Anda di halaman 1dari 13

NASKAH AKADEMIK

USULAN MORATORIUM TERBATAS PENDIRIAN


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI FARMASI INDONESIA (APTFI)

Maret 2019

Halaman 0 dari 13
BAB 1. Pendahuluan
Pendidikan tinggi farmasi mengemban tanggungjawab untuk meningkatkan kualifikasi
dan kompetensi profesi farmasi agar mampu menjawab tuntutan perkembangan kebutuhan
masyarakat, khususnya dalam pelayanan kesehatan. Peran strategis tenaga kefarmasian dalam
pelayanan kesehatan adalah menjamin ketersediaan sediaan farmasi yang bermutu, menjamin
efektivitas pengelolaannya, serta menjamin efikasi dan keamanan penggunaan obat dan sediaan
farmasi lainnya melalui pelayanan kefarmasian. Untuk mewujudkan peran strategis tersebut
dibutuhkan tenaga kefarmasian yang kompeten dan profesional.
Dalam menghasilkan tenaga kesehatan Apoteker (registered pharmacist), pendidikan
tinggi farmasi merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dalam proses pembelajarannya di
program studi sarjana farmasi (S1) dan program studi profesi apoteker (PSPA). Oleh karena
itu, mutu penyelenggaraan pendidikan di Prodi S1 Farmasi akan sangat menentukan
kompetensi lulusan apoteker yang mengikuti pembelajaran di PSPA.
Pada saat ini, dari data PDPT Ristekdikti bulan Maret 2019 sudah ada 218 Prodi S1
Farmasi. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada periode tahun 2015-2019 yaitu sebanyak 99 ijin
prodi baru S1 Farmasi, namun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas sehingga ditemukan
masih ada 128 Prodi S1 Farmasi yang belum mengajukan akreditasi setelah memperoleh ijin
prodi. Untuk itu diperlukan pengkajian yang lebih mendalam berkaitan dengan pemberian ijin
pembukaan prodi S1 Farmasi baru berupa moratorium terbatas. Di banyak negara, pendidikan
farmasi termasuk numerus clausus, sehingga pemberian mandat penyelenggaraan pendidikan
farmasi terbatas pada sejumlah perguruan tinggi saja. Dengan demikian persyaratan dan
penilaian kelayakan pembukaan Prodi S1 Farmasi menjadi hal yang mutlak harus dilakukan
secara seksama, melalui penilaian borang (dokumen) dan visitasi lapangan.

BAB 2. Dasar Pertimbangan


2.1. Gambaran Umum
1. Data Program Studi S1 Farmasi di Indonesia
a. Perkembangan Program Studi S1 Farmasi dari Masa ke Masa
Sejarah Pendidikan Tinggi Farmasi (PTF) diawali dengan pembukaan Program S1
Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1946, diikuti oleh Institut Teknologi
Bandung (ITB) tahun 1947. Dalam kurun waktu 54 tahun (1946-2000) berdiri sebanyak 25
PTF yang menyelenggarakan Program S1 Farmasi. Lini masa pendirian Program S1 tersaji
pada Grafik 1.

Halaman 1 dari 13
120
99
100

80
Jumlah

62
60

40
25
18
20 14

0
1946-2000 2000-2004 2005-2009 2010-2014 2015-2019
Tahun

Grafik 1. Lini masa pendirian Program S1 Farmasi (Sumber: PPDIKTI Februari 2019)

Grafik 1 menunjukkan bahwa pembukaan Prodi S1 Farmasi banyak terjadi pada tahun
9 tahun terakhir yaitu 161 Prodi. Paling menonjol terlihat pada tahun 2015 sampai Februri 2019
bertambah pembukaan 99 Prodi baru. Sampai dengan Februari 2019 jumlah Prodi S1 Farmasi
di Indonesia adalah 218. Tingginya pembukaan Prodi Farmasi ini disebabkan beberapa hal, di
antaranya adalah adanya kemudahan pembukaan prodi baru dari pemerintah serta
dimungkinkan juga tingginya peminat calon mahasiswa untuk menempuh studi di farmasi.

b. Distribusi Prodi S1 Farmasi per Propinsi


Distribusi Prodi S1 Farmasi masih didominasi di Pulau Jawa yaitu Propinsi Jawa
Tengah 32 PTF, disusul Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing 31 dan 24 PTF. Di luar
Jawa yang tertinggi adalah di Sumatera Utara sebanyak 20 Prodi S1. Data lengkap distribusi
Prodi S1 Farmasi dapat dilihat pada Grafik 2.

Halaman 2 dari 13
35 31 32
30
24
25
20
Jumlah

20 16
15
9 8
10 6 6 6 7
4 5 3
5 4 4 5 5 5
5 1 2 1 0 1 2 1 0 1 1 1 2
0 0
0
Aceh

Sulsel

Sulut
Bangka Belitung

Kalsel
Banten

DIY

Gorontalo

Kalbar

Kalteng

Kepri

NTB

Sulteng
Sultenggar
Maluku

NTT

Papua Barat
Riau

Sumsel
Bali

Jabar

Jateng

Kaltim

Lampung

Papua

Sulawesi Barat

Sumut
DKI

Jambi

Jatim

Kalimantan Utara
Bengkulu

Maluku Utara

Sumbar
Propinsi

Grafik 2. Distribusi Prodi S1 Farmasi per Propinsi.

Grafik 2 juga menunjukkan bahwa Propinsi Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Maluku Utara
dan Sulawesi Barat belum memiliki Prodi S1 Farmasi. Ada 8 Propinsi yang memiliki 1 Prodi
S1 Farmasi yaitu Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Maluku,
Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat.

c. Profil Akreditasi Program Studi S1 Farmasi


Dari 218 Prodi S1 hanya 16 Prodi (7,34%) yang terakreditasi A. Data lengkap dapat
dilihat pada Grafik 3 berikut.
140 128

120

100
Jumlah

80

60
44
40 30
16
20

0
A B C Belum Akreditasi
Akreditasi

Grafik 3. Distribusi Akreditasi Prodi S1 Farmasi

Halaman 3 dari 13
Grafik 3 menunjukkan bahwa 128 Prodi (58,72%) belum terakreditasi. Dari tahun
2010-2019 terdapat 161 Prodi S1 Farmasi, namun yang terakreditasi baru 33 Prodi. Sebagian
besar Prodi S1 yang belum terakreditasi (akreditasi minimum saat pembukaan prodi) adalah
yang pembukaannya diperoleh dari tahun 2010 sampai sekarang. Data ini juga menunjukkan
bahwa meningkatnya jumlah Prodi S1 Farmasi tidak diikuti dengan peningkatan kualitas Prodi.

d. Jumlah Lulusan Program Studi S1 Farmasi


Dari 218 program studi yang sudah mendapat ijin operasional dari Kemenristekdikti, sampai
dengan akhir 2018 ada 72 program studi yang telah meluluskan mahasiswanya seperti
terangkum dalam Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Jumlah lulusan Sarjana Farmasi dalam 5 tahun terakhir


Tahun 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Prodi S1
58 60 60 64 73
Farmasi meluluskan
Jumlah Lulusan 6.470 7.268 8.758 8.473 9.429

Pada tahun 2018, jumlah lulusan Sarjana Farmasi berjumlah 9.429, atau rata-rata per program
studi meluluskan 130 sarjana. Diperkirakan jumlah lulusan dalam 4 tahun ke depan akan
berkisar 21.000 Sarjana Farmasi (per tahun) bila diasumsikan masing-masing program studi
meluluskan 100 lulusan per tahun. Jumlah lulusan ini diproyeksikan telah melebihi kebutuhan
rasio jumlah apoteker per penduduk dalam 5 tahun kedepan bila melihat jumlah lulusan
Apoteker saat ini. Uraian lengkap tersaji pada Tabel 3.

e. Rasio Jumlah Program Studi S1 Farmasi dengan Jumlah Penduduk


Rasio jumlah Prodi S1 Farmasi dengan jumlah penduduk per propinsi menunjukkan
bahwa Propinsi NTT menempati posisi teratas dengan rasio jumlah prodi dan penduduk di atas
5 juta. Selanjutnya diikuti Kalimantan Barat dan Papua dengan rasio di atas 3 juta. Data lengkap
dapat dilihat pada Grafik 4.

Halaman 4 dari 13
6,000,000
Rasio dengan Jumlah Penduduk
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0

Papua

Sulut
Banten
Bengkulu

Jateng

Kalsel

Maluku
Bali

Kepri
Lampung

Sulsel
Jambi
Bangka Belitung

DIY
DKI

Jatim

Kalteng

NTB
NTT

Riau

Sulteng
Gorontalo
Jabar

Kalbar
Kalimantan Utara

Kaltim

Maluku Utara

Papua Barat

Sulawesi Barat

Sumbar

Sumut
Sumsel
Aceh

Sultenggar
Propinsi

Grafik 4. Rasio jumlah Prodi S1 Farmasi dengan jumlah penduduk per propinsi.

2. Data Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Indonesia.


a. Distribusi Profesi Apoteker per Propinsi
Terdapat 41 PTF yang menyelenggarakan Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di
Indonesia. Distribusi PSPA di Indonesia masih didominasi di Pulau Jawa yaitu Jateng dan
Jatim masing-masing 6 PSA; DKI, DIY dan Jabar 5 PSA; sedangkan Banten 1 PSA. Terdapat
14 propinsi yang memiliki PSA (38,24%), sedangkan 20 propinsi belum memiliki PSA
(58,82%). Data lengkap dapat dilihat pada Grafik 5.

7 6 6
6 5 5 5
5 4
Jumlah

4
3 2 2
2 1 1 1 1 1 1
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Banten

Kepri

Sulut
Bengkulu

Jateng

Kalsel
Bali

Kalteng

Lampung

NTT

Riau

Sulsel
DIY
DKI

Jambi

Jatim

Sulteng
Kaltara

NTB
Jabar

Sumbar
Gorontalo

Kalbar

Kaltim

Babel
Aceh

Maluku Utara

Papua Barat

Sumsel
Sumut
Sulbar

Sultra
Papua
Maluku

Propinsi

Grafik 5. Distribusi Program Studi Profesi Apoteker per Propinsi

Halaman 5 dari 13
b. Profil Akreditasi Program Studi Profesi Apoteker (PSPA)
Profil akreditasi dari 42 PSPA di Indonesia terdiri dari 31,7% dengan akreditasi A,
51,2% akreditasi B, 4,9% akreditasi C dan 12,2% tidak terakreditasi (akreditasi minimum saat
ijin prodi). Data lengkap profil akreditasi PSPA terihat pada Grafik 6.

25
21
20

15
Jumlah

13

10
6
5
2

0
A B C Tidak terakreditasi
Akreditasi

Grafik 6. Profil akreditasi PSPA di Indonesia

c. Jumlah Lulusan Program Studi Profesi Apoteker


Dari 42 program studi PSPA yang sudah mendapat ijin operasional dari
Kemenristekdikti, sampai dengan akhir Februari 2019, ada 37 program studi yang telah
meluluskan mahasiswanya seperti terangkum dalam Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Jumlah lulusan Sarjana Farmasi dalam 5 tahun terakhir


Tahun 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Prodi Profesi
26 27 28 31 37
Apoteker meluluskan
Jumlah Lulusan 5.307 5.396 6.108 6.163 6.501

3. Ketersediaan Lapangan Kerja Apoteker


Internasional Pharmaceutical Federation (FIP) merekomendasikan rasio minimal jumlah
apoteker dengan jumlah penduduk adalah 1:10.000, sedangkan WHO merekomendasikan 1:
2.000. Berdasarkan analisis rasio jumlah penduduk di masing-masing propinsi terhadap jumlah
apoteker menunjukkan bahwa sebagian besar sudah melampaui standar rekomendasi dari

Halaman 6 dari 13
WHO dan FIP. Rasio ketercukupan tertinggi terdapat di Propinsi Bali, DIY, Bengkulu,
Gorontalo, DKI dan Sulawesi Tenggara dengan rasio antara 1: 2047 hingga 1: 2748.
Ketercukupan apoteker yang paling rendah terjadi di Propinsi NTB, NTT, Aceh, Sumsel dan
Sulbar dengan rasio 1:4673 hingga 1:5891.
Meskipun rasio perhitungan data WHO menunjukkan bahwa beberapa propinsi belum
memenuhi kecukupan tenaga apoteker, namun sisa tersebut diprediksi akan terpenuhi kurang
dari 5 tahun ke depan dari lulusan 42 PSPA yang saat ini sudah mulai menerima mahasiswa
calon apoteker. Rata-rata jumlah lulusan apoteker per tahun dalam tiga tahun ke depan akan
berkisar 6.000-7.000 apoteker. Data lengkap perhitungan tersaji pada Tabel 3.

Halaman 7 dari 13
Tabel 3. Sebaran Apoteker tiap Propinsi pada Fasilitas Layanan Kesehatan

KETERPE-
NUHAN
JUMLAH FASILITAS KESEHATAN
APOTEKER
No. PROPINSI PENDUDUK (2019)
(RIBU)
WHO
RUMAH SAKIT
APOTEK PUSKESMAS 1:2000
SNARS SNARS SNARS SNRS NON JUMLAH
A B C D SNARSNK FIP 1:10000
A B C D KELAS APOTEKER
1 ACEH 5190 343 341 3 45 10 130 34 272 19 57 4 4 1262 1:4112
2 BALI 4247 738 120 3 45 11 143 35 280 10 30 4 4 2002 1:2121
3 BANTEN 12448 1489 233 1 15 22 286 77 616 7 21 4 4 3967 1:3138

4 BENGKULU 1934 254 180 0 0 2 26 12 96 8 24 1 1 691 1:2799

5 DIY 3762 640 121 3 45 12 156 28 224 35 105 4 4 1838 1:2047


6 DKI 10374 2280 340 17 255 62 806 66 528 31 93 25 25 6335 1:1638

7 GORONTALO 1168 145 93 0 0 2 26 5 40 6 18 0 0 393 1:2975

8 JAMBI 3515 374 186 0 0 4 52 25 200 11 33 0 0 1070 1:3284


9 JABAR 48038 4298 1056 8 120 63 819 199 1592 69 207 8 8 11553 1:4158
10 JATENG 34258 3395 876 9 135 33 429 133 1064 113 339 0 0 8932 1:3835
11 JATIM 39293 3674 963 5 75 56 728 179 1432 129 387 10 10 10173 1:3863
12 KALBAR 4933 273 241 0 0 5 65 31 248 10 30 2 2 939 1:5252
13 KALSEL 4120 395 230 2 30 6 78 26 208 9 27 0 0 1179 1:3494
14 KALTENG 2605 322 196 0 0 3 39 13 104 5 15 2 2 843 1:3089
15 KALTIM 4267 657 179 3 45 7 91 25 200 10 30 8 8 1724 1:2475
16 KALTARA 246 78 49 0 0 1 13 4 32 3 9 2 2 222 1:1109
17 KEP. BABEL 1431 156 63 0 0 2 26 13 104 6 18 0 0 473 1:3028
18 KEPRI 2083 207 74 0 0 6 78 18 144 5 15 4 4 670 1:3110

Halaman 8 dari 13
19 LAMPUNG 8290 544 297 0 0 6 78 53 424 16 48 1 1 1698 1:4881
20 MALUKU 1745 172 199 0 0 3 39 8 64 14 42 4 4 533 1:3275
21 MALUT 1209 122 129 0 0 1 13 4 32 12 36 3 3 354 1:3417
22 NTB 4956 323 160 0 0 3 39 18 144 13 39 2 2 902 1:5494
23 NTT 5287 296 372 0 0 2 26 26 208 18 54 4 4 958 1:5516
24 PAPUA 3265 389 394 0 0 2 26 14 112 11 33 16 16 1044 1:3128
PAPUA
25 915 164 155 0 0 0 0 6 48 8 24 4 4 435 1:2103
BARAT
26 RIAU 6658 678 215 1 15 7 91 41 328 23 69 1 1 1903 1:3499
27 SULBAR 1331 102 94 0 0 0 0 6 48 4 12 2 2 285 1:4673
28 SULSEL 8690 785 451 2 30 25 325 60 480 13 39 5 5 2539 1:3422
29 SULTENG 2966 417 193 0 0 3 39 24 192 7 21 0 0 1125 1:2637
30 SULTRA 2602 354 274 0 0 2 26 14 112 14 42 4 4 947 1:2748
31 SULUT 2461 225 189 2 30 3 39 22 176 10 30 9 9 772 1:3189
32 SUMBAR 5322 585 269 3 45 6 78 41 328 17 51 7 7 1733 1:3071
33 SUMSEL 8267 419 322 3 45 8 104 35 280 23 69 3 3 1403 1:5891
34 SUMUT 14262 1.365 571 2 30 29 377 116 928 53 159 16 16 4354 1:3275
JUMLAH
26.658 9.825 1.005 5.291 11.288 2.226 155
FASKES
APOTEKER
PER 53.316 1.965 19.965 5.291 11.288 2.226 155
FASILITAS
APOTEKER
TERHITUNG 94.206
APTOTEKER
REGISTRASI 78.000
KFN 2019

Halaman 9 dari 13
2.2. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
4. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
7. Surat Edaran Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
No 05/M/SE/X/2017 tentang Moratorium Pembentukan Fakultas dan Jurusan pada
Perguruan Tinggi Negeri.
8. Surat Edaran Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
No 02/M/SE/IX/2016 tentang Pendirian Perguruan Tinggi Baru dan Pembukaan
Program Studi.

2.3 Analisis SWOT


Kekuatan (S) Kelemahan (W)
 Memiliki regulasi untuk  Hampir terpenuhinya rasio
penataan Perguruan Tinggi kecukupan apoteker terhadap
(PT) penduduk
 Memiliki regulasi untuk  Belum meratanya sebaran
penataan tenaga kesehatan Prodi S1 Farmasi terutama
 Terdapat 218 Prodi S1 Farmasi pada daerah 3T
 Menghasilkan lulusan apoteker  Sebagian besar Prodi S1
sebanyak 6000-7000 pertahun Farmasi belum terakreditasi
 Beberapa PTF sudah  Kualitas Prodi S1 Farmasi
terakreditasi A dan/atau yang belum merata
internasional  Prosentase PSPA terhadap
 Standarisai lulusan apoteker Prodi S1 masih rendah
dengan uji kompetensi tingkat  Penghargaan (gaji) terhadap
nasional peran dosen di sebagian besar
PTF belum memadai
 Rasio dosen-mahasiswa masih
melebihi dari yang wajar di
sebagian besar PTF

Halaman 10 dari 13
 Persyaratan dosen masih S2
(lebih rendah dibandingkan
negara ASEAN lainnya)
 Pendirian Prodi S1 Farmasi
baru tidak melibatkan
rekomendasi asosiasi institusi
pendidikan tinggi dan
organisasi profesi, serta tidak
ada visitasi untuk memastikan
kelayakannya
 Kualifikasi dosen pada
sebagian besar PTF baru tidak
memiliki latar belakang
pendidikan farmasi
Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O
 8 PTF sudah memiliki Prodi  Peningkatan kualifikasi dosen  Mendorong pembukaan Prodi
S3 Farmasi dan 16 PTF PTF dari S2 menjadi S3 S1 Farmasi di daerah yang
memiliki Prodi S2 Farmasi  Peningkatan mutu pendidikan belum mempunyai Prodi S1
untuk menghasilkan calon melalui akreditasi Prodi S1 Farmasi, rasio dengan dengan
dosen  Peningkatan kualitas lulusan jumlah penduduk di atas 3 juta,
 Sebagian besar industri untuk mengisi lapangan dan daerah 3T
farmasi Indonesia memenuhi pekerjaan yang lebih kompeten  Moratorium terbatas
cGMP, rumah sakit dan dan profesional pembukaan Prodi S1 Farmasi
fasilitas kesehatan yang lain selain daerah diatas
sudah memadai serta bidang
distribusi dan pelayanan
farmasi yang standar untuk
merintis karir yang berdaya
saing

Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T


 Berkurangnya kebutuhan  Meningkatkan kompetensi  Sistem pembinaan PTF yang
tenaga apoteker karena sudah lulusan lebih terstruktur dari
terpenuhinya rasio apoteker  Peningkatan mutu PTF melalui Kemenristekdikti melalui
dengan jumlah penduduk peningkatan SDM, sarana dan APTFI untuk akreditasi Prodi
 Regulasi pendidikan tinggi prasarana penunjang S1 Farmasi minimal menjadi B
yang semakin ketat sehingga  Sistem pembinaan PTF yang untuk mendorong pembukaan
sulit diikuti oleh PTF baru lebih terstruktur dari PSPA
 Kesenjangan mutu antar PTF Kemenristekdikti melalui  Moratorium terbatas
semakin lebar asosiasi institusi pendidikan pembukaan Prodi S1 Farmasi
 Semakin meningkatnya (APTFI) dalam waktu tertentu,
kualifikasi dosen di negara- sementara perlu dilakukan
negara ASEAN penataan kualitas PTF yang
sudah ada

Halaman 11 dari 13
BAB 3. Rekomendasi

Berdasarkan analisis SWOT di atas, maka dapat disampaikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Mendorong pembukaan Prodi S1 Farmasi di daerah:


a. Propinsi yang belum mempunyai Prodi S1 Farmasi
b. Daerah 3T
2. Moratorium terbatas pembukaan Prodi S1 Farmasi selain daerah di atas (1), diiringi
dengan melakukan penataan kualitas PTF yang sudah ada.
3. Melakukan pembinaan PTF secara lebih terstruktur oleh Kemenristekdikti, bekerjasama
dengan asosiasi institusi pendidikan (APTFI) untuk akreditasi Prodi S1 Farmasi
minimal menjadi B untuk mendorong pembukaan PSPA.
4. Pelibatan asosiasi institusi pendidikan (APTFI) dalam pembukaan prodi baru
berdasarkan standar pendidikan sarjana farmasi dan apoteker di Indonesia, khususnya
dalam visitasi dan memastikan kebenaran dan kesiapan calon program studi.

Halaman 12 dari 13

Anda mungkin juga menyukai