Iin Purnamasari
28
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
29
Iin Purnamasari/ JNE 3 (1) (2017): 28-39
dan ironisnya hal tersebut diketahui oleh guru struktur dan gaya hidup yang jauh berbeda
namun tidak dihentikan/direspon. Hal tersebut dengan keluarga homeschooling/sekolah rumah
memunculkan trauma mendalam sehingga tradisional di masa lalu, mengingat bangsa
orangtua memilih menjalankan homeschooling. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki
Uraian inspiratif di atas menjadi bagian masyarakat yang tengah berubah sebagai net
dari konfigurasi perkembangan homeschooling di generation dan masyarakat informasi di era post
Indonesia yang telah mengalami polarisasi industrial yang lebih akrab dengan realitas-
dalam beberapa varian mengingat realitas yang bersifat virtual dan cyberspace.
perkembangan jaman yang semakin kompleks di Dunia baru yang dimediasi oleh
satu sisi, dan keluarga selaku pelaksana kehadiran teknologi informasi yang semakin
homeschooling belum mampu memenuhi maju dan super canggih telah melahirkan hal-hal
kebutuhan pendidikan anak di sisi lain. serba virtual termasuk dalam pembelajaran dan
Sehingga tidak bisa dihindari kemunculan pendidikan (Idi, 2013: 84), sebagaimana
homeschooling dalam bentuk lembaga yaitu dilakukan homeschooling saat ini dalam
homeschooling majemuk dan komunitas. komunitas-komunitas jaringan on line
Pelaksanaan pendidikan homeschooling pembelajaran. Menjadi sangat penting bagi
sangat bergantung pada peran vital orangtua peneliti untuk mengkaji homeschooling dalam
yang tidak sekedar sebagai orangtua biologis masyarakat yang tengah berkembang, melalui
semata, namun juga sebagai orangtua ideologis studi etnografi dengan permasalahan utama
yang menanamkan keyakinan, aqidah, moral, yaitu bagaimana posisi homeschooling dalam
intelektual, kecakapan hidup, visi, optimisme sistem pendidikan nasional Indonesia?,
dan spirit berprestasi pada anak. Mulai dari Bagaimana problem/permasalahan yang
belajar mandiri, hingga pembentukan sikap dihadapi homeschooling?, bagaimanakah strategi
moral percaya atas kemampuan diri sendiri agar dan solusi dalam melaksanakan homeschooling?
bisa memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa pertanyaan tersebut akan diuraikan
Pendidikan anak di lingkungan keluarga dalam kajian potret homeschooling dalam politik
merupakan awal dan pusat bagi seluruh pendidikan di Indonesia yang dilihat dari
pertumbuhan, perkembangan mencapai regulasi yang berlaku saat ini.
kedewasaan, sehingga keluarga merupakan
“sekolah perkembangan anak” karena di METODE
lingkungan keluarga seseorang tumbuh dan
bertingkah laku sesuai dengan lingkungan Penelitian menggunakan metode kualitatif
keluarga yang berlangsung secara dengan pendekatan etnografi yang berusaha
berkesinambungan menuju tingkat kedewasaan mendapatkan informasi selengkap mungkin
(Abied dalam Asmani, 2011: 180). (Eleanor, 2016: 22), yang digunakan untuk
Struktur, pola hubungan dan gaya hidup mengkaji dan menganalisis homeschooling
keluarga yang beraneka ragam, telah menuntut dalam masyarakat, sebagai salah satu alternatif
terjadi perubahan, pergeseran antara keluarga pendidikan, dalam situasi yang ilmiah,
satu dengan yang lain dalam memberikan diantaranya adalah memotret homeschooling
pendidikan. Pada pelaksanaan homeschooling, hal dan pelaksanaannya dari sudut politik
tersebut penting karena budaya antara keluarga pendidikan. Subyek dalam penelitian ini adalah
yang satu dan lainnya memiliki perbedaan dua homeschooling tunggal yaitu pada keluara
dalam menerapkan pendidikan bagi anak karena Patricia Lestari Taslim dan Ully Pitaloka
terdapat kebiasaan, paradigma, pola hubungan, Umarella. Dua homeschooling majemuk, yaitu
serta gaya hidup yang berbeda (Christa, 2007: KOPER MANDIRI dan Jogja Patriae
266). Hal lain yang juga penting dikaji adalah Academy. Dua homeschooling komunitas, yaitu
mengenai keluarga pelaksana homeschooling Homeschooling Anak Pelangi dan
masa kini yang memiliki perbedaan pola, Homeschooling Primagama Yogyakarta. Data
30
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
31
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
keputusan pemerintah, adalah bagian dari tidak menyekolahkan anak dan memilih
dinamika. Bagi para praktisi yang masih merasa bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-
belum terwadahi dalam regulasi yang ada, anaknya.
sampai saat ini masih berupaya untuk Masalah selanjutnya adalah, banyak
memberikan masukan-masukan dan lembaga sekolah dan bimbingan belajar yang
memperjuangkan melalui cara-cara yang bisa kemudian melabeli dirinya sebagai homeshooling
dilakukan. terutama dengan sebutan komunitas, yang
dilihat sebagai lembaga sekolah namun memiliki
Permasalahan dalam Pusaran Regulasi fleksibilitas yang lebih. Hal ini dipandang
Masalah pengertian dan kategori sekolah sebagai diferensiasi makna terutama para
rumah/homeschooling dalam Permendiknas No. praktisi homeschooling tunggal, karena akan
129 Tahun 2014 yang masih banyak dinilai berimplikasi pada aspek legal dan
rancu di kalangan praktisi. Merupakan salah pengelolaannya. Secara legal homeschooling
satu masalah agak mendasar karena dinilai adalah jalur informal dan sekolah komunitas
kurang tepat, mengingat definisi homeschooling adalah jalur pendidikan nonformal. Berikut
sebagai model pendidikan dimana orangtua gambaran dari uraian di atas.
Pada gambar di atas, menunjukkan potret sebagai pendidikan informal dan nonformal.
homeschooling pada aspek politik pendidikan. Sementara terdapat pula Peraturan Menteri
Potret tersebut diperoleh dengan melihat Pendidikan Nasional/ Permendiknas No. 129
berbagai regulasi yang sedang berlaku. Pada Tahun 2014 tentang adanya homeschooling
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang tunggal, majemuk dan komunitas. Hal tersebut
Sistem Pendidikan Nasional/SISDIKNAS, selanjutnya memunculkan diferensiasi makna
tepatnya pada Pasal 27 ayat 1, ayat 2 dan Pasal pada homeschooling.
12 ayat 1 butir e. Pada beberapa regulasi tersebut Pendidikan nonformal adalah pendidikan
menjelaskan tentang bagaimana pemerintah inisiatif dari masyarakat yang berfungsi sebagai
memposisikan homeschooling/sekolah rumah pengganti, pelengkap dan penambah bagi
32
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
pendidikan formal. Jalur pendidikan ini diatur dalam peraturan harus segera direalisasikan
oleh negara, namun dengan intensitas yang lebih apabila terdapat aturan bahwa homeschooler
longgar dibandingkan sekolah formal yang harus terdaftar dan memiliki Nomor Induk
highly regulated (Issenberg, 2007: 3). Sementara Siswa Nasional (NISN). Hal ini sangat
itu pendidikan informal adalah inisiatif membutuhkan kerjasama dengan sekolah dan
masyarakat yang biasanya lebih tidak pihak-pihak lain yang terkait, meskipun tidak
terstruktur. Meskipun demikian, pemerintah harus mengubah homeschooling menjadi bagian
tetap membuka peluang untuk penyetaraan hasil dari pendidikan formal. Sebagaimana pemikiran
pendidikan informal. Dengan demikian anak- Holt & Farenga (2003: 83) yang menjelaskan
anak yang belajar yang menjalani homeschooling bahwa sekolah seharusnya bijaksana untuk
dapat memperoleh ijazah dengan cara mengikuti memberikan dukungan penuh kepada keluarga
ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh homeschooling dan mempercayai bahwa
Kementerian Pendidikan Nasional. Ujian homeschooling di suatu saat dapat membantu
Kesetaraan terdiri dari tiga jenjang, yaitu Paket penyelesaian masalah sekolah. Kesadaran
A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket bahwa homeschooling dapat menjadi alternatif
C (setara SMA). Ijazah Paket yang diperoleh dan ikut memberikan ruang pendidikan bagi
melalui Ujian Nasional Paket Kesetaraan anak yang tidak dapat ditampung dan
(UNPK) dapat digunakan untuk melanjutkan ke diselesaikan oleh sekolah, tergambar dalam
jenjang Perguruan Tinggi baik negeri maupun beberapa kasus seperti yang dialami oleh
swasta. beberapa anak antara lain Ica, Lut, dan MRP.
Pada masalah fleksibilitas dan kebutuhan Meskipun proses pembelajaran yang
data, pendidikan informal memiliki fleksibilitas dijalankan sangat fleksibel dan menyesuaikan
yang tinggi untuk beradaptasi dengan kondisi di dengan kebutuhan anak, namun ketuntasan
lapangan, baik yang berkaitan dengan anak, materi harus mengikuti standar kurikulum
perubahan lingkungan sosial-ekonomi, tekologi sekolah formal. Maka dapat diketahui bahwa
dan sebagainya. Fleksibilitas adalah kunci bagi anak homeschooling tetap diberlakukan
kekuatan sektor informal (Sharon, 2014: 447). standar sebagai aturan persyaratan ujian,
Pada penyelenggaraan homeschooling yang dimana semua syah/legal setelah mengikuti
diperlukan adalah pelaporan pelaksanaan dalam proses penilaian oleh lembaga yang ditunjuk dan
rangka memberikan data statistik Angka mengikuti standar nasional. Hal tersebut hingga
Partisipasi Kasar (APK) yang mengukur jumlah saat ini masih menjadi polemik bagi sebagian
anak yang menempuh pendidikan khusus praktisi homeschooling karena merasa tidak
(Houston & Toma, 2003: 921). Berdasarkan memiliki kebebasan dalam menjalankan proses
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belum pendidikan anak.
semua kebijakan pendidikan di Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional telah
memenuhi dan mewakili kebutuhan semua memprogramkan ujian nasional tidak lagi
elemen masyarakat khususnya praktisi menjadi penentu kelulusan, maka sudah saatnya
homeschooling. Berbagai pembenahan dan homeschooling harus jelas untuk memiliki
pengaturan selanjutnya masih diperlukan untuk induk/payung pada sebuah lembaga agar saat
harapan tercapainya equity paedagogik dalam membutuhkan ijazah yang harus ditempuh
masyarakat. melalui ujian kesetaraan sebagaimana telah
Pada perspektif persekolahan, diperlukan diatur dalam Permen 129 tahun 2014.
adanya kebijaksanaan khusus dalam Homeschooling bisa menginduk kepada sekolah
memberikan kesempatan kepada pelaku yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai
homeschooling untuk menempuh jalur penyelenggara UN, atau lembaga nonformal
pendidikannya. Sebagaimana telah diatur dalam penyelenggara ujian paket kesetaraan baik A, B,
Permen No. 129 Tahun 2014 yang disampaikan maupun C, seperti Sanggar Kegiatan
di atas maka sekolah payung yang dimaksudkan Belajar/SKB, Pusat Kegiatan Belajar
33
Iin Purnamasari/ JNE 3 (1) (2017): 28-39
Masyarakat/PKBM atau yang lain. Namun kategorisasi jenis pendidikan agar terdapat
selama ini masih terdapat persoalan di lapangan kebebasan bagi masyarakat dalam menentukan
seperti banyak sekolah sebagai pendidikan jalur pendidikan yang dapat ditempuh sesuai
formal yang ditunjuk sebagai penyelenggara UN dengan kebutuhan anak. Hal tersebut sejalan
belum mau menerima bahkan dengan tegas dengan pandangan (Illich, 2013: 46) yang
menolak pengindukan tersebut, bahkan justru memandang perlu adanya pengkategorian dalam
menimbulkan kecemburuan sosial dan pro penggantian sistem baru dalam persekolahan
kontra yang jelas. Hal ini merupakan yaitu, reformasi ruang kelas dalam sistem
permasalahan yang selama ini dihadapi oleh persekolahan, pembiakan sekolah bebas
para praktisi homeschooling terutama diseluruh masyarakat, dan transformasi seluruh
tunggal/PBK. Pada masalah UNPK (Ujian masyarakat menjadi satu ruang kelas raksasa.
Nasional Pendidikan Kesetaraan), yang selama Ketiga pendekatan ini mewakili tiga tahap
ini memberikan istilah mahir 1, mahir 2, dan dalam usulan mengubah pendidikan, dimana
mahir 3 bukan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. setiap langkah mengancam kontrol sosial yang
Kedua hal tersebut di atas menunjukkan lebih mendalam dan lebih luas daripada yang
inkonsistensi pada Peraturan Menteri mendahului (yang sudah mapan sebelumnya
Pendidikan dan Kebudayaan No. 129 Tahun sebagaimana terdapat dalam sistem sekolah).
2014, yang menyebutkan bahwa diharapkan Meskipun, peneliti disini tetap
terdapat sekolah payung yang mau dan bersedia memandang kategorisasi pendidikan lebih tepat
melaksanakan proses penilaian bagi dilakukan bukan sebagai upaya mengubah
homeschooling. Ujian Nasional dan kesetaraan pendidikan, namun lebih kepada upaya
hanya dapat diikuti jika anak memiliki laporan mewujudkan pendidikan yang berbasis pada
hasil belajar, maka pemerintah mengharapkan kebutuhan anak dari sisi psikologi belajar dan
agar semua varian homeschooling tetap faktor sosiokultural yang mempengaruhi
memperhatikan kebutuhan administratif yang kehidupan anak tersebut yaitu keterlibatan
memang dibutuhkan, dan hal tersebut juga keluarga. Homeschooling menjadi salah satu
merupakan wujud dari pemenuhan kebutuhan solusi bagi anak yang mengalami permasalahan
belajar anak sesuai regulasi yang berlaku. di sekolah. Kondisi anak yang tidak mudah atau
Pemerintah selama ini memiliki pandangan bahkan tidak dapat diterima di sekolah karena
bahwa laporan hasil belajar atau raport yang gaya belajar yang berbeda, dan kondisi psikis
dibuat oleh orangtua belum bisa internal tertentu yang ada pada diri anak
dipertanggungjawabkan dari sisi obyektifitasnya. membutuhkan pembelajaran yang fleksibel serta
Namun hal tersebut belum sepenuhnya pelayanan individu yang lebih intens. Hal
diberlakukan, bahkan masih terdapat pro, tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan
kontra, dan ketidaksadaran terutama dari pihak homeschooling. Dalam hal ini, homeschooling
sekolah, bahkan pihak Dinas Pendidikan di terlihat memiliki posisi substitusi bagi sekolah
daerah-daerah. Dalam hal ini diperlukan dan pendidikan pada umumnya. Peran sebagai
sosialisasi intens dan luas yang menjangkau pengganti atau substitusi bagi sekolah karena
seluruh masyarakat. Selain itu, masih terdapat fleksibilitas pembelajaran yang dijalankan juga
banyak perbedaan prinsip yang menjadi filosofi sangat dirasakan bagi anak-anak yang memiliki
pendidikan homeschooling yang harus permasalahan krusial sehingga mengakibatkan
berbenturan dengan peraturan-peraturan harus termarginalkan dari sekolah.
pemerintah. Homeschooling dengan pola pendidikan
Permasalahan di atas masih menjadi yang dimiliki, dapat memberikan pelayanan
persoalan utama yang belum terselesaikan. sebagaimana menjadi kebutuhan anak (Basuki,
Namun tidak dapat dipungkiri telah menjadi 2014: 11). Pelayanan psikologis bahkan terapi
bagian dari dinamika pendidikan Indonesia. kebutuhan belajar menjadi sarana bagi anak-
Menjadi sangat perlu untuk dilakukan anak yang merasa memiliki permasalahan di
34
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
sekolah, atau tidak bisa diterima di sekolah bahwa diperlukan kebijakan pendidikan
karena ketidakmampuan/ketidaksesuaian homeschooling yang benar-benar mewadahi
dengan nilai-nilai yang diterapkan, membuat kepentingan semua varian homeschooling yaitu
homeschooling saat ini menjadi salah satu pilihan tunggal, mejemuk dan komunitas. Selanjutnya
masyarakat. Namun hal tersebut bukan berarti bagi para pelaku pendidikan homeschooling
homeschooling merupakan tempat penampungan dalam semua varian yang membutuhkan
anak-anak bermasalah atau berkasus, dalam hal pengakuan dan kesetaraan harus mengacu pada
ini terdapat hal penting yang selama ini tidak kebijakan yang telah dibuat. Dengan demikian
disadari oleh sebagian besar masyarakat bahkan mobilitas terbuka untuk berpindah jalur pada
insan pendidikan terutama di sekolah, bahwa saat anak membutuhkan dapat dilaksanakan dan
anak bermasalah yang sering melanggar diterima oleh semua pihak.
peraturan atau dinilai telah melakukan Praktisi homeschooling yang masih merasa
kesalahan bukan berarti harus dirampas haknya belum terwadahi dalam kebijakan yang
untuk melanjutkan pendidikan dan proses seharusnya, harus berupaya memperjuangkan
belajarnya. Sebagaimana disampaikan oleh dan memberikan masukan-masukan kepada
salah satu informan bahwa homeschooling selain para stakeholder dan pengambil kebijakan, secara
memberikan keleluasaan proses belajar, namun bersama-sama dengan para homeschooler yang
juga sekaligus menjadi “bengkel pendidikan” lain. Hal tersebut untuk mewujudkan penguatan
bagi anak dengan berbagai dinamika hidup yang bagi homeschooler secara umum yang sebenarnya
dimiliki. Berbagai kasus bullying yang marak memiliki kepentingan dasar yang sama,
dialami oleh anak di sekolah, juga menjadi sehingga relasi sinergis antar homeschooler dalam
penilaian tersendiri bagi sebagian masyarakat berbagai varian dengan para pengambil
yang ingin menghindarkan anak dari bahaya kebijakan dapat menghasilkan regulasi yang
tersebut. Sekolah dinilai tidak aman bagi berpihak bagi semua homeschooler.
sebagian masyarakat. Pemerintah dalam hal ini sebagai
Berdasarkan uraian di atas dapat pengambil kebijakan, harus benar-benar
diketahui bahwa homecshooling bisa memberikan mengembalikan hakikat pendidikan formal,
pelayanan pendidikan anak, yang tidak nonformal dan informal berdasarkan core pada
membebani, menerima anak dalam berbagai masing-masing jalur tersebut. Hal ini berkaitan
kondisi baik fisik maupun psikisnya, serta dengan filosofi, prinsip dan konsep yang
pelayanan individu maupun pembelajaran memang berbeda-beda, dan harus dihargai
dalam kelas kecil dapat memberikan efisiensi sebagai kebebasan menentukan pilihan hidup
dan efektifitas bagi proses belajar anak yang dan mendapatkan hak pendidikan bagi para
membutuhkan suasana tersebut. Hal tersebut pelakunya. Termasuk pada pendidikan
merupakan ide yang penting dan berharga bagi homeschooling, yang tidak dapat dipungkiri saat
sekolah. Dapat disimpulkan bahwa ini berkembang secara fenomenal karena dinilai
homeschooling bisa diposisikan sebagai pilihan memiliki peran dan fungsi bagi pendidikan anak.
atau alternatif pendidikan selain sekolah, Berdasarkan uraian di atas dapat
sehingga keberadaan homeschooling sudah disimpulkan bahwa pilihan terhadap
selayaknya mendapatkan ruang untuk homeschooling tunggal dapat dilakukan oleh
berkembang. keluarga tertentu bagi anak-anaknya, dengan
syarat antara lain: (1) dapat dimulai sejak usia
Strategi dan Solusi dini sebagai penanaman fondasi nilai-nilai
Berdasarkan uraian di atas, maka keluarga sampai dengan usia sekolah di tingkat
diperlukan startegi dalam mengatasi berbagai menengah atas, (2) diperuntukkan bagi anak
permasalahan yang dihadapi para homeschooler. membutuhkan waktu khusus dan lebih untuk
Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan pendalaman passion-nya, (3) tepat diterapkan
dalam mengatasi persoalan tersebut, antara lain bagi ABK dengan tipe kecerdasan spesial yang
35
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
butuh pelayanan khusus, (4) orangtua memiliki Berdasarkan uraian yang telah
pemahaman mendalam terhadap hakikat disampaikan, dapat diklasifikasikan lebih lanjut
pendidikan anak, (4) orangtua memiliki banyak mengenai syarat-syarat dalam menjalankan
waktu bahkan full time dalam mendampingi homeschooling secara umum. Persyaratan tersebut
proses belajar anak, (5) orangtua memiliki disajikan berdasarkan uraian syarat-syarat pada
pemahaman lebih terhadap kelebihan, masing-masing varian sebagaimana telah
kelemahan dan passion anak, (6) orangtua dipaparkan sebelumnya. Profil homeschooling
memiliki pemahaman lebih terhadap tipe tunggal, majemuk dan komunitas, serta syarat-
kecerdasan, gaya belajar dan keunikan anak. syarat menjalankan homeschooling pada setiap
(7) orangtua dan anak bersama-sama varian, menjadi dasar dalam merumuskan
menentukan tujuan pendidikan dan syarat-syarat tersebut dan harus dipahami saat
pembelajaran bukan sebagai pemaksaan atas memutuskan memilih pendidikan homeschooling.
keinginan salah satu pihak, (8) keluarga Syarat-syarat tersebut antara lain:
homeschooler konsisten terhadap pilihan untuk (1) kenali model-model praktik pendidikan
belajar mandiri namun tetap membuka diri homeschooling, yang sesuai dengan kebutuhan
untuk belajar secara terbuka dengan belajar anak antara tunggal, majemuk atau
memanfaatkan lingkungan baik alam maupun komunitas, (2) alasan dan keputusan pemilihan
sosial, sehingga tetap memiliki jaringan diskusi homeschooling karena berpihak pada kebutuhan
dalam komunitas-komunitas belajar, (9) belajar anak, bukan karena kemauan orangtua
keluarga homeschooler tidak menutup diri dari semata, (3) anak memiliki kebutuhan khusus
regulasi yang diberlakukan. dalam belajar (tidak bisa belajar dalam
Sedangkan beberapa hal yang menjadi kelompok besar dan penyeragaman gaya belajar-
syarat pada pelaksanaan homeschooling majemuk kebutuhan khusus positif/negatif), (4) orangtua
yaitu: (1) harus mampu menjadi wadah sharing memiliki pemahaman mendalam tentang tipe
pengalaman dan pengetahuan antar homeschooler kecerdasan, gaya belajar, dan passion anak, (5)
tunggal, (2) mampu menjadi wadah sosialisasi orangtua memiliki kesiapan dalam menetapkan
bagi para homeschooler tunggal untuk manajemen pembelajaran, kurikulum, metode,
menemukan teman bermain, (3) mampu dan pendekatan yang sesuai bagi anak,
menjadi wadah pemecahan masalah yang (6) memanfaatkan lingkungan alam, sosial dan
dihadapi homeschooler. Beberapa syarat teknologi sebagai sumber-sumber pembelajaran,
pelaksanaan homeschooling komunitas, antara (7) mempertimbangkan kondisi keluarga sebagai
lain: (1) memiliki pemahaman terhadap hak kekhasan (kustomisasi) dalam pendidikan anak,
pendidikan anak yang sistematis sebagaimana (8) orangtua dapat mulai menjalankan
berlaku dalam sistem sekolah, (2) mengacu pada homeschooling sejak anak usia dini, karena pada
kurikulum nasional dan atau internasional rentang tersebut segala yang diserap sangat
sebagai dasar proses pembelajaran, (3) memiliki berpengaruh pada anak setelah besar. Dalam hal
pemahaman kelembagaan karena mengadopsi ini juga dapat dilakukan penjajagan komitmen
sistem sekolah, (4) mengikuti standar orangtua mengenai proses pendidikan mandiri
pendidikan formal yang meliputi standar oleh keluarga, (9) anak usia persekolahan (6-18
kelulusan, isi, proses, tenaga pendidik dan tahun/usia SD-SMA), dengan berbagai
kependidikan, keuangan, dan penilaian, (5) kebutuhan belajarnya masih bisa menempuh
mampu mewadahi homeschooling tunggal dan jenis pendidikan homeschooling,
majemuk, (6) melayani pendidikan ABK, (7) (10) mensosialisasikan pilihan homeschooling
mewadahi anak-anak yang termarjinalkan dari kepada pihak-pihak terkait seperti keluarga
sekolah, (8) fleksibilitas penyaluran minat dan besar, sesama pelaku sebagai sarana bertukar
bakat pada pencapaian prestasi dalam segala informasi, bergabung bersama kelompok
jenjang. diskusi, dan keberadaannya diketahui dinas
pendidikan setempat, (11) mendokumentasikan
36
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
proses dan karya-karya yang muncul selama sangat dimungkinkan untuk dilakukan
pembelajaran seperti foto kegiatan, dokumentasi pengembangan homeschooling ke depan.
hasil karya anak, jurnal aktifitas, (12) Berdasarkan fenomena di lapangan dan
mempertimbangkan kebutuhan ijazah. kebutuhan masyarakat, pemberdayaan
Perencanaan untuk menempuh jalur pendidikan homeschooling secara kelembagaan sebagai salah
formal di Perguruan Tinggi yang satu jenis pendidikan di Indonesia dapat
mempersyaratkan ijazah perlu menjadi dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa
perhatian bagi homeschooler untuk mengikuti hal, yaitu: (1) bagi praktisi homeschooling dari
regulasi yang diberlakukan pemerintah terkait berbagai varian untuk tetap memperhatikan
kepemilikan ijazah. Beberapa persyaratan di atas regulasi yang berlaku, seperti pelaporan pada
diakumulasikan berdasarkan syarat-syarat dalam dinas pendidikan setempat, di sisi lain regulasi
menjalankan homeschooling pada masing-masing hendaknya dibuat sesuai dengan kondisi
varian serta profil pendidikan homeschooling lapangan yang mewadahi berbagai varian.
tunggal, majemuk dan komunitas di (2) metode dan pendekatan belajar perlu
Yogyakarta. disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
Hal lain yang dapat dilakukan adalah anak. (3) perlu dilakukan diskusi, pendekatan
dengan melakukan pengembangan homeschooling bahkan kajian eksploratif oleh pemerintah agar
baik secara kelembagaan maupun konseptual. diperoleh data riil tentang kebutuhan dan
Secara kelembagaan, Pembelajaran harapan para homeschooler. (4) perlu
homeschooling yang lebih costumized, fleksibel dan pemberlakuan standar mutu, yang
disesuaikan dengan minat, bakat dan kebutuhan menyesuaikan dengan manajemen pembelajaran
siswa memerlukan kurikulum yang dibuat yang berbeda (pada tunggal, majemuk dan
berdasarkan kebutuhan dan memang harus komunitas). (5) perlu ada/diterapkan
menyesuaikan dengan kebutuhan anak. paket-paket program khusus baik untuk proses
Penyelenggaraan sekolah rumah/homeschooling maupun evaluasi pembelajaran seperti
memiliki kata kunci yang yang harus penyederhanaan proses ujian dengan standar
diperhatikan yaitu: (1) anak harus materi dan testing center sesuai dengan bidang
terdaftar di Dinas Pendidikan, tentang kegiatan yang diujikan serta sertifikasi pada masing-
belajar yang dilakukan sebagai proses masing mata uji, (6) penggiat
pendidikan (dalam usia sekolah-wajib belajar 6 homeschoooling juga harus aktif (mengakses
tahun), (2) anak harus masuk Dapodik (daftar informasi dari manapun), agar kebutuhannya
pokok pendidikan), (3) ke depan peserta didik tersentuh oleh kebijakan pemerintah, (7)
kesetaraan harus memiliki NISN/Nomor Induk mendapatkan perlakuan yang sama bagi anak-
Sekolah Nasional (FEP dalam FGD Tanggal 16 anak pelaku pendidikan homeschooling, dimana
Desember 2015, di Lounge Area Hotel UNY, saat anak menghendaki melanjutkan ke jalur
Yogyakarta). pendidikan formal, dapat diterima dan
Berdasarkan uraian di atas dapat mendapatkan kesempatan tersebut.
disampaikan bahwa homeschooling tidak dapat Hal ini menunjukkan adanya keinginan
dikomparasikan dengan sekolah, karena dari para praktisi homeschooling untuk
keduanya merupakan dua bentuk/jenis mendapatkan pengakuan dan posisi yang
pendidikan yang berbeda, maka dari itu sepadan dengan sekolah. Homeschooling yang
diperlukan regulasi dari pemerintah untuk tidak disadari telah menjadi tren pada sebagian
membuat Undang-undang khusus, yang masyarakat diharapkan dapat memenuhi
memberikan kejelasan dan legalitas dalam kebutuhan pendidikan anak. Dengan demikian
pelaksanaan pendidikan homeschooling yang diperlukan adanya pengembangan dan
tidak hanya bersifat general, sehingga tidak pemberdayaan homeschooling dari aspek
mewadahi yang khusus. Namun demikian kelembagaan sebagaimana disampaikan.
Selanjutnya, diharapkan pula adanya
37
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
homeschooling yang memiliki sisi ideal sebagai homeschooling bagi semua anak tanpa kecuali,
salah satu bentuk pendidikan di Indonesia. tidak harus ABK sehingga homeschooling
Pengembangan homeschooling secara memiliki posisi sebagai pendidikan alternatif
konseptual, dapat dilakukan melalui beberapa selain sekolah yang bisa dipilih oleh anak dan
cara yaitu: (1) polarisasi atau adanya beberapa masyarakat. Dalam hal ini juga terdapat
varian yaitu tunggal, majemuk dan komunitas pandangan bahwa homeschooling merupakan
tidak perlu dibenturkan, karena perbedaan- mitra bagi sekolah dalam pengembangan minat
perbedaan pola tersebut merupakan khasanah dan bakat anak. Hal ini sejalan dengan posisi
dan variasi pendidikan di Indonesia, (2) perlu pendidikan alternatif sebagai komplemen atau
diingat jangan sampai tujuan mulia yang hendak pelengkap bagi sekolah sebagai pendidikan
melindungi, memberikan servis/pelayanan yang formal. Sebagaimana disampaikan dalam
baik untuk anak, namun justru menyesatkan pernyataan IC pada FGD, tanggal 16 Desember
masa depan anak (misal: secara umum anak dan 2015, di Lounge Area Hotel UNY.
orangtua homeschooling tunggal memandang
bahwa ijasah adalah formalitas, namun regulasi SIMPULAN
pemerintah mewajibkan adanya ijazah untuk
berbagai keperluan), (3) berikan kepercayaan Pelaksanaan pendidikan Homeschooling
pada anak (trust childreen), terkait dengan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
potensi, kecerdaan, dan keunikan yang dimiliki. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(4) prinsip belajar dimana saja tetap dihargai dan (SISDIKNAS), dan secara khusus dicantumkan
dihormati, karena pada hakikatnya belajar dalam Pasal 27 Ayat 2 yang memberikan
dilakukan dengan merdeka. Selanjutnya, jaminan khusus untuk eksistensi dan legalitas
(5) pendidikan harus dikembalikan kepada pendidikan informal sebagai bagian integral
pemahaman antara formal, nonformal, dan didalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara
informal dengan fokus perbedaan antara legal formal posisi homeschoooling dalam
mengedepankan hasil dan proses, (6) perlu masyarakat telah diatur dalam regulasi
melibatkan para praktisi/pelaku homeschooling pemerintah dan dapat dijalankan di Indonesia.
dalam menentukan kebijakan, (hal tersebut juga Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
sebagai wujud pengakuan terhadap pendidikan homeschooling dalam ranah politik
keberadaannya), (7) terdapat badan khusus pendidikan di Indonesia, terkait dengan regulasi
akreditasi yang akan menjadi penilai kredibilitas yang belum sepenuhnya dilaksanakan dan
homeschooling, berdasarkan indikator-indikator diterima oleh semua pihak. Hal tersebut
yang disesuaikan dengan pola pendidikan terutama terjadi pada praktik pelaksanaan
homeschooling di Indonesia, (8) pengembangan homeschooling tunggal.
model pendidikan homeschooling berbasis kultur Strategi dalam melaksanakan pendidikan
yang meliputi nilai-nilai, aktifitas dan hasil homeschooling dapat dilakukan dengan
karya anak selama proses pembelajaran, pengembangan baik secara konseptual maupun
(9) homeschooling perlu dipandang sebagai re- kelembagaan. Adapun solusi dalam
edukasi orangtua untuk menyadari peran memecahkan problem homeschooling dapat
sebagai pendidik utama dan bukan dilakukan antara lain dengan memberikan
menyerahkan sepenuhnya kepada pihak lain, kebijakan pendidikan homeschooling yang benar-
(10) menjalankan homeschooling adalah upaya benar mewadahi kepentingan semua varian
mempersiapkan pembelajar mandiri yang dapat homeschooling yaitu tunggal, mejemuk dan
menyesuaikan dengan tuntutan jaman. komunitas. Selanjutnya bagi para pelaku
Pandangan-pandangan di atas merupakan pendidikan homeschooling yang membutuhkan
konsep yang dapat dijadikan sebagai dasar pengakuan dan kesetaraan harus mengacu pada
pengembangan homeschooling ke depan. kebijakan yang telah dibuat.
Kebebasan menjalankan pendidikan
38
Iin Purnamasari / JNE 3 (1) (2017): 28-39
39