Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Tentang

KESELAMATAN PASIEN & KESELAMATAN KERJA

Dosen Pembimbing:

Ns.Ramaita,S.Kep,M.Kep

Disusun Oleh:

RIZKI RAMADHAN SAPUTRA

NIM: 180101032

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKes PIALA SAKTI PARIAMAN

T.A

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ungkapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang

Telah dilimpahkan-Nya kepada kita,sehingga makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik
yang membahas tentang KESELAMATAN PASIEN & KESELAMATAN KERJA”.

Selanjutnya,salawat dan salam saya sanjungkan kepada Rasulullah SAW dan para sahabat
beliau yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam penuh ilmu
pengetahuan. Kami berterima kasih kepada dosen pembimbing Ns.Ramaita,S.Kep,M.Kep.
Selaku dosen mata kuliah Keselamatan Pasien & keselamatan Kerja yang telah memberikan
tugas ini kepada saya.

Saya berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang Keselamatan pasien & keselamatan kerja. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi siapapun yang membacanya. Saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

PARIAMAN,05 Oktober 2019

PENULIS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Keselamatan pasien adalah suatu system dimana rumah sakit memberikan asuhan
kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya diambil. System tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko (Depkes, 2008)
Setiap tindakan pelyanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya member dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh
karena itu, Rumah Sakit harus mempunyai standar tertentu dalam memberikan
pelyanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam menerima pelyanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, beberapa pasal dalam
undang-undang kesehatan yang membahasa secraa rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap
petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelyanan kesehatan kepada pasien.
Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan serta pasien sudah
seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh
karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan menenai hak pasien serta
mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan
dari pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

B. Pengertian Patient Safety


Patient Safety adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah
sakit menjadi lebih aman. Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000 patient
safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan.
Menurut Supari, tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkn cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan yang berhubungan dengan resiko pasien, laporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko.
Cooper et al (2000) dalam mendifinisikan bahwa “patient safety as the
avoidance, prefention and amelioration of adverse outcomes or injurys stemmink
from the processes of health care. “ Pengertian ini maksudnya bahwa pasien safety
merupakan penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cidera-cidera dari proses pelayanan kesehatan.
Pasien safety melibatkan system operasional dan system pelayanan yang
meminimalkan kemungkinan kejadian adverst event/ error dan memaksimalkan
langkah-langkah penanganan bila error telah terjadi. System ini mencegah terjadinya
cdera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (KKP-RS)

C. Tujuan Patient Safety


Tujuan pasien safety adalah :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3) Menurunnya KTD ( kejadian tidak diinginkan) di rumah sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
D. Lingkup keamanan dan keselamatan pasien
Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan perawatan pasien harus memenuhi
persyaratan aman perawatan berkualitas tinggi dengan mempertimbangkan hal berikut
(the comision on patient safety and quality assurance of irlandia , 2008) :
1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.
3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.
4) Meminimalkan resiko infeksi.
5) Meminimalkan resiko efek samping lain sperti jatuh atau kesalahan
pengobatan.
6) Mengelola transportasi pasien.
7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan
persyaratan perencanaan pelayanan selanjutnya.

E. Langkah-langkah patient safety


1) Sembilan solusi keselamatan pasien di RS yaitu
a. Perhatikan nama obat , rupa dan ucapan mirip (look – alike,
sound alike medication names).
Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang membingungkan
staf pelaksana adalah salah satu penyebab paling sering dalam
kesalahan obat (medication error). Solusi :
 NORUM ditekankan pada penggunaan protocol untuk
pengurangan resiko
 Memastikan terbacanya resep , label, atau penggunaan perintah
yang dicetak lebih dulu.
 Pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan identifikasi pasien.
Kegagalan mengidentifikasi pasien kesalahan pengobatan, tranfusi,
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi
kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi :
 Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini.
 Standarisasi dalam metode identifikasi disemua RS dalam suatu
sistem layanan kesehatan.
 Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
 Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien
dengan nama yang sama.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima / pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan dan
terputusnya kesinambungan pelayanan, pengobatan yang tidak tepat,
dan potensial dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien.
Rekomendasi :
 Memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan
protocol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat
kritis.
 Memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada serah terima.
 Melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah
terima.
d. Pastikan tndakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedaan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat
misskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasi yang tidak
benar. Factor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses prabedah
yang distandarisasi. Rekomendasi :
 Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada
pelaksaan proses verifikasi pra pembedahan.
 Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas
yang akan melaksanakan prosedur.
 Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum
memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien,
prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat.
Sementara semua obat-obatan , biologis , vaksin dan media kontras
memiliki profil resiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasi :
 Membuat standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah.
 Pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan
elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi /
pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah
suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication
errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasi :
 Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut
sebagai “home medication list” , sebagai perbandingan dengan
daftar saat admisi , penyerahan dan / atau perintah pemulangan
bila mana menuliskan perintah medikasi.
 Komunikasikan daftar tersebut kepada petugas pelayanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang.
Selang, kateter, dan spuit (syringe)yang digunakan harrus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD
(kejadian tidak diharapkan) yang bisa menyebabkan cidera atas pasien
melalui penyambungan spuit dan selang yang salah, serta memberikan
medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasi :
 Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail /
rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya elarang yang benar), dan bila
mana menyambung alat-alat kepada pasien ( misalnya
menggunakan sambungan dan selang yang benar).
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebarah HIV , HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang dari jarum suntik.
Rekomendasi :
 Perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas pelayanan
kesehatan.
 Pelatihan periodic para petugas di lembaga-lembaga pelayanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian
infeksi , edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka
mengenai penularan infeksi melalui darah.
 Praktik jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi
nosokomial.
Diperkirakan bahwa setiap saat lebih dari 1,4 juta orang diseluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di RS. Kebersihan tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan
masalah ini. Rekomendasi :
 Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol based
hand robs” tersedia pada titik-titik pelayanan tersedianya
sumber air pada semua kran.
 Pendidikan staf mengenai teknik kebersuhan tangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih di tempat kerja.
 Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan / observasi dan teknik-teknik yang lain.
2) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi staff RS
(depkes RI ,2006).
a. Bangun kesadaran akan nilai eselamatan pasien , ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Pimpin dan dukung staf RS , bangunlah komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien di RS.
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, kembangkan sistem dan
proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal
yang potensial bermasalah.
d. Kembangkan sistem pelaporan pastikan staf dapat dengan mudah
melaporkan kejadian atau insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS .
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien , kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien , dorong
staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa kejadian itu timbul.
g. Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien,
gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

F. Perspektif Keperawatan pada Patient Safety


Patient Safety pada keperawatan merupakan upaya pencegahan injury pada
pasien disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri. Lebih dari
10 tahun terakhir, patient safety menjadi prioritas utama dalam system pelayanan
kesehatan. Tenaga kesehatan termasuk perawat memiliki tanggung jawab terhadap
pengobatan dan perawatan pasien selama berada di rumah sakit termasuk patient
safety.
Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang terdiri
dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga para medis non perawatan dan tenaga
non medis. Dari semua kategori tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, tenaga
perawatan merupakan tenaga terbanyak dan mereka mempunya waktu kontrak dengan
pasien lebih lama dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka
mempunyai peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan
kesehatan dirumah sakit . Namun demikian, harus diakui bahwa peran perawat dalam
memberikan pelayanan yang bermutu masih membutuhkan perhatian dari pihak
manajemen. Salah satu indicator tentang pelayanan kesehatan ini dilihat dari angka
kematian pasien baik dari meninggal kurang dari 48 jam maupun lebih dari 48 jam.
Aspek hokum terhadap pasien safety atau kesalamatan pasien sebagai berikut :
UU tentang kesehatan dan UU tentang rumah sakit .
1. Keselamatan pasien sebagai isu hokum
a. Pasal 55 (3) UU no 36/2009
“Pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU no 44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan dirumah sakit.”
c. Pasal 58 UU no 36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimana.”
2) “…..Tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”

2. Tanggung jawab hokum rumah sakit


a. Pasal 29 B UU no 44/2009
“Memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.”
b. Pasal 46 UU no 44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hokum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU no 44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

3. Bukan tanggung jawab rumah sakit


Pasal 45 (1) UU no 44/2009 tentang RS
“Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hokum apabila pasien
dan atau keluarganya menolak atu menghentikan pengobatan yang
dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif.”
4. Hak Pasien
a. Pasal 32 D UU no 44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional.”
b. Pasal 32E UU no 49/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.”
c. Pasal 32J UU no 44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiran biaya pengobatan.”
d. Pasal 32Q UU no 44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan atau menuntut rumah
sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.”

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU no 44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengkoreksi system dalam rangka meningkatan
keselamatan pasien.
G. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit (DepKes)
1. Hak pasien
Standar  : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkaninformasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinanterjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.
Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan,dokter
penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan ,dokter
jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada
pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak
diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standar : RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajibandan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkandengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu,
di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi yang
benar,jelas lengkap dan jujur ,mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien
dan keluarga,mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidakang rasa dan
memenuhi kewajibab financial yang disepakati.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjaminkoordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai darisaat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,tindakan pengobatan,
rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapatkoordinasi pelayanan yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dankelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruhtahap pelayanan transisi antar unit
pelayanan dapat berjalan baik danlancar, terdapat koordinasi pelayanan yang
mencakup peningkatankomunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga,
pelayanankeperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanankesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan 15
transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses
koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukanevaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki prosesyang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulandata, menganalisis
secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, danmelakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, danfaktor-faktor lain
yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan"Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien RS", setiap RS harusmelakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait
dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan
,keuangan, setiap RS harus melakukan evaluasi intensif terkaitdengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktifmelakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasi
enterjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar : Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi programkeselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan 
menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasirisiko keselamatan
pasien dan program menekan atau mengurangikejadian tidak diharapkan,
pimpinan mendorong dan menumbuhkankomunikasi dan oordinasi antar unit dan
individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinanmengalokas
ikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan
kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan
mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria : Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis- jenis kejadian yang
memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (near miss) sampai
dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (adverse event ), Tersedia mekanisme kerja
untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan
berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia prosedur “cepat
tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
6. Mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
Standar : rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria : Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing- masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in- service training dan memberi
pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus
menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar : Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi 17 internal
dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria : Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Proses monitoring keselamatan pasien, yaitu :
a. Pembuatan sistem pelaporan secara formal
b. Pelaporan insiden/ kejadian (KTD/KNC)
c. Analisa insiden/ investigasi diduga ada kesalan prosedur
d. Tindakan perbaikan (action)

Anda mungkin juga menyukai