Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BEDAH MULUT

Nama : Desta Yusticia Hervyeny N


NIM : J2A013038P

1. Cara Pemeriksaan Temporomandibular Joint (TMJ)

Gangguan sendi temporomandibular dapat didiagnosa dengan menggunakan beberapa


pemeriksaan seperti:

a) Inspection (Bilateral).

Pada saat  inspeksi dapat diperhatikan adanya pembengkakan, deformasi ,deviasi pada
dagu dan kondisi gigi-geligi. Pembengkakan dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri
atau inflamasi sendi. Beberapa inflamasi sendi yang terjadi pada anak-anak juga dapat
menyebabkan terlihatnya pertumbuhan asimetri pada wajah bagian bawah. Synovitis juga
dapat mengakibatkan deviasi ipsilateral ketika membuka mulut dan deviasi kontralateral
ketika menutup mulut. Kehilangan gigi, maloklusi, kondisi abnormal yang diakibatkan
oleh bruxism merupakan beberapa kondisi gigi-geligi yang dapat mengawali adanya
gangguan sendi temporomandibular  (Hodges, 1990; Bont dkk., 1989).

b) Palpation (Bilateral).

Palpasi dapat dilakukan  pada area sendi temporomandibular yaitu di anterior tragus.
Palpasi TMJ dan otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa sakit dan abnormalitas
pada saat TMJ dalam kondisi statis dan kondisi bergerak. Pergerakan kondilus yang
asimetri dapat dirasakan saat palpasi dilakukan ketika pasien diintruksikan untuk
membukan dan menutup mulut.

c) TMJ Sounds.

Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan  suara yang tidak normal saat
pembukaan dan penutupan mandibula (cliking, crepitus, popping). Kliking yang terjadi
pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi discus ke antrior ringan,
sedangkan  kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan
meniscus. Krepitus sendi ditunjukkan  melalui bunyi kemeretak atau mencericit yang
lebih sering timbul saat translasi. Perforasi perlekatan discus posterior juga berkaitan
dengan krepitus sendi (Pedersen, 1988).

d) Range of Motion of Mandible.

Pengukuran pembukaan mandibula maksimum. Trismus terjadi apabila ada  keterbatasan


pembukaan mulut yang kurang dari normal. (Witulski dkk., 2014)

2. Pertanyaan untuk riwayat keluhan utama

The Sacred Seven :

a. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)


b. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
c. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
d. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
e. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
f. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
g. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
a. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada gigi, perlu ditanyakan
lebih lanjut.
Secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta
menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan
penjalarannya ke arah mana.

b. Onset dan kronologis


Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama.
Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau
menetap.
Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri timbul secara
tiba-tiba.

c. Kualitas (sifat sakit)


Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa
sakit yang tajam (jelas) seperti rasa tertusuk, diiris. Rasa sakit yang tumpul (dull)

d. Kuantitas (derajat sakit)


Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung
dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain
kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian
terhadap penyakitnya.
Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.
e. Faktor yang memperberat keluhan.

Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan,


fisik, keadaan atau posisi tertentu.

Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit, seperti makanan


panas, dingin. Bila aktifitas makan/minum menambah sakit menunjukkan adanya
rangsangan terhadap suhu.
f. Faktor yang meringankan keluhan.
Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya
dengan minum obat rasa sakit, berkumur, sikat gigi.

g. Keluhan yang menyertai


Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor
pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri pada gigi, yang perlu ditanyakan
lebih lanjut adalah :

- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?


- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, pusing ?

3. TANDA TANDA VITAL


A. Tekanan darah.

Tekanan darah diukur dengan pemeriksaan indirek pada ekstremitas atas dengan
maset tekanan darah dan stetoskop. Maset harus memiliki lebar yang tepat
untuk mendapatkan pengukuran yang akurat. Idealnya, kantong dalam manset
harus mencakup 80% dari keliling lengan, dengan pusat kantong diatas arteri
brakialis. Standar lebar manset untuk rata- rata lengan dewasa yaitu 12-14 cm.
manset yang terlalu kecil memberikan hasil lebih tinggi,sedangkan manset yang
terlalu besar menghasilkan nilai yang lebih kecil dari nilai yang sebenarnya.
Manset yang lebih sempit tersedia untuk digunakan pada anak-anak, dan manset
yang lebih lebar atay manset paha digunakan untuk pasien obesitas atau pasien
dengan tubuh yang besar. Untuk alternatif pasien obesitas, manset ukuran standar
dapat diletakkan pada lengan bawah dibawah fossa antecubital, dan arteri radialis
dapat dipalpasisehingga hanya hanya nilai sistolik rata-rata yang dapat terukur.
Instrumen yang mengukur tekanan darah pada pergelangan tangan atau jari mulai
populer,namun,penggunaannya kurang disarankan karena potensi
ketidakakuratannya. Stetoskop harus yang memiliki standar yang baik. Bell end
(cup) lebih digunakan untuk auskultasi pada arteri brakialis; namun, penggunaan
diafragma (datar) lebih sering digunakan dan dapat diterima.
Metode auskultasi pada pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan American
Heart Association adalah sebagai berikut:
1. Pasien harus didudukan dengan nyaman dengan tidak menyilangkan kaki. Kemudian
manset segera dipasangkan pada lokasi arteri brakialis. Manset diletakkan ketat pada
lengan atas dengan lengan baju yang sudah disingkap, dengan batas bawah kira-kira
satu inchi diatas fossa antecubital. Manset standar memiliki tanda panah yang
didesain menunjukkan titik tengah manset, yang berpusat diatas arteri brakialis yang
sebelumnya telah dipalpasi (pada aspek medial pada tendon bisep).
2. Selanjutnya, saat pulsus radialis dipalpasi, manset dikembangkan hingga pulsus
radial menghilang; dikembangkan hingga ditambahkan 20-30 mmHg (tekanan
sistolik palpatoir).
3. Stetoskop diletakkan diatas arteri brakialis yang sebelumnya telah dipalpasi yang
membelok pada siku dalam fossa antecubital (tidak menyentuh manset), dan
seharusnya tidak ada suara yang terdengar.
4. Katup tekanan perlahan dilepaskan, jarum menurun 2-3 mmHg perdetik. Seiring
jarum menurun, titik yang dicatat yaitu suara denyut pertama (suara Korotkoff) yang
terdengar. Pada titik ini dicatat sebagai tekanan sistolik.

5. Selanjutnya jarum masih berlanjut turun, suara denyut menjadi lebih kencang,
sehingga berkurang hingga detak yang terdengar melemah untuk beberapa saat dan
menghilang seketika. Indeks tekanan diastolik yang paling tepat saat suara hilang
sempurna. Kadang, suara redaman dapat terdengar berlanjut jauh dibawah tekanan
diastolik sesungguhnya. Jika hal ini terjadi, suara meredam pertama digunakan
sebagai tekanan diastolic.
6. Pada pasien usia lanjut dengan tekanan pulsus yang lebar, bunyi Korotkoff mungkin
tidak dapat terdengar antara tekanan sistolik dan diastolic, dan mungkin muncul
kembali jika pengempisan manset dilanjutkan. Fenomena ini disebut
auscultatory gap.

Pada dewasa normal sehat, tekanan sistolik normal berkisar 90-140 mmHg dan
umumnya meningkat seiring usia. Nilai normal tekanan diastole berkisar 60-90 mmHg.
Tekanan pulsus bervariasi diantara tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi pada orang
dewasa ditandai dengan tekanan darah sama atau lebih besar dari 140/100 mmHg. Sangat
dianjurkan untuk mengukur tekanan darah dua kali selama perawatan, diberi jeda
beberapa menit, dan pengukuran akhir diambil dari rata-rata dua pengukuran.

a. Nadi/Pulsus

Prosedur standar untuk memeriksa pulsus adalah

 Palpasi arteri karotis pada tepi trakea atau arteri radial pada sisi ibu jari lengan. .
Penggunakaan arteri karotis untuk pengukuran pulsus memiliki beberapa
keuntungan. Pertama, arteri karotis cukup familiar karena umumnya dokter gigi
mendapatkan pelatihan resusitasi jantung paru (RJP). Kedua, arteri ini cukup
menggambarkan karena merupakan arteri utama yang mensuplai otak; terlebih
pada situasi kegawatdaruratan, arteri ini dapat dipalpasi ketika arteri perifer
lainnya tidak dapat dipalpasi. Terakhir, arteri ini letaknya mudah ditemukan dan
mudah dipalpasi karena ukurannya.

Untuk pemeriksaan terbaik sebaiknya dilakukan selama satu menit penuh untuk
mendeteksi adanya ritme irregular.

 Meraba dengan tiga jari tangan tepat di atas arteri radialis. Setelah denyut nadi
teraba jari-jari dipertahankan pada posisinya kemudian dilakukan pengukuran
frekuensi dan irama nadi.

Pulsus harus dipalpasi selama 1 menit sehingga ritme abnormal dapat terdeteksi.
Sebagai alternative, dapat dipalpasi selama 30 detik dan dikalikan 2.
Untuk denyut teratur hitung frekuensi nadi selama 15 detik dikalikan 4 atau Alecs count
hitung cepat selama 6 detik dikalikan 10).
Rata-rata pulsus orang dewasa normal adalah 60-80 kali permenit. Jika pulsus
lebih dari 100 kali permenit disebut takikardia, sedangkan jika pulsus kurang dari 60 kali
permenit disebut bradikardia. Nilai pulsus abnormal dapat menjadi tanda dari kelainan
kardiovaskular namun dapat dipengaruhi oleh latihan fisik, keadaan pasien, kecemasan,
obat, atau demam. Pulsus normal merupakan serial dari ritme detak jantung yang terjadi
pada interval yang regular ketika detak terjadi pada interval yang ireguler, pulsus disebut
ireguler, disritmia atau aritmia.
b. Pernafasan

Teknik : Operator berdiri di belakang dan tanpa sepengetahuan pasien


kemudian dilakukan observasi sangkar dada. dihitung jumlah gerakan sangkar
dada (siklus fase inspirasi dan ekspirasi) dalam 1 menit.
Intepretasi : kecepatan respirasi normal

- Bayi adalah 24-30 siklus per menit

- Anak-anak adalah 20-24 siklus per menit

- Remaja dan dewasa muda adalah 12-18 siklus per menit

- Dewasa adalah 8-12 siklus per menit.


c. Suhu Tubuh

Teknik : menggunakan berbagai alat termometer, disesuaikan alat


termometer yang digunakan.
Intepretasi :

- Suhu tubuh orang dewasa normal 36,1 C sampai dengan 37,5 C

- Sub febris 37,5 C sampai dengan 38,5 C

- Febris di atas 38,5 C

4. Pemeriksaan TMJ
Gangguan sendi temporomandibular dapat didiagnosa dengan menggunakan
beberapa pemeriksaan seperti:

1. Inspection (Bilateral).

Pada saat inspeksi dapat diperhatikan adanya pembengkakan, deformasi,


deviasi pada dagu dan kondisi gigi-geligi. Pembengkakan dapat terjadi karena
adanya infeksi bakteri atau inflamasi sendi. Beberapa inflamasi sendi yang terjadi
pada anak-anak juga dapat menyebabkan terlihatnya

pertumbuhan asimetri pada wajah bagian bawah. Kehilangan gigi, maloklusi,


kondisi abnormal yang diakibatkan oleh bruxism merupakan beberapa kondisi
gigi-geligi yang dapat mengawali adanya gangguan sendi temporomandibular
2. Palpation (Bilateral).

Palpasi dapat dilakukan pada area sendi temporomandibular yaitu di


anterior tragus. Palpasi TMJ dan otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa
sakit dan abnormalitas pada saat TMJ dalam kondisi statis dan kondisi bergerak.
Pergerakan kondilus yang asimetri dapat dirasakan saat palpasi dilakukan ketika
pasien diintruksikan untuk membukan dan menutup mulut.
3. TMJ Sounds.

Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan suara yang tidak


normal saat pembukaan dan penutupan mandibula (cliking, crepitus). Kliking
yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi discus ke
antrior ringan, sedangkan kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan
dengan kelainan meniscus. Krepitus sendi ditunjukkan melalui bunyi kemeretak
atau mencericit yang lebih sering timbul saat translasi. Perforasi perlekatan discus
posterior juga berkaitan dengan krepitus sendi

4. Range of Motion of Mandible.

Pengukuran pembukaan mandibula maksimum. Trismus terjadi apabila


ada keterbatasan pembukaan mulut yang kurang dari normal.

KLASIFIKASI IMPAKSI
Klasifikasi Pell dan Gregory Pell dan Gregory menghubungkan kedalaman terpendam terhadap
bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan
diameter mesiodistal gigi terimpaksi terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi
molar kedua dan ramus asendus mandibula dalam pendekatan lain.
Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibular Komponen
pertama dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada hubungan antara ruang yang tersedia di
antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus mandibula.

Klasifikasi Impaksi Pell dan Gregory Kelas I, Kelas II dan Kelas III.
Klas I: Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara batas anterior
ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua. Pada klas I ada celah di sebelah
distal molar kedua yang potensial menjadi tempat erupsi molar ketiga.
Klas II: Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak cukup untuk
erupsi gigi, sebagai contoh, diameter mesiodistal gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia.
Klas III: Gigi secara utuh terletak di dalam akses mandibula yang sulit. Pada klas III, mahkota
gigi terpendam seluruhnya terletak di dalam ramus.
B. Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang
menutupi gigi terpendam.
Gigi terpendam baik yang atas maupun yang bawah dapat dikelompokan
berdasarkan kedalamannya dan hubungannya terhadap garis oklusal dan garis servikal
molar kedua disebelahnya.

Klasifikasi Pell dan Gregory Kelas A, Kelas B dan Kelas C.


1. Posisi A: Bidang oklusal gigi terpendam berada pada tingkat yang sama dengan
oklusal gigi molar kedua tetangga atau di atas garis oklusal molar kedua tetangga.
2. Posisi B: Bidang oklusal gigi terpendam berada pada pertengahan garis servikal dan
bidang oklusal gigi molar kedua tetangga, misalnya, mahkota molar ketiga dibawah
garis oklusal tetapi di atas garis servikal molar kedua.
3. Posisi C: Bidang oklusal gigi terpendam berada di bawah garis servikal gigi molar
kedua.

6. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL


Pemeriksaan ekstra oral dimulai dari palpasis pada leher dengan pemeriksaan
limfadenopati. Tata caranya harus dijelaskan kepada pasien dan dilakukan dari
belakang dengan membuka sedikit kerah baju pasien. Semua nodus submental,
submandibular, aurikular posterior, dan servikal harus dipalpasi bergantian.
A. Pemeriksaan wajah
a. Pucat, terlihat dari konjungtiva atau kulitnya pada pasien anemia
b. Rash (bercak-bercak merah), seperti butterfly patern pada pasien Systemic Lupus
Erythematous (SLE)
c. Kemerahan, terlihat pada pasien yang demam karena infeksi
B. Pemeriksaan mata
a. Exophthalmos (mata menonjol keluar), terutama pada pasien Graves
thyrotoxicosis.
b. Jaundice (kekuningan), tampak pada sklera mata pasien dengan gangguan fungsi
hati.
C. Pemeriksaan leher
Pada leher pasien tampang pembengkakan atau sinus, hal ini harus dilakukan palpasi
pada kelenjar limfe, saliva, dan thyroid untuk mendapatkan pembengkakan atau rasa
tidak nyaman (sakit). Pemeriksaan leher dapat dilakukan didepan, untuk melihat adanya
asimetri, pembengkakan, kemudian dilanjutkan pemeriksaan dengan berdiri di belakang
pasien untuk melakukan palpasi pada kelenjar limfe.
Secara sistemaris, tiap regio perlu untuk diperiksa secara jelas dengan penekanan
jari-jari, menggerakkan kelenjar limfe secara memutar pada struktur :
a. Kelenjar limfe parotis dapat dipalpasi dengan kedua tangan
b. Kelenjar limfe superfisial leher diperiksa dengan jari-jari dengan palpasi yang
menekan otot sternomastoid
c. Kelenjar limfe submental diperiksa dengan mencondongkan kepala pasien ke depan
dengan palpasi memutar limfe pada bagian dalam dari mandibula.
d. Kelenjar limfe submandibula diperiksa dengan mencondongkan kepala pasien ke
depan dengan palpasi memutar limfe node pada bagian dalam dari mandibula.
e. Kelenjar limfe leher yang dapat dipalpasi pada anteror atau posterior dari otot
sternomastoid yang tampak menonjol. Kelenjar limfe jugulodigastric dapat diperiksa
khusus karena berhubungan dengan infeksi pada tonsil dan keganasan rongga mulut.
f. Kelenjar limfe pada supraklavikula diperiksa pada posterior triangle leher dibelakang
sternomastoid.
7. SKIN TEST
Terdapat 3 cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal, uji tusuk (skin
prick test/SPT), dan uji gores (scratch test).
Uji kulit intradermal: 0,01-0,02 ml ekstrak alergen disuntikkan ke dalam lapisan dermis
sehingga timbul gelembung berdiameter 3 mm. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang
menimbulkan reaksi, lalu ditingkatkan berangsur dengan konsentrasi 10 kali lipat hingga
berindurasi 5-15 mm. Teknik uji kulit intradermal lebih sensitif dibanding skin prick test
(SPT), namun tidak direkomendasikan untuk alergen makanan karena dapat mencetuskan
reaksi anafilaksis.
Uji gores (scratch test): sudah banyak ditinggalkan karena kurang akurat.
Uji tusuk (skin prick test/SPT): Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat
kerja, dan alergen makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan jarak
minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin
diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas
dengan jarum khusus untuk uji tusuk. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat
antihistamin, efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis dapat mengurangi reaktivitas kulit,
sehingga harus dihentikan sebelum uji kulit. Uji kulit paling baik dilakukan setelah pasien
berusia tiga tahun.

8. Anamnesis riwayat medis


Pertanyaan yang harus di tanyakan
a. Pernahkah anda menderita penyakit berat atau di rawat dirumah sakit?
b. Pernahkah anda menjalani operasi ? bila pernah, apakah ada masalah ?
c. Apakah anda sedang dalam perawatan seorang dokter ?
d. Apakah anda sedang menggunakan tablet, obat lain, pil, krim?
e. Pernahkah anda mengalami perdarahan berlebihan setelah terluka atau setelah
pencabutan gigi ?
f. Pernahkah anda di tolak menjadi donor darah ?
g. Pernahkah anda menderita sakit kuning, hepatitis, atau gangguan hati lainnya ?
h. Apakah anda punya penyakit jantung ?
i. Pernahkah anda menderita demam rematik ?
j. Pernahkah anda menderita hipertensi ?
k. Apakah anda mengidap asma, paru, atau masalah pernapaan ?
l. Pernahkah anda menderita tuberculosis?
m. Pernahkah anda menderita penyakit infeksi tertentu?
n. Apakah anda menderita diabetes?
o. Pernahkah anda mengalami epilepsy ?
p. Apakah anda sedang hamil dan menyusui?
q. Apakah anda menderita alergi ?

9. Anatomi
DAFTAR PUSTAKA

Birbaun. Diagnosis kelainan dalam mulut. 2010. Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Dostalova, T., dan Seydlova, M. 2010. Dentistry and Oral Diseases for Medical Students.
Grada Publishing. Praha.

Paulsen, F & Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia Jilid I.Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Pedersen, GW, 1988, buku ajar praktis bedah mulut, EGC,Jakarta

Hodges JM. Managing temporomandibular joint syndrome. Laryngoscope 1990;100:60–


6.

Birnbaum, W., Dunne, S.M., 2010, Oral Diagnosis The Clinician Guide, SunnyMede
Trust, Wales.

Little, JW., Falace, DA., Miller CS., Rhodus, NL., , Dental Management of the Medically
Compromised Patient, 7th ed., Mosby elsevier

Witulski, Silke, Thomas J. Vogl, Stefan Rehart, and Peter Ottl, Evaluation of the TMJ by
means of Clinical TMD Examination and MRI Diagnostics in Patients with
Rheumatoid Arthritis, Biomed Res Int, 2014

Shepard, Headache 2013 Orofacial Pain: A Guide for the Headache Physician

Anda mungkin juga menyukai