Anda di halaman 1dari 24

Syifa Marcelin Al Rasyid

2016-11-045
TEORI TAMBAHAN MODUL 5
A. DIAC
Diode Alternating Current atau sering disingkat dengan DIAC adalah komponen aktif Elektronika
yang memiliki dua terminal dan dapat menghantarkan arus listrik dari kedua arah jika tegangan
melampui batas breakover-nya. DIAC merupakan anggota dari keluarga Thyristor, namun berbeda
dengan Thyristor pada umumnya yang hanya menghantarkan arus listrik dari satu arah, DIAC
memiliki fungsi yang dapat menghantarkan arus listrik dari kedua arahnya atau biasanya disebut juga
dengan “Bidirectional Thyristor”.
DIAC biasanya digunakan sebagai Pembantu untuk memicu TRIAC dalam rangkaian AC Switch,
DIAC juga sering digunakan dalam berbagai rangkaian seperti rangkaian lampu dimmer (peredup)
dan rangkaian starter untuk lampu neon (florescent lamps).

Struktur Dasar dan Simbol DIAC

Ditinjau dari segi strukturnya, DIAC terdiri dari 3 lapis semikonduktor yang hampir mirip dengan
sebuah Transistor PNP. Berbeda dengan Transistor PNP yang lapisan N-nya dibuat dengan tipis agar
elektron mudah melewati lapisan N ini, Lapisan N pada DIAC dibuat cukup tebal agar elektron lebih
sulit untuk menembusnya terkecuali tegangan yang diberikan ke DIAC tersebut melebihi batas
Breakover (VBO) yang ditentukannya. Dengan memberikan tegangan yang melebihi batas
Breakovernya, DIAC akan dapat dengan mudah menghantarkan arus listrik dari arah yang
bersangkutan. Kedua Terminal DIAC biasanya dilambangkan dengan A1 (Anoda 1) dan A2 (Anoda
2) atau MT1 (Main Terminal 1) dan MT2 (Main Terminal 2).

Gambar dan Struktur dasar DIAC serta simbolnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Cara Kerja DIAC

Seperti yang disebutkan, DIAC merupakan komponen yang dapat menghantarkan arus listrik dari dua
arah jika diberikan tegangan yang melebih batas Breakovernya. Pada prinsipnya, DIAC memiliki
cara kerja yang mirip dengan dua Dioda yang dipasang paralel berlawanan seperti gambar Rangkaian
Ekuivalen diatas.
Laboratorium Elektronika Daya
STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
Apabila tegangan yang memiliki polaritas diberikan ke DIAC, dioda yang disebelah kiri akan
menghantarkan arus listrik jika tegangan positif yang diberikan melebihi tegangan breakover DIAC.
Sebaliknya, apabila DIAC diberikan tegangan positif yang melebih tegangan breakover DIAC dari
arah yang berlawanan, maka dioda sebelah kanan akan menghantarkan arus listrik.

Setelah DIAC dijadikan ke kondisi “ON” dengan menggunakan tegangan positif ataupun negatif,
DIAC akan terus menghantarkan arus listrik sampai tegangannya dikurangi hingga 0 (Nol) atau
hubungan pemberian listrik diputuskan.

B. TRIAC
 TRIAC adalah perangkat semikonduktor berterminal tiga yang berfungsi sebagai pengendali arus
listrik. Nama TRIAC ini merupakan singkatan dari TRIode for Alternating Current (Trioda untuk
arus bolak balik).  Sama seperti SCR, TRIAC juga tergolong sebagai Thyristor yang berfungsi
sebagai pengendali atau Switching. Namun, berbeda dengan SCR yang hanya dapat dilewati arus
listrik dari satu arah (unidirectional), TRIAC memiliki kemampuan yang dapat mengalirkan arus
listrik ke kedua arah (bidirectional) ketika dipicu. Terminal Gate TRIAC hanya memerlukan arus
yang relatif rendah untuk dapat mengendalikan aliran arus listrik AC yang tinggi dari dua arah
terminalnya. TRIAC sering juga disebut dengan Bidirectional Triode Thyristor.Pada dasarnya,
sebuah TRIAC sama dengan dua buah SCR yang disusun dan disambungkan secara antiparalel
(paralel yang berlawanan arah) dengan Terminal Gerbang atau Gate-nya dihubungkan bersama
menjadi satu. Jika dilihat dari strukturnya, TRIAC merupakan komponen elektronika yang terdiri dari
4 lapis semikonduktor dan 3 Terminal, Ketiga Terminal tersebut diantaranya adalah MT1, MT2 dan
Gate. MT adalah singkatan dari Main Terminal.

Nama resmi untuk TRIAC adalah Bidirectional Triode Thyristor. Ini menunjukkan sakelar dwiarah
yang dapat mengalirkan arus listrik ke kedua arah ketika dipicu (dihidupkan). Ini dapat disulut baik
dengan tegangan positif ataupun negatif pada elektrode gerbang. Sekali disulut, komponen ini akan
terus menghantar hingga arus yang mengalir lebih rendah dari arus genggamnya, misal pada akhir
paruh siklus dari arus bolak-balik. Hal tersebut membuat TRIAC sangat cocok untuk mengendalikan
kalang AC, memungkinkan pengendalian arus yang sangat tinggi dengan arus kendali yang sangat
rendah. Sebagai tambahan, memberikan pulsa sulut pada titik tertentu dalam siklus AC
memungkinkan pengendalian persentase arus yang mengalir melalui TRIAC (pengendalian fase).

Low-Current TRIAC dapat mengontak hingga kuat arus 1 ampere dan mempunyai maksimal


tegangan sampai beberapa ratus volt. Medium-Current TRIACS dapat mengontak sampai kuat arus
40 ampere dan mempunyai maksimal tegangan hingga 1.000 volt.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Aplikasi TRIAC

TRIAC merupakan komponen yang sangat cocok untuk digunakan sebagai AC Switching (Saklar
AC) karena dapat megendalikan aliran arus listrik pada dua arah siklus gelombang bolak-balik AC. 
Kemampuan inilah yang menjadi kelebihan dari TRIAC jika dibandingkan dengan SCR. Namun
TRIAC pada umumnya tidak digunakan pada rangkaian switching yang melibatkan daya yang sangat
tinggi. Salah satu alasannya adalah karena karakteristik Switching TRIAC yang non-simetris dan juga
gangguan elektromagnetik yang diciptakan oleh listrik yang berdaya tinggi itu sendiri.

Beberapa aplikasi TRIAC pada peralatan-peralatan Elektronika maupun listrik diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Pengatur pada Lampu Dimmer.


2. Pengatur Kecepatan pada Kipas Angin.
3. Pengatur Motor kecil.
4. Pengatur pada peralatan-peralatan rumah tangga yang berarus listrik AC.

Rangkaian Switching TRIAC

Gambar diatas adalah Rangkaian dasar dari aplikasi TRIAC yang digunakan sebagai Switching
(Saklar). Pada saat SW1 terbuka, tidak ada arus listrik yang mengalir ke terminal Gate TRIAC dan
Lampu dalam kondisi OFF (mati). Saat SW1 tertutup/dihubungkan, Terminal Gate pada TRIAC akan
dialiri oleh arus listrik melalui Resistor (R) dari sumber daya DC atau Baterai (V G). Hal ini akan
menggerakkan TRIAC menjadi Konduktor yang menghubungkan Lampu dengan sumber arus listrik
AC. Lampu akan berubah menjadi ON (Nyala).

SUMBER : https://teknikelektronika.com › Komponen Elektronika

https://id.wikipedia.org/wiki/TRIAC
Laboratorium Elektronika Daya
STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

TEORI TAMBAHAN MODUL 2

JENIS-JENIS RECTIFIER
Dalam mendesain penyearah daya, komponen utama yang digunakan hanyalah saklar semikonduktor.
Dalam hal ini yang sering digunakan dalam implementasinya adalah dioda dan thyristor. Thyristor
adalah sebuah saklar semikonduktor yang secara prinsip bekerja seperti dioda, namun dapat
dikendalikan penyalaannya. Berdasarkan aplikasinya penyearah/rectifier disini dapat dibagi sebagai
berikut :

1. 1 Penyearah daya satu fasa dan tiga fasa


Berdasarkan sumber energi listrik masukannya, penyeararah daya dapat dibagi menjadi dua yaitu
penyearah satu fasa dan tiga fasa. Penyearah satu fasa biasanya digunakan pada aplikasi UPS.
adaptor, atau konverter sumber DC lainnya yang memiliki kapasitas daya yang kecil. Ciri-ciri dari
penyearah jenis ini adalah selalu terdapat komponen penyimpanan energi  bisa berupa kapasitor atau
baterei untuk mendapatkan penyearah yang ideal. Pada sisi arus masukan penyearah satu fasa akan
timbul harmonisa orde ganjil yang besarnya tebalik dengan ordenya. Semisal harmonsia orde-3
besarnya 1/3 Is ; harmonisa orde-5 besarnya 1/5 Is ; dan seterusnya. Sedangkan harmonisa yang
timbul pada penyearah tiga fasa adalah harmonisa orde (6n±1) yang besarnya juga terbalik dengan
nilai orde harmonisanya.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

2.1 Penyearah daya setengah gelombang dan jembatan / gelombang penuh


Secara prinsipal, penyearah setengah gelombang bertujuan untuk menyederhanakan komponen yang
digunakan. Rangkaian konverter ini biasanya memerlukan kapasitor yang cukup besar agar
didapatkan penyearah yang ideal. Biasanya faktor daya dari penyearah setengah gelombang tidak bisa
mendekati satu, walaupun beban yang digunakan merupakan resistor murni.

Sedangkan berikut ini adalah perbedaan karakteristik tegangan dan arus antara penyearah setengah
gelombang dan gelombang penuh :

Penyearah Satu Fasa


(a) Setengah gelombang

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Penyearah Tiga Fasa


(a) Setengah gelombang

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
(b) Gelombang Penuh

Seperti halnya penyearah satu fasa gelombang penuh tak terkontrol, penyearah ini memiliki 2 jenis,
yaitu penyearah dengan tap tengah (2 dioda) dan penyearah jembatan (bridge/ 4 dioda). Yang
membedakan antara keduanya adalah komponen penyearah yang digunakannya. Penyearah jenis ini
menggunakan komponen penyearah terkontrol, seperti thyristor atau SCR (Silicon Controlled
Rectifier), IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor), MOSFET (Metal Oxide Silicon Field Ef ect
Transistor), dll. Terkontrol dalam hal ini maksudnya adalah penyearah ini dapat dipicu pada sudut
tertentu sehingga dapat menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diinginkan. Untuk memicu
komponen penyearah tersebut, kita harus mengetahui terlebih dahulu karakteristik dari masing-
masing komponennya. Untuk memicu Thyristor dibutuhkan arus pemicuan, sedangkan untuk memicu
IGBT dibutuhkan tegangan pemicuan. Komponen yang satu dengan yang lain memiliki jenis dan
besar pemicuan yang berbedabeda. Hasil keluaran dari penyearah ini adalah berupa dua buah bagian
positif dalam satu panjang gelombang dari yang inputannya adalah berupa setengah bagian positif
dan setengah bagian negatif dalam satu panjang gelombang, namun dapat dipicu pada sudut tertentu.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah rangkaian dari penyearah satu fasa gelombang penuh terkontrol :

Gambar diatas merupakan penyearah gelombang penuh terkontrol dengan beban resistif. Proses kerja
utama dari rangkaian ini sama dengan penyearah gelombang penuh tak terkontrol. Yang
membedakan adalah rangkaian ini dapat dipicu pada sudut tertentu.

SUMBER : https://indone5ia.wordpress.com/2012/02/09/rangkaian-elektronika-daya-penyearah-rectifier/
http://jendeladenngabei.blogspot.com/2012/10/penyearah-satu-fasa-gelombang-penuh.html

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
TEORI TAMBAHAN MODUL 1

Silicon controlled rectifier (SCR) atau thyristor merupakan device semikonduktor yang mempunyai
perilaku cenderung tetap on setelah diaktifkan dan cenderung tetap off setelah dimatikan (bersifat histeresis)
dan biasa digunakan sebagai saklar elektronik, protektor, dan lain sebagainya. Sebelum kita mengetahui
lebih dalam tentang pengertian dan prinsip kerja dasar dari Silicon controlled rectifier (SCR), sebaiknya kita
tahu terlebih dulu tentang definisi dari dioda shockley. Karena SCR itu sendiri memang device yang
dikembangkan dari sebuah dioda shockley, yaitu dioda yang terdiri dari empat lapisan bahan
semikonduktor, atau yang juga biasa disebut sebagai dioda PNPN.

Perkembangan dioda shockley menjadi SCR sebenarnya dicapai hanya dengan menambah suatu tambahan
kecil yang tidak lebih dari sambungan kawat ketiga yang diberi nama “gate” dari struktur PNPN yang telah
ada. untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini.

Berikut ini gambar simbol skematik dan diagram skematik dari SCR.

Jika sebuah gate dari SCR dibiarkan mengambang atau tidak terhubung (terputus), maka SCR akan
berperilaku sama persis seperti dioda shockley. Seperti halnya dioda shockley, SCR juga akan aktif dan
mengunci (latch) saat diberikan tegangan breakover antara katoda dan anoda. Untuk mematikan kembali
SCR dapat dilakukan dengan cara mengurangi arus sampai salah satu dari transistor internal tersebut jatuh
dan berada dalam mode cutoff , dan perilaku SCR yang seperti ini juga seperti dioda shockley. Lalu
sekarang coba kita bahas tentang kawat atau terminal gate yang menjadi perbedaan dari kedua perangkat
ini. Kita tahu kalau terminal gate SCR terhubung langsung ke basis transistor yang lebih rendah, itu berarti
terminal gate ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengaktifkan SCR (latch up). Dengan
memberikan tegangan yang kecil antara gate dan katoda, transistor yang bawah atau transistor yang lebih
rendah akan dipaksa ON oleh arus basis yang dihasilkan, hal ini akan menyebabkan arus basis transistor
atas mengalir dan transistor atas akan aktif dan menghantarkan arus basis untuk transistor yang bawah
(tidak dibutuhkan lagi pasokan tegangan dari terminal gate), sehingga kini kedua transistor saling menjaga
Laboratorium Elektronika Daya
STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
agar tetap aktif  atau saling mengunci (latch). Arus yang diperlukan gate untuk memulai latch up tentu saja
jauh lebih rendah daripada arus yang melalui SCR dari katoda ke anoda, sehingga SCR tidak perlu
mencapai penguatan.

Cara yang paling umum digunakan dan dianggap aman untuk mengaktifkan SCR adalah dengan
memberikan tegangan pada terminal gate, dan cara atau metode seperti ini disebut dengan “memicu”
(triggering). Bahkan dalam penggunaannya SCR biasanya sengaja dibuat atau dipilih dengan tegangan
breakover yang jauh lebih besar melampaui tegangan terbesar yang diperkirakan akan dialami oleh sumber
listrik. Sehingga SCR hanya bisa diaktifkan dengan pulsa tegangan yang diterapkan ke terminal gate, bukan
dengan tegangan breakover.

Perlu dikatakan bahwa SCR terkadang bisa dimatikan secara langsung dengan menjumper atau
mengkorsletkan terminal gate dan katoda, yang disebut dengan “reverse triggering”, dimana gate dengan
tegangan negatif (mengacu pada katoda), sehingga transistor yang lebih rendah atau dibawah dipaksa
cutoff. Saya mengatakan ini kadang-kadang karena cara ini mungkin akan melibatkan semua arus kolektor
dari transistor atas yang melewati basis transistor yang dibawah. Dan arus ini mungkin sangat substansial
sehingga membuat triggered shut off dari SCR begitu sulit. Dan sebuah thyristor Gate-Turn-Off (GTO)
yang merupakan variasi dari SCR yang akan mampu mempermudah tugas ini. akan tetapi bahkan dengan
sebuah GTO sekalipun, arus gate yang dibutuhkan untuk mematikannya mungkin sebanyak 20% dari arus
anoda (beban). Simbol skematik dari GTO ditunjukkan oleh gambar ilustrasi dibawah ini.

SCR dan GTO mempunyai skema yang sama yaitu dua transistor yang terhubung secara positif-dengan
mode feedback atau berbalikan. Satu-satunya perbedaan dari rancangan konstruksi adalah untuk
memberikan transistor NPN sebuah β yang lebih besar dari PNP. Hal ini memungkinkan arus gate yang
lebih kecil (forward atau reverse) untuk mengerahkan tingkat  kontrol yang lebih besar atas konduksi dari
katoda ke anoda. Dalam keadaan terkunci (latch), transistor PNP menjadi lebih tergantung pada NPN bukan
sebaliknya. Thyristor Gate-Turn-Off juga dikenal dengan nama Gate-controlled switch (GCS).

Pengetesan fungsi dasar SCR, atau mengidentifikasi terminal dapat dilakukan dengan ohmmeter. Karena
koneksi internal antara gate dan katoda adalah PN junction tunggal, alat ukur harus menunjukkkan adanya
sambungan atau koneksi antara terminal-terminal ini saat probe merah dihubungkan ke gate dan probe
hitam pada katoda. Seperti gambar dibawah ini.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Dan SCR akan menunjukkan terminal terbuka atau tak terhingga (OL jika pada display multimeter digital)
saat pengukuran dilakukan pada sambungan-sambungan yang lain. Perlu dipahami bahwa tes ini sangat
kasar dan bukan merupakan penilaian yang komprehensif dari SCR.  Hal ini dilakukan untuk memberikan
indikasi tahanan SCR masih baik atau sudah rusak. Dan satu-satunya  cara untuk menguji SCR yang lebih
mendalam adalah dengan arus beban.

Jika anda menggunakan multimeter yang mempunyai fungsi dioda cheknya, indikasi tegangan antara
sambungan atau persimpangan gate ke katoda mungkin hasilnya tidak akan sesuai dengan persimpangan PN
silikon pada umumnya (yang biasanya sekitar 0,7 volt). Dalam beberapa kasus, hasil pengukuran tegangan
akan jauh lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh resistor internal yang terhubung antara gate dan katoda
yang dimasukkan kedalam beberapa SCR. Resistor ini ditambahkan untuk mengurangi kerentanan SCR
terhadap pemicu (trigger) palsu, yang berasal dari lonjakan tegangan palsu, dari noise rangkaian, atau dari
pelucutan listrik statis. Dengan kata lain, adanya resistor yang terhubung di persimpangan gate-katoda
mengharuskan sinyal trigger yang kuat (arus yang besar) untuk diterapkan pada gate SCR. Fitur ini
ditemukan pada SCR yang lebih besar bukan SCR yang kecil. Ingatlah bahwa SCR dengan resistor internal
yang terhubung antara gate dan katoda akan menunjukkan kontinuitas hubungan dalam dua arah antara dua
terminal.

SCR dengan nilai resistor internal yang kecil terkadang juga disebut sebagai SCR gate sensitif, karena
kemampuannya yang dipicu (triggered) oleh sinyal positif gate yang sangat sedikit.
Rangkaian tes untuk SCR berikut ini sangat baik untuk digunakan sebagai alat uji SCR, selain itu juga
sangat baik untuk mengetahui dan memahami operasi dasar SCR. Sebuah sumber tegangan DC yang
digunakan sebagai daya dari rangkaian dan dua push button switch yang digunakan untuk mengaktifkan dan
mematikan SCR. 

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
Push button NO (tombol on) menghubungkan gate dengan anoda, sehingga arus dari terminal negatif
baterai akan melalui PN junction katoda-gate, kemudian melalui saklar, melalui resistor beban dan kembali
ke baterai. Arus gate inilah yang akan membuat SCR latch on, sehingga meskipun tombol on dilepas, beban
akan tetap mendapat daya listrik. Dengan menekan push button NC (tombol off), arus yang melalui SCR
akan terhenti, sehingga hal tersebut akan memaksa untuk mematikan SCR (Turn off).

Jika SCR tidak bisa atau gagal untuk latch, mungkin masalahnya ada pada beban rangkaian bukan pada
SCR. Arus beban dengan jumlah minimum tertentu diperlukan atau wajib dimiliki untuk menjaga agar SCR
latch on. Tingkat atau level arus minimum ini disebut “holding current”. Holding current biasanya berkisar
antara 1 miliampere sampai 50 miliampere atau mungkin lebih untuk unit yang lebih besar.

Untuk pengujian sepenuhnya dapat dilakukan dengan menguji trigger dengan tegangan breakover. Untuk
menguji batas tegangan breakover dapat dilakukan dengan cara meningkatkan suplai tegangan DC sampai
SCR aktif dan mengunci (latch) dengan sendirinya (tanpa perlu menekan tombol pushbutton). Saat tes
tegangan breakover ini perlu kehati-hatian karena mungkin memerlukan tegangan yang sangat tinggi.
Dalam bentuk sederhana, rangkaian tes SCR bisa cukup sebagai rangkaian kontrol start/stop untuk motor
DC, lampu, atau beban-beban yang praktis lainnya

Contoh penggunaan SCR pada sirkuit DC adalah sebagai perangkat atau device crowbar yang berfungsi
untuk memproteksi bila terjadi tegangan lebih (over voltage). Sirkuit crowbar terdiri dari sebuah SCR yang
dihubungkan pararel dengan output dari power supply DC. Rusaknya SCR dan power supply dapat dicegah
dengan pemasangan secara benar dan bijaksana sebuah fuse atau resistansi seri yang besar setelah SCR
untuk membatasi arus hubung singkat dari rangkaian.

Beberapa rangkaian atau perangkat sensor tegangan output akan terhubung ke gate SCR. Sehingga ketika
kondisi overvoltage terjadi, tegangan akan diterapkan di antara gate dan katoda, yang kemudian memicu
atau mentrigger SCR dan memaksa fuse untuk memutus.

Meskipun fakta mengatakan bahwa SCR merupakan perangkat DC (arus searah), namun sebagian besar
aplikasi SCR adalah untuk mengontrol daya AC (arus bolak-balik). Jika dibutuhkan arus rangkaian dalam

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
dua arah, maka beberapa atau lebih dari satu SCR dapat digunakan dalam sebuah rangkaian. Dengan begitu
SCR akan dapat menangani atau mengalirkan setiap arah arus dari kedua setengah siklus gelombang AC.

SUMBER : http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-
Rectifier.html
TEORI TAMBAHAN MODUL 1.2

SCR atau kepanjangan dari Silicon Controlled Rectifier atau thyristor merupakan salah satu jenis dioda
yang berfungsi sebagai pengendali.

Antara SCR dan dioda biasa hampir sama, namun pada komponen SCR ini memiliki tiga buah terminal
atau kaki sedangkan pada dioda biasa hanya terdapat dua terminal.

Dua terminal pada dioda biasa adalah hanya terminal Anoda dan terminal Katoda, sedangkan pada SCR
tiga terminal tersebut adalah terminal Gate, terminal Anoda dan terminal Katoda.

Terminal Gate pada komponen SCR ini berfungsi sebagai pengendali atau control untuk pemicu agar
terminal Anoda dan Katoda terhubung.

SCR banyak digunakan sebagai pengendali atau control atau saklar dalam rangkaian elektronika yang
menggunakan tegangan menengah sampai tinggi.

Pada dasarnya komponen SCR ini terdiri dari 4 bagian semikonduktor yaitu jenis PNPN (Positif Negatif
Positif Negatif). Terminal gate yang berfungsi sebagai pengendali pada SCR ini terletak dibagian bahan
tipe P (Positif) dan berdekatan dengan terminal Katoda.

Cara kerja dari komponen SCR ini hampir sama prinsipnya dengan sambungan dua buah transistor tipe
bipolar.
Cara kerja SCR
Cara kerja dari SCR sama dengan dioda pada umumnya yaitu untuk mengalirkan arus searah dari terminal
Anoda ke Katoda, namun untuk menghubungkan antara terminal Anoda dan terminal Katoda
menggunakan pengendali yaitu terminal Gate.

Untuk mengaktifkan SCR (agar terminal Anoda dan Katoda terhubung) maka pada terminal Gate harus
dialiri arus positif terlebih dahulu sebagai pemicu atau trigger.

Ketika terminal Gate dialiri arus listrik maka SCR akan aktif, antara terminal Anoda dan Katoda
terhubung sehingga arus listrik dapat mengalir dari terminal Anoda ke Katoda. Dan jika terminal Gate
sudah tidak dialiri arus positif kembali (arus positif yang ke terminal Gate dihilangkan), SCR akan masih
tetap aktif.

Untuk mengnon aktifkan SCR ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan arus maju dari terminal
Anoda ke Katoda sampai mencapai titik holding current di SCR. Titik holding current pada tiap-tiap SCR
berbeda-beda tergantung dari spesifikasi SCRnya.

Holding current pada SCR merupakan arus minimal yang harus dipertahankan agar SCR dapat bekerja
atau aktif.

Namun pada intinya untuk mengnon aktifkan SCR dapat dilakukan dengan cara menghilangkan atau
meng nol kan arus maju dari terminal Anoda ke Katoda.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Komponen elektronik SCR sering digunakan pada bidang otomotif, contohnya adalah komponen SCR ini
dipakai pada sistem pengapian CDI AC maupun sistem pengapian CDI DC pada kendaraan khususnya
pada kendaraan sepeda motor. SCR disistem pengapian CDI ini berfungsi sebagai pemicu capasitor untuk
melepaskan arus yang disimpan di dalamnya untuk menghasilkan induksi listrik pada coil pengapian.

Silicon Controlled Rectifier (SCR) atau Thrystor pertama kali diperkenalkan secara komersial pada tahun
1956. SCR memiliki kemampuan untuk  mengendalikan Tegangan dan daya yang relatif tinggi dalam suatu
perangkat kecil. Oleh karena itu SCR atau Thyristor sering difungsikan sebagai Saklar (Switch) ataupun
Pengendali (Controller) dalam Rangkaian Elektronika yang menggunakan Tegangan / Arus menengah-
tinggi (Medium-High Power). Beberapa aplikasi SCR di rangkaian elektronika diantaranya seperi rangkaian
Lampu Dimmer, rangkaian Logika, rangkaian osilator, rangkaian chopper, rangkaian pengendali kecepatan
motor, rangkaian inverter, rangkaian timer dan lain sebagainya.

Operasi SCR
Operasi SCR sama dengan operasi dioda standar kecuali bahwa SCR memerlukan tegangan positif pada
gerbang untuk menghidupkan saklar. Gerbang SCR dihubungkan dengan basis transistor internal, dan untuk
itu diperlukan setidaknya 0,7 V untuk memicu SCR. Tegangan ini disebut sebagai tegangan pemicu gerbang
(gate trigger voltage). Biasanya pabrik pembuat SCR memberikan data arus masukan minimum yang
dibutuhkan untuk menghidupkan SCR. Lembar data menyebutkan arus ini sebagai arus pemicu gerbang
(gate trigger current). Sebagai contoh lembar data 2N4441 memberikan tegangan dan arus pemicu :
VGT = 0,75 V
IGT = 10 mA
Hal ini berarti sumber yang menggerakkan gerbang 2N4441 harus mencatu 10 mA pada tegangan 0,75 V
untuk mengunci SCR.

Skema rangkaian penghubungan SCR yang dioperasikan dari sumber DC diperlihatkan pada Gambar 3.
Anoda terhubung sehingga positif terhadap katoda (bias maju). Penutupan sebentar tombol tekan (push
button) PB1 memberikan pengaruh positif tegangan terbatas pada gerbang SCR, yang men-switch ON
rangkaian anoda-katoda, atau pada konduksi, kemudian menghidupkan lampu.Rangkaian anoda-katoda akan
terhubung ON hanya satu arah. Hal ini terjadi hanya apabila anoda positif terhadap katoda dan tegangan
positif diberikan kepada gerbang Ketika SCR ON, SCR akan tetap ON, bahkan sesudah tegangan gerbang
dilepas. Satu-satunya cara mematikan SCR adalah penekanan tombol tekan PB2 sebentar, yang akan
mengurangi arus anoda-katoda sampai nol atau dengan melepaskan tegangan sumber dari rangkaian anoda-
katoda.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
SCR dapat digunakan untuk penghubungan arus pada beban yang dihubungkan pada sumber AC. Karena
SCR adalah penyearah, maka hanya dapat menghantarkan setengah dari gelombang input AC. Oleh karena
itu, output maksimum yang diberikan adalah 50%; bentuknya adalah bentuk gelombang DC yang berdenyut
setengah gelombang.

Skema penghubungan rangkaian SCR yang dioperasikan dari sumber AC diperlihatkan oleh Gambar 4.
Rangkaian anoda-katoda hanya dapat di switch ON selama setengah siklus dan jika anoda adalah positif
(diberi bias maju). Dengan tombol tekan PB1 terbuka, arus gerbang tidak mengalir sehingga rangkaian
anoda-katoda bertahan OFF. Dengan menekan tombol tekan PB1 dan terus-menerus tertutup, menyebabkan
rangkaian gerbang-katoda dan anoda-katoda diberi bias maju pada waktu yang sama. Prosedur arus searah
berdenyut setengah gelombang melewati depan lampu. Ketika tombol tekan PB1 dilepaskan, arus anoda-
katoda secara otomatis menutup OFF ketika tegangan AC turun ke nol pada gelombang sinus.

Ketika SCR dihubungkan pada sumber tegangan AC, SCR dapat juga digunakan untuk merubah atau
mengatur jumlah daya yang diberikan pada beban. Pada dasarnya SCR melakukan fungsi yang sama seperti
rheostat, tetapi SCR jauh lebih efisien. Gambar 5 menggambarkan penggunaan SCR untuk mengatur dan
menyearahkan suplai daya pada motor DC dari sumber AC.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Rangkaian SCR dari Gambar 6 dapat digunakan untuk “start lunak” dari motor induksi 3  fase. Dua SCR
dihubungkan secara terbalik paralel untuk memperoleh kontrol gelombang penuh. Dalam tema hubungan
ini, SCR pertama mengontrol tegangan apabila tegangan positif dengan bentuk gelombang sinus dan SCR
yang lain mengontrol tegangan apabila tegangan negatif. Kontrol arus dan percepatan dicapai dengan
pemberian trigger dan penyelaan SCR pada waktu yang berbeda selama setengah siklus. Jika pulsa gerbang
diberikan awal pada setengah siklus, maka outputnya tinggi. Jika pulsa gerbang diberikan terlambat pada
setengah siklus, hanya sebagian kecil dari bentuk gelombang dilewatkan dan mengakibatkan outputnya
rendah.

SUMBER : https://www.teknik-otomotif.com/2017/12/fungsi-dan-cara-kerja-scr-silicon.html

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

TEORI TAMBAHAN MODUL 3


Transformator CT adalah transformator yang mempunyai dua gulungan sekunder yang sama terhubung
secara seri.  Dengan kata lain : Transformator yang mempunyai gulungan sekunder yang di-tap (dibuat
terminal sambungan) tepat pada titik tengah gulungannya, itulah sebabnya ada sebutan “center-tap” yang
berarti “tap tengah”.

Pada gambar diperlihatkan sebuah transformator dengan gulungan sekunder sebanyak (misalnya) 50
gulungan untuk menghasilkan tegangan 50V, maka tap tengahnya (CT) dibuat tepat pada gulungan ke-25.
Dengan demikian dari A ke CT akan terdapat tegangan AC sebesar 25V (sesuai jumlah gulungannya) dan
dari CT ke B juga terdapat tegangan AC 25V.  Secara keseluruhan, dari A ke B tegangannya adalah sebesar
50V.
Jadi, apabila A dianggap titik nol Volt, maka CT akan menjadi titik 25V, dan B menjadi titik 50V.  Karena
itu transformator nol Volt yang mempunyai titik-titik tegangan 25V dan 50V bisa difungsikan sebagai
transformator CT 2x25V.  Begitu pun sebaliknya, jika yang diinginkan adalah justeru transformator nol-Volt
biasa dengan tegangan 50V maka bisa didapatkan dari transformator CT dengan mengambil dari dua titik
yaitu A dan B (25V + 25V).

Transformator CT diperlukan ketika hendak membuat power-supply untuk rangkaian-rangkaian penguat


OCL atau rangkaian lain yang memerlukan suplai tegangan simetrik.

Penyearahan gelombang penuh adalah penyearahan gelombang listrik AC menjadi DC oleh dioda-dioda pada
satu putaran penuh gelombang di mana dihasilkan dua denyut tegangan dalam polaritas yang sama per satu
putaran gelombang.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Gambar (A) adalah skema rangkaian penyearahan gelombang penuh dari tegangan sekunder transformator
Trf1 yang merupakan transformator CT (Center Tap).  Trf1 mempunyai gulungan sekunder yang pada titik
pertengahan gulungannya diberi “tap” (CT) yaitu terminal sambungan untuk koneksi 0V atau ground. 
Dengan demikian gulungan sekunder terbelah menjadi dua (gul1 dan gul2) yang masing-masingnya
menghasilkan tegangan AC yang sama besar namun saling berlawanan fasa.  Apabila di ujung gulungan 1
tegangan AC sedang mengayun ke arah positif, maka di ujung gulungan 2 tegangan AC justeru mengayun ke
arah sebaliknya yaitu negatif, itulah yang dimaksud berlawanan fasa.
Hasil penyearahan dioda D1 dan D2 kemudian disalurkan kepada sebuah beban (load) yaitu resistor R1.

Pada gambar (B) tampak hasil penyearahan dari dioda D1 dan D2 yang berupa dua denyut belahan tegangan
positif selama kurun waktu t.  Kurun waktu t adalah kurun waktu berlangsungnya satu siklus/putaran
gelombang.  Hasil penyearahan secara lengkap diperlihatkan pada gambar (C), bentuknya berupa denyut-
denyut tegangan positif di sepanjang waktu t tanpa ada celah yang kosong.
Ketika pada gulungan 1 terbit denyut tegangan positif (pada setengah putaran gelombang), D1 meluluskan
tegangan ini sedangkan pada gulungan 2 sedang terbit denyut tegangan negatif dan D2 tidak meluluskan
tegangan ini.  Lalu pada setengah putaran gelombang selanjutnya pada gulungan 1 terbit denyut tegangan
negatif maka D1 tidak meluluskan tegangan ini, namun pada gulungan 2 terbit denyut positif yang lalu
diluluskan oleh D2.
Demikianlah D1 dan D2 meluluskan denyut-denyut tegangan positif saling bergantian dari dua gulungan
yang berbeda sehingga dalam satu waktu putaran gelombang dihasilkan dua denyut tegangan positif.
Bandingkanlah dengan hasil penyearahan setengah gelombang.

Tinggi tegangan yang telah disearahkan oleh dioda D1 dan D2 itu maksimalnya ada setinggi Vmax, di
mana : 

Vmax = √2 x VAC.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

Dalam cara penulisan yang lain : Vmax = 1,41 x VAC.


Dalam contoh pada gambar di atas VAC adalah 10V, maka Vmax = 1,41 x 10 = 14V.
Tegangan hasil penyearahan gelombang penuh adalah tegangan dengan denyut-denyut yang rapat (tanpa ada
celah yang kosong dari denyut), hal ini berbeda dengan hasil penyearahan setengah gelombang.  Karena itu
dalam penyearahan gelombang penuh tegangan rata-rata menjadi naik hingga dua kali lipat.
Tegangan rata-rata (V-average) penyearahan gelombang penuh adalah :

V-average = 2Vmax / π.

Dalam cara penulisan yang lain : V-average = 0,637 x Vmax.


Apabila Vmax adalah 14V, maka V-average = 8,918V.
V-average ini adalah tegangan yang terukur oleh DC Voltmeter apabila dilakukan pengukuran terhadap VDC
(tegangan DC hasil penyearahan D1 dan D2).

R1 merupakan beban (load) bagi tegangan hasil penyearahan D1 dan D2 (lihat kembali gambar A). Dengan
adanya tegangan rata-rata (V-average) maka ada pula arus rata-rata yang akan mengalir pada beban,
diistilahkan dengan I-average.

I-average = V-average / R1.

Apabila R1 adalah sebesar 100Ω sedangkan V-average adalah setinggi 8,918V maka I-average akan ada
sebesar 8,918 / 100 = 0,08918A atau 89,18mA.

Perhatikanlah kembali gambar (C).


Tegangan searah yang dihasilkan oleh penyearahan D1 dan D2 adalah berbentuk denyut-denyut, tidak berupa
tegangan dengan kurva yang lurus di sepanjang waktu t.  Artinya bahwa tegangan DC itu adalah tegangan
yang tidak rata.  Apabila tegangan DC yang seperti ini langsung digunakan sebagai catu-daya untuk
menyuplai sebuah rangkaian elektronik, pastilah hasilnya akan kacau-balau karena masih sangat besar
mengandung “ripple” (kerut-kerut pada tegangan).
Sebagaimana telah disampaikan juga dalam tulisan : Penyearahan Setengah gelombangbahwa faktor ripple
merupakan bentuk ketidak-rataan tegangan dan bisa dilihat dari rasio perbandingan antara Vmax dengan V-
average.
Dalam skala prosentase besarnya faktor ripple ini dapat dilihat dari :

Ripple = (Vp-p / V-average) x 100.

Vp-p adalah tegangan “puncak ke puncak” (peak to peak).  Dalam hal ini Vp-p adalah sama dengan Vmax.
Apabila Vp-p = Vmax = 14V dan V-average = 8,918V, maka ripple yang ada adalah 156,9%.
Bandingkanlah dengan prosentase faktor ripple dari penyearahan setengah gelombang.  Bukankah hanya
separuhnya?
Kini, telah jelaslah perbedaan antara penyearahan setengah gelombang dengan penyearahan gelombang
penuh.
Namun demikian faktor ripple sebesar 156,9% adalah angka yang masih tinggi yang menyebabkan tegangan
hasil penyearahan tetap belum layak digunakan sebagai catu-daya.

Sumber : http://www.elektronikaspot.com/2015/01/transfomator-ct-dari-transformator-0v.html

http://www.elektronikaspot.com/2014/11/penyearahan-gelombang-penuh.html
Laboratorium Elektronika Daya
STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
TEORI TAMBAHAN MODUL 4

Pengertian Inverter
Inverter adalah suatu rangkaian elektronika daya yang digunakan untuk mengkonversi atau mengubah
tegangan searah (DC) menjadi tegangan bolak-balik (AC). Inverter merupakan kebalikan dari converter
(adaptor) yang memiliki fungsi mengubah tegangan bolak-balik (AC) menjadi tegangan searah (DC).

Saat ini terdapat beberapa tipologi  inverter, mulai dari inverter yang hanya menghasilkan tegangan
bolak-balik saja (push-pull inverter), sampai dengan inverter yang mampu menghasilkan tegangan sinus
murni tanpa harmonisasi. Selain itu inverter juga bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian
berdasarnya fasanya, mulai dari satu fasa, tiga fasa, sampai dengan multifasa.

Fungsi Inverter
Seperti yang telah dikatakan tadi, inverter memiliki fungsi mengubah tegangan searah (DC) menjadi
tegangan bolak-balik (AC). Perubahan tersebut dilakukan dengan mengubah kecepatan motor AC
dengan cara mangubah frekuensi outputnya. Jadi bisa dibilang inverter ini multifungsi, dapat mengubah
arus AC ke DC, lalu mengembalikannya lagi ke AC.

Inverter banyak digunakan pada bidang otomatisasi industri. Pengaplikasian inverter biasanya
terpasang di proses linear (parameter yang bisa diubah-ubah). Linear yang dimaksud memiliki bentuk
seperti grafik sinus, atau untuk sistem axis (servo) yang membutuhkan atau memerlukan putaran yang
presisi.

Cara Kerja Inverter


Cara kerja inverter ini sebenarnya dilakukan dengan cara mengubah input motor listrik AC menjadi DC,
yang kemudian dibuah lagi menjadi AC dengan frekuensi yang dikehendaki, sehingga motor listrik
tersebut dapat dikontrol atau dikendalikan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.
Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa teknik kendali yang dapat digunakan agar inverter dapat
menghasilkan sinyal sinusoidal. Salah satunya adalah dengan mengatur keterlambatan sudut
penyalaan inverter di tiap-tiap lengannya. Cara paling umum yanng biasa digunakan adalah modulasi
lebar pulsa (PWM).

PWM ( Pulse Width Modulation) adalah salah satu teknik modulasi dengan mengubah lebar
pulsa (duty cylce) dengan nilai amplitudo dan frekuensi yang tetap. Satu siklus pulsa merupakan
kondisi high kemudian berada di zona transisi ke kondisi low.

Secara definisi, rangkaian inverter ideal adalah inverter yang tidak menghasilkan riak di sisi
masukannya dan menghasilkan sinyal sinusoidal murni di sisi keluarannya, baik yang terkontrol
arus/tegangan, terkontrol frekuensi, ataupun terkontrol kedua-duanya. Secara umum rangkaian
inverter biasanya digunakan dalam aplikasi pengendali kecepatan motor AC, variable-frequency
drives, UPS/catu-daya AC, pemanas induksi/microvawe, Static VAR Generator, FACTS (Flexible AC
Transmission System), trasnmisi daya HVDC,  ataupun digunakan sebagai rangkaian rectifier-inverter.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
Ada banyak topologi inverter saat ini bergantung pada jumlah fasa tegangan keluarannya (1-fasa,
3-fasa, dll), metoda pengaturan sinyal kontrol tegangan keluaran (pulse width modulation (PWM),  pulse
amplitude modulation (PAM), gelombang persegi), menurut level tegangan keluaran, dll.

DASAR TEORI

Cara paling sederhana untuk menghasilkan tegangan AC adalah dengan cara mengatur
keterlambatan sudut penyalaan saklar pada tiap lengan inverter sehingga mampu menghasilkan
level tegangan keluaran positip dan negatif yang berulang dengan frekuensi tertentu, seperti yang
ditunjukan oleh gambar 3, 4, dan 5 secara berurutan. Dari gambar terlihat bahwa dengan
menambah jumlah level tegangan keluaran, bentuk gelombang kotak dapat diubah mendekati
tegangan sinusoidal. Jumlah level tegangan keluaran ini dapat diperoleh dengan teknik
penyaklaran dan topologi inverter capasitor-split, diode-clamped ataupun inverter yang disusun secara
kaskade.

INVERTER 1 FASA

INVERTER CENTER-TAP

Keunggulan dari inverter center-tap adalah:

1. Rangkaiannya sederhana dengan komponen yang minimum


2. Dua saklar yang digunakan bisa dikendalikan dengan dua rangkaian gate yang referensinya sama. (rangkaian
kendali yang sederhana)
3. Penggunaan trafo memungkinkan untuk rasio tegangan masukan DC dan tegangan keluaran AC yang tinggi
4. Adanya isolasi galvanis antara masukan dan keluaran
Kekurangan dari inverter center-tap adalah:

1. Hanya cocok untuk inverter berdaya rendah (<1kWatt)


2. Tegangan keluarannya AC kotak
3. Penggunaan trafo membuat sistem berdimensi lebih besar
4. Adanya dimagnetisasi tak-simetris yang timbul di trafo sehingga inverter menjadi kurang efisien

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

INVERTER SETENGAH JEMBATAN (HALF-BRIDGE)

INVERTER JEMBATAN PENUH  (FULL-BRIDGE)

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045

SUMBER : http://belajarelektronika.net/pengertian-fungsi-dan-cara-kerja-inverter/

kl301.ilearning.me/2015/05/19/tentang-pwm-pulse-width-modulation/

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
http://bagionothink.blogspot.com/2016/01/rangkaian-elektronika-daya-
inverter.htmlPrinsip Kerja Inverter

Prinsip kerja inverter dapat dijelaskan dengan menggunakan 4 sakelar seperti ditunjukkan pada diatas. Bila
sakelar S1 dan S2 dalam kondisi on maka akan mengalir aliran arus DC ke beban R dari arah kiri ke kanan,
jika yang hidup adalah sakelar S3 dan S4 maka akan mengalir aliran arus DC ke beban R dari arah kanan ke
kiri. Inverter biasanya menggunakan rangkaian modulasi lebar pulsa (pulse width modulation – PWM) dalam
proses conversi tegangan DC menjadi tegangan AC.

Inverter Setengah Gelombang

Prinsip kerja dari inverter satu fasa dapat dijelaskan dengan gambar diatas. Ketika transistor Q1 yang hidup
untuk waktu T0/2, tegangan pada beban V0 sebesar Vs/2. Jika transistor Q2 hanya hidup untuk T0/2, Vs/2
akan melewati beban. Q1 dan Q2 dirancang untuk bekerja saling bergantian. Pada gambar diatas juag
menunjukkan bentuk gelombang untuk tegangan keluaran dan arus transistor dengan beban resistif. Inverter
jenis ini membutuhkan dua sumber DC (sumber tegangan DC simetris), dan ketika transistor off tegangan
balik pada Vs menjadi Vs/2, yaitu :

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN
Syifa Marcelin Al Rasyid
2016-11-045
Inverter Gelombang Penuh

Rangkaian dasar inverter gelombang penuh dan bentuk gelombang output dengan beban resistif ditunjukkan
pada gambar diatas. Ketika transistor Q1 dan Q2 bekerja (ON), tegangan Vs akan mengalir ke beban tetapi
Q3 dan Q4 tidak  bekerja (OFF). Selanjutnya, transistor Q3 dan Q4 bekerja (ON) sedangkan Q1 dan Q2 tidak
bekerja (OFF), maka pada beban akan timbul tegangan –Vs.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih inverter DC ke AC diantaranya adalah.


 Kapasitas beban yang akan disupply oleh inverter dalam Watt, usahakan memilih inverter yang
beban kerjanya mendekati dengan beban yang hendak kita gunakan agar effisiensi kerjanya maksimal.
 Sumber tegangan input inverter yang akan digunakan, input DC 12 Volt atau 24 Volt.
 Bentuk gelombang output inverter, Sinewave ataupun square wave untuk tegangan output AC
inverter. Hal ini berkaitan dengan kesesuain dan efisiensi inverter DC ke AC tersebut.

Laboratorium Elektronika Daya


STT-PLN

Anda mungkin juga menyukai