Anda di halaman 1dari 52

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

MAKALAH

Disusun Oleh :
1. Ajeng Gendis P (191510601085)
2. Nadya Eka Pratiwi (191510601038)
3. Altasya Elanda N (191510601102)
4. Richard Eko Satriyo P (191510601104)

UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang


terletak di Asia Tenggara. Melintang di katulistiwa antara
benua Asia dan Australia serta antara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di utara pulau Kalimantan,
dengan Papua Nugini di timur pulau Papua dan dengan Timor Timur di utara
pulau Timor. Indonesia memiliki 18.000 lebih pulau (sekitar 6000 tidak
berpenghuni) yang menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau
terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana setengah populasi Indonesia
hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar,
yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Lokasi Indonesia
juga terletak di lempeng tektonik yang berarti Indonesia sering terkena gempa
bumi dan juga menimbulkan tsunami. Indonesia juga banyak memiliki gunung
berapi, salah satu yang sangat terkenal adalah gunung Krakatau, terletak antara
pulau Sumatra dan Jawa. Penduduk Indonesia dapat dibagi secara kasar kepada
dua kelompok. Di bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah suku
bangsa Austronesia sementara di timur adalah suku bangsa Melanesia.Indonesia
berada diantara dua benua Asia dan Australia serta Samudra pasifik dan samudra
hindia.Indonesia merupakan negara tebesar keempat di dunia. Sejak abad ke 7
kepulauan perdagangan penting . Setelah dijajah oleh Belanda, Indonesia
menyatakan merdeka  di akhir perang dunia 2. 
Dilihat dari segi geografis, kepulauan Indonesia terletak antara 5° 54′ 08″
bujur utara hingga 11° 08′ 20″ bujur selatan dan 95°00’38“ sampai 141°01’12“
bujur timur. Beberapa pulau terletak di garis ekuator. Karena itu, siang dan malam
memiliki waktu yang hampir sama, yaitu 12 jam. Atas dasar letak geografis yang
luas, wilayah Indonesia dibagi menjadi 3 zona waktu yaitu WIB (Waktu Indonesia
Barat), WITA (Waktu Indonesia Tengah) dan WIT (Waktu Indonesia Timur).
Dari satu pulau ke pulau lainnya dapat terjadi perbedaan waktu hingga 8 jam.
Selain pulau-pulau yang indah, iklim tropis yang dimiliki Indonesia juga
menjadikan Indonesia menjadi tujuan wisata yang utama. Waktu terbaik untuk
berwisata ke Indonesia adalah saat musim panas yang berlangsung mulai bulan
April hingga Oktober. Bulan Maret dan November merupakan pergantian musim.
Pada pergantian musim, cuaca di Indonesia dapat menjadi tidak menentu. Hujan,
panas matahari dan angin lebat dapat datang bersamaan dalam satu hari.
Sementara itu, musim hujan biasanya berlangsung mulai bulan Desember hingga
Maret.
Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia,
hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang
begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar

2
kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masingmasing plural (jamak)
dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam” (Kusumohamidjojo, 2000:45)”.
Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan
multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan potensi
untuk membangun negara multikultur yang besar “multikultural nationstate”.
Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat
rawan memicu konflik dan perpecahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Nasikun (2007: 33) bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak dapat
dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh
kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa,
agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh
adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang
cukup tajam. Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin pada masyarakat
Indonesia diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal
dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna meskipun
Indonesia berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Hal ini merupakan
sebuah keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang bersatu dalam suatu
kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara yang harus diinsafi
secara sadar. Namun, kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan
potensi konflik yang berujung pada perpecahan. Hal ini menggambarkan bahwa
pada dasarnya, tidak mudah mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung
oleh kesadaran masyarakat multikultural.Terlebih, kondisi masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang paling majemuk di dunia, selain Amerika Serikat dan
India. Sejalan dengan hal tersebut, Geertz (dalam Hardiman, 2002: 4)
mengemukakan bahwa Indonesia ini sedemikian kompleksnya, sehingga sulit
melukiskan anatominya secara persis. Negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa,
Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), melainkan juga menjadi arena
pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hindhuisme, Buddhisme,
Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalis, dan seterusnya).
h keragaman lain yang ada pada tatanan hidup masyarakat baik perbedaan ras,
agama, bahasa, dan golongan politik yang terhimpun dalam suatu ideologi
bersama yaitu Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Kansil dan C. Kansil (2006:
25) mengemukakan bahwa “persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka
Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa”.
Sehingga Sasanti Bhineka Tunggal Ika bukan hanya suatu selogan tetapi
merupakan pemersatu bangsa Indonesia. Keberagaman bangsa berlangsung
selama berabad-abad lamanya, sehingga Indonesia tumbuh dalam suatu
keragaman yang komplek. Mahfud (2009:10) berpandangan bahwa pada
hakikatnya sejak awal para founding fathers bangsa Indonesia telah menyadari
akan keragaman bahasa, budaya, agama, suku dan etnis kita. Singkatnya bangsa

3
Indonesia adalah bangsa multikultural, maka bangsa Indonesia menganut
semangat Bhinneka Tunggal Ika, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
persatuan yang menjadi obsesi rakyat kebanyakan. Kunci yang sekaligus menjadi
mediasi untuk mewujudkan citacita itu adalah toleransi. Bhinneka Tunggal Ika
sebagai kunci dan pemersatu keragaman bangsa Indonesia merupakan ciri
persatuan bangsa Indonesia sebagai negara multikultur. Sujanto (2009:28)
memaparkan bahwa “lahirnya Sesanti Bhineka Tunggal Ika, berangkat dari
kesadaran adanya kemajemukan tersebut. Bahkan kesadaran perlu adanya
persatuan dari keragaman itu terkristalisasi kedalam ‘Soempah Pemoeda’ tahun
1928 dengan keIndonesiaannya yang sangat kokoh”. Untuk memahami konsep
Bhinneka Tunggal Ika yang tercetus pada Kongres Sumpah Pemuda, penting
kiranya penulis memaparkan konsep Bhinneka Tunggal Ika terlebih dahulu.
Sujanto (2009: 9) memaparkan bahwa Sesanti Bhineka Tunggal Ika, Sesanti
artinya kelimat bijak (wise-word) yang dipelihara dan digunakan sebagai
pedoman atau sumber kajian di masyarakat. Bhinneka Tunggal Ika adalah kalimat
(sesanti) yang tertulis dipita lambang negara Garuda Pancasila, yang berarti
berbagai keragaman etnis, agama, adatistiadat, bahasa daerah, budaya dan lainya
yang mewujud menjadi satu kesatuan tanah air, satu bangsa dan satu bahasa
Indonesia. Sebagai kalimat bijak, Bhinneka Tunggal Ika memiliki kekuatan besar
untuk mempersatukan perbedaan. Namun, hal ini harus didukung oleh kesadaran
kita sebagai masyarakat Indonesia yang mampu mewujudkan kalimat bijak
tersebut dalam bingkai kesatuan tanah air dalam pangkuan Ibu Pertiwi. Dibagian
pertama modul Wasantara Lemhannas RI 2007 (Sujanto, 2009:1) menjelaskan
bahwa: “Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan pada lembaga negara Republik
Indoneisa yang ditetapkan berdasarkan PP No. 66 Tahun 1951 yang mengandung
arti walaupun berbeda-beda tetap satu”. Berkaitan dengan hal tersebut, Sujanto
(2009:9) memandang bahwa “bangunan wawasan ke-Indonesia-an adalah
perwujudan dari keinginan bersama untuk dapat mewujudkan kesatuan/ keesaan,
manunggalnya keberagaman menjadi satu-kesatuan yang disepakati yaitu
Indonesia”. Sumber asal Sesanti Bhinneka Tunggal Ika sebagai kalimat bijak
diambil dari Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada abad keempat
belas. Analisis historis di atas menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia telah
menyadari kemajemukan, multietnik dan multi-agamanya sejak dulu. Kesadaran
akan kebhinekaan ini kemudian dibangkitkan kembali pada masa perjuangan
kemerdekaan untuk menggali semangat persatuan bangsa Indonesia yang ketika
itu sedang menanggung penjajahan kolonial. Penjajahan kolonial memberikan
rasa senasib sepenanggungan akan keadaan bangsa yang penuh dengan
keterbelakangan.Muncul gagasan dan gerakan-gerakan perlawanan hingga
kongres Sumpah Pemuda pun terlaksana sebagai inisiatif pemuda Indonesia ketika
itu. “Sasanti Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis pada lambang negara Garuda

4
Pancasila, harus teraktualisasi ke dalam kehidupan nyata di masyarakat Indonesia
dengan lebih baik”. Peristilahan Bhinneka Tunggl Ika dalam bahasa Jawa dapat
dimaknai bahwa walaupun kita berbeda-beda, memiliki latar belakang budaya
yang berbeda, berbeda ras, etnis, agama, budaya namun kita adalah saudara yang
diikat oleh kedekatan persaudaraan dengan rasa saling memiliki, menghargai, dan
saling menjaga. Dalam Bhinneka Tunggal Ika tersurat petuah bijak untuk bersatu
dalam keberagaman tanpa mempermasalahkan keberagaman, karena dalam
keberagaman ditemukan suatu nilai persatuan yang menyatukan semua perbedaan.
Tarmizi Taher (Syaefullah, 2007: 193)berpandangan bahwa semboyan
Bhinneka Tunggal Ika, memberikan pelajaran agar semua penduduk Indonesia
menghayati diri mereka sebagai suatu bangsa, satu tanah air, satu bahasa dan satu
tujuan nasional yaitu terciptanya sebuah masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila sebagai satu-satunya asas dan pedoman utama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kesadaran akan perbedaan harus disikapi seperti tubuh
manusia yang ketika salah satu bagiannya sakit yang lainnya akan ikut merasakan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Richard Falk (dalam Kymlicka, 2002:183) yang
memandang bahwa “keragaman masyarakat meningkatkan mutu hidup, dengan
memperkaya pengalaman kita, memperluas sumber daya budaya”. Sejalan dengan
hal tersebut, “Bagi Bung Karno keragaman etnis masyarakat Indonesia adalah
suatu given. Hal ini bisa dimengerti karena ia sangat dipengaruhi oleh semangat
Sumpah Pemuda, yang dengan ikrar itu menyatakan persatuan masyarakat
Indonesia” (G. Tan, 2008:44). Keragaman sebagai given (pemberian) yang dapat
bermakna bahwa keragaman merupakan rahmat yang diberikan Tuhan kepada
bangsa Indonesia untuk dijadikan sebagai modal yang oleh Falk dianggap sebagai
sarana untuk meningkatkan mutu hidup. Sujanto (2009:90) berpandangan bahwa
Sasanti Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna persaudaraan atau perseduluran
harus disosialisasikan kepada seluruh rakyat, melalui lembaga-lembaga yang
sudah ada seperti lembaga pemerintah, swasta, lembaga sosial kemasyarakatan,
lembaga keagamaan, lembaga kepemudaan, agar terbangun hidup yang rukun,
damai, aman, toleran, saling menghormati, bekerjasama dan bergotong-royong
dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa.
Keragaman dalam masyarakat majemuk merupakan sesuatu yang alami yang
harus dipandang sebagai suatu fitrah. Hal tersebut dapat dianalogikan seperti
halnya jari tangan manusia yang terdiri atas lima jari yang berbeda, akan tetapi
kesemuanya memiliki fungsi dan maksud tersendiri, sehingga jika semuanya
disatukan akan mampu mengerjakan tugas seberat apapun. Untuk menyadari hal
tersebut, Bhinneka Tunggal Ika memiliki peran yang sangat penting.
Pengembangan multikulturalisme mutlak harus dibentuk dan ditanamkan dalam
suatu kehidupan masyarakat yang majemuk. Jika hal tersebut tidak ditanamkan
dalam suatu masyarakat yang majemuk, agar kemajemukan tidak membawa pada

5
perpecahan dan konflik. Indonesia sebagai bangsa yang multikultural harus
mengembangkan wawasan multikultural tersebut dalam semua tatanan kehidupan
yang bernafaskan nilainilaikebhinekaan. Membangun masyarakat multikultur
Indonesia harus diawali dengan keyakinan bahwa dengan bersatu kita memiliki
kekuatan yang lebih besar.
Indonesia sebagai Negara hukum. Pernyataan tersebut
mengindikasikan bahwa segala sesuatu perbuatan haruslah didasarkan pada
hukum. Penegasan dianutnya prinsip Negara Hukum sebagaimana tertuang pada
pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hukum dibentuk memiliki tujuan, salah satu tujuan
dibentuknnya hukum adalah untuk memperoleh kepastian hukum. Negara Hukum
yang diidealkan adalah negara hukum yang berdasarkan pengakuan kedaulatan
adalah ditangan rakyat yaitu suatu negara hukum yang demokratis dan sekaligus
negara demokrasi berdasarkan hukum, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat
(2); “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undangundang Dasar” Jo pasal 1 ayat (3) menyatakan, “Indonesia adalah Negara
Hukum”.
Sesuai dengan salah satu pengertian negara hukum, dimana setiap tindakan
penyelenggaraan negara serta warga negara harus dilakukan berdasarkan dan di
dalam koridor hukum, maka yang harus mengawal konsitusi adalah segenap
penyelenggara negara dan seluruh warga negara dengan cara menjalankan
wewenang, hak dan kewajiban konstitusionalnya. Apabila setiap pejabat dan
aparat penyelenggara negara telah memahami UUD 1945 serta melaksanakan
wewenangnya berdasarkan hukum, kebijakan dan tindakan yang dihasilkan adalah
bentuk pelaksanaan UUD 1945.
Identitas nasional dalam konteks bangsa Indonesia memiliki penjelasan
berupa nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai
kehidupan yang merupakan bagian dari kesatuan Indonesia yang menjadi
kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai
dasar dari proses perkembangannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa identitas
nasional bangsa Indonesia Pancasila yang aktualisasinya terlihat dalam penataan
nilai-nilai budaya yang tercermin dalam identitas nasional dan senantiasa
berkembang demi kemajuan. Identitas nasional Indonesia merujuk kepada bangsa
yang majemuk yang tergambar dari kemajemukan suku bangsa, agama,
kebudayaan, serta bahasa. Kebudayaan merupakan salah satu unsur identitas
nasional yang merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral baik yang tergolong
ideal atau yang seharusnya maupun yang bersifat operasional dan aktual dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti banyaknya budaya yang ada di Indonesia yang
membentuk identitas nasional sebagai bangsa yang kaya akan kemajemukan.
Identitasnasional dalam etimologis berasal dari kata "Identity" dan
"Nasional". Identity  secara harfiah diartikan ciri, tandaatau jati diri yang melekat

6
sehingga membedakan dengan yang lain. sedangkan katanasional merujuk pada
konsep kebangsaan yang terdiri dari pengkelompokan bahasa,budaya, ras, agama
dan budaya. Identitas nasional secara terminologis diartikansebagai suatu ciri
yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakanbangsa tersebut
dengan bangsa lain.
            Identitasnasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan karena
identitasnasional dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai
identitasmereka. Bersifat sekunder karena identitas nasional lahir setelah
adanyaidentitas kesukubangsaan yang sudah dimiliki oleh warga Negara. Unsur-
unsurpembentuk identitas yaitu:
1.      Suku bangsa adalah golongan social yang bersifat ada sejak lahir. Di
Indonesiaterdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis sampai 300
dialegbangsa. Diantara suku bangsa yang ada dindonesia adalah suku serawai dari
Bengkulu,suku junda dari jawa barat, suku Madura dari jawa timur dll.
2.      Agama, bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Dimana
keragamanagama didalamnya hidup rukun berdampingan. Agama yang ada di
Indonesia adalahagama,Islam Kristen,Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.
3.      Kebudayaan  adalah pengetahuanmanusia yang digunakan sebagai mahluk
social dalam memahami dan menafsirkanlingkungan  yang dihadapinya.
4.      Bahasa merupakan unsur pendukung identitas sebagai media interaksiantar
sesama manusia.
Dari unsur-unsur diatas dapat dirumuskan identitas nasional Indonesia dibagi
menjadi tiga. Identitas fundamental, yaitupancasila sebagai dasar Negara, falsafah
Negara dan ideology Negara. Identitas instrumentalyang berisi UUD 1945 dan
tata perundangannya, bahasa Indonesia, lambang Negara,bendera Negara, dan
lagu kebangsaan "Indonesia Raya". Identitas alamiahmeliputi Negara kepulauan,
pluralisme dalam suku,bahasa, budaya dan agama,sertakepercayaan.  
   Identitasnasional Indonesia adalah ciri-ciri yang memebdakan dari Negara lain
yang sudahdisepakati dalam UUD 1945 dalam pasal 35-36 C. Identitas nasional
tersebutadalah sebagai berikut:
1.      Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatuan
2.      Bendera Negara yaitu sang Merah Putih
3.      Lagu kebangsaan Indonesia Raya
4.      Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila
5.      Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6.      Dasar falsafah Negara yaitu Pancasila
7.      Konstitusi Negara yaitu UUD 1945
8.      Bentuk Negara kesatuan republic Indonesia yang berkedaulatan rakyat
9.      Konsepsi Wawasan Nusantara
10.  Kebudayaan daerah yang diterima sebagai Kebudayaan Nasional

7
 
Identitas nasional yang beraneka ragam menjadi kekayaan yang sangat
istimewa. Dimana kerukunan damai tercipta dalamseluk kehidupan
masyarakatnya, hamparan alam yang kaya sumberdaya jugamenghiasi dari sabang
sampai merauke. wawasan yang dianut bangsa indonesia adalah wawasan
kebangsaan yang berlandaskan Pancasila. Pancasila merupakan konsep kehidupan
yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, pikiran yang terdalam dan gagasan dari
suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. pandangan hidup
suatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu
sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu
mewujudkannya. karena itu pandang hidup suatu bangsa merupakan masalah yang
sangat asasi bagi kekokohan bangsa dan kelestarian suatu bangsa.identitas
nasional iniberorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh
danmenyeluruh. Implementasi identitas ini mencakup kehidupan politik, ekonomi,
socialbudaya dan pertahanan keamanan. Implementasi ini dimulai secara
sederhana dalamkehidupan sehari-hari yang menerapkan nilai-nilai Pancasila. 
“Bhinneka Tunggal Ika” yang bermakna “beraneka ragam tetapi satu”
merupakan logo nasional Repulik Indonesia. Logo ini menggambarkan
masyarakat Indonesia yang majemuk namun tetap satu, juga menjadi pegangan
hidup masyarakat Indonesia. Hingga tahun 2016, warga negara Indonesia
diperkirakan mencapai 250 juta jiwa. Indonesia adalah negara dengan jumlah
penduduk terbesar ke-4 di dunia setelah Cina, India dan Amerika (Sumber:
Statista.de, 2016). Masyarakat Indonesia terdiri dari sekitar 300 suku, seperti suku
Jawa, Sunda, Batak, Cina, Dayak dan Papua. Setiap suku memiliki dialek
tersendiri. Secara keseluruhan terdapat lebih dari 360 dialek yang memperkaya
budaya Indonesia. Namun demikian “Bahasa Indonesia” adalah bahasa nasional
yang juga merupakan pemersatu bangsa Indonesia. Bahasa Inggris yang
merupakan bahasa internasional juga merupakan bahasa yang sering digunakan di
Indonesia. Bahasa Inggris masuk dalam kurikulum sekolah dasar di Indonesia dan
merupakan bahasa bisnis. Selain itu, Indonesia juga memiliki kemajemukan
dalam kehidupan beragama. Sebagian besar penduduk Indonesia memeluk agama
Islam. Kurang dari 10 % masyarakat Indonesia terbagi dalam beberapa kelompok
agama seperti Katolik Roma, Kristen, Hindu dan Budha. Sebagian kecil
masyarakat Indonesia juga masih memeluk agama tradisional seperti misalnya
kejawen yang sering ditemui di Pulau Jawa.
1.1 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan identitas nasional dan konsep identitas
nasional?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem konstitusi nasional ?
3. Apa yang dimaksud dengan sistem politik dan kewarganegaraan?

8
1.2 Tujuan
1.Untuk mengetahui identitas nasional dan konsep identitas nasional.
2.Untuk mengetahui dengan sistem konstitusi nasional.
3.Untuk mengetahui dengan sistem politik dan kewarganegaraan.

1.3 Manfaat
1.Bagi Mahasiswa dapat menambah pengetahuan terkait identitas nasional dan
konsep identitas nasional;sistem konstitusi nasional; sistem politik dan
kewarganegaraan.
2.Bagi Masyarakat dapat meningkatkan kecintaan terhadap Indonesia melalui
penjelasan terkait identitas nasional dan konsep identitas nasional;sistem
konstitusi nasional; sistem politik dan kewarganegaraan.

9
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian & Konsep Identitas Nasional
2.1.1 Pengertian Politik dan Strategi Nasional
Politik nasional adalah asas, haluan, usaha, serta kebijaksanaan negara
tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan
pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan
nasional. Strategi nasional disusun untuk pelaksanaan politik nasional,
misalnya strategi jangka jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang. Dengan demikian, strategi nasional adalah cara melaksanakan politik
nasional dalam arti mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik
nasional (Subagyo,2019)
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan
kebijakan untuk mencapai tujuan suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan
demikian Politik Nasional diartikan sebagai asas, haluan, usaha serta
kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan,
pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan secara kekuatan nasional
untuk mencapai tujuan nasional. Dalam melaksanakan politik nasional maka
disusunlah strategi nasional. Misalnya strategi jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Strategi Nasional adalah cara melaksanakan
politik nasional dalam mencapai sasaran-sasaran dan tujuan yang ditetapkan
oleh politik nasional.
Politik dan Strategi Nasional sebagai landasan operasional disusun
berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional. Politik dan Strategi Nasional bisa berjalan di Indonesia
atas dasar kebijakan dasar negara Republik Indonesia yang menetapkan tiga
kekuasaan yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sejak amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat Repubik Indonesia sistem ketatanegaraan negara mengalami
perubahan yang cukup mendasar, tujuannya tidak lain agar terwujud tatanan
keseimbangan antar lembaga negara.
Sebelum terjadi amandemen Undang-Undang Dasar 1945 alat-alat
kelengkapan negara ada enam lembaga meliputi: MPR, DPR, DPA, BPK,
Lembaga Kepresidenan, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah terjadinya
amandemen alat-alat kelengkapan negara menjadi delapan lembaga yakni:
MPR, DPR, DPA, BPK, Lembaga Kepresidenan, DPD, MK, KY. Kedudukan
masingmasing lembaga tinggi negara tersebut sama atau setara yang memiliki
korelasi satu sama yang lain dalam menjalankan tugasnya.
Di Indonesia DPR, DPD dan MPR termasuk dalam kelembagaan
legislatif. DPR merupakan lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan

10
memgang kekuasaan membentuk undang-undang. DPR mem punyai fungsi
legislasi, anggaran dan pengawasan.
DPD merupkan lembaga baru setelah terjadinya amandemen
UdangUndang Dasar 1945, yakni sebagai lembaga negara dalamn sistem
ketatanegaraann Republik Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah
propinsi dan dipilih melalui pemilihan umum. DPD memiliki fungsi antara
lain pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan
dalam bidang legislasi tertentu dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan
Undang-Undang tertentu.
MPR merupakan lembaga khas Indonesia yang merupakan perwujudan
dari sila ke empat dari Pancasila, yakni sila” kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat, kebijaksanaan dalam permusyahwaratan “.. maka prinsip
permusyahwaratan tercermin dalam kelembagaan MPR dan prisip perwakilan
akan tercermin pada DPR.
Di Indonesia Presidan dan Wakil Presiden yang dibantu para
menterimenteri negara merupakan pelaksana tugas pemerintahan dengan kata
lain sebagai sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Kedudukan presiden
dangan MPR adalah setara karena presiden tidak bertanggung jawab kepada
MPR. Presiden adalah kepala pemerintahan yang bertugas melaksanakan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Presiden dan Wakil Presiden
merupakan pasangan yang secara langsung dipilih oleh rakayat sedangkan
sebelum amandemen Presiden dipilih oleh MPR dan bertanggung jawab
kepada MPR (Suraji.,2013).
1. Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti
kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara),
sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik
mempunyai arti yang berbeda-beda (Nurhuda, 2014). Untuk lebih memberikan
pengertian arti politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan
penggunaan, yaitu:
a. Dalam arti kepentingan umum (politics). Politik dalam arti
kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan
umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat
maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics) yang artinya
adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara
dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan,
cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan
yang kita inginkan

11
b. Dalam arti kebijaksanaan (policy). Politik adalah pengangguran
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih
menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau
keadaan yang kehendaki. Dalam arti kebijaksanaan, titik
beratnya adalah adanya :
 Proses pertimbangan
 Menjamin terlaksananya suatu usaha
 Pencapaian cita-cita/keinginan
Jadi politik adalah tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu
masalah dari masyarakat atau negara.
Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan:
a. Negara
adalah suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Dapat dikatakan negara merupakan
bentuk masyarakat dan organisasi politik yang paling utama dalam suatu
wilayah yang berdaulat (Dasaputro, 1983).
b. Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Yang
perlu diperhatikan dalam kekuasaan adalah bagaimana cara memperoleh
kekuasaan, bagaimana cara mempertahankan kekuasaan dan bagaimana
kekuasaan itu dijalankan (Dasaputro, 1983).
c. Patrai dan golongan
Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai kelompok
warga Negara yang sedikit terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu
kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih,
bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum
yang mereka buat (Dasaputro, 1983).
d. Pengambilan keputusan. Politik adalah pengambilan keputusan
melaui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut
sektor public dari suatu negara. Yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan keputusan politik adalah siapa pengambil
keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat (Dasaputro,
1983).
e. Kebijakan umum adalah suatu kumpulan keputusan yang
diambill oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih
tujuan dan cara mencapai tujuan itu (Dasaputro, 1982).
f. Distribusi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai
(values) dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang
diinginkan dan penting, nilai harus dibagi secara adil. Politik

12
membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-
nilai secara mengikat. (Dasaputro, 1978).
g. Hubungan Internasional
adalah hubungan antar Negara, namun dalam perkembangan konsep ini
bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas
Negara. (Dasaputro, 1980).
2. Pengertian Strategi
Strategi bersal dari Bahasa yunani, yakni strategia, yang artinya adalah
seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan (the art of
general). Di era modern sekarang ini, penggunaan kata strategi tidak lagi
terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi
sudah digunakan secara luas, termasuk dalam ilmu ekonomi, ilmu teknik,
olaraga, dan ilmu lainya. Dalam pengertian umum,
Strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan.
Dengan kata lain, strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu
menggunakan dan mengembangkan kekuatan (ideology, politik, ekonomi,
social budaya dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya (Surbakti, 1992)
3. Pengertian Nasional
Nasional berasal dari bahasa Inggris, yakni “national” yang akar katanya
adalah “nation”, yang dalam bahasa Indonesia berarti bangsa. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan “nation” adalah sesuatu yang berhubungan
atau berkaitan dengan skala nasional yang merujuk pada bangsa dan negara
(Subagyo,.2019)
4. Stratifikasi Politik Nasional
Berdasarkan stratfikasi dari politik nasional dalam negara Ri, sebagai berikut :
a. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak
Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang lingkupnya
menyeluruh secara nasional yang mencakup: penentuan UUD, penggarisan
masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional
(national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan puncak ini
dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam berbagai GBHN dengan
Ketetapan MPR.
Dalam hal-hal dan keadaan tersebut yang menyangkut kekuasaan kepala
negara seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15 UUD 1945, maka dalam
penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula kewenangan Presiden
sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang
ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa: Dekrit, Peraturan
atau Piagam Kepala Negara (Suraji.,2013).
b. Tingkat Kebijakan Umum

13
Kebijakan umum posisinya berada di bawah tingkat kebijakan puncak, yang
lingkupnya secara menyeluruh di tingkat nasional. Tingkat kebijakan umum
berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman
nasional dalam situasi dan kondisi tertentu (Suraji.,2013).
c. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus
Tingkat penentu kebijakan khusus merupakan kebijakan terhadap suatu bidang
utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna
merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang
tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada pada menteri berdasarkan
nkebijakan tingkat di atasnya (Suraji.,2013).
d. Tingkat Penentu Kebijakan teknis
Pada tingkat penentu kebijakan teknis ini kebijakan teknis meliputi kebijakan
dalamn satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik
untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan yang akan
dilakukan (Suraji.,2013).
e. Tingkat penentu kebijakan di daerah
Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan opemerintah pusat di daerah
terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat
di daerahnya masing-masing. Kepala daerah berwenang mengeluarkan
kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut
dapat berbentuk peraturan daerah tingkat I, atau peraturan daerah tingkat II.
Berdasarkan kebijakan yang berlaku sekarang, jabataan gubernur dan bupati
atau wali kota dan kepala daerah tingkat I atau kepala daerah tingkat II
disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I,
Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah Tingkat II
(Suraji.,2013).
5. Fungsi-fungsi dan Struktur politik
Dalam penyesuaian dan perubahan lingkungan supaya tetap hidup, maka
setiap sistem politik melaksanakan fungsi-fungsi dasar tertentu. Kata fungsi
dimaksudkan adalah pengertian berbagai-bagai (bahasa Inggris). Ada pula
yang mengatakan kegiatan yang bersifat alamiah untuk sesuatu hal seperti
dalam kata: “the function of the heart” (fungsi jantung yaitu untuk memompa
darah ke seluruh tubuh). Pula dalam kata the function of government adalah
mengandung arti pencapaian tujuan.
Dalam arti luas fungsi menunjukkan akibat atau konsekuensi dari suatu
tindakan. Robert K. Merton (dalam Sukarna, 1977: 25) mengemukakan
bahwa: “fungsi menunjukkan konsekuensi tindakantindakan yang
menyebabkan suatu sistem tetap hidup, sedang dysfunction menunjukkan
bahwa suatu sistem itu hancur atau terputus”. Dengan adanya kegiatan-
kegiatan politik sebagaimana telah diuraikan di atas, Gabriel A. Almond

14
mengungkapkan: “kegiatan politik sebagai fungsi-fungsi politik dalam dua
kategori yaitu fungsi-fungsi masukan (input function) dan fungsi-fungsi
keluaran (output function).
Fungsi-fungsi masukan (input function) adalah: “fungsi yang sangat penting
dalam menentukan cara kerjanya sistem dan yang diperlukan untuk membuat
dan melaksanakan kebijaksanaan dalam sistem politik (Moechtar Mas’oed,
1982: 29). Fungsi-fungsi politik dimaksud adalah:
a. Sosial politik
Sosialisasi antara lain berarti proses sosial yang memungkinkan seseorang
menjadi anggota kelompoknya. Oleh karena itu ia mempelajari kebudayaan
kelompoknya dan peranan dalam kelompok. Jadi dengan demikian sosialisasi
politik adalah merupakan proses sosial yang menjadikan seseorang anggota
masyarakat memiliki budaya politik kelompoknya dan bersikap serta
bertindak sesuai dengan budaya politik tersebut. Dan sosialisasi dilakukan
oleh semua unsur dalam masyarakat, misalnya lingkungan pergaulan dan
pekerjaan, media massa, keluarga dan sekolah, juga instansi resmi. Dengan
demikian kebudayaan politik dapat berkembang dan terpelihara sampai pada
generasi berikutnya.
b. Rekruitmen politik
Rekruitmen politik dimaksudkan adalah proses seleksi warga masyarakat
untuk menduduki jabatan politik dan administrasi. Menurut Gabriel A.
Almont setiap sistem politik mempunyai cara tersendiri dalam merekrut
warganya untuk menduduki kedudukan politik dan administrasi.
c. Artikulasi kepentingan
Fungsi ini merupakan suatu proses penentuan kepentingan yang dikehendaki
dari sistem politik. Hal ini rakyat menyatakan kepentingan mereka kepada
lembaga-lembaga politik dan pemerintahan dengan melalui kelompok
kepentingan yang dibentuk bersama dengan orang lain yang memiliki
kepentingan yang sama, kadang-kadang rakyat secara langsung menyatakan
keinginannya kepada pejabat pemerintahan.
d. Agresi kepentingan
Fungsi ini adalah proses perumusan alternatif dengan jelas dengan jalan
penggabungan atau penyesuaian kepentingan yang telah diartikulasikan atau
dengan merekrut calon-calon pejabat yang menganut politik kebijaksanaan
tertentu. Agresi kepentingan dapat diselenggarakan oleh seluruh subsistem
dari sistem politik seperti lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, birokrasi,
media komunikasi, partai-partai politik dan kelompok kepentingan.
e. Komunikasi politik
Fungsi ini merupakan alat untuk penyelenggaraan fungsi-fungsi lainnya.
Artinya pihak lain mengambil bagian dalam sosialisasi politik dengan

15
menggunakan komunikasi. Fungsi-fungsi keluaran (output functions), meliputi
fungsi-fungsi pembuatan aturan, pelaksanaan aturan dan pengawasan azas
pelaksanaan aturan-aturan. Ketiga fungsi ini oleh Gabriel A. Almond sebagai
fungsifungsi pemerintahan dan tidak dibahas lebih lanjut karena pertimbangan
ketidakpastian struktur formal pemerintahan umumnya negara-negara non
barat dan penyimpangan besar dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan dari konstitusi. Sehubungan dengan hal di atas, di sini Almond
mengemukakan bahwa ditinggalkannya fungsi-fungsi ini disebabkan konsep
yang diajukannya kekurangan unsur yang esensial sebab fungsi pemerintahan
tidak dapat dilepaskan dari pengertian politik.
Dengan demikian, maka konsepsi yang dikemukakannya tidak komprehensif
seperti yang dikehendakinya dengan menggunakan istilah sistem.
Dimaksudkan dengan istilah sistem adalah “dipergunakan untuk menunjukkan
seperangkat sifat khusus yang dimiliki oleh interaksi politik, yaitu:
a) Komprehensif
b) Kebebasan
c) Lingkungan
Sifat komprehensif berarti bahwa sistem politik itu mencakup seluruh
interaksi yang berkenaan dengan input atau output yang mempengaruhi
penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan fisik.
Sebenarnya fungsi-fungsi pemerintahan di atas telah ditemukan dalam karya
Aristoteles, yang mengemukakan sebagai berikut: “All constitutions have
three elements, concerning which the good law giver has to regard what is
expedient for each contitution. When they are well ondered, the constitution is
well ondered, and as they differ from one another, constitution differ. There is
(1) one elements which deliberates about public affairs, secondly; (2) that
concerned with the magistracies-the question being, what they should be, over
that they should exercise authority, and what should be the mode of electing
them, and thirdly, (3) that which has yudicial power (Jowett and Twinning,
1996: 114).
Dengan adanya konsep di atas mengemukakan 3 fungsi pemerintahan
yaitu: fungsi pembahasan, administrasi, dan pengadilan. Fungsi pertama
relevan dengan fungsi legislatif yang dikenal dalam kepustakaan politik.
Sedangkan fungsi administrasi, erat hubungannya dengan fungsi-fungsi
eksekutif yang berkenaan dengan penyelenggaraan jabatan-jabatan
pemerintahan. Mengenai fungsi yudisial, Aristoteles menunjukkan adanya
delapan macam kekuasaan berdasar: (1) memeriksa keuangan, (2) mengadili
kejahatan terhadap negara, (3) mengadili penghianatan atau terhadap
konstitusi (pemerintahan), (4) mengadili perkara ancaman yang bersumber
dari para pejabat negara, warga terhadap terhadap warga lainnya, (5)

16
mengadili perkara perdata yang besar yang terjadi antara semua warga, (6)
mengadili kejahatan pembunuhan, (7) mengadili perselisihan yang terjadi
antara seorang warga asing dengan sesamanya atau dengan warga sendiri, dan
(8) mengadili perkara perdata ringan (Deliar Noer, 1987: 121).
Dengan uraian ini, maka kekosongan yang terdapat dalam fungsifungsi politik
dari Almond dapat tertutupi, sehingga konsep politik sebagai sistem dapat
memiliki sifat keutuhan. Perkembangan pemikiran politik kemudian tidaklah
jauh berkisar dari ketiga fungsi pemerintahan tersebut karena itu konsep
Aristoteles digunakan sebagai pelengkap. Masing-masing fungsi di atas
diselenggarakan oleh sebuah lembaga atau secara bersama. Lembaga-lembaga
itu mencerminkan struktur sebuah sistem politik dan bersama fungsi-fungsi
politik merupakan unsur-unsur dari sistem politik yang bersangkutan.
Almond mengemukakan bahwa lembaga-lembaga politik yang umumnya
dimiliki oleh suatu sistem politik ada enam buah: kelompokkelompok
kepentingan, partai-partai politik, badan legislatif, badan eksekutif, birokrasi,
dan badan-badan pengadilan. Struktur politik yang dikemukakan oleh Almond
tidak hanya relevan dengan sistem politik dalam negara-negara modern tetapi
juga negara-negara tradisional, bahkan dengan sistem politik dari suku-suku
primitif. Meskipun demikian konsep Almond ini tidak harus diterapkan secara
kaku, karena sebuah sistem politik dapat saja memiliki struktur dengan
lembaga yang tidak disebut olehnya atau sebaliknya (Subagyo,2019).
6. Dasar penyusutan dan strategi nasional
Dalam penyusunan politik dan strategi nasional, tentunya harus
berlandaskan pada dasar pemikiran yang absah, legal, dan jelas sehingga akan
mencerminkan kepentingan nasional seluruh komponen bangsa Indonesia.
Berikut ini adalah dasar pemikiran penyusunan politik dan strategi nasional.
1. Proses penyusunan politik dan strategi nasional perlu
memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi
Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional. Landasan pemikiran dalam sistem manajemen
nasional ini sangat penting sebagai kerangka acuan dalam
penyusunan politk dan strategi nasional,
2. Proses penyusutan politik politik dan strategi nasional juga
harus mengacu pada nilai-nilai perjuangan bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sehingga akan
menjadi pedoman, petunjuk, dan koridor bagi
terselenggaranya semua program pembangunan nasional.

17
3. Proses penyusutan politik dan strategi nasional juga harus
mencerminkan jati diri, budaya, adat istiadat, bahasa, dan
lingkungan masyarakat Indonesia, yang beradab dan adi
luhung (Subagyo,2019).

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyusunan Politik dan


Strategi Nasional
Proses penyusunan politik dan strategi nasional selalu memperhatikan
perkembangan lingkungan strategis, baik dalam skala global, regional,
nasional maupun lokal, sebagaimana diuraikan sebagai berikut :
1. Perkebangan Global
Dalam menyusun politik dan strategi nasional ini tentunya pemerintah harus
memperhatikan aspek global yang sedang berkembang, khususnya yang
bergubungan demokrasi, HAM, lingkungan hidup, terorisme, globalisasi,
pasar bebas dan juga pedagangan bebas. Para pengambil kebijakan dalam
menyusun politik dan strategi nasional pasti akan mempertimbangkan
perkembangan lingkungan strategis pada skala global, khususnya yang terkait
dengan hubungan luar negeri, politik luar negeri dan perdagangan
internasional. Berbagai perjanjian dan konvensi internasional yang dihasilkan
dalam kerangka multilateral, trilateral maupun bilateral menjadi bahan
pertimbangan dalam penyusunan politik dan strategi nasional.
2. Perkembangan Regional
Dalam penyusunan politik dan strategi nasional tentunya hal-hal yang
berhubungan perkembangan lingkungan strategis dalam skala regional, seperti
kejahatan transnasional, perbatasan, keamanan regional, dan organisasi
regional dalam kerangka ASEAN dan APEC tentunya menjadi bahan
pertimbangan yang sangat penting. Politik dan strategi nasional yang disusun
tentunya harus mampu merespon berbagai tantangan regional yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia. Sebagai komunitas regional Asia Tenggara, bangsa
Indonesia menjadi negara yang sangat penting bagi terwujudnya kawasan
regional Asia Tenggara yang aman, damai, sejahtera, dan dinamis, sehingga
politik dan strategi nasional yang disusun harus mampu mengadaptasi
perkembangan regional.
3. Perkembangan Nasional
Dalam penyusunan politik dan strategi nasional, perkembangan skala nasional
yang meliputi asta gatra (tri gatra dan panca gatra) menjadi masukan yang
sangat penting. Perubahan politik dan strategi nasional pada tataran empiris
yang mengalami perubahan dari masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde
Reformasi merupakan bukti nyata betapa perkembangan lingkungan strategis
di tingkat nasional sangat berpengaruh. Arus reformasi yang menggelora pada

18
akhir masa Orde Baru telah mengubah proses politik dan strategi nasional
sekarang ini. Perkembangan geografi, demografi, sumber kekayaan alam,
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, yang
terjadi di Indonesia sebenarnya termanifestasikan dalam politik dan strategi
nasional. Politik dan strategi nasional yang disusun harus mampu menjadi
jawaban atas permasalahan yang terjadi pada skala nasional.

4. Perkembangan Lokal
Dalam penyusun politik dan strategi nasional, aspek lokal, seperti
berkembangnya otonomi daerah, desentralisasi, dan nilai-nilai kearifan lokal
juga menjadi bahan pertimbangan. Politik dan strategi nasional harus mampu
mengadaptasi berbagai gejala, fenomena, dan peristiwa yang ada di tingkat
lokal sehingga dapat menjadi pedoman atau petunjuk dalam proses
penanganannya. Proses penyusunan politik dan strategi nasional
memperhatikan jati diri masyarakat Indonesia di tingkat lokal dengan
mengadopsi mekanisme musyawarah mufakat, semangat toleransi, gotong
royong, dan nilai-nilai kemasyarakatan lainnya. Penyusunan politik dan
strategi nasional merupakan cerminan dinamika masyarakat di tingkat lokal
sehingga akan mampu diimplementasikan dalam aras kemasyarakatan,
khususnya di tingkat propinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dan desa
(Subagyo,2019).

8. Pelaksanaan Politik dan Strategi Keamanan Nasional


Pelaksanaan politik dan strategi keamanan nasional, mencakup sebagai berikut
:
1) Visi politik dan strategi nasional yang tertuang dalam GBHN
1999- 2004 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang
damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan
sejahtera dalam wadah NKRI. Visi dan strategi ini didukung
oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman,
bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran
hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin
(Triwahyuni, 2010)
2) Bidang Hukum, meliputi :
a. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan
masyarakat demi terciptanya kesadaran dan kepatuhan
hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya
negara hukum.

19
b. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan
terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama
dan hokum adat serta memperbaharui perundang-undangan
warisan kolonial dan hukum nasioal yang diskriminitif,
termasuk ketidakadilan gender yang tidak sesuai dengan
tuntutan reformasi, melalui program legislasi.
c. Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin
kepastian hukum, keadilan, kebenaran dan supremasi
hukum serta menghargai hak asasi manusia (Triwahyuni,
2010).
3) Bidang Ekonomi, meliputi :
a. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang
bertumpu pada mekanisme pasar yang adil berdasarkan
prinsip persaingan sehat, memperhatikan pertumbuhan
ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas
hidup, pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan dan menjamin kesempatan yang sama dalam
berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen,
serta perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
b. Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta
menghindarkan terjadinya struktur pasar monopolistik dan
berbagai struktur pasar yang merugikan rakyat.
c. Mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengoreksi
ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh
hambatan yang mengganggu mekanisme pasar melalui
regulasi, layanan publik, subsidi, dan insentif yang
dilakukan secara transparan dan diatur oleh undang-undang
(Triwahyuni, 2010)
4) Bidang Politik, meliputi :
a. Politik Dalam Negeri, seperti memperkuat keberadaan dan
kelangsungan NKRI yang bertumpu pada
kebhinekatunggalikaan, penyelesaian masalah-masalah
yang mendesak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, memerlukan upaya rekonsiliasi nasional
yang diatur oleh undang-undang (Triwahyuni, 2010).
b. Politik Luar Negeri, seperti meningkatkan kerjasama dalam
segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan
langsung dan dengan kawasan ASEAN untuk memelihara
stabilitas pembangunan dan kesejahteraan (Triwahyuni,
2010).

20
c. Penyelenggaraan Negara, seperti membersihkan
penyelenggara negara dari praktek KKN dengan
memberikan sanksi seberatberatnya sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas
pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan
masyarakat dengan mengembangkan etika dan moral
(Triwahyuni, 2010).
d. Komunikasi, Informasi dan Media Massa, seperti
meningkatkan kualitas komunikasi di berbagai bidang
melalui penguasaan dan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi guna memperkuat daya saing bangsa dalam
menghadapi tantangan global (Triwahyuni, 2010).
e. Agama, seperti meningkatkan kualitas pendidikan agama
melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama, sehingga
lebih terpadu dan integral dengan dukungan sarana dan
prasarana yang memadai (Triwahyuni, 2010).
f. Pendidikan, seperti memberdayakan lembaga pendidikan
baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai
(Triwahyuni, 2010).
5) Bidang Sosial Budaya, meliputi :
a. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, seperti
mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi
seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan,
keamanan, dan keselamatan kerja yang memadai.
Pengelolaannya melibatkan pemerintah, perusahaan dan
pekerja.
b. Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata, seperti
mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya
dalam rangka memilah-milah nilai budaya yang kondusif
dan serasi untuk menghadapi tantangan pembangunan
bangsa di masa depan.
c. Kedudukan dan Peranan Perempuan, seperti meningkatkan
kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang
diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan
terwujudnya kesetaraan, keadilan gender

21
d. Pemuda dan Olahraga, seperti menumbuhkan budaya
olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang perlu memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang
cukup. Dimulai dari sejak usia dini melalui pendidikan
olahraga di sekolah dan masyarakat.
e. Pembangunan Daerah, seperti melakukan pengkajian
tentang berlakunya otonomi daerah bagi daerah propinsi,
daerah kabupaten, daerah kota dan desa.
f. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, seperti
mengelola SDA dan memelihara daya dukungnya agar
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari
generasi ke generasi (Triwahyuni, 2010).
6) Bidang Pertahanan dan Keamanan
seperti memperluas dan meningkatkan kualitas kerjasama bilateral bidang
pertahanan dan keamanan dalam rangka memelihara stabilitas keamanan
regional dan berpartisipasi dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia
(Triwahyuni, 2010).

22
2.2 Proses Berbangsa & Bernegara

2. Sistem Konstitusi Nasional


Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai
dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak mungkin
terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara. Dasar-dasar
penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hokum dasar.
Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan Negara
konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai Negara
konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-sifat dan
cirri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus menganut gagasan
tenttang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide,
gagasan, atau paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang negara dan konstitusi pada
bab ini terdiri atas konstitusionalisme, konstitusi Negara, UUD 1945 sebagai
Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan Sistem ketatanegaraan Indonesia.
Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam latar
belakangnya. Mula-mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu berdasarkan
kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam kestuan sosial yang
disebut masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa. Bangsa adalah kumpulan
masyarakat yang membentuk suatu negara. Berkaitan dengan tumbuh
kembangnya bangsa, terdapat berbagai teori besar dari para ahli untuk
mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter sendiri. Istilah bangsa
memiliki berbagai makna dan pengertian nya yang berbeda-beda. Bangsa
merupakan terjemahan dari kata “nation” (dalam bahasa inggris). Kata nation
bermakna keturunan atau bangsa.

2.1 Pengertian Negara


Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi
masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli filsafat negara
merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles yang hidup pada
tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang
disebutnya sebagai negara polis. Yang pada saat itu asih dipahami negara masih
dalam suatu wilayah yang dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil.
Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang didalamnya
terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia).
Oleh karena itu menurut Aristoteles keadilan merupakan syarat mutlak bagi
terselenggarannya negara yang baik, demi terwujudnya cita-cita seluruh
warganya.

23
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang merupakan
tokoh Katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu Civitas Dei yang
artinya negara Tuhan, dan Civites Terrena atau civites Diaboli yang artinya negara
duniawi. Civites Tarrena ini ditolak Oleh Agustinus, sedangkan yang dianggap
baik adalah negara Tuhan atau Civies Dei. Negara Tuhan bukanlah negara dari
dunia ini. Melainkan jiwanya yang memiliki oleh sebagian atau beberapa orang di
dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja
yang mewakili negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya
yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya.
Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan.
Meskipun demikian bukan berarti apa yang diluar gereja itu terasing sama seklai
dari Civites Dei (Kusnardi, 1985).
Karakteristik Negara Indonesia memiliki suatu identitas untuk melambangkan
keagungan suatu negara. Seperti negara Indonesia yang memiliki identitas yang
dapat menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa Indonesia. Identitas
Indonesia menjadikan bangsa Indonesia sebagai pemersatu dan simbol
kehormatan negara. Selain itu identitas Nasional menjadikan negara Indonesia
yang bermatabat di antara negara-negara lain yang memiliki beragam kebudayaan,
agama, dan memiliki jiwa toleransi maupun solidaritas yang tinggi.
Negara merupakaan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Pada prinsipnya setiap warga mayaraka menjadi anggota dari suatu
negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara. Melalui kehidupan bernegara
dengan pemerintah yang ada di dalamnya, masarakat ingin mewujudkan tujuan
tujuan tertentu sepertti teerwujudnya kertentaraman, ketertiban, dan kesejahteraan
masyrakat. Agar pemerintah suatu negara memiliki kekuasaan untuk mengatur
kehidupan masayakat tidak bertindak seenaknya, maka ada system aturan tersebut
menggambarakan suatu hieraki atau pertindakan dalam aturan yang paliing tinggi
tingkatanya sampai pada aturan yng paling rendah. Negara dan konstitusi adalah
dwitunggal. Jika diibaratkan bangunan, negara sebagai pilar-pilar atau tembok
tidak bisa berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia.
Hampir setiap negara mempunyai konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi
tersebut telah dilaksanakan dengan optimal atau belum. Yang jelas, konstitusi
adalah perangkat negara yang perannya tak bisa dipandang sebelah mata.
Secara historis pengertian Negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi
masyarakat pada saat ini. Pengertian tentang Negara telah banyak di definisikan
oleh para ahli filsuf Yunani Kuno, para ahli abad pertengahan, sampai abad
modern. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
a. Pendapat Aristoteles (Schmandt, 2002), negara adalah komunitas keluarga dan
kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan
berkecukupan.

24
b. Jean Bodin (Schmandt, 2002), negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan
baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan
berdaulat.
c. Riger Soltau, (Budiardjo, 2007), negara adalah alat atau wewenang yang
mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
d. Robert M. Mac Iver (Soehino,1998), negara adalah asosiasa yang
menyelenggarakan penertiban dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum
diselenggarakan oleh pemerintah diberi kekuasaan memeksa.
e. Miriam Budiardjo (2007), negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warganya untuk
ketaatan melalui kekuasaan yang sah.

2.2 Pengertian Konstitusi


Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis, yaitu constituer berarti
membentuk, yang dimaksud ialah membentuk suatu negara, dalam bahasa Inggris
dipakai istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi, dalam
praktek dapat berarti lebih luas dari pada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi
ada juga yang menyamakan dengan Undang-Undang Dasar (Dahlan Thaib, 2008).
Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu
cume adalah sebuah reposisi yang berarti bersama dengan, dan statuere berasal
dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas
dasar itu maka kata statuere mempunyai arti membuat sesuatu agar berdiri atau
mendirikan / menetapkan (Dahlan Thaib, 2008).
Pengertian konstitusi menurut bahasa Perancis, bahasa Inggris dan bahasa Latin,
pada intinya adalah suatu ungkapan untuk membentuk, mendirikan/menetapkan,
lebih lanjut dikenal dengan maksud pembentukan, penyusunan atau menyatakan
suatu negara, maka dengan kata lain secara sederhana, konstitusi dapat diartikan
sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang
dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan
(Jazim Hamidi, 2009).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konstitusi merupakan segala ketentuan
dan aturan tentang ketatanegaraaan (undang-undang dasar dan sebagainya).
Undang – Undang Dasar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah undang-
undang yang menjadi dasar semua undnag-undang dan peraturan lain dalam suatu
Negara, yang mengatur bentuk, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan,
wewenang badan-badan pemerintahan, dan sebagainya.
Secara terminologi, pengertian konstitusi tidak hanya dipahami sesederhana itu,
tetapi dapat dipahami secara lebih luas lagi, hal itu disebabkan karena semakin
kompleksnya permasalahan dalam suatu negara, maka pendekatannya dalam
memahami konstitusi bukan saja dilihat dari sudut pandang hukum, khusunya

25
Hukum Tata Negara saja, tetapi harus pula dipahahi dari sudut pandang ilmu
politik. Karena itu tidak mengherankan jika sebagian konstitusi akan lebih
bermuatan politis ketimbang bermuatan yuridis.
Lebih lanjut mengenai istilah konstitusi ini para Sarjana dan ilmuan Hukum Tata
Negara terdapat perbedaan, sebagian ada yang berpendapat bahwa konstitusi sama
dengan Undang-Undang Dasar, dengan dasar bahwa semua peraturan hukum itu
harus ditulis, dan konstitusi yang tertulis itu adalah Undang-Undang Dasar. Ada
pula yang berpendapat bahwa konstitusi tidak sama dengah Undang-Undang
Dasar, dengan dasar bahwa tidak semua hal penting harus dimuat dalam
konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok saja. Pendapat kedua kelompok
tersebut tidak terdapat perbedaan yang prinsipiil, karena kelompok pertama
mempersamakan istilah konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, sedangkan
kelompok kedua meninjau dari segi materi yang ada dalam konstitusi atau
Undang-Undang Dasar (Dasril Radjab, 2005).
Suatu konstitusi dapat bersifat kaku atau bisa juga supel tergantung pada apakah
prosedur untuk mengubah konstitusi itu sudah sama dengan prosedur membuat
undang-undang di negara yang bersangkutan atau belum. Dengan demikian, sifat
dari konstitusi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Konstitusi yang bersifat kaku (rigid), hanya dapat diubah melalui prosedur yang
berbeda dengan prosedur membuat undang-undang pada negara yang
bersangkutan;
b. Konstitusi yang bersifat supel (flexible), sifat supel disini diartikan bahwa
konstitusi dapat diubah melalui prosedur yang sama dengan prosedur membuat
undang-undang pada negara yang bersangkutan.
Konstitusi berdasarkan bentuknya dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu :
a. Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan)
kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan serta menentukan
cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi tertulis ini dikenal
dengan sebutan undang-undang dasar.
b. Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang ada
dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara. Konstitusi
tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.

2.3 Sejarah Konstitusi Nasional


Pada suatu negara di dunia pasti mempunyai konstitusi, karena konstitusi
merupakan salah satu syarat penting untuk mendirikan dan membangun suatu
negara yang merdeka, oleh karenanya begitu pentingnya konstitusi itu dalam suatu
negara. Konstitusi merupakan suatu kerangka kehidupan politik yang
sesungguhnya telah dibangun pertama kali peradaban dunia dimulai, karena
hampir semua negara menghendaki kehidupan bernegara yang konstitusional,

26
adapun ciri-ciri pemerintahan yang konstitusional diantaranya memperluas
partisipasi politik, memberi kekuasaan legislatif pada rakyat, menolak
pemerintahan otoriter dan sebagainya (Adnan Buyung Nasution, 1995)
Dalam catatan sejarah mengenai timbulnya negara yang konstitusional merupakan
proses panjang dan selalu menarik untuk dikaji dalam membangun sebuah
pemerintahan yang konstitusional. Dimulai sejak jaman Yunani yaitu masa
Aristoteles yang telah berhasil mengumpulkan begitu banyak konstitusi dari
berbagai negara. Pada mulanya konstitusi itu dipahami sebagai kumpulan
peraturan serta adat kebiasaan semata-mata pada suatu peradaban, kemudian
memperoleh tambahan arti sebagai suatu perkumpulan ketentuan serta peraturan
yang dibuat oleh para Kaisar. Selain sebagai peraturan yang dibuat oleh Kaisar, di
dalam konstitusi juga termasuk memuat pernyataan-prnyataan atau pendapat dari
para ahli hukum/negarawan, serta adat kebiasaan peradaban setempat, termasuk di
dalamnya adalah undang-undang. Pada masa peradaban Roma konstitusi
mempunyai pengaruh begitu besar sampai pada abat pertengahan, sehingga
tercetuslah inspirasi kehidupan demokrasi perwakilan yang cukup kuat hingga
melahirkan paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme, dari sinilah sebagai
cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern dalam sebuah negara.
Indonesia sebagai negara yang merdeka tentu saja mempunyai konstitusi sebagai
landasan menjalankan pemerintahan negara. Terbentuknya konstitusi di Indonesia
diawali dari janji Jepang yang kemudian membentuk Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam bahasa Jepang disebut
Dokuritsu Zumbi choosakai, kemudian terbentuk pada tanggal 29April 1945,
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, mulai bekerja tanggal 29 Mei 1945, maka
dengan terbentuknya BPUPKI bangsa Indonesia secara legal mempersiapkan
kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai
negara yang merdeka (Darji Darmodiharjo, 1991).
Sebagai negera merdeka, Indonesia tidak mungkin dapat membentuk dan
menjalankan pemerintahan jika tidak membentuk konstitusi atau UUD terlebih
dahulu, karena dalam konstitusi disebutkan perintah membentuk pemerintahan
seperti yang terurai dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, yang berbunyi :
”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang

27
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Sehingga atas perintah konstitusi yang sudah disahkan, maka Indonesia secara
legal dapat membentuk pemerintahan sesuai yang dicita-citakan.
Dalam batang tubuh UUD 1945 diuraikan pula mengenai bagaimana dan siapa
yang memegang kekuasaan pemerintahan, yaitu dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945
baik sebelum maupun sesudah mengalami perubahan menyebutkan bahwa :
”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang Undang Dasar.” Disamping itu batang tubuh UUD 1945 juga
menyebutkan kekuasaan-kekuasaan yang lainnya, sehingga jelas bahwa UUD
1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia memuat ketentuan-ketentuan pokok
dalam menjalankan pemerintahan negara, oleh sebab itu dalam suatu negara yang
merdeka, konstitusi atau UUD merupakan hal yang sangat diperlukan.
Konstitusi suatu negara memegang peran penting dalam menjelaskan posisi
hukum internasional dalam sistem hukum nasional. Konstitusi suatu negara
pada umumnya menjelaskan kedudukan hukum internasional dalam sistem
hukum nasional sebagai kesadaran bahwa suatu negara merupakan bagian
yang tidak terlepas dari komunitas internasional. Norma pada konstitusi tersebut
adalah dasar legitimasi bagi lembaga negara, spesifiknya lembaga peradilan,
untuk memanfaatkan hukum internasional dalam sistem hukum nasional secara
sah. Indonesia merupakan salah satu contoh negara di mana konstitusinya
tidak memuat ketentuan eksplisit yang menjelaskan kedudukan hukum
internasional dalam sistem hukum nasional. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi Indonesia yang telah
mengalami 3 fase rezim hukum berbeda pun tidak menyinggung esensi dari
kedudukan hukum internasional danhanya mengatur kewenangan presiden dan
hubungannya dengan dewan perwakilan rakyat terkait dengan perjanjian
internasional.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia merupakan hukum
tertinggi yang ditetapkan secara konstitusional, sedangkan hukum itu merupakan
produk politik, karena dalam kenyataannya setiap produk hukum merupakan
produk politik, sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran
politik yang saling interaksi dikalangan politisi (M. Agus Santoso, 2009).
Sedangkan politik itu kental dengan kepentingan, oleh karena itu tidak mustahil
karena kepentingan itulah kemudian dapat merubah produk hukum juga, demikian
halnya terhadap konstitusi di Indonesia yang selalu berubah dan mengikuti
perkembangan politik.
Sejak Proklamsai Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan diikuti
pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi pada tanggal 18 Agustus 1945, hingga
kini UUD 1945 sebagai konstitusi telah mengalami perkembangan dan

28
perubahan-perubahan, hal itu disebabkan karena perkembangan politik demokrasi
yang selalu berkembang dan berubah-ubah pula. kepentingan yang berubah-ubah
juga menjadi sebab berubahnya konstitusi, namun semuanya pasti mempunyai
tujuan sama yaitu menuju hukum yang dicita-citakan (Ius constituendum).
Perkembangan konstitusi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem politik pada
waktu tertentu, pada mulanya UUD 1945 dijadikan konstitusi, namun sempat
tidak diberlakukan pada pemerintahan Republik Indonesia Serikat dan masa
sistem pemerintahan parlementer, akhirnya UUD 1945 sebagai konstitusi di
Indonesia deberlakukan kembali hingga kini dan telah mengalami perubahan.
Perkembangan ketatanegaraan tersebut juga sejalan dengan perkembangan dan
perubahan konstitusi di Indonesia seperti diuraikan dalam pembehasan berikut
ini :
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, masa
berlakunya Undang-Undang Dasar 1945.
 Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara Republik
Indonesia, konstitusi atau Undang Undang Dasar yang pertama kali
berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI, kemudian
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD
1945 kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh
MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara. Berdasarkan
UUD 1945, MPR terdiri dari DPR, Utusan Daerah dan Utusan
Golongan. dalam menjalankan kedaulatan rakyat mempunyai tugas
dan wewenang menetapkan UUD, GBHN, memilih dan
mengangkat Presiden dan wakil Presiden serta mengubah UUD.
Selain MPR terdapat lembaga tinggi negara lainnya dibawah MPR,
yaitu Presiden yang menjalankan pemerintahan, DPR yang
membuat Undang-Undang, Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
dan Mahkamah Agung (MA).
 Menyadari bahwa negara Indonesia baru saja terbentuk, tidak
mungkin semua urusan dijalankan berdasarkan konstitusi, maka
berdasarkan hasil kesepakatan yang termuat dalam Pasal 3 Aturan
Peralihan menyatakan :”Untuk pertama kali Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh PPKI.” Kemudian dipilihlah secara aklamasi
Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia yang pertama kali. Dalam menjalankan
tugasnya presiden dibantu oleh Komite Nasional, dengan sistem
pemerintahan presidensial artinya kabinet bertanggung jawab pada
presiden.
 Pada masa ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan secara
murni dan konskwen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah,

29
terutama pada saat dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden No.
X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi bahwa Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR
diserahi tugas legislatif dan menetapkan GBHN bersama Presiden,
KNIP bersama Presiden menetapkan Undang-Undang, dan dalam
menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan pekerja yang
bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat (Titik Triwulan
Tutik, 2006)
b. Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, masa
berlakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (RIS).
 Sebagai rasa ungkapan ketidakpuasan Belanda atas kemerdekaan
Republik Indonesia, terjadilah kontak senjata (agresi) oleh Belanda
pada tahun 1947 dan 1948, dengan keinginan Belanda untuk
memecah belah NKRI menjadi negara federal agar dengan secara
mudah dikuasai kembali oleh Belanda, akhirnya disepakati untuk
mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag
Belanda, dengan menghasilkan tiga buah persetujuan antara lain :
i. 1) Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
ii. 2) Penyerahan kedaulatan Kepada Republik Indonesia
Serikat; dan
iii. 3) Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan
Kerajaan Belanda (Titik Triwulan Tutik, 2006).
 Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD
1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat
(UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara Kesatuan menjadi
negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa
negara yang semula berdiri sendirisendiri kemudian mengadakan
ikatan kerja sama secara efektif, atau dengan kata lain negara
serikat adalah negara yang tersusun jamak terdiri dari negara
negara bagian.
 Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Sistem
pemerintahan presidensial berubah menjadi pemerintahan
parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan pemerintah
berada di tangan Menteri-Menteri baik secara bersama-sama
maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS ini juga belum
dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum
dibentuk sesuai amanat UUD RIS.

30
c. Periode 17 Agustus 1950 samapi dengan 5 Juli 1959, masa berlaku
Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).
 Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan
karena isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan
merupakan kehendak politik rakyat Indonesia melainkan rekayasa
dari pihak Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan tuntutan
untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian
menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia,
kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan
menggunakan UUD sementara 1950.
 Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni
negara yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam
negara sebagaimana halnya bentuk negara serikat. Ketentuan
Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950
yang menyatakan Republik Indonesia merdeka dan berdaulat ialah
negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan.
Pelaksanaan konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI
berdasarkan Proklamasi 17 Agustua 1945, serta didalamnya juga
menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-
daerah di seluruh Indonesia.
 Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer,
karena tugas-tugas ekskutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri-
Menteri baik secara bersama-sama maupun sendirisendiri kepada
DPR. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak
dapat diganggu gugat karena kepala negara dianggap tidak pernah
melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak
representatif maka Presiden berhak membubarkan DPR (Dasril
Radjab, 2005).
d. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999, masa berlaku
Undang Undang Dasar 1945.
 Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar
dekrit Prsiden tanggal 5 Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan
ketatanegaraan dekrit presiden diperbolehkan karena negara dalam
keadaan bahaya oleh karena itu Presiden/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan
bangsa dan negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
 Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem
ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya sebagai kepala
negara selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan,
dibantu Menteri-Menteri kabinet yang bertanggung jawab kepada

31
Presiden. Sistem pemerintahan yang sebelumnya parlementer
berubah menjadi sistem presidensial.
 Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya
hingga tahun 1966. Lembaga-lembaga negara yang dibentuk baru
bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional,
akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian
meletuslah Gerakan 30 September 1966 sebagai gerakan anti
Pancasila yang dipelopori oleh PKI, walaupun kemudian dapat
dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional terjadi pada
periode ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang
semula didasari oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian
dilaksanakan pemilihan umum yang kedua pada tahun 1972.
 Babak baru pemerintah orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan
sudah berdasar konstitusi, pemilihan umun dilaksanakan setiap 5
tahun sekali, pembangunan nasional berjalan dengan baik, namun
disisi lain terjadi kediktaktoran yang luar biasa dengan alasan demi
terselenggaranya stabilitas nasional dan pembangunan ekonomni,
sehingga sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak
berjalan dengan baik.
 Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga
demokrasi terkesan mengekang rakyat, tidak ada kebebasan bagi
rakyat yang ingin menyampaikan kehendaknya, walaupun pilar
kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan yudikatif sudah
ada tapi perannya tidak sepenuhnya, kemauan politik menghendaki
kekuatan negara berada ditangan satu orang yaitu Presiden,
sehingga menimbulkan demontrasi besar pada tahun 1998 dengan
tuntutan reformasi, yang berujung pada pergantian kepemimpinan
nasional.
e. Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002, masa berlaku
pelaksanaan perubahan Undang Undang Dasar 1945
 Sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada
tahun 1998, adalah melak uk an perubahan terhadap UUD 1945
sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar hukum perubahan
UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan
oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan
prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia
nampak diterapkan dengan baik.
 Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima
kesepakatan, yaitu :

32
i. 1. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia 1945;
ii. 2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
iii. 3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial;
iv. 4. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan
dimaksukkan kedalam pasalpasal (batang tubuh); dan
v. 5. Melakukan perubahan dengan cara adendum.
 Pada periode ini UUD 1945 mengalami perubahan hingga ke
empat kali, sehingga mempengaruhi proses kehidupan demokrasi
di Negara Indonesia. Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang
terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskan resmi
UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai
naskah aslinya ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu,
kedua , ketiga dan keempat, sehingga menjadi dasar negara yang
fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
f. Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku Undang
Undang Dasar 1945, setelah mengalami perubahan.
 Bahwa setelah mengalami perubahan-perubahan hingga keempat
kalinya UUD 1945 merupakan dasar Negara Republik Indonesia
yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan
berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945
dilakukan dengan cara hati hati, tidak tergesa-gesa, serta dengan
menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan
BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu sangat
tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang.
 Pada awalnya gagasan untuk melaksanakan perubahan/amandemen
UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan politik yang ada,
walaupun perdebatan tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai
hangat pada tahun 1970 an. Pada saat reformasi, agenda yang
utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu telah
terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil
menetapkan perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian
disusul perubahan kedua, ketiga hingga keempat. Dahulu setiap
gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah dan
dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi
dengan adanya perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang

33
kesaktian dan kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh (Muh,
Mahfud M.D., 2003).
 Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah
mengalami perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu
lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang
terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY),
dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut
mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa
sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode
saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
 Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD
1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang
dapat dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. Pemilihan
kepala daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur
lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala daerah secara
langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara demokrtis
akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.
 Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dijamin lebih baik dan
diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan
demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai politik tidak
dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada kebebasan untuk
mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan
kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan
adil.
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian yang penting dalam konstitusi negara
Indonesia. Pembukaan UUD 1945 berisi empat aliniea sebagai pernyataan luhur
bangsa indonesia. Selain berisi pernyataan, ia juga berisi cita-cita dan keinginan
bangsa indonesia, dalam bernegara yaitu mencapai masyarakat merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur.
Setiap alenia pembukaan UUD 1945 memiliki makna dan cita-cita tersendiri
sebagai satu kesatuan.
Alenia pertama berbunyi “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Alenia kedua berbunyi “dan perjuangan pergerakkan kemerdekaan indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan
rakyat indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara indonesia, yang
merdeka bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.

34
Alenia ketiga berbunyi “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaaannya”.
Alenia keempat sebagai berikut “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah dara indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu UUD 1945 negara indonesia,
yang terbentuk dalam susunan negara republik indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”

2.4 Penyebab Terjadinya Perubahan pada Konstitusi di Indonesia


Naskah UUD 1945 yang telah dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kemudian disahkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945,
dirancang dalam situasi dibawah penjajahan Jepang dan ditetapkan dalam suasana
tergesa-gesa sehingga masih terdapat kekuarangan dalam menjalankan praktek
berbangsa dan bernegara, itulah salah satu penyebab perubahan konstitusi di
Indonesia.
Semangat bangsa Indonesia yang begitu besar ketika hendak mengumandangkan
kemerdekaanya, apalagi telah mendapatkan persetujuan dari pihak Jepang yang
pada waktu itu secara resmi masih menjajah Indonesia dan mempersilahkan untuk
mempersiapkan kemerdekaannya. Naskah Rancangan Undang-Undang Dasar
Indonesia dipersiapkan pada masa perang dunia, sehingga mendapat perhatian
dari berbagai negara termasuk Jepang dan Belanda.
Suasana pada masa itu tentu saja berbeda dengan masa kemerdekaan yang telah
dinikmati bangsa Indonesia, sehinnga Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan
perjalanan waktu ada yang kurang tepat lagi untuk masa berikutnya, oleh karena
itu perlu adanya peninjauan ulang untuk mengamandemennya, itulah sebabnya
kemudian Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi di Indonesia mengalami
perubahan.
Situasi yang mempengaruhi perubahan konstitusi juga berasal dari eksternal yaitu
negara asing khususnya Belanda yang mempropaganda agar Indonesia tidak
berbentuk Negara Kesatuan tetapi Negara Serikat. Perubahan konstitusi berarti
juga perubahan sistem ketatanegaraan, sejak awal Pancasila dan UUD 1945 tidak
lapang jalannya karena kolonialis Belanda selalu ingin menancapkan kembali

35
kekuasaannya (Ni’matul Huda, 2005). Desakan Belanda ini begitu kuat sehingga
memaksa bangsa Indonesia harus berpikir politis dalam rangka mengelabui
Belanda, walaupun menyetujui himbauan Belanda untuk menjadi negara Serikat
tetapi tidak berlangsung lama.
Keadaan yang mempengaruhi perubahan konstitusi di Indonesia juga berasal dari
internal (dalam negeri) yang beraneka ragam desakan dalam hal menjalankan
sistem ketatanegaraan, namun hal itu juga akibat dari faktor eksternal, yaitu
perubahan dari negara Serikat kembali ke NKRI, untuk mengelabui Belanda maka
UUD yang dipergunakanpun tidak menggunakan UUD 1945 tetapi menggunakan
UUDS 1950. Akibat dari perubahan konstitusi maka berubah pula sistem
ketatanegaraan Indonesia waktu itu.
Situasi yang genting bisa mempengaruhi perubahan konstitusi, karena sistem
ketatanegaraan tidak dijalankan dengan baik, pemerintahan kacau dan terjadi
ketidak percayaan dalam menjalankan pemerintahan, maka melalui dekrit
persiden kembali menggunakan UUD 1945. Presiden mengambil alih
kepemimpinan nasional, konstitusi.
Perubahan konsitusi sangat dimungkinkan karena di dalam UUD 1945 sendiri
mengatur prinsip dan mekanisme perubahan UUD 1945, yaitu termuat dalam
Pasal 37 UUD 1945. Secara filosafis UUD 1945 telah mencampurkan antara
paham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik, sehingga mempengaruhi
sistem demokrasi yang tidak bisa berjalan dengan sempurna. Rakyat merasa
banyak dirugikan, demokrasi terberangus dan lain sebagainya kemudian terjadi
tuntutan perubahan sistem ketatanegaraan yang berawal dari perubahan konstitusi,
maka untuk menjadi konstitusi yang kuat harus dilakukan perubahan, agar dapat
memfasilitasi bagi tampilnya konfigurasi politik dan pemerintahan yang
demokrasi (Muh. Mahfud M.D, 2003).
Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang perubahan Undang
Undang Dasar yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, namun demikian Pasal 37 ayat (5)
UUD 1945 telah menetapkan bahwa :”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.” Artinya perubahan
memang bisa dilakukan sepanjang pasal-pasal yang dapat dilakukan perubahan.
Konstitusi suatu negara pada umumnya memuat atau berisi tentang hal-hal
berikut.
1. Gagasan politik, moral, dan keagamaan, serta perjuangan bangsa. Contohnya,
pernyataan Konstitusi Jepang 1947 dan Pembukaan UUD Republik Indonesia
1945.
2. Ketentuan organisasi negara, memuat ketentuan-ketentuan mengenai
pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun
dengan badan-badan negara yang lain.

36
3. Ketentuan hak-hak asasi manusia, memuat aturan-aturan yang menjamin dan
melindungi hak-hak asasi manusia bagi warga negara pada negara yang
bersangkutan.
4. Ketentuan prosedur mengubah undang-undang dasar, memuat aturanaturan
mengenai prosedur dan syarat dalam mengubah konstitusi pada negara yang
bersangkutan.
5. Ada kalanya konstitusi memuat larangan mengenai mengubah sifat-sifat
tertentu dari undang-undang dasar.
Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan
tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini
terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
1. Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif
harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang
ditentukan secara pasti
2. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus
dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum.
Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian
melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
3. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar.
Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus
mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat
seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
Penting bahwa perubahan itu didasarkan pada kepentingan negara dan bangsa
dalam arti yang sebenarnya, dan bukan hanya karena kepentingan politik sesaat
dari golongan atau kelompok tertentu.
Substansi konstitusi negara Republik Indonesia atau UUD 1945 setelah
mengalami perubahan sebagai berikut :
1. Pembukaan
 Alinea Pertama Dari pembukaan UUD 1945, yang
berbunyi :”Bahwa kemerdekaan itu ialah hal segala bangsa, oleh
sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan perikeadilan” kalimat
tersebut menunjukkan keteguhan dan kuatnya motivasi bangsa
Indonesia untuk melawan penjajahan untuk merdeka, dengan
demikian segala bentuk penjajahan haram hukumnya dan segera
harus dienyahkan dari muka bumi ini karena bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusian dan keadilan.
 Alinea Kedua Yang berbunyi :”Dan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentosa mengantarkan rakya Indonesia kedepan pintu

37
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur”. Kalimat tersebut membuktikan
adanya penghargaan atas perjuangnan bangsa Indonesia selama ini
dan menimbulkan kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat
dipisahkan dengan keadaan kemarin dan langkah sekarang akan
menentukan keadaan yang akan datang. Nilai-nilai yang tercermin
dalam kalimat di atas adalah negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat adil dan makmur hal ini perlu diwujudkan.
 Alinea Ketiga Yang berbunyi : ”atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Pernyataan ini bukan
saja menengaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil
bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga
menjadi keyakinan menjadi spritualnya, bahwa maksud dan
tujuannya menyatakan kemerdekaannya atas berkah Allah Yang
Maha Esa. Dengan demikian bangsa Indonesia mendambakan
kehidupan yang berkesinambungan kehidupan materiil dan
spritual, keseimbangan dunia dan akhirat.
 Alinea Keempat, Yang berbunyi :’kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada :Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan’. Dengan rumusan yang
panjang dan padat ini pada alinea keempat pembukaan Undang
Undang Dasar 1945 ini punya makna bahwa
i. Negara Indonesia mempunyai fungsi sekaligus tujuan, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial,
ii. Adanya dasar negara yaitu rumusan Pancasila, Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab,

38
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.5 Fungsi Konstitusi


Di negara Indonesia tidak dipungkiri lagi bahwa konstutusi mempunyai fungsi
dan kedudukan yang sangat fundamental dan kedudukan yang sangat fundamental
dalam kehidupan berbangsa dan bermegara. Dalam konteks ini, konstitusi-
konstitusi tentang perubahan Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945
menyimpulkan bahwa kedudukan dan fungsi konstitusi adalah sebagai berikut:
1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional (national documents)
yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan
tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi,
kesejahteraan dan aspek fundamental yang menjadi tujuan Negara.
2. Konstitusi sebgai piagam kelahiran Negara baru (a birth certificate of
new state). Hal ini juga merupakan bukti adanya pengakuan
masyarakat internasional, termasuk untuk menjadi anggota PBB,
karena itu, sikap kepatuhan suatu Negara terhadap hukum
internasional ditandai dengan adanya ratifikasi terhadap perjanjian-
perjanjian Internasional.
3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Kontstitusi mengatur
maksud dan tujuan terbentuknya suatu Negara dengan sistem
administrasinya melaui adanya kepastian hukum yang terkandung
dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional, social control,
member legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga Negara termasuk
pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan antara organ
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Konstitusi sebagai sumber hukum
tidak saja berfungsi sebagai a tool of social engineering dan social
control, melainkan juga harus mampu merespon secara kritis
perubahan zaman.
4. Konstitusi sebagai idntitas nasional dan lambang persatuan. Konstitusi
menjadi suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan norma
suatu bangsa dan Negara, misalnya simbol demokrasi, keadilan,
kemerdekaan, Negara hukum, yang dijadikan sandaran untuk mencapai
kemajuan dan keberhasilan tujuan Negara. Konstitusi suatu Negara
diharapkan dapat menyatakan persepsi masyarakat dan pemerintahan,
sehingga memperlihatkan adanya nilai identitas kebangsaan, persatuan
dan kesatuan, perasaan bangga dan kehormatan sebagai bangsa yang
bermartabat. Konstitusi dapat memberikan pemenuhan atas harapan-
harapansosial, ekonomi, dan kepentingan politik. Konstitusi tidak saja

39
mengatur pembagian dan pemisahan kekuasaan dalam lembaga-
lembaga politik seperti legislative, eksekutif, dan yudikatif, akan tetapi
juga mengatur tentang penciptaan keseimbangan hubungan (check and
balances) antar pemerintah di pusat dan di daerah.
5. Konstitusi sebagai alat intuk membatasi kekuasaan. Konstitusi
berfungsi untuk membatasi kekuasaaan, mengendalikan perkembangan
dan situasi politik yang selalu beruba, serta berupaya untuk
menghindarkan penyalahgunaan kekuasaan. Berdasarkan alasan
tersebut, menjadi sangat penting diperhatiakn seberapa jauh formulasi
pasal-pasal dalam konstitusi dalam mengakomodasi materi muatan-
muatan pokok dan penting sehingga dapat mencegah timbulnya
penafsiran dapat mencegah timbulnya penafsiran beraneka ragam.
6. Konstitusi sebagai pelindung Hak Asasi Manusia dan kebebasan
warga Negara. Konstitusi memberi perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia dan hal-hak kebeasan warga Negara. Hal ini merupakan
pengejawantahan suatu Negara hukum dengan ciri-ciri equality before
the law, non-discriminative dan keadilan (legal justice) dan keadilan
moralitas (social and moral justice).

2.6 Tujuan dan Unsur Konstitusi


Di dalam sebuah negara, pastilah terdapat konstitusi karena konstitusi adalah hal
paling fundamental yang mengatur jalan nya sebuah pemerintahan. Selain itu
konstitusi juga mengatur tugas atau pembagian wewenang/kekuasaan diantara
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Indonesia memiliki konstitusi yaitu Undang
Undang Dasar tahun 1945, maka undang undang 1945 inilah yang menjadi
landasan atau acuan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Selain itu undang
undang 1945 ini adalah sumber hukum tertinggi dari negara Indonesia. Undang-
undang dasar atau konstitusi negara tidak hanya berfungsi membatasi kekuasaan
pemerintah, akan tetapi juga menggambarkan struktur pemerintahan suatu negara.
Menurut Savornin Lohman ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam konstitusi
yaitu:
a. Konstitusi sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial),
sehingga menurut pengertian ini, konstitusikonstitusi yang ada
merupakan hasil atau konklusi dari persepakatan masyarakat untuk
membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia,
berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga
negara yang sekaligus penentuan batasbatas hak dan kewajiban baik
warganya maupun alat-alat pemerintahannya.

40
c. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan
pemerintahan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang menyatakan bahwa materi
muatan konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan warga negara,
2. Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar,
3. Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.
(Chaidir, 2007)
Semua negara di dunia memiliki konstitusi, khususnya yang terbentuk tertulis atau
UUD konstitusi negara secara umum terdiri atas dua bagian,yaitu bagian
pembukaan atau mukadimah (preambule) dan bagian-bagian pasal.Tujuan
dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan
membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang
dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada
penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara. Jadi, pada hakikatnya Konstitusi
Indonesia bertujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara dengan
berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.
 Untuk mengatur organisasi negara dan lembaga-lembaga pemerintahan
 Untuk membatasi dan mengontrol tindakan pemerintahan agar tidak
berlaku
sewenang-wenang, atau dengan kata lain konstitusi itu dibuat untuk
membatasi perilaku pemerintahan secara efektif
 Membagi kekuasaan dalam berbagai lembaga Negara
 Menentukan lembaga Negara yang satu bekerjasama dengan lembaga
lainnya
 Menentukan hubungan diantara lembaga Negara
 Menentukan pembagian hukum dalam Negara
Miriam Budiardjo memiliki pendapat bahwa isi konstitusi itu sendiri memuat
tentang :
 Organisasi Negara
 HAM
 Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hokum
 Cara perubahan konstitusi dan larangan mengubah konstitusi.
Nilai nilai Konstitusi memuat antara lain adalah:
 Nilai Normatif yaitu Suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu
bangsa dan bagi mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti
hukum, akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti
sepenuhnya diperlukan dan efektif. Dengan kata lain, konstitusi itu
dilaksanakn secara murni dan konsekuen.

41
 Nilai Nominal yaitu secara hukum konstitusi itu berlaku, tetapi
kenyataannya kurang sempurna, sebab pasal-pasal tertentu dari konstitusi
tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.
 Nilai Semantik yaitu jika konstitusi tersebut secara hukum tetap berlaku,
namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk memberikan bentuk dari
temapat yang telah ada, dan dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan
politik. Jadi, konstitusi hanyalah sekedar istilah saja sedangkan
pelaksanaannya hanya dimaksudkan untuk kepentingan pihak penguasa.
Substansi konstitusi suatu negara secara umum meliputi:
a) Bentuk negara,
b) Bentuk pemerintahan,
c) Alat-alat kelengkapan negara,
d) Tugas alat kelengkapan negara,
e) Hubungan tata kerja alat perlengkapan negara,
f) Hak dan kewajiban warga negara,
g) Pembagian kekuasaan negara,
h) Sistem pemerintahan negara,

42
2.3 Sistem Politik dan Kewarganegaraan
2.3.1 Konsep Sistem Politik
Istilah sistem politik tersusun dari dua kata yaitu sistem dan politik. Sistem
diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur yang
saling berkaitan dan terorganisir sehingga membentuk suatu proses. Politik
sendiri diartikan sebagai kekuasaan otoritatif yang dapat bekerja secara efektif
dalam suatu sistem. Sistem politik adalah suatu sistem bernegara yang
menyangkut proses penentuan tujuan – tujuan dari sistem itu sendiri serta
melaksanakannya secara efektif. Sistem politik merupakan salah satu sistem
dari berbagai sistem yang ada di dalam masyarakat, diantaranya adalah sistem
ekonomi, sistem social, sistem budaya, dan sistem hukum. Adapun tokoh yang
pertama kali memperkenalkan sistem politik yaitu David Easton, seorang guru
besar ilmu politik yang menganalisis kehidupan dan tingkah laku politik
dengan menggunakan pendekatan sistem (Fadli., 2017).
Beberapa pandangan mengenai pengertian atau definisi sistem politik menurut
beberapa ahli diantaranya ialah:
a. Gabriel Almond
Sistem politik adalah sistem interaksi yang terdapat pada semua masyarakat
merdeka yang menjalankan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi (baik dalam
masyarakat sendiri maupun masyarakat lain) melalui penerapan atau ancaman
penerapan daya paksa yang bersifat sah.
b. Robert Dahl
Sistem politik adalah suatu pola yang tetap dari hubungan manusia yang
melibatkan makna yang luas dari kekuasaan, aturan-aturan dan kewenangan.
c. Rusadi Kantraprawira
Sistem politik adalah mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dengan berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langgeng.
Dalam konsep sistem politik, terdapat istilah-istilah seperti proses,
struktur, dan fungsi. Penjelasannya sebagai berikut:
1) Proses adalah pola-pola tingkah laku yang dibuat oleh manusia dalam
mengatur hubungan satu sama lain.
2) Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal seperti
parlemen, kelompok kepentingan, kepala negara, jaringan komunikasi, dan
lain sebagainya.
3) Fungsi adalah membuat keputusan-keputusan, kebijakan yang mengikat
mengenai alokasi dari nilai-nilai yang bersifat material. Keputusan
kebijakan diarahkan untuk mencapai tujuan masyarakat. Fungsi sistem
politik dalam lingkungan setelah mendapat suatu input dari sistem lain

43
ataupun dari perilaku politik berhubungan dengan berbagai kepentingan
baik artikulasi kepentingan dan agregasi kepentingan yang nantinya
berpengaruh pada pembuatan, penerapan, dan ajudikasi kebijakan sebagai
output dari penerapan sistem politik.
Sistem politik diterapkan guna mengatur jalannya politik serta lembaga-
lembaga di dalamnya. Sistem politik dalam penerapannya juga memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
a. Memiliki tujuan
b. Mempunyai komponen-komponen yang memiliki fungsi berbeda-beda
c. Adanya interaksi antara komponen satu dengan komponen lainnya
d. Adanya mekanisme kerja (pengaturan struktur kerja dalam sistem politik)
e. Adanya kekuasaan untuk mengatur komponen dalam sistem atau luar
sistem
f. Adanya kebudayaan politik (terdapat prinsip-prinsip pemikiran) sebagai
tolak ukur dalam pengembangan sistem tersebut.
Menurut Komara (2015), hasil dari proses konversi sistem politik berupa
kebijakan publik. Konsep-konsep pokok politik berkaitan dengan negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan distribusi atau alokasi.
Pada hakikatnya, keputusan-keputusan yang otoritatif lahir dari sebuah proses
politik dalam sebuah kekuasaan. Secara eksplisit, keputusan-keputusan
tersebut disebut sebagai kebijakan. Kebijakan pada dasarnya merupakan
output atau hasil dari sebuah sistem politik. Kebijakan berupa undang-undang
atau peraturan-peraturan lainnya baik yang berada pada konteks pemerintahan
pusat maupun pemerintahan daerah. Secara filosofis, kebijakan setidaknya
memiliki dua elemen dasar yakni cara dan tujuan. Kebijakan yang dihasilkan
dapat berdampak positif maupun negatif. Konsekuensi tersebut merupakan
umpan balik dari kebijakan yang telah ditetapkan.
Sistem politik memiliki beberapa macam. Sistem politik yang berwujud
oligarki, otoriter, dan aristokrasi hanya dipimpin oleh beberapa orang atau
sekelompok kecil orang. Sistem politik yang berupa demokrasi dipimpin oleh
banyak orang. Contoh model sistem politik demokrasi yaitu sistem politik
totaliter dan sistem politik liberal. Model sistem politik yang pernah ataupun
masih berlaku di dunia adalah sebagai berikut:
a) Sistem Politik Otokrasi Tradisional
Otokrat biasanya adalah seorang raja, sultan, atau emir yang tidak hanya
mempunyai peran simbolis tinggi, tetapi juga kekuasaan nyata. Kewenangan
otokrat bersumber dan berdasarkan tradisi. Sistem ini menyangkut persamaan
individu dan kebebasan politik individu.
b) Sistem Politik Otoriter

44
Sistem politik otoriter bercirikan militer menjadi pengayom untuk hampir
semua kegiatan politik. Struktur keamanan militer pun ikut mengawasi
birokrasi dengan model struktur pemerintahan ganda atau bayangan.
c) Sistem Politik Totaliter
Sistem politik totaliter hanya terdapat satu partai yang menganggap bahwa
tugas mereka yaitu membentuk kehendak rakyat sesuai bayangan mereka.
Selain itu, cara pandang terhadap dunia disamakan dengan agama dan setiap
warga negara harus menerima cara pandang dunia yang dimilki oleh para
penguasa.
d) Sistem Politik Diktator
Sistem politik diktator ditandai dengan pemerintahan yang dipimpin oleh
seseorang atau sekelompok orang yang memonopoli kekuasaan dalam negara
dan melaksanaknnya tanpa batas. Ada dua macam sistem politik diktator,
yaitu komunis dan fasis. Kedua tipe sistem tersebut menghendaki adanya
kelompok kecil penguasa yang memonopoli kekuasaan, sistem mobilisasi
massa, dan individu ditempatkan dibawah kehendak partai tunggal atas nama
negara. Tipe diktator berdasarkan ruang lingkup kekuasaan yang dimonopoli
adalah diktator sederhana, diktator kaisaristik, dan diktator totaliter.
e) Sistem Politik Demokrasi
Sistem politik demokrasi dicirikan dengan partai-partai yang ada menyeleksi
dan merangkum berbagai isu serta menyajikan pada pemilih dalam sebuah
platform janji kampanye partai. Selain itu, partai pemenang pemilu dapat
menempatkan dirinya sebagai pusat sistem bagi pemerintahan baru dengan
harapan janji kampanye yang disampaikan dapat terwujud. Sistem kepartaian
dalam sistem politik demokrasi memberikan gambaran tentang struktur
persaingan antar sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan di
pemerintahan. Secara struktural, sistem demokrasi memiliki keseimbangan
antara konflik dan konfensus yang memungkinkan terjadinya perbedaan
pendapat, persaingan, dan pertentangan antarindividu dengan pemerintah
maupun kelompok. Sistem politik demokrasi terbagi menjadi dua tipe, yaitu
konvensional (voting) dan non konvensional (petisi).
Setiap negara berbeda dalam melaksanakan dan mengelola sistem politik.
Negara-negara tersebut selalu mengalami pergantian sistem politik seperti
sistem pemerintahan hingga mengantarkan negara tersebut kepada sistem
politik yang lebih baik dari sebelumnya. Suprastruktur politik berkaitan
dengan kehidupan lembaga-lembaga, fungsi, wewenang, dan hubungan
kewenangan/kekuasaan antar lembaga-lembaga itu. Suprastruktur Indonesia
terdiri atas lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif.
Lembaga legislatif sejajar dengan lembaga eksekutif dikarenakan kedua
lembaga ini dipilih oleh rakyat melalui pemilu (Anangkota., 2017). Lembaga

45
eksekutif dilaksanakan oleh presiden dan wakil presiden. Lembaga yudikatif
sebagai pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang dipegang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat serta lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan
Daerah yang anggotanya dipilih oleh rakyat. Kekuasaan yudikatif terdiri dari
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi yudisial. Mahkamah
agung merupakan lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum
dan keadilam. Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara,
memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu, dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD. Komisi Yudisial mempunyai
peranan dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui
pencalonan hakim agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan
dan partisipatif.
Menurut Risnawan (2017), infrastruktur politik adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan lembaga kemasyarakatan yang dalam aktivitasnya dapat
memengaruhi, baik langsung atau tidak langsung lembaga-lembaga negara
dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masing. Infrastruktur
politik berkaitan dengan pengelompokkan warga negara atau anggota
masyarakat. Terdapat lima komponen yang tegolong dalam infrastruktur
politik, yaitu partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat
komunikasi politik, dan tokoh politik. Penjelasannya sebagai berikut:
1) Partai Politik
Partai politik adalah sekumpulan orang yang telah terorganisir serta memiliki
cita-cita dan tujuan yang sama. Partai politik berusaha untuk memperoleh
dukungan rakyat dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
dibuat sebelumnya. Terdapat lima fungsi dasar keberadaan partai politik, yaitu
artikulasi kepentingan (perumusan kepentingan), agregasi kepentingan
(penggabungan kepentingan), sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan
komunikasi politik. Partai politik bertugas untuk menyalurkan dan
menyampaikan aspirasi masyarakat ke dalam sistem politik (Gunawan., 2018).
2) Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan yaitu kelompok yang secara formal bukan peserta
pemilu, tetapi memengaruhi hasil pemilu.
3) Kelompok Penekan
Kelompok penekan yaitu kelompok yang tidak berkeinginan untuk mengisi
jabatan-jabatan politik, tetapi berperan dalam mengajukan aspirasi
masyarakat.
4) Alat Komunikasi Politik

46
Media yang digunakan untuk menyampaikan informasi seputar politik. Media
harus menyampaikan informasi secara netral dan obyektif. Media komunikasi
yang digunakan seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan sebagainya.
5) Tokoh Politik
Tokoh politik yaitu seseorang yang menjadi pusat perhatian dalam bidang
politik dan berkecimpung dalam dinamika politik yang telah dan sedang
berlangsung.

2.3.2 Sistem Politik Indonesia dan Sistem Politik di Berbagai Negara


Sistem politik Indonesia yaitu sistem demokrasi yang telah tercantum jelas
dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilakukan menurut ketentuan UUD. Sistem demokrasi berdasar pada nilai,
prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Dalam perkembangan
sejarahnya, demokrasi Indonesia dapat dibedakan menjadi: 1) Masa demokrasi
konstitusional/parlementer; 2) Masa demokrasi terpimpin; 3) Masa demokrasi
Pancasila. Aspek-aspek yang terdapat dalam Demokrasi Pancasila yaitu
formal, material, normatif, optatif, organisasi, dan kejiwaan Demokrasi
Pancasila. Dalam Demokrasi Pancasila, rakyatlah yang menentukan bentuk
dan isi pemerintahan yang sesuai dengan hati nuraninya. Segala kebijakan
pemerintahan harus berdasarkan musyawarah.
Demokrasi yang sedang berjalan dengan baik harus didukung oleh kekuatan
masyarakat sipil sehingga kaum elit politik dapat menjalankan hasil keputusan
politik yang dibuat untuk kepentingan dan keberlangsungan hidup bangsa dan
negara. Dalam negara demokrasi, politik memerlukan hukum untuk
menciptakan rasa kepastian hukum, keteraturan, dan perlindungan terhadap
hak asasi manusia. Hukum pun dibuat untuk menciptakan kepastian dan
menumbuhkan kepercayaan dalam masyarakat, sehingga masyarakat akan
terlindungi hak-haknya dan penindakan terhadap pelaku tindak pidana untuk
menciptakan keteraturan sosial Penegakan hukum dilakukan sesuai dengan
rasa keadilan, kejujuran, dan kebenaran sebagai prinsip utama dalam
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (Komara., 2015).

47
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Identitas nasional dalam konteks bangsa Indonesia memiliki penjelasan berupa
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai kehidupan yang
merupakan bagian dari kesatuan Indonesia yang menjadi kebudayaan nasional
dengan acuan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dari proses
perkembangannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa identitas nasional bangsa
Indonesia Pancasila yang aktualisasinya terlihat dalam penataan nilai-nilai budaya
yang tercermin dalam identitas nasional dan senantiasa berkembang demi
kemajuan. Identitas nasional Indonesia merujuk kepada bangsa yang majemuk
yang tergambar dari kemajemukan suku bangsa, agama, kebudayaan, serta bahasa.
Kebudayaan merupakan salah satu unsur identitas nasional yang merupakan
patokan nilai-nilai etika dan moral baik yang tergolong ideal atau yang seharusnya
maupun yang bersifat operasional dan aktual dalam kehidupan sehari-hari. Seperti
banyaknya budaya yang ada di Indonesia yang membentuk identitas nasional
sebagai bangsa yang kaya akan kemajemukan.
Identitasnasional dalam etimologis berasal dari kata "Identity" dan
"Nasional". Identity  secara harfiah diartikan ciri, tandaatau jati diri yang melekat
sehingga membedakan dengan yang lain. sedangkan katanasional merujuk pada
konsep kebangsaan yang terdiri dari pengkelompokan bahasa,budaya, ras, agama
dan budaya. Identitas nasional secara terminologis diartikansebagai suatu ciri
yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakanbangsa tersebut
dengan bangsa lain.
            Identitasnasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan karena
identitasnasional dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai
identitasmereka. Bersifat sekunder karena identitas nasional lahir setelah
adanyaidentitas kesukubangsaan yang sudah dimiliki oleh warga Negara. Unsur-
unsurpembentuk identitas yaitu:
1.      Suku bangsa adalah golongan social yang bersifat ada sejak lahir. Di
Indonesiaterdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis sampai 300
dialegbangsa. Diantara suku bangsa yang ada dindonesia adalah suku serawai dari
Bengkulu,suku junda dari jawa barat, suku Madura dari jawa timur dll.
2.      Agama, bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Dimana
keragamanagama didalamnya hidup rukun berdampingan. Agama yang ada di
Indonesia adalahagama,Islam Kristen,Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.
3.      Kebudayaan  adalah pengetahuanmanusia yang digunakan sebagai mahluk
social dalam memahami dan menafsirkanlingkungan  yang dihadapinya.
4.      Bahasa merupakan unsur pendukung identitas sebagai media interaksiantar
sesama manusia.

48
Dari unsur-unsur diatas dapat dirumuskan identitas nasional Indonesia dibagi
menjadi tiga. Identitas fundamental, yaitupancasila sebagai dasar Negara, falsafah
Negara dan ideology Negara. Identitas instrumentalyang berisi UUD 1945 dan
tata perundangannya, bahasa Indonesia, lambang Negara,bendera Negara, dan
lagu kebangsaan "Indonesia Raya". Identitas alamiahmeliputi Negara kepulauan,
pluralisme dalam suku,bahasa, budaya dan agama,sertakepercayaan.  
   Identitasnasional Indonesia adalah ciri-ciri yang memebdakan dari Negara lain
yang sudahdisepakati dalam UUD 1945 dalam pasal 35-36 C. Identitas nasional
tersebutadalah sebagai berikut:
1.      Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatuan
2.      Bendera Negara yaitu sang Merah Putih
3.      Lagu kebangsaan Indonesia Raya
4.      Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila
5.      Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6.      Dasar falsafah Negara yaitu Pancasila
7.      Konstitusi Negara yaitu UUD 1945
8.      Bentuk Negara kesatuan republic Indonesia yang berkedaulatan
rakyat
9.      Konsepsi Wawasan Nusantara
10.  Kebudayaan daerah yang diterima sebagai Kebudayaan Nasional

2. Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang
ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak
mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara.
Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai
hokum dasar. Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan
Negara konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai
Negara konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-
sifat dan cirri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus
menganut gagasan tenttang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri
merupakan suatu ide, gagasan, atau paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang
negara dan konstitusi pada bab ini terdiri atas konstitusionalisme, konstitusi
Negara, UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan Sistem
ketatanegaraan Indonesia.
Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam latar
belakangnya. Mula-mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu
berdasarkan kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam
kestuan sosial yang disebut masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa.
Bangsa adalah kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara.

49
Berkaitan dengan tumbuh kembangnya bangsa, terdapat berbagai teori besar
dari para ahli untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan
karakter sendiri. Istilah bangsa memiliki berbagai makna dan pengertian nya
yang berbeda-beda. Bangsa merupakan terjemahan dari kata “nation” (dalam
bahasa inggris). Kata nation bermakna keturunan atau bangsa.
2. Istilah sistem politik tersusun dari dua kata yaitu sistem dan politik. Sistem
diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur yang
saling berkaitan dan terorganisir sehingga membentuk suatu proses. Politik
sendiri diartikan sebagai kekuasaan otoritatif yang dapat bekerja secara
efektif dalam suatu sistem. Sistem politik adalah suatu sistem bernegara
yang menyangkut proses penentuan tujuan – tujuan dari sistem itu sendiri
serta melaksanakannya secara efektif. Sistem politik merupakan salah satu
sistem dari berbagai sistem yang ada di dalam masyarakat, diantaranya
adalah sistem ekonomi, sistem social, sistem budaya, dan sistem hukum.
Adapun tokoh yang pertama kali memperkenalkan sistem politik yaitu
David Easton, seorang guru besar ilmu politik yang menganalisis
kehidupan dan tingkah laku politik dengan menggunakan pendekatan
sistem (Fadli., 2017).

. Model sistem politik yang pernah ataupun masih berlaku di dunia adalah
sebagai berikut:
a.Sistem Politik Otokrasi Tradisional
b.Sistem Politik Otoriter
c.Sistem Politik Totaliter
d.Sistem Politik Diktator
e.Sistem Politik Demokrasi
3.

50
DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A. & James S. Coleman. 1970. The Politics of the Developing
Areas. New Yersey: Princeton.
Budiardjo, Meriam. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia: Jakarta.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Grasindo: Jakarta.
Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Amin, Zainul I. Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Terbuka: Jakarta.
Nurhuda, Moh. 2014. Politk dan Strategi Nasional. Universitas Muhammadiyah
Malang: Malang.
Subagyo, Agus. 2019. Politik dan Strategi Naional. Universitas Jendral Achmad
Yani: Jawa Barat.
Suraji. 2013. Menelah Politik dan Strategi Nasional Pasca Amandem Undang-
Undang Dasar 1945. Jurnal Mimbar Bumi Bengawan. Kopertis Wilayah
VI Jawa Tengah.
Departemen Pendidikan da.Balai Pustaka, 199
Chaidir, E. 2007. Hukum dan Teori Konstitusi. Kreasi Total Media Yogyakarta.
Darmodiharjo, Darji. 1991. Santiaji pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Hamidi, Jazim. 2009. Hukum perbandingan Konstitusi. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.
Huda, Ni’matul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Koesnardi, Moh. 1985. Ilmu Negara. Jakarta: Perintis Press
M. D, Moh, Mahfud. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang
Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nasution, Adnan Buyung. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di
Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Santoso, M. Agus. 2009. Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik dan
Hukum. Jurnal Ilmiah Hukum YURISKA, 1(1) :1-10.
Santoso, M. Agus. 2013. Perkembangan Konstitusi Indonesia. Yustisia, 2(3): 118-
126.
Thaib, Dahlan. 2008. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Triwulan Tutik, Titik. 2006. pokok-pokok Hukum Tata Negara.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Fadli, A. M. D. 2017. Buku Ajar Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta:
Deepublish

51
Anangkota, M. 2017. Klasifikasi Sistem Pemerintahan; Perspektif Pemerintahan
Modern Kekinian. Jurnal Ilmu Pemerintahan.3 (2): 148 – 151.
Gunawan, W. 2018. Anomali Kewenangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Politik
dalam Sistem Desentralisasi Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Academia
Praja. 1(1) : 111 – 128.
Risnawan, W. 2017. Peran dan Fungsi Infrastruktur Politik dalam Pembentukan
Kebijakan Politik. Jurnal Ilmiah Administrasi Negara. 4 (3): 511 – 518.
Komara, E. 2017. Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. Sosio Didaktika. 2
(2): 117 – 124.

52

Anda mungkin juga menyukai