Anda di halaman 1dari 11

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. PENGANTAR

Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945,
banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Memang
amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi
merupakan suatu prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung
mengubah UUD-nya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian
yang dijadikan lampiran potentik bagi UUD tersebut (Mahfud, 1999: 64). Dengan sendirinya
amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal –pasal maupun
memberikan tambahan.
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada suatu
kenyataan sejarah sejarah selama masa orde lama dan orde baru, bahwa penerangan kata
lain berwayuh arti , sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasan terutama kepada
presiden. Karena latar belakang politik inilah maka masa orde baru berupaya untuk
melestarikan UUD 1945 bahkan UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidapat
diganggu gugat.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah
tidak adanya sistem kekuasaan dengan “ checks and balance” terutama terhadap kekuasaan
eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945
adalah merupakan suatu keharusan, karena hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke
arah tahapan baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.
Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999,
dimana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan
terhadap 9 pasal UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000,
amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001, dan amandemen terakhir dilakukan pada
tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.
Demikianlah bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan
ketatanegaraan yang diharapkan membawa kearah perbaikan tingkat kehidupan rakyat.
UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya
partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur
kelembagaan negara yang lebih demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

177
B. HUKUM DASAR TERTULIS (UNDANG-UNDANG DASAR)

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa pengertian hukum dasar meliputi dua


macam, yaitu, hukum dasar tertulis (convensi). Oleh karena sifatnya yang tertulis, maka
Undang-Undang Dasar itu rumusnya tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum
menurut E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang-Undang Dasar menurut
sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok
dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut.
Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur
dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan
dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar
dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif, dan Badan Yudikatif.
Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini
bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Undang-Undang Dasar merekam
hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara (Budiarjo, 1981:95,96).
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang
Dasar 1945 bersifat singkat dan supel. Undang-Undang Dasar 1945 hanya memuat 37 pasal,
adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini
mengandung makna :

(1) Telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya
memuat garis-garis besar instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelenggarakan negara, untuk menyelenggarakan kehidupan negara
dan kesejahteraan sosial.
(2) Sifatnya yang supel (elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Negara Indonesia akan terus tumbuh
berkembang seiring dengan perubahan zaman. Berhubung dengan itu janganlah terlalu
tergesa-gesa memberikan bentuk kepada pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang
sifat aturan yang tertulis itu bersifat mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya
aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga agar supaya sistem dalam Undang-
Undang Dasar itu jangan ketinggalan zaman.

Menurut Padmowahyono, seluruh kegiatan negara dapat dikelompokkkan menjadi


dua macam, yaitu :
(1) Penyelenggaraan kehidupan negara
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas, maka sifat-sifat Undang-Undang


Dasar 1945 adalah sebagai berikut :

178
(1) Oleh karena sifatnya tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum positif
yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap
warga negara.
(2) Sebagaimana tersebut dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa UUD 1945
bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok
yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, serta
memuat hak-hak asasi manusia.
(3) Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus
dilaksanakan secara konstitusional.
(4) Undang-Undang Dasar 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan
hukum positif yang tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma
hukumpositif yang lebih rendah dalam hierarkhi tertib hukum Indonesia.

C. HUKUM DASAR YANG TIDAK TERTULIS (CONVENSI)

Convensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun sifatnya tidak
tertulis. Convensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

(1) Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara.
(2) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.
(3) Diterima oleh seluruh rakyat
(4) Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang
tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.

Contoh-contoh Convensi antara lain sebagai berikut :

(1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Menurut pasal 37


ayat (1) dan(4) Undang-Undang Dasar 1945, segala keputusan MPR diambil berdasarkan
suara terbanyak. Akan tetapi sistem ini dirasa kurang jiwa kekeluargaan sebagai
kepribadian bangsa, karena itu dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara selama
ini selalu diusahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk
mufakat, dan ternyata hampir selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh, jikalau
usaha musyawarah untuk mufakat sudah tidak dapat dilaksanakan. Hal yang demikian
ini merupakan perwujudan dari cita-cita yang terkandung dalam Pokok Pikiran Persatuan
dan Pokok Pikiran Kerakyatan dan Permusyawaratan Perwakilan.
(2) Praktek-praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak
tertulis, antara lain :

179
(a) Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus
didalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
(b) Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama
pada minggu bulan Januari setiap tahunnya.

Ketiga hal tersebut dalam batinnya secara tidak langsung adalah merupakan
realisasi dari Undang-Undang Dasar (merupakan pelengkap). Namun perlu digarisbawahi
bilamana convensi ingin dijadikan menjadi rumusan yang bersifat tertulis, maka yang
berwenang adalah MPR, dan rumusannya bukanlah merupakan suatu hukum dasar
melainkan tertuang dalam ketetapan MPR.

Jadi Convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis,
tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.

D. KONSTITUSI

Disamping pengertian Undang-Undang Dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu


“Konstitusi”. Istilah berasal dari bahasa Inggris “Constitution” atau dari bahasa Belanda
“Contitutie”. Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang Dasar, dan hal ini
memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan
sehari-hari memakai kata “ Grondwet” (Grond= dasar, wet=undang-undang) yang keduanya
menunjukkan naskah tertulis.

Namun pengertian kontitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat


mempunyai arti :

1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar, atau


2. Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar.

Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian Undang-
Undang Dasar, karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis
saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam
Undang-Undang Dasar.

Dalam praktek ketatanegaraan negara Republik Indonesia pengertian konstitusi


adalah sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya

180
istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Serikat (Totopandoyo, 1981:25,26).

E. STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945

1. Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar


1945 Hasil Amandemen 2002

Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal
mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-citanya. Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan
filsafat hidup rakyat itu sebdiri yaitu filsafat Pancasila, dan inilah dasar filsafat demokrasi
Indonesia.

Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta
keberanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika” berdasar pada
moral persatuan, Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat adalah


sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara. Rakyat
merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
oleh karena itu dalam pengertian demokrasi kebebasan individu harus diletakkandalam
kerangka tujuan bersama, bukan bersifat liberal yang hanya mendasarkan pada kebebasan
individu saja dan juga bukan demokrasi klass. Kebebasan individu yang diletakkan demi
tujuan kesejahteraan bersama inilah yang menurut istilah pendiri negara disebut sebagai
asas kebersamaan, asas kekeluargaan akan tetapi ‘Bukan Nepotisme’.

Secara umum didalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa


mengandung unsur-unsur yang paling penting dan mendasar yaitu:
(1) Keterlibatan warganegara dalam pembuatan keputusan politik
(2) Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara
(3) Tingkat kebebasab atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warga negara.
(4) Suatu sistem perwakilan
(5) Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas

Berdasarkan unsur-unsur tersebut maka demokrasi mengandung ciri yang


merupakan patokan yaitu setiap sistem demokrasi adalah ide bahwa warganegara

181
seharusnya terlibat dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan
politik, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan melalui wakil pilihan mereka.
Ciri lain yang tidak boleh diabaikan adalah adanya keterlibatan atau partisipasi warga negara
baik langsung maupun tidak langsung didalam proses pemerintahan negara (Lyman Tower
Sargen, 1986:44).

Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi,
kita akan selalu menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Pollitik sebagai
komponen pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquieu
maka Supra Struktur Politik meliputi lembaga Legislatif, Lembaga Eksekutif, dan Lembaga
Yudikatif. Untuk negara-negara tertentu masih ditemukan lembaga- lembaga negara yang
lain, misalnya negara Indonesia dibawah sistem Undang-Undang Dasar 1945, lembaga –
lembaga Negara atau alat-alat perlengkapan negara adalah :

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat

Presiden

Mahkamah Agung

Badan Pemeriksa Keuangan

Adapun infra struktur politik suatu negara terdiri atas lima komponen sebagai
berikkut :

Partai Politik

Golongan yang tidak berdasarkan pemilu)

Golongan Penekan

Alat Komunikasi Politik

Tokoh-Tokoh Politik

Baik Supra Struktur Politik maupun Infra Struktur Politik yang terdapat dalam sistem
ketatanegaraan masing-masing saling mempengaruhi serta mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain. Dalam sistem demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra
Struktur Politik dan Infra Struktur Politik dapat dilihat didalam proses penentuan
kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik, maka kebijaksanaan atau
keputusan politik itu merupakan masukan (input) dari Infra Struktur, kemudian dijabarkan
sedemikian rupa oleh Supra Struktur Politik.

182
Dengan demikian dalam sistem demokrasi proses pembuatan kebijaksanaan atau
keputusan politik merupakan keseimbangan dinamis antara prakarsa pemerintah dan
partisipasi aktif rakyat atau warga-warga.

Keikutsertaan rakyat yang terumuskan dalam UUD 1945 oleh para pendiri negara
tercantumkan bahwa “kedaulatan di tangan rakyat” yang termuat dalam pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 (Dahlan Thaib, 1994:99,100).

Penjabaran Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia


Pasca Amandemen 2002

Berdasarkan ciri-ciri sistem demokrasi tersebut maka penjabaran demokrasi dalam


ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai “staatsfundamentalnorm” yaitu : “…..Suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat….” Dan kemudian dilanjutkan dd
pasal 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia….yang berbentuk Republik (ayat 1). “ Kedaulatan
adalah ditangan rakyat…..”(ayat 2), selanjutnya didalam penjelasan UUD 1945 tentang
sistem pemerintahan Negara angka Romawi III dijelaskan “ Kedaulatan Rakyat…..”

Rumusan kedaulatan ditangan rakyat menunjukkan bahwa kedudukan rakyatlah


yang tertinggi dan paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan negara dan
sebagai tujuan kekuasaan negara. Oleh karena itu “rakyat” adlah merupakan paradigma
sentral kekuasaan negara. Adapun rincian struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan demokrasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :

(a) Konsep Kekuasaan


Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut :
(1) Kekuasaan di Tangan Rakyat

(a) Pembukaan UUD 1945 alenia IV


“………… Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat……..”

(b) Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945


“Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan” ( pokok Pikiran III).

(c) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 (1)

183
“Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
Kemudian penjelasan terhadap pasal ini UUD 1945 menyebutkan
“Menetapkan bentuk kesatuan dan Republik mengandung isi Pokok
Pikiran Kedaulatan Rakyat”.

(d) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 2


“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-
Undang Dasar”.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam negara


Republik Indonesia pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan
tertinggi adalah ditangan rakyat dan realisasinya diatur dalam Undang-
Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan
tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Pembagian Kekuasaan

Sebagaimana dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat,


dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar, oleh karena itu pembagian
kekuasaan menurut demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945
adalah sebagai berikut :
(a) Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD
1945)
(b) Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPRD
(pasal 5) ayat (1), pasal 19 dan pasal 22C UUD 1945.
(c) Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (Pasal 24
ayat (1) UUD 1945)
(d) Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini
termuat dalam UUD 1945 pasal 20A ayat (1) “….. DPR juga memiliki fungsi
pengawasan”. Artinya DPR melakukan pengawasan terhadap Presiden
selaku penguasa negara.
(e) Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konsultatif, yang
dalam UUD lama didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung
(DPA), (Pasal 16 UUD 1945). Dengan lain perkataan UUD 1945 hasil
amandemen telah menghapuskan lembaga Dewan Pertimbangan Agung,
karena hal ini berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan negara
fungsinya tidak jelas.

Mekanisme pendelegasian kekuasaan yang demikian ini dalam khasanah


ilmu hukum tata negara dan ilmu politik dikenal dengan istilah

184
‘distribution of power’ yang merupakan unsur mutlak dari negara
demokrasi.

(3) Pembatasan Kekuasaan

Pembatasan kekuasaan menurut konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui


proses atau mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai
berikut :
(a) Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 “ Kedaulatan ditangan rakyat…”. Kedaulatan
politik rakyat dilaksanakan lewat Pemilu untuk membentuk MPR dan DPR
setiap 5 tahun sekali.
(b) “Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan melakukan
perubahan terhadap UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta
melakukan impeachment terhadap Presiden jikalau melanggar konstitusi.
(c) Pasal 20A ayat (1) memuat “Dewan Pperwakilan Rakyat memiliki fungsi
pengawasan, yang berarti melakukan pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden dalam jangka waktu 5
tahun”.
(d) Rakyat kembali mengadakan pemilu setelah membentuk MPR dan DPR
(Rangkaian kegiatan 5 tahunan sebagai realisasi periodesasi kekuasaan).

Dalam pembatasan kekuasaan menurut konsep mekanisme 5 tahunan


kekuasaan sebagaimana tersebut diatas, menurut UUD 1945 mencakup
antara lain : periode kekuasaan, pengawasan kekuasaan, dan
pertanggungjawaban kekuasaan.

(b) Konsep Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :

(1) Penjelasan UUD 1945 tentang pokok pikiran III , yaitu “ …..Oleh karena itu
sistem negara yang terbentuk dalam UUD 1945 , harus berdasarkan atas
kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas permusyawaratan perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.”
(2) Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
terbanyak, misalnya pasal 7B ayat (7).

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas mengandung pokok pikiran bahwa


konsep keputusan yang dianut dalam hukum tatanegara Indonesia adalah
berdasarkan :

185
(1) Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asasnya, artinya
segala keputusan yang diambil sejauh mungkin diusahakan dengan
musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Namun demikian jikalau mufakat itu tidak tercapai, maka dimungkinkan
pengambilan keputusan itu melalui suara terbanyak.

(c) Konsep Pengawasan

Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :

(1) Pasal 1 ayat 2, “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut
UUD”. Dalam penjelasan terhadap pasal 1 ayat 2 UUD 1945 disebutkan
bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi namun dilaksanakan dan
didistribusikan berdasarkan UUD. Berbeda dengan UUD lama sebelum
dilakukan amandemen, MPR yang memiliki kekuasaan tertinggi sebagai
penjelmaan kekuasaan rakyat maka menurut UUD hasil amandemen MPR
kekuasaannya menjadi terbatas, yaitu meliputi tiga hal, yaitu mengubah
UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden dan memberhentikan Presiden
sesuai dengan masa jabatannya atau jikalau melanggar UUD.
(2) Pasal 2 ayat 1 , : Majelis Permmusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka menurut UUD 1945 hasil amandemen
MPR hanya dipilih melalui pemilu.
(3) Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat,
disebut : “…..Kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi
anggota MPR. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-
tindakan Presiden…”.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka konsep pengawasan menurut


demokrasi Indonesia sebagai tercantum dalam UUD 1945 pada dasarnya adalah sebagai
berikut :
(1) Dilakukan oleh seluruh warga negara, karena kekuasaan didalam sistem
ketatanegaraan Indonesia adlah ditangan rakyat.
(2) Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada pada DPR.

186
(d) Konsep Partisipasi

Konsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :


(1) Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 “ Segala warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”.
(2) Pasal 28 UUD 1945 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dsb ditetapkan dengan Undang-Undang”
(3) Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 “ Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.

Berdasarkan ketentuan sebagai termuat dalam UUD 1945 tersebut diatas, maka
konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan
dan partisipasi itu terbuka untuk seluruh warganegara Indonesi (Thaib, 1994 : 100-112).

187

Anda mungkin juga menyukai