputusan dengan resiko, dipilih
keputusan dengan koefisien varian paling kecil. Nilai koefisien varian dihitung dengan
membagi varian dengan expected value.

υ atalanta : 1,025 / 3,500 = 0,29


υ boston : 1,545 / 3,750 = 0,41
υ cleveland : 2,062 / 3,500 = 0,59

Keputusan manajer berdasarkan koefisien varian analysis adalah Atalanta, karena nilai
koefisien variannya paling kecil ( 0,29 )

13.4. Expected Utility : Sebuah Teori Pembuatan Keputusan Di Bawah Resiko

Expected utility theory (teori kepuasan yangi diharapkan) adalah sebuah teori
pembuatan keputusan di bawah resiko yang memperhitungkan perilaku manajer dalam
menghadapi resiko. Para manajer diasumsikan menurunkan utility dari keuntungan yang
diperolehnya. Teori ini menyediakan alat untuk pembuatan keputusan dibawah resiko dan
juga menjelaskan mengapa para manajer membuat keputusan dengan melibatkan resiko
dalam keputusannya. Jadi expected utility theory adalah sebuah model ekonomi yang
lebih menekankan tentang bagaimana para manajer sesungguhnya membuat keputusan di
bawah resiko dari pada, bagaimana para manajer seharusnya membuat keputusan di
bawah resiko.
Expected utility dari keputusan yang beresiko merupakan penjumlahan dari
probability-weighted utility dari masing-masing keuntungan yang mungkin diperoleh:
E[U(π)] = p1U(π1) + p2 U(π2) + …. + pn U(πn)
Dimana U(π) adalah fungsi utility terhadap keuntungan yang mengukur utility dari
masing-masing tingkat keuntungan. Untuk memahami expected utility theory, kita harus
memahami bagaimana perilaku menajer dalam menghadapi resiko yang ditunjukkan
dengan manager’s utility function for profit ( fungsi kepuasan manajer untuk profit).

127
A. A Manager’s Utility Function for Profit

Hubungan antara kepuasan manajer dan tingkat keuntungan yang diperoleh


memainkan peran penting dalam menjelaskan bagaimana manajer membuat keputusan di
bawah resiko. Perilaku manajer menghadapi resiko ditentukan oleh manager’s marginal
utility of profit :
MUprofit = ΔU(π)/Δπ

Dimana U(π) adalah manager’s utility function for profit. Beberapa studi menunjukkan
bahwa banyak pembuat keputusan bisnis yang mengalami diminishing marginal utility of
profit (marginal utility dari keuntungan yang semakin menurun).

Grafik 13.3 :
Perilaku Manajer Dalam Menghadapi Resiko
Utility Indeks

C B

Profit

Bagi manajer yang tidak menyukai resiko (risk averse) ditunjukkan dengan grafik fungsi
utility dari profit yang berbentuk upward-sloping sehingga mengalami diminishing
MUprofit. Konsekuensinya, para manajer lebih sensitif terhadap hilangnya profit sebesar
Rp1 dari pada bertambahnya keuntungan sebesar Rp 1 dan akan lebih menekankan
pembuatan keputusan yang menghindari resiko rugi (Grafik 13.1.A).
Bagi manajer yang netral terhadap resiko (Risk Neutral) yaitu manajer yang
mengabaikan resiko dalam pengambilan keputusan dan hanya mempertimbangkan nilai

128
yang diharapkan, maka grafiknya berupa garis linier sehingga MUprofit konstan (Grafik
13.1.B).
Untuk manajer yang menyukai resiko (Risk loving) maka akan lebih menekankan
pada pembuatan keputusan yang potensial menguntungkan dari yang pada potensial
merugikan. Grafik yang dihadapi adalah yang melengkung ke atas atau mengalami
increasing MUprofit (Grafik 13.1.C).

B. Menurunkan Fungsi Utility Untuk Profit

Prosedur penurunan fungsi utility untuk profit : dimisalkan manajer Chicago


Rotisserie Chicken (CRC) harus memutuskan di mana lokasi restauran berikutnya. Hasil
keuntungan untuk tiga lokasi berkisar dari $1.000 hingga $6.000 per minggu. Sebelum
utility atau kepuasan yang diharapkan dari masing-masing lokasi dihitung, manajer harus
menurunkan fungsi kepuasan untuk profitnya yang berkisar $1.000 - $6.000.
Proses penurunan (derivasi) dilakukan dengan menentukan nilai maximum dan
minimum dengan menggunakan indeks. Andaikan manajer menetapkan indeks kepuasan
sebesar 0 untuk profit $1.000 dan 1 untuk profit $6.000, maka fungsi kepuasan untuk
keuntungan adalah :

U($1.000) = 0 dan U($6.000) = 1

Berikutnya, menentukan indeks kepuasan untuk kemungkinan keuntungan yang


lainnya yang berada diantara $1.000 dan $6.000. Misal menentukan indeks kepuasan
untuk $5.000, maka manajer membuat analisis subyektif sebagai berikut : manajer
membuat dua pilihan keputusan A dan B dimana keputusan A menerima profit $5.000
dengan certainty (pasti) dan keputusan beresiko B yaitu menerima profit $6.000 dengan
probabilitas p atau profit $1.000 dengan probabilitas 1- p. Dua keputusan A dan B
ditentukan secara subyektif karena penentuan nilai p tergantung preferensi individu
terhadap resiko.
Andaikan manajer CRC memutuskan p = 0.95, maka keputusan A indifferent
dengan B, sehingga kepuasan yang diharapkan dari keputusan A sama dengan B :

129
1 x U($5.000) = 0,95 x U($6.000) + 0,05 x U($1.000)
U($5.000) = (0.95 x 1) + (0,05 x 0)
= 0,95

Nilai indeks kepuasan 0,95 adalah sebuah pengukuran tidak langsung dari kepuasan
keuntungan sebesar $5.000. Jumlah $5.000 disebut certainty equivalent dari keputusan
beresiko B. Dengan kata lain manajer indifferent antara mendapat profit $5.000 dengan
pasti atau membuat keputusan beresiko dengan 95 persen kesempatan memperoleh
$6.000 dan 5% kesempatan memperoleh $1.000. Indeks kepuasan untuk profit $4.000,
$3.000 dan $2.000 ditetapkan dengan cara yang sama.
Prosedur menentukan fungsi kepuasan untuk profit di atas disebut certainty
equivalent method yaitu jumlah yang harus pasti diterima seorang pengambil keputusan
agar membuatnya bersikap netral antara sejumlah uang ini dengan nilai yang
diperkirakan dari sebuah alternatif yang beresiko.

C. Maksismisasi Dari Expected Utility

Ketika manajer memilih beberapa alternatif keputusan beresiko maka menurut


teori kepuasan yang diharapakan, manajer akan memilih kepuasan yang diharapkan yang
tertinggi, sekalipun keuntungan yang diperoleh bukan yang tertinggi, karena mereka
mempertimbangkan preferensinya terhadap resiko. Oleh karena itu maksimisasi
keuntungan yang diharapkan berbeda dengan maksismisasi kepuasan yang diharapkan.
Untuk pembuat keputusan yang netral terhadap resiko (risk neutral) maka
marginal utility of profit bernilai konstan (Tabel 13.1). Expected utility of profit untuk
Atlanta, Boston dan Claveland adalah 0,50; 0,55 dan 0,50. Untuk pembuat keputusan
yang risk-neutral maka dipilih lokasi Boston karena Boston yang memaximumkan
expected utility sekaligus juga memaximumkan expected profit. Dia akan mengabaikan
resiko ketika membuat keputusan. Jadi manajer dengan risk neutrality menganggap
expected value of profit E(π) sama dengan expected utility of profit E[U(π)].

130
Tabel 13.1
Expected Utility of Profit : A Risk Neutral Manager

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


Profit Utility Marginal Probabilitas Probability-weighted Utility
(π) [U(π)] Utility Atlanta Boston PA x U P B x U PC x U
$ [ΔU(π)/Δπ] Claveland
(PA) (PB) (PC)
1000 0 - 0 0,1 0,3 0 0 0
2000 0,2 0,0002 0,2 0,15 0,1 0,04 0,03 0,02
3000 0,4 0,0002 0,3 0,15 0,1 0,12 0,06 0,04
4000 0,6 0,0002 0,3 0,25 0,1 0,18 0,15 0,06
5000 0,8 0,0002 0,2 0,2 0,1 0,16 0,16 0,08
6000 1 0,0002 0 0,15 0,3 0 0,15 0,3
Expected Utility = 0,50 0,55 0,50

Tabel 13.2
Expected Utility of Profit : A Risk Loving Manager

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


Profit Utility Marginal Probabilitas Probability-weighted Utility
(π) [U(π)] Utility Atlanta Boston PA x U P B x U PC x U
$ [ΔU(π)/Δπ] Claveland
(PA) (PB) (PC)
1000 0 - 0 0,1 0,3 0 0 0
2000 0,08 0,00008 0,2 0,15 0,1 0,016 0,012 0,008
3000 0,2 0,00012 0,3 0,15 0,1 0,06 0,03 0,02
4000 0,38 0,00018 0,3 0,25 0,1 0,114 0,095 0,038
5000 0,63 0,00025 0,2 0,2 0,1 0,126 0,126 0,036
6000 1 0,00037 0 0,15 0,3 0 0,15 0,3
Expected Utility = 0,32 0,41 0,43

Untuk pembuat keputusan yang menyukai resiko (risk-loving) ditunjukkan oleh


tabel 13.2 dimana marginal utility of profit meningkat sebagaimana meningkatnnya
profit. Expected utility of profit untuk Atlanta, Boston dan Claveland masing-masing
adalah 0,32; 0,41 dan 0,43. Oleh karena itu, bagi risk loving, Claveland adalah lokasi
baru untuk CRC dengan expected utility yang maximum.

131
13.5. Menemukan Tingkat Optimal Dari Aktivitas Beresiko
Salah satu alat yang paling penting dalam pembuatan keputusan adalah teori
optimisasi. Dalam teori optimasi dianggap, informasi mengenai marginal benefit (MB)
dan marginal cost (MC) adalah lengkap (complete information). Sekarang bagaimana
kalau pembuat keputusan menghadapi informasi yang tidak lengkap mengenai MB dan
MC tetapi mempunyai informasi tentang expected value dari MB dan MC untuk tingkat
aktivitas yang berbeda.

A. Maksimisasi Manfaat bersih yang diharapkan (Expected Net Benefit)


Tingkat optimal dari sebuah aktivitas adalah tingkat aktivitas yang
memaximumkan manfaat bersih dimana manfaat bersih adalah selisih antara total benefit
dan total cost (NB=TB – TC). Ketika aktivitas berubah secara terus menerus, maka
tingkat optimal terjadi dimana MB = MC. Jika aktivitas hanya berubah secara diskrit
maka tingkat aktivitas yang optimal adalah tingkat aktivitas terakhir dimana MB > MC.
Sepanjang distribusi probabilitas untuk manfaat bersih memiliki variance yang
sama pada tiap-tiap tingkat aktivitas, maka maksimisasi manfaat bersih yang diharapkan
merupakan tingkat yang optimal, terlepas apakah pembuat keputusan adalah risk-neutral,
risk loving atau risk averse.

B. Analisis Regresi Dan Maksimisasi Manfaat Bersih Yang Diharapkan


Dengan menggunakan analisis regresi, fungsi marginal yang diestimasi dapat
dinterpretasikan untuk menunjukkan nilai marginal benefit dan marginal cost yang
diharapkan. Ditunjukkan juga bagaimana menderivasi fungsi total benefit dan total cost
yang diharapkan dan juga mengurangkan total cost dari total benefit yang diharapkan.
Estimasi regresi dari marginal benefit dan marginal cost yang diharapkan secara
umum diasumsikan mempunyai variance yang konstan pada semua tingkat aktivitas X.
Ketika fungsi marginal yang diharapkan yaitu E(MB) dan E(MC) mempunyai variance
konstan pada semua tingkat aktivitas, fungsi manfaat bersih yang diharapkan E(NB)
mempunyai variance yang konstan juga. Oleh karena itu, menyamakan E(MB) yang
diestimasi dengan E(MC) yang diestimasi tentu saja menempatkan tingkat aktivitas yang

132
memaksimumkan E(NB), tidak peduli apapun preferensi dari pembuat keputusan
terhadap resiko.

13.6. Maksimisasi Profit Di Bawah Resiko : Persaingan Sempurna

Pada bagian ini ditunjukkan bagaimana manajer dari perusahaan di pasar


persaingan sempurna dapat membuat keputusan tentang output ketika resiko dimasukkan.
Sementara bab sebelumnya merupakan pengambilan keputusan di pasar persaingan
sempurna dalam kondisi pasti dimana P = MC.
Asumsikan bahwa seorang manajer dapat memilih tingkat output secara tepat,
output dapat dikontrol dan diketahui dengan pasti. Pada sisi revenue, manajer tidak tahu
pasti harga produk yang dijual tetapi secara subyektif ditentukan distribusi probabilitas
terhadap harga. Harga yang diharapkan E(P), adalah juga marginal revenue yang
diharapkan E(MR). Selama perusahaan dapat menjual seluruh outputnya pada harga
pasar, harga yang diharapkan (dan MR yang diharapkan) adalah konstan, untuk semua
tingkat output (grafik 13.2.A). Pada grafik B, menjelaskan bagaimana harga dan
marginal revenue tetap konstan untuk semua kemungkinan tingkat output, terlepas
apakah manajer memilih berproduksi di Q1, atau Q2, atau tingkat output lainnya, harga
yang diharapkan adalah P.
Grafik 13.2
Distribusi Probabilitas untuk harga
Probabilitas $

P E(P)=E(M

E(P) Harga Output

A: Distribusi Probabilitas B : Kurva MR yang diharapkan

133
Grafik 13.3
Distribusi Probabilitas Untuk Marginal Cost

Probabilitas $
E(M

MC2

MC1

MC1 Output

E[(MC(Q1)] =MC1 Q1 Q2

A : Distribusi Probabilitas untuk B : Kurva MC yang


MC(Q1) diharapkan

Pada sisi biaya, manajer tidak tahu pasti biaya yang terkait dengan tingkat output
tertentu. Untuk memilih output dibawah kondisi pasti atau beresiko, manajer
membutuhkan informasi tentang MC. Pada grafik 13.3.A. menunjukkan sebuah distribusi
probabilitas untuk marginal cost yang berkaitan dengan produksi pada tingkat output Q1.
Marginal cost yang diharapkan dari produksi Q1 adalah MC1. Karena MC meningkat
pada tingkat produksi yang lebih tinggi maka pada Q2 marginal cost yang diharapkan
adalah MC2 (grafik 13.3.B).
Manajer dari perusahaan di pasar persaingan sempurna, akan memaksimumkan
profit di bawah kondisi risk, dengan memilih tingkat output di mana MR yang diharapkan
(harga yang diharapkan) sama dengan MC yang diharapkan :

E(MR) = E(P) = E(MC)

134
Selama kita mengasumsikan bahwa variance harga dan marginal cost adalah konstan
untuk tingkat output yang berbeda, maka variance dari net benefit (profit) adalah konstan
dan aturan tersebut berlaku untuk semua manajer. Jadi ketika variance dari profit adalah
konstan untuk semua tingkat output, seorang manajer dari sebuah perusahaan di pasar
persaingan sempurna akan memilih tingkat output yang memaximumkan profit yang
diharapkan, terlepas dari apakah manajer tersebut risk averse, risk neutral atau risk
loving.

13.7. Memaksimalisasikan Laba Dengan Resiko Kasus Duopoli

Saling ketergantungan yang terjadi dalam pasar oligopoli sering membuat


masalah serius bagi para manajer dalam usaha memaksimalkan laba. Manajer pada
masing-masing perusahaan oligopoly percaya bahwa perubahan harga dan output suatu
perusahaan akan mempengaruhi permintaan dan keuntungan semua perusahaan pesaing.
Perusahaan pesaing akan merespon dengan merubah harga dan outputnya, sehingga
akhirnya akan berpengaruh pada harga dan keuntungan dari perusahaan yang pertama
melakukan perubahan harga. Ketika ada perubahan harga, secara umum mereka tidak
tahu bagaimana reaksi pesaing atas perubahan yang terjadi
Dalam pasar oligopoli nampak dua atau lebih kurva permintaan (D), dua atau
lebih marginal revenue (MR). Satu kurve permintaan yang diasumsikan bahwa pesaing
mengikuti perubahan harga dan kurva permintaan yang lain diasumsikan bahwa pesaing
tidak merubah harga dalam merespon perubahan harga yang terjadi. Kurva permintaan
mana yang “benar” untuk pengambilan keputusan? Jawabannya tidak ada satupun yang
“benar” sebelum perusahaan melakukan aksi. Manajer akan menghadapi masalah resiko
permintaan yang tidak dapat diketahui sampai manajer melakukan perubahan harga atau
sampai ada reaksi dari perusahaan pesaing. Untuk membuat perencanaan,manajer akan
mempunyai beberapa ide tentang reaksi pesaing. Prinsip dari pengambilan keputusan
dengan resiko memberikan satu cara yang dapat digunakan manajer ketika terjadi
ketidaksempurnaan informasi (incomplete information) tentang reaksi pesaing terhadap
perubahan harga.

135
Contoh :
Seandainya di pasar hanya ada dua perusahaan yaitu Atlas dan Butler yang
memproduksi barang yang bersubstitusi dekat, struktur pasarnya adalah duopoli. Kedua
perusahaan ini menentukan harga sebesar 40. (P A=PB=40)
Manajer Atlas memperkirakan permintaannya = QA = 6.000-300P A + 225 PB
Kedua perusahaan menentukan harga = 40 dan
penjualan Atlas = 3.000 (=6.000-(300)x40)+(225x40) unit.
Manajer Atlas tidak percaya bahwa penjualan 3.000 dan harga 40 adalah
memaksimalkan keuntungan maka dia mempertimbangkan untuk merubah harga.
Jika Butler tidak memperdulikan harga dari perusahaan Atlas yang baru dan tetap
memakai harga 40, maka permintaan Atlas ketika Butler tidak merubah harga adalah :
QA = 6.000 + (225x40 )- 300 PA
= 1.500 - 300PA (D tidak diikuti)

Jika harga diButler sama dengan setiap harga yang ditentukan Atlas (P A=PB), maka
fungsi permintaan Atlas
QA = 6.000 - 300 PA + 225 PA
= 6.000 - 75 PA (D diikuti)

Manajer dari persahaan Atlas percaya bahwa probabilitas perusahaan Butler akan
mempertahankan pada harga 40 adalah 40 persen . Jika perusahaan Atlas merubah harga
dan akan diikuti oleh Butler maka probalilitasnya adalah 60 persen.Untuk setiap harga
yang ditentukan manajer Atlas , perkiraan jumlah yang diminta , E(Q A) adalah :
E(QA) = 0,4 x (15.000 – 300 PA ) + 0,6 x (6.000 - 75 PA )
= 9.600 -165PA
Jika manajer Atlas benar dalam membuat asumsi bahwa Butler akan melakukan salah
satu dari dua respon untuk merubah harga, maka penjualan aktual dari perusahaan
Atlas sesudah perubahan harga tidak sama dengan perkiraan penjualan (E(Q A).Penjualan
aktual ada di antara kurva D tidak diikuti dan D diikuti.

136
Gambar 1 menunjukkan dua kurva permintaan perusahaan Atlas yang tergantung pada
reaksi dari perusahaan pesaing. Perkiraan jumlah yang diminta (E(Q A) ditunjukkan oleh
garis putus-putus diantara dua kurva permintaan.
Untuk memaksimalkan perkiraan laba, manajer Atlas akan menentukan berapa
jumlah yang diproduksi dan berapa harga yang ditentukan saat perkiraan Marginal
Revenue sama dengan perkiraan Marginal Cost. Untuk mendapatkan fungsi Marginal
Revenue adalah : E(Q A). = 9.600 - 165 P A
PA = [9.600 - E(QA)] / 165
= 58 - 0,006 E(Q A)
Total Revenue (TR) = P x Q
= (58 - 0,006 E(Q A)) x (QA)
= 58 QA – 0,006 (QA)2
Expected Marginal Revenue (E(MR) = 58 – 0,012 (QA)

P dan E(MR)
800

58
N
49 C
D A
40
B D tdk diikuti

E (QA)
D diikuti
E(MR

300 1500 2325 3000

137
Fungsi ini disebut Expected (perkiraan) Marginal Revenue karena harga yang dipilih
manajer tergantung pada reaksi dari perusahaan pesaing , sehingga Marginal Revenue
juga tergantung dari reaksi perusahaan pesaing.
Marginal Cost perusahaan Atlas diketahui konstan , nilainya = 40. Untuk
mendapatkan tingkat output yang memaksimalkan excpected profit diperoleh saat
Expected Marginal Revenue sama dengan Marginal Cost
E(MR) = MC
58-0,012 E (QA ) = 40
E (QA) = 1.500
Tingkat harga pada tingkat output tersebut adalah :
PA = 58 - (0,006 x 1.500) = 49
Penjualan aktual = 15.000- (300x49) = 300, jika perusahaan Butler tidak merespon
perubahan harga Atlas dan masih menjaga pada harga lama sebesar 40.Apabila
perusahaan Butler merubah harga menjadi 49, maka penjualan aktual menjadi
= 6000 - (75x49) = 2.325
Jika perusahaan menentukan E(MR) = MC = 40 (pada titik B), perkiraan
penjualan adalah 1.500 dan manajer Atlas akan menentukan harga sebesar 49 (titik C).
Atlas akan menjual 30 unit jika kurva permintaan pada D tidak diikuti ( titik D) dan 2.325
unit jika kurva permintaan adalah D diikuti ( titik N)
Ini merupakan contoh sederhana bagaimana oligopoli dengan informasi tidak
sempurna tetang reaksi pesaing untuk membuat keputusan dalam menentukan
keuntungan maksimum. Hal ini untuk merupakan contoh bagi manajer yang mengalami
resiko dalam pengambilan keputusan. Dalam proses yang senyatanya mungkin akan jauh
lebih kompleks.

13.8 Pengambilan Keputusan Dalam Ketidakpastian


A. Kriteria Maksimaks
Bagi manajer yang berpandangan optims, kriteria maksimaks memberikan cara
/petunjuk dalam kondisi ketidakpastan. Dengan kritera maksimaks, manajer mula-mula
mengidentifikasi masing-masing kemungkinan yang akan terjadi, selanjutnya dipilih
keputusan yang menghasilkan maksimal payoff dari hasil terbaik.

138
Contoh :
Manajemen Dura Plastik mempertimbangkan merubah kapasitas produksi. Manajemen
mempertimbangkan tiga piilhan, yaitu :
1. Kapasitas produksi akan ditambahkan 20 %
2. Kapasitas produksi dipertahankan seperti yang sudah ada
3. Kapasitas produksi dikurangi 20 %
Hasil keputusan tergantung pada kondisi perekonomian tahun yang akan datang.
Manajemen membuat tiga perkiraan kondisi perekonomian.
1. Perekonomian akan tumbuh
2. Perekonomian stagnan
3. Perekonomian resesi

Payoff matrik dari perusahaan Dura adalah sebagai berikut:

Keputusan Kondisi perekonomian


Tumbuh Stagnan Resesi
Menambah kapasitas produksi 20 % 5.000.000 - 1.000.000 - 3.000.000
Mempertahankan yang sudah ada 3.000.000 2.000.000 500.000
Mengurangi kapasitas produksi 20 % 2.000.000 1.000.000 750.000

Jika manajer tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kondisi perekonomian atau berapa
probabilta yang terjadi maka pengambilan keputusan dilakukan dengan kondsi ketidak
pastian.
Langkah pengangambilan keputusandengan kriteria maksimaks:
Pertama identifikai hasil terbaik dari masing-masing keputusan.

Keputusan Kondisi perekonomian


Tumbuh Stagnan Resesi
Menambah kapasitas produksi 20 % 5.000.000 - 1.000.000 - 3.000.000
Mempertahankan yang sudah ada 3.000.000 2.000.000 500.000
Mengurangi kapasitas produksi 20 % 2.000.000 1.000.000 750.000

Hasil terbaik dari payoff matrik di atas adalah pada kondisi ekonomi tumbuh , pada tabel
di atas nampak pada daerah yang diarsir. Langkah selanjutnya adalah ambil hasil
maksimal dari hasil terbaik.Sehingga dengan krieteria maksimaks keputusan yang
diambil adalah menambah kapasitas produksi

139
B. Kriteria Maksimin
Bagi manager yang berpandangan pesimistik, criteria maksimin lebih cocok
daripada maksimaks. Kriteria Maksimin adalah pengambilan keputusan dengan
mengidentifikasi hasil yang paling jelek dan dipilih hasil terbesar dari payoff terjelek.

Keputusan Kondisi perekonomian


Tumbuh Stagnan Resesi
Menambah kapasitas produksi 20 % 5.000.000 - 1.000.000 - 3.000.000
Mempertahankan yang sudah ada 3.000.000 2.000.000 500.000
Mengurangi kapasitas produksi 20 % 2.000.000 1.000.000 750.000

Dengan kriteria maksimin keputusan yang diambil adalah mengurangi kapasitas


produksi 20 %

Kriteria Minimaks Regret

Manajer ketika membuat keputusan tidak hanya mempetimbangkan kodisi


ekonomi terbaik, tetapi juga mempertimbangkan potensial regret (penyesalan) yang
terjadi.
Menurut kriteria ini, pengambil keputusan akan mengalami suatu kerugian apabila
suatu peristiwa yang terjadi menyebabkan alternatif yang dipilih kurang dari payoff
maksimal. Jumlah regret atau opportunity loss ( disebut sebagai nilai penyesalan)
merupakan selisih antara nilai terbesar (payoff maksimal) dikurangi dengan nilai baris
yang bersekutu dalam kolom yang bersangkutan. Dengan demikian criteria regret ini
menghendaki dipilihnya nilai minimal dari regret maksimal.
Contoh :

Keputusan Kondisi perekonomian


Tumbuh Stagnan Resesi
Menambah kapasitas produksi 20 % 5.000.000 - 1.000.000 - 3.000.000
Mempertahankan yang sudah ada 3.000.000 2.000.000 500.000
Mengurangi kapasitas produksi 20 % 2.000.000 1.000.000 750.000

140
Dari tabel di atas, hasil payoff yang paling besar terjadi saat perekonomian tumbuh dan
perusahaan menambah kapasitas produksi dengan pay off = 5.000.000. Jika terjadi
pertumbuhan ekonomi terjadi dan manajemen memilih mempertahankan kapasitas
produksi yang sudah ada maka regretnya adalah 5.000.000 -3.000.000 =
2.000.000.Selanjutnya potensial regret selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Keputusan Kondisi perekonomian


Tumbuh Stagnan Resesi
Menambah kapasitas produksi 20 % 0 3.000.000 3.750.000
Mempertahankan yang sudah ada 2.000.000 0 250.000
Mengurangi kapasitas produksi 20 % 3.000.000 1.000.000 0

Perhatikan jika nilai potensial regret = 0 berarti tidak ada potensial regret.

Langkah pengambilan keputusan dengan Minimax Regret, adalah:


1. Tentukan nilai regret setiap payoff dengan jalan mengurangkan payoff maksimal
baris dengan payoff tiap baris
2. Menentukan nilai regret maksimal tiap baris
3. Menentukan nilai minimaks sebagai alternatif pengambilan keputusan

Matriknya dapat dilihat dari tabel berikut :

Keputusan Kondisi perekonomian


Tumbuh Stagnan Resesi
Menambah kapasitas produksi 20 % 0 3.000.000 3.750.000
Mempertahankan yang sudah ada 2.000.000 0 25 0.000
Mengurangi kapasitas produksi 20 % 3.000.000 1.000.000 0

Dari tabel di atas nilai minimum dari maksimum potensial regret ada pada kondisi
mempertahankan kapasitas produksi yang sudah ada. Jadi pengambilan keputusan untuk
perusahaan Dura Plastik dengan metode ini adalah mempertahankan kapasitas produksi
yang sudah ada.

141
C. Kriteria Probabilitas Sama

Dalam kondisi ketidakpastian manager tidak mempunyai informasi tentang


kemungkinan kondisi perekonomian yang akan terjadi, sehingga diasumsikan kondisi
perekonomian akan terjadi dengan probabilitas sama. Pengambilan keputusan adalah
pada rata-rata payoff yang paling besar. Dalam contoh ini manager mengasumsikan
masing-masing kondisi perekonomian mempunyai probabilitas sepertiga.
Aplikasi dari contoh di atas , manager Dura Plastik menghitung rata-rata payoff
masing-masing keputusan sebagai berikut :
Menambah kapasitas produksi : (5.000.000+(-1.000.000)+(-3.000.000))/3 = 330.000
Mempertahankan yang sudah ada: (3.000.000+2.000.000+500.000)/3 = 1.830.000
Mengurangi kapasitas produksi ( 2.000.000+1.000.000+750.000)/3 = 1.250.000
Dengan aturan probabilitas sama , maka putusan yang diambil adalah
mempertahankan kapasitas produksi yang sudah ada karena memiliki rata-rata hasil
yang paling besar.

Pertanyaan Diskusi :

1. Perusahaan dengan kondisi pasar duopoly ingin menaikkan harga. Mananager dari
pasar duopoly tersebut percaya probabilitas perusahaan lain akan bereaksi jika
perusahaan menaikkan harga sebesar 80 persen , sementara 20 persennya perusahaan
tidak menaikkan harga. Saat ini harga yang ditentukan oleh perusahaan pesaing adalah
40. Manajer memperkirakan permintaan perusahaan adalah :
Q = 8.000 – 280 P + 200 Pr
Dimana Pr adalah harga pesaing. Nilai Marginal Cost sebesar 30.
1.Hitung kurva permintaan ketika :
a. perusahaan pesaing tidak bereaksi dengan kenaikkan harga
b. perusahaan pesaing bereaksi dengan kenaikkan harga
2. Hitung perkiraan kurva permintaan dan perkiraan Marginal Revenue
3. berapa harga yang akan ditentukan untuk memaksimalkan laba.

142
Accounting profit : merupakan selisih antara total revenue dengan total cost dimana total
costnya hanya berupa eksplisit cost saja, tanpa implisist cost.

Arc elasticity : cara menghitung elastisitas dengan melihat pada range tertentu atau di antara
dua titik.

Average cost : rata-rata biaya yang harus dikelurkan oleh perusahaan untuk memproduksi
barang dimana pada jangka pendek terdiri dari rata-rata biaya tetap dan rata-rata biaya
variabel.

Average product : rata-rata produksi yang dihasilkan suatu perusahaan pada waktu tertentu.

Break even point : terjadi bila total biaya sama dengan total penerimaan atau impas.

Budget constaint : merupakan batas maksimum kemampuan konsumen dalam membeli


barang. Batas maksimumnya berupa anggaran atau pendapatan konsumen.

Budget line : kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi kelompok barang yang berbeda
pada harga tertentu jika seluruh uang dibelnjakan.

Ceiling price : Harga maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Apabila harga
maksimumnya di bawah harga keseimbngan maka akan terjadi shortage (tekor).
Constant return to sacale : terjadi jika penambahan input sebesar 1% diikuti kenaikan output
sebesar 1% atau proporsional.

Consumer preferences : preferensi (kelebihsukaan) dari konsumen terhadap barang-barang.

Consumer price index : merupakan salah satu ukuran menghitung perubahan tingkat harga
yang terjadi dalam perekonomian atau salah satu alat untuk mengukur inflasi yang
terjadi dalam perekonomian.

Cross-price elasticity : mengukur kepekaan dari jumlah yang diminta akibat perubahan harga
barang lain yang berkaitan dengan menganggap variable lain yang mempengaruhi
konstan.
Decreasing return to scale : terjadi jika penambahan input sebesar 1% akan menambah output
lebih kecil dari satu persen.

Demand function adalah sebuah tabel atau grafik atau persamaan yang menunjukkan
bagaimana jumlah yang diminta dikaitkan dengan harga produk, dengan menganggap
lima variabel lainnya yang mempengaruhi permintaan konstan.

144
Disequilibrium : ketidakseimabngan yang terjadi di pasar akibat jumlah yang diminta lebih
besar dari jumlah yang ditawarkan atau sebaliknya jumlah yang ditawarkan lebih
banyak dari pada humlah yang diminta.
Dominant strategy : merupakan strategi yang memberikan hasil terbaik tidak peduli apapun
keputusan yang akan diambil oleh pesaingnya.

Dummy Variable : suatu variable yang hanya mengambil nilai satu dan nol.

Economic profit : merupakan selisih antara total revenue dengan total cost dimana total
costnya meliputi eksplisit cost dan implicit cost.

Economic rent : pembayaran terhadap kelebihan produktifitas di atas opportunity cost.

Ekonomi mikro : Ilmu yang mempelajari tentang perilaku ekonomi individual seperti
perilaku konsumen, perilaku produsen dan bagaimana interaksi mereka dalam pasar.
Eksplisit cost : biaya yang harus dikeluarkan perusahaan apabila menggunakan sumber daya
yang bukan milik sendiri.

Elasticity of demand : mengukur kepekaan konsumen terhadap perubahan harga sebuah


barang.

Elastic : Pasar yang elastic berarti pasar yang peka terhadap perubahan harga barang.

Empirical demand function : fungsi permintaan yang betul-betul dihadapi di lapangan.

Endogenous Variable : merupakan suatu variabel yang dipengaruhi oleh model yang ada
dalam persamaan.

Equilibrium price : adalah harga yang tercipta dari keseimbangan pasar.

Equilibrium quantity : Jumlah barang yang terjual di pasar.

Exess demand : jumlah yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan.

Exess supply : jumlah yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta.

Exogenous variable : suatu variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model
persamaan.

Expected utility theory : sebuah teori pembuatan keputusan di bawah resiko yang
memperhitungkan perilaku seorang menajer dalam menghadapi resiko.

Faktor produksi : alat yang digunakan untuk proses produksi missal modal, tenaga kerja dan
lain-lain.

Fixed cost : biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak tergantung oleh jumlah
output yang dihasilkan atau nilainya konstan berapapun output yang dihasilkan.

Floor price : harga minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Apabila harga minimum
tersebut melebihi harga pasar maka akan terjadi surplus.

Full price : gabungan antara harga barang itu sendiri ditambah dengan search cost.

145
Games theory : merupakan cara untuk menunjukkan bagaimana memilih strategi yang
optimal atau terbaik dalam berbagai situasi konflik

Implisit cost : biaya yang terjadi akibat menggunakan sumber daya yang merupakan milik
sendiri.

Income effect : perubahan dalam konsumsi barang yang berasal dari perubahan daya beli
sesudah harga barang berubah.

Income elasticity : Mengukur kepekaan dari jumlah yang diminta akibat adanya perubahan
pendapatan dengan menganggap variable lain yang mempengaruhi konstan.

Increasing return to scale : terjadi jika penambahan input sebesar 1% akan menambah output
lebih besar dari 1%.

Indifferent curve : adalah kurva yang menunjukkan kombinasi dari dua kelompok barang
yang berbeda yang memberikan kepuasan (total utility) yang sama.
Inferior goods : barang yang bersifat, jika kenaikan pendapatan diikuti oleh penurunan
jumlah barang yang diminta maka barang tersebut adalah barang inferior.

Inelastic : pasar yang inelastic berarti pasar tersebut kurang peka terhadap perubahan harga.

Input : sama dengan faktor produksi atau masukan yaitu alat yang dipakai untuk proses
produksi missal modal tenaga kerja dan lain-lain.
Intercept parameter : atau konstanta adalah besarnya nilai variabel terikat apabila variabel
bebasnya given.

Isocost : kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi input yang dibeli pada tingkat
pengeluaran tertentu dan harga tertentu.
Isoquant : kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi input yang menghasilkan output
yang sama.

Keuntungan maksimum : perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang maksimum jika


tambahan revenue akibat adanya penambahan output unit yang terakhir sama dengan
tanabahan cost akibat adanya tambahan output unit yang terakhir (MR=MC).

Law of diminishing marginal product : merupakan hukum pertambahan hasil yang semakin
berkurang yaitu bertambahnya input mula-mula menyebabkan peningkatan output
dengan kecepatan yang semakin tinggi kemudian menurun, setelah mencapai titik
tertentu kecepatannya nol bahkan setelah itu negatif.

Least cost combination : kombinasi input yang menimbulkan biaya minimum.

Lerner index : merupakan salah satu cara mengukur market power dengan menggunakan
elastisitas.

Linier equation : suatu persamaan matematis yang pangkat tertinggi dari variable bebasnya
adalah satu.

Long run production function : suatu fungsi produksi dimana dalam fungsi tersebut semua
input adalah variable ( bisa diubah-ubah)..

146
Maksimisasi utility : terjadi jika tambahan kepuasan dari mengkonsumsi barang X unit yang
terakhir sama dengan tambahan kepuasan dari mengkonsumsi barang Y unit yang
terakhir dari setiap rupiah yang dibelanjakan.
Marginal benefit of search : tambahan manfaat yang diperoleh dari pencariannya untuk
mendapat informasi mengenai suatu barang dari setiap periode waktu yang
dikurbankan.

Marginal cost : perubahan total biaya akibat adanya perubahan jumlah barang yang
dihasilkan.

Marginal cost of search : tamabahan biaya yang harus dikeluarkan dari pencariannya untuk
mendapat informasi mengenai suatu barang dari setiap periode waktu yang
dikurbankan.

Marginal rate of substitution : besarnya perubahan kelompok barang Y akibat berubahnya


kelompok barang X yang dikonsumsi dimana hubungan antara dua kelompok barang
tersebut adalah berkebalikan.

Marginal rate of technical substitution : besarnya perubahan kapital akibat adanya perubahan
tenaga kerja yang dipakai dalam proses produksi dimana keduanya berhubungan
negatif.

Marginal revenue : perubahan total revenue akibat adanya perubahan jumlah barang.

Marginal utility : perubahan total utility akibat adanya perubahan output yang dikonsumsi.

Marginal utility of profit : jumlah di mana total utility meningkat dengan bertambahnya
keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Market clearing : sama dengan market equilibrium yaitu titik temu antara permintaan dan
penawaran pasar.

Market demand : kurva yang menunjukkan kombinasi harga dan kuantitas barang yang mau
dan mampu dibeli konsumen pada masing-masing harga dengan menganggap yang
lain konstan.

Market Equilibrium : terjadinya titik temu antara permintaan dan penawaran pasar, dari
keseimabngan pasar tersebut akan tercipta harga dan kuantitas keseimbangan di pasar.

Market power : kemampuan perusahaan untuk menaikkan harga tanpa kehilangan seluruh
penjualannya.

Monopoli : kondisi pasar di mana hanya ada satu perusahaan dalam pasar dan dia mempunyai
market power sehingga mampu mempengaruhi harga (price setter/ price maker).

Monopolistic competition : atau persaingan monopolistis adalah kondisi pasar dimana cirinya
mirip dengan persaingan sempurna, yang membedakan adalah kemampuannya untuk
mempengaruhi harga karena mempunyai keunikan.

Moral hazard : terjadi ketika masing-masing pihak yang sudah bersepakat terdorong untuk
mengabaikan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat.

147
Mutual interdependence : tindakan yang dilakukan oleh satu perusahaan dalam pasar akan
mempunyai efek pada penjualan dan revenue perusahaan lain.

Nash equilibrium : suatu kondisi dimana setiap pemain memilih strategi terbaiknya, untuk
menghadapi strategi yang telah dilakukan pemain lainnya.

Normal goods : barang yang sifatnya, jika terjadi kenaikan pendapatan diikuti kenaikan
jumlah barang yang dikonsumsi maka barang tersebut adalah barang normal.

Normal profit : terjadi bila economic profit sama dengan nol atau nilainya sebesar implicit
cost.

Oligopoli : pasar yang terdiri dari perusahaan besar dengan jumlah relatif sedikit, masing-
masing memiliki pangsa cukup besar dan ada mutual interdependence.

Opportunity cost : apa saja yang diserahkan pemilik perusahaan untuk bisa menggunakan
sumber daya.
Ordinary demand function : menunjukkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga
dari produk dimana variabel lain yang mempengaruhi demand dianggap konstan.

Perfect competition : atau pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana produk yang dijual
homogen (identik), banyak pembeli dan penjual, informasi sempurna, perusahaan
bebas untuk masuk atau ke luar atau tidak ada halangan untuk memasuki pasar dan
harga ditentukan oleh mekanisme pasar.

Point elasticity : cara menghitung elastisitas dengan melihat pada satu titik tertentu.

Present value : menghitung nilai sekarang atas sesuatu yang akan diperoleh di masa datang.
Price taker : perusahaan di pasar hanya sebagai pengambil harga, sedangkan harga ditentukan
oleh mekanisme pasar

Principal-agent problem : problem antara pemilik dan manajemen yang muncul dalam
perusahaan, biasanya terjadi pada perusahaan yang pemilik dan manajemennya
terpisah karena perusahaan sudah go public.

Probability distribution : sebuah tabel atau grafik yang menunjukkan semua kemungkinan
hasil atau payoffs dari suatu keputusan dan probabilitas masing-masing hasil yang
akan terjadi.

Product differentiation : produk yang bisa dibedakan antara satu dengan yang lain baik dari
sisi kualitas, performance atau dari sisi yang lainnya.

Profit oriented : suatu perusahaan yang didirikan dengan tujuan profit oriented berarti
perusahaan tersebut selalu berusaha untuk memaksimumkan keuntungan setiap
periode atau memaksimumkan nilai perusahaan.

Qualitatif forecast : meramalkan arah perubahan dari dari variabel-variabelnya.

Quantitatif forecast : meramalkan arah dan besaran dari perubahan variabel-variabelnya.


Quantitatif forecast lebih mahal biayanya dibanding dengan qualitative forecast
karena data yang harus dicari lebih banyak.

148
Quantity demanded : jumlah barang atau jasa yang konsumen mau dan mampu untuk
membelinya selama periode waktu tertentu.

Quantity supplied : Jumlah barang atau jasa yang ditawarkan untuk dijual selama periode
waktu tertentu.

Risk premium : Kenaikan tingkat diskonto untuk mengkompensasi investor atas


ketidakpastiannya tentang keuntungan di masa datang.

Risk : mengacu pada situasi di mana terdapat lebih dari satu hasil yang mungkin terjadi dari
suatu keputusan dan probabilitas dari tiap hasil tersebut diketahui atau bisa
diestimasikan.

Risk averse : menggambarkan seorang pembuat keputusan yang ketika dihadapkan pada dua
pilihan keputusan dengan expected profit yang sama, akan memilih keputusan yang
kurang beresiko

Risk loving : menggambarkan seorang pembuat keputusan yang memilih keputusan yang
lebih beresiko ketika keuntungan yang diharapkan sama.

Risk neutral : menggambarkan seorang pembuat keputusan yang mengabaikan resiko dalam
membuat keputusan dan hanya mempertimbangakan nilai yang diharapkan dari
keputusan-keputusannya.
Search Cost : biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan informasi mengenai harga dan
kualitas produk.

Shortage : jumlah yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan di pasar.

Short run production function : suatu fungsi produksi di mana minimal ada satu input tetap
yang mempengaruhi output.
Shut down point : titik gulung tikar yaitu suatu titik tertentu dimana perusahan menutup
usahanya atau tidak berproduksi.

Slope parameter : Parameter dalam sebuah fungsi linier yang mengukur efek pada dependent
variable akibat perubahan salah satu dari variabel bebasnya dengan menganggap
variabel bebas lainnya konstan.

Substitution effect : perubahan konsumsi dari barang yang terjadi jika konsumen tetap pada
kurva indifferent yang sama sesudah harga barang berubah.
Supply function : fungsi yang menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan
dengan variabel bebas yang mempengaruhinya.

Supply curve : Sebuah grafik yang menunjukkan hubungan jumlah yang tawarkan dan harga
ketika semua variabel lain yang mempengaruhi konstan.

Surplus : jumlah yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta di pasar.

The generalized demand function : hubungan antara jumlah yangdiminta dengan enam faktor
yang mempengaruhi jumlah yang diminta.

The generalized supply function : hubungan antara jumlah yang ditawarkan dan enam faktor
lain yang mempengaruhi jumlah yang ditawarkan.

149
Total cost : jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan baik biaya tetap maupun biaya
variabel.

Total effect : gabungan antara substitution effect dan income effect.

Total revenue : total penerimaan perusahaan yang merupakan hasil perkalian antara harga dan
kuantitas.
Total value of firm : Menghitung nilai sekarang atas total jumlah keuntungan yang akan
diperoleh di masa mendatang.

Unitary elasticity : prosentase perubahan jumlah yang diminta sama dengan prosentase
perubahan harga atau dengan kata lain kenaikan harga akan diikuti dengan penurunan
jumlah yang diminta dengan nilai yang sama sehingga tidak berdampak pada total
penerimaan perusahaan.

Utility : manfaat yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

Uncertainty : mengacu pada situasi dimana terdapat lebih dari satu hasil yang mungkin dari
sutu keputusan dan probabilitas dari kemunculan masing-masing hasil tersebut tidak
diketahui, apalagi dapat ditafsirkan.
Variable cost : biaya perusahaan yang besar kecilnya dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
output yang dihasilkan.

150
IN D E K S

A Explicit Cost 69

Accounting Profit 5 Expected Value 123

Arch Elasticity 31 Expected Utility 127

Average Cost 71 Expected Net Benefit 132

Average Fixed Cost 71 F


Average Variable Cost 71 Floor Price 25
Average Product 67 Fungsi Permintaan Empiris 49
B G
Biaya Ekonomi 69 Generalized Demand Function 11
Budget Line 39,40 Generalized Supply Function 18
C H
Ceilling Price 25 Harga Luwes 23
Corporate Control Mechanism 7
Harga Kaku 24
Complete Information 37
Hedging 3
Cross Price Elasticity 35
Hukum Satu Harga 22, 27
Cobb Douglass 84
Constant Cost 103 I
D Image Design 46
Inelastis 28
Demand Function 14
Implicit Cost 69
Decreasing Cost 103
Increasing Cost 103
Distribusi probabilitas 122
Income Elasticity 35
Duopoli 135
Income Effect 44
E Input Optimal 78
Economic Model 62 Isoquant 76
Economic Profit 4 Isocost 77
Efisiensi Ekonomis 66
K
Efisiensi Teknis 66
Ketidakpastian 122
Ekspektasi Harga 13
Koefisien Elastisitas Permintaan 28
Elastis 28
Koefisien Varian Analisis 127
Excess Demand 23
KombinasiInput Terendah 97
Excess Supply 23

151
L Q
Loss Minimization 99 Quantity Effect 30
Lerner Index 109 R
M Riset Eksperimental 49
Maksimalisasi Laba 102 Risk Averse 128
Marginal Cost 71 Return to Scale 80
Market Definition 108 Resiko 121
Marginal Product 67 S
Market Power 108
Shut Down 95
Monopoly 9,114
Struktur Pasar 8
Market Equilibrium 22
Supply Function 19
Mean Varian Analisis 126
Substitution Effect 43
Model Runtun Waktu 57
MRTS 77
T
Total Product 67
N
Total Cost
Non cooperative Oligopoly 117
V
O
Value of Firm 5
Oligopoly 9,116
Variasi Musiman 59
Ordinary Demand Function 11
Oportunity Cost 69

P
Principle Agent Problem 6
Pendekatan Ekonomitrika 63
Perfect Competition 8
Pergeseran kurva Permintaan 16
Pergeseran Kurva Penawaran 21
Personal Rivalry 94
Point Elasticity 31
Preference Ordering 38
Price Effect 29
Price Setting 51
Price Taking 51

152

Anda mungkin juga menyukai