Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif
kronis ialah infeksi kronis ditelinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2
bulan. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.1
Otitis media supuratif kronis merupakan penyebab masalah kesehatan yang
signifikan diberbagai belahan dunia penyakit ini banyak terdapat pada negara
berkembang dengan kondisi kumuh, padat dan tingkat hygiene rendah. Prevalensi
OMSK pada negara berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
sosioekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, status kesehatan dan gizi jelek.2
Survei Nasional Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran terakhir di
delapan provinsi Indonesia menunjukkan angka morbiditas THT sebesar 38,6%.2
Prevalensi otitis media supuratif kronis (OMSK) di seluruh dunia yaitu sekitar 65-330
juta orang, terutama di negara berkembang, dimana 39-200 juta orang (60%)
menderita penurunan fungsi pendengaran secara signifikan. Diperkirakan terdapat 31
juta kasus baru OMSK per tahun, dengan 22,6% pada anak-anak berusia <5 tahun. 3
Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan berakibat munculnya
komplikasi yang dapat meningkatkan angka kematian. Komplikasi dapat terjadi
karena adanya infeksi, inflamasi, jaringan granulasi dan pembentukan kolesteatom
yang terus menerus. Komplikasi OMSK ini terdiri dari komplikasi intrakranial dan
intratemporal (ekstrakranial). Mikroorganisme juga berperan besar dalam kejadian
OMSK, baik bakteri aerob maupun anaerob. Penyebab terbanyak adalah
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis.
Dalam hal ini.4
Otits media supuratif, baik yang akut maupun kronis mempunyai potensi
untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan
2

dapat menyebabkan kemtaian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelaianan


patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi ini didapatkan pada pasien
OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe amanpun dapat menyebabkan suatu
komplikasi, bila terinfeksi dengan kuman yang virulen dengan tersedianya antibiotika
mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat sering
menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas. Hal
tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan
komplikasi ini.1

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Anatomi Telinga
Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau cavum timpani,
dan telinga dalam atau labyrinth. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan
keseimbangan.5
3

Gambar 1. Anatomi Telinga


(Sumber: Sobotta Atlas Anatomi Manusi Jilid 3)

a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus acusticus externus.
Auricula mempunyai bentuk yang khas yang berfungsi mengumpulkan
getaran udara. Auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis
yang ditutupi kulit. Auricula mempunyai otot intrinsik dam ekstrinsik,
keduanya disarafi oleh N. facialis. Meatus acusticus externus adalah
tabung berkelok yang menghubungkan auricula dengan membran
timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari
auricula ke membrana timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih
kurang 1 inci (2,5 cm) dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop
dengan cara menarik auricular ke atas dan belakang, atau ke bawah dan
kebelakang. Bagian yang paling sempit kira-kira 5 mm dari membran
timpani. Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis dan
dua pertiga bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng
4

timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan sepertiga bagian luarnya


mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seeruminosa. Saraf
sensorik yang melapisi kulit meatus acustticus externus berasal dari
N.auriculotemporalis dan ramus auricularis N. Vagus.5

Gambar 2. Anatomi Telinga


(Sumber: Sobotta Atlas Anatomi Manusi Jilid 3)

b. Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan suatu ruang berisi udara di dalam pars
petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini
berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran
membran timpani ke perilympha telinga dalam. Membran timpani adalah
membran fibrosa tipis yang berawarna kelabu mutiara. Membrana ini
terletak miring menghadap ke bawah, depan, dan lateral membran timpani
5

berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1 cm. pinggirnya tebal dan
melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus timpanicus di
bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua
plica yaitu plica malearis anterior dan posterior yang menuju ke processus
lateralis mallei. Dari daerah segitiga kecil pada membran timpani yang
dibatasi oleh plica-plica tersebut lemas dan di sebut pars flaccida. Bagian
lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei di letakkan di
bawah permukaan dalam membran timpani oleh membran mukosa.5
Di bagian sentral telinga, terdapat cavitas timpani tempat tulang-tulang
pendengaran berada. Kavitas tersebut terletak berdekatan dengan lobus
temporalis dan serebelum di rongga kranium dengan bulbus vena
jugularis, dengan canalis caroticus serta dengan labirin telinga dalam.
Selain itu, telinga tengah di lalui oleh n.facialis dari tempat keluarnya di
basis cranii di tempat ini pula keluar serabut chorda tympani.6
Ossicula auditivus adalah malleus, incus, dan stapes. Malleus adalah
tulang pendengaran terbesar dan terdiri atas caput, collum, dan processus
lonum atau manubrium sebuah processus anterior dan processus lateralis.
Manubrium malei melekat dengan erat pada peermukaan medial
membran timpani.. manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani
pada pemeriksaan dengan otoskop. Incus mempunyai corpus yang besar
(corpus incudes) dan dua crus (crus longum dan crus breve). Stapes
mempunyai caput,collum, dua lengan, dan sebuah basis. Pinggir basis
dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oelh sebua cincin fibrosa yaitu
disebut ligamentum annulare.5
Tuba auditiva terbentang dari dinding anterior cavum timpani ke
bawah, depan dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian
posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalaha
kartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan
6

melalui pinggir atas m.constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi


tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharnyx.5

Gambar 3. Anatomi Telinga Tengah


(Sumber: Sobotta Atlas Anatomi Manusi Jilid 3)

c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrana vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membrana ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat
7

bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrana tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti yang membentuk organ corti. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema menghubungkan perilimfa skalat
timpani dengan skala vestibuli.1
Nervus vestibulocochlearis setibanya di meatus acusticus externus
terbagi menjadi N. vestibularis dan N. cochlearis. N.vestibularis melebar
untuk membentuk ganglion vestibulare. Cabang-cabang saraf kemudian
menembus ujung lateral meatus acusticus internus dan masuk dalam
labyrintus membranaceus untuk mempersarafi utriculus, sacculus, dan
ampullae ductus semisirkularis N.cochlerais cabang-cabang perifernya
berjalan dari gangglion ke organ corti.5

Gambar 4. Anatomi Telinga Dalam


(Sumber: Junquiera’s Histologi Dasar Ed 12)

B. Fisiologi Pendengaran
Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga, meatus akustikus
eksternus, dan membran timpani. Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh
rambut halus. Kulit yang melapisi saluran mengandung kelenjar keringat
modifakasi yang menghasilkan serumen suatu sekresi lengket yang menjebak
8

partikel-partikel kecil asing. Membran timpani yang membentang merintangi


pintu masuk ke telinga tengah bergetar ketika terkena gelombang suara. Agar
membran bebas bergerak ketika terkena suara tekanan udara istirahat di kedua
sisi membran timpani harus sama. Bagian dalam gendang telinga yang
menghadap ke rongga telinga tengah terpajan ke tekanan atmosfer melalui
tuba eustachius (auditorius) yang menghubungkan telinga tengah ke faring.
Tuba eustachius dalam keadaan normal menutup tetapi dapat membuka oleh
gerakan menguap, mengunyah, dan menelan.7
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani
kecairan telinga dalam. Pemindaahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga
tulang kecil atau disebut ossikulus (malleus, inkus, stapes) yang dapat
bergerak dan membentang di telinga tengah. Stapes melekat ke jendela oval
pintu masuk ke dalam koklea yang berisi cairan. Sewaktu membran timpani
bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara rangkaian tulang-tulang
tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama memindahkan frekuensi
getaran ini dari membran timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di
jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan
cairan telinga dalam mirip gelombang dengan frekuensi yang sama seperti
gelombang suara nasal. Namun diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggetarkan cairan. Sistem ossikulus memperkuat tekanan yang ditimbulkan
oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar cairan di koklea
bergetar. Pertama, karena permukaan membran timpani jauh lebih besar dari
pada luas jendela oval maka terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang
bekerja pada membran timpani disalurkan oleh osikulus ke jendela oval
(tekanan = gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus juga menimbulkan
panguatan. Bersama-sama kedua mekanisme ini meningkatkan gaya yang
bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dan jika gelombang
suara langsung mengenai jendela oval. Penambahan tekanan ini sduah cukup
untuk menggetarkan cairan di koklea.7
9

Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong


endolimfa sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane
basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi sterosilia sel-sel rambut sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi pelapasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1

C. Gangguan Fungsi Tuba Eustachius


Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drainase
sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup
dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah pada
saat mengunyah, menelan, dan menguap. Pembukaan tuba di bantu oleh otot
tensor veli palatine apabila perbedaan tekanan berbeda antara 20-40 mmHg.
Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal seperti tuba terbuka
abnormal myoclonus palatal, palatoskisis, dan obstruksi tuba.3
Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka sehingga
udara masuk ke telinga tengah waktu respirasi keadaan. ini dapat disebabkan
oleh hilangnya jaringan lemak disekitar mulut tuba sebagai akibat turunnya
berat badan yang hebat, penyakit kronis tertentu seperti rhinitis atrofi atau
faringitis, gangguan fungsi otot seperti myasthenia gravis, penggunaan obat
anti hamil pada wanita dan penggunaan esterogen pada laki-laki.3
Obstruksi tuba dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan
di nasofaring, peradangan adenoid atau tumor nasofaring. Gejala klinik awal
10

yang timbul pada penyumbatan tuba oleh tumor adalah terbentuknya cairan
pada telinga tengah (otitis media serosa).3

Gambar 5. Tuba Eustachius


(Sumber: www.ent-surgery.com)

BAB III
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK)

A. Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis
11

media supuratif kronis ialah infeksi kronis ditelinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus
atau hilang timbul lebih dari 2 bulan. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah.1

Gambar 6. Ilustrasi Otitis Media


(Sumber: www.ehealthall.com)

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang
terlambat diberikan terapi yang adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan
tubuh pasien rendah atau hygiene buruk.1 Penyebab paling umum dari OMA
adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis. Namun Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus merupakan bakteri aerob yang paling sering
ditemukan pada pasien OMSK, diikuti dengan Proteus vulgaris dan
Klebsiella pneumoniae. Faktor resiko dari OMSK belum jelas, namun infeksi
saluran napas atas berulang dan kondisi sosio-ekonomi yang buruk
12

(perumahan padat, higienitas dan nutrisi yang buruk) mungkin berhubungan


dengan perkembangan dari OMSK. 4
Terdapat berbagai macam faktor predisposisi kronisitas otitis media.
Alergi merupakan salah satu faktor konstitusi yang menyebabkan kronisitas
sehingga diduga salah satu faktor risiko penyebab OMSK adalah riwayat
rinitis alergi sebelumnya. Rinitis alergi merupakan kondisi yang memengaruhi
keadaan mukosa hidung. Mukosa hidung berlanjut dengan mukosa telinga
tengah sehingga perubahan yang terjadi pada mukosa hidung dapat berlanjut
ke telinga. Mukosa telinga tengah berasal dari lapisan ektoderm yang sama
dengan epitel saluran pernapasan atas dan juga ditemukan memiliki respons
kekebalan intrinsik yang sama terhadap stimulus alergen seperti pada saluran
hidung, sinus, dan bronkus.9

C. Patogenesis
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di
nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan
masuknya mikroba kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius,
enzim, dan antibodi. Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor
pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor
penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga
kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Perubahan
mukosa telinga sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu,
stadium oklusi tuba eutachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium
perforasi, dan stadium resolusi. OMA dapat berubah menjadi OMSK bila
perforasi menetap denagn sekret yang keluar terus menerus atau hilang
timbul.3
Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada
tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/terpapar kedunia luar. Epitel di
13

liang telinga merupakan Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen pada


di liang telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada
medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk
kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang bersisi
deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk
tempat pertumbahan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan
Pseudomonas aeroginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun
lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator sel inflamasi dan
berbagai sitokin. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks
kolesteatoma bersifat proliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis.
Massa kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ disekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap
tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembususkan
bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi
seperti labirintis, meningitis, dan abses otak.3

D. Tanda dan Gejala


Otitis media supuratif kronis ditandai dengan keluarnya cairan dari
telinga yang bersifat persisten lebih dari 2 bulan akibat ada perforasinya
membran timpani. Temuan khas lainnya yaitu berupa penebalan granular
mukosa telinga tengah, polip mukosa dan kolesteatoma dalam telinga tengah.
Sensasi telinga terasa penuh dapat terjadi karena adanya akumulasi cairan
pada telinga tengah. Selain itu, adanya cairan tersebut dapat menghambat
konduksi suara ke telinga bagian dalam dalam. Dalam beberapa kasus OMSK,
bisa ada gangguan pendengaran permanen yang dapat dikaitkan dengan
perubahan jaringan ireversibel dalam pendengaran. Infeksi kronis telinga
tengah menyebabkan edema pada lapisan telinga tengah, perforasi membran
timpani dan gangguan tulang pendengaran, sehingga terjadi Conductive
hearing loss (CHL). Selain itu, mediator inflamasi yang dihasilkan selama
14

OMSK dapat menembus ke telinga bagian dalam melalui jendela bulat. Hal
ini dapat menyebabkan hilangnya sel-sel rambut di koklea, yang
menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural (SNHL).4

Gambar 7. Tampakan Membran Timpani pada OMSK


(Sumber:www.drmkotb.com)

E. Klasifikasi
Otitis media supuratif kronik terbagi atas 2 bagian berdasarkan ada
tidaknya kolesteatom: 1) OMSK benigna ialah proses peradangan yang
terbatas pada mukosa, tidak mengenai tulang. Peforasi terletak di sentral.
Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMSK tipe benigna ini tidak terdapat kolesteatom; 2)
OMSK maligna ialah peradangan yang disertai kolesteatom dan perforasi
membran timpani, biasanya terletak di marginal atau atik. Sebagian besar
komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe ini.10
15

Gambar 8. Jenis-jenis Perforasi Membrane Timpani


(Sumber: Elfaty et al, 2017)

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan
OMSK tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari
kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan
kavum timpaninya terlihat basah atau kering.1
OMSK maligna dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK
tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik,
kadang-kadang terdapat juga kolesteatom pada OMSK dengan perforasi
subtotal. Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk hingga
kolesteatoma bertambah besar. Pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat
abses atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga
luar yang berasal dari dalaam telinga, terlihat kolesteatom pada telinga tengah
(sering terlihat pada epitimpanium), sekret berbentuk nanah dan berbau khas
(arom kolesteatoma) atau terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen
mastoid. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada
OMSK tipe bahaya.1
16

F. Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. OMSK dapat dianggap sebagai aktif dan inaktif.
Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau
otorrhea, sedangkan inaktif tidak ada otorrhea.11
a. Anamnesis
Otitis media supuratif ialah infeksi kronis ditelinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2 bulan. Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah. Selain itu dapat disertai gangguan
pendengaran yang biasanya konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran dapat ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat. Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita supurasi telinga
tengah kronik dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat penghambatan aliran
sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis, antau ancaman
pembentukan abses otak. Vertigo pada pasien dengan supurasi telinga
kronik merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberi kesan adanya
suatu fistula, berarti adanya erosi pada labirin tulang sering kali pada
kanalis semisirkularis horisontalis. Fistula merupakan temuan yang
serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ketelinga dalam, sehingga timbul keluhan labirintis (ketulian
komplit), dan dari sana berlanjut menjadi meningitis. Sensasi telinga
terasa penuh dapat terjadi karena adanya akumulasi cairan pada telinga
tengah.4,1
b. Pemeriksaan fisik
Umumnya otorrhea pada otitis media kronik bersifat purulent (kental,
putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium
perdangannya. Sekret yang mucus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
17

sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang bau, berwarna kuning
abu-abu kotor memberi kesan kolesteatom dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Jika sekret
encer berbau busuk dan tercampur darah, maka perlu dipertimbangkan
kemungkinan keganasan.11
Proses peradangan OMSK teipe aman terbatas pada mukosa saja,
perforasi terletak disentral, dan tidak dapat kolesteatom. Tanda klinik
yang dapat menjadi pedoman adanya OMSK tipe bahaya adalah perforasi
membran timpani pada marginal atau atik, sedanagkan pada kasus yang
sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retroaurikular, polip atau
jaringan granulasi diliang telinga luar yang berasal dari telingah tengah,
terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering trlihat pada
epitimpanium), sekret berbentuk nanah da berbau khas (aroma
kolesteatoma).3

Gambar 9.
Perforasi Membran Timpani Atik dan Marginal
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk
mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan
derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan
BERA (brainstem evoked response audiometry) bagi pasien anak yang
18

tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.


Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dari
sekret telinga. Pada rontgen mastoid dapat terlihat bayangan kolesteatom.3
Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leih sedikit dibandingkan
mastoid satunya atau yang normal. Erosi tulang terutama pada daerah
attic (kehilangan skutum) memberi kesan kolesteatoma.7

Gambar 10. Rontgen Mastoid Posisi Schuller


(Sumber: www.epomedicine.com)

G. Tatalaksana
Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan
medika mentosa. Terapi konversatif pada dasarnya berupa nasehat umtuk
menjaga telinga agar tetap kering, serta pembersihan telinga secara rutin
dengan penghisap ditempat praktek. Bila sekret yang terus menerus, maka
diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat
19

tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Obat tetes


telinga jangan diberikan secara terus menerus selama lebih dari 1 atau 2
minggu atau pada OMSK yang sudah tenang, karena banyak ahli berpendapat
bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung
antibiotika yang bersifat ototoksik.1,11
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Bila terdapat abses
subperiosteal retroaurikuler, maka insisi drainase abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis
baik tipe aman maupun bahaya antara lain mastoidektomi sederhana,
mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi,
miringoplasti, timpanoplasti, dan pendekatan ganda timpanoplasti (Combined
approach tympanoplasty). Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung
pada luasnya infeksi atau kolesteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman
operator.1. Tujuan pembedahan selain untuk eradikasi jaringan patologi dan
modifikasi anatomitimpanomastoid untuk mencegah infeksi berulang juga
dipergunakan sebagai sarana untuk memulihkan fungsi pendengaran.11
tatalaksana OMSK terbaru dimana kombinasi antibiotik topikal dan
sistemik merupakan pilihan pertama dalam tatalaksana OMSK. Pada
tatalaksana terbaru menunjukkan angka kesembuhan sebesar 93% pada
100.000 kasus di Amerika Serikat pada tahun 2015. Amoksisilin/clavulanat
merupakan obat pilihan pertama pada pasien OMSK sedangkan obat golongan
kuinolon merupakan obat pilihan kedua. Pada usia <18 tahun, kuinolon dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan pada tulang, sendi dan tendon. Obat
topikal golongan aminoglikosida seperti gentamicin tetes mata masih menjadi
pilihan pertama, namun golongan kuinolon lebih efektif dibandingkan dengan
aminoglikosida dan tidak mempunyai efek samping ototoksik yang sama.
Aural toilet merupakan proses penting dalam pengobatan OMSK. Kanalis
20

auditoris eksterna dan jaringan lateral telinga tengah yang terinfeksi sering
ditutupi dengan eksudat berlendir atau jaringan epitel. Tujuan dilakukan aural
toilet adalah untuk membersihkan telinga tengah sehingga obat topikal dapat
menembus jaringan. Perkembangan aural toilet terkini dengan menggunakan
mikroskop.4

H. Komplikasi OMSK Tipe Bahaya


Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media
yang berlainan, tetapi dasarnya tetap sama.1

Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut3


a. Komplikasi ditelingah tengah
1. Perforasi membran timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasialis
b. Komplikasi ditelinga dalam
1. Fistula labirin
2. Labirintis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
c. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
d. Komplikasi kesusunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis

Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi3


21

Komplikasi Intratemporal
a. Komplikasi ditelinga tengah
1. Paralisis nervus fasialis
2. Kerusakan tulang pendengaran
3. Perforasi membran timpani
b. Komplikasi ke rongga mastoid
1. Petrositis
2. Mastoiditis koalesen
c. Komplikasi ke telinga dalam
1. Labirintis
2. Tuli saraf/ sensorineural
Komplikasi ekstratemporal
a. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradura
2. Abses subdura
3. Abses otak
4. Meningitis
5. Tromboflebitis sinus lateralis
6. Hidrosealus otikus
b. Komplikasi ekstrakranial
1. Abses retroaurikuler
2. Abses Bezold’s
3. Abses zigomatikus
Selain komplikasi-komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi pada
perubahan tingkah laku.

Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut3


a. Komplikasi intratemporal
1. Perforasi membran timpani
22

2. Mastoiditis akut
3. Paresis nervus facialis
4. Labirintis
5. Petrosis
b. Komplikasi ekstratemporal
1. Abses subperiosteal
c. Kompikasi intrakranial
1. Abses otak
2. Tromboflebitis
3. Hidrosefalus otikus
4. Empiema subdura
5. Abses subdura/ekstradura

RINGKASAN

Otitis Media Akut


(OMA)

Otitis Media
Supuratif Kronik
(OMSK)
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Elfaty et al, 2017. Kelainan Telinga Tengah Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VII. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
24

2. Nilasari et al, 2016. Korelasi Pneumatisasi Mastoid dengan Derajat


destruksi Tulang Pada OMSK Disertai Acquired Cholesteatoma Secara
CT-scan. Jurnal of Agromedicine and Medical Sciences, 2(3):1-5
3. Yuspita et al, 2018. Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Kolsteatom
dengan Komplikasi Meningitis dan Paresis Nervus fasialis Perifer. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(4):1-7
4. Farida et al, 2016. Tatalaksana Terkena otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK. Jurnal Medula Unila, 6(1):180-4
5. Snell, R., 2014. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
6. Nagel, P., dan Gurkov, R., 2014. Dasar-dasar Ilmu THT. Edisi II. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
7. Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi VI.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
8. Diana, F., dan Hajar, S.,. 2017. Hubungan Rhinitis Alergi denagn
Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik. Departemen THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 49 (2):1-7
9. Pasyah, F., dan Wijana,. 2016. Otitis Media supuratif Kronik Pada Anak.
Jurnal Medical And Health Communication. 4(1):1-7
10. Paparella, M., George, A., Levine, S., 2014. Penyakit telinga Tengah dan
Mastoid dalam Buku Ajar Penyakit THT Boeis. Edisi VI. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
11. Edward, Y., dan Mulyani, S., 2015. Laporan Kasus Penatalaksanaan Otitis
Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya. Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher FK Universitas Andalas, pg.1-6

Anda mungkin juga menyukai