Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji, puja serta syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi
Rabbi, yang senantiasa memberikan curahan kasih rahmat-Nya kepada hamba-Nya,
yang benar-benar ingin mencari ridha serta hidayah-Nya. Tidak lupa rahmat serta
keselamatan semoga tercurah limpah kepada paduka alam, uswah kehidupan muslim
serta penutup para Nabi dan Rasul Allah, yakni Nabi Muhammad Saw. Akhirnya atas
izin Allah SWT makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah’KEPERAWATAN
ANAK II’ sebagai salah satu tugas mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya ucapkan
terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada
kami.
Kami memohon kepada dosen barang kali menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam makalah ini baik dari segi bahasan maupun isinya harap maklum.

Pariaman,04 November 2020

RINI ROSANI

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULIAN
1.1 Latar BELAKANG...............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah…….........................................................................4
1.3 Tujuan…………....................................................................................4
1.4 Manfaat..................................................................................................4
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Konsep dasar .........................................................................................6
2.1.1 Definisi Hirschsprung...............................................................6
2.1.2 Etiologi Hirschsprung...............................................................6
2.1.3 Patofisiologi / pathway..............................................................7
2.1.4 Manifstasi klinis.........................................................................8
2.1.5 Komplikasi ................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................9
2.1.7 Penatalaksanaan......................................................................10
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian............................................................................................11
3.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................12
3.3 Diagnosa Keperawatan.......................................................................12
3.4 Intervensi .............................................................................................13
3.5 Implementasi........................................................................................15
3.6 Evaliasi..................................................................................................20
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................21
4.2 Pertanyaan...........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit
hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada
semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald
Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938,
dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi
ganglion.
Penyakit hirschsprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung
di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran
hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,
maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki
lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit
hirschsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Selain pada
anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan

3
konstipasi faktor penyebab penyakit hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal
biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan terapeutik yaitu
dengan pembedahan dan colostomi.

1.2 Rumusan Masalah


A. Bagaiamana konsep dasar Hirschsprung ?
B. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Hirschsprung ?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti tentang sistem pencernaan berhubungan dengan Hirschsprung.
Tujuan Khusus :
5 Untuk memahami Konsep dasar Hirschsprung ?
6 Untuk membuat asuhan keperawatan Hirschsprung ?
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan tugas ini adalah :
1. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Asuhan
Keperawatan gangguan Sistem Pencernaan pada kasus Hirschsprung.
2. Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR
2.1.1 Definisi Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit


ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar
dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).
Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel


ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Dan ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi
usus spontan. (Betz & Sowden, 1987 : 196). Penyakit hirschprung adalah suatu
kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai
pada usus halus. (Ngastiyah, 2005 : 220)

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab


gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir < 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan.
( Arief Mansjoeer, 2000). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari
usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

A. Pembagian Penyakit Hirschprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
a. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan.

5
b. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan. (Ngastiyah, 2005 :
219).
2.1.2 Etiologi Hirschsprung
a. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan
submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
b. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon.
c. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 )
d. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
e. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 :
242)

6
2.1.3 Patofisiologi / pathway

Absensi ganglion Meissner dan Auerbach

Mual, muntah, Usus spastis dan Obstipasi, tidak


diare daya dorong tidak ada mekonium
ada

Distensi Gangguan
Nutrisi kurang Volume
abdomen hebat pola BAB
dari kebutuhan cairan tubuh
tubuh

Perubahan status Gangguan rasa nyaman


kesehatan anak nyeri
Pembedahan

Koping keluarga
Resti gangguan Resiko injuri tidak efektif
integritas kulit

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan

7
tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &
Sowden).

2.1.4 Manifestasi Klinis


1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja
seperti pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242)
6. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan
evaluasi mekonium.
7. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik
secara spontan maupun dengan edema.
8. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut.
9. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
10. Gejala hanya konstipasi ringan. (Mansjoer, 2000 : 380)
 Masa Neonatal :
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi-empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.

8
 Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh (Betz, Sowden 2002 : 197)

2.1.5 Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pasca bedah)
d. Inkontinensia (jangka panjang) (Betz, 2002 : 197)
f. Obstruksi usus
g. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
h. Konstipasi (Suriadi, 2001 : 241)
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap
and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan
dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. (Ngatsiyah, 2005
: 220)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna. (Betz, 2002 : 197).

9
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran
usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan
waktu 3-4 bulan), bila umur bayi itu antara 6-12 bulan, 1 dari 3 prosedur
berikut harus dilakukan :
1. Prosedur Duhamel : penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson : Bagian kolon aganglionik dibuang kemudian
dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan
saluran anal yang dilatasi.
3. Prosedur soave      : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa. (Betz. Sowden 2002 : 197)

b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi).
Perawatan yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam
fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan
mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup
bergizi serta mencegah terjadinya infeksi. (Ngastiyah 2005 : 220)

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG
3.1 PENGKAJIAN
a) Identitas pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Suku/bangsa :
5. Agama :
6. Status perkawinan :
7. Pendidikan/pekerjaan :
8. Alamat :
9. Tanggal MRS :
10. No.Register :
b) Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d) Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah
berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
f) Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.

11
g) Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri.
h) Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

3.2 Pemeriksaan Fisik


1. Sistem integument : Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada
palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
2. Sistem respirasi : Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
3. Sistem kardiovaskuler : Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur,
gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
4. Sistem penglihatan : Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
5. Sistem Gastrointestinal : Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri,
auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi
abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram,
tendernes.
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan
pembatasan diit.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak
dan rencana pembedahan.
5. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis
dinding intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

12
3.4 Intervensi
3.4.1.1 Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami


ganggguan eliminasi

Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi Rasional
Monitor cairan yang keluar dari Mengetahui warna dan konsistensi feses
kolostomi dan menentukan rencana selanjutnya
Pantau jumlah cairan kolostomi Jumlah cairan yang keluar dapat
dipertimbangkan untuk penggantian
cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola Untuk mengetahui diet yang
defekasi mempengaruhi pola defekasi terganggu.

3.4.1.2 Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,


muntah dan pembatasan diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien
dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil

Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus dan kaji apakah Kekurangan kortisol dapat menyebabkan
ada nyeri perut,mual dan muntah. gejala gastrointestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorbsi
dari makanan.
Pantau masukan makanan dan timbang Untuk mengetahui asupan makanan yang
BB tiap hari. diberikan dan kestabilan BB.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi Dapat memberikan nutrisi tanpa
protein dan serat serta rendah lemak. menambah kalori.
Tekankan pentingnya tentang Makan yang berlebihan dapat
menghentikan masukan. menyebabkan mual atau muntah.

13
3.4.1.3 Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi Rasional
Kaji terhadap tanda nyeri Mengetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya.
Berikan tindakan kenyamanan : Upaya dengan distraksi dapat
menggendong, suara halus, ketenangan mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi berikan obat analgesik Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang
kerjanya pada sistem saraf pusat

3.4.1.4 Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan


anak dan rencana pembedahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua


berkurang.
Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan
yang akan di lakukan.

Intervensi Rasional
Evaluasi tingkat ansietas. Ketakutan pada prosedur diagnostik dan
kemungkinan pembedahan.
Jadwalkan istirahat adekuat. Membatasi kelemahan, menghemat energi
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan Mengurangi rangsang eksternal yang dapat
sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu memicu peningkatan kecemasan
klien.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Untuk mengurangi kecemasan orang tua
kepada orang tua. terhadap tindakan pembedahan.

14
3.4.1.5 Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia,
nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak
mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak
terjadi infeksi pada insisi

Intervensi Rasional
Observasi faktor-faktor yang Pascabedah terdapat resiko rekuren dari
meningkatkan resiko injuri
hernia umbilikalis akibat peningkatan
tekanan intra abdomen
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Perawat yang mengantisipasi resiko
peritonitis
terjadinya perforasi atau peritonitis.
Tanda gejala yang penting adalah anak
rewel tiba-tiba dan tidak bisa dibujuk atau
diam oleh orangtua atau perawat, muntah-
muntah, peningkatan suhu tubuh dan
hilangnya bising usus. Adanya
pengeluaran pada anus yang berupa
cairan feses yang bercampur darah
merupakan tanda klinik penting bahwa
telah terjadi perforasi. semua perubahan
yang terjadi didokumentasikan oleh
perawat dan laporkan pada dokter yang
merawat.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Tujuan memasang selang nasogastrik
adalah intervensi dekompresi akibat
respon dilatasi dan kolon obstruksi dari
kolon aganglionik. Apabila tindakan
dekompresiini optimal, maka akan
menurunkan distensi abdominal yang

15
menjadi penyebab utama nyeri abdominal
pada pasien hirschsprung.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah seperti mencret atau
ikontinensia fekal, kebocoran
anastomosis, formasi striktur, obstruksi
usus, dan enterokolitis
Pertahankan status hemodinamik yang Pasien akan mendapatkan cairan
optimal intravena sebagai pemeliharaan status
hemodinamik
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur
pada hari pertama pascaoperatif dan
didorong untuk mulai berpartisipasi
dalam ambulasi dini.
Hadirkan orang terdekat Pada anak menghadirkan orang terdekat
dapat menpengaruhi penurunan respon
nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik Antibiotik menurunkan resiko infeksi
pascabedah yang akan menimbulkan reaksi inflamasi
lokal dan dapat memperlama proses
penyembuhan pasca funduplikasi
lambung

3.4.1.6 Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.


Tujuan : suhu dalam keadaan normal
Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat
dalam kultur, luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari
drainase purulen.

Intervensi Rasional
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :

16
a. mencuci tangan adalah satu-satunya
cara terbaik untuk mencegah
a. Mencuci tangan sebelum dan penularan pathogen.
setelah memberikan perawatan b. sarung tangan dapat melindungi
b. menggunakan sarung tangan tangan pada saat memegang luka
untuk mempertahankan asepsis yang dibalut atau melakukan
pada saat memberikan berbagai tindakan.
perawatan langsung
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Suhu yang terus meningkat setelah
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi pembedahan dapat merupakan tanda
kerja. awitan komplikasi pulmonal, infeksi
luka.

3.5 Implementasi

Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan


tidak adanya daya dorong.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan
eliminasi
Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi Implementasi
Monitor cairan yang keluar dari Memonitor cairan yang keluar dari
kolostomi kolostomi.
Pantau jumlah cairan kolostomi Memantau jumlah cairan
kolostomi,Jumlah cairan yang keluar
dapat dipertimbangkan untuk penggantian
cairan.
Pantau pengaruh diet terhadap pola Memantau pengaruh diet terhadap pola
defekasi defekasi.

Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan


pembatasan diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil

17
Intervensi Implementasi
Auskultasi bising usus dan kaji apakah Mendengarkan bising usus dan mengkaji
ada nyeri perut,mual dan muntah. adanya nyeri perut, mual dan muntah.
Pantau masukan makanan dan timbang Memantau masukan makanan dan
BB tiap hari. menimbang BB setiap hari.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi Memberikan diit cair, lebih lembut, tinggi
protein dan serat serta rendah lemak. protein dan serat serta rendah lemak.
Tekankan pentingnya tentang Menekankan pentingnya tentang
menghentikan masukan. menghentikan masukan karena makan
yang berlebihan dapat menyebabkan
mual atau muntah.

Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.


Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi Implementasi
Kaji terhadap tanda nyeri Mengkaji terhadap tanda nyeri untuk
mengetahui tingkat nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan : Memberikan tindakan kenyamanan :
menggendong, suara halus, ketenangan menggendong, suara halus dan
memberikan ketenangan.
Kolaborasi berikan obat analgesik Berkolaborasi dengan tim medis
memberikan obat analgesik untuk
mengurangi persepsi terhadap nyeri.

Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak dan rencana


pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua berkurang.
Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan yang akan
di lakukan.

Intervensi Implementasi
Evaluasi tingkat ansietas. Mengevaluasi tingkat kecemasan orang
tua.
Jadwalkan istirahat adekuat Menjadwalkan istirahat adekuat untuk

18
meningkatkan kemampuan koping.
Berikan pengetahuan tindakan Memberikan pengetahuan tindakan
pembedahan kepada orang tua. pembedahan kepada orang tua untuk
mengurangi kecemasan orang tua.

Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis


dinding intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak
mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi
infeksi pada insisi.

Intervensi Implementasi
Observasi faktor-faktor yang Mengobservasi faktor-faktor yang
meningkatkan resiko injuri
meningkatkan resiko injuri.
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Memonitor tanda gan gejala perforasi
peritonitis
atau peritonitis.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Lakukan pemasangan selang nasogastrik.

Monitor adanya komplikasi pascabedah Memonitor adanya komplikasi


pascabedah.
Pertahankan status hemodinamik yang Mempertahankan status hemodinamik
optimal yang optimal.
Bantu ambulasi dini Membantu ambulasi dini.
Hadirkan orang terdekat Menghadirkan orang terdekat untuk
mempengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik Berkolaborasi dengan tim medis untuk
pascabedah memberikan antibiotik pasca bedah.

Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.


Tujuan : suhu dalam keadaan normal
Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam
kultur, luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.

Intervensi Implementasi

19
Minimalkan risiko infeksi pasien
dengan :  mencuci tangan sebelum dan
setelah memberikan perawatan.
 Mencuci tangan sebelum dan  Menggunakan sarung tangan
setelah memberikan perawatan. untuk mempertahankan asepsis
 menggunakan sarung tangan pada saat memberikan perawatan
untuk mempertahankan asepsis langsung.
pada saat memberikan perawatan
langsung.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Mengobservasi suhu minimal setiap 4
catat pada kertas grafik. Laporkan jam dan mencatat pada kertas grafik dan
evaluasi kerja. melaporkan evaluasi kerja.

3.6 Evaluasi

1. Pola eliminasi berfungsi normal.


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Nyeri pada abdomen berkurang atau hilang.
4. Kecemasan orang tua berkurang.
5. Rewel pasien berkurang dan mulai nyaman dengan terpasangnnya kolostomi.
6. Suhu pasien normal.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Pembagian Penyakit Hirschprung : Penyakit Hirschprung segmen
pendek dan Penyakit Hirschprung segmen panjang. Penyebab penyakit Hirschsprung

20
karena ada kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus.
Manifestasi Klinis Hirschsprung: Konstipasi, Diare berulang, Tinja seperti
pita, berbau busuk, Distensi abdomen dan Gagal tumbuh. Komplikasi : Gawat
pernapasan, Enterokolitis, Striktura ani (pasca bedah), Inkontinensia (jangka
panjang). Pemeriksaan Diagnostik dapat berupa Foto abdomen, Enema barium,
Biopsi rectal dan Manometri anorektal.

4.2 Pertanyaan
Soal pertanyaan tentang HIRSCHSPRUNG berikut ini:
1. Salah satu data dasar bayi mengalmi hisprung adalah
A. Perut menggembung setelah lahir bayi tdk mengeluarkn mekonium (
Tinja partama pada bayi baru lahir )
B. Bayi tidak mau menyusui
C. Bayi mengalami hidrasi berat
D. Berat badan bertambah karena adanya reterdasi
2. Perencanaan yang perlu di lakukan untuk penyakit hiscprung adalah
A. Melakukan pengoparasian kepala bayi karena adanya pembesaran perut
B. meajurkan ibu untuk tidak Berbuat apa-apa terhadap bayinya
C. Anjurkan kepada ibu untuk tidk memberi asinya
D. Beritahukan ibu keadaan bayinya tentang penyakit hisprung dan ber
kaborasi dengan dokter SPOK
3. Dalam penyakit hiscprung antisipasi potensial adalah
A. Bayi tidak mau menyusui
B. Bayi rewel karena kelaparan
C. Bayi mengalami dehidrasi berat
D. Bayi tidak mengalami susah tidur
4. Salah satu kebutuhan untuk bayi yang mengalami hiscprung adalah
A. Tidak memberikan asi
B. Memberikan makan tambahan
C. Perbaikan asupan pola makan yang d konsumsi oleh bayi
D. Memberikan pol istirahat
5. Tindakan segera yang perlu d lakukan bidan untuk penyakit hiscprung
A. Segera melakukan pengoprasian kepada bayi
B. Melakukan kaloborasi dengan dokter SPOK
C. Memberika penkes kepada ibu

21
D. Menganjurkan ibu untuk memberikan asi kepada bayinya

Daftar Pustaka

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

22
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianingsih


(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit.
Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1985. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-1 .
Jakarta : FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media
Aesulapius FKUI

http://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/

http://princerudias.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan_27.html

23

Anda mungkin juga menyukai