KEPERAWATAN JIWA
Oleh :
SALVINUS BULU TODING
113063J119043
BANJARMASIN
2020
Latar belakang virus Corona atau COVID-19 dimana kasusnya dimulai
dengan pneumonia atau radang paru-paru misterius pada Desember 2019. Kasus
ini diduga berkaitan dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang menjual
berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi, misal ular,
kelelawar, dan berbagai jenis tikus. Kasus infeksi pneumonia misterius ini
memang banyak ditemukan di pasar hewan tersebut. Virus Corona atau COVID-
19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang dimakan manusia hingga terjadi
penularan. Coronavirus sebetulnya tidak asing dalam dunia kesehatan hewan, tapi
hanya beberapa jenis yang mampu menginfeksi manusia hingga menjadi penyakit
radang paru.
Diawal kemunculan virus ini, sangat sedikit sekali orang yang memiliki
rasa kepedulian terhadap korban terinfeksi. Di saat mereka tengah berjuang untuk
bertahan melawan virus tersebut, beberapa berita hoaks kemudian bermunculan
dengan memberikan justifikasi terhadap korban yang terinfeksi. Sebagai contoh
yang terjadi pada saat kasus 01 dan 02 pada awal kemunculan corona, masyarakat
kemudian banyak memberikan banyak respon-respon yang negatif terhadap apa
yang terjadi pada mereka. Hampir disetiap sosial media tersebar akan foto dan
informasi yang memiliki stigma negatif dan diragukan kebenarannya. Sebagian
masyarakat juga menyalahkan korban karena ia pergi ke klub malam. Yang
selanjutnya mendengar hal-hal tersebut, korban merasa terdiskriminasi oleh
perspektif-perspektif yang ada di masyarakat. Sehingga, diawal kemunculan
wabah ini, nilai-nilai kemanusiaan seakan hilang terhadap korban virus corona.
“Waktu saya posiif, saya juga tetap harus memberi tahu ke masyarakat.
Karena saya berinteraksi dengan banyak orang. Itu agar mereka mewaspadai,
supaya mereka juga antisipasi. Alhamdulillah ternyata tidak ada yang positif di
lingkaran saya,” katanya. Yana berpesan kepada seluruh masyarakat agar tidak
menyepelekan virus corona. Hidup sehat dengan gizi seimbang, sering mencuci
tangan, memakai masker ketika terpaksa keluar rumah, dan menjaga jarak dengan
orang lain adalah kunci pertahanan terbaik melawan virus ini. “Tolong patuhi
aturan pemerintah. Jangan sampai penyebaran virus ini terus berlangsung. Kita
setop pandemi ini dengan langkah-langkah yang tepat berdasarkan ilmu
pengetahuan,” pintanya.
Menurut saya, perlu akan adanya kesadaran dari masyarakat sendiri bahwa
wabah Corona merupakan bencana yang tentu sangat tidak diinginkan oleh setiap
orang. Menunjukan rasa simpati atas bencana yang sedang terjadi merupakan
bentuk dari kepedulian masyarakat atas bencana epidemik yang menimpa mereka.
Tidak perlu menunjukan kepanikan yang berlebihan akan adanya virus ini, karena
saat ini telah banyak juga para korban yang terinfeksi yang sudah sembuh dari
penyakitnya. Dengan demilian melihat banyak sukarelawan dan tenaga medis
yang mencoba untuk menyelesaikan kasus ini merupakan sebuah pengorbanan
yang seharusnya dihargai oleh masyarakat.
Menurut saya dari pada menunjukkan stigma sosial, alangkah lebih bijak
jika kita berkontribusi secara sosial, yaitu dengan: membangun rasa percaya pada
layanan dan saran kesehatan yang bisa diandalkan, menunjukkan empati terhadap
mereka yang terdampak, memahami wabah itu sendiri; dan melakukan upaya
yang praktis dan efektif sehingga orang bisa menjaga keselamatan diri dan orang
yang mereka cintai. Pemerintah, warga negara, media, influencer, dan komunitas
memiliki peran penting dalam mencegah dan menghentikan stigma di sekitar kita,
khususnya yang diasosiasikan dengan orang-orang dari Tiongkok dan Asia pada
umumnya. Kita semua harus berhati-hati dan bijaksana ketika berkomunikasi di
media sosial dan wadah komunikasi lainnya. Misalnya, para influencer, pemimpin
agama, pejabat publik, selebriti, dan tokoh masyarakat dapat memperkuat pesan
yang mengurangi stigma, mengundang khalayak untuk merenung dan berempati
pada orang-orang yang terstigma, dan mengumpulkan gagasan untuk mendukung
mereka.