Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ST ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)


Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Emergency

Oleh:
SUKMAWATI ARUM PRIMADITA
190070300111011
Kelompok 1A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
ST ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)

1. DEFINISI
STEMI merupakan sindroma klinis yang ddidefinisikan dengan tanda
gejala dan karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten
ST elevasi dan pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac
troponin merupakan biomarker yang digunakan untuk diagnosis infark
miokard. (AHA, 2012).
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh
kerusakan aliran darah koroner miokard (Carpenito, 2012). Infark miocard
akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan
sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh
darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton &
Hall, 2011).

2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus,
terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI,
antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit
dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya IMA pada individu.Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2
(dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor
resiko yang dapat dirubah.
a. Faktor yang tidak dapat dirubah :
1. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ
pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia
antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat (Kumar, et al., 2009).
2. Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang
kulit putih.
3. Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat.Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
b. Faktor resiko yang dapat dirubah :
1. Merokok
Merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita (Kumar, et al., 2009). Efek rokok adalah
menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau
dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat
menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin
banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin
menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL
kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga
dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas
dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih mudah
terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.
2. Hiperlipidemia
Merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas
batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko
ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko
penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
3. Hipertensi
Merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole
maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar
50% pasien hipertensi dapat meninggal karena gagal jantung
kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke
(Kumar, et al., 2009). Mekanisme hipertensi berakibat IHD:
 Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung
dari berat dan lamanya hipertensi.
 Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria,
sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor
koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner
dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita
hipertensi dibanding orang normal.
4. Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua
kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada
tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang
menderita diabetes mellitus.
5. Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung
koroner.
6. Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang
bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
3. PATOFISIOLOGI

Aterosklerotik

Thrombogenesis pada lesi koroner ruptur

Thrombus mural Oklusi thrombus

Oklusi koroner

Suplai darah dan oksigen menurun atau terhalang

Metabolism anaerob Perfusi tidak adequate >20menit

Akumulasi asam laktat Necrose myocard irreversible

Nyeri Kontraksi myocard terganggu

Penurunan curah jantung Penurununan cardiac output

Gangguan perfusi jaringan Penurunan perfusi ke organ dan perifer

Kebutuhan oksigen inadekuat Mengaktifkan sistem RAA

Kelelahan > intolerans aktivitas Vaso kontriksi, retensi natrium dan air
Volume overload
Gangguan keseimbangan cairan
Beban jantung meningkat
Bedrest
Heart failure
Pemenuhan ADL inadekuat
Syok

Penurunan perfusi ke otak

Penurunan kesadaran
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan Utama Klasik
a. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
b. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan
STEMI.Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa
dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau
seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina
pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung
lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium,
dan menyebar ke daerah lengan.Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen,
punggung, rahang bawah, dan leher.Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, 2009).
c. Dari auskultasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar
pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung
dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung.
2. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama
STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi. Tanda
fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi
penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya penurunan stroke
volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu
minggu post STEMI.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi
menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik
nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
1. Lead II, III, aVF : Infark inferior
2. Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
3. Lead V2-V4 : Infark anterior
4. Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
5. Lead I, aVL : Infark high lateral
6. Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
7. Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
8. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

b. Serum Cardiac Biomarker


Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung
yang mengalami nekrosis setelah STEMI.Kecepatan pelepasan protein spesifik ini
berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan
limfatik local.Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan
sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
1. Cardiac Troponin (cTnT dan cTnI)
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki
sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot
skeletal.Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk
cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik.Karena cTnT dan
cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat
setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan
cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic.Kadar cTnT dan cTnI mungkin
tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
2. CKMB (Creatine Kinase-MB isoenzym)
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali
normal setelah 48-72 jam.Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot
skeletal, termasuk infark intramuscular.Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai
lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang
signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan
kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.
3 5
0
7
2
10
Tabel 1. Cardiac marker pada Miokard Infark

Waktu Awal Waktu Puncak Waktu Kembali Nilai Rujukan


Marker
Peningkatan (jam) Peningkatan (jam) Normal
CK 4–8 12 – 24 72 – 96 jam
CK-MB 4–8 12 – 24 48 – 72 jam 10-13 units/L
Mioglobin 2–4 4–9 < 24 jam < 110 ng/mL
LDH 10 – 12 48 – 72 7 – 10 hari
Troponin I 4–6 12 – 24 3 – 10 hari < 1,5 ng/mL
Troponin T 4–6 12 – 48 7 – 10 hari < 0,1 ng/mL

Klasifikasi Killip
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis IMA dengan
melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip:

Tabel 2. Klasifikasi Killip Pada IMA


Mortalitas
Kelas Definisi Proporsi pasien
(%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6
Heart falure. Kriteria diagnosis disertai
adanya S3 gallop dan/atauronkibasah
II 30-40% 17
(rales) di basal paru dan hipertensi
pulmonal
Severe Heart Failure. Edema paru akut
III 10-15% 30-40
(ALO)
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

c. Cardiac Imaging
1) Echocardiography (ECG)
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir
selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan
dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal maka nada atau
tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat
digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan
terapi reperfusi.
Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi
prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi
dengan inhibitor RAAS.Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri.Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan
kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
Gelombang Q dengan ST elevasi yang signifikan menunjukkan keakutan.

Gambar 1. Gambaran EKG STEMI

Gambar 1. a) segmen ST elevasi


pada STEMI inferior, ada juga ST
depresi di lead aVL. b) STEMI
pada dinding lateral dengan ST elevasi di lead V5 dan V6.
2) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri.
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit)
digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system:
 Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
 Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.
 Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian
distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal.
 Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal.
3) High Resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
d. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis
polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari.Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan
sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel
darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1
atau 2 minggu (Muttaqin, 2009).

6. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya
2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi
mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam
pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga
elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
c. Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
d. Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien
dengan STEMI.
2. Hospital
a. Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark
dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus
tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak
terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur
tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi
dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya
menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi
lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang
ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga,
pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
b. Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya
diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama.Asupan
nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari.Kompleks
karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total.Diet yang diberikan harus
tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c. Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali
menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami
konstipasI
3. Farmakoterapi
a. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan
preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada
terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena.NTG IV juga dapat diberikan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru.Terapi nitrat harus dihindarkan
pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan.
b. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mg IV.
c. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
d. Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan
supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan
menurunkan insiden ventricular aritmia (Smeltzer, 2010).
4. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan
invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit
atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.Tujuan manajemen
medis dicapai dengan reperfusi melalui penggunaan obat trombolitik atau PTCA
(percutaneous transluminal coronary angioplasty). PTCA dapat dikenal juga sebagai
PCI (percutaneous cardiac intervention).PCI (Percutaneous Cardiac Intervention)
primer: metode reperfusi yang direkomendasikan untuk dilakukan dengan cara yang
tepat waktu oleh tenaga ahli berpengalaman. Dilakukan pada klien dengan STEMI dan
gejala iskemik pada waktu kurang dari 12 jam. PCI dilakukan untuk membuka
hambatan pada arteri koroner dan menunjang reperfusi pada area yang kekurangan
oksigen. Biasanya dilakukan dengan menggunakan balon/ stent/ ring.
Gambar.Pemasangan PCTA atau PCI
Beberapa hal baru dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi antara lain:
1. Waktu onset gejala
- Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas infark
dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan thrombus
sangat tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam
pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan
secara dramatis menurunkan angka kematian.
- Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten,
kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa
laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju
mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala.
- The Task Force on the Management of Acute Myocardial Infraction of the European
Society of Cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target medical contact-to-
balloon atau door-tto-balloon time dalam waktu 90 menit.
2. Risiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko
mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi,
seperti pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih
baik.
3. Risiko Perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika terapii
reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan
dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak
tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan
risiko.
4. Waktu yang Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI
Adanya fasilitas kardiologi Intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat
dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI
lebih superior dari reperfusi farmakologis.
7. ALOGARITMA PENATALAKSANAAN STEMI
8. KOMPLIKASI
a. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan ketebalan baik
pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan remodeling
ventricular.Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel
miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik.Pembesaran yang
terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.
b. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.Pada
pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal. Mekanisme
yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf
otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona
iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.Disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan
disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena
sistemik.
e. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti
penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru,
hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
f. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial
maupun dalam alveoli.Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat
lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar,
dan menimbulkan dispnea yang sangat berat.Kongesti paru terjadi jika dasar vascular
paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.Oleh karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya
terjadi hipoksia berat.
g. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup
mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik.
Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium
kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti
pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
h. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga
terjadi defek septum ventrikel.
i. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama
fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik
yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium
yang relative tidak elastic dapat berkembang.Kantong pericardium yang terisi oleh
darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade
jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
j. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
l. Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak dan menjadi kasar,
sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STEMI

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat,
no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
b. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
c. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
 Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien,
sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
 Region, Radiation, Relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
 Severity (Scale) of Pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-5
dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada
saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
 Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih
lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea,
berkeringat, amsietas, dan pingsan.
d. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia.Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan
alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
e. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
f. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual
olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
g. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah TD, DM.
Tanda:
 TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
 Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
 Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan
kontraktilitas atau komplian ventrikel.
 Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
 Friksi; dicurigai perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
 Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
 Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
h. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan dan
keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
i. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
j. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan berat
badan
k. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
l. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
m. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
 Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
 Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar
ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher
 Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
 Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
 Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
 Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
 Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
 Menarik diri, kehilangan kontak mata
 Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
n. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih atau
krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
o. Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping dengan
stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri
dari keluarga
p. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
q. Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
 Tingkat kesadaran
 Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
 Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya
oksigen ke dalam miokard
 Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
 Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
 Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
 Warna dan suhu kulit
 Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-
tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
 Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
 Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
r. Pemeriksaan Diagnostik
 EKG
 Echocardiogram
 Lab  CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1) Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri koroner
2) Ketidakefektifan pola nafas yang b.d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan
cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut
3) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi elektri,
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan
struktural
4) Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah, misalnya
vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan jantung
6) Ansietas b.d ketakutan akan kematian
7) Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang b.d penolakan
terhadap diagnosis miokard infark

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Diagnosa 1: Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien
mengatakan nyeri berkurang
 Kriteria hasil:
NOC :Pain Level
Severe Substantial Moderate Mild No
No. Indikator Deviation Deviation Deviation Deviation Deviation
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Lama nyeri
2 Ekspresi wajah saat nyeri
3 Gelisah
4 RR
5 Tekanan darah
 Intervensi NIC :
Indikator Intervensi
Pain Management
4.1, 5.2 1. Kaji tanda-tanda vital (TD, nadi, RR, suhu)
2. Kaji nyeri (lokasi, karakter, durasi, frekuensi,kualitas,intensitas
1.1, 2.1, 3.1
nyeri, dan faktor presipitasi)
3. Observasi non verbal klien seperti kegelisahan, terutama
2.2, 3.2
komunikasiyang tidak efektif
4. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui respon
1.3, 2.3
nyeri klien.

2) Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi


elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark,
kerusakan structural
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah
jantungadekuat
 Kriteria Hasil:
NOC :Cardiac Pump Effectiveness
Moderat
Severe Substantia Mild No
e
No. Indikator Deviation l Deviation Deviation Deviation
Deviation
(1) (2) (4) (5)
(3)
1 Tekanan Darah
2 Nadi
3 Kelelahan
4 Sianosis
5 Suara jantung tidak normal
 Intervensi NIC :
Indikator Intervensi
Cardiac Care
5.1 1. Auskultasi suara jantung
2. Pastikan level aktivitas yang tidak mempengaruhi kerja
4.1
jantung yangberat
3. Tingkatkan secara bertahap aktivitas ketika kondisi klien
1.1, 2.1, 3.1
stabil, misalaktivitas ringan yang disertai masa istirahat
3.2 4. Monitor TTV secara teratur
1.2, 2.2 5. Monitor kardiovaskuler status
6. Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer (edema,
5.2
CRT, warna,
2.3 7. Monitor TTV secara teratur
3) Diagnosa 3 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran
darah, misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi
jaringanefektif
 Kirteria Hasil:
NOC :Tissue Perfusion: Cardiac, Cardiacpulmonary Status
Moderat
Severe Substantial Mild No
e
No. Indikator Deviation Deviation Deviation Deviation
Deviation
(1) (2) (4) (5)
(3)
1 RR
2 Nadi
3 Tekanan darah sistolik
4 Tekanan darah diastolik
5 Takikardi
6 Bradikardi
7 Irama jantung
8 Urin Output

Intervensi:
Indikator Intervensi
Cardiac Care
1.1, 2.1, 3.1, 1. Monitor tanda vital
8.1 2. Monitor keseimbangan cairan (intake/output cairan)
3. Monitor perubahan iramajantung,
7.1
termasukgangguandariiramadankonduksi
7.2 4. Dokumentasi perubahan irama jantung
5.2, 6.2, 7.3 5. Monitor perubahan ST pada EKG, dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, dkk. 2008. Nursing Intervension Classification sixth edition. Philadelphia : Elseiver
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2009. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
GuytonA.C. and J.E. Hall.2009.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hall, Jhon E. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall. Editor Bahasa Indonesia:
Irawati Setiawan Edisi 11. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Edisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
EGC
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2009. Robbin’s Basic Pathology, The Kidney And Is Collecting
System. Elsevier Inc.
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification sixth edition.Philadelphia : Elseiver
Muttaqin, A. 2009.Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume
2.Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ruhyanudin, F. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010.Keperawatan Medikal Bedah. Volume 9.Edisi 8.Jakarta :
EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2009. Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit. Dalam FK UI.
Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Thaler. 2009. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan, edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Zainul Abidin and Roberth Corner .2009. ECG Interpretation The Self-Assesment Approach
second edititon .Blackwell Publishing: USA.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. X
DENGAN FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Usia : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kota X
No. Reg : 06.05.20
Diagnosa medis : STEMI inferior, sinus bradikardi, dan hipotensi
Tanggal MRS : 05 Mei 2020
Jam MRS : 10.00 WIB
Tanggal pengkajian : 05 Mei 2020
Jam pengkajian : 10.00 WIB

II. Data Subyektif


 Keluhan utama :
Pasien laki-laki 51 tahun datang ke IGD dengan keluhan merasa nyeri ulu hati, dada
terasa panas disertai sesak, mual, disertai keringat dingin diseluruh tubuh sejak ± 1 jam
sebelumnya.
 Provocative
Nyeri bersifat tiba-tiba
 Quality
Nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar dan bertambah berat saat ditekan
 Regio/Radiation
Nyeri dirasakan mulai dada, ulu hati tembus ke punggung dan menjalar ke bahu
sampai ke lengan
 Severe-severity
Nyeri skala 8
 Time
Nyeri dirasakan terus menerus
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien laki-laki 51 tahun datang ke IGD dengan keluhan merasa nyeri ulu hati, dada
terasa panas disertai sesak, mual, disertai keringat dingin di seluruh tubuh sejak ± 1 jam
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok dan kerja lembur di malam
hari.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung atau
penyakit lainnya.

III. Data Obyektif


 Airway
Jalan nafas paten
 Breathing
Pasien bernafas spontan, RR 24x/menit
 Circulation
Nadi 50x/menit (reguler), Tekanan darah sistolik 70 mmHg/palpasi, Suhu 35,5˚C
 Disability
 Kesadaran kualitatif : compos mentis
 Kesadaran kuantitatif : GCS 456
 Exposure
Tidak ada
 Full Vital Signs – Five Intervention – Family presence
RR 24x/menit, Nadi 50x/menit (reguler), Tekanan darah sistolik 70 mmHg/palpasi, Suhu
35,5˚C
Penatalaksanaan meliputi suplementasi O2, aspirin 320 mg, klopidogrel 300 mg, dan
simvastatin 20 mg. Setelah terpasang akses intravena, pasien diberi injeksi sulfat atropin
0,5 mg (iv), fondaparinux 2,5 mg (subkutan), dan drip dopamin 5 µg/kgBB/menit.
Selama di IGD pasien ditemani oleh istrinya
 Give Comfort measures
Pasien terlihat lebih tenang setelah diberikan Terapi O2
 Head to Toe Examination
a. Keadaan Umum
Pasien lemah, pucat dan akral dingin
b. Kepala dan wajah
- Kepala
Inspeksi : bentuk kepala normal, distribusi rambut merata, warna hitam
terdapat uban, wajah simetris, tidak tampak luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala dan wajah, tidak ada
- Mata
Fungsi penglihatan normal, posisi alis, mata dan kelopak mata simetris, pupil
isokor, konjungtiva unanemis, sklera unikterik, tidak ada penggunaan alat bantu
penglihatan
- Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada otorhoroe, fungsi pendengaran baik
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada telinga, tidak ada massa
- Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada rinorhea, tidak ada sekret, tidak ada
deviasi septum nasal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak ada massa
- Mulut
Inspeksi : Warna bibir merah kecoklatan, mukosa bibir lembab, tidak
terdapat lesi, warna lidah merah muda
- Leher
Inspeksi : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada distensi vena jugularis, tidak
ada kaku kuduk
Palpasi : tidak ada nyeri telan
c. Dada
- Jantung
Inspeksi : PMI (point of maximal impuls teraba di (ICS 5 midclavicula
sinistra)
Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra
Perkusi : terdengar suara dullness, batas jantung normal
Batas kanan atas : Ruang ICS ke 2 pada linea parasternal kanan
Batas kiri atas : Ruang ICS ke 2 linea parasternal kiri
Batas kanan bawah : Ruang ICS ke 4 linea parasternal kanan
Batas kiri bawah : Ruang ICS ke 4 linea medio clavicularis kiri,
Batas jantung kanan : Linea parasternalis kanan/1-2 jari
midsternalis
Batas jantung kiri : linea satu jari midclavicular kiri
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (+), gallop (+)
- Paru – paru
Inspeksi : tidak terdapat retraksi dinding dada, penggunaan otot bantu
nafas (+), tidak ada jejas
Palpasi : taktil fremitus normal
Perkusi : resonan / sonor
Auskultasi : vesikuler +/+
Ronki - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
d. Punggung dan Tulang Belakang
Inspeksi : Tidak terdapat luka di punggung, warna kulit sawo matang
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
e. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, distensi (-)
Palpasi : nyeri ulu hati, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hati/hepar
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+), 10x/menit
f. Pelvis dan perineum
Tidak terkaji
g. Ekstremitas
- Atas : Ekstremitas atas kanan kiri dapat bergerak bebas tidak ada luka, tidak
ada oedema, reflek baik, akral dingin, CRT < 3 detik. Pada punggung tangan kiri
terpasang infus RL.
- Bawah : Ekstremitas bawah kanan kiri dapat bergerak bebas tidak ada luka,
tidak ada oedema, reflek baik, akral dingin, CRT < 3 detik.
- Kekuatan Otot
5 5
5 5

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium :
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL INTERPRESTASI
Hematologi
Hemoglobin 17,20 g/dL 13,4 – 17,7 Normal
Eritrosit 5,2 106/µL 4,0 – 5,5 Normal
Leukosit 13,10 103/µL 4,3 – 10,3 ↑
Hematokrit 48 % 40 – 47 ↑
Trombosit 355 103/µL 142 – 424 Normal
Gula Darah 222 mg/dL 110 – 200 ↑
Sewaktu
Profil Lemak
Kolesterol Total 260 mg/gL < 200 ↑
Trigliserida 535 mg/gL < 150 ↑

b. Pemeriksaan Radiologi :
 Pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sinus bradikardi dan elevasi segmen di lead
II, III, aVF.

V. Terapi :
1. Terapi O2 2 – 4 lpm selama 6 jam pertama
2. Aspirin 320 mg (po)
Aspirin adalah obat pengencer darah atau obat yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah. Sebagai pengencer darah, aspirin digunakan pada penderita
penyakit jantung koroner, serangan jantung, penyakit arteri perifer, atau stroke.
3. Klopidogrel 300 mg (po)
Klopidogrel merupakan obat yang digunakan untuk mencegah serangan jantung atau
stroke. Obat ini biasanya digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan
aspirin untuk mengobati nyeri dada, seperti angina, serangan jantung, dan mencegah
terbentuknya bekuan darah di dalam pembuluh darah pada sindrom koroner akut.
4. Simvastatin 20 mg (po)
Simvastatin adalah obat untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Penggunaan simvastatin bisa mencegah serangan jantung dan stroke.
5. Infus: RL 500 ml 20 tpm
6. Injeksi sulfat atropin 0,5 mg (iv)
Atropin adalah obat yang digunakan untuk menangani melambatnya denyut jantung.
7. Injeksi fondaparinux 2,5 mg (subkutan)
Fondaparinux adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit
deep vein thrombosis (DVT), yaitu suatu kondisi yang menyebabkan terbentuknya
gumpalan darah dan penyumbatan di pembuluh darah.
8. Drip dopamin 5 µg/kgBB/menit
Pemberian dopamin merupakan salah satu penanganan syok yang diakibatkan oleh
kondisi tertentu, seperti gagal jantung, gagal ginjal, pasca trauma, atau serangan
jantung. Dopamin bekerja dengan meningkatkan kekuatan pompa jantung dan aliran
darah ke ginjal.

VI. Tindakan Resusitasi

No Tgl/Jam Tindakan Resusitasi Keterangan


1. 5 Mei 2020 / 1. Terapi O2 2 – 4 lpm Tirah baring
10.10 WIB selama 6 jam pertama Monitoring TTV
2. Pemeriksaan EKG Monitoring skala nyeri
3. Pemberian Aspirin 320 Monitoring GCS
mg (po), Klopidogrel 300 Kolaborasi pemberian obat
mg (po), Simvastatin 20
mg (po)
4. IVFD RL 500 mg 20 tpm
5. Injeksi sulfat atropin 0,5
mg (iv)
6. Injeksi fondaparinux 2,5
mg (subkutan)
7. Drip dopamin 5
µg/kgBB/menit

VII. Analisa Data


Tgl/ Tanda Etiologi Problem
jam
5 Mei Faktor Resiko : Risiko Syok
2020 /  Pasien laki-laki usia 51 tahun
10.15  Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok dan
WIB kerja lembur di malam hari.
 TTV : RR 24x/menit, Nadi 50x/menit (reguler),
Tekanan darah sistolik 70 mmHg/palpasi, Suhu
35,5˚C
 Murmur (+), gallop (+), penggunaan otot bantu nafas
(+)
 Pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sinus
bradikardi dan elevasi segmen di lead II, III, aVF.
5 Mei DS : Aterosklerotik Penurunan Curah
2020 /  Pasien laki-laki 51 ↓ Jantung
10.15 tahun datang ke IGD Trombogenesis
WIB dengan keluhan ↓
merasa nyeri ulu hati, Onklusi koroner
dada terasa panas ↓
disertai sesak, mual, Suplai darah dan oksigen
disertai keringat dingin berkurang
di seluruh tubuh sejak ± ↓
1 jam sebelumnya. Perfusi tidak adekuat
Provocative (Nyeri ↓
bersifat tiba-tiba) Kontraksi miokard
Quality (Nyeri seperti terganggu
tertusuk-tusuk, ↓
menjalar dan Penurunan Curah Jantung
bertambah berat saat
ditekan)
Regio/Radiation (Nyeri
dirasakan mulai dada,
ulu hati tembus ke
punggung dan menjalar
ke bahu sampai ke
lengan)
Severe-severity (Nyeri
skala 8)
Time (Nyeri dirasakan
terus menerus)
 Pasien memiliki riwayat
kebiasaan merokok
dan kerja lembur di
malam hari.

DO :
 Keadaan umum :
pasien lemah, pucat
dan akral dingin
 TTV : RR 24x/menit,
Nadi 50x/menit
(reguler), Tekanan
darah sistolik 70
mmHg/palpasi, Suhu
35,5˚C
 Murmur (+), gallop (+),
penggunaan otot bantu
nafas (+)
 Pemeriksaan EKG
didapatkan gambaran
sinus bradikardi dan
elevasi segmen di lead
II, III, aVF.

VIII. Prioritas Dx Keperawatan


No Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Syok b.d infark miokard
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi elektri,
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan
struktural
IX. Intervensi Keperawatan
Dx Tgl/ Tujuan Intervensi Keperawatan & Ttd
Kep Jam Rasional
1 5 Mei Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Terapi Oksigen
2020 / 1x8 jam risiko syok dapat dicegah dengan kriteria 1. Pertahankan kepatenan jalan
10.15 hasil : nafas
WIB 2. Berikan oksigen tambahan
NOC : Keparahan Syok: Kardiogenik sesuai dengan yang dibutuhkan (2 – 4 lpm
N Indikator 1 2 3 4 5 via NC)
o
3. Monitor aliran oksigen
1 Penurun
an 4. Monitor efektifitas terapi oksigen
tekanan
nadi
perifer NIC : Resusitasi Cairan
2 Penurun 1. Kolaborasi pemberian
an
tekanan cairan sesuai dengan yang dibutuhkan
darah ( IVFD RL 500 mg 20 tpm)
sistolik
3 Nadi 2. Pantau respon
lemah hemodinamik pasien
dan
halus 3. Monitor kelebihan cairan
4 Nyeri 4. Monitor output
dada
5 Meningk kehilangan cairan tubuh
atnya
laju
nafas NIC : Pemberian Obat
6 Akral 1. Ikuti
dingin
7 Pucat prosedur benar dalam pemberian obat
8 Kelemah 2. Kolaboras
an
i pemberian obat sesuai dengan resep
Keterangan :
(Aspirin 320 mg (po), Klopidogrel 300 mg
1 : berat
(po), Simvastatin 20 mg (po), Injeksi sulfat
2 : cukup berat
atropin 0,5 mg (iv), Injeksi fondaparinux
3 : sedang
2,5 mg (subkutan), Drip dopamin 5
4 : ringan
µg/kgBB/menit)
5 : tidak ada
2 5 Mei Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Perawatan Jantung: Akut
2020 / 1x8 jam curah jantung membaik dengan kriteria 1. Ev
10.15 hasil : aluasi nyeri dada (intensitas, lokasi,
WIB radius, durasi)
NOC : Keefektifan Pompa Jantung 2. M

No Indikator 1 2 3 4 5 onitor adanya ketidakadekuatan perfusi


1. Suara jantung arteri koroner (perubahan ST dalam EKG)
abnormal 3. M
2. Mual onitor irama jantung dan denyut jantung
3. Nyeri dada 4. Au
Keterangan : skultasi suara jantung
1 : berat
2 : cukup berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada

X. Implementasi
Dx Tgl/
Implementasi Ttd
Kep Jam
1 5 Mei 2020 / 10.10 WIB Tirah Baring
1 5 Mei 2020 / 10.10 WIB Memberikan terapi O2 2 – 4 lpm selama 6 jam pertama
2 5 Mei 2020 / 10.10 WIB Melakukan auskultasi suara jantung
2 5 Mei 2020 / 10.10 WIB Melakukan pemeriksaan EKG
1 5 Mei 2020 / 10.10 WIB Memberikan terapi Aspirin 320 mg (po), Klopidogrel 300 mg (po),
Simvastatin 20 mg (po)
1 5 Mei 2020 / 10.10 WIB Memberikan terapi IVFD RL 500 mg 20 tpm
1 5 Mei 2020 / 10.15 WIB Memberikan terapi Injeksi sulfat atropin 0,5 mg (iv) dan Injeksi
fondaparinux 2,5 mg (subkutan)
1 5 Mei 2020 / 10.15 WIB Memberikan terapi Drip dopamin 5 µg/kgBB/menit

XI. Lembar Observasi


NO TGL JAM TD NADI RR S GCS SaO2 INPUT OUTPUT KETERAN
CAIRAN URIN GAN
1 5 Mei 10.10 Sitolik : 50x/ 24x/ 35,5 456
2020 WIB 70 menit menit ˚C
mmHg /
palpasi
XII. Evaluasi Akhir
Dx Tgl/
Evaluasi Ttd
Kep Jam
1 5 Mei S:
2020 / Pasien masih mengatakan merasa nyeri dada skala 7 dan
10.30 sesak berkurang.
WIB Provocative (Nyeri bersifat tiba-tiba)
Quality (Nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar dan
bertambah berat saat ditekan)
Regio/Radiation (Nyeri dirasakan mulai dada, ulu hati
tembus ke punggung dan menjalar ke bahu sampai ke
lengan)
Severe-severity (Nyeri skala 7)
Time (Nyeri dirasakan terus menerus)

O:
Keadaan umum : pasien lemah, pucat dan akral dingin
GCS 456
TD : 70 mmHg / palpasi
Nadi : 60x/menit
RR : 21x/menit
Nyeri ulu hati (+)
Terpasang nasal canul 2 – 4 lpm

A:
Masalah teratasi sebagian
NOC : Keparahan Syok: Kardiogenik
Indikator Awal Target Hasil
Penurunan tekanan nadi 2 4 3
perifer
Penurunan tekanan darah 2 4 3
sistolik
Nadi lemah dan halus 1 3 1
Nyeri dada 1 3 1
Meningkatnya laju nafas 3 5 4
Akral dingin 3 5 3
Pucat 4 5 4
Kelemahan 2 4 2

P:
Lanjutkan intervensi : monitor TTV, skala nyeri, GCS dan
pemberian terapi sesuai dengan resep
2 1 S: -
Januari
2019 / O:
22.50 Keadaan umum : pasien lemah, pucat dan akral dingin
WIB GCS 456
Murmur (+), gallop (+), penggunaan otot bantu nafas (+)
Pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sinus bradikardi dan
elevasi segmen di lead II, III, aVF.
A:
Masalah belum teratasi
NOC : Keefektifan Pompa Jantung

Indikator Awal Target Hasil


Suara jantung abnormal 1 3 1
Mual 3 5 3
Nyeri dada 1 3 1

P:
Lanjutkan intervensi : monitor perubahan hasil pemeriksaan
EKG, monitor irama dan denyut jantung, auskultasi suara
jantung
XIII. Discharge Planing
Format Discharge Planning (Pindah Ruangan)

S Pasien masih mengatakan merasa nyeri dada skala 7 dan sesak berkurang.
Keadaan umum : pasien lemah, pucat dan akral dingin
GCS 456
TD : 70 mmHg / palpasi
O Nadi : 60x/menit
RR : 21x/menit
Nyeri ulu hati (+)
Terpasang nasal canul 2 – 4 lpm
Risiko Syok
A
Penurunan Curah Jantung
P  Lanjutkan Intervensi
 Monitoring TTV
 Monitoring skala nyeri
 Monitoring GCS
I  Monitor EKG, irama, denyut jantung dan suara jantung
 Edukasi tirah baring
 Berikan pengobatan oral sesuai yang diresepkan dan monitoring hasilnya
 Konsultasi dengan TS Cardio untuk penatalaksanaan lanjutan
E  Masalah teratasi sebagian
Nama pasien Tn X (P/L) masuk rumah sakit pada tanggal 5 Mei 2010 jam 10.00
WIB dengan diagnosa STEMI inferior, sinus bradikardi, dan hipotensi telah
diberikan tindakan di atas.

Terapi yang diberikan:


1) Terapi O2 2 – 4 lpm selama 6 jam pertama
2) Pemeriksaan EKG
3) Pemberian Aspirin 320 mg (po), Klopidogrel 300 mg (po), Simvastatin 20
mg (po)
4) IVFD RL 500 mg 20 tpm
5) Injeksi sulfat atropin 0,5 mg (iv)
6) Injeksi fondaparinux 2,5 mg (subkutan)
7) Drip dopamin 5 µg/kgBB/menit
Anjuran :
Lanjutkan intervensi monitoring TTV, skala nyeri, GCS, EKG, irama, denyut
jantung dan suara jantung
Konsultasi dengan TS Cardio untuk penatalaksanaan lanjutan

Malang,
………………………….
(Sukmawati Arum Primadita)

Anda mungkin juga menyukai