Anda di halaman 1dari 78

REKAM MEDIS ILMU BEDAH MULUT

 Nama mahasiswa
 NIM

Identitas pasien : diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi perlu menghubungi pasien pasca-tindakan,
dapat pula dijadikan sebagai data ante mortem (dental forensic). Data identitas pasien berupa:
 Nama pasien : menyesuaikan panggilan pasien
 Tgl lahir / umur : mengetahui umur utk pemberian dosis obat dan tindakan yang tepat
 Alamat : beberapa pola penyakit tertentu selalu berkorelasi dengan tempat tinggal pasien.
Beberapa penyakit infeksi menular misalnya, sangat berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal
pasien. Data alamat juga mungkin akan diperlukan untuk kepentingan tindak lanjut tertentu yang
akan dilakukan oleh dokter atau pihak rumah sakit
 Tlpn : untuk dapat menghubungi pasien atau keluarganya bila diperlukan
 Status perkawinan : penggunaan pil kb/ aktifitas sehari2 dengan suami atau anak atau keluarga
 Golongan darah : terkait transfusi darah jika diperlukan
 Jenis kelamin : ada beberapa penyakit yg dikaitkan dg epidemiologi, misal wanita sering
kena herpes simplex tipe 1, dll
 Nama orangtua, suku dan pekerjaan: terkait tata Bahasa, bagaimana kebiasaan didikan dr orangtua
dll

PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

 Keluhan utama : chief complaint. berkaitan dengan apa yg dikeluhkan pasien dan alasan pasien
datang ke dokter gigi atau Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke
tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : sakit gigi, gigi kotor, gigi
berlubang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan.
 Anamnesis :
Secara sederhana 6 prinsip anamnesis yang baik adalah 5 W + 1 H :
a. Who d. Where
b. What e. Why
c. When f. How
Anamnesa yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman
pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred
Seven).
Fundamental four adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Kemudian setelah keluhan utama,
dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan the sacred seven anamnesis,
yaitu :
- Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
- Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
- Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
- Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
- Faktor-faktor yang memperberat keluhan (makan manis, minum dingin)
- Faktor-faktor yang meringankan keluhan (minum obat xxx)
- Keluhan yang menyertai (keluhan lain selain keluhan utama)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Ditanyakan apakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya dan
sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan
keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat
inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga
(diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan pernikahan,
kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas
seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan)
 Riwayat penyakit sistemik
Px mengaku tidak memiliki riwayat penyakit sistemik (ditulis ini jika tidak ada)

PEMERIKSAAN OBYEKTIF

1. Pemeriksaan umum
a. Tekanan darah
Alat megukur : Sphygmomanometer
terdiri dari cuff, bladder dan alat ukur air raksa. Dalam melakukan pemeriksaan ini harus
diperhatikan :
o Lebar dari bladder kira-kira 40 % lingkar lengan atas (12 - 14 cm pada dewasa).
o Panjang bladder kira-kira 80 % lingkar lengan atas.
o Sphygmomanometer harus dikalibrasi secara rutin.

Langkah langkah :
1. Siapkan tensimeter dan stetoskop
2. Pemeriksaan meminta izin kepada pasien/ keluarga untuk diperiksa
3. Pemeriksa disebelah kanan pasien
4. Memberikan penjelasan sehubungan dengan pemeriksaan yang akan dilakukan
5. Penderita dapat dalam keadaan duduk atau berbaring
6. Lengan dalam keadaan bebas dan relaks, bebaskan dari tekanan oleh pakaian
7. Pasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi dan tidak
terlalu ketat, kira-kira 2,5 – 5 cm di atas siku
8. Carilah arteri brachialis, biasanya terletak di sebelah medial tendo biseps.
9. Dengan tiga jari meraba a. brachialis, pompa manset dengan cepat sampai kira-kira 30
mmhg di atas tekanan ketika pulsasi a. brachialis menghilang.
10. Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai denyutan a. brachialis teraba
kembali. Inilah tekanan sistolik palpatoir
11. Sekarang ambillah stetoskop, pasangkan corong bel stetoskop pada a. Brachialis
12. Pompa manset kembali, sampai kurang lebih 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpatoir
13. Secara perlahan turunkan tekanan manset dengan kecepatan kira-kira 2-3 mmHg
perdetik. Perhatikan saat dimana denyutan A. brachialis terdengar. Inilah tekanan
sistolik. Lanjutkanlah penurunan tekanan manset sampai suara denyutan melemah dan
kemudian menghilang. Tekanan pada saat itu adalah tekanan diastolik
14. Apabila menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi manometer selalu
vertikal, dan pada waktu membaca hasilnya, mata harus berada segaris horisontal
dengan level air raksa.
15. Dapat melaporkan tekanan darah sistolis dan diastolis
16. Melepas manset dan mengembalikannya dan disimpan selalu dalam keadaan tertutup

b. Denyut nadi
Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor yang mempengaruhinya,
pada saat aktivitas normal:
a. Normal: 60-100 x/mnt
b. Bradikardi: < 60x/mnt3)
c. Takhikardi: > 100x/mnt
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:
a. Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas pergelangan
tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai secara rutin.
b. Arteri Brachialis. Terlertak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan siku.
Digunakan untuk mengukur tekanan udara.
c. Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga, di mana terdapat arteri karotid
berjalan di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.
Langkah-langkah:
1. Penderita dapat dalam posisi duduk ataupun berbaring.
2. Lengan dalam posisi bebas (relaks), perhiasan dan jam tangan di lepas
3. Periksalah denyut nadi pergelangan tangan (a. radialis) dengan menggunakan jari telunjuk
dan jari tengah tangan anda pada sisi fleksor bagian lateral dari tangan penderita.
4. Hitunglah berapa denyutan dalam satu menit dengan cara menghitung denyutan dalam 30
detik, kemudian hasilnya dikalikan dengan dua
5. Perhatikan pula irama dan kualitas denyutannya.
6. Catatlah hasil pemeriksaan tersebut.
c. Frekuensi respirasi
Interpretasi
a. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c. Apnea : Bila tidak bernapas .

Langkah-langkah:
1. Penderita diminta melepaskan baju
2. Secara inspeksi, perhatikan secara menyeluruh gerakan pernafasan penderita, kadang
diperlukan cara palpasi, untuk sekalian mendapatkan perbandingan antara kanan dan kiri
3. Pada inspirasi, perhatikanlah: gerakan ke samping iga, pelebaran sudut epigastrium dan
penambahan besarnya ukuran anteroposterior dada.
4. Pada ekspirasi, perhatikanlah: masuknya kembali iga, penyempitan sudut epigastrium dan
penurunan besarnya ukuran anteroposterior dada.
5. Perhatikan pula adanya penggunaan otot bantu pernafasan
6. Menghitung gerakan pernafasan minimal selama satu menit
7. Catatlah irama, frekuensi dan adanya kelainan gerakan
d. Temperatur
Menurut Tamsuri Anas tahun 2007, suhu tubuh dibagi menjadi :
o Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C 
o Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C 
o Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C 
o Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Tindakan dalam pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan adalah termometer. Jenis2
termometer yang biasa dipakai untuk mengukur suhu tubuh adalah termometer air raksa dan
digital. Metode mengukur suhu tubuh:
1. Oral. Termometer diletakkan dibawah lidah tiga sampai lima menit. Tidak dianjurkan pada
bayi
2. Axilla. Metode yang paling sering di lakukan . Dilakukan 5-10 menit dengan menggunakan
termometer raksa. Suhu aksila lebih rendah 0.6° C (1°F) dari pada oral
3. Rectal. Suhu rektal biasanya berkisar 0.4°C (0.7°F) lebih tinggi dari suhu oral
Langkah-langkah :
1. Pastikan permukaan air raksa menunjuk di bawah 35,5˚C.
2. Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa axillaris kiri dengan sendi
bahu adduksi maksimal.
3. Tunggu 3 – 5 menit, kemudian dilakukan pembacaan.
4. Catat dan laporkan hasil pembacaan tersebu
e. Tinggi badan
Berhubungan dengan hitung jumlah brp cc darah di tubuh
f. Berat badan
Berhubungan dengan jumlah brp cc darah di tubuh
2. Wajah : simetris/asimetris
3. Pemeriksaan kelenjar
a. Kelenjar limfe
Langkah-langkah :
Area kepala dan leher
1. Pasien untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa, posisi duduk.
2. Inspeksi daerah leher
a) Perhatikan kesimetrisan, massa atau scars
b) Lihat apakah terdapat benjolan pada daerah predisposisi KGB7
3. Palpasi menggunakan bantalan dari jari telunjuk dan jari tengah. Palpasi secara berurutan:
(ada 10 kelenjar limfe)  posisi pasien dimiringkan sesuai sisi kanan atau kiri yg akan kita
periksa
a) Preauricular (dan parotis)  di depan telinga
b) Posterior auricular superfisial di mastoid belakang telinga
c) Occipital dasar tulang kepala posterior
d) Tonsillar  di bawah angulus mandibula
e) Submandibular di tengah di antara sudut dan ujung mandibula
f) Submental di garis tengah beberapa sentimeter di belakang ujung mandibula
g) Superficial (anterior) cervical  superfisial di m. sternomastoid
h) Posterior cervicalsepanjang tepi anterior dari m. trapezius
i) Deep cervical chain bagian dalam di m. sternomastoid dan terkadang sulit untuk
diperiksa. Kaitkan kedua ibu jari dengan jari-jari di sekitar otot sternomastoid
j) Supraclavicular di dalam sudut yang dibentuk oleh klavikula dan m. sternomastoid
4. Tentukan jumlah, ukuran, konsistensi, mobilitas, dan nyeri tekan.
b. Kelenjar saliva
Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva mayor serta
beberapa kelenjar saliva minor.
Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis.
- Kelenjar parotis – duktus stensen (sekresi serus) merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak
bilateral di depan telinga antara ramus mandibularis dan processus mastoideus dengan bagian
yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik.
- Kelenjar submandbularis – duktus wharton (sekresi mukus-serus) merupakan kelenjar saliva
terbesar kedua yang terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Salurannya
bermuara melalui lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis.
- Kelenjar sublingualis – duktus (sekresi mukus) bhartolin adalah kelenjar saliva mayor terkecil
dan terletak paling dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-
masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa kelenjar
di sekitar frenulum lingualis.
Kelenjar saliva minor – duktus langsung ke rongga mulut (sekeresi saliva bisa serus/seromukus)
terdiri dari kelenjar lingualis, bukalis, labialis, palatinal, dan glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini
berada di bawah mukosa dari bibir, lidah, pipi, serta palatum.
Major:
Parrotid gland  ada ductus stensen
Submandibular  ductus Wharton
Sublingual  ductus bhartolin

Minor  kelenjar buccalis, lingualis, labialis


Ductus yang paling panjang adalah …………

4. Pemeriksaan intraoral
a. Pergerakan sendi rahang
b. Gigi geligi
c. Gingiva
Palpasi, teraba/ sakit/ tidak
Warna gingiva normal : pink muda , kemerahan adaa kelainan

d. Mukosa alveolar
e. Mukosa labial
f. Bibir:
Inspeksi bentuk , prubahan warna bbir/tidak, simetris / tidak simetris, palpasi ada benjolan ,
keras/lunak
Jika ada benjolan: ada kelainan pada bibir , bisa terjadi mucocel, tumor
Kalau keras ada apaa, kalau lunak ada apa ?

g. Mukosa bukal
h. Palatum keras dan lunak
Secara normalnya pada palatum durum: Ada torus palatinus pada palatum durum, Papilla
insisivus, Ruggae palatinus
Palatum molle : ada uvula ,

i. Lidah
j. Dasar mulut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Interpretasi radiografis
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Patologi anatomi
Ilmu patologi yang mempelajari dan mendiagnosa penyakit berdasarkan hasil pemeriksaan sel,
organ atau jaringan tubuh. Sebagai contoh dalam mendiagnosa penyakit tumor yang diderita
pasien, maka dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap sel tumor sehingga diketahui
apakah tumor tersebut jinak atau tumor ganas. Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam
Patologi anatomi terdiri pemeriksaan:
1. Histopatologi
Bagian dari ilmu patologi anatomi yang mempelajari dan mendiagnosa penyakit berdasarkan
hasil pemeriksaan jaringan tubuh. Sebagai contoh yaitu pemeriksaan jaringan dengan cara
biopsi sehingga diperoleh diagnosa definitif. Biopsi adalah prosedur medis berupa
pengambilan sampel kecil dari jaringan untuk diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi dapat
di lakukan dari hampir di seluruh tubuh, termasuk hati, sumsum tulang, kulit dan ginjal serta
paru. Biopsi dilakukan untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal dan untuk membantu
mendiagnosa serta untuk mengukur tingkat keparahan penyakit melalui beberapa jenis
biopsi.
Ada dua macam bentuk biopsi bedah, yaitu biopsi insisional dan biopsy eksisional.
- Biopsi insisional adalah pengambilan sebagian jaringan yang sakit. Biopsi ini dilakukan
bila jaringan yang sakit terlalu besar (ukuran lebih dari 2 cm), sehingga tidak dapat
dilakukan pengangkatan seluruh jaringan yang sakit tanpa tindakan rekonstruksi untuk
menutup defeknya. Biopsi insisional dibagi menjadi 4 yaitu dengan metode
1. Scalpel : pada lesi yang diduga karsinoma. Insisi meliputi tepi ulkus dan dasarnya
tanpa melibatkan jaringan normal
2. Punch : menggunakan instrument operasi mendorong sebagian jaringan yang
mewakili lesi keluar
3. Needdle/threpine : digunakan untuk lesi fibro-ossues yang letaknya dalam. Teknk ini
jarang digunakan karena spesimen yang dihasilkan kecil kemungkinan tidak dpt
mewakili lesi yang terlibat
4. Aspirasi (FNAB) : digunakan untuk lesi berupa kista dan disertai fluktuasi. Dengan
diinjeksikanjarum pada area lesidan lakukan aspirasi. Jika aspirasi gagal maka artinya
lesi tersebut padat, jika berhasil maka cair.
- Biopsi eksisional adalah pengangkatan seluruh jaringan yang sakit sampai tepi yang
sehat. Biopsi ini bias dilakukan bila lesi kecil (kurang dari 2 cm), sehingga defek masih
bisa ditutup primer. Salah satu syarat biopsi adalah tidak boleh dilakukan undermining
atau pembuatan flap, karena berpotensi menyebabkan penyebaran jaringan ganas.
5. Sitopatologi
Bagian ilmu patologi anatomi yang mempelajari dan mendiagnosa penyakit berdasarkan hasil
pemeriksaan sel tubuh yang didapat atau diambil. Sebagai contoh adalah pemeriksaan sel
neoplasma untuk mengetahui tipe sel tersebut termasuk ganas atau jinak.
b. Patologi klinik
Ilmu patologi yang mempelajari dan mendiagnosa penyakit berdasarkan hasil pemeriksaan
biokimia tubuh sehingga bahan pemeriksaannya berupa urine, darah dan cairan tubuh lainnya.
Sebagai contoh dalam menentukan diagnosa penyakit gagal ginjal maka pemeriksaan patologi
klinik yang dilakukan menggunakan bahan urine pasien. Kegunaan patologi klinik adalah sebagai
berikut:
- Membantu dalam menegakkan diagnosa penyakit.
- Menetapkan diagnosa penyakit.
- Memberi terapi yang adekuat pada pasien.
- Memonitor perjalanan penyakit.
- Membuat prognosa penyakit yang diderita pasien.
c. Lainnya (pemeriksaan darah dll)

PEMERIKSAAN DARAH

Pemeriksaan darah atau pemeriksaan hematologi secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pemeriksaan hematologi rutin dan hematologi lengkap.
a. Pemeriksaan hematologi rutin terdiri dari hemoglobin/Hb, hematokrit (HCT), hitung jumlah sel darah
merah/eritrosit, hitung jumlah sel darah putih/leukosit, hitung jumlah trombosit dan indeks eritrosit.
b. Pemeriksaan hematologi lengkap (complete blood count) terdiri dari pemeriksaan darah rutin ditambah
hitung jenis leukosit dan pemeriksaan morfologi sel/ sediaan apus darah tepi (SADT)/Gambaran darah
tepi (GDT)/morfologi darah tepi (MDT) yaitu ukuran, kandungan hemoglobin, anisositosis, poikilositosis,
polikromasi. (Kemenkes RI, 2011)

Bleeding time:

Cloting time :

Komponen darah terdiri dari 2 yaitu:


1. Plasma darah 55% : Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang sebagian
besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma adalah albumin.
Protein lainnya adalah antibodi (immunoglobulin) dan protein pembekuan. Selain itu plasma juga
mengandung hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin.
2. Sel sel darah besar (blood corpuscles) 45%, yang terdiri atas:
- Eritrosit : sel darah merah (SDM) - red blood cell (RBC).
- Leukosit : sel darah putih (SDP) - white blood cell (WBC).
- Trombosit : butir pembeku-platelet.
Plasma darah dikurangi protein pembekuan darah disebut sebagai serum
Volume Darah
Pada orang dewasa volume darah sekitar 70-75 ml/kg BB, atau sekitar 4-5 liter atau 5-7% BB dimana plasma
5% dan eritrosit 2%.

TRANFUSI DARAH

Tranfusi darah dapat menggunakan whole blood dan packed red cells
1. Whole blood digunakan pada saat pendarahan akut
Digunakan hanya untuk penggantian volume, dapat meningkatkan dan mempertahankan proses
pembekuan, diberikan dalam waktu 2 sampai 4 jam, masa hidup sampai 21 hari
2. Packed red cell : meningkatkan massa sel darah merah, mengandung sel darah merah dan trombosit
sebagian besar plasma dihilangkan, masa hidup 21 hari.
a. Hb < 8 gr/dl
b. Perdarahan hebat 10 mL/kg pada 1 jam pertama
c. Perdarahan > 5 mL/kg pada 3 jam pertama
Kebutuhan transfusi darah diberikan pada:
a. Orang dewasa : jika perdarahan > 15% EBV (Estimated Blood Volume)
b. Bayi dan anak : jika perdarahan > 10% EBV
Jumlah darah di hitung berdasarkan EBV
 EBV Neonatus : 90 mL/KgBB
 EBV Bayi : 80 mL/KgBB
 EBV Anak dan Dewasa : 70 mL/KgBB
Maka rumus EBV = KgBB x EBV X Jumlah Perdarahan (%)
Contoh soal
KOMPLIKASI PASCA PENCABUTAN GIGI : pustaka_unpad_penanggulangan_komplikasi_pencabutan_gigi.pdf

JENIS-JENIS BENANG
Berdasarkan keberadaannya didalam tubuh pasien dibagi atas dua jenis, yaitu Benang diserap (absorbable
sutures) dan Benang tidak diserap (non absorbable sutures).
 Absorbable suture material : Benang absorbable adalah jenis benang yang dapat dicerna oleh enzim
atau dapat dihidrolisis oleh tubuh. Benang absorbable (diserap) merupakan jenis benang yang
materialnya dibuat dari jaringan collagen mamalia sehat atau dari sintetik polimer. Material di dalam
tubuh akan diserap yang lamanya bervariasi, sehingga tidak ada benda asing yang tertinggal di dalam
tubuh. Benang dapat diserap oleh tubuh bersamaan dengan waktu kesembuhan luka terjadi. Benang
jenis absorbable dapat dibagi atas :
- Alami : Jenis benang absorbable yang terbuat dari bahan alami adalah catgut (terbuat dari usus
kucing, domba) ,collagen, cargille membrane, kangaroo tendon, dan fascia lata.
- Sintetik : Jenis benang absorbable yang terbuat dari bahan sintetik adalah polyglicolic acid
(dexon), polyglactic acid (vicryl), polydioxanone (PDS), dan polytrimethlylene carbonate (maxon).
Benang jahit jenis absorbable yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran adalah catgut
yang dimodifikasi dengan cara perendaman dalam larutan garam asam kromat karena memiliki
waktu penyerapan yang lebih lama dan daya reaktivitas jaringan yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan catgut yang tidak dimodifikasi. Pada umumnya, benang absorbable memiliki waktu 70-90 hari
untuk diserap tubuh.
Benang absorbable diabsorpsi melalui dua mekanisme, yaitu :
1. Benang diabsorpsi melalui pencernaan oleh enzim jaringan, misalnya vicryl dan dexon.
2. Benang diabsoprsi melalui proses rejeksi immunologis misalnya cat gut. Keuntungan
menggunakan benang cat gut dalam operasi adalah diserap tubuh, dapat digunakan untuk
jahitan kontinyu karena cepat menutup luka, dan dapat digunakan untuk jahitan terputus kalau
bekerja pada daerah terinfeksi, dan merupakan bahan pilihan.
Benang yang diserap jumlah dan jenisnya bermacam-macam, menurut US. Pharmocope pembagian
benang adalah :
1. Plain cat gut, disebut juga benang type A. Fungsinya untuk menjahit jaringan lunak seperti sub
cutan, otot, uterus, dan usus. Benang ini diserap tubuh 3-7 hari.
2. Milk chromic cat gut, disebut juga benang type B. Fungsinya adalah untuk menjahit usus, uterus,
dan vesica urineria. Benang ini diserap tubuh lebih lama dari type A yaitu 14 hari.
3. Medium chromic cat gut, disebut juga benang type C. Benang ini diserap tubuh 20 hari.
4. Extra chromic cat gut, disebut juga benang type D. Benang ini diserap tubuh 40 hari.
 Non Absorbable Suture Material : Benang non-absorbable adalah jenis benang yang tidak dapat
dicerna oleh enzim maupun dihidrolisis oleh tubuh. Benang jenis non-absorbable dapat pula dibagi
menjadi :
- Alami : Benang non-absorbable yang terbuat dari bahan alami adalah silk, linen, dan cotton.
- Sintetik : Jenis benang non-absorbable yang terbuat dari bahan sintetik adalah nylon,
polypropylene, braided polyester, dan polybutester.
Jenis benang non- absorbable yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran adalah silk
dengan ukuran 4-0 dan 3-0. Benang silk terbuat dari pintalan filamen protein alami oleh ulat sutra.
Benang silk mudah dipakai dan disimpul serta relatif murah. Namun, benang jenis ini harus segera
dibuka pada minggu pertama setelah dipasang karena memiliki potensi untuk menyebabkan
inflamasi dan infeksi akibat sifatnya yang mudah mengalami penumpukan akumulasi plak serta dapat
menyebabkan bakteri masuk kedalam luka.
Benang tidak diserap merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap enzim
penyerapan dan tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa reaksi penolakan selama bertahun–
tahun. Kelebihan dari benang tidak diserap adalah dapat memegang jaringan secara permanen
sedangkan kekurangannya adalah benang akan menjadi benda asing yang tertinggal didalam tubuh
dan kemungkinan akan menjadi fistel. Benang ini tidak diserap tubuh pada saat proses kesembuhan
luka terjadi. Benang jenis ini ada dua, yaitu benang berkapiler (kapiler suture) dan tidak
berkapiler(non kapiler suture). Kedua benang tersebut dalam praktek biasanya digunakan untuk
menjahit kulit dan setelah luka sembuh benangnya diambil. Benang yang berkapiler contohnya
adalah benang cotton dan benang sutera. Kedua benang ini biasanya menyerap cairan sehingga
kondisi benang akan basah sehingga sedikit mengganggu kesembuhan luka. Sedangkan benang tidak
berkapiler contohnya adalah nylon, stainless steel, fiber glass, metal, horse hair, dan polypropilene.
Keuntungan menggunakan benang yang tidak diserap (non absorable) adalah pembalutannya
terjamin dan tidak akan berubah dalam beberapa hari, reaksi jaringan yang ditimbulkan lebih ringan,
simpulnya tidak mudah lepas, dan benang dapat dipotong tepat pada simpulnya sehingga lebih
sedikit benang ditinggalkan pada jaringan. Lebih lengkap 350eaf7112ae07e8661072696607975e.pdf
(unud.ac.id)

POLA JAHITAN

Pola jahitan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pola jahitan menerus (continuous)
dan terputus (interrupted)

Penjahitan luka memiliki teknik yang beragam, seperti simple interrupted suture, simple continuous suture,
locking continuous suture, vertical mattress suture, horizontal mattress suture, subcuticular suture, dan
figure-of-eight suture. Meskipun demikian, teknik-teknik penjahitan luka tersebut haruslah memenuhi
prinsip- prinsip umum penjahitan luka seperti dibawah ini:
A. Jarum jahit sebaiknya dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari tempat masuknya
benang dan 2/3 bagian dari ujung jarum jahit.
B. Penetrasi jarum jahit ke dalam jaringan harus perpendicular (tegaklurus) terhadap permukaan
jaringan.
C. Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama pada kedua sisi daerah
insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3mm dari tepi luka. Sedangkan jarak antara jahitan yang satu
dengan yang lainnya berkisar 3-4mm.
D. Jahitan jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat.
E. Penyimpulan benang jangan diletakkan tepat diatas garis insisi.
Secara umum, teknik penjahitan dibedakan menjadi :
a. Simple Interupted Suture : Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak
ada teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak digunakan karena
sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri.
b. Simple Continous Suture : Adalah suatu serial jahitan yang dibuat dengan menggunakan benang
tanpa terputus antara jahitan sebelum dan sesudahnya. Untaian benang dapat diikat pada setiap
ujung jahitan. Cara ini dapat dilakukan dengan cepat, kekuatan tegangan seluruh jahitan sepanjang
luka hampir sama.
c. Running Locked Suture (Jelujur Terkunci) : Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur
biasa, dikenal sebagai stitch bisbol karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci.
Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul,
dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat. Cara melakukan
penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur
terkunci dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan
berikutnya.
d. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis) : Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang
memerlukan kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan
untuk jaringan luka dengan tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di
bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di
dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja.
e. Mattress Suture (Mattress Vertikal dan Horisontal) : Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras
vertical dan matras horizontal. Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir
tampilan permukaan. Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi
ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka. Kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan
silang. Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka.
Lebih lengkap : 350eaf7112ae07e8661072696607975e.pdf (unud.ac.id)

ANTISEPTIK
ANESTESI LOKAL

Sumber : Local Anesthesia for the Dental Hygienist 2 nd edition

Secara garis besar, anestetik lokal diklasifikasikan atas kelompok ester dan kelompok amida (non
ester). Anestetik golongan ester tidak digunakan lagi karena memiliki efek samping dan kecenderungan
terjadinya reaksi alergi. Berdasarkan struktur kimianya, anestetik lokal diklasifikasikan sebagai kelompok
ester, seperti cocaine, benzocaine, procaine, tetracaine, chloroprocaine dan kelompok amida (non ester),
seperti lidocaine, mepivacaine, prilocaine, etidocaine, bupivacaine, ropivacaine, articaine dan
levobupivacaine.
Jenis Nama dagang Penggunaan potensi Onset pKa Durasi Dosis maksimum
Dosis maksimum
+ epinefrin
(menit) ( jam )
Amida
Bupivakain
Marcaine Infiltrasi 8 2-10 8,1 3-10 175 mg 250 mg
Dibukain
Nupercain Topikal cepat singkat
Etidokain
Duranest Infiltrasi 6 3-5 3-10 300 mg 400 mg
Lidokain
Xylocaine Infiltrasi/topikal 2 cepat 7,7 1-2 300 mg 500 mg
Mepivakain
Carbocaine Infiltrasi 2 3-20 2-3 300 mg 400 mg
Prilokain
Citanest Infiltrasi 2 cepat 7,7 2-4 400 mg 600 mg
Prilokain/lidokain
EMLA topikal 30-120 singkat

Ester
Benzokain
Anbesol Topikal Cepat Singkat
Kloroprokain
Nesacaine Infiltrasi 1 Cepat 0,5-2 600 mg
Kokain
Topikal 2-10 1-3 200 mg
Prokain
Novocaine Infiltrasi 1 lambat 8,9 1-1,5 500 mg 600 mg
Proparakain
Ophthaine Topikal cepat singkat
Tetrakain
Pontocaine Infiltrasi 8 lambat 8,51 2-3 20-50 mg
Tetrakain
Cetacaine topikal cepat singkat

Sifat anestesi local yang ideal :

1.Anestesi local yang paten

2.Anestesia local yang reversible

3.Tidak ada reaksi local, sistemik dan alergi

4.Onset yang cepat

5.Durasi yang memuaskan

6.Penetrasi kejaringan adekuat

7.Stabilitas solusi (umur simpan panjang)

8.Kemudahan metabolisme dan ekskresi


Mekanisme kerja

Anesteik local mencegah transmisi impuls saraf (blockade konduksi) dengan menghambat jalur ion
natrium melalui saluran selektif ion natrium pada membran saraf. Saluran natrium merupakan reseptor yang
spesifik untuk molekul anestesik lokal. Penyumbatan saluran natirum oleh molekul anestesi hanya memberi
pengaruh yang minimal pada inhibisi permeabilitas natrium.

Durasi anestesi local dipengaruhi oleh beberapa factor :

1.Pengikatan protein: anestesi lokal yang bekerja lebih lama seperti bupivakain lebih terikat kuat ke lokasi
reseptor daripada anestesi lokal yang bekerja lebih pendek seperti lidokain. Peningkatan pengikatan protein
memungkinkan kation (RNH +) untuk mengikat / melekat lebih kuat sehingga durasinya meningkat.

2.Vaskularisasi tempat suntikan: vaskularisasi meningkatkan absorpsi anestesi, memungkinkan obat untuk
meninggalkan area yang disuntikkan lebih cepat, menurunkan potensi dan juga durasinya.

3.Ada atau tidaknya obat vasokonstriktor: penambahan vasokonstriktor pada anestesi lokal menurunkan
sifat vasodilatasi dari anestesi lokal dengan menyempitkan pembuluh darah di sekitarnya pada tempat
pemberian, meningkatkan durasi anestesi.

Anestesi lokal adalah vasodilator dengan prokain ester yang memiliki sifat vasodilatasi paling banyak,
dibandingkan dengan amida mepivakain dan prilokain yang memiliki paling sedikit. Tidak peduli seberapa
cepat anestesi dapat menembus saraf dan mengikat ke situs reseptor, pembuluh darah lokal di area injeksi
akan segera mulai menyerap anestesi dengan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, yang
menyebabkan peningkatan aliran darah ke lokasi injeksi yang dapat menyebabkan :

• Peningkatan kecepatan absorpsi anestesi ke dalam aliran darah dengan membawa anestesi
menjauh dari tempat suntikan.

• Penurunan durasi kerja anestesi dengan menyebar cepat dari tempat pemberian.

• Kadar anestesi lokal yang lebih tinggi dalam darah, meningkatkan risiko toksisitas sistemik.

• Peningkatan perdarahan di area tersebut karena peningkatan aliran darah.

Vasokonstriktor dikombinasikan dengan anestesi lokal untuk melawan sifat vasodilatasi dari anestesi
lokal. Secara sederhana, obat vasokonstriktor bekerja dengan cara mengontraksikan otot polos di pembuluh
darah, yang menyebabkan pembuluh menyempit. Vasokonstriktor adalah aditif penting untuk larutan
anestesi lokal karena kemampuannya untuk menyempitkan pembuluh darah, sehingga memberikan efek
menguntungkan berikut:

• Penurunan aliran darah dengan menyempitkan pembuluh darah di area pemberian anestesi, dan jumlah
anestesi yang dibutuhkan untuk menghasilkan anestesi yang mendalam.

• Peningkatan durasi efek anestesi dengan melokalisasi konsentrasi tinggi obat di area injeksi, di dalam saraf,
meningkatkan tingkat keberhasilan dan intensitas blok saraf. Menggunakan lidokain 2% sebagai contoh,
durasi anestesi pulpa dalam larutan biasa (tanpa vasokonstriktor) adalah sekitar 5 hingga 10 menit, durasi
kerja meningkat secara dramatis sekitar enam kali ketika vasokonstriktor ditambahkan ke anestesi pulpa
selama 60 menit.
• Memperlambat absorpsi anestesi lokal ke dalam sistem kardiovaskular (CVS), yang mengakibatkan
penurunan kadar obat dalam darah, mengurangi kemungkinan toksisitas sistemik. Metabolisme anestesi
mampu mengimbangi penyerapan obat, memberikan hemostasis di tempat suntikan, yang sangat berguna di
daerah dengan perdarahan hebat.

Durasi agen anestesi lokal dibagi menjadi tiga kategori utama, yang dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
vasokonstriktor:

1. Anestesi short-acting memberikan anestesi kurang lebih 30 menit dan tidak mengandung vasokonstriktor .
Meliputi :

• 2% Lidocaine (no longer available in North America)

• 3% Mepivacaine

• 4% Prilocaine

2. Anestesi Intermediate-acting memberikan anestesi kurang lebih 60 menit dan mengandung


vasokonstriktor, kecuali untuk 4% prilokain bila diberikan sebagai blok saraf. Meliputi :

• 2% Lidocaine; 1:50,000 epinephrine

• 2% Lidocaine; 1:100,000 epinephrine

• 2% Mepivacaine; 1:20,000 levonordefrin

• 4% Prilocaine (intermediate only when administering a nerve block, may provide 60 minutes of
pulpal anesthesia)

• 4% Prilocaine; 1:200,000 epinephrine

• 4% Articaine; 1:100,000 epinephrine

• 4% Articaine; 1:200,000 epinephrine

3. Anestesi Long-acting memberikan anestesi pulpa sekitar 90 menit atau lebih dan mengandung
vasokonstriktor. Bupivacaine adalah satu-satunya anestesi kerja panjang yang tersedia di Amerika Serikat

• 0.5% Bupivacaine; 1:200,000 epinephrine

Durasi anestesi bervariasi antara pasien tergantung pada respon individu terhadap anestesi,
ketepatan pemberian anestesi, vaskularisasi jaringan, variasi struktur anatomi, dan teknik injeksi

• Respon individu terhadap anestesi

Secara umum, individu merespons onset dan durasi tindakan seperti yang diharapkan seperti yang
tercantum pada Tabel 5-4. Namun, beberapa individu kurang atau lebih sensitif terhadap anestesi yang
diberikan dan durasi yang diharapkan menurun atau meningkat. Ada tiga jenis respon individu terhadap
pemberian anestesi lokal, responder normal, hyperresponders, dan hyporesponder. Kategori ini digunakan
untuk menentukan durasi kerja anestesi lokal. Kategori responden normal, mewakili durasi khusus anestesi
pulpa selama 60 menit. Hiporesponden mewakili 15% terakhir dari individu yang di bawah respon terhadap
anestesi lokal dan mungkin memiliki anestesi pulpa sekitar 45 menit atau kurang. Respon individu pasien
harus diantisipasi dari waktu ke waktu. Setelah dipastikan bahwa pasien tidak merespons obat anestesi
seperti yang diharapkan, notasi harus dibuat di bagan pasien untuk memberi sinyal kepada praktisi tentang
variasi respons pasien terhadap anestesi dan untuk mendokumentasikan setiap modifikasi yang dibuat untuk
mencapai hasil durasi anestesi yang sesuai.

•Akurasi pemberian anestesi

Keakuratan pemberian anestesi paling sulit saat memberikan blok saraf, suntikan anestesi lokal di
sekitar batang saraf untuk membius area saraf, seperti dengan blok alveolar inferior (IA); paling tidak sulit
saat memberikan suntikan supraperiosteal, suntikan yang membius area kecil dengan menyimpan anestesi di
dekat ujung saraf terminal.

• Vaskularisasi jaringan

Pada jaringan sehat, onset kerja dan durasi anestesi lebih dapat diprediksi. Namun, jaringan yang
meradang telah meningkatkan vaskularisasi karena infeksi, memperlambat aksi dan durasi karena
penyerapan yang cepat.

• Variasi struktur anatomi.

Variasi anatomi sulit untuk diprediksi dan seringkali menurunkan durasi kerja anestesi lokal. Durasi
anestesi yang berkurang dan keefektifan pada rahang atas dapat disebabkan oleh hal-hal berikut

• Kepadatan tulang: Kepadatan tulang alveolar maksila biasanya kurang dari tulang alveolar
mandibula, sehingga memudahkan difusi anestesi dan meningkatkan durasi pengendalian nyeri.
Tulang ekstra padat di area ini mengurangi keberhasilan dan durasi pengendalian nyeri.

• Flaring akar palatal molar rahang atas dapat mempengaruhi kerja anestesi.

• Lengkungan zygomatik yang lebih rendah dari biasanya, biasanya terlihat pada anak-anak, dapat
mencegah atau menurunkan durasi kerja anestesi di molar rahang atas

Reaksi merugikan dan toksisitas terhadap anestesi lokal berhubungan langsung dengan hal-hal berikut :

• Sifat obat : Jumlah vasodilatasi anestesi dan toksisitas yang melekat pada masing-masing agen merupakan
faktor penyebab toksisitas.

• Konsentrasi obat dan dosis yang diberikan : Konsentrasi dan dosis yang lebih tinggi yang diberikan
menghasilkan tingkat obat dalam darah yang lebih tinggi.

• Jalur administrasi : Suntikan intravaskular dengan cepat menghasilkan tingkat obat dalam darah yang
tinggi. Anestesi topikal diberikan dalam konsentrasi tinggi tanpa vasokonstriktor dan diserap dengan cepat
dari tempat pemberian dapat meningkatkan kemungkinan toksisitas.

• Tingkat injeksi : Suntikan yang diberikan dengan cepat dapat meningkatkan kemungkinan toksisitas karena
jaringan tidak dapat menerima volume anestesi yang besar dan cepat.

• Vaskularisasi di area injeksi : Vaskularisasi di area suntikan dapat disebabkan oleh infeksi gigi, peradangan
akibat infeksi, atau vasodilatasi dari agen anestesi lokal tanpa vasokonstriktor. Vaskularisasi dari salah satu
faktor ini menyebabkan peningkatan risiko toksisitas sistemik dengan membiarkan obat anestesi lokal cepat
diserap ke dalam sirkulasi.

• Usia pasien : Anak-anak dan pasien yang lebih tua lebih rentan terhadap dosis total yang diberikan dan
reaksi yang merugikan karena pada anak-anak, organ mereka mungkin tidak sepenuhnya berkembang untuk
memetabolisme obat secara efektif, sedangkan organ pasien yang lebih tua mungkin tidak berfungsi dengan
baik untuk memetabolisme obat secara efektif.
• Berat badan pasien : Variasi berat badan pasien mempengaruhi kadar obat dalam darah. Dosis maksimum
yang direkomendasikan harus dihitung berdasarkan berat badan pasien.

• Kesehatan pasien : Pasien dengan kondisi sistemik yang mempengaruhi biotransformasi anestesi lokal
harus diberikan dosis yang dikurangi untuk mencegah toksisitas.

• Rute dan kecepatan metabolisme dan ekskresi obat : Pasien dengan disfungsi hati mungkin tidak dapat
memetabolisme obat bius dan amida dapat menumpuk di hati; amida dan metabolit amida dan ester dapat
menumpuk di ginjal karena penyakit ginjal

Local anesthetic agents are divided chemically into two major groups: the esters and the amides (txtbk). The
majority of commonly used dental local anaesthetics fall into the amide category (lidocaine, mepivacaine,
bupivacaine, prilocaine), though there are some amide-type local anaesthetics that also contain an
additional ester linkage (articaine). (1-)
Agen anestesi lokal secara kimiawi dibagi menjadi dua kelompok utama: ester dan amida (txtbk).
Mayoritas anestesi lokal gigi yang umum digunakan termasuk dalam kategori amida (lidokain,
mepivakain, bupivakain, prilokain).

Ester local anesthetics have a high probability of producing an allergic reaction compared with amide
local anesthetics. With ester local anesthetics, a patient who has an allergic reaction to one ester agent
is likely to experience hypersensitivity to all ester anesthetics. This is less likely to occur within the
amide local anesthetic group (txtbk)
Anestesi lokal jenis ester memiliki kemungkinan yang tinggi untuk menghasilkan reaksi alergi
dibandingkan dengan anastesi lokal jenis amida. Dengan anestesi lokal ester, pasien yang memiliki
reaksi alergi terhadap satu agen ester cenderung mengalami hipersensitivitas terhadap semua jenis
anestesi ester.
Anestesi ester injeksi tidak lagi digunakan dalam kedokteran gigi, namun salah satu jenis ester yang
masih digunakan untuk pengobatan adalah prokain. Prokain masih tersedia dalam botol multidosis
dan digunakan sebagai antiaritmia. Procaine (Novocaine) adalah anestesi lokal injeksi pertama dan
digunakan secara rutin dalam kedokteran gigi sampai anestesi lokal amida tersedia. Procaine
menghasilkan sifat vasodilatasi terbesar dari semua anestesi lokal dan tidak memberikan anestesi
pulpa. Tingkat reaksi alergi Procaine yang tinggi dan sifat vasodilatasi membuatnya kurang diminati,
dan penggunaannya dihentikan

A.LOKAL ANESTESI AMIDA

1.Lidokain

Lidokain adalah anestesi lokal amida pertama yang cocok untuk blok saraf dalam kedokteran gigi dan
karena keandalannya, lidokain saat ini merupakan larutan anestesi lokal yang paling umum digunakan dalam
kedokteran gigi di Amerika Serikat. Ini telah menjadi standar pembanding anestesi lokal lainnya. Secara
farmakologis, lidokain adalah turunan xilidin. Ini kira-kira dua kali lebih kuat daripada prokain ester, dan
ketika disuntikkan secara intraoral, menghasilkan anestesi yang lebih dalam. Karena lidokain adalah
vasodilator yang kuat, lidokain hanya memberikan anestesi selama 5 sampai 10 menit, dan oleh karena itu
jarang digunakan dalam kedokteran gigi tanpa vasokonstriktor. Namun, ketika formulasi epinefrin 1: 100.000
yang umum digunakan, ini memberikan anestesi pulpa yang mendalam sekitar 60 menit dan anestesi
jaringan lunak hingga 5 jam dengan risiko rendah toksisitas sistemik dan tidak ada reaksi alergi yang
terdokumentasi. Dosis maksimum yang direkomendasikan (Maximum Recommended Dose / MRD) untuk
lidokain adalah 3,2 mg / lb atau 7,0 mg / kg, dan MRD absolut adalah 500 mg.

Efek lidocaine terhadap tubuh (dari materi dr.Utara) :

1.Sistem saraf pusat

Semua obat anestesi lokal merangsang system saraf pusat menyebabkan kegelisahan dan tremor
yang mungkin berubah menjadi kejang klonik. Secara umum, semakin kuat anestetik, makin mudah
menimbulkan kejang.

2.Sistem kardiovaskular

Pengaruh utama pada janting adalah menyebabkan penurunan aksitabilitas, kecepatan konduksi dan
kekuatan kontraksi.

3.Otot polos

Lidokain berefek spasmolitik dan tidak berhubungan dengan efek anestetik. Efek ini mungkin
disebabkan oleh depresi langsung pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik, sehingga menyebabkan
hilangnya tonus refleks setempat

2.Mepivacaine

Secara farmakologis, mepivacaine sama seperti lidokain. Mepivacaine adalah turunan xylidine.
Mepivacaine mirip dengan lidokain dalam onset kerjanya, durasi, potensi, toksisitas, dan tidak ada reaksi
alergi yang dilaporkan. Karena mepivacaine menghasilkan lebih sedikit vasodilatasi daripada lidokain, ini
adalah anestesi yang efektif tanpa vasokonstriktor dan diberikan dengan cara ini hanya dalam formulasi 3%.
Ini dapat digunakan untuk pekerjaan singkat yang memberikan anestesi pulpa sekitar 20 menit melalui
suntikan supraperiosteal, dan 40 menit melalui blok saraf, dan 2 hingga 3 jam anestesi jaringan lunak ketika
anestesi pulpa yang dalam tidak diperlukan. Oleh karena itu, ini merupakan alternatif yang baik jika
penggunaan vasokonstriktor merupakan kontraindikasi. Namun, harus diberikan perhatian untuk
menghindari toksisitas sistemik terkait penggunaan anestesi biasa, terutama pada anak-anak. Mepivacaine
memiliki potensi yang sama dengan lidocaine dan prilocaine, dan dua pertiga lebih kuat dari articaine dan
seperempatnya sama kuatnya dengan bupivacaine. Mepivacaine memiliki toksisitas yang mirip dengan
lidokain dan artikain (kira-kira sama atau sedikit kurang [25%]). Ini lebih beracun dari prilocaine (sekitar 25%
lebih). Ini jauh lebih tidak beracun daripada bupivacaine, hanya seperempatnya beracun. Dosis maksimum
yang direkomendasikan untuk mepivacaine adalah 3,0 mg / lb atau 6,6 mg / kg, dan MRD absolut adalah 400
mg.

3.Prilocaine

Secara farmakologis, prilocaine mirip dengan lidocaine dan mepivacaine. Secara kimiawi, prilokain
adalah turunan toluidin, sedangkan lidokain dan mepivakain adalah turunan xilidin. Prilokain sama
potensinya dengan lidokain dan mepivakain, dan dua pertiga sama kuatnya dengan artikain dan
seperempatnya sama kuatnya dengan bupivakain. Prilocaine jauh lebih sedikit toksiksitasnya dibandingkan
lidocaine dan articaine serta sedikit kurang toksik dibandingkan mepivacaine. Prilocaine jauh lebih tidak
beracun daripada bupivacaine. Anestesi ini adalah anestesi yang paling tidak beracun yang tersedia saat ini,
dan secara minimal mempengaruhi sistem saraf pusat dan kardiovaskular (CVS). Seperti mepivacaine,
prilocaine menghasilkan sangat sedikit vasodilatasi dan merupakan anestesi murni (tanpa campuran
vasokontriktor) yang efektif. Faktanya, ketika 4% prilocaine diberikan sebagai blok saraf, durasinya
meningkat dari aksi pendek menjadi menengah memberikan anestesi pulpa selama sekitar 40 hingga 60
menit dan anestesi jaringan lunak selama sekitar 2 hingga 4 jam. MRD nya adalah 4.0 mg/lb or 8.8 mg/kg,
dan MRD absolutenya adalah 600 mg.

4.Articaine

Articaine 1,5 kali lebih kuat dari lidokain, dan relatif sama dalam toksisitas dengan lidokain dan
mepivacaine. Anestesi ini memberikan durasi kerja menengah sekitar 60 sampai 75 menit anestesi pulpa dan
3 sampai 6 jam anestesi jaringan lunak. Secara farmakologis, artikain berasal dari tiofen, yang membuatnya
berbeda dari anestesi amida lainnya dan memungkinkan kelarutan lemak yang lebih baik, yang
memungkinkan difusi yang lebih baik melalui jaringan dan meningkatkan kemampuan untuk melintasi
membran lipid. Articaine memiliki keunggulan dibandingkan anestesi lokal lainnya untuk pasien dengan
penyakit hati yang signifikan karena terutama menghindari jalur metabolisme hati. MRD untuk artikain
adalah 3,2 mg / lb atau 7,0 mg / kg. Tidak ada MRD yang terdaftar untuk artikain.

5.Bupivacaine

Bupivakain adalah anestesi yang paling kuat dan beracun dari semua anestesi jenis amida. Anestesi
ini empat kali lebih kuat daripada lidokain, mepivacaine, dan prilocaine, dan tiga kali lebih kuat daripada
artikain. Ini empat kali lebih beracun daripada lidocaine, mepivacaine, dan articaine, dan enam kali lebih
beracun dari prilocaine. Bupivacaine adalah satu-satunya anestesi yang memberikan durasi kerja yang lama,
dan memiliki sifat vasodilatasi yang intens dan oleh karena itu hanya diformulasikan dengan 1: 200.000
epinefrin. Durasinya sekitar 1,5 sampai 3 jam anestesi pulpa, dan 4 sampai 9 jam anestesi jaringan lunak.
Karena durasinya yang lama, bupivakain mungkin tidak praktis secara klinis untuk banyak prosedur gigi,
termasuk terapi periodontal non-bedah. Pada overdosis, bupivacaine memiliki efek yang sama pada SSP dan
sistem kardiovaskular. Waktu paruh Bupivacaine yang lama (2,7 jam) semakin meningkatkan risiko toksisitas
sistemik. Bupivacaine tidak dianjurkan untuk digunakan pada pasien dengan kebutuhan khusus dan anak
kecil. Individu dengan penyakit hati yang signifikan dapat menerima bupivacaine tetapi dengan dosis yang
dikurangi. MRD untuk bupivacaine adalah 0,9 mg / lb atau 2,0 mg / kg (berdasarkan rekomendasi
berdasarkan berat badan Kanada, tidak ada rekomendasi berdasarkan berat badan FDA), dan MRD absolut
adalah 90 mg

B.LOKAL ANESTESI ESTER

Because of the high degree of hypersensitivity to injectable esters, all injectable local anesthetics
manufactured for dentistry (in single-use dental cartridges) today are in the amide group. Injectable ester
anesthetics are no longer used in dentistry, therefore only procaine is discussed here because it is still
available for use in medicine : Procaine

1.Procaine

Although injectable esters are not available for use in dentistry, procaine is still available in multidose vials
and is used as an antiarrhythmic. Procaine is significantly less potent and toxic compared with all other amide
local anesthetics. Procaine (Novocaine) was the first injectable local anesthetic and was used routinely in
dentistry until amide local anesthetics became available. Procaine produces the greatest vasodilating
properties of all local anesthetics and provides no pulpal anesthesia. 4 Procaine’s high degree of allergic
reactions and its vasodilating properties made it less desirable, and its use was discontinued

Meskipun injeksi jenis ester tidak tersedia untuk digunakan dalam kedokteran gigi, prokain masih tersedia
dalam botol multidosis dan digunakan sebagai antiaritmia. Procaine secara signifikan kurang manjur dan
beracun dibandingkan dengan semua anestesi lokal amida lainnya. Procaine (Novocaine) adalah anestesi
lokal injeksi pertama dan digunakan secara rutin dalam kedokteran gigi sampai anestesi lokal amida tersedia.
Procaine menghasilkan sifat vasodilatasi terbesar dari semua anestesi lokal dan tidak memberikan anestesi
pulpa. Tingkat reaksi alergi Procaine yang tinggi dan sifat vasodilatasi membuatnya kurang diminati, dan
penggunaannya dihentikan.
TEKNIK ANESTESI

1.Surface Anesthesia

Digunakan saat anestesi topikal diterapkan ke permukaan dengan gel, krim, atau semprotan untuk
memblokir ujung saraf bebas yang memasok permukaan mukosa. Efeknya tahan lama dan terbatas pada
area kontak langsung. Anestesi topikal digunakan sebagai teknik pra-injeksi untuk menghilangkan rasa sakit
yang terkait dengan aplikasi syringe.

2. Anestesi Infiltrasi

Teknik infiltrasi lokal digunakan ketika anestesi jaringan lunak diperlukan di area terbatas. Anestesi di
deponir dekat dengan ujung saraf terminal yang lebih kecil memberikan pereda nyeri hanya di area difusi
anestesi. Teknik ini dapat digunakan selama terapi periodontal non-bedah ketika anestesi hanya diperlukan
di area injeksi, dan untuk kontrol perdarahan yang disediakan oleh vasokonstriktor. Istilah ini sering
digunakan secara tidak tepat dalam kedokteran gigi untuk menggambarkan suntikan di mana anestesi lokal
dideponir di atas akar gigi yang dirawat. Istilah yang tepat untuk prosedur ini adalah injeksi supraperiosteal.

3.Anestesi Supraperiosteal

Injeksi supraperiosteal adalah bentuk anestesi regional yang disimpan di dekat cabang saraf terminal
yang besar. Anestesi biasanya melibatkan anestesi pulpa dan jaringan lunak dari satu gigi di rahang atas
(dengan menempatkan agen anestesi di atas apeks gigi yang akan dibius). Suntikan supraperiosteal paling
efektif pada rahang atas karena sifat tulang yang porus yang memungkinkan anestesi menyebar dengan
mudah melalui tulang ke saraf. Namun, teknik ini dapat digunakan pada lateral rahang bawah dan gigi seri,
dan merupakan teknik injeksi yang sangat baik bila diperlukan anestesi silang. Dalam kedokteran gigi,
suntikan supraperiosteal sering disalahartikan sebagai suntikan infiltrasi

4.Anestesi Blok

Anestesi blok mengacu pada suntikan anestesi lokal di sekitar batang saraf utama untuk membius
area persarafan saraf, biasanya pada jarak yang lebih jauh dari area pengobatan. Teknik ini memberikan
keuntungan dibandingkan teknik lainnya dengan memberikan anestesi pulpa dan jaringan lunak yang
mendalam pada area yang lebih luas. Kerugiannya adalah arteri dan vena menyertai batang saraf utama, dan
potensi untuk menusuk arteri atau vena dengan teknik ini sangat tinggi.

KOMPLIKASI ANESTESI LOKAL

Menurut Bennett, ada tiga kategori utama untuk komplikasi anestesi lokal :
1. Komplikasi primer seperti rasa terbakar pada saat penyuntikan, dialami oleh penderita pada saat
penyuntikan. Misalnya pasien mengalami sensasi terbakar pada saat pemberian obat

2.Komplikasi sekunder terlihat jelas setelah injeksi selesai. Ini disebabkan oleh suntikan obat bius lokal, tetapi
dialami segera setelah suntikan atau nanti. Komplikasi sekunder bisa ringan atau berat

• Komplikasi ringan sembuh tanpa memerlukan pengobatan. Misalnya, pembakaran selama injeksi
bersifat sementara dan hilang segera setelah pengendapan agen

•Komplikasi yang parah memerlukan rencana pengobatan untuk mengatasi komplikasi tersebut.
Misalnya, anafilaksis membutuhkan perawatan segera dan intervensi obat

3. Transient or permanent

• Komplikasi transient / sementara mungkin tampak parah pada saat observasi tetapi pada akhirnya
akan sembuh tanpa efek sisa. Misalnya, hematoma dapat menyebabkan pembengkakan dan memar
yang parah, tetapi akan hilang seiring waktu tanpa meninggalkan efek sisa.

• Komplikasi permanen meninggalkan efek sisa. Misalnya, kerusakan saraf yang terkait dengan blok
alveolar inferior (IA) dapat berlangsung beberapa minggu, bulan, atau tanpa batas waktu

I.KOMPLIKASI LOKAL

A)Rasa Terbakar

Pasien mungkin mengalami sensasi terbakar yang umum terjadi selama pengendapan agen anestesi,
biasanya disebabkan oleh agen anestesi lokal dan lebih banyak vasokonstriktor asam dari jaringan pasien.
Sensasi terbakar hanya berlangsung beberapa detik hingga anestesi bermanifestasi, dan tidak berlanjut
setelah anestesi habis

B)Hematoma

Hematoma terjadi ketika pembuluh darah, terutama arteri, tertusuk atau terkoyak oleh jarum. Ini
diamati sebagai pembengkakan asimetris dan perubahan warna jaringan akibat efusi darah ke ruang
ekstravaskular. Trismus dan nyeri ringan juga dapat terjadi. Hematoma dapat terjadi tanpa aspirasi positif,
dan dengan menusuk pembuluh darah dengan jarum selama jalur menuju lokasi target, atau saat melepas
jarum setelah anestesi disimpan

C)Parastesi

Paresthesia adalah rasa ter-anestesi persisten melebihi durasi yang diharapkan atau sensasi yang
berubah seperti kesemutan atau gatal melebihi tingkat biasanya dengan sedikit trauma. Paresthesia atau
anestesi yang berkepanjangan terjadi sesekali, menyebabkan pasien mati rasa selama berjam-jam atau
berhari-hari setelah injeksi. Paresthesia juga dapat dikaitkan dengan sensasi terbakar, dan pasien dapat
mengalami drooling, kesulitan bicara, kehilangan rasa, dan lidah menggigit. Risiko komplikasi serius akibat
paresthesia terjadi saat anestesi berlangsung selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau berbulan-bulan.
Paresthesia mungkin terjadi akibat iritasi pada saraf setelah pemberian agen anestesi lokal yang
terkontaminasi dengan alkohol atau disinfektan lainnya. Edema yang disebabkan oleh iritasi juga dapat
memberi tekanan pada saraf, mengakibatkan anestesi yang berkepanjangan. Perdarahan di sekitar selubung
saraf juga dapat menyebabkan paresthesia dengan menciptakan tekanan berlebihan pada saraf. Akhirnya,
paresthesia juga dapat disebabkan oleh trauma pada selubung saraf akibat jarum yang menyentuh saraf
selama penyisipan atau pengangkatannya dari jaringan. Ini terjadi paling sering dengan saraf lingual yang
menghasilkan sensasi sengatan listrik saat itu terjadi. Kebanyakan paresthesia tidak serius dan biasanya akan
sembuh dalam 8 minggu
II.KOMPLIKASI SISTEMIK

Komplikasi sistemik yang terkait dengan pemberian anestesi lokal terjadi lebih jarang daripada
komplikasi lokal dan biasanya disebabkan oleh konsentrasi obat anestesi lokal yang tinggi setelah injeksi
intravaskular yang tidak disengaja, dosis atau kecepatan injeksi yang berlebihan, klirens obat yang tertunda,
atau pemberian ke jaringan vaskular. Toksisitas anestesi sistemik melibatkan sistem saraf pusat (SSP), sistem
kardiovaskular (CVS), dan sistem kekebalan.

A)Sistem Saraf Pusat

Gejala Inisial

• Pening

• Pusing

• Gangguan visual dan pendengaran (kesulitan fokus dan tinitus)

• Disorientasi

• Mengantuk

Gejala dosis lebih tinggi

• Otot berkedut

• Kejang

• Ketidaksadaran

• Koma

• Depresi dan henti napas

• Depresi dan kolaps kardiovaskular

B)Kardiovaskular

1. Efek jantung langsung

• Dosis toksik dari agen anestesi lokal dapat menyebabkan depresi miokard (tetrakain, bupivakain),
disritmia jantung (bupivakain), dan kardiotoksisitas pada kehamilan.

• Beberapa anestesi juga memiliki efek inotropik negatif pada otot jantung yang menyebabkan
hipotensi. Bupivakain terutama bersifat kardiotoksik.

2. Efek periferal

• Vasokonstriksi pada dosis rendah

• Vasodilatasi pada dosis yang lebih tinggi (hipotensi)

3. Cakupan tanda dan gejala toksisitas kardiovaskular meliputi:

• Nyeri dada

• Sesak napas

• Palpitasi
• Pening

• Diaforesis

• Hipotensi

• Sinkop

III.MANIFESTASI ALERGI (sumber dari materi dr. utara)

Kejadian alergi sangat jarang . Reaksi alergi biasanya diakibatkan penggunaan anestesi local ester.
Reaksi alergi, dibagi menjadi 4 :

1.Hipersensitivitas Tipe I

Disebut sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilatik syok. Reaksi ini berhubungan dengan kulit,
mata, nasofaring. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulao dari ketidaknyamanan hingga
kematian. Waktu reaksi sekitar 15-30 menit setelah terpapar. Diperantai oleh Imunoglobulin E (IgE).
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk gejala ringan : antihistamin, penggunaan IgG. Untuk
penatalaksanaan syok anafilatik :

1.Hentikan pemberian anestesi

2.Periksa ABC (Airway, Breathing, Circulation, Kulit dan status mental px)

3.Panggil bantuan

4.Baringkan px dengan posisi terlentang / posisi nyaman bila terdapat sesak/muntah

5.Elevasi tungkai px

6.Suntikan epineprin 1:1000 intramuskular di region mid-anterolateral paha. Dosis epineprin 1:1000
IM (ulangi dalam 15menit jika tidak ada perbaikan kondisi)

Dewasa : 0.5ml

>12th : 0.5ml

6-12tahun : 0.3ml

<6tahun : 0.15ml

7.Bila ada indikasi spt sesak berikan suplai oksigen high-flow (8-10L/menit).Jaga airway dengan
oropharyngeal

8.Lakukan pemasangan kateter intravena & berikan IV fluid change

Dewasa : 500-1000ml kristaloid

Anak2 : 20ml/kg kristaloid

9.Berikan diphenhydramine 25-50mg IM/IV pada dewasa dan 1-2mg/kgBB untuk anak2

10.Suntikan aqueous epineprin 0.15-0,3ml pada lokasi penyuntikan obat anestesi local sebelumnya
untuk menghambat absorpsi lebih lanjut obat sebelumnya
11.Tambahan : bila sesak menetap, diberikan beta 2-agonist nebulizer & aminofilin IV loading
5.6mg/kgBB dalam 20 menit. Bila hipotensi menetap, berikan vasopressor

2.Hipersensitivitas Tipe II

Diakibatkan oleh antibody IgG dan IgE untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstraseluler. Kerusakan terbatas / spesifik pada sel/jaringan yg secara langsung berhubungan dengan
antigen tersebut.Beberapa tipe hipersensitivitas tipe II : permfigus, anemia hemolitik autoimun, sindroma
good pasture

3.Hipersensitivitas Tipe III

Merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks
antigen-antibodi yang kecil dan terlarut dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan adanya
inflamasi/keradangan.

4.Hipersensitivitas Tipe IV

Dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantai sel / tipe lambat (delayed). Terjadi karena aktivitas
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Beberapa contoh hipersensitivitas tipe IV : dermatitis kontak

PENGGUNAAN OBAT ANESTESI LOKAL PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT SISTEMIK

(materi dr.utara)

1.Gangguan jantung

Prinsip anestesi pada pasien dengan gangguan jantung adalah mencegah terjadinya hipoksia dan
hipotensi. Hipertensi dan takikardi dapat mengakibatkan peningkatan kerja jantung dan peningkatan kerja
jantung dan peningkatan konsumsi oksigen miokard. Obat-obatan anestesi lokal dapat mempengaruhi
system kardiovaskular apabila diberikan dengan dosis tinggi. Efek yang ditimbulkan dapat menyebabkan
depresi system kardiovaskular dengan manifestasinya adalah bradikardi, hipotensi dan kardiovaskuler kolaps
yang berpotensial terjadinya cardiac arrest.

2.Diabetes mellitus

Aksi kerja vasokonstriktor secara langsung berkebalikan dengan aksi kerja insulin. Eponefrin akan
meingkatkan gluconeogenesis dan glycogen breakdown di hati, yang pada akhirnya meyebabkan kondisi
hiperglikemia. Pasien diabetes yang guladarahnya terkontrol, lebih baik dalam mentoleransi vasokontriktor
dan mengalami kejadian hiperglikemia yang lebih sedikit daripada pasien yang gula darahnya tidak terkontrol
3. Hipertensi

Pada penderita hipertensi, sebenarnya tidak ada kontraindikasi dalam penggunaan anestesi local
yang mengandung epineprin, dikarenakan epineprin adalah neurotransmitter yang alami yang diproduksi
oleh tubuh. Menurut American hearts association & American dental association, dosis epineprin yang
digunakan dalam anestesi local tidak akan menimbulkan goncangan hemodinamik. Rekomendasi
menyebutkan dosis total penggunaan epineprin pada pasien dengan gangguan jantung adalah 0.2mg dan
0,4mg pada gangguan jantung berat / setara dengan 2 ampul anestesi local yang mengandung 1:100.000
epineprin. Penggunaan anestesi dengan epineprin perlu dihindari apabila tekanan darah pasien
>180/100mmHg.

4.Gangguan tiroid

a.Hipertiroid

Penggunaan vasokonstriktor di anestesi local harus dihindari / setidaknya diminimalkan pada px


hipertiroid yang tidak terkontrol. Hipertensi & kelainan jantung terutama disritmia yang umumnya disertai
hormone tiroid yang berlebihan. Apabila px yang terkontrol, dapat diberikan konsentrasi vasokonstriktor
normal

b.Hipotiroid

Secara umum, pasien dengan gejala ringan hipotiroid tidak memiliki kontraindikasi dalam
penggunaan anestesi lokal.

5.Pada kondisi hamil

Selama kehamilan, dapat terjadi peningkatan sensitivitas dari anestesi lokal (onset lebih cepat pada
blockade kondusi). Perubahan pada karakteristik dari anestesi lokal yang terikat protein dapat berakibat
peningkatan konsentrasi dari obat aktif dalam bentuk tidak terikat dalam plasma pasien hamil. Anestesi lokal
yang mengandung vasokonstriktor, pengaruhnya terhadap otot uterus masih menjadi spekulasi, karena
belum ada bukti yang mendukung. Anestesi lokal berupa lidokain, prilokain, dapat dikombinasikan dengan
vasokontriktor dan dapat diberikan untuk pasien hamil dengan dosis max lidokain adalah 500mg dan max
prilokain 600mg. Periode idela px hamil untuk melakukan perawatan gigi adalah trimester ke 2, dimana tidak
ada resiko teratogenesis, mual dan muntah berkurang, uterus belum cukup besar.
Indikasi pencabutan

1. Karies
Pada kondisi karies yang sangat parah atau meluas dan tidak dapat dilakukan restorasi makan
pencabutan dapat dijadikan pilihan.

2. Nekrosis pulpa
Alasan kedua yang selaras untuk mencabut gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpitis
ireversibel yang tidak dapat disetujui oleh endodontik. Hal ini mungkin disebabkan oleh
penurunan perawatan endodontik pasien atau ketika gigi memiliki saluran akar yang berliku-liku,
terkalsifikasi, dan tidak dapat diobati dengan teknik endodontik standar

3. Penyakit periodontal
Alasan umum pencabutan gigi adalah penyakit periodontal yang parah dan ekstensif. Resorpsi
tulang yang berlebihan dan mobilitas gigi yang parah, dalam situasi ini, gigi hypermobile harus
dicabut. Juga, kehilangan tulang periodontal yang sedang berlangsung dapat membahayakan
kesempatan untuk penempatan implan secara langsung, membuat pencabutan langkah yang
masuk akal bahkan sebelum gigi menjadi sedang atau sangat bergerak.

4. Keperluan perawatan orthodontik


Pasien yang akan menjalani koreksi ortodontik pada gigi yang penuh sesak dengan panjang
lengkung yang tidak mencukupi sering kali memerlukan pencabutan gigi untuk menyediakan
ruang bagi penyelarasan gigi. Gigi yang paling sering dicabut adalah gigi premolar atas dan
rahang bawah, tetapi gigi seri rahang bawah terkadang perlu dicabut karena alasan yang sama

5. Gigi yang malposisi


Gigi yang malposisi atau malposisi dapat diindikasikan untuk dicabut dalam beberapa situasi.
Jika mereka membuat trauma jaringan lunak dan tidak dapat diubah posisinya dengan perawatan
ortodontik, mereka harus diekstraksi.Contoh umum dari hal ini adalah molar tiga rahang atas,
yang erupsi dalam versi bukal yang parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak
pada pipi. Contoh lain adalah gigi malposisi yang mengalami hipererupsi karena kehilangan gigi
di lengkungan yang berlawanan.

6. Gigi yang retak atau fraktur


Gigi yang mengalami retak atau fraktur terlebih di daerah akar atau fraktur secaa vertikal harus
dilakukan pencabutan karena tidak dapat dirawat dengan cara konservatif.

7. Gigi Impaksi
Jika jelas bahwa gigi yang impaksi sebagian tidak dapat tumbuh menjadi oklusi fungsional
karena ruang yang tidak memadai, gangguan dari gigi yang berdekatan, atau alasan lain, maka
harus dipertimbangkan untuk operasi pengangkatan.

8. Gigi yang disertai dengan lesi patologi


Gigi yang terlibat dalam lesi patologis seperti kista harus dicabut

Kontraindikasi pencabutan

a. Perikoronitis akut : Perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan
pada gigi yang terlibat. Jika tidak makan bakteri dan infeksi akan menurun kebagian bawah
kepala dan leher.
b. Pencabutan gigi yang dilakukan pada daerah yang terkena terapi radiasi akan menyebabkan
osteoradionekrosis, oleh karena itu harus dilakukan tindakan pencabutan yang sangat ekstrem
atau khusus.
c. Diabetes yang tidak terkontrol : pasien diabetes lebih rentan terhadap infeksi dan proses
penyembuhan lukanya akan lebih lama. Pencabutan gigi harus dilakukan setelah melakukan
diagnosis pencegahan yang tepat pada penyakit diabetes
d. Kehamilan, prosedur pencabutan gigi harus dihindari pada priode trimester pertama dan ketiga
dan harus sangat berhati-hati apabila akan melakukan prosedur radiografi dan juga dalam
pemberian obat –obatan.

Evaluasi klinis pencabutan gigi

1. Akses ke gigi : Faktor pertama yang harus diperiksa dalam penilaian pra operasi adalah sejauh
mana pasien dapat membuka mulut. Keterbatasan pembukaan dapat mengganggu kemampuan
ahli bedah untuk memberikan anestesi lokal atau melakukan ekstraksi. Jika bukaan mulut pasien
terganggu secara substansial, ahli bedah harus mempertimbangkan pendekatan bedah pada gigi
daripada pencabutan dengan elevator dan forsep. Selain itu, dokter bedah harus mencari
penyebab berkurangnya bukaan. Penyebab yang paling mungkin adalah trismus yang
berhubungan dengan infeksi di sekitar otot pengunyahan, disfungsi sendi temporomandibular
(TMJ), dan fibrosis otot. Lokasi dan posisi gigi yang akan dicabut di dalam lengkung gigi harus
diperiksa. Gigi yang sejajar memiliki akses normal untuk penempatan elevator dan forsep.
Namun, gigi yang berdesakan atau kerusakan gigi dapat menimbulkan kesulitan dalam
memposisikan forsep yang biasanya digunakan ke gigi untuk pencabutan. Ketika akses menjadi
masalah, forsep yang berbeda mungkin diperlukan atau pendekatan bedah dapat diindikasikan.
2. Mobilitas gigi : Gigi yang memiliki mobilitas kurang dari normal harus dinilai dengan hati-hati
untuk mengetahui adanya hipersementosis atau ankilosis pada akar. Ankylosis sering terlihat
pada gigi molar primer yang tertahan dan telah tenggelam (lihat Gambar 8.1B). Selain itu,
ankilosis kadang-kadang terlihat pada gigi nonvital yang telah menjalani terapi endodontik
bertahun-tahun sebelum pencabutan. Jika dokter yakin bahwa gigi tersebut mengalami
ankylosed, sebaiknya merencanakan pencabutan gigi dengan pembedahan dibandingkan dengan
pencabutan forsep.
3. Kondisi mahkota gigi : Penilaian mahkota gigi sebelum pencabutan harus dikaitkan dengan
adanya karies atau restorasi yang besar di mahkota. Jika sebagian besar mahkota telah
dihancurkan oleh karies, kemungkinan hancurnya mahkota selama pencabutan meningkat,
sehingga menyebabkan lebih banyak kesulitan dalam mencabut gigi. Jika gigi yang akan dicabut
memiliki akumulasi kalkulus yang besar, akumulasi kotor harus dihilangkan dengan scaler atau
pembersih ultrasonik sebelum ekstraksi. Alasannya adalah bahwa kalkulus mengganggu
penempatan forsep dengan cara yang tepat, dan kalkulus yang retak dapat mencemari soket gigi
yang kosong setelah gigi dicabut.

Penting RO sebelum pencabutan

I. Hubungannya dengan struktur vital :Saat melakukan ekstraksi molar rahang atas, penting
untuk diperhatikan kedekatan akar molar dengan dasar sinus maksilaris. Jika hanya terdapat
lapisan tipis tulang di antara sinus dan akar gigi molar, potensi perforasi sinus maksilaris selama
pencabutan meningkat. Dengan demikian rencana perawatan bedah dapat diubah menjadi teknik
bedah terbuka. Kanal alveolar inferior mungkin mendekati akar molar mandibula. Meskipun
pencabutan gigi yang erupsi jarang terjadi pada kanal alveolar inferior, jika gigi impaksi ingin
dicabut, penting untuk menilai hubungan antara akar molar dan kanal. Ekstraksi seperti itu dapat
menyebabkan cedera kanal dan menyebabkan kerusakan pada saraf alveolar inferior
II. Konfigurasi akar : untuk mengetahui jumlah akar, kelengkungan akar, bentuk akar, ukuran akar
dan untuk mengetahui ada tidaknya resorpsi akar.

PENCABUTAN GIGI RAHANG ATAS

Anterior
Nervus :

 Nervus Alveolaris Superior anterior ( Anestesi infiltrasi di batas mukosa bergerak tak bergerak
sejajar dengan gigi yang akan di ekstraksi)
 Nervus Nasopalatinus ( Anestesi blok pada foramen insisivus)

a) Insisivus
Gigi seri rahang atas diekstraksi dengan forsep universal atas (No. 150), meskipun forsep lain
dapat digunakan seperti tang lurus (No. 1). Gigi seri rahang atas umumnya memiliki akar
berbentuk kerucut, dengan yang lateral sedikit lebih panjang dan lebih ramping. Gigi seri lateral
kemungkinan besar juga memiliki kelengkungan distal pada sepertiga apikal akar. Gerakan
ekstraksinya adalah luksasi ke arah labial dan palatal kemudian gerakan memutar serta ditarik
keluar soket.

b) Caninus
Forsep universal atas (No. 150) adalah instrumen pilihan untuk ektraksi gigi kaninus rahang atas.
Seperti semua pencabutan, penempatan awal dari beak forsep pada gigi kaninus harus sejauh
mungkin ke apikal. Gerakan awal adalah apikal dan kemudian ke aspek bukal, dengan tekanan
balik ke palatal.Sejumlah kecil gaya rotasi mungkin berguna dalam memperluas soket gigi.

Posterior

Nervus :

A. Premolar
 Nervus alveolaris superior medius (Anestesi infiltrasi di batas mukosa bergerak tak
bergerak sejajar dengan gigi yang akan di ekstraksi)
 Nerveus palatinus mayus ( Anestesi blok pada foramen palatinus dengan menentukan
titik tengah kayal yg ditarik antara tepi gingiva M3 disepanjang akar palatal thd garis
tengah rahang)
a) Premolar 1 RA
Premolar satu rahang atas adalah gigi berakar tunggal pada dua pertiga pertamanya, dengan
percabangan menjadi akar bukolingual yang biasanya terjadi di sepertiga hingga setengah
apikal. Forsep universal atas (No. 150) adalah instrumen pilihan. Sebagai alternatif, forsep
No. 150A dapat digunakan untuk mengangkat gigi premolar satu rahang atas. Gerakan
luksasi gigi p1 diawali kearah bukal kemudian kearah palatal. Hindari gaya rotasi.
b) Premolar 2 RA
Forsep yang direkomendasikan adalah forsep universal rahang atas, atau forsep No. 150;
beberapa ahli bedah lebih memilih forsep No. 150A. Forsep didorong sejauh mungkin ke
apikal untuk mendapatkan keuntungan mekanis maksimal dalam mencabut gigi ini. Karena
akar gigi kuat dan tumpul, pencabutan membutuhkan gerakan yang kuat ke bukal kembali ke
palatal, dan kemudian ke arah bucco-oklusal dengan gaya rotasi,

B. Molar 1 Rahang Atas


 Nervus alveolaris superior medius : untuk akar mesial
 Nervus alveolaris superior posterio : untuk akar distal
 Nervus palatinus mayus : untuk akar palatal ( anestesi blok)
C. Molar 2 Rahang Atas
 Nervus alveolaris superior posterior ( infiltrasi)
 Nervus palatinus mayus ( blok)
Tang berpasangan No. 53R dan No. 53L biasanya digunakan untuk ekstraksi molar rahang atas.
Kedua forsep ini memiliki proyeksi ujung pada paruh bukal agar sesuai dengan percabangan bukal.
Beberapa ahli bedah lebih suka menggunakan forsep No. 89 dan No. 90. Gerakan luksasi gigi molar
adalah ke bukal, kemudian ke palatal
PENCABUTAN GIGI RAHANG BAWAH

Anterior

Nervus : Nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis

 Titik suntikan pada lipatan mukolabial setiggi apeks akar gigi, aspirasi, 1,5 cc
 anastesi mengenai gigi, tulang alveolar, ligamen periodontal, gingiva labial.
 Untuk ekstraksi gigi ditambah injeksi di lingual 0,5 cc mengenai gingiva lingual
Posterior

Nervus : Nervus alveolaris inferior, nervus lingualis dan nervus bukalis

Anestesi : Blok mandibula dan infiltrai bukal dibatal mukosa bergerak dan tidak bergerak gigi.

Block mandibula indirect teknik

 Raba mucobukal gigi molar RB, telusuri linea obliqua eksterna sampai batas anterior
ramus ascendens, lalu ujung jari digeser ke posterior kira2 1 cm untuk mendapatkan
coronoid notch
 Jari telunjuk meraba coronoid notch
 Jarum ditusukkan pada pertengahan ujung jari dari arah kontralateral (spuit diletakkan
di antara p1 dan p2) sampai ujung jarum menyentuh tulang (bevel menghadap tulang)
 Jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dgn gigi-
gigi posterior RB pada sisi yg sama
 Jarum dimasukan ke arah posterior sejauh kira2 10 mm sambil menyusuri tulang
 Kemudian syringe diubah lg posisinya ke arah kontralateral, langkah terakhir jarum
dimasukkan lg ke dalam jaringan sampai ujung jarum menyentuh tulang (bevel
menghadap tulang agar ujung jarum tidak mengenai periosteum), aspirasi, injeksikan
cairan anastesi 1 ml utk n.alveolaris inferior
 Tarik jarum kira-kira 10 mm, aspirasi, injeksikan cairan anastesi 0,5 ml utk nervus
lingualis
 Ciri_ciri keberhasilan MA : setengah bibir bawah dan ujung lidah daerah yg teranastesi
terasa kebas
Infiltrasi lokal pada mukosa bukal

 Tarik bibir bawah


 Raba mukobukal fold
 Ulaskan cairan antiseptik
 Injeksikan jarum diantara mukosa bergerak dan tak bergerak
 Aspirasi, injeksikan cairan anastesi 0,5 ml

POSTEXTRACTION TOOTH SOCKET CARE

 Setelah gigi dicabut, soket membutuhkan perawatan yang tepat. Soket harus di-debrid
hanya jika perlu. Jika lesi periapikal terlihat pada radiografi pra operasi dan tidak ada
granuloma yang menempel pada gigi saat dicabut, daerah periapikal harus dikuret
dengan hati-hati dengan kuret periapikal untuk menghilangkan granuloma atau kista.
Jika ada kotoran yang terlihat jelas, seperti kalkulus, amalgam, atau serpihan gigi yang
tersisa di soket, kotoran tersebut harus dihilangkan dengan hati-hati dengan kuret atau
suction.
 Namun, jika tidak ada lesi periapikal atau debris, soket tidak boleh dikuret. Sisa-sisa
ligamen periodontal dan dinding tulang yang berdarah berada dalam kondisi terbaik
untuk penyembuhan yang cepat. Kuretase yang kuat pada dinding soket hanya
menyebabkan cedera tambahan dan dapat menunda penyembuhan.
 Setelah melakukan pencabutan, tulang kortikal harus di kompresi kembali untuk untuk
mencegah undercut tulang yang mungkin disebabkan oleh ekspansi pelat bukokortikal
yang berlebihan, terutama setelah ekstraksi gigi molar pertama.
 Kontrol awal perdarahan dicapai dengan menggunakan kain kasa 2x2 inci yang dibasahi
ditempatkan di atas soket ekstraksi. Kain kasa harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga saat pasien mengatupkan giginya, kasa tersebut pas dengan ruang yang
sebelumnya ditempati oleh mahkota gigi. Menggigit gigi bersama-sama memberi
tekanan pada kain kasa, dan tekanan tersebut kemudian ditransmisikan ke soket.
Tekanan ini menyebabkan hemostasis.

PENCABUTAN GIGI DENGAN FAKTOR PENYULIT


Indikasi pemeriksaan radiografi sebelum tindakan pencabutan gigi adalah (Howe, 1993):

1. Adanya riwayat kesulitan pencabutan gigi sebelumnya


2. Adanya gigi yang secara abnormal menghambat pencabutan gigi dengan forcep
3. Bila setelah pemeriksaan klinis diputuskan untuk mencabut gigi dengan pembedahan
4. Adanya gigi atau akar yang berdekatan dengan antrum maksilaris, saraf alveolaris inferior dan
saraf mentalis
5. Gigi dengan restorasi yang besar/rapuh secara normal
6. Gigi yang terkena penyakit periodontal atau skeloris tulang pendukung. Gigi seperti ini
terkadang mengalami hipersementosis

Teknik pencabutan gigi Hipersementosis

! Dengan open methode!

Teknik pencabutan gigi ini pada prinsipnya sama dengan cara pencabutan yang telah dijelaskan
diatas. Gigi dengan akar hipersementosis biasanya ujung akar membulat dan diameter lebih besar
pada ujungnya sehingga menyulitkan pada saat diangkat dan sering terjadi fraktur. Pengambilan
tulang sebelah bukal perlu dilakukan sampai ujung akar mengikuti bentuk akar gigi.Pengangkatan
akar bisa dengan tang akar atau elevator. Flap mukoperiostal yang dibuat berbentuk flap envelope
yang diperluas ke arah bukal/ labial.

OPEN METHOD EKSTRAKSI


 Indikasi Open Method:
- Diperlukan akses yang besar untuk pencabutan sisa akar
- Pencabutan multiple beberapa gigi dalam satu sesi pencabutan
- Recounturing dan penghalusan tulang setelah pencabutan multiple
- Pencabutan gigi dengan hipersementosis, gigi dengan ankilosis, gigi dengan dilaserasi
akar
 Teknik :
1. Open ekstraksi untuk gigi akar tunggal
- Pembuatan flap mukoperiosteal, dalam kebanyakan situasi, envelope flap digunakan,
dibuat dengan diperpanjang dua gigi pada bagian anterior gigi yang akan di ekstraksi
dan satu gigi pada posterior gigi yang akan diekstraksi. Jika diperlukan insisi lepasan ,
dibuat setidaknya pada daerah satu gigi di anterior lokasi pencabutan
- Setelah flap dibuat, flap ditahan pada posisi yang tepat dengan periosteal elevator
- Operator menentukan apakah perlu dilakuakn pembuang tulang atau tidak, cara
menentukannya:
 Opsi Pertama, operator dapat mencoba untuk memasang kembali tang
pencabutan di bawah visualisasi langsung dan dengan demikian mencapai
keuntungan mekanis yang lebih baik dan mencabut gigi tanpa operasi
pengangkatan tulang sama sekali.

 Opsi kedua, memegang sedikit tulang bukal di bawah beak bukal forsep untuk
mendapatkan keuntungan mekanis dan pemahaman yang lebih baik dari akar
gigi. Hal ini memungkinkan mencabut gigi secukupnya untuk mencabutnya tanpa
pengangkatan tulang tambahan. Sejumlah kecil tulang bukal dicubit dan dicabut
bersamaan dengan gigi.
 Opsi ketiga adalah menggunakan straight elevator , mendorongnya ke arah apeks
di ruang ligamen periodontal gigi Jari telunjuk tangan dokter bedah harus
menopang gaya elevator agar pergerakan total terkontrol dan tidak terjadi selip
dari elevator. Gerakan kecil ke sana kemari harus digunakan untuk membantu
memperluas ruang ligamen periodontal, yang memungkinkan straight elevator
kecil untuk masuk dan melanjutkan ke apikal ke dalam ruang dan bertindak
sebagai baji untuk menggeser akar secara oklusal. Pendekatan ini berlanjut
dengan penggunaan straight elevator yang lebih besar sampai gigi berhasil
dilepas.

 Pilihan keempat dan terakhir adalah melanjutkan dengan operasi pengangkatan


tulang di area gigi. Kebanyakan ahli bedah lebih suka menggunakan burr untuk
mengangkat tulang, bersama dengan irigasi yang cukup. Lebar tulang bukal yang
diangkat pada dasarnya sama dengan lebar gigi pada arah mesiodistal. Dalam
dimensi vertikal, tulang harus diangkat kira-kira setengah sampai dua pertiga
panjang akar gigi. Jumlah pengangkatan tulang ini cukup mengurangi jumlah
kekuatan yang diperlukan untuk menggeser gigi dan membuat pencabutan relatif
mudah. straight elevator kecil dan forscep dapat digunakan untuk mencabut gigi
 Jika gigi masih sulit dicabut setelah pengangkatan tulang, titik dapat dibuat di
akar dengan burr di bagian paling apikal dari area tulang yang di removal. Lubang
titik ungkit harus berdiameter sekitar 3 mm dan cukup dalam untuk
memungkinkan penyisipan instrumen.

- Tepi tulang harus diperiksa; jika tajam, harus dihaluskan dengan bone file. Dengan
mengganti flap jaringan lunak dan meraba dengan lembut dengan jari, klinisi dapat
memeriksa ketajaman tepi. Pengangkatan tulang dengan rongeur jarang diindikasikan
karena rongeur cenderung mengangkat terlalu banyak tulang.
- Dilakukan kuretase soket dan irrigasi saline
- Jaringan lunak direposisi dan disuturing dengan 3-0 black silk atau chromic sutures

2. Open ekstraksi untuk gigi akar jamak


Teknik open ekstraksi pada gigi akar jamak pada umumnya sama dengan teknik pada open
ekstraksi akar tunggal. Perbedaan utamanya gigi berakar jamak, akar dibagi/dipisahkan satu sama
lain menjadi bebrapa akar tunggal (menggunakan burr). Jika mahkota gigi tetap utuh, bagian
mahkota gigi dibelah sedemikian rupa untuk memudahkan pencabutan akar. Namun, jika bagian
mahkota gigi hilang dan hanya akarnya yang tersisa, tujuannya adalah memisahkan akar agar lebih
mudah terangkat. Pengangkatan gigi molar satu rahang bawah dengan mahkota utuh biasanya
dilakukan dengan memotong gigi secara bukolingual, sehingga gigi terbagi menjadi setengah mesial
(dengan akar mesial dan separuh mahkota) dan separuh distal. Anvelope flap juga dibuat digunakan
untuk mendapatkan akses dan melindungi jaringan lunak dari trauma burr. Sejumlah kecil tulang
crestal dapat diangkat. Setelah gigi dipisahkan, gigi tersebut di elevasi dengan straight elevator
untuk memulai proses mobilisasi. Gigi yang dibelah diperlakukan sebagai gigi premolar bawah
dilepas dengan forsep universal bawah. Pada open ekstraksi gigi akar tunggal biasanya tidak harus
disertai dengan pengangkatan tulang , namun pada ektraksi gigi akar jamak sejumlah kecil tulang
crestal harus dicabut dan gigi harus dibelah. Pemotongan gigi biasanya dilakukan dengan straight
handpiece dengan straight burr round burr No.8 atau dengan fissure burr No. 557 atau No. 703 burr
dengan irigasi yang adekuat. Pada bagian akar gigi yang sudah dibisahkan, apabila masih disertai
dengan mahkota dapat diekstraksi dengan forcep, kemudian utk sisa akar dapat di elevasi
menggunakan elevataor, dan bisa menggunakan cryer dari sisi soket yang telah kosong.
3. Open ekstraksi untuk pencabutan multiple
Prosedur pembedahan untuk mencabut beberapa gigi yang berdekatan merupakan
modifikasi kecil dari teknik yang digunakan untuk mencabut gigi individual.
- Langkah pertama dalam mencabut satu gigi adalah melonggarkan jaringan lunak yang
menempel di sekitar gigi.
- Saat melakukan ekstraksi multipel, refleksi jaringan lunak diperpanjang sedikit untuk
membentuk flap envelope kecil untuk mengekspos tulang crestal hanya di sekitar
semua gigi dalam satu kuadran.
- Gigi-gigi dielevasi dengan elevator dan kemudian diektraksi dengan forsep dengan cara
biasa.
- Jika pencabutan salah satu gigi kemungkinan membutuhkan tenaga yang berlebihan,
ahli bedah harus mengangkat sedikit tulang bukal untuk mencegah fruktur tulang dan
pengeroposan tulang yang berlebihan.
- Setelah dilakukan pencabutan dicek apakah ada tulang yang tajam atau tidak dan
apakah ada jaringan granulasi. Tulang dihaluskan dan jarungan granulasi di kuretese.
- Dilakukan irrigasi.
- Plates bukolingual di kompresi mengembaikan ke posisi semula.
- Dilakuakn suturing dapat menggunakan jenis Interrupted atau continuous suturing,
dan pelepasan jahitan setelah 1 minggu jika menggunakan nonresorbable suture

FLAP
a) Prinsip Flap Pada Pencabutan Gigi :
 Flap untuk pencabutan gigi harus berupa flap mukoperiosteal ketebalan penuh. Artinya, flap
meliputi mukosa permukaan, submukosa, dan periosteum. Karena tujuan pembedahan adalah
untuk mengangkat atau membentuk kembali tulang, semua jaringan di atasnya harus
dipantulkan darinya.
 Insisi untuk membuka flap harus dibuat di atas tulang supaya penutupan jaringan yang akan
tetap utuh setelah prosedur pembedahan selesai. Jika kondisi patologis telah mengikis lempeng
bukokortikal, insisi harus paling sedikit 6-8 mm dari daerah tersebut (insisi harus tetap di area
tulang utuh) . Selain itu, jika tulang akan diangkat di atas gigi tertentu, jarak insisi harus cukup
jauh darinya sehingga setelah pengangkatan tulang, jarak insisi 6 hingga 8 mm dari kerusakan
tulang akibat pembedahan. Jika garis insisi tidak didukung oleh tulang utuh, jaringan akan
cendrung kendor dan masuk dalam daerah yang mengalami kerusakan tulang, yang
mengakibatkan penyembuhan luka yang tertunda.
 Flap harus dirancang untuk menghindari cedera pada struktur vital lokal di area pembedahan.
Dua struktur terpenting yang dapat rusak terletak di rahang bawah; ini adalah saraf lingual dan
saraf mental. Saat membuat sayatan di mandibula posterior, terutama di regio gigi molar tiga,
sayatan harus jauh dari aspek lingual mandibula. Di area molar tiga bawah, saraf lingual
mungkin melekat erat ke aspek lingual mandibula atau bahkan berjalan di aspek superior area
retromolar.
 Melepaskan sayatan hanya digunakan jika diperlukan dan tidak secara rutin. Insisi amplop
biasanya memberikan visualisasi yang memadai yang diperlukan untuk pencabutan gigi di
sebagian besar area. Jika diperlukan sayatan pelepasan vertikal, biasanya hanya diperlukan satu
sayatan vertikal, yang biasanya berada di ujung anterior komponen amplop. Sayatan pelepas
vertikal bukanlah sayatan vertikal lurus tetapi sayatan miring, yang memungkinkan alas flap
lebih lebar daripada margin gingiva bebas. Sayatan pelepas vertikal dibuat agar tidak melewati
tonjolan tulang seperti tulang caninus; melakukan hal itu akan meningkatkan kemungkinan
ketegangan pada garissuturing, yang dapat menyebabkan dehiscence luka
 Insisi vertikal harus melewati margin gingiva bebas pada garis sudut gigi dan tidak boleh
langsung pada aspek surace gigi, juga tidak harus langsung di papilla.

b) Jenis-Jenis Flap
1. Envelope
 Definisi : Flap envelope merupakan suatu flap yang hanya terdiri dari satu insisi
horizontal disepanjang tepi gingiva. Pada pembuatan flap envelope, insisi horizontal
dibuat pada bagian sulkus gingiva dan diperluas sepanjang 4-5 gigi. Untuk ukuran flap
envelope yang memadai, panjang flap pada dimensi anteroposterior biasanya meluas
ke dua gigi anterior dan satu gigi posterior ke area pembedahan. Sebagai alternatif,
jika direncanakan insisi pelepas anterior, flap hanya perlu memperpanjang satu gigi
ke anterior dan satu gigi di posterior gigi atau gigi yang akan dicabut.
 Indikasi : Pengeluaran gigi insisivus, premolar, dan molar yang berada di
permukaan labial, bukal, palatal atau lingual, eksisi kista, dan pengeluaran gigi
impaksi merupakan indikasi dari pembuatan flap envelope.
 Keuntungan : Ketika menggunakan flap envelope maka keuntungan yang
diperoleh dapat berupa kemudahan dalam proses pengembalian flap ke posisi
awal, sehingga proses penyembuhan jaringan lunak dapat berlangsung dengan
lebih cepat.
 Kerugian:
kesulitan pada saat merefleksikan flap, khususnya pada bagian palatum.
Kemudian juga terdapat resiko robeknya flap selama prosedur bedah,
kerusakan pada gingiva cekat, dan visualisasi yang terbatas pada tindakan
apikoektomi. Pada tindakan pembuangan lesi dengan pembuatan flap envelope
dapat menimbulkan kerugian berupa terbatasnya akses untuk mecapai lesi.
Pembuatan envelope dilakukan pada bagian palatal, maka akan mudah
menimbulkan resiko kerusakan pembuluh darah dan saraf pada bagian
palatum.
2. Trapesium
 Definisi: Flap trapesium/trapezoid merupakan suatu flap yang terdiri dari satu
insisi horizontal di sepanjang tepi gingiva, dan dua insisi vertikal yang
menyerong pada bagian bukal. Insisi vertikal akan berujung pada bagian
interdental tepi gingiva, sehingga tidak merusak servikal gigi tetangga pada
saat proses penyembuhan. Pembuatan insisi vertikal harus diperluas sekitar
satu sampai dua gigi dari gigi yang akan di keluarkan, dan pembuatan dasar
flap harus lebih lebar dari pada ujung flap agar suplai darah ke ujung gingiva
tidak kurang.
 Indikasi: pada tindakan bedah dimana akan dilakukan ekstraksi gigi yang
cukup banyak, terutama ketika flap triangular tidak memungkinkan untuk
mendapatkan akses yang cukup.
 Keuntungan: terciptanya akses perluasan flap yang sempurna, sehingga
memungkinkan untuk melakukan pengeluaran satu atau dua gigi tanpa
menghasilkan tegangan pada jaringan flap . Dengan begitu maka penutupan
flap kembali ke posisi awal akan lebih mudah, dan proses penyembuhan
jaringan lunak menjadi lebih cepat.
 Kerugian : dapat menyebabkan terjadinya resesi gingiva.
3. Triangular
 Definisi: Flap ini mirip dengan bentuk flap trapesium, tetapi perbedaannya terletak
pada insisi vertikal di bagian bukalnya. Flap triangular merupakan suatu bentuk flap
yang terdiri dari satu inisisi horizontal di sepanjang tepi gingiya dan satu inisisi
vertikal, dimana pembuatan insisi vertikal dapat berbentuk bidang tegak lurus
maupun berbentuk serong. Pembuatan flap triangular dapat digunakan untuk
pembuatan flap pada bagian bukal maupun labial pada kedua rahang.

 indikasi pembuatan flap triangular antara lain untuk pencabutan gigi dengan
pembedahan, untuk bedah periapikal terutama pada regio posterior, dan untuk
bedah periradikular. Flap triangular juga dapat digunakan untuk tindakan
biopsi, kuret, eksisi, dan enukleasi. Selain itu indikasi lain dari flap triangular
adalah pada tindakan alveoplasti, pengambilan torus, vestibuloplasti, dan
implantologi, dalam prosedur korektif atau rekonstruktif wajah
 keuntungan: berupa persediaan darah yang cukup selama prosedur bedah dan
visualisasi yang baik. Selain itu flap triangular juga mudah dimodifikasi
dengan pembuatan insisi vertikal tambahan atau perluasan insisi horizontal.
Pada pembuatan flap triangular proses penyembuhan jaringan lunak terjadi
lebih cepat.
 Kerugian : akses yang terbatas untuk melihat akar yang panjang sehingga
dibutuhkan modifikasi serta dapat menimbulkan ketegangan yang berlebih
pada saat retraksi flap. Kerugian lain yang dapat ditimbulkan pada pembuatan
flap triangular adalah dapat menyebabkan kecacatan atau defek pada gingiva
cekat.
4. Semilunar
 Definisi : Flap semilunar merupakan suatu flap yang terdiri dari pembuatan
insisi yang membengkok. Pembuatan insisi ini dimulai dari lipatan vestibular
dan membentuk seperti busur dengan bagian yang cembung mengarah ke
gingiva tidak bergerak. Penjahitan akan lebih baik apabila dasar flap berada
pada 2-3 mm di atas pertemuan gingiva bergerak dan tidak bergerak. Ujung
dari masing- masing insisi harus diperluas minimal satu gigi dari area gigi
yang akan dikeluarkan.

 Indikasi: Sedangkan flap semilunar digunakan pada tindakan apikoektomi,


eksisi kista berukuran kecil, dan pengeluaran sisa ujung akar.
 Keuntungan: cukup dengan pembuatan insisi yang kecil, sehingga
memudahkan tindakan refleksi flap. Selain itu keuntungan flap semilunar
adalah tidak menyebabkan resesi gingiva, dan tidak mengintervensi jaringan
periodontal.
 Kerugian: Karena pembuatan flap semilunar diawali pada bagian yang
menjauhi tepi gingiva, maka kerugian yang dapat ditimbulkan adalah resiko
salah perhitungan lokasi flap. Kerugian lainnya adalah akses dan visualisasi
yang terbatas.
5. Flap pedikel
 Definisi: Flap Pedikel merupakan flap yang digunakan untuk meningkatkan
lebar gingiva cekat atau untuk menutupi permukaan akar. Pembuatan flap
pedikel bertujuan untuk memindahkan gingiva cekat dari satu posisi ke posisi
lain yang berdekatan. Flap pedikel terdiri dari dua insisi vertikal. Flap pedikel
dapat dibuat baik dibagian bukal, lingual, atau palatal.

 Pada kasus dimana lubang oroantral terbuka, maka digunakan flap pedikel
untuk menutup lubang oroantral tersebut

 Keuntungan dari penggunaan flap pedikel adalah pembuatan flap yang relatif
mudah, suplai darah yang baik pada flap palatal, proses penyembuhan jaringan
lunak berlangsung dengan cepat, dan dapat digunakan untuk penutupan lesi
atau fistula yang besar.

 Kerugian: sebagian tulang bekas insisi akan terekspose dan dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk menunggu reepitelialisasi pada bagian tulang yang
terekspose. Selain itu pada palatal flap terdapat sensasi rasa terbakar pada
bagian palatal selama proses reepitelialisasi belum sempurna.

SUTURING
1. Tujuan suturing
 Menahan jaringan lunak pada tempatnya
 Mengurangi perdarahan post ekstraksi
 Membantu menahan blood clot dalam soket
 Mencegah masuknya makan pada soket
2. Jenis jenis
a. Interrupted Suture
- Tiap jahitan disimpul sendiriLakukan teknik operan, dua putaran di sekitar needle
holder, lalu pegang ekornya dan lakukan simpul.
- Indikasi : Pencabutan single tooth, flap pencabutan molar ketiga, biopsi, implan.
- Kelebihan : Ini adalah teknik yang paling umum digunakan, cocok untuk daerah
yang paling banyak pergerakan karena tiap jahitan saling menunjang satu sama
lain. lebih disukai dalam situasi mendesak dan mudah dihilangkan
- Kekurangan : Ini tidak membuat semua permukaan bersentuhan dan kurang
mendukung untuk penyembuhan tepi flap.

b. Simple Continuous Suture


- Dimulai dengan simple Interrupted Suture, Kemudian potong ekornya dan biarkan
potongan terakhirnya lepas, lalu lakukan loop.
- Indikasi : Bone graft, removal of mandibular tori, tuberosity reduction dan pada
sutiring daerah yang tidak memerlukan estetik
- Kelebihan : Sangat mudah untuk dibuat dan menawarkan penutupan yang lebih
kedap air
- Kerugian: jika 1 bagian terpotong maka bagian lain juga akan ikut terlepas

c. Continuous Locking Suture


Teknik jahitan ini hampir sama dengan teknik simple continuous suture namun
terdapat keuntungan tambahan berupa adanya mekanisme pengunci. Dengan
adanya mekanisme ini, jaringan dapat disesuaikan dengan insisi secara
perpendikular. Selain itu,hal ini juga mencegah terjadinya pengetatan jahitan
secara terus menerus sebagaikemajuan proses penyembuhan luka
d. Horizontal Mattress Suture
- Jenis jahitan terkuat, sangat jauh (8 mm dari tepi)
- indikasi: jarak yang jauh antara jaringan, Bone graft dan implan, serta penutupan
soket ekstraksi.
- Keuntungan: Baik untuk hemostasis, jaringan parut tidak terlalu menonjol.
- Kekurangan: Ada celah di antara flap dan sulit untuk dilepas.

e. Vertical Mattress Suture


- The far far, near near technique
- Indikasi: dimana margin luka cenderung terbuka
- Keuntungan: kekuatan penutupan yang lebih besar dan distribusi tegangan luka
yang lebih baik
- Kerugian: Terbentuknya bekas luka dan terbentuknya nekrosis tepi

f. Figure of 8 sutures
- Pola berjalan 1-2-3-4-1
- Indikasi: Penutupan soket ekstraksi, adaptasi papilla ginigiva di sekitar gigi, dan
penempatan bone graft di soket
- Keuntungan: Penutupan cepat
- Kerugian: Karena orientasinya, sulit untuk melepas dan meninggalkan sejumlah
besar benang jahitan di dalam soket.
REKAM MEDIS LENGKAP
IDENTITAS :
PEMERUKSAAN OBJEKTIF
Cara cek tensi  spigmanometer
Cara mengecek manset yg pas ukurannya : saat di pompa masi ada celah lebarnya 40% dari
lengan, dan 80% panjang lengan dan 2,5 cm diatas siku dililitkan, baru mncari tekanan sitol diastole
Setelah dipompa nadi radialis berhenti, tmbahkan 30mmHg untuk mencapai batas maksimal , baru
mulai kempeskan mansetnya dan dengar nadinya

hub tinggi badan dan berat badan di IBM


Pada orang dengan obesitas memiliki potensi untuk mengidap darah tinggi,

Tinggi badan  mengecek IMT pasien,

Berat badan
Mengecek IMT pasien  untuk wound healing

Indeks massa tubuh: Berat badan / (tinggi badan)2 (dalam centimeter)


 Di bawah 18,5 = Berat badan kurang
 18,5 – 22,9 = Berat badan normal
 23 – 29,9 = Berat badan berlebih (kecenderungan obesitas)
 30 ke atas = obesitas

Kelenjar limfe  pemeriksaan dengan palpasi


Jenis2 kelenjar limfe sesuai nomor (cari gambar)

Kelenjar saliva major dan minor (cara pemeriksaan)


Major:
Parrotid gland  ada ductus stensen
Submandibular  ductus Wharton
Sublingual  ductus bhartolin
Minor  kelenjar buccalis, lingualis, labialis

Harus tau BT dan CT (bleeding time dan clotting time


Jika perdarahan dab tampon dg ephineprin selama 2 menit  cari sumper bleeding jepit dg Clam
hemostat jaringan  suturing / masukin spongeostan dulu  kasi traneksamat 500mg
Ektraksi gigi dibagi menjadi 2
close method/ routine technique : tanpa open flap
open method : open flap
1. Pencabutan Close Method
Indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi
Indikasi Kontraindikasi
 Karies 1. Sistemik :
 Nekrosis pulpa DM tdk terkontrol, penyakit ginjal dgn kondisi
 Gigi dgn penyakit periodontal uremia parah, leukimia, myocardial ischemia,
 Gigi dgn lesi patologis myocardial infarction, hipertensi tdk terkontrol,
 Alasan ortodontik wanita hamil, hemofilia, gangguan platelet
 Fraktur mahkota atau akar
 Gigi malposisi 2. Lokal: riwayat radioterapi pada pasien kanker,
 Gigi impaksi gigi pd area tumor, gigi dgn perikoronitis
parah, abses dentoalveolar akut
 Supernumerary teeth
3. Pregnancy sebaiknya ditunda atau dilakukan
 Gigi yang terlibat dalam fraktur rahang
pada trimester kedua
 Preprosthetic therapy
 Preradiation therapy
 Faktor ekonomi
Evaluasi klinis Evaluasi radiografis
1. Akses gigi: trismus, ggn. TMJ, muscle fibrosis 1. Rontgen Periapikal: kondisi gigi, akar,
2. Mobilitas gigi: peny. periodontal, hipersementosis, jaringan sekitarnya.
ankilosis 2. Rontgen Panoramik : gigi impaksi
3. Kondisi mahkota gigi : karies besar, tumpatan besar

Posisi operator dan posisi dental chair


- Untuk ekstraksi rahang atas, kursi harus dimiringkan ke belakang sehingga bidang oklusal rahang
atas berada pada sudut sekitar 60 derajat ke lantai. Mengangkat kaki pasien pada saat yang sama
membantu meningkatkan kenyamanan pasien. Ketinggian kursi harus sedemikian rupa sehingga
mulut pasien berada pada atau sedikit di bawah level siku operator
- Untuk pencabutan gigi di bagian lengkung anterior rahang atas, pasien harus melihat lurus ke
depan (Gambar 8.20). Posisi lengkung kiri rahang atas sama, kecuali kepala pasien diputar sedikit
ke arah operator
- Untuk pencabutan gigi rahang bawah, pasien harus diposisikan pada posisi yang lebih tegak
sehingga saat mulut dibuka lebar maka bidang oklusal sejajar dengan lantai

Posisi operator untuk pencabutan gigi


A. Seluruh gigi RA & gigi posterior RB à operator pd posisi jam 6-
9 / depan kanan dari pasien (utk operator kidal, depan kiri).
B. Seluruh gigi anterior RB (gigi 33–42) à operator berada di
depan/belakang kanan dari pasien (utk operator kidal, gigi 32–43,
operator di depan/belakang kiri).
Posisi dental unit utk pencabutan gigi maksila:
C. Dental unit dimiringkan ke belakang à bidang oklusal maksila
membentuk sudut 60° terhadap lantai.
D. Tinggi dental unit diatur à tinggi mulut pasien sejajar / sedikit
dibawah siku operator.

Posisi dental unit utk pencabutan gigi mandibula:


 Posisi pasien lebih tegak à bidang oklusal mandibula sejajar
lantai.
 Tinggi dental unit diatur lebih rendah drpd pencabutan gigi
maksila.
 Penggunaan bite block dianjurkan utk membantu stabilisasi
mandibula saat ekstraksi.

Fungsi tangan kiri operator


a. Waktu forceps dijepitkan menarik bibir, pipi, lidah
b. Selama forcepts digerakkan (pergunakan jari telunjuk dan ibu jari untuk memegang aspek bukal dan
lingual/palatal gigi) 
 Memegang tulang alveolar
 Merasakan dilatasi tulang alveolar
 Melindungi jaringan lunak saat terjadi slippery instrumen
 Memperkirakan besarnya tekanan
c. Sesudah gigi keluar
 Mengembalikan cortical plate
 Memeriksa apakah ada tulang yang tajam/ada pecahan gigi

Alat dan bahan yang diperlukan


Alat bahan
Instrument diagnostik standar Tampon
Gloves dan masker, apd lengkap Povidone iodine
Syringe 3 cc dan ampul anastesi local bahan local anestesi
Elevator / bein Kasa steril, Gengigel/hemiseal
Extraction forceps Suction bedah
Prinsip Penggunaan Elevator dan Forceps
Elevator membantu meluksasi gigi, dan forsep melanjutkan proses tersebut melalui ekspansi tulang
dan merusak perlekatan periodontal.

Cara menggunakan (panum):


a. Elevator lurus digunakan untuk membebaskan ligamentum periodontal sekitargigi
b. Ungkit gigi dari arah Proksimal gigi, hingga ada gerakan minimal
c. Pilih forceps sesuai dengan giginya
d. Sumbu dan arah forceps sejajar sumbu gigi
e. Forceps dibuka selebar gigi, digeserkan sepanjang gigi dan sementum sejauh mungkin ke arah apikal
f. Forceps dijepitkan ke arah apikal gigi, dan coba digerakkan

Forcep:
Tujuan penggunaan forsep ada tiga:
(1) perluasan soket tulang dengan menggunakan wedge-shaped beaks dan gerakan gigi itu sendiri
dengan forsep
(2) memutar akar yang konis untuk mengganggu ligamen periodontal
(3) pencabutan gigi dari soket.

Extraction fiorceps terdiri dari 3 bagian yaitu:


a. Beaks (paruh) untuk menjepit / memegang korona/sisa akar
b. Handle (pegangan)
c. Hinge (joint/penghubung antara beaks dan handle)

Jenis forceps:
 Untuk sisa akar: kedua ujung beak rapat
 Untuk gigi yang masih ada korona: ujung beak terbuka
 Untuk gigi rahang atas: beak dan handle lurus/ searah
 Untuk gigi rahang bawah : beak dan handle membentuk kurang dari 90 atau 120 derajat atau
sejajar
 Untuk M1-M3 bawah : kedua ujung beak runcing.
 Untuk gigi posterior rahang atas : berbentuk S atau bayonet
 Untuk M atas : mempunyai suatu protuberantia kecil pada tengah bagian dalam salah satu beak
yang memegang bukal bifurkasi (trifurkasi) akar.
Gerakan forceps untuk pencabutan :
a. Gerakan rotasi untuk gigi berakar satu, konus lebih dari satu tapi menyatu.
b. Gerakan luksasi (bukal-palatal atau bukal-lingual) untu gigi berakar lebih dari satu atau satu akar tapi
gepeng.
c. Kombinasi untuk gigi yang akarnya lebih dari satu atau kombinasi rotasi dan luksasi (figure of eight)
Elevator (bein) :
Prinsip kerjanya sebagai pengumpil dengan gerakan rotasi
Dimasukan di antara gigi, gusi dan tulang alveolar

Bagian-bagiannya:
 Blade bagian yang cekung/konkaf digunakan sebagai working tip danmentransfer gaya ke
gigi,tulang atau keduanya
 Shank penghubung antara blade dan handle
 Handle dengan ukuran yang mudah digenggam operator
Fungsinya :
memisahkan gusi dari serat-serat periodontal
melebarkan tulang alveolar dibagian servikal
mengeluarkan sisa akar
mengeluarkan/menggoyangkan gigi yang masih utuh
Macam bentuknya:
- lurus/straightpaling umum digunakan, untuk meluksasi gigi
- triangular elevator (cryer) mengeluarkan patahan sisa akar pada soket gigi
- pick type (crane pick atau apexo elevator) mengeluarkan patahan sisa akar yg berukuran
kecil pada soket gigi

ANESTESI TOPIKAL DAN LOCAL ANESTESI


(buku acuan drg. Angga)

Nervus V atau n. trigeminus berasal dari mesencephalon dan membesar menjadi ganglion Gasseri atau
ganglion semilunare.
- N. OPHTHALMICUS (DIVISI I) adalah cabang yang terkecil dari ganglion Gasseri.
- N. MAXILLARIS (DIVISI II) menginervasi maxilla dan struktur-struktur yang berkaitan dengannya
seperti gigi geligi, periosteum, membrana mukosa, sinus maxillaris, palatum molle, palpebra inferior,
labium oris,
Cabang pertama : N. nasopalatinus dan N.palatinusmajor
Cabang kedua : N. alevolaris superior posterior
CABANG KETIGA : N. alveolaris superior medius
CABANG KEEMPAT : N. alveolaris superior anterior

- N. MANDIBULARIS (DIVISI KE-3) adalah cabang terbesar


N. BUCCALIS :keluar tepat di luar foramen ovale.
N. LINGUALIS :cabang berikut yang berjalan ke depan menuju garis median.
N. ALVEOLARIS INFERIOR :cabang terbesar dari n. mandibularis

MAKSILA MANDIBULA
ANTERIOR Bukal: ANTERIOR labial:
Infiltrasi  N. alveolaris superior anterior infiltrasi  N. alveolaris
inferior
Palatal: lingual:
Blok  N. nasopalatinus infiltrasi N. lingualis
PREMOLAR Bukal: POSTERIOR Bukal:
Infiltrasi  N. alveolaris superior medius Infiltrasi: N. Buccalis
Palatal:
Blok  N. palatinus major Lingual
Blok Mandibula
N. Lingualis dan N.
Alevolaris inferior
Molar 1 Bukal
Infiltrasi  N. alveolaris superior medius (akar
mesial)
N. alveolaris superior posterior (akar distal)
Palatal:
Blok  N. palatinus major
Molar 2 &3 Bukal (note:
n. palatinus major
Infiltrasi  N. alveolaris superior posterior melalui foramen
Palatal: palatinus mayus)
Blok  N. palatinus major

TEKNIK Anestasi infiltrasi dan blok pada bedah


Maksila
Gigi Nama Nervus Teknik Anestesi
Anterior Bukal 1. Tentukan tempat suntikan/injeksi
Infiltrasi 2. Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus
N. Alveolaris superior gingiva dengan rubber cup dan pasta profilaksis (bila perlu)
anterior 3. Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik.
4. Persiapkan alat injeksi yang digunakan dengan isinya
5. Dengan menggunakan kassa atau kapas yang diletakkan di antara jari
dan membran mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran
mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas ,untuk
memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial.
6. Suntikanlah jaringan pada lipatan mukosa, dengan jarum mengarah ke
tulang dengan mempertahankan bevel sejajar dengan sumbu gigi dan
lakukan aspirasi
7. Masukkan jarum menyusuri periosteum sampai ujungnya mencapai
setinggi akar gigi ( 3-5 mm)
8. Larutan anastesi di deponir secara perlahan-lahan untuk menghindari
gelembung pada jaringan dan mengurangi rasa sakit.
9. Untuk anestesi bukal sebanyak 1-1,5cc sisanya untuk di palatal

Catatan :
1. Untuk gigi insisivus lateral atas  apeks gigi insisivusl lateral terletak
pada fossa insisivus yang berupa cekungan .
2. Untuk gigi caninus atas  apeks terletak setinggi dasar rongga hidung,
kontur akar bisa dirasakan dengan palpasi
Palatal 1. Jarum sejajar pinggiran labial dari tulang
Blok 2. Masuk kanalis sedalam 4 mm dan kemudian disuntikkan 0,3 cc. Dengan
N. Nasopalatinus suntikan ini maka palatum dari C-C teranestesi
3. Jarum ditusukkan lebih dalam ke dalam kanalis incisivus dan dideponir
sebanyak 0,3 cc
Catatan : deponir anestetikum ke dlm kanalis tdk boleh banyak sebab bisa
terjadi kerusakan jaringan dan pasien merasa sakit setelah biusnya hilang
Premolar - M1
Bukal
Mesiobukal Infiltrasi Sama seperti anterior bukal
N. Alveolaris superior
medius (middle
superior alveolar
nerve)
Palatal
Tentukan titik tengah kayal yg ditarik antara tepi gingiva M3 disepanjan
Infiltrasi N. Palatinus
Mayus akar palatal thd garis tengah rahang . Injeksikan sedikit ke mesial dari titik
(greater
palatine nerve) tersebut dari sisi kontralateral. Anastesi akan terjadi dalam waktu 5 menit

Blok N. Palatinus
Tempt injeksi di depan foramen palatinus sebanyak 1-1,5 cc
Mayor
Molar Bukal
(distobukal M1- Sama seperti anterior bukal
Infiltrasi N. Alveolaris
M3) superior posterior
Blok N. Alveolaris 1. mulut dibuka sedikit agar pipi bisa ditarik ke belakang
superior posterior 2. jarum menusuk lipatan mukobukal disamping distal akar M2 atau mesial
akar M3
3. jarum terarah kebelkang dgn sudut 45 ̊ dan selalu kontak dgn tulang
agar tdk masuk ke pterygo palatinus
Palatal Tentukan titik tengah kayal yg ditarik antara tepi gingiva M3 disepanjan
Infiltrasi akar palatal thd garis tengah rahang . Injeksikan sedikit ke mesial dari titik
N. Palatinus Mayus tersebut dari sisi kontralateral. Anastesi akan terjadi dalam waktu 5 menit

Blok N. Palatinus
Tempt injeksi di depan foramen palatinus sebanyak 1-1,5 cc
Mayus

Mandibula
Nama Gigi Nama Nervus Teknik Anestesi
Anterior Bukal 1. Titik suntikan pada lipatan mukolabial setiggi apeks akar gigi,
Infiltrasi N. Buccalis aspirasi, 1,5 cc
2. anastesi mengenai gigi, tulang alveolar, ligamen periodontal, gingiva
labial.
Lingual Untuk ekstraksi gigi ditambah injeksi di lingual 0,5 cc mengenai gingiva
Infiltrasi N. Lingualis lingual
Posterior Bukal 1. Tarik bibir bawah
Infiltrasi N. Buccalis 2. Raba mukobukal fold
3. Ulaskan cairan antiseptik
4. Injeksikan jarum diantara mukosa bergerak dan tak bergerak
5. Aspirasi, injeksikan cairan anastesi 0,5 ml
Lingual Ada 2 teknik, Direct dan Indirect Technique
Blok Mandibula - Direct technique dilakukan dari sisi homolateral, indirect technique
N. Lingualis dan N. dari sisi contralateral.
Alevolaris inferior - Indirect technique: medial pterygoid muscle mungkin cedera atau
teranastesi yg dpt menyebabkan trismus postoperative
- Direct technique: jarum suntik dapat masuk terlalu ke medial, risiko
(-), tp sulit dilakukan à peluang anastesi berhasil lbh kecil dari
indirect technique

Direct Technique
1. Jarum diposisikan paralel occlusal plane, kira2 satu jari diatas occlusal
plane
2. Diteruskan ke medial dari oral cavity hingga jarum kira2 tersisa 1 cm
3. Aspirasi, injeksikan 1cc cairan anastesi utk n. alveolaris inferior
4. Tarik jarum kira2 1cm, aspirasi, injeksikan 0,5 ml utk anastesi
n.lingual

Indirect Technique
1. Raba mucobukal gigi molar RB, telusuri linea obliqua eksterna sampai
batas anterior ramus ascendens, lalu ujung jari digeser ke posterior
kira2 1 cm untuk mendapatkan coronoid notch
2. Jari telunjuk meraba coronoid notch
3. Jarum ditusukkan pada pertengahan ujung jari dari arah kontralateral
(spuit diletakkan di antara p1 dan p2) sampai ujung jarum
menyentuh tulang (bevel menghadap tulang)
4. Jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi
sejajar dgn gigi-gigi posterior RB pada sisi yg sama
5. Jarum dimasukan ke arah posterior sejauh kira2 10 mm sambil
menyusuri tulang
6. Kemudian syringe diubah lg posisinya ke arah kontralateral, langkah
terakhir jarum dimasukkan lg ke dalam jaringan sampai ujung jarum
menyentuh tulang (bevel menghadap tulang agar ujung jarum tidak
mengenai periosteum), aspirasi, injeksikan cairan anastesi 1 ml utk
n.alveolaris inferior
7. Tarik jarum kira-kira 10 mm, aspirasi, injeksikan cairan anastesi 0,5 ml
utk nervus lingualis
Anestesi intraligament
- Suntikan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen. Suntikan intraligamen dapat
dilakukan dengan jarum dan syringe konvensional tetapi lebih baik dengan syringe khusus
karena lebih mudah memberikan tekanan yang diperlukan untuk menyuntikan ke dalam
periodontal ligamen.
- Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27 gauge
atau syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut, seperti ligmaject, Rolon atau Peripress,
yang diguankan bersama jarum 30 gauge
- Tahapan:
1) Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus gingiva dengan rubber
cup dan pasta profilaksis (bila perlu)
2) Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik.
3) Jarum diinjeksikan kedalam sulcus gingivalis secara perlahan dengan mempertahankan
sudut 30 ̊terhadap sumbu panjang gigi. Kemudian jarum dimasukkan sedalam 3 mm
keperiodontal ligament sejajar dengan permukaan akar.
4) Tekanan maksimal diaplikasikan pada pegangan syringe selama 20-30 detik dengan tekanan
yang kuat untuk mendepositkan sejumlah kecil larutan pada membran periodontal.
5) Sekitar 0,05 –1 ml larutan disuntikkan pada tiap keempat sudut gigi berakar tunggal,
menghasilkan dosis maksimal 0,4 ml.
6) Teknik untuk insisivus dan kaninus rahang atas ; Untuk menganalgesia insisivus atau kaninus
atas, jarum dimasukkan ke periodontaligament, bersudut 30 ̊ terhadap sumbu panjang gigi
pada permukaan mesiolabial,distolabial,disto palatal dan mesiopalatal.
7) Teknik untuk premolar dan molar rahang atas.Jarum 30 gauge dilettakkan bersudut
terhadap permukaan mesiobukal molar pertama kiri atas dan 0,005 –0,1 ml.larutan
didepositkan selama 20 detik. Untuk menganalgesia sudut distobukal molar pertama kiri
atas, suntikkan intraligamental diputar 180 ̊untuk memungkinkan jarum dimasukkan
bersudut 30 ̊ke periodontal ligament.

Anestesi intrapulpa
- Anastesi yang dilakukan dengan mendeponir anastetikum pada pulpa
- Teknik :
1) Kavitas dalam keadaan terbuka dan dibersihkan
2) Deponir anastetikum pada masing-masing saluran akar sesuai dengan kebutuhan
Kegagalan anestesi dan cara menangani
1. Teknik anestesi yang salah
Larutan anastesi yang didepolir sangat sedikit atau masuk dalam pembuluh darah  injeksi
ulang dengan teknik yang benar dan memperhatikan acuam anatomis yang benar misalnya:
mendepolir larutan anastesi sebanyak 0,5 cc untuk anastesi infiltrasi, menarik jarum sedikit bila
aspirasi positif dan posisi bevel jarum menghadap ke area anastesi yang dituju. Apabila tetap
gagal à teknik injeksi intraligamental
2. Anatomis
- Variasi individual posisi nervus dan foramen
- Adanya suplai dari saraf asesorius
- Ketebalan korteks tulang yang menghalangi difusi obat anastesi lokal ke dalam medulla
3. Pus merubah pH jaringan menjadi asam
- Anastesi tidak efektif pada lingkungan asam  Pus menyebabkan kenaikan vaskularisasi
jaringan à anastesi tidak efektif karena larutan anastesi cepat diserap
Cara mengatasi
- Depolir larutan anastesi pada jaringan sehat yang agak jauh dari daerah peradangan
- Gunakan konsentrasi larutan yang lebih besar

MAKSILA
Insisivus I maksila umumnya memiliki akar konus ; akar I2 maksila sedikit lbh panjang, tipis, & bagian 1/3
akar mengarah ke distal
- Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (straight
desmotomes)
- Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
- Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
- Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Gerakan awal pencabutan ke arah bukal à palatal (Tulang alveolar lbh tipis di bagian bukal
drpd palatal), shg terjadi ekspansi tulang bukal à gaya diperbesar diikuti dengan gaya rotasi ;
kecuali utk I2 maksila gaya rotasi minimal.
- Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gigi diekstraksi dalam arah labial-incisal dengan gaya tarik ringan.

Caninus Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (straight desmotomes
Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
 Penempatan forceps semakin ke apikal sejalan dengan mobilitas gigi meningkat.
 Gerakan awal ekstraksi ke arah bukal à palatal diikuti dgn penambahan tekanan secara
keseluruhan
 Tlg.alveolar sisi labial akar gigi tipis à cenderung terjadi fraktur proc.alveolar
Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gigi C diekstraksi dari soket dengan arah labial-incisal.
CATATAN:
 Posisi yg kuat dalam tulang alveolar
 Memiliki akar panjang dan melengkung pada ujungnya

Premolar P1 maksila memiliki 2 akar (bukal & palatal), sedangkapn P2 memiliki 1 akar. Pencabutan pada P2
lebih mudah dibandingkan dengan P1
- Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
 Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Tekanan arah bukal & palatal saat ekstraksi hrs ringan à menghindari fraktur akar, terutama
pada P1
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gerakan rotasi tidak digunakan pada ekstraksi P, gerakan akhir ekstraksi adalah arah bukal.

P1 P2
Molar 1 M1 maksila memiliki 3 akar divergen:
- Palatal à akar terbesar & divergen ke arah palatum
- Akar bukalà melengkung ke distal. Gigi M1 tertanam kuat pada tulang alveolar & terdapat
perpanjangan proc.zygomaticus pada permukaan bukal à perlu gaya lebih kuat saat ekstraksi,
shg memiliki resiko fraktur mahkota / ujung akar.
Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved desmotomes)
Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Tekanan awal ekstraksi adalah bukal-palatal dgn gaya ringan utk menghindari fraktur.
Peningkatan tekanan terutama ke arah bukal krn tahanan lbh kecil
Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gerakan akhir ekstraksi adalah ke arah bukal atas, mengikuti arah akar palatal.
 Pencabutan gigi M2 lbh mudah drpd M1 à tahanan processus alveolaris bukal lbh kecil &
Molar 2 akar kurang divergen (kadang berbentuk konus)
 Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
 Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Tekanan awal ekstraksi adalah bukal-palatal dgn gaya ringan utk menghindari fraktur.
Peningkatan tekanan terutama ke arah bukal krn tahanan lbh kecil
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
 Gerakan akhir ekstraksi adalah ke arah bukal atas, mengikuti arah akar palatal. Apabila konus,
arah ekstraksi sejajar dengan sumbu gigi
Gigi M3 maksila à terkecil di antara gigi M dan bervariasi ukuran, jumlah akar, morfologi akar.
Molar 3 Umumnya memiliki 3 akar, lbh kecil & kadang menyatu bentuk konus.
 Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
 Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Tekanan awal ekstraksi adalah bukal-palatal dgn gaya ringan utk menghindari fraktur.
Peningkatan tekanan terutama ke arah bukal krn tahanan lbh kecil
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gerakan akhir ekstraksi adalah ke arah bukal

MANDIBULA
Insisivus Gigi I & C mandibula memiliki bentuk yg hampir mirip à akar gigi I lebih tipis dan lebih mudah
Caninus fraktur ; akar gigi C lebih panjang & tebal
Tulang alveolar sisi bukal lbh tipis pada regio I & C ;
sisi lingual gigi C lbh tebal disbanding sisi lingual I
 Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
 Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
Paruh forceps diposisikan ke arah apikal gigi dgn kuat.
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Gerakan ekstraksi umumnya arah labial-lingual à gigi menjadi goyah à gerakan rotasional
utk mengekspansi tulang alveolar.
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gigi diekstraksi dari soket dgn arah labial incisal

Premolar Akar gigi P mandibula cenderung lurus dan berbentuk konus, kadang tipis. Tulang alveolar
umumnya tipis di sisi bukal dan lebih tebal di bagian lingual
 Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
 Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Gerakan ekstraksi adalah arah bukal – lingual, dilanjutkan rotasi.
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gigi diekstraksi dalam arah okluso-bukal.

Molar 1 dan 2 Pencabutan gigi M2 lbh mudah drpd M1 àakar kurang divergen
 Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
 Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
 Pada M1 tekanan awal ekstraksi adalah bukal-palatal dgn gaya ringan utk menghindari fraktur.
Peningkatan tekanan terutama ke arah bukal krn tahanan lbh kecil , namun pada gigi M2
tekanan lebih difokuskan lebih ke lingual
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket

Molar 3 M3 mandibula yg erupsi memiliki akar konus dan menyatu.


- Tahap 1: Pemisahan perlekatan jaringan lunak dari gigi yang akan dicabut (curved
desmotomes)
- Tahap 2: Luksasi gigi dengan elevator
 Tahap 3: Adaptasi forceps pada gigi
 Tahap 4: Luksasi gigi dengan forceps
Sisi lingual tlg.alveolar lbh tipis drpd sisi bukal à tekanan ekstraksi lbh banyak sisi lingual.
 Tahap 5: Gigi dikeluarkan dari soket
Gigi M3 diekstraksi dalam arah linguo-occlusal.
CATATAN
- Pada ekstraksi gigi M mandibula, posisi telunjuk kiri berada pada vestibulum bukal dan jari tengah pada
vestibulum lingual à menahan bibir, pipi, dan lidah.
- Posisi jempol kiri menahan dagu à support mandibula dan meminimalkan tekanan pada TMJ.
- Bite blocks dapat digunakan pada sisi kontralateral gigi yg dicabut

2.PENCABUTAN OPEN METHOD


Open method harus dilakukan segera setelah pencabutan konvensional gagal. Secara garis besar
prosedur yang dilakukan meliputi: soft tissue flap, memotong gigi, membuang sedikit tulang dan
mengeluarkan potongan gigi. Ekstraksi open method ini lebih mudah dilakukan pada pasien dengan
usia muda. Biasanya terjadi karena tulang pasien padat / tebal khususnya bukokortikal à ekspansi
bukokortikal sulit,tekanan besar à akar patah

Jenis – jenis flap mukoperiosteal


1. Didasarkan lokasinya :
 Bukal
 Lingual
 Palatal.
2. berdasarkan ketebalannya :
 Full thickness (mukoperiosteal)
 Partial thickness (hanya mukosa)
3. berdasarkan outlinenya
a. envelope

b. semilunar
c. Y – incicion / pedikular (Flap pedikel dibuat baik dibukal, lingual atau palatal)
4. Prinsipi flap (dijurnal 8 flap )
Harus memperhatikan:
- Suplai darah
- Persyarafan
- Ketebalan
- Ukuran flap
- Pendukung
-

Cara membuat flap mukoperiosteal


No Gambar Penjelasan
1 Memotong soft tissue dengan blade no 15 yang di pasang pada
scalpel handle no 3, posisi pen grasp

2 Buat sedikit sudut pada daerah gingival sulcus, dari daerah


posterior ke anterior. Buat satu kali goresan yang berkelanjutan
(1x gores tanpa stop) dengan blade yang berkontak dengan tulang

3 Pisau diposisikan sedikit menjauhi gigi dan memotong soft tissue


Insisi dimulai dari posterior dan selesai di anterior, perlu
diperhatikan pada interdental papila

4 - Apabila membuat lebih dari 1 flap à ganti blade


- Apabila dibuat vertikal releasing incision à tarik alveolar
mukosa dengan tangan satunya.
- Flap dibuka dari papila dengan periosteal elevator ujung tajam
no 9 dan lanjutkan dengan elevator ujung lebar
- Lakukan di bawah periosteum
5 - Apabila membuat flap triangular  refleksi awal
menggunakan elevator berujung tajam yang hanya dilakukan
pada papila pertama saja, dilanjutkan dengan elevator yang
lebih lebar diletakkan pada bagian sudut tengah flap dan
didorong ke posterior - apikal.

6 - Setelah diperoleh akses yang diharapkan, gunakan elevator


untuk memegang flap pada tulang sehat ( seldin, the
minnesota atau austin elevator ). Pegang hati-hati jangan ada
tekanan atau ada soft tissue yang terjepit diantara tulang dan
elevator.

Indikasi open method


1. Ujung akar yang patah atau fraktur baik yang disebabkan karena tindakan pencabutan atau
trauma dan tidak dapat diambil dengan cara biasa.
2. Gigi malposisi atau malformasi akar yang menyulitkan tindakan pencabutan dengan cara
konvensional.
3. pada pasien dg tulang yang padat dank eras, krn akan menyebabkan ekspansi tulang sedikit shg
kurang adekuat saat luksasi dapat mnyebabkank fraktur akar ( biasanya Pada pasien yang atrisi
akibat bruxism à menyebabkan tulang dan periodontal ligament padat dan keras à open
extraction).
4. Pasien usia tua à hipersementosis à tampilan bulbous root pada rontgen radiografis à
tekanan besar  patah akar dan tulang
5. Gigi dengan akar divergen (m1 ) atau dilaserasi.
6. Gigi dimana akarnya melibatkan sinus ( P atau M1 ).
7. Tindakan yang apabila dengan close extraction akan menimbulkan tekanan yang akan merusak
tulang menyebabkan akar gigi patah atau keduanya

Kontraindikasi open method


Fraktur ujung akar yang asimptomatik, dimana pulpa masih vital dan tertanam dalam soket. Ekstraksi
sebaiknya dipertimbangkan, khususnya untuk pasien yang lebih tua, apabila :
 Terdapat resiko komplikasi lokal yang serius
 Processus alveolaris dalam jumlah besar harus dikeluarkan
 Terdapat masalah kesehatan yang serius

Teknik open extraction pada gigi akar tunggal


 Gigi akar tunggal sering patah pada cervical line
 Adekuat visualisasi à reflecting large mucoperiosteal flap à buat flap berbentuk envelope (2
anterior + 1 posterior ). Apabila diperlukan releasing insisi à 1 gigi anterior.
 Pegang flap dengan elevator dan tentukan banyak tulang yang akan diambil.
 Lakukan pembukaan flap sesuai dengan langkah-langkah sebelumya, ada beberapa opsi
pengeluaran akar dari jaringan, yaitu sebagai berikut
Gigi langsung dapat diambil dengan menggunakan extraction forcep tanpa
menggambil tulang.

Jepit sedikit tulang bukal  untuk dapat memegang dan meluksasi akar gigi
tanpa mengambil tulang.

Gunakan straight elevator untuk melonggarkan ligamen periodontal.


Perhatikan finger rest  lanjutkan dengan bein ukuran kecil

Pengambilan tulang bukal dengan menggunakan bur. Banyaknya tulang bukal


yang diambil yaitu selebar M-D.
Pengambilan tulang bukal dilakukan sebesar ½ sampai 2/3 panjang akar.
Pengambilan tulang yang cukup akan memudahkan pengambilan fragmen gigi.
Apabila setelah pembuangan tulang pengambilan fragmen akar masih sulit
dengan menggunakan bur buatkan satu lubang kecil diameter 3 mm pada
apikal akar gigi, dorong dengan elevator ( crane pick ).

- Sebelum flap dikembalikan dan dijahit, periksa ada tidaknya tepi tulang
yang tajam. Penggunaan rounger diminimalisir.
- Bilas dengan saline, perhatikan bagian flap yang berkontak dengan tulang,
kalau perlu bersihkan dengan kuret.
- Kembalikan flap pada tempat semula dan jahit.

Teknik open extraction pada gigi akar ganda (M1 RB)


1. Buat soft tissue flap
2. Hilangkan sedikit tulang bukal hingga tampak bifurkasi
3. Dengan menggunakan bur potong akar mesial.
4. Angkat gigi dengan molar forcep.
5. Angkat sisa akar mesial menggunakan cryer dari sisi soket yang kosong dengan prinsip wheel and
axle.
6. Apabila tulang interradicular tebal lakukan rotasi 2-3 kali sampai ujung cryer menyentuh
sementum.

7. Apabila mahkota gigi telah hilang baik karena fraktur atau karies buat envelope flap, hilangkan
sedikit tulang bukal. Gunakan bur untuk memisahkan akar mesial dan distal.
8. Gunakan elevator lurus berukuran kecil untuk meluksasi dan mengeluarkan akar mesial dengan
cara whell – axle.
9. Keluarkan akar distal dengan cara yang sama dengan cara sebelumnya.

Teknik open extraction pada gigi akar ganda (M1 RA)


1. Buat envelope flap standard
2. Hilangkan sedikit crestal bone sampai tampak area trifurkasi.
3. Pisahkan akar mesio-bukal dan disto-bukal dengan bur.
4. Keluarkan gigi dengan tekanan ke arah buko-oklusal perlahan-lahan dengan forcep 9 searah
dengan axis gigi )
5. Genakan elevator lurus berukuran kecil untuk meluksasi akar bukal.
6. Gunakan cryer elevator atau elevator lurus untuk mengeluarkan akar.
7. Apabila digunakan elevator lurus harus diingat bahwa akar gigi m1 sangat dekat dengan
sinus. Tekanan yang digunakan sebaiknya dalam arah mesio-distal tidak boleh ke apikal.

8. Apabila mahkota gigi m1 ra telah hilang baik karena fraktur atau karies buat envelope flap,
hilangkan sedikit tulang bukal. Gunakan bur untuk memisahkan akar mesio-bukal, disto-
bukal dan palatal .

9. Gunakan elevator lurus untuk meluksasi dan keluarkan akar dengan cryer.

10. Kadang-kadang dapat digunakan forcep untuk mengeluarkan akat satu persatu.

11. Akar palatal dikeluarkan terakhir. Untuk menghindari hilangnya tulang interradicular yang
terlalu banyak dapat digunakan elevator lurus berukuran kecil untuk mengeluarkan akar
palatal dengan gerakan mendorong dari aspek palatal ke arah bukal.
IMPAKSI GIGI
Gigi Impaksi merupakan gigi yang gagal untuk erupsi seluruhnya pada lengkung gigi dalam rentang waktu
yang diharapkan. Gigi impaksi dapat disebabkan karena orientasi abnormal gigi, gigi yang berdekatan, adanya
tulang padat diatasnya, jaringan lunak yang berlebih atau abnormalitas genetik yang dapat mencegah gigi
untuk erupsi. Penyebab impaksi gigi yang paling sering adalah tidak adekuatnya panjang lengkung rahang
tempat gigi erupsi, dimana panjang total tulang alveolar lebih kecil dibandingkan dengan panjang total
lengkung gigi
Klasifikasi :
Jenis Impaksi Molar Ketiga Mandibula
1. Klasifikasi berdasarkan Angulasi
a.Impaksi Vertical : Aksis memanjang gigi impaksi pararel dengan aksis gigi molar kedua
b.Impaksi Horizontal : Ketika aksis panjang dari molar ketiga tegak lurus dengan gigi molar kedua
c.Mesioangular : Ketika mahkota gigi molar ketiga miring kearah gigi molar kedua pada arah mesial
d.Distoangular : Ketika panjang aksis gigi molar ketiga secara distal / miring ke arah posterior dari gigi
molar kedua

2. Klasifikasi berdasarkan Hubungan Batas Anterior Ramus


Klasifikasi ini dikenal dengan klasifikasi Pell dan Gregory klas 1, 2 & 3 (Hupp, 2019).
Klas 1: jika diameter mahkota mesio-distal seluruhnya pada bagian anterior dari tepi ramus mandibula
Klas 2: jika posisi gigi molar ketiga lebih ke posterior sehingga setengah mesiodistalnya tertutup oleh
ramus mandibula
Klas 3: jika posisi gigi molar ketiga seluruhnya berada didalam ramus mandibular

3. Klasifikasi berdasarkan Hubungannya dengan Dataran Oklusal


Sistem klasifikasi ini juga dibuat oleh Pell dan Gregory dan dikenal dengan klasifikasi Pell dan Gregory A, B
& C.
Klas A : Gigi molar ketiga impaksi yang permukaan oklusalnya sejajar atau mendekati level oklusal yang
sama dengan dataran oklusal gigi molar kedua
Klas B : Gigi molar ketiga impaksi yang permukaan oklusalnya diantara dataran oklusal dan garis servikal
dari gigi molar kedua mandibula
Klas C : Gigi molar ketiga impaksi yang permukaan oklusalnya dibawah dari garis servikal gigi molar kedua
mandibular

BERDASARKAN LETAK ANTARA GIGI IMPACTED MOLAR TIGA ATAS DENGAN SINUS (M3 MAKSILA)
- Sinus Approximation : (S.A)
Tidak adanya tulang atau adanya dinding pemisah tulang yang
sangat tipis antara gigi impacted molar tiga atas dengan sinus
maxilaris
- No Sinus Approximation : (N.S.A)
Ada 2mm atau lebih jarak antara gigi impacted molar tiga atas
dengan sinus maxillaris

ODONTEKTOMI
Desain Flap pada odontektomi

Flap Envelope  Insisi envelope dibuka ke arah


lateral sehingga tulang yang menutupi gigi
impaksi terbuka

Flap tiga sudut  Saat flap jaringan dibuka pada


insisi pembebas, akan diperoleh lapangan
pandang yang lebih luas, terutama pada aspek
apikal daerah pembedahan.

Flap trapesium

Komplikasi post pencabutan


1. Trismus
Terbatasnya pembukaan mulut akibat trismus (kekakuan/kejang otot-otot pengunyahan.
Perawatannya :
- Terapi panas seperti compress panas pada extraoral selama 20 menit setiap jam sampai symptom
reda.
- Lakukan pemijatan yang lembut pada TMJ.
- Berikan obat analgesik antiinflamasi dan relaksan otot.
- Fisioterapi selama 3-5 menit selama 3-4 hari terdiri dari gerakan membuka dan menutup mulut juga
gerakan ke arah lateral(samping), tujuannya meningkatkan luasnya pembukaan mulut.
- Berikan obat sedative (bromazepam (lexotanil)): 1,5-3 mg, dua kali sehari, untuk perawatan stress
yang terjadi bila trismus berlangsung, yang mana terjadi peningkatan spasmus otot pada daerah yang
terlibat.

Jenis trismus:

Batas buka mulut wanita:


Baatas lelaki :

Cara ukur bisa pakai 2 buku jari / penggaris dari gigi insisivus bawah smpai atas

2. Painful post extraction


- Komplikasi yang umum setelah efek anestesi habis
- Karena tulang-tulang yang tajam
3. Fibrinolytic Alveolitis (Dry Socket)
Perawatannya:
- Irigasi soket dengan larutan salin, lalu tempatkan kasa yang telah diberi eugenol yang diganti setiap
24 jam, sampai rasa sakit hilang.
- Kuretase bekas luka hingga bersih (tidak harus dilakukan kuretase / tidak lagi membuat perlukaan
baruI
- Jahit bekas pencabutan hingga rapat.
- Kontrol pasien setiap hari datang, ganti obatnya, tunggu selama 5 hari
4. Perioperative bsia terjadi  patahnya insrumen, akar masuk ke dalam sinus, fraktur tuberositas
maksilaris
5. Komplikasi Infeksi setelah pencabutan
- Osteomyelitis
-
6. Alergi
Pemberian antihistamin
- Pastikan kepada pasien dia ada alergi apa
- Reaksi alergi apa aja :

7. Parastesi
Parastesi adalah : …. Kneapa bisa rejad…. D nervus apaa sajaa …. Apa yg pertama kali kamu lakukan ….
Terapinya berapa lama
Pertama kali datang sbg drg apa yang kita lakukan?
- Kompres hangat
- Pemberian vitamin (?)

- < 8 minggu masih tanggung jawab drg  untuk parastesi ringan


- > dr 8 minggu segera di rujuk ke dr. saraf
Jenis2 parastesi:
8. Fraktur mandibular
Cara penanganan
- Reposisi mandibular (nia / ari p)
Berapa lama kita kontrol pasien setelah kita tangani mandibular? Brp lama kita evaluasi px
sehingga kita memastikan dia baik2 saja ?  24 – 48 jam setelah dilakukan reposisi
- Close reduction?
- Open reduction?
9. Tooth displacement
Akibat kekuatan tekanan operator tidka terkontrol, tulang yang sudah tipis, shg saat dilaukan bein
bisa tjd keretakan tulang shg gigi bs mausk ke spasia space ?
Cara penanganan:
- Lihat dari gigi yg sudah keluar, bagianmana yang hilang atau tertinggal
- Lakukan rontgen utk melhat bagian gigi terdisplacemen atau tidak mislanya memang
anatomi gigi nya spt itu  lakukan rontgen panoramic utk memeprtegas ada atua tidkanya
displacement  kemudian gunakan CBCT utk memastikan lokasi tepatnya dimana gigi
tertinggal
- Lakukan palpasi EO diarea rahang ke leher utk RB
- Jika menyulitkann untuk diambil, dapat rujuk pasien ke spesialis lain misal ke bedah mulut
jika gigi masuk ke sinus maksilaris utk RA ,
10. Perdarahan / bleeding
- Dab bleeding dg kasa berisi epinefrin
- Pemberian hemostatic agen
- Mencari pusat bleeding  jika berasal dr jar lunak dari pembuluh darah  jepit dengan
clam hemostat, tambahan hemostatic agen, suturing , kemudian pemberian obat asam
traneksamat 500mg utk px dewasa
Vena : darah merembes banyak , arteri: darah muncrat tibatiba keluar deras

- Jika perdarahan berasal dr soket  dab slama 30 menit , jika masi bleeding diberikan
spongeostan pada dlm soket (biasanya menggunakan spon gelatin yg dapat diserap yg
akan mmbantu pembekuan darah/ dapat menggunakan selulosa utk perdarahan yg
persisten), kemudian pasien menggit kasa
-
ALVEOLEKTOMI
Bedah Preprostetik  Bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang bertujuan untuk membentuk
jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal mungkin sebagai dasar dari suatu protesa. Bedah
preprostetik lebih ditujukan untuk memodifikasi bedah pada tulang alveolar dan jaringan sekitarnya
untuk memudahkan pembuatan dental prothesa yang baik, nyaman, estetis.
Bedah Pre-Prostetik meliputi bedah pada:
1. Jaringan keras
- Eksostosis
 penonjolan tulang pada maksila/mandibula yang dapat disebabkan oleh pasca ekstraksi, resopsi tulang
atau congenital
 Diagnosis banding: Osteoma / Torus palatines dan mandibularis.
2. Jaringan lunak.
- Papillary hyperplasia.
 Kondisi yang terjadi pada daerah palatal ygtertutup oleh protesa, dimana kelihatan adanya papilla yang
multiple dan mengalami peradangan.
- Fibrous hyperplasia.
 Terjadi karena adanya trauma gigi tiruan dan resorpsi tulang secara patologis dan fisiologis sehingga
menyebabkan peradangan dan adanya jaringan fibrous diatas linger tulang alveolar.
- Flabby ridge.
 Adanya jaringan lunak yang berlebih dimana terlihat jaringan lunak yang bergerak tanpa dukungan
tulang.

Ekstraksi komplikasi (close method)


Pengambilan fragmen dan ujung akar
1) Sisa akar dari gigi berakar tunggal
1

- Menggunakan straight elevator ; blade elevator diposisikan di antara akar & tlg.alveolar
(bagian konkaf blade elevator kontak dgn sisi mesial / distal akar gigi)
- Gerakan rotasi di area mesial & distal dgn tlg.alveolar sbg fulcrum à akar terelevasi dr soket

- Dapat menggunakan file endodontic

2) Sisa akar dari gigi berakar ganda

- Jika akar gigi diatas tlg.alveolar à akar gigi


dipisahkan dgn fissure bur à diambil
terpisah dgn root tip forceps atau elevator

- Akar gigi dpt dipisahkan dgn straight


elevator à diposisikan pada bifurkasi,
bagian yg konkaf berkontak dgn akar distal
- Jika tlg.intraradicular lbh tinggi dari akar
Tulang intraradicular dikurangi dengan seldin
elevator à akar mesial diekstraksi dgn
tekanan rotasional ke arah atas.
Menggunakan straight elevator

Menggunakan seldin elevator

Pengambilan fragmen dan ujung akar (close technique)


1. Biasanya terjadi karena fraktur 1/3 apikal (3 – 4 mm) pada saat close extraction.
2. Irigasi pada soket berkali-kali, pencahayaan serta suction yang baik harus dilakukan
3. Close teknik dapat digunakan apabila akar gigi sudah terluksasi dengan baik sebelum fraktur.
4. Hindari close tehnik pada hipersementosis dan dilaserasi parah.
5. Cocokkan sisa akar dengan gigi yang telah tercabut untukl memastikan bahwa seluruh sisa
akar telah keluar.

6. Apabila irigasi-suction tehnik tidak berhasil dapat digunakan root tip pick.
7. Alat ini sangat tipis sehingga tidak dapat digunakan seperti cryer.
8. Masukkan root tip pick pada periodontal ligament dan akar gigi akan keluar.
9. Penggunaan alat ini tanpa tekanan, tekanan ke apikal dapat menyebabkan sisa akar masuk
ke sinus dan tekanan ke lateral akan menyebabkan alat patah.

10. Ujung akar dapat juga dikeluarkan dengan elevator lurus ukuran kecil. Tehnik ini biasa
digunakan pada ukuran akar yang lebih besar.
11. Penerapan tehnik ini sama dengan root tip pick yaitu menekan periodontal ligamen (wedge)
sehingga ujung akar terdorong ke oklusal.
12. Displacement akar dapat terjadi pada m dan p. Tangan dokter harus disangga oleh gigi
sebelahnya sehingga tekanan yang digunakan terkontrol dan mengurangi kemungkinan
displacing akar gigi dan instrumen.
Pengambilan fragmen dan ujung akar (open technique)
1. Dilakukan apabila akar gigi tidak dapat dikeluarkan dengan close teknik .
2. Soft tissue flap dengan releasin insisi, pegang dengan periosteal elevator.
3. Gunakan bur untuk mengambil tulang bukal hingga akar terekspose.
4. Keluarkan dengan elevator lurus kecil.
5. Luka diirigasi, flap dikembalikan dan jahit.

6. Selain teknik 1-5, terdapat open window tehnique à tehnik ini merupakan modifikasi dari
open tehnik dimana pengambilan tulang dapat diminimalisir.
7. Buat soft tissue flap seperti biasa sampai daerah akar gigi.
8. Gunakan round bur untuk mengambil tulang pada daerah ujung akar.
9. Masukkan root tip pick pada window dan dorong perlahan ke arah oklusal.

Pertimbangan meninggalkan sisa akar


1. fragmen akar berukuran sangat kecil biasanya tidak lebih dari 4 – 5 mm.
2. akar tertanam sangat dalam pada tulang, untuk mencegah resorbsi tulang karena
mengekspose akar gigi karena hal ini akan mengganggu konstruksi protesa.
3. akar gigi yang tetinggal bukan berasal dari gigi yang terinfeksi, dan pada radiographi tidak
ditemukan radiolusensi di sekitar akar gigi.
Masalah yang timbul apabila sisa akar yang sebaiknya tidak diambil, malah diambil:
1. Kerusakan yang parah dari jaringan di sekitar akar gigi karena pengambilan akar gigi
memerlukan pembuangan tulang yang cukup banyak.
2. Trauma pada inferior alveolar nerve pada mental foramen atau di sepanjang inferior alveolar
canal trauma pada nerve akan berakibat permanen atau prolong temporary anasthesia.
3. Terdorongnya sisa akar gigi m1 dan p ra ke sinus kondisi ini dapat terjadi apabila pada
gambaran radiografi tampak tulang yang tipis di sekitar ujung akar gigi dan jarak antara gigi
dan sinus maksilaris sangat dekat. Pada mandibula dapat terjadi pada akar gigi m2 dan m3
yang terdorong ke submandibular space.
Hal yang harus dilakukan apabila mengharuskan meninggalkan sisa akar
1. pasien harus diinformasikan bahwa meninggalkan akar lebih aman daripada tindakan
operasi.
2. dokumentasi radiodrafi mengenai keberadaan gigi dan posisi akarnya harus terlampir dalam
pasien record.
3. persetujuan dari pasien berupa pernyataan di kertas yang di tanda tangan harus tersimpan
dalam pasien chart.
4. pasien akan di follow-up secara periodik untuk melihat perjalanan sisa akar.
5. pasien diinstruksikan agar segera menghubungi dokter yang menangani apabila timbul
masalah pada area sisa akar.

Wound healing – fase penyembuhan luka (sesuai buku contemporary)


- Inflammatory stage
Inflammatory stage dimulai saat terjadi cedera jaringan dan, jika tidak ada faktor yang
memperpanjang pseradangan, berlangsung selama 3 hingga 5 hari.
Tahap inflamasi memiliki dua fase: (1) vaskular dan (2) seluler. Peristiwa vaskular yang
terjadi selama peradangan dimulai dengan vasokonstriksi awal dari pembuluh yang terganggu
sebagai akibat dari tonus vaskular yang normal. Vasokonstriksi memperlambat aliran darah
ke area cedera, meningkatkan pembekuan darah. disebut edema (Gambar 4.1). Tanda utama
dari peradangan adalah kemerahan (yaitu, eritema) dan pembengkakan (yaitu, edema), dengan
rasa hangat dan nyeri — rubor et tumor cum calore et dolore (Celsius, 30 SM – 38 M) —dan
hilangnya fungsi — functio laesa
- Fibroblastic stage
Untaian fibrin, yang berasal dari pembekuan darah, luka silang membentuk kisi di mana
fibroblas mulai meletakkan substansi dasar dan tropocollagen. Ini adalah tahap fibroplastik
dari perbaikan luka. Meskipun pengorganisasian kolagen buruk, kekuatan luka meningkat
dengan cepat selama tahap fibroplastik, yang biasanya berlangsung selama 2 hingga 3
minggu. Jika luka ditempatkan di bawah tekanan pada awal fibroplasia, luka cenderung
terlepas di sepanjang garis awal cedera. Namun, jika luka ditempatkan di bawah tekanan
dekat ujung fibroplasia, itu akan terbuka di sepanjang persimpangan antara kolagen lama
yang sebelumnya berada di tepi luka dan kolagen yang baru mengendap. Secara klinis, luka
pada akhir tahap fibroplastik akan menjadi kaku karena jumlah kolagen yang berlebihan,
eritematosa karena tingkat vaskularisasi yang tinggi, dan mampu menahan ketegangan
sebesar 70% hingga 80% seperti jaringan yang tidak terluka.
- Remodeling stage
Tahap terakhir dari perbaikan luka, yang berlanjut tanpa batas waktu, dikenal sebagai
tahap remodeling, meskipun beberapa menggunakan istilah pematangan luka. Selama tahap
ini, banyak serat kolagen yang sebelumnya diletakkan secara acak dihilangkan karena
digantikan oleh serat kolagen baru, yang diorientasikan untuk menahan gaya tarik pada
luka dengan lebih baik. Selain itu, kekuatan luka meningkat secara perlahan tetapi tidak
dengan besaran peningkatan yang sama seperti yang terlihat selama tahap fibroplastik.

SUTURING
Alat :
- needle holder
- suture needle
- suture silk (absorbable & non – absorbable) : The diameter most commonly used in the suturing of
oral mucosa is 3-0 (000). A larger-sized suture is 2-0, or 0. Smaller sizes are designated with more zeros,
for example 4-0, 5-0, and 7-0. S
- scissors

jenis suturing
1. interrupted / jahitan terputus
- simple interrupted

- mattress interrupted

- vertical matress interrupted


2. teknik continous

indikasi

Macam – macam teknik continus


- simple continuous
- continuous lock stich
- matress continuous

3. teknik figure eight


4. teknik sampul

ABSES
FASE terjaidnya abses
- (Tanya wulan)
- Abses terjadi di hari ke 4 – ke 10

Bedanya abses submandibular dna phlegmon


- Abses unilateral
- Yang belum parah tidak menghambat jaalan nafas
- Melibtkan 1 spasia : submandibular
- Konsistensi abses lunak, trdapat fluktuasi

Phlegmog
- Bilaterall
- Konsistensi keras
- Mlibatkn 3 spasia, submnidbula, sublinual, sub mental
- Dapat mghambat jaln nafas
-
Perhatikan ABC :
airways, jalna napas
breathing, pernafasannya
circulation,

Caranya ?

Anda mungkin juga menyukai