Alhamdulillah, segala puji, puja serta syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi
Rabbi, yang senantiasa memberikan curahan kasih rahmat-Nya kepada hamba-Nya,
yang benar-benar ingin mencari ridha serta hidayah-Nya. Tidak lupa rahmat serta
keselamatan semoga tercurah limpah kepada paduka alam, uswah kehidupan muslim
serta penutup para Nabi dan Rasul Allah, yakni Nabi Muhammad Saw. Akhirnya atas
izin Allah SWT makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah’KEPERAWATAN
ANAK II’ sebagai salah satu tugas mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya ucapkan
terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada
kami.
Kami memohon kepada dosen barang kali menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam makalah ini baik dari segi bahasan maupun isinya harap maklum.
RINI ROSANI
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULIAN
1.1 Latar BELAKANG...............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah…….........................................................................4
1.3 Tujuan…………....................................................................................4
1.4 Manfaat..................................................................................................4
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Konsep dasar .........................................................................................6
2.1.1 Definisi Hirschsprung...............................................................6
2.1.2 Etiologi Hirschsprung...............................................................6
2.1.3 Patofisiologi / pathway..............................................................7
2.1.4 Manifstasi klinis.........................................................................8
2.1.5 Komplikasi ................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................9
2.1.7 Penatalaksanaan......................................................................10
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian............................................................................................11
3.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................12
3.3 Diagnosa Keperawatan.......................................................................12
3.4 Intervensi .............................................................................................13
3.5 Implementasi........................................................................................15
3.6 Evaliasi..................................................................................................20
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................21
4.2 Pertanyaan...........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit
hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada
semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald
Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938,
dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi
ganglion.
Penyakit hirschsprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung
di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran
hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,
maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki
lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit
hirschsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Selain pada
anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan
3
konstipasi faktor penyebab penyakit hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal
biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan terapeutik yaitu
dengan pembedahan dan colostomi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR
2.1.1 Definisi Hirschsprung
5
b. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan. (Ngastiyah, 2005 :
219).
2.1.2 Etiologi Hirschsprung
a. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan
submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
b. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon.
c. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 )
d. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
e. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 :
242)
6
2.1.3 Patofisiologi / pathway
Distensi Gangguan
Nutrisi kurang Volume
abdomen hebat pola BAB
dari kebutuhan cairan tubuh
tubuh
Koping keluarga
Resti gangguan Resiko injuri tidak efektif
integritas kulit
7
tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &
Sowden).
8
Masa bayi dan anak-anak :
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh (Betz, Sowden 2002 : 197)
2.1.5 Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pasca bedah)
d. Inkontinensia (jangka panjang) (Betz, 2002 : 197)
f. Obstruksi usus
g. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
h. Konstipasi (Suriadi, 2001 : 241)
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap
and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan
dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. (Ngatsiyah, 2005
: 220)
9
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran
usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan
waktu 3-4 bulan), bila umur bayi itu antara 6-12 bulan, 1 dari 3 prosedur
berikut harus dilakukan :
1. Prosedur Duhamel : penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson : Bagian kolon aganglionik dibuang kemudian
dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan
saluran anal yang dilatasi.
3. Prosedur soave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa. (Betz. Sowden 2002 : 197)
b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi).
Perawatan yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam
fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan
mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup
bergizi serta mencegah terjadinya infeksi. (Ngastiyah 2005 : 220)
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG
3.1 PENGKAJIAN
a) Identitas pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Suku/bangsa :
5. Agama :
6. Status perkawinan :
7. Pendidikan/pekerjaan :
8. Alamat :
9. Tanggal MRS :
10. No.Register :
b) Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d) Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah
berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
f) Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
11
g) Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri.
h) Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
12
3.4 Intervensi
3.4.1.1 Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.
Intervensi Rasional
Monitor cairan yang keluar dari Mengetahui warna dan konsistensi feses
kolostomi dan menentukan rencana selanjutnya
Pantau jumlah cairan kolostomi Jumlah cairan yang keluar dapat
dipertimbangkan untuk penggantian
cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola Untuk mengetahui diet yang
defekasi mempengaruhi pola defekasi terganggu.
Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus dan kaji apakah Kekurangan kortisol dapat menyebabkan
ada nyeri perut,mual dan muntah. gejala gastrointestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorbsi
dari makanan.
Pantau masukan makanan dan timbang Untuk mengetahui asupan makanan yang
BB tiap hari. diberikan dan kestabilan BB.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi Dapat memberikan nutrisi tanpa
protein dan serat serta rendah lemak. menambah kalori.
Tekankan pentingnya tentang Makan yang berlebihan dapat
menghentikan masukan. menyebabkan mual atau muntah.
13
3.4.1.3 Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap tanda nyeri Mengetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya.
Berikan tindakan kenyamanan : Upaya dengan distraksi dapat
menggendong, suara halus, ketenangan mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi berikan obat analgesik Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang
kerjanya pada sistem saraf pusat
Intervensi Rasional
Evaluasi tingkat ansietas. Ketakutan pada prosedur diagnostik dan
kemungkinan pembedahan.
Jadwalkan istirahat adekuat. Membatasi kelemahan, menghemat energi
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan Mengurangi rangsang eksternal yang dapat
sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu memicu peningkatan kecemasan
klien.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Untuk mengurangi kecemasan orang tua
kepada orang tua. terhadap tindakan pembedahan.
14
3.4.1.5 Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia,
nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak
mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak
terjadi infeksi pada insisi
Intervensi Rasional
Observasi faktor-faktor yang Pascabedah terdapat resiko rekuren dari
meningkatkan resiko injuri
hernia umbilikalis akibat peningkatan
tekanan intra abdomen
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Perawat yang mengantisipasi resiko
peritonitis
terjadinya perforasi atau peritonitis.
Tanda gejala yang penting adalah anak
rewel tiba-tiba dan tidak bisa dibujuk atau
diam oleh orangtua atau perawat, muntah-
muntah, peningkatan suhu tubuh dan
hilangnya bising usus. Adanya
pengeluaran pada anus yang berupa
cairan feses yang bercampur darah
merupakan tanda klinik penting bahwa
telah terjadi perforasi. semua perubahan
yang terjadi didokumentasikan oleh
perawat dan laporkan pada dokter yang
merawat.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Tujuan memasang selang nasogastrik
adalah intervensi dekompresi akibat
respon dilatasi dan kolon obstruksi dari
kolon aganglionik. Apabila tindakan
dekompresiini optimal, maka akan
menurunkan distensi abdominal yang
15
menjadi penyebab utama nyeri abdominal
pada pasien hirschsprung.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah seperti mencret atau
ikontinensia fekal, kebocoran
anastomosis, formasi striktur, obstruksi
usus, dan enterokolitis
Pertahankan status hemodinamik yang Pasien akan mendapatkan cairan
optimal intravena sebagai pemeliharaan status
hemodinamik
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur
pada hari pertama pascaoperatif dan
didorong untuk mulai berpartisipasi
dalam ambulasi dini.
Hadirkan orang terdekat Pada anak menghadirkan orang terdekat
dapat menpengaruhi penurunan respon
nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik Antibiotik menurunkan resiko infeksi
pascabedah yang akan menimbulkan reaksi inflamasi
lokal dan dapat memperlama proses
penyembuhan pasca funduplikasi
lambung
Intervensi Rasional
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
16
a. mencuci tangan adalah satu-satunya
cara terbaik untuk mencegah
a. Mencuci tangan sebelum dan penularan pathogen.
setelah memberikan perawatan b. sarung tangan dapat melindungi
b. menggunakan sarung tangan tangan pada saat memegang luka
untuk mempertahankan asepsis yang dibalut atau melakukan
pada saat memberikan berbagai tindakan.
perawatan langsung
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Suhu yang terus meningkat setelah
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi pembedahan dapat merupakan tanda
kerja. awitan komplikasi pulmonal, infeksi
luka.
3.5 Implementasi
Intervensi Implementasi
Monitor cairan yang keluar dari Memonitor cairan yang keluar dari
kolostomi kolostomi.
Pantau jumlah cairan kolostomi Memantau jumlah cairan
kolostomi,Jumlah cairan yang keluar
dapat dipertimbangkan untuk penggantian
cairan.
Pantau pengaruh diet terhadap pola Memantau pengaruh diet terhadap pola
defekasi defekasi.
17
Intervensi Implementasi
Auskultasi bising usus dan kaji apakah Mendengarkan bising usus dan mengkaji
ada nyeri perut,mual dan muntah. adanya nyeri perut, mual dan muntah.
Pantau masukan makanan dan timbang Memantau masukan makanan dan
BB tiap hari. menimbang BB setiap hari.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi Memberikan diit cair, lebih lembut, tinggi
protein dan serat serta rendah lemak. protein dan serat serta rendah lemak.
Tekankan pentingnya tentang Menekankan pentingnya tentang
menghentikan masukan. menghentikan masukan karena makan
yang berlebihan dapat menyebabkan
mual atau muntah.
Intervensi Implementasi
Kaji terhadap tanda nyeri Mengkaji terhadap tanda nyeri untuk
mengetahui tingkat nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan : Memberikan tindakan kenyamanan :
menggendong, suara halus, ketenangan menggendong, suara halus dan
memberikan ketenangan.
Kolaborasi berikan obat analgesik Berkolaborasi dengan tim medis
memberikan obat analgesik untuk
mengurangi persepsi terhadap nyeri.
Intervensi Implementasi
Evaluasi tingkat ansietas. Mengevaluasi tingkat kecemasan orang
tua.
Jadwalkan istirahat adekuat Menjadwalkan istirahat adekuat untuk
18
meningkatkan kemampuan koping.
Berikan pengetahuan tindakan Memberikan pengetahuan tindakan
pembedahan kepada orang tua. pembedahan kepada orang tua untuk
mengurangi kecemasan orang tua.
Intervensi Implementasi
Observasi faktor-faktor yang Mengobservasi faktor-faktor yang
meningkatkan resiko injuri
meningkatkan resiko injuri.
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Memonitor tanda gan gejala perforasi
peritonitis
atau peritonitis.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Lakukan pemasangan selang nasogastrik.
Intervensi Implementasi
19
Minimalkan risiko infeksi pasien
dengan : mencuci tangan sebelum dan
setelah memberikan perawatan.
Mencuci tangan sebelum dan Menggunakan sarung tangan
setelah memberikan perawatan. untuk mempertahankan asepsis
menggunakan sarung tangan pada saat memberikan perawatan
untuk mempertahankan asepsis langsung.
pada saat memberikan perawatan
langsung.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Mengobservasi suhu minimal setiap 4
catat pada kertas grafik. Laporkan jam dan mencatat pada kertas grafik dan
evaluasi kerja. melaporkan evaluasi kerja.
3.6 Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Pembagian Penyakit Hirschprung : Penyakit Hirschprung segmen
pendek dan Penyakit Hirschprung segmen panjang. Penyebab penyakit Hirschsprung
20
karena ada kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus.
Manifestasi Klinis Hirschsprung: Konstipasi, Diare berulang, Tinja seperti
pita, berbau busuk, Distensi abdomen dan Gagal tumbuh. Komplikasi : Gawat
pernapasan, Enterokolitis, Striktura ani (pasca bedah), Inkontinensia (jangka
panjang). Pemeriksaan Diagnostik dapat berupa Foto abdomen, Enema barium,
Biopsi rectal dan Manometri anorektal.
4.2 Pertanyaan
Soal pertanyaan tentang HIRSCHSPRUNG berikut ini:
1. Salah satu data dasar bayi mengalmi hisprung adalah
A. Perut menggembung setelah lahir bayi tdk mengeluarkn mekonium (
Tinja partama pada bayi baru lahir )
B. Bayi tidak mau menyusui
C. Bayi mengalami hidrasi berat
D. Berat badan bertambah karena adanya reterdasi
2. Perencanaan yang perlu di lakukan untuk penyakit hiscprung adalah
A. Melakukan pengoparasian kepala bayi karena adanya pembesaran perut
B. meajurkan ibu untuk tidak Berbuat apa-apa terhadap bayinya
C. Anjurkan kepada ibu untuk tidk memberi asinya
D. Beritahukan ibu keadaan bayinya tentang penyakit hisprung dan ber
kaborasi dengan dokter SPOK
3. Dalam penyakit hiscprung antisipasi potensial adalah
A. Bayi tidak mau menyusui
B. Bayi rewel karena kelaparan
C. Bayi mengalami dehidrasi berat
D. Bayi tidak mengalami susah tidur
4. Salah satu kebutuhan untuk bayi yang mengalami hiscprung adalah
A. Tidak memberikan asi
B. Memberikan makan tambahan
C. Perbaikan asupan pola makan yang d konsumsi oleh bayi
D. Memberikan pol istirahat
5. Tindakan segera yang perlu d lakukan bidan untuk penyakit hiscprung
A. Segera melakukan pengoprasian kepada bayi
B. Melakukan kaloborasi dengan dokter SPOK
C. Memberika penkes kepada ibu
21
D. Menganjurkan ibu untuk memberikan asi kepada bayinya
Daftar Pustaka
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
22
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit.
Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1985. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-1 .
Jakarta : FKUI .
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media
Aesulapius FKUI
http://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/
http://princerudias.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan_27.html
23