Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kelompok
kami dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini dengan baik. Terutama kami berterima kasih
kepada Bapak Drs. Wibowo Suliantoro M. Hum. yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami
mendapatkan pengetahuan yang lebih luas dan membuat kami menjadi lebih kritis dalam menanggapi
masalah kebudayaan di Indonesia.
Dalam makalah ini kami mendapat topik mengenai Peran Sosial Budaya dalam Rangka Meningkatkan
Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Studi kasus/masalah yang kami dapat untuk dibahas adalah
Kurangnya Multikulturalisme dalam Konteks Pluralisme Bangsa. Kita tahu bahwa bangsa Indonesia
memiliki masyarakat yang plural. Namun apakah masyarakat sudah menanamkan Multikulturalisme
dalam keberagaman yang ada di Indonesia? Ancaman disintegrasi bangsa karena kurangnya
multikulturalisme masih berlanjut hingga saat ini. Baru-baru saja Wakil Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan bidang Kebudayaan (Wamenbud) Wiendu Nuryanti membuka Kongres Kebudayaan
Indonesia (KKI) 2013 di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Selasa (8/10) untuk membahas masalah
dan tantangan kebudayaan di Indonesia. Salah satu dari empat masalah yang dibahas adalah
Multikulturalisme dalam Pluralisme. Kami mengambil kasus ini memang sedikit lebih umum karenan
permasalahan-permaslahan kebudayaan yang menyangkut disintegrasi bangsa di Indonesia yang masih
berlanjut hingga saat ini memiliki sebab dan alasan yang sama, yaitu kurangnya multikulturalisme yang
ditanamkan dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh akibat yang terjadi adalah gerakan separatis
Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang masih melakukan aksinya hingga sekarang.
Demikian makalah ini akan membahas lebih lanjut, semoga makalah kelompok kami memberi
manfaat bagi para pembaca dan memberi wawasan yang lebih luas akan bangsa Indonesia. Dalam
pembahasan ini juga diharapkan para pembaca menyadari akan pentingnya kelangsungan pertahanan
nasional bangsa Indonesia.












PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia, adalah negara yang memiliki lebih dari 1000 pulau dengan
bentangan laut yang lebih luas dari daratannya yang ada. Dan Republik Indonesia banyak memiliki
kekayaan ragam atas sumber daya alamnya serta keragaman sosial budaya yang tinggi diseluruh
negara ini. Selain itu, Republik Indonesia banyak memiliki keanekaragaman baik di lihat dari segi
ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat, serta kondisi faktual ini di satu sisi merupakan
kekayaan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain yang tetap harus di
pelihara. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat
multikultural sehingga Indonesia ada dan tumbuh sebagai negara yang multikultural. Sayangnya
pascareformasi, kehidupan bersama dalam keberagaman itu telah diwarnai oleh berbagai konflik
horizontal dan vertikal. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang tidak dapat dilakukan secara
parsial dan sendiri-sendiri.
Pascareformasi Indonesia dihadapkan pada situasi yang bisa dikatakan semacam politik
keterbukaan pada segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kondisi seperti ini,
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda-beda menuntut diakuinya hak-hak serta identitas
masing-masing dalam bentuk tuntutan dan partisipasinya yang selama masa Orde Baru ditekan
untuk diam dan menerima apa saja kebijakan pemerintah kala itu. Hal ini bisa dikatakan sebagai
sebuah ledakan sosial. Indonesia sebagai negara dengan berbagai etnik, agama, budaya, kelompok
sosial, dan nilai-nilai sosialnya sendiri, telah menjadi permasalahan nasional dalam menciptakan
satu kesatuan tatanan masyarakat yang demokratis sejak awal berdirinya negara ini. Dari segala
macam keberagaman, tidak jarang malah timbul pergesekan yang mencuatkan konflik sosial baik
horizontal maupun vertikal. Pada perkembangannya, hal ini kemudian menciptakan ruang bagi
perpecahan dan disintegrasi sosial.

Kondisi semacam itu kian lengkap dengan adanya kelompok mayoritas dan minoritas di
dalamnya, baik sercara etnik maupun agama bahkan kelompok kepentingan. Tidak bisa dipungkiri
bahwa adanya kelompok mayoritas dan minoritas telah menjadi modal bagi lahirnya diskriminasi
dalam berbagai aspek kehidupan terhadap kelompok yang memiliki perbedaan nilai-nilai sosial.
Pluralitas, perbedaan, dan diversitas tidak lagi dilihat sebagai suatu mata rantai yang memperkokoh
persatuan, sehingga dalam perjalanan bangsa Indonesia aksi-aksi separatis (pemisahan diri) juga
selau berjalan beriringan dengan berbagai tuntutan. Salah satu contohnya adalah merdekanya
Timor-Timur yang aksi separatisnya berlangsung selama puluhan tahun. Bahkan, yang hingga saat
ini masih terjadi adalah aksi separatis di Papua, Maluku, dan Aceh dengan masing-masing wujud,
skala dan intensitasnya. Contoh aksi separatism OPM akhir-akhir ini yang terjadi di Papua sangat
mengganggu pembangunan Papua.
Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-
unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi
bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan social seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Menurut Robert K. Merton dan Nisbet
(1971) bahwa masalah sosial terjadi bukan merupakan sesuatu yang kebetulan tetapi berakar pada
satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan. Selain itu masalah sosial muncul akibat
terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada,
sedangkan sumber masalah dapat berupa proses sosial dan bencana alam.
Masalah sosial akan banyak timbul di masyarakat yang multikultural seperti Indonesia.
Banyak faktor yang menyebabkan munculnya masalah sosial seperti faktor sosial-budaya, faktor
ekonomi, faktor biologis, faktor psikologis. Berbagai masalah ini dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu: konflik dan kesenjangan, perilaku menyimpang, perkembangan manusia. Itu sebabnya
Indonesia memerlukan Pendidikan Multikultural dalam Pluralisme Bangsa dalam rangka
meningkatkan ketahanan Nasional dan menghindari ancaman disintegrasi bangsa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pluralisme dan Multikultralisme?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya penanaman multikulturalisme dalam konteks
pluralisme?
3. Apa pengaruh kurangnya penanaman multikulturalisme dalam berbagai aspek terutama aspek
Pancagatra?
4. Apa saja Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan bangsa Indonesia berhadapan dengan
permasalahan multikulturalisme dalam pluralisme?
5. Bagaimana peranan sosial dan budaya untuk meningkatkan ketahanan Nasional terhadap ancaman
disintegrasi bangsa terutama dalam masalah multikulturalisme dan pluralisme?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pluralisme dan multikulturalisme, serta perbedaannya,
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan kurangnya multikulturalisme dalam konteks
pluralisme bangsa Indonesia,
3. Untuk mengetahui pengaruh masalah multikultural dan pluralis di Indonesia dalam berbagai aspek
Pancagatra,
4. Untuk mengetahui Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan bangsa Indonesia terhadap
permasalahan multikulturalisme dalam pluralisme
5. Memenuhi penilaian tugas kelompok dalam mata kuliah Kewarganegaraan









LANDASAN TEORI


1. Definisi Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta
keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala
macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam
maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan
integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan
tujuan perjuangan nasional.
2. Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalan Trigarta
Untuk memberi gambaran umum tentang Indonesia, marilah kita membahasas dahulu dar segi
aspek-aspek alamiah atau Trigatra dengan mulai meninjau :
a. Aspek lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
Jikalau kita melihat letak geografis wilayah Indonesia dalam peta dunia, maka akan nampak jelas
bahwa wilayah Negara tersebut merupakan suatu kepulauan, yang menurut wujud kedalam, terdiri
dari daerah air dengan ribuan pulau-pulau didalamnya. Yang dalam bahasa asing bisa disebut
sebagai suatu archipelago kelvar, kepulauan itu merupakan suatu archipelago yang terletak antara
benua Asia disebelah utara dan benua Australia disebelah selatan serta samudra Indonesia
disebelah barat dan samudra pasifik disebelah timr.
Berhubungan letak geografis antara dua benua dan samudra yang penting itu, maka dikatakan
bahwa Indonesia mempunyai suatu kedudukan geograpis ditengah tengah jalan lalu lintas silang
dunia. Karena kedudukannya yagn strategis itu, dipandang dari tiga segi kesejahtraan dibidang
politik, ekonomi dan sosial budaya Indonesia telah banyak mengalami pertemuan dengan pengaruh
pihak asing (akulturasi).
Menurut catatan Indonesia terdiri dari wilayah lautan dengan 13.667 pulau besar dan kecil,
diperkirakan 3.000 pulau diantaranya yang dialami penduduk.
Luas pulau-pulau diperkirakn 735.000 mil persegi, sedangkn luas perairannya ditaksir 3 sampai 4
kali luas tanah (pulau-pulau). Jarak antara ujung barat sampai ujung timur adalah kira-kira 3.200
mil.
3. Asas Ketahanan Nasional
1. Pendekatan Kesejahteraan dan Keamanan.
Konsepsi ketahanan nasional hakikatnya adalah konsepsi pengaturan kesejahteraan dan keamanan.
Kesejahteraan dan keamanan bagai satu keping mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan tetapi
dapat dibedakan.
2. Komprehensif dan Integral.
Ketahanan nasional dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan nasional
secara komprehensif integral (utuh menyeluruh), tidak dipandang dari satu sisi saja.
4. Sifat-Sifat Ketahanan Nasional
1. Manunggal
Aspek kehidupan bangsa Indonesia dikelompokkan ke dalam delapan gatra atau astagatra.
2. Mawas ke dalam dan Mawas ke luar
Ketahanan nasional terutama diarahkan pada diri bangsa dan negara sendiri.
3. Kewibawaan
Makin meningkatnya pembangunan nasional, akan meningkatkan ketahanan nasional.
4. Berubah menurut Waktu
Ketahanan nasional, sebagai kondisi bangsa tidak selalu tetap, tergantung dari upaya bangsa dalam
pembangunan nasional dari waktu ke waktu dan ketangguhannya menghadapi ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan.
5. Tidak Membenarkan Adu Kekuatan dan Adu Kekuasaan
Konsep ketahanan nasional tidak hanya mengutamakan kekuasaan fisik tetapi juga kekuatan moral
yang dimiliki suatu bangsa.
6. Percaya Pada Diri Sendiri
Ketahanan nasional ditingkatkan dan dikembangkan didasarkan atas kemampuan sumber daya
yang ada pada bangsa dan sikap percaya kepada diri sendiri.
5. Landasan Ketahanan Nasional
1. Pancasila
2. UUD 1945
3. Wawasan Nusantara
6. Wajah dan Fungsi Ketahanan Nasional
1. Wajah Ketahanan Nasional
a. Sebagai Kondisi
b. Sebagai Doktrin Nasional
c. Sebagai Metode Pemecahan Masalah
2. Fungsi Ketahanan Nasional
a. Sebagai Doktrin Nasional atau Doktrin Perjuangan
b. Sebagai Pola Dasar Pembangunan Nasional
c. Sebagai Metode Pembinaan Kehidupan Nasional
d. Sebagai Sistem Kehidupan Nasional


























PEMBAHASAN


1. Pengertian Pluralisme dan Multikulturalisme, dan Perbedaannya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti
kemajemukan atau keanekaragaman, dan isme yang berarti paham. Jadi, pluralisme adalah paham
kemajemukan. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan
tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang
ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang
mereka anut. Multikulturalisme secara sederhana dapat dikatakan pengakuan atas pluralisme
budaya. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang given tetapi merupakan suatu proses internalisasi
nilai-nilai di dalam suatu komunitas.

2. Faktor-faktor Penyebab Kurangnya Penanaman Multikulturalisme dalam Konteks Pluralisme
Keragaman Identitas Budaya Daerah
Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang
memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia
yang multikultural. Namun kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi
lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi
antarabudaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya
lain ini justru dapat menjadi konflik. Sebab dari konflik-konflik yang terjadi selama ini di Indonesia
dilatarbelakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama, dan ras. Misalnya peristiwa Sampit.
Mengapa? Keragaman ini dapat digunakan oleh provokator untuk dijadikan isu yang memancing
persoalan.
Dalam mengantisipasi hal itu, keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu yang mesti ada
dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya, diperlukan suatu manajemen konflik agar potensi
konflik dapat terkoreksi secara dini untuk ditempuh langkah-langkah pemecahannya, termasuk di
dalamnya melalui pendidikan multikultural. Dengan adanya pendidikan multikultural itu diharapkan
masing-masing warga daerah tertentu bisa mengenal, memahami, menghayati, dan bisa saling
berkomunikasi.
Pergeseran Kekuasaan dari Pusat Ke Daerah
Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, Indonesia dihadapkan pada beragam tantangan
baru yang sangat kompleks. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah persoalan budaya.
Dalam arena budaya, terjadinya pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah membawa dampak
besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Bila pada masa Orba, kebijakan yang
terkait dengan kebudayaan masih tersentralisasi, maka kini tidak lagi. Kebudayaan, sebagai sebuah
kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam
konteks budaya lokal masing-masing. Ketika sesuatu bersentuhan dengan kekuasaaan maka
berbagai hal dapat dimanfaatkan untuk merebut kekuasaan ataupun melanggengkan kekuasaan itu,
termasuk di dalamnya isu kedaerahan.
Konsep putra daerah untuk menduduki pos-pos penting dalam pemerintahan sekalipun
memang merupakan tuntutan yang demi pemerataan kemampuan namun tidak perlu diungkapkan
menjadi sebuah ideologi. Tampilnya putra daerah dalam pos-pos penting memang diperlukan agar
putra-putra daerah itu ikut memikirkan dan berpartisipasi aktif dalam membangun daerahnya.
Harapannya tentu adalah adanya asas kesetaraan dan persamaan. Namun bila isu itu terus menerus
dihembuskan justru akan membuat orang terkotak oleh isu kedaerahan yang sempit. Orang akan
mudah tersulut oleh isu kedaerahan. Faktor pribadi (misalnya iri, keinginan memperoleh jabatan)
dapat berubah menjadi isu publik yang destruktif ketika persoalan itu muncul di antara orang yang
termasuk dalam putra daerah dan pendatang.
Konsep pembagian wilayah menjadi propinsi atau kabupaten baru yang marak terjadi akhir-
akhir ini selalu ditiup-tiupkan oleh kalangan tertentu agar mendapatkan simpati dari warga
masyarakat. Mereka menggalang kekuatan dengan memanfaatkan isu kedaerahan ini. Warga
menjadi mudah tersulut karena mereka berasal dari kelompok tertentu yang tertindas dan kurang
beruntung.
Kurang Kokohnya Nasionalisme
Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan (integrating force)
seluruh pluralitas negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional, dan
ideologi negara merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi dan berfungsi sebagai integrating
force. Saat ini Pancasila kurang mendapat perhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu
kedaerahan semakin semarak. Persepsi sederhana dan keliru banyak dilakukan orang dengan
menyamakan antaraPancasila itu dengan ideologi Orde Baru yang harus ditinggalkan. Pada masa
Orde Baru kebijakan dirasakan terlalu tersentralisasi, sehingga ketika Orde Baru tumbang, maka
segala hal yang menjadi dasar dari Orde Baru dianggap jelek, perlu ditinggalkan dan diperbarui,
termasuk di dalamnya Pancasila. Tidak semua hal yang ada pada Orde Baru buruk, sebagaimana
halnya tidak semuanya baik. Ada hal-hal yang tetap perlu dikembangkan. Nasionalisme perlu
ditegakkan namun dengan cara-cara yang edukatif, persuasif, dan manusiawi bukan dengan
pengerahan kekuatan. Sejarah telah menunjukkan peranan Pancasila yang kokoh untuk menyatukan
kedaerahan ini. Kita sangat membutuhkan semangat nasionalisme yang kokoh untuk meredam dan
menghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Fanatisme Sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah fanatisme sempit,
yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar, paling baik, dan kelompok lain harus
dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air
ini. Gejala Bonek (bondo nekat) di kalangan suporter sepak bola nampak menggejala di tanah air.
Kecintaan pada klub sepak bola daerah memang baik, tetapi kecintaan yang berlebihan terhadap
kelompoknya dan memusuhi kelompok lain secara membabi buta maka hal ini justru tidak sehat.
Terjadi pelemparan terhadap pemain lawan dan pengrusakan mobil dan benda-benda yang ada di
sekitar stadion ketika tim kesayangannya, kalah menunjukkan gejala ini.
Kecintaan dan kebanggaan itu bila ditunjukkan pada korps memang baik dan sangat diperlukan.
Namun kecintaan dan kebanggaan itu bila ditunjukkan dengan bersikap memusuhi kelompok lain
dan berperilaku menyerang kelompok lain maka fanatisme sempit ini menjadi hal yang destruktif.
Terjadinya perseteruan dan perkelahian antara oknum aparat kepolisian dengan oknum aparat
tentara nasional Indonesia yang kerap terjadi di tanah air ini juga merupakan contoh dari fanatisme
sempit ini. Apalagi bila fanatisme ini berbaur dengan isu agama (misalnya di Ambon, Maluku dan
Poso, Sulawesi Tengah), maka akan dapat menimbulkan gejala ke arah disintegrasi bangsa.
Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural
Ada tarik menarik antara kepentingan kesatuan nasional dengan gerakan multikultural. Di satu
sisi ingin mempertahankan kesatuan bangsa dengan berorientasi pada stabilitas nasional. Namun
dalam penerapannya, kita pernah mengalami konsep stabilitas nasional ini dimanipulasi untuk
mencapai kepentingan-kepentingan politik tertentu. Adanya Gerakan Aceh Merdeka di Aceh dapat
menjadi contoh ketika kebijakan penjagaan stabilitas nasional ini berubah menjadi tekanan dan
pengerah kekuatan bersenjata. Hal ini justru menimbulkan perasaan antipati terhadap kekuasaan
pusat yang tentunya hal ini bisa menjadi ancaman bagi integrasi bangsa. Untunglah perbedaan
pendapat ini dapat diselesaikan dengan damai dan beradab. Kini, semua pihak yang bertikai sudah
bisa didamaikan dan diajak bersama-sama membangun daerah yang porak poranda akibat
peperangan yang berkepanjangan dan terjangan Tsunami ini.
Di sisi multikultural, kita melihat adanya upaya yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan pusat
dengan dasar pembenaran budaya yang berbeda dengan pemerintah pusat yang ada di Jawa ini.
Contohnya adalah gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua. Namun ada gejala ke arah
penyelesaian damai dan multikultural yang terjadi akhir-akhir ini. Salah seorang panglima perang
OPM yang menyerahkan diri dan berkomitmen terhadap negara kesatuan RI telah mendirikan
Kampung Bhinneka Tunggal Ika di Nabire, Irian Jaya.
Kesejahteraan Ekonomi Yang Tidak Merata Di Antara Kelompok Budaya
Kejadian yang nampak bernuansa SARA seperti Sampit beberapa waktu yang lalu setelah
diselidiki ternyata berangkat dari kecemburuan sosial yang melihat warga pendatang memiliki
kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dari warga asli. Jadi beberapa peristiwa di tanah air yang
bernuansa konflik budaya ternyata dipicu oleh persoalan kesejahteraan ekonomi.
Keterlibatan orang dalam demonstrasi yang marak terjadi di tanah air ini, apapun kejadian dan
tema demonstrasi, seringkali terjadi karena orang mengalami tekanan hebat di bidang ekonomi.
Bahkan ada yang demi selembar kertas duapuluh ribu orang akan ikut terlibat dalam demontrasi
yang dia sendiri tidak mengetahui maksudnya. Sudah banyak kejadian yang terungkap di media
massa mengenai hal ini.
Orang akan dengan mudah terintimidasi untuk melakukan tindakan yang anarkhis ketika
himpitan ekonomi yang mendera mereka. Mereka akan menumpahkan kekesalan mereka pada
kelompok-kelompok mapan dan dianggap menikmati kekayaan yang dia tidak mampu meraihnya.
Hal ini nampak dari gejala perusakan mobil-mobil mewah yang dirusak oleh orang yang tidak
bertanggung jawab dalam berbagai peristiwa di tanah air ini. Mobil mewah menjadi simbol
kemewahan dan kemapanan yang menjadi kecemburuan sosial bagi kelompok tertentu sehingga
akan cenderung dirusak dalam peristiwa kerusuhan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun sering
kita jumpai mobil- mobil mewah yang dicoreti dengan paku ketika mobil itu diparkir di daerah
tertentu yang masyarakatnya banyak dari kelompok tertindas ini.
Keberpihakan yang Salah dari Media Massa Khususnya Televisi Swasta dalam Memberitakan
Peristiwa
Di antara media massa tentu ada ideologi yang sangat dijunjung tinggi dan dihormati. Persoalan
kebebasan pers, otonomi, hak publik untuk mengetahui hendaknya diimbangi dengan tanggung
jawab terhadap dampak pemberitaan. Mereka juga perlu mewaspadi adanya pihak-pihak tertentu
yang pandai memanfaatkan media itu untuk kepentingan tertentu, yang justru dapat merusak
budaya Indonesia. Kasus perselingkuhan artis dengan oknum pejabat pemerintah yang banyak
dilansir media massa dan tidak mendapat hukuman yang setimpal baik dari segi hukum maupun
sanksi kemasyarakatan dapat menumbuhkan budaya baru yang merusak kebudayaan yang luhur.
Memang berita semacam itu sangat layak jual dan selalu mendapat perhatian publik, tetapi kalau
terus menerus diberitakan setiap hari mulai pagi hingga malam hari maka hal ini akan dapat
mempengaruhi orang untuk menyerap nilai-nilai negatif yang bertentangan dengan budaya
ketimuran. Kasus perceraian rumah tangga para artis yang tiap hari diudarakan dapat membentuk
opini publik yang negatif. Sehingga kesan kawin cerai di antara artis itu sebagai budaya baru dan
menjadi trend yang biasa dilakukan. Orang menjadi kurang menghormati lembaha perkawinan.
Sebaiknya isu kekayaan tidak menjadi isu yang selalu menjadi tema sinetron karena dapat mendidik
orang untuk terlalu mengagungkan materi dan menghalalkan segala cara. Begitu juga tampilan yang
seronok mengundang birahi, pengudaraan kejahatan baru atau pun iklan yang bertubitubi dapat
menginspirasi orang melakukan sesuatu yang tidak pantas dilakukan. Televisi dan media massa
harus membantu memberi bahan tontonan dan bacaan yang mendidikkan budaya yang baik. Karena
menonton televisi dan membaca koran sudah menjadi tradisi yang kuat di negeri ini. Sehingga
tontonan menjadi tuntunan, bukan tuntunan sekedar menjadi tontonan.


3. Pengaruh Kurangnya Penanaman Multikulturalisme dalam Berbagai Aspek dari Pancagatra
(Ideologi, Politik, Ekonomi dan Hankam)

Ideologi
a. Munculnya sikap Etnosentrisme.
Etnosentrisme : sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri,
biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain.
b. Berkurangnya rasa toleransi sehingga berakibat terhadap identitas diri
Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia dimana dilihat dari sopan santun mereka yang mulai berani kepada orang tua, hidup
metal, hidup bebas, Justru anak muda sekarang sangat mengagungkan gaya barat yang sudah
masuk ke bangsa kita dan semakin banyak yang cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat dan tidak sesuai dengan pancasila.

Politik
a. Munculnya politik aliran.
Politik Aliran : ideologi nonformal yang dianut oleh anggota organisasi politik dalam suatu negara.
Contoh : Membentuk partai politik berdasarkan paham, ideologi, atau keterikatan pada faktor-
faktor seperti suku bangsa, agama, dan ras. Sehingga cenderung menggunakan kekuasaannya untuk
kepentingan kaumnya atau sekelompok orang saja .
b. Kesadaran warganegara Indonesia dari berbagai daerah untuk berpartisipasi dalam bidang politik
semakin menurun atau cenderung memihak kelompoknya sendiri , demikian halnya dengan HAM
yaitu kemampuan dan kesadaran untuk menghargai HAM dan menegakkannya semakin berkurang.

Ekonomi
a. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena
adanya persaingan monopoli dalam bidang ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Serta menambah angka
pengangguran dan tingkat kemiskinan suatu bangsa.
b. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian sesama warga. Dengan
adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Hankam
a. Dapat memunculkan konflik secara horizontal
Contoh : Di Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat birokrasi dan hukum terhadap
suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan yang mendalam.
Masyarakat Dayak yang termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang
diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu kelompok tidak berjalan
sebagaimana mestinya
b. Memunculkan sikap fanatik dan ekstrem
Kerusuhan antarsuporter sepak bola merupakan contoh negatif perilaku masyarakat multikultural
yang didasari fanatisme.
c. Memunculkan sikap Primordialisme.
Primordialisme : paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak lahir, baik mengenai
tradisi, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
Contoh perilaku primordial : Memberikan prioritas atau perlakuan istimewa kepada orang-orang
yang berasal dari daerah, suku bangsa, agama, atau ras tertentu.
d. Memunculkan sikap Eksklusivisme
Sikap enggan berinteraksi dengan kelompok lain, hal ini menjadikan sikap tertutup.


4. A,T,H,G Bangsa Indonesia terkait Masalah Multikulturalisme dalam Pluralitas Bangsa

Ancaman
Terjadinya konflik sosial antaretnis yang disebabkan oleh adanya sistem nilai dan orientasi relegi
yang berbeda merupakan dampak negatif dari negara multikultural. Konflik sosial ini bukanlah bisa
berkembang menjadi konflik berdarah dalam skala yang luas dan dapat memakan korban jiwa
ataupun memakan korban harta benda.

Tantangan
Menjaga rasa Nasionalisme dengan cara menumbuh kembangkan sikap toleransi, menganggap
suatu perbedaan adalah hal yang wajar, perlu ada pembelajaran tentang persamaan senasib-
sepenanggungan, penanaman tentang nasionalisme dan integrasi nasional, karena jika semua itu
dilakukan maka masalah akibat Pluralisme itu sendiri tidak menyebabkan konflik yang
berkepanjangan.

Hambatan
Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dilihat dengan adanya kenyataan bahwa bangsa
Indonesia terdiri dari bermacam suku bangsa dan etnik dengan kebudayaannya masing-masing.
Namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk saling bertoleransi terhadap kemajemukan budaya
yang ada di Indonesia merupakan hambatan utama dalam menjaga persatuan Indonesia.


Gangguan
Sikap fanatisme budaya yang menganggap bahwa budaya kelompoknya lebih baik dari budaya yang
lainnya merupakan salah satu penyebab terganggunya kerukunan berbangsa dan bernegara.








5. Solusi A,T,H,G Bangsa Indonesia terkait Masalah Multikulturalisme dalam Pluralitas Bangsa

Ancaman
Perlu dilakukan upaya merajut kembali hubungan antarmanusia. Sehingga muncul kesadaran masif
bahwa diperlukan kepekaan terhadap kenyataan kemajemukan, pluralitas bangsa, baik dalam etnis,
agama, budaya, hingga orientasi politik. Maka akan terbangun suatu sistem tata nilai kehidupan yang
menjunjung tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau kekerasan meskipun
terdapat perbedaan sistem sosial di dalamnya, yaitu pemahaman tentang multikulturasisme yang belum
dipahami dengan benar dan menyeluruh.

Tantangan
Nasionalisme dapat ditegakkan dengan cara-cara yang edukatif, persusif dan manusiawi bukan dengan
pengerahan kekuatan. Sejarah telah menunjukkan peranan Pancasila yang kokoh untuk menyatukan
sikap kedaerahan . Kita sangat membutuhkan semangat nasionalisme yang kokoh untuk meredam dan
menghilangkan isu yag dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

Hambatan
Dengan beranggapan bahwa keragaman/ kemajemukan yang ada harus diakui sebagai sesuatu yang
mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya diperlukan suatu manajemen konflik agar
potensi konflik dapat terkoreksi secara dini untuk ditempuh langkah-langkah pemecahannya,yaitu
dengan cara:
a.Menggunakan kearifan lokal
Ada sisi positif dan negatif dari kehadiran ratusan suku bangsa di Indonesia. Selain bisa memperkaya
khazanah kebudayaan nasional, juga menjadi pemicu munculnya disintegrasi sosial. Sering kita dengar
terjadinya perang antarsuku atau konflik sosial antaretnis di Indonesia. Ada banyak alasan yang
mendasarinya. Tetapi, yang menarik adalah ternyata banyak suku bangsa yang mempunyai mekanisme
atau cara di dalam menyelesaikan permasalahan itu.
Contohnya masyarakat yang mendiami Lembah Baliem di Papua dimana mereka mempunyai mekanisme
tersendiri di dalam memecahkan dan menyelesaikan persengketaan yang muncul di antara
mereka.Meskipun mereka hidup dalam pola yang sangat sederhana
b.Kearifan nasional Pada
Saat kita dihadapkan pada beragam konflik dan sengketa yang terjadi di antara etnis atau suku bangsa
yang ada di Indonesia, belajar dari sejarah adalah cara yang paling tepat. Pada masa penjajahan Belanda
kita merasakan betapa sulit merangkai nilai persatuan untuk sama-sama menghadapi bangsa penjajah.
Hingga ketika kita mulai menyadarinya di tahun 1928.


Saat itu kita mengakui Indonesia sebagai identitas bersama, yang mampu mengatasi sejumlah
perbedaan kebudayaan di antara suku bangsa yang ada. Nasionalisme Indonesia pun terbentuk dalam
wujud pengakuan bahasa, tanah air, dan kebangsaan. Dampaknya adalah perjuangan menghadapi
kolonialisme Belanda semakin menampakkan hasilnya.
Puncak dari pencarian identitas itu ditemukan pada saat Pancasila disepakati sebagai dasar negara dan
petunjuk/arah kehidupan bangsa. Kompleksitas keragaman masyarakat dan budaya di Indonesia pun bisa
diakomodasi bersama. Dasar negara inilah yang digunakan oleh para founding fathers kita pada saat
mendirikan sebuah Negara nasional baru. Disebut negara nasional karena negara Indonesia terdiri atas
ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan dasar negara ini dapat digunakan sebagai pedoman bangsa kita terhadap permasalahan
multikulturalisme.

Gangguan
Melalui pendidikan multikultural . Diharapkan dapat mendidik seseorang untuk berperilaku menurut
aturan yang berlaku.
Pendidikan multikultural memiliki peran yang penting sebagai wahana peredam fanatisme sempit.
Karena di dalam pendidikan multikultural terkandung ajaran untuk menghargai seseorang atau kelompok
lain walaupun berbeda suku, agama, rasa atau golongan.






















6.Peranan Sosial dan Budaya
Sosial ialah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti
suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). Sedangkan budaya dari kata Sans atau Bodhya
yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran
dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral,
hukum, kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu. Maka definisi sosial budaya itu sendiri adalah segala
hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan
bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang
diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan begitu diharapkan Sosial Budaya berperan mempertahankan ketahanan nasional dengan
mengembalikan sepenuhnya arti dari sosial budaya tersebut. Bahwa Indonesia memiliki budaya yang
banyak yang berarti warga Indonesia sebenarnya memiliki akal budi yang mengandung cinta, rasa, an
karsa yang banyak juga bagi kepentingan umum. Hanya saja masa-masa sulit yang dilewati bangsa
Indonesia menutup rasa nasionalisme dan rasa menghargai satu sama lain. Sehingga setiap warga
Indonesia perlu membangkitkan kembali rasa saling menghargai, membuka kembali akal budinya
dengan apa yang telah mereka ciptakan yang pada dasarnya bertujuan bagi kehidupan yang
bermasyarakat, bukan untuk memecah belah suatu kesatuan. Sebab Budaya di dalam kehidupan
bermasyarakat sangat penting karena menjadi alat perekat di dalam suatu komunitas.




















PENUTUP


A. Kesimpulan
Indonesia memang unik dengan memiliki keragaman budaya, Namun itu menjadi hal yang sensitif
bagi setiap warga Indonesia. Tidak dipungkiri jika sampai saat ini masih terjadi konflik antar suku, antar
agama dsb. Sehingga kian muncul ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang perlu dihadapi
Indonesia. Kurangnya multikulturalisme di dalam keragaman bangsa Indonesia mengancam ketahanan
Negara Indonesia.
Di era globalisasi ini kita perlu meningkakan kewaspadaan kita, karena banyak pengaruh dari luar
juga yang menghilangkan rasa hormat dan menghargai sesama. Indonesia memiliki kebudayaan yang
sudah cukup kuat untuk mempertahankan diri. Hanya saja perlu memperbaharui akal budi, dan rasa
nasionalisme yang berangsur-angsur hilang sejak era reformasi. Dengan begitu pertahanan kita lebih
kuat dari pengaruh luar, dan rasa menerima ditambah rasa menghargai akan perbedaan dalam bangsa
Indonesia semakin terasa.

B. Daftar Pustaka
http://theregigit.wordpress.com/2011/11/26/multikultural/
http://himapenjakarta.blogspot.com/2013/05/pluralisme-untuk-demokrasi-substansi-di.html
http://mengaisilmu.blogspot.com/2009/05/apa-itu-pluralitas.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme
http://www.beritasatu.com/nasional/142255-tanamkan-multikulturalisme-dalam-konteks-
pluralisme.html
http://www.kemdikbud.go.id/berita/1779.html
http://myzone.okezone.com/content/read/2013/02/28/9523/
http://hankam.kompasiana.com/2012/11/03/fenomena-disintegrasi-bangsa-di-dalam-nkri-505569.html
http://ginaamuthia.wordpress.com/2013/05/06/ketahanan-nasional-pengertian-ketahanan-nasional-
dan-asas-ketahanan-nasional/
http://ahmadadamjulidar.blogspot.com/2012/03/sosial-budaya.html

Anda mungkin juga menyukai