Anda di halaman 1dari 78

KOMUN IKASI I I I

HISTORY TAKI NG -- ANAMNESIS

Dhani Redhono*, Wachid Putranto*, Veronika Ika Budiastuti**

TUJUAN PEMBELAJARAN
Se telah mempela jari keterampilan History Ta king / Anamnesis ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Mendapatkan riwaya t medis (bio-physical history) secara komplet dan akura t , dengan
tujuan untuk mengenali suatu pola ya ng bisa mengara h pada sua tu penyakit.
2. Menyusun suatu wa wancara medis yang efe ktif dan efisien dalam segi waktu tetapi
tetap dapat meningkatka n proses ”diagnostic reasoning ”.
3. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan pemahaman
pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien.

*Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta /RSUD dr
**
Moewardi Sura karta, Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

1
STRUKTUR KOMUNI KASI DOKTER-PASIEN

Pa da modul-modul komunikasi terdahulu telah diuraikan mengenai struktur komunikasi dokter-


pasien yang terdiri dari 3 hal yang harus berjalan secara paralel, yaitu :

THE CAMBRIDGE CALGARY OBSERVATION GUIDE


After Silvermann, Kurtz dan Draper
Dari diagram di a tas dapat dilihat bahwa tahap komunikasi dokter-pasien meliputi :
1. Memulai wa wancara (initia ting the session )
2. Mengumpulkan informasi ( gathering information )
3. Pe njelasan da n perencanaan ( explana tion and planning )
4. Menutup wawa ncara ( closing the session )

Ke mudian pada saat mela ksa nakan tahap – tahap komunikasi dokter pasien tersebut ada
dua hal yang harus selalu diperha tikan, yaitu :

2
 Ke mampuan menjalin hubunga n / sambung rasa dengan pasien (building the
relationship ).
 Ke mampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation) .
Ke mampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wa wancara harus selalu
digunakan (secara tepat) pada tiap taha p komunikasi dokter-pasien. Bisa dikata kan ketiga hal
tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada saat wa wancara sedang berla ngsung.
Pa da modul Komunikasi II I (HISTORY TAKING/ ANAMNESIS) ini aka n dibahas lebih
lanjut mengenai proses mengumpulkan informasi (gathering informa tion) . Proses pengumpula n
informasi ini lebih lanjut aka n dise but sebagai proses ANAMNESIS.

ANAMNESIS

Anamnesis yang baik harus mengacu pada perta nya an yang sistematis, yaitu de nga n
berpedoman pada e mpat pokok pikira n (The Fundamental Four) da n tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven) .
Ya ng dimaksud dengan empa t pokok pikira n, adalah mela kukan anamnesis de nga n cara
mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekara ng (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kese hatan Keluarga
4. Riwayat Sosial da n Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis le bih lanjut, perta ma yang harus ditanyakan adala h
identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, sta tus pernikahan, aga ma dan pekerjaa n.

1. Riwayat Penyakit Sekarang,


Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluha n uta ma adalah keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayana n keseha ta n untuk mencari pertolongan,
misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluha n uta ma ini sebaiknya tida k lebih
dari satu keluhan. Kemudian setelah keluha n uta ma, dilanjutkan anamnesis secara sistematis
de nga n menggunaka n tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :

3
1. Lokasi (dima na ? menyebar a tau tida k ?)
2. Onset / awita n dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringa n atau bera t, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Fa ktor-faktor yang memperbera t keluhan.
6. Fa ktor-faktor yang meringankan keluha n.
7. Analisis sistem ya ng menyertai keluhan utama.

Anamnesis secara siste matis ini aka n dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang pe nderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu dita nya kan lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu pe nderita diminta me nunjukka n
de nga n tangannya, dima na ba gian ya ng paling sakit dan penjalarannya ke ara h mana .
Bila pusa t sa kit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas da n
duode num; sebelah kiri  lambung; sebelah kanan  duodenum, hati, kandung empedu;
di atas  hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.
Pe njalaran nyeri te pat lurus di belakang me nunjukka n ada nya proses di pankreas a tau
duode num dinding belakang ; di punggung le bih ke atas  lambung dan duode num; bawa h
belikat kanan  kandung e mpedu; bahu kana n  duodenum, kandung empedu,
diafragma kanan; ba hu kiri  diafragma kiri.
2. Onset dan kronologis
Perlu ditanya kan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama.
Apakah keluhan itu timbul menda dak a tau perlahan-laha n, hilang timbul atau menetap.
Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara
ritmik  curiga ulkus peptikum, malam hari  ulkus peptikum dan tiap pagi  dispepsia
non ulkus.

3. Kualitas (sifat sakit)


Bagaimana rasa sa kit ya ng dialami pe nderita harus ditanyaka n, misalnya rasa sakit yang
tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan infla masi
organ. Rasa sakit ya ng tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu ya ng bergerak

4
biasanya menunjukkan proses pa da organ yang berongga (saluran cerna, e mpedu). Rasa
sakit yang tidak khas menunjukka n organ pada t (ha ti, pa nkreas).
4. Kuantitas (dera ja t sa kit)
Ditanyaka n seberapa bera t rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari
pe nyebab pe nyakitnya , te tapi sa nga t subje ktif, karena dipengaruhi antara lain kepe kaan
seorang penderita terhada p rasa sa kit, status e mosi dan kepedulian terhadap penya kitnya.
Dapat ditanyaka n apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegia ta n sehari-hari, pe kerjaan penderita atau a ktifitas fisik lainnya.
5. Fa ktor yang memperberat keluhan.
Ditanyaka n ada kah faktor-fa ktor ya ng memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik,
keadaan atau posisi tertentu. Adakah makana n/ minuman terte ntu yang me nambah sa kit,
seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/
minum mena mbah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas.
Aktifitas fisik dapat menamba h sakit pada pankrea titis, kholesistitis, apendisitis, perforasi,
peritonitis dan abses hati. Batuk, na fas dalam dan bersin menamba h sakit pada pleuritis.
6. Fa ktor yang meringankan keluhan.
Ditanyaka n a dakah usaha penderita yang dapa t memperingan sa kit, misalnya de nga n
minum antasida rasa sakit berkurang, me nunjukkan ada nya inflamasi di saluran cerna
ba gian atas. Bila posisi me mbungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses infla masi
dari pankreas a ta u hati.
7. Keluhan yang me nyertai
Perlu dita nyaka n keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan fa ktor pencetusnya,
misalnya bila penderita me ngeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanya kan lebih lanjut adalah :
- Apakah keluhan tersebut berhubunga n dengan a ktifitas maka n ?
- Bagaimana bua ng air besarnya, ada kah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat dingin
atau bada n lemas ?
- Adakah penurunan berat bada n ?
Dalam anamnesis alur pikir ya ng perlu diperhatikan adalah se bagai berikut :
1. Pe nde katan sistematis, sehingga perlu diinga t : Fundamental Four & Sacred Seven .

5
2. Mulai berfikir orga n mana yang terke na dan jangan berpikir penya kit apa, se hingga
pe nge tahua n ana tomi da n fisiologi harus dikuasai de nga n baik.
3. Anamnesis menggunaka n keterampilan interpersonal se hingga dibutuhkan pe nge tahua n
sosiologi, psikologi dan a ntropologi.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Ditanyaka n adakah penderita perna h sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya
da n sudah berapa kali dan telah diberi obat apa sa ja , serta me ncari penyakit yang relevan
de nga n kea daan sekarang dan penyakit kronik (hiperte nsi, diabetes mellitus, dll), perawa ta n
lama, ra wat inap, imunisasi, riwaya t pengobatan da n riwayat me nstruasi (untuk wanita ).

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Anamnesis ini digunaka n untuk mencari ada tidaknya penya kit keturunan dari piha k
keluarga (diabe tes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwa yat penyakit yang menular.

4. Riwayat sosial dan ekonomi


Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaa n
pernikaha n, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol a ta u merokok, obat-
obatan, aktivitas se ksual, sumber keuangan, asura nsi keseha tan dan kepercayaan).

BAGAN ALUR PROSES ANAMNESIS

Berikut ini disa jikan bagan yang diharapkan dapat membantu pemahaman me nge nai
proses anamnesis.

6
Dari dua bagan di atas dapa t kita liha t ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”.

A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:


1. Initial explora tion : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further explora tion : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari sisi
pe nya kit maupun perspektif pasien.

7
3. Essential background information.

B. ISI (content ) yang terdiri atas :


1. Disease fra mework
2. Illness frame work

Baik dise ase framework ma upun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration .

Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease frame work ”, dan berguna untuk me ncari
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.

Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) da pat kita jabarkan seba gai
berikut : Riwa yat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial explora tion ”; Riwa yat Penyakit
Da hulu (RPD), Riwa yat Kese hatan Keluarga serta Riwayat Sosial da n Ekonomi merupakan
ba gian dari ” esse ntial background information ”.

KETERAMPILAN YANG HARUS DI KUASAI DALAM MELAKUKAN ANAMNESIS

KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :


1. Memberi kesempa tan pada pasien untuk mencerita kan permasalahan ya ng dihadapinya
(dengan ka ta – ka ta pasien sendiri).
2. Guna kan pertanyaa n terbuka dan tertutup secara tepa t. Mulailah de nga n pertanyaan
terbuka terle bih dahulu, baru diikuti de ngan pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan dengan pe nuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk menyelesaikan
cerita nya , dan ja nga n menginterupsi.
4. Berila h kesempa tan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal maupun
nonverbal. Tehnik ya ng diguna kan bisa pemberian dukungan/ dorongan, adanya
pengulangan, paraphrasing , interpretasi, dll.
5. Mengenali isyara t verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasie n.

8
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, a tau yang membutuhkan suatu
keterangan tamba han.
7. Secara berkala buatla h ringkasan dari pernya taan yang dibua t pasien untuk memverifikasi
pengertia n a nda . Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernya taan anda, ata u mintala h pada
pasien untuk me mberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Guna kan pertanyaan yang ringkas da n mudah dipa hami. Hindari menggunakan istilah –
istilah medis yang tidak dipahami pasie n.
9. Bua tlah urutan wa ktu sua tu kejadian.

CONTOH KASUS

Seora ng laki-laki umur 24 ta hun mengeluh nyeri pinggang.

Anamnesis yang sistema tis adalah :


De nga n menggunakan pertanyaan terbuka, galilah mengenai keluhan utama pasien,
yaitu pada kasus ini adalah : Nyeri pinggang.

Pa da pe nggalian informasi lebih la njut tanyakan :


1. Lokasi nyeri : pertengaha n daera h lumbal kada ng-ka dang menjalar ke tungkai atas dan
ka ki kanan
2. Onset & kronologi : berangsur-angsur sejak bekerja di kebun, sudah dirasakan sela ma 3
hari, memburuk waktu sore , membaik waktu pagi.
3. Kuantitas nyeri : ringan, namun tidak dapat bekerja, karena rasa kura ng nyaman
4. Kualitas nyeri : nyeri tumpul.
5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digera kkan, masuk kendaraan dan ba tuk,
6. Faktor peringan : bila diam terlentang.
7. Gejala yang menyertai : kaku

Sistem sara f perifer : Tidak ada kelemahan a tau perubaha n sensorik


Sistemik : Tida k ada demam

9
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwa yat ja tuh disangkal
- Riwa yat batu ginjal disangkal

Riwayat sosial: Pasien tinggal se ndiri, bekerja sebagai salesman , dalam sepekan pada akhir
minggu mengelola se bua h peternakan kecil., hobi bermain bowling.

Keuangan : Tidak me mpunyai asura nsi kesehatan.

10
CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN ANAMNESIS / H ISTORY TAKI NG

SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2
MEMBUKA WAWANCARA
1 Me nyapa pasien
2 Me mperkenalkan diri
3 Me nunjukka n sikap hormat dan respek pada pasien
4 Me ngide ntifikasi dan mengkonfirmasi permasalahan pasien
5. Me negosiasikan agenda konsultasi
ANAMNESIS
6 Me nanyakan ide ntitas penderita
7 Me nanyakan keluhan utama
8 Me nanyakan lokasi
9 Me nanyakan onse t dan kronologi
10 Me nanyakan kualitas keluhan
11 Me nanyakan kuantitas keluhan
12 Me nanyakan faktor-faktor pe mberat
13 Me nanyakan faktor-faktor peringan
14 Me nanyakan ge jala penyerta
15 Me nanyakan riwaya t penya kit da hulu
16 Me nanyakan riwaya t kesehatan keluarga
17 Me nanyakan riwaya t sosial e konomi
18 Me nanyakan kebiasaan pribadi
19 Penggunaan bahasa ya ng mudah dipa hami pasien
20 Me ngguna kan pertanyaan terbuka secara tepat
21 Me ngguna kan pertanyaan tertutup secara tepa t
MENUTUP WAWANCARA
22 Me nanyakan pada pasien apakah ada hal yang terlewa t
23 Me nutup wa wancara dengan membua t suatu ringkasan
24 Me mbua t kesepakatan dengan pasie n (contracting )
SAMBUNG RASA DENGAN PASIEN
25 Me nunjukka n tingkah laku (non verbal) yang sesuai
26 Bila melakukan kegiatan lain (misal melihat catatan a ta u
menulis), tidak sampai mengganggu proses wa wancara
dengan pasien.
27 Tidak mengha kimi
28 Me mberikan e mpati dan dukungan terhadap pasien
29 T ampa k perca ya diri
KETERAMPILAN MENSTRUKTUR WAWANCARA
30. Me ngguna kan signposting
31 Me njalankan wa wancara dengan urutan yang logis/ tepa t
32 Me mperha tika n waktu
JUMLAH SKOR

11
Ke tera nga n :

0 Tidak dila kukan mahasiswa


1 Dilakukan, tapi belum se mpurna
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tida k dilakukan
mahasiswa karena situasi ya ng tida k memungkinkan (misal tida k diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100 %


64

12
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER

Sugiarto*, Dhani Redjono*, Yuliana HS #

A. PENDAHULUAN
Dalam upa ya penegakkan diagnosis, seorang klinisi harus menguasai ba gaimana
melakukan ana mnesis (wawancara) dan pemeriksaan fisik yang sistematis dan benar. Banya k
hal ya ng dapat digali pada anamnesis sehingga dengan anamnesis yang baik, seorang dokter
da pat mengarahkan kemungkinan dia gnostik pada seorang penderita , sehingga dalam
melakukan pemeriksaa an fisik dapa t melakukannya secara cermat dan siste matis. Pe meriksaa n
fisik yang perta ma kali dilakukan adalah memeriksa keadaan umum dan tanda vital, kemudian
pe meriksaan ke pala dan le her.

B. PEMERI KSAAN KEPALA


Pa da saa t melakukan pe meriksaan pada kepala posisi penderita duduk berhadapa n
de nga n pemeriksa dengan ma ta sama tinggi dengan pe nderita. Pertama kali yang dilihat adalah
be ntuk dan ukuran kepala , apaka h terdapat hidrosefalus, mikrosefalus atau mesosefal, apakah
terdapat tonjolan tulang, apakah terdapa t asimetri pada kepala dan wa jah.

C. PEMERI KSAAN WAJAH


Pa da pemeriksaan ini dapat dilihat apa ka h pucat, sianosis atau ikterik. Pucat
kemungkinan adanya insufisiensi aorta atau anemia, sia nosis mungkin terjadi pada pe nderita
de nga n cacat jantung bawaan da n ikterik mungkin dapat disebabkan oleh hepatitis atau tumor
pa nkreas.

*Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Mare t Surakarta / RSUD dr
Moewardi Surakarta, # Bagia n Fisiologi Fa kultas Kedokteran Universitas Sebelas Mare t Surakarta /Skills
Lab Fa kultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

13
Pe nampilan wa ja h sering merupa kan ciri suatu penyakit, misalnya fasies leonina yang
terjadi pa da pe nderita kusta . Wajah mongoloid maupun pada penyakit Parkinson sanga t khas,
yaitu wajah tanpa ekspresi/ wa jah topeng. Adanya asimetri wajah menunjukkan kemungkinan
adanya kelumpuha n pada syara f kranial teruta ma nervus fasialis atau Bells palsy . Asimetri pada
wajah dapa t mengarahkan adanya kelainan pa da kelenjar parotis a kiba t parotitis ataupun tumor
pa da parotis.

Ga mbar 1. Kiri : facies mongoloid pada Down Syndrome , ka nan : paralisis


nervus facialis pada Bells Palsy

Ga mbar 2. Kiri : parotitis, kanan : facies leonina pada Morbus Hanse n

Gambar 3. Malar rash pada SLE

14
D. PEMERIKSAAN RAMBUT
Dalam melakukan pemeriksaan pada ra mbut, yang harus diperhatikan adalah warna,
jumlah dan distribusi rambut. Pada alopesia areata terjadi kerontoka n rambut yang terjadi
mendadak dan berbentuk oval maupun bula t tanpa disertai adanya tanda-tanda inflamasi.
Pe nderita malnutrisi, rambut a kan mudah dicabut, berwarna kecoklatan dan kering.

Gambar 3. Alopecia areata

E. PEMERI KSAAN MATA


Inspeksi

15
Ga mbar 4. Abnormalitas yang terlihat pada inspeksi mata
A. Kala zion E. Conjunctival inje ction pada konjungtivitis
B. Strabismus F. Subconjungtival bleeding
C. Ektropion G. Keratitis
D. Ptosis H. Katarak

F. PEMERI KSAAN HI DUNG


1. Inspeksi hidung eksternal : Perhatikan permukaan hidung, ada ata u tida k
asimetri,deformitas atau inflamasi.
2. Inspeksi bagian dalam dengan spekulum :
 Perhatikan mukosa ya ng menutup septum dan turbinasi, warnanya dan setia p
pe mbengka kan. Kemungkinan yang ditemukan : mukosa oedema dan kemerahan pada
rinitis oleh virus, oedema dan pucat pada rinitis alergik, polip, ulkus karena penggunaan
kokain.
 Posisi dan integritas septum nasi. Kemungkinan yang dite muka n : deviasi atau perforasi
septum nasi.

G. PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING


1. I nspeksi
 Bibir :
Perhatikan warna, kele mbaban, oede ma, ulserasi atau pecah-pecah. Kemungkinan
kelainan yang ditemukan : sianosis dan pucat.
 Mukosa oral :
Mintalah pasien untuk me mbuka mulut. Dengan pencahayaan yang baik da n bantua n
tongue spa tel, lakukan inspe ksi mukosa oral. Perha tikan warna mukosa, pigmentasi,
ulserasi dan nodul. Bercak-bercak pigmentasi normal pada kulit hitam.

16
 Gusi dan gigi
Perhatikan : inflamasi, oedema, perdara han, re traksi a tau perubahan warna gusi, gigi
tanggal atau hilang.
 Langit-langit mulut
Perhatikan warna dan bentuk langit-langit mulut, kemungkinan ya ng ditemukan : torus
pala tinus.
 Lidah
Perhatikan pula dasar mulut, termasuk warna dan papila. Kemungkinan yang ditemukan
: glositis, paralisis syaraf kra nial ke-12.
 Faring
Mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan tongue spatel lidah kita tekan
pa da bagian tengah, mintalah pasien mengucapkan ”aaah” . Perhatikan warna a ta u
eksudat, simetri dari langit-langit lunak. Kemungkinan yang ditemukan : faringitis,
paralisis syaraf kranial ke-10.

CHVOSTEK’ SIGN
Pe meriksaan ini patognomonis untuk te ta ni, yaitu dengan melakukan ketoka n ringan
pa da cabang nervus fasialis dalam kelenjar parotis, tepat atau sedikit di bawa h arkus
zigomatikus (di depa n liang telinga luar), yang akan menimbulkan kontraksi atau spasme otot-
otot fasialis (sudut mulut, ala nasi sa mpai seluruh muka) pada sisi yang sama. Ini disebabkan
kepekaa n berlebiha n dari nervus fasialis.

Gambar 5. Chvostek’s sign

17
H. PEMERIKSAAN LEHER
Inspeksi pada leher untuk meliha t adanya asimetri, de nyutan abnormal, tumor,
ke terbatasa n gerakan dalam ra nge of motion (ROM) maupun pembesaran kelenjar limfe dan
tiroid.
Pe meriksaan palpasi leher dilakukan pada tula ng hioid, tulang rawan tiroid, kelenjar
tiroid, muskulus sternokleidomastoideus, pembuluh karotis dan kelenjar limfe. Pemeriksaan
dilakukan pada kedua sisi (bila teral) bersamaan.

INSPEKSI KELENJAR TI ROI D


Bila terjadi pembesaran tiroid, pemeriksaan palpasi dila kukan dengan meletakkan ujung
jari kedua tangan di kelenjar de nga n posisi pemeriksa di belaka ng penderita, kemudia n
pe nderita diminta menela n, sehingga ujung jari pemeriksa ikut gerakan menelan. Kemudian
dilakukan auskultasi di tiroid dan dapat didengar bising sistolik, yang mengarahkan adanya
pe nya kit Graves.

Ga mbar 6. Inspe ksi kelenjar tiroid, kiri : saa t istira hat, kanan : pada gerakan menelan

PALPASI LIMFONODI
Pa da keganasa n kelenjar getah be ning, terutama limfoma, dinilai kelenjar mana saja
yang membesar, multipel atau tidak, mobile atau terfiksasi, keras, nyeri te kan atau tidak,
adaka h luka pada kelenjar tersebut.

18
Gambar 7. Limfonodi leher

Limfadenopati ya ng ha nya berukuran kecil, discrete dan mobile dapat bersifat fisiologis.
Adanya nyeri te kan menunjukkan inflamasi. Limfadenopa ti yang keras pada palpasi da n
terfiksasi mengindikasikan keganasan.

Ga mbar 8. Palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah : lnn. Cervicalis anterior dan posterior,
kanan : lnn. Suprakla vikularis

19
Gambar 9. Kiri : pocket lymphadenopathy cervicalis porterior pada TBC, kanan :
metastase karsinoma nasofaring ke kelenjar limfe leher

PENGUKURAN JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP)


Pe meriksaan pada leher untuk meliha t vena jugularis, dapat memberikan gambaran
tentang a ktifitas ja ntung. Perubahan aktifitas jantung dapa t memberikan gambaran pada vena
de nga n cara menyebabkan perubaha n tekanan vena-vena perifer, bendungan pada vena-vena
perifer dan perubahan pada bentuk pulsus ve na. Kare na perubaha n a ktifitas jantung yang
terliha t pada vena berla ngsung pa da tekanan rendah maka penilaian perubahan vena harus
dilakukan dengan teliti. Ve na-ve na yang sering mudah dilihat dan dapat dinilai teruta ma adalah
vena jugularis. Perubahan tekana n vena perifer biasa dinilai pada tekanan ve na jugularis
eksterna.
Kesulita n penilaian teka nan vena jugularis terjadi jika terdapa t peningka ta n tekanan
intra toraks ya ng menyebabkan penjalaran te kanan ve na dari ja ntung terhambat, misalnya pada
saat terta wa, sesak, batuk, me nangis, menge jan, Manuver Valsava , pada penderita-pe nderita
de nga n e mfisema, struma, atau jika terdapat sklerosis vena jugularis karena usia, pasca
kanulasi, da n sebagainya.
Pe ngukuran tekanan vena jugularis dila kukan denga n cara ta k langsung sebagai berikut
: mula-mula tentukan titik nol (zero atau level fle bosta tik) yaitu titik di mana kira-kira titik
tengah atrium kanan berada. Titik ini berada kira-kira pada perpotongan antara garis mid-
aksiler de nga n garis te gak lurus sternum pada level angulus Ludovici. Pada posisi tegak,
teka nan vena jugularis yang normal akan tersembunyi di dala m rongga toraks. Pada posisi
berbaring vena jugularis mungkin aka n terisi meskipun tekanan vena masih normal.

20
Pa da posisi setengah duduk 45 derajat (dalam keadaan rileks) titik perpotongan vena jugularis
de nga n klavikula a kan berada pada bida ng horizontal kira-kira 5 cm diatas titik nol. Jika ba tas
atas denyut vena terlihat di atas kla vikula , maka te kanan ve na jugularis pasti meningka t.
Pa da keadaa n gagal jantung maka tekanan vena jugularis akan meningkat, yang
menunjukkan terhamba tnya pengisian ventrikel. Pada kea daan yang lebih dini dari gagal
jantung akan terjadi konstriksi vena sebelum pe ningkatan te kanan vena terjadi. Manifestasi
ge jala ini dapa t terlihat pada refluks hepatojuguler yang dapat dilakukan sebagai berikut :
pe nderita dibiarkan bernafas biasa, kemudia n dila kukan peneka nan pa da daera h di bawa h
arkus kosta ka nan yang menyebabkan meningkatnya tekanan vena jugularis karena
berpindahnya sebagian darah dari hepar akibat penekanan tersebut.

Gambar10. Pe meriksaan Jugular Venous Pressure (JVP)


Pulsasi vena dapat terliha t terutama pada vena jugularis eksterna dan interna. Karena
teka nannya yang re nda h pulsasi ini tak teraba namun dapat terlihat pada bagian atas dari
kolom darah yang mengisinya . Seperti juga pulsus atrium, terda pat tiga komponen dari pulsus

21
vena yaitu gelombang a diseba bkan karena aktivitas atrium, gelombang c kare na menutupnya
ka tup trikuspid, serta gelomba ng v yang merupa ka n desakan katup wa ktu akhir sistol ventrikel.

PALPASI KELENJAR THYROI D


Pe nderita diminta duduk, pe meriksa berada di belaka ng penderita , kemudian raba
de nga n pulpa jari-jari kedua tangan. Amati gera kannya saa t menela n, sime tris, ireguler. Dalam
kondisi normal : tidak terliha t atau teraba .

Gambar 11. Palpasi kelenjar tiroid

Gambar 12. Struma / goiter

22
Jika terdapat pembesaran kele njar tiroid dinilai ukura nnya, bentuknya , ada kah nodul
pa da permukaannya (halus a ta u berbenjol-benjol), a dakah nyeri te kan, dan apakah bergera k
mengikuti geraka n menela n atau terfiksasi.

PALPASI TRAKEA
Perhatikan se tiap adanya deviasi pada tra kea. Cara memeriksanya dengan mele ta kkan
jari telunjuk pada diantara trakea da n sternomastoid. Ba ndingka n pada kedua sisi. Te mpatnya
yang normal seharusnya simetris di kanan-kiri linea mediana.

Gambar 13. Palpasi trakea


Ke mungkinan ya ng ditemukan : massa di le her atau mediastinum akan mendorong
tra kea ke salah satu sisi. De viasi trakea dapat juga disebabkan ole h ada nya kelainan di thorak,
seperti atelektasis atau pneumothorak ya ng luas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bate’s Guide to Physical Examination a nd History Ta king, electronic version , 115-208

23
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
Pemeriksaan Kepala
1 Bentuk dan ukuran kepala
2 Pemeriksaan wajah
3 Pemeriksaan rambut
Pemeriksaan mata
4 Posisi dan kese ja jara n mata
5 Alis dan kelopa k mata
6 Sklera dan konjungtiva
7 Lensa
Pemeriksaan Telinga
8 Bentuk dan ukuran
9 Pemeriksaan Chvostek sign
Pemeriksaan Hidung
10 Inspe ksi permukaa n luar
11 Pemeriksaan mukosa
12 Pemeriksaan septum nasi
Pemeriksaan Mulut dan Faring
13 Bibir
14 Mukosa oral, gigi dan gusi
15 Lidah dan pala tum
16 Faring dan Laring
Pemeriksaan Leher
17 Inspe ksi Le her
18 Kelenjar Limfe
19 Kelenjar thiroid
20 Mengukur JVP
21 Pemeriksaan trakhea
SKOR TOTAL

Pe njelasan :
0 Tidak dila kukan mahasiswa
1 Dilakukan, ta pi belum se mpurna
2 Dilakukan de ngan sempurna , atau bila aspe k tersebut tidak dilakukan mahasiswa kare na
situasi yang tida k memungkinkan (misal tida k diperlukan dalam skenario yang sedang
dila ksana kan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100 %


42

24
PEMERIKSAAN PAYUDARA
Kristanto Yuli Yarsa*, Na nang Wiyono**

1. PENDAHULUAN
Pe meriksaan payudara merupa kan prosedur untuk mencari kelainan pada payudara.
Pe meriksaan payudara merupa kan sala h satu pemeriksaan yang diguna kan untuk skrining
keganasan payudara . Pemeriksaa n ini tidak dapa t digantikan dengan pemeriksaan yang lain,
seperti mamogra fi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan ole h penderita se ndiri secara rutin a tau
oleh dokter. Pemeriksaan pa yudara dianjurkan dikerjakan secara rutin untuk wanita usia 20-40
tahun, terutama pada penderita dengan risiko tinggi. Diagnosis dini dari kelainan pada
pa yudara dapat menghindarkan wanita dari operasi ya ng besar dan meningkatka n
kemungkinan untuk se mbuh.

2. ANATOMI
Pa yudara merupakan kelenjar yang me mproduksi ASI ya ng tersusun dari unit yang
disebut lobulus. Kelenjar payudara dihubungka n melalui sekumpulan duktus laktiferus yang
bergabung me mbentuk salura n drainase , berakhir di papilla mammae . Papilla mammae
dikelilingi jaringan yang hiperpigmentasi disebut areola mammae. Jaringan fibroelastik da n
jaringan lemak berfungsi menyokong struktur payudara. Pa yudara terdapat di atas muskulus
pe ktoralis mayor, ya ng terdapa t di dinding thoraks anterior. Terletak setinggi kosta I I hingga
kosta VI dan dari sternum hingga linea a ksilaris me dia. Sedangkan papilla mammae terle ta k
se tinggi sela iga (spa tium intercostale – SIC) IV.
Ba tas-batas payudara :
a. Superior : kla vikula
b. Inferior : inframa mmary crease (bra line)
c. Medial : sternum
d. La teral : a ksila

*Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD dr Moewardi Surakarta,
** Labora torium Ke terampilan Klinis/ Bagian Ana tomi Fa kultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Sura karta.

25
Gambar 1. Kedudukan payudara di dinding thora ks

Tiap payudara mengandung jaringan limfe, 90 % me ngalirkan cairan limfenya ke


kelompok nodi lympha tici ya ng terdapat di aksila ipsilateral, sedangkan 10 % sisanya
mengalirkan limfe me nuju ke nodi lymphatici parasternalis, ya ng terletak di sebelah dalam
sternum (tida k dapa t diperiksa dari luar). Jalur aliran limfe ini penting pada keadaan adanya
karsinoma mammae, yaitu merupakan tempa t yang pertama kali ada nya me tastase.

m. Pectoralis mayor

Vena Subklavia
Limfonodi subklavia
Vena axillaris

Limfonodi axilla

Lemak
Lobulus Papilla mammae
Areola mammae
m. Serra tus anterior

Pe mbagia n kua dran

26
Gambar 3. Aliran lymphe glandula mammae

Jika ditemukan masa atau keadaa n abnormal di pa yudara, lokasinya dapat kita
deskripsikan pada salah satu kuadran. Dapat juga kita deskripsikan berdasarkan ga mbaran jam
pa da permukaa n payudara.
-

Ga mbar 4. Pembagian kuadran payudara

27
Pa yudara dibagi menja di 4 kuadra n yaitu :
- Superior de kstra
- Superior sinistra
- Inferior sinistra
- Inferior dekstra

3. Anamnesis
Untuk melakukan diagnosis adanya kelainan payudara dilakukan anamnesis secara
umum dilanjutkan anamnesis khusus, meliputi :
a. Keluhan di pa yudara dan ketia k :
- Benjola n di payudara, kecepa tan tumbuhnya
- Rasa sa kit yang berhubungan dengan menstruasi
- Cairan keluar dari puting, berdarah a ta u tida k
- Puting retraksi, meninggi atau melipa t
- Perubaha n kulit di payudara , borok a tau ulserasi
- Benjola n dan rasa sakit di ketiak
- Ede ma lengan
b. Riwayat sebelumnya :
- Biopsi a tau operasi pa yudara atau tempa t lain
- Pema kaia n oba t-oba ta n, hormon, termasuk pil KB dan lama pemakaiannya
c. Riwayat reproduksi :
- Usia menarche
- Frekuensi menstruasi, la ma menstruasi, tera tur atau tidak
- Jumlah kehamilan, a nak, laki-la ki ata u perempuan, abortus
- Riwayat menyusui, lamanya me nyusui
- Usia menopause, suda h berapa lama me nopause
- Penting : anamnesis keluarga lengkap
d. Riwayat keluarga :
- Sehubungan dengan pe nyakit kanker lain (Ca ovarium, Ca re kti, sarkoma jaringa n
lunak)
- Hubungan keluarga : ibu, adik, kakak, bibi

28
e. Keluhan-keluha n yang berhubungan dengan metastase :
- Sakit tula ng, sakit punggung
- Batuk, sesa k nafas
- Kelelahan umum
4. Pemeriksaan Fisik
Sanga t penting pada saa t pemeriksaan supaya penderita dalam keadaan senyama n
mungkin, kita jelaskankan maksud dan tujuan pemeriksaa n, tangan pemeriksa da n kamar
dalam keadaan hangat de nga n kamar periksa mempunyai penerangan yang cukup. Bila dokter
pria, saat melakukan pemeriksaan sebaiknya ditemani paramedis wanita.
a. Inspeksi :
Pe nderita diminta untuk membuka pakaian sampai ke pingga ng. Pemeriksaan dilakuka n
de nga n posisi pe nderita duduk menghadap dokter de nga n kedua le nga n penderita di samping
tubuh dan di pinggang.
1) Perha tika n apakah ke dua payudara simetris. Bandingka n bentuk atau kontur dari kedua
payudara , ukuran dan isi dari kedua pa yudara. Le tak papilla mammae juga dibandingkan
dari kedua payudara. Letaknya biasanya di SIC 4 atau 5 pada linea mid klavikularis untuk
penderita pria atau wanita muda. Kare na faktor usia atau bila sudah terdapat banyak lema k
atau kelenjar susu maka posisi puting menjadi sanga t bervariasi.
2) Diliha t ada kah nodul pada kulit yang berbentuk seperti papula ya ng dapat merupaka n
nodul satelit pada kega nasan. Bila ada, dilihat bagaima na bentuknya, berapa jumlahnya,
dimana letaknya, warnanya .
3) Ada kah perubahan warna ? Peruba han warna kemerahan menunjukan adanya peningka tan
aliran darah sekunder yang disebabka n oleh inflamasi. Dapat juga disebabkan keganasa n
terutama bila segmen atas ditemukan dilatasi dari vena .
4) Ada kah luka /borok. Erosi pada aerola atau puting payudara biasanya a kan tertutup ole h
krusta sehingga bila krusta dia ngkat baru akan terlihat kulit yang mengalami erosi. Erosi
pada aerola karena kelainan kulit biasanya melibatka n kedua sisi sedangkan pada
keganasa n atau Paget’s disease biasanya ha nya satu sisi.
5) Ada kah bengkak pada kulit ? Bengka k yang diseba bkan karena infeksi da n sumba ta n
saluran limfe secara mekanis akan memberikan bentuk yang berbeda . Sumbatan karena
meka nis atau limfede ma akan memberikan ga mbaran peau d’orange atau orange peel

29
atau pig skin . Biasanya kare na ada nya infiltrasi ke ganasan pada limfonodi a tau jalur
limfenya.
6) Ada kah kulit yang tertarik (dimpling) . Dimpling ini bila ada a kan sangat mudah terliha t dan
merupa kan pe tunjuk ke arah keganasan, walaupun dapat juga disebabkan ole h bekas
trauma , sikatriks pasca operasi a tau bekas infeksi sebelumnya . Keadaan ini mungkin baru
akan nampak bila penderita mengangka t ta nga nnya di a tas kepala. Cara yang lain dengan
membungkukkan pasien di pinggang, da gu dan bahu mengara h ke depan. Adanya le kukan,
tarika n atau kulit yang tidak rata aka n se gera terlihat.
7) Ada kah nipple discharge a tau keluar cairan dari papilla mammae ya ng perlu dilakuka n
pemeriksaan lebih la njut pada saat palpasi. Re traksi dari papilla mammae mungkin
merupa kan pertumbuhan tumor ganas yang telah me nginfiltrasi duktus laktiferus yang
menjadi re traksi dan fibrosis. Ta pi juga perlu diingat bahwa retraksi da pat terjadi secara
kongenital, biasa nya bilateral.
Inspeksi juga dila kukan dalam posisi penderita duduk dengan lengan di pinggang da n
de nga n le nga n diangkat di a tas kepala. Pada saa t lengan diangka t ke a tas kepala, kita berusaha
mencari a danya fiksasi kulit atau puting pa da kelenjar pa yudara ata u ada nya distorsi bentuk
pa yudara karena a danya massa dan fiksasi. Axila juga diinspeksi untuk melihat ada tida knya
pe mbengka kan akiba t pembesara n limfonodi karena tumor atau karena infeksi, dita ndai dengan
adanya perubahan warna ke merahan.

a. Lengan di sa mping tubuh b. Lengan di a tas kepala

30
c. Lengan di pinggang d. Sedikit membungkuk ke depa n
Ga mbar 5. Posisi pasien saat inspeksi

Manuver kontra ksi muskulus pektoralis


Digunakan untuk mengetahui hubungan nodul dengan muskulus pektoralis. Dilakukan
de nga n cara penderita duduk de nga n tangan diletakkan di pingga ng dan tangan menekan
pinggang, se hingga muskulus pe ktoralis akan berkontraksi. Bila pada payudara terda pat
be njolan atau ada area yang terfiksasi maka ini akan tampa k lebih jelas.
Manuver ini juga dapat untuk membedakan apakah benjolan pada pa yudara tersebut
terfiksasi a tau dapat bergerak (mobile) . Massa yang terfiksasi akan lebih sulit untuk digera kkan
pa da saat muskulus pe ktoralis dikontraksikan.
Se telah dila kukan inspeksi pada seluruh payudara , aksila dan supra klavikula, kemudia n
kita la kukan palpasi.

b. Palpasi
Perlu diingat hasil palpasi dari payudara normal sangat bervariasi. Ini memerluka n
waktu da n pengalaman. Kelenjar susu yang berlobulasi dapat disalahpersepsika n sebagai
massa . Lemak subkuta n juga menyebabkan perbedaan hasil dari palpasi payudara.
Juga perlu diingat menjelang menstruasi dan saat hamil payudara me njadi
membengkak, berlobus dan lebih sensitif. Se tela h menstruasi, pa yudara a ka n mengecil & le bih
lembek. Pada saat keha milan, payudara menjadi besar da n keras dengan lobulasi yang jelas
sehingga menyulitkan palpasi tumor.
Bila penderita mengeluh terdapa t benjola n pada salah satu payudara , te ta p lakuka n
seluruh prosedur pemeriksaan dengan memulai palpasi pada sisi ya ng sehat terlebih dahulu
agar tida k terle wat bila ada kelaina n yang lain. Prosedur yang direkomendasikan yaitu

31
pe meriksaan dimulai dari lateral atas dari tiap payudara, melingkar seara h jarum jam ke arah
dalam sampai ke tengah, dilakukan dengan tekana n yang ringan.

Gambar 6. Palpasi pa yudara pada posisi b erbaring, tangan pasien di bawah kepala

Palpasi harus dilakukan pada dua posisi, yaitu pa da saa t penderita duduk dan
terle ntang. Pada saat terlentang ba hu dinaikkan sedikit de nga n me ngganjal punggung a tas
de nga n bantal. Pemeriksaan dila kukan dengan lembut menggunaka n seluruh jari menda tar
pa da sa tu tangan. Akan me mbantu bila pa da saat memeriksa bagia n medial tangan dile takka n
di belakang ke pala, bila memeriksa ba gian la teral ta nga n penderita dile takka n di samping
ba dan.
Pa da saat penderita duduk, pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan payudara di
antara kedua tangan pemeriksa. Teknik ini sanga t mungkin untuk me nde teksi lesi pada
subareola a tau daerah puting, kare na duktus laktiferus a kan berkumpul di se kitar puting. Bila
terdapat massa di ba wah puting kemungkina n tidak akan teraba bila penderita berbaring. Saat
pe nderita duduk, pa yudara dile takka n di antara kedua tangan maka massa di bawa h puting
sanga t mungkin teraba . Untuk menentukan massa pada payudara mobile a ta u terfiksasi, dinilai
menggunakan sa tu tangan. Sa tu tangan me nekan massa perlaha n-lahan, bila massa dapat
digera kkan a tau berkapsul ma ka massa aka n menggelincir menjauh dan me nghilang, bila
teka nan dihila ngkan maka massa akan ke mbali.

32
Gambar 7. Palpasi untuk menentukan massa mobile atau terfiksasi

Gambar 8. Pe meriksaan payudara dengan posisi penderita telentang, tangan penderita


diletakkan aga k terentang di sa mping badan

Bila pemeriksa mencurigai adanya discharge dari puting, maka cara untuk
menemukannya adala h dengan melakuka n pijatan pada payudara ke arah puting secara
lembut. Dengan demikian bila ada discharg e akan dapa t diketahui da n dari duktus mana
discharge tersebut berasal. Bila ditemukan suatu discharge yang hemoragis maka perlu
dilakukan pemeriksaan sitologis dengan menampungnya pada preparat dan difiksasi.

Gambar 9. Pijatan pada papilla ma mmae bila mene mukan discharge

Daerah a ksila dan suprakla vikula diperiksa bergantian de nga n pe nderita pada posisi
duduk. Pa da pemeriksaan aksila sangat penting untuk untuk melemaskan fasia a ksilaris. Untuk

33
da pat melakukan ini maka lengan penderita harus dita han / disa ngga dengan tangan pemeriksa.
Dilakukan palpasi dari bagian lateral atas thoraks sampai dengan apeks dari aksila . Sema kin
ha ti-hati pemeriksa, maka semakin ba nya k informasi yang didapa t. Untuk pe meriksaa n
pa yudara pada penderita dengan obesitas hasilnya kurang dapa t diperca ya .

Gambar 10. Pemeriksaan kelenjar aksila dengan menahan lengan penderita

Pe meriksaan limfonodi supraklavikularis sangat tepat bila dila kukan de nga n pemeriksa
berdiri di belakang penderita. Berapa banyak benjola n dan konsistensinya harus dicata t.
Pe meriksaan ini tida k dapa t membedakan apa kah pembesaran kele njar ini diseba bka n ole h
tumor a tau infe ksi.

Gambar 11. Pemeriksaan limfonodi supraklavikularis dari bela kang penderita

34
Bila dari pemeriksaan palpasi payudara dida patkan nodul, maka hal-hal yang perlu
dilaporkan adalah :
1. Le ta k lesi yang dilaporka n sesuai de nga n kua dran payudara.
2. Jumlah nodul : apakah nodul tunggal atau multiple , bagaimana hubunga n a ntar nodul
(soliter atau menya tu).
3. Sensitivitas : apaka h nodul nyeri bila ditekan.
4. Konsiste nsi nodul : keras seperti ba tu, ke nyal, lunak atau kistik.
5. Fiksasi pada dinding dada , apa kah mele kat pada dinding dada a tau dapat digera kka n
dari dinding dada .
6. Fiksasi pa da kulit, apakah nodul menginfiltrasi atau ba hkan menembus kulit.
7. Adakah perubaha n warna kulit.
8. Adakah perubaha n suhu kulit di atas nodul dibandingkan suhu kulit di daerah se kitarnya.
9. Apakah disertai adanya nodul pada limfonodi a ksila dan suprakla vikularis. Nodul pada
kelenjar aksila dan supraklavikularis juga harus dilaporkan secara rinci sesuai denga n
nodul pada payudara .

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, B dan Mc Glynn, 1980, Physical Diagnosis , EGC, Jakarta .


2. Anonim, 1996, Surgical Diagnosis, America n Institute for Preve ntive Medicine .
3. Cabot dan Adams, 1961, Physical Diagnosis, Willia ms & Wilkins Co, Maryla nd
4. Dunphy dan Botsford, 1980, Physical Examina tion of the Surgical Patie nt , W.B Saunders Co,
London.
5. Fentiman dan Hamed, 1997, Atlas of Breast Examination , BMJ Publishing Group. London.
6. Lotz, 1981, Physical Diagnosis , CV Mosby Company, Missouri.
7. RSUP dr. Sardjito, 1996, Protokol Onkologi , Komite Medis RSUP dr Sardjito dan FK UGM,
Yogyakarta .
8. Thare k, 1956, Surgical Diagnosis , JB Lippincot Company, Philadelphia.

35
CHECKLIST PENI LAIAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN PAYUDARA

Skor
No. Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
1. Me nyia pkan pasien dan menjelaskan tujuan pemeriksaan
Melakukan a namnesis khusus pa yudara, meliputi :
2. - Mena nya kan keluhan yang berhubungan dengan pa yudara
3. - Mena nya kan riwayat reproduksi
4. - Mena nya kan riwayat pe nya kit sebelumnya
5. - Mena nya kan riwayat pe nya kit keluarga
6. - Mena nya kan keluhan yang berhubungan dengan metastasis
Melakukan da n melaporka n hasil pemeriksaan inspeksi (pasien
duduk, 2 posisi), meliputi :
7. - Simetri
8. - Adanya nodul
9. - Adanya perubahan warna kulit
10. - Adanya luka /borok
11. - Adanya bengkak pada kulit
12. - Adanya kulit yang tertarik
13. - Adakah nipple discharge
14. Melakukan da n melaporkan hasil pemeriksaa n inspeksi pada
maneuver pektoralis.
15. Melakukan dan mela porkan hasil pemeriksaan palpasi dengan
benar (pasien dalam posisi duduk).
16. Melakukan dan mela porkan hasil pemeriksaan palpasi dengan
benar (pasien dalam posisi berbaring).
17. Melakukan da n melaporkan hasil pemeriksaan palpasi limfonodi
a ksila da n supra klavikula dengan benar.
18. Me mberita hukan hasil pemeriksaan kepada pasien
JUMLAH SKOR

Pe njelasan :
0 Tidak dila kukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum se mpurna
2 Dilakukan de nga n sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperluka n dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100 %


36

36
PEMERIKSAAN ABDOMEN DAN HERNI A

Betty Suryawati *, Tri Yuli Pramana * *, Krisna Yarsa Putra #

A. Pendahuluan

Ke tera mpilan pemeriksaan fisik abdomen pada semester ini diteka nkan untuk mencapai
tingka t ke tera mpila n yang tinggi untuk pemeriksaa n abdomen dan hernia.

B. Tujuan

Tujuan yang dihara pkan dalam ke terampilan medis ini adalah diharapkan mahasiswa
mampu melakukan pemeriksaan abdomen dan hernia. Diharapkan setelah pembela jara n
mahasiswa :

1. Mampu menerangkan tujuan pemeriksaa n abdomen da n hernia.


2. Mampu mela kukan inspeksi menyeluruh pada abdomen.
3. Mampu mela kukan perkusi untuk menentukan batas hepar dan lien.
4. Mampu mela kukan palpasi superficial menyeluruh.
5. Mampu mela kukan palpasi ginjal, hepar, lien, dan aorta .
6. Mampu mela kukan pemeriksaan ascites.
7. Mahasiswa mampu menganalisis da n me nyimpulkan data yang didapat untuk membuat
la ngkah diagnostik selanjutnya.
8. Mampu mela kukan pemeriksaan hernia .

*Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Mare t Surakarta / Skills Lab Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, **Bagian Ilmu Penyakit Dala m Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta / RSUD Dr Moewardi Surakarta , # Skills Lab Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Mare t Surakarta.

37
C. PEMERI KSAAN FISIK ABDOMEN
Dinding a nterior abdomen a dalah muskulus rectus abdominis, dapat ditemukan apabila
seseorang dalam posisi terle ntang mengangka t kepala dan bahunya (ga mbar 1). Untuk tujuan
deskripsi, biasa nya abdomen dibagi me njadi 4 kuadra n menurut dua garis imaginer yang saling
tega k lurus dan berpotongan di umbilikus. Berdasarkan pe mbagian ini dida patkan 4 kuadaran,
yaitu :
RUQ : Right upper quadrant LUQ : Left upper quadrant
RLQ : Right lower quadrant LLQ : Left lower quadrant
Sistem pe mbagian yang lain, abdomen dibagi menjadi sembilan regio :
1. Hypokhondrium de kstra
2. Epigastrium
3. Hypokhondrium sinistra
4. Lumbalis de kstra
5. Umbilikalis
6. Lumbalis sinistra
7. Iliaka dekstra
8. Hipogastrium
9. Iliaka sinistra

M. Rectus abdominis

Linea mediana

Umbilicus

Lig inguinalis

Simphisis pubis

Ga mbar 1. Dinding an terior abdome n

38
Ga mb ar 2 . Dinding a bdomen (Adopted From
Ba tes Guide T o Physical Exa mina tion a nd
History Ta king)

Hepar
Aorta abdominalis abdominis
Colon transversa
Arteri Ilia ka

Uterus
Vesika urinaria

Ga mb ar 3. Topogra fi org an a bdomen

Peme riksaan a bdome n pada ke la inan jantung teru ta ma me nca ri k ea daan -keadaan dis-
ebabkan ole h paya h ja n tung, misalnya bendunga n hepa r/ he pa tomegali kadang -ka dang
dise rtai dengan asites. Pada paya h ja ntu ng, hepa r a ka n membesar kare na be ndungan da ri
ve ntrike l k ana n. Hepar a ka n terasa ke nya l dan nyeri te kan. Pa da kea daa n lanjut da n
me nahu n he par a kan te ra ba keras dan mungkin ta k nyeri te kan la gi. Pada regurgit asi
trikuspid ya ng bera t, ka dang-kada ng kita aka n me ra ba hepar yang be rdenyut sesuai de nga n
kontra ksi a trium, ka dang-kadang disertai pula de ngan bendunga n pada lien .

Pada bebe ra pa kea daa n pulsasi a orta a bdominalis a ka n teraba kua t didae rah a bdome n
se belah kiri misalnya pa da insufisiensi aorta . Pada aneurisma a orta abdominalis, aorta

39
tera ba ama t membesar de ngan pulsasi nya ta . Pa lpasi abdome n pa da ke ada an ini ha rus ha ti-
ha ti karena dapa t menyeba bka n kedarura ta n jika ane urisma te rsebu t pecah .
Pada pe meriksa an abdome n sering a ka n ditemukan a dan ya bruit a tau bising pe mbuluh
ya ng dapa t dise babka n ole h stenosis dan biasanya me nya ngku t pe mbuluh-pembulu h
ca bang aorta .

Pada insufisie nsi trikuspid yang bera t, misalnya kare na stenosis mitral denyuta n vena
fe moralis a kan lebih mencolok diba ndingkan den gan arteri yang pa da ke ada a n itu aka n
me ngecil kare na a liran sistemik ya ng re nda h.
Inspeksi
De nga n berdiri di sebelah kanan penderita, perhatikan :
1. Kulit
Perha tika n jaringan parut dan vena-vena .
Kemungkinan ya ng ditemukan : pink purple striae pada Cushing’s syndrome , dilatasi vena
pada sirosis hepatis atau obstruksi vena ca va inferior.
2. Umbilikus
Perha tika n bentuk, lokasi dan adanya tanda-ta nda inflamasi atau hernia.
3. Bentuk perut
Perha tika n simetri, pembesaran organ atau ada nya massa. Perhatikan juga daerah inguinal
dan femoral.
Kemungkinan yang ditemukan : tonjolan nyata, tonjolan suprapubik, hepar atau limpa
yang membesar, tumor.
4. Adanya gelomba ng peristaltik :
Normal ditemukan pada orang ya ng kurus. Abnormal pada obstruksi gastrointestinal.
5. Adanya pulsasi :
Normal : pada ora ng kurus terlihat pulsasi aorta abdominalis
Ane urisma aorta : terlihat massa dengan pulsasi

Auskultasi
De ngarkan suara bising usus dan catat jumla h frekuensi. Normal 5 sampai 34 permenit. Ada
be berapa kemungkinan yang da pat ditemuka n, a ntara lain :
1. Bising usus dapa t meningkat a tau menurun. Perubahan didapa tkan pada diare , obstruksi
usus, ileus paralitik da n peritonitis.
40
2. Desiran, didapa tkan pa da stenosis arteri renalis.
3. Friction rubs , didapatkan pada tumor hepar, infark splenikus.

Ga mbar 4. Tempat-tempat untuk


pe meriksaan auskultasi abdomen

PERKUSI
Berguna untuk orientasi abdomen, untuk meyakinkan pemeriksaan ha ti, lie n dan
mengidentifikasi ada nya cairan asites, benda padat, massa yang terisi cairan dan udara bebas
di perut serta usus.

PERKUSI HEPAR
Prosedur pe meriksaa n :

 Perkusi ringan perut di linea mediokla vikularis kanan di bawah level umbilikus ke arah ha ti
(di daerah timpani bukan pe kak).
 Beri ta nda tempa t perubahan pekak yang merupakan batas bawah hati.
 Perkusi dari daerah redup paru ke bawah pada garis yang sama .
 Beri ta nda ba tas peraliha n ke pe kak.
 Ukur panjang a ntara 2 tanda tersebut yang merupakan ”liver spans ” (tinggi ha ti).
41
 Bila hati membesar perkusi tempa t lain dan beri ta nda batas tepi hati.
Liver span normal : 6-12 cm.
Pa da pe nya kit paru obstruktif pekak hati menurun te tapi liver span normal.
Liver span meninggi : hepatomegali (he patitis, CHF), efusi ple ura kanan.
Liver span menyempit : hepar kecil (sirosis hepatis), udara be bas di ba wah dia fragma .

Langkah perkusi bila mencurigai adanya splenomegali :


 Perkusi sela iga terendah di linea a ksilaris anterior kiri. Minta penderita tarik napas dalam
da n perkusi lagi di te mpat yang sama .
 La kukan perkusi dari berbagai arah mulai dari redup a tau timpani ke ara h daerah peka k
yang diduga limpa se hingga bisa memberikan gambar batas-ba tasnya.

4-8 cm pada linea


midsternalis dekstra

6 – 12 cm pada linea
medioklavikularis sinistra

Gambar 5. Menentukan besar hepar, dengan perkusi

42
PALPASI HATI
Langkah pemeriksaan :
 Letakkan tangan kiri a nda di bela kang penderita sejajar da n menopang iga 11 dan 12.
 Ingatkan penderita untuk rile ks.
 T ekankan tangan kiri ke ke depan sehingga hati akan muda h teraba dari depan.
 Letakkan tangan kanan anda pada perut sisi kanan la teral otot rektus de ngan ujung jari
tangan tepat di ba wah daerah pekak hati.
 Ara h jari bisa ke arah kepala penderita .
 Minta penderita menarik nafas dalam. Raba tepi hepar yang menyentuh jari anda. Catat
adanya rasa sakit.
 Palpasi seluruh tepi hati, gambar batas bila membesar.
 Ukur jarak dari tepi kanan arkus kosta pada garis midklavikula ke arah garis yang dibuat.

Gambar 6. Deep Palpa tion

Gambar 7. Menilai tenderness pada hepar yang tak teraba

43
Ga mbar 8. Palpasi hepar

PALPASI LIEN
 De nga n melingkari penderita, tangan kiri diletakka n di bela ka ng bagian bawah iga-iga kiri
da n didorongka n ke depan.
 Untuk memulai palpasi letakkan tangan kanan di bawah dugaan tepi limpa dan tekanka n
ke arah limpa.
 Minta penderita bernapas dalam dan rasakan tepi limpa yang a kan turun ke ba wah da n
menyentuh jari anda .
 Se telah te pi limpa teraba lanjutkan palpasi ke arah lateral dan medial di mana a kan teraba
incisura.

Ga mbar 9. Pemeriksaan lien, palpasi lie n dengan tangan kanan

44
PALPASI GI NJAL
Ginjal kanan :
 Le ta kkan ta nga n kiri di belakang penderita tepat di bawah dan paralel dengan iga 12 dan
ujung jari tepat di sudut kostovertebra ka nan, kemudian dorong ginjal ke arah depa n.
 Le ta kka n tangan kanan secara halus di kwadra n kanan atas di lateral dan paralel terhadap
tepi otot rektus sedikit di bawah lengkung iga ka nan.
 Minta penderita bernapas dalam. Pada akhir inspirasi te kan tangan kana n kua t dan dalam
da n raba ginjal kanan antara 2 tangan.
 Pe nderita disuruh menghe mbuska n napas, bersamaan itu tekana n ta nga n kanan dikurangi
pela n-pelan.

Ginjal kiri :
Prinsipnya sama dengan ginjal kana n, bedanya :
 Pe meriksa pindah ke sisi kiri penderita.
 Gunakan tangan kanan untuk mendorong ginjal ke ara h belakang.
 Gunakan tangan kiri untuk melakukan palpasi dari depan.

Gambar 10. Pemeriksaan ginjal

NYERI KETOK GI NJAL


Dilakukan pene kanan atau pukulan pada sudut kostovertebra.

45
Gambar 11. Pe meriksaan nyeri ginjal

PALPASI AORTA ABDOMI NALIS


 Le ta kkan ta nga n kanan di perut bagia n atas lateral dari linea mediana.
 Te kan agak kuat dan dalam dan ide ntifikasikan pulsasi.

Gambar 12. Ilustrasi pemeriksaan aorta abdominalis

Gambar 12. Menilai pembesaran aorta

46
MEN ILAI KEMUNGKINAN ASITES

1. Perkusi saat tidur terlentang :


 Perkusi daerah flank ke depan sa mpai daerah timpani, beri tanda pada perbatasa n
tersebut.
 La kukan hal sama di daera h flank sisi yang lain.
 La kukan hal serupa mulai da erah suprapubik.
 Hubungka n tanda-tanda yang telah dibua t.
2. Tes pekak alih :
 Se telah membuat garis batas di a tas minta pe nderita miring ke satu sisi.
 Perkusilah da n beri tanda ya ng baru ba tas pekak timpani.
 Bila asites ( + ) pe kak akan bergeser ke bawah da n timpani ke atas.

timpa ni

timpa ni pekak

pe kak

Ga mbar 13. Menilai adanya ascites

3. Tes undulasi
 Minta asisten untuk menekan perut di linea mediana dengan tepi kedua tangan.
 Le ta kan tangan kanan pemeriksa di flank kanan da n tangan kiri di sisi kiri.
 Ke tukkan ujung jari tangan kanan secara tegas da n tangan kiri merasa kan adanya
ge tara n impuls le wat cairan.

47
Ga mbar 14. Pe meriksaan untuk tes Undulasi

SKRI NING APPENDICITIS AKUT


McBurney’s sign
1. Memperkirakan letak appendiks di titik Mc Burney (Mc Burney’s point)
Titik Mc Burney a dala h titik ima jiner yang dipergunakan untuk memperkirakan le ta k
appendiks, yaitu titik di 1/3 lateral dari garis ya ng dibe ntuk dari umbilikus dan SIAS dekstra .

Ga mbar 15. Memperkirakan letak titik Mc Burney


Ke terangan gambar :
1. Titik McBurney
2. Umbilikus
3. SIAS (spina ischiadica anterior superior) de kstra

48
2. Titik McBurney ditekan de ngan jari telunjuk.

Ga mbar 16. Menekan titik Mc Burney dengan jari telunjuk

Nyeri te ka n di titik Mc Burne y dise but Mc Burney sign , salah sa tu tanda dari a ppe ndicitis
akut. Nyeri di titik ini disebabkan oleh inflamasi dari appendiks dan persentuhannya dengan
peritone um. Nyeri akan bertamba h seiring de ngan berlanjutnya proses inflamasi.
Appendicitis tidak selalu menimbulkan nyeri te kan di titik Mc Burney, hal ini disebabka n
letak appendiks yang sangat bervariasi, misalnya a ppe ndiks yang terle tak retrocoecal (di
bela kang coecum) tida k menyebabkan nyeri te ka n di titik Mc Burne y.

Ga mbar 17. Variasi leta k appendiks, akan menunjukkan perbedaan hasil p emeriksaan

49
Rebound tenderness
Rebound te nderness atau release sign atau Blumberg sign , adalah salah satu tanda dari
appendicitis yang terliha t de nga n cara mene ka n abdomen ka nan bawah sedalam mungkin, lalu
melepaskannya secara tiba-tiba. Tanda ini positif apabila pasien merasa kesakitan (saat
dilepaskan terasa lebih sakit dibandingkan saat ditekan).

Gambar 18. Pemeriksaan rebound tenderness


Rovsing's sign
Rovsing 's sign adalah salah sa tu tanda dari appendicitis, yaitu nyeri pada daerah
appendiks saat ditekan abdomen kwa dran kiri bawah. Pada saa t dite kan peritone um akan
menegang dan terasa nyeri di te mpat yang mengalami inflamasi. Apa bila terasa nyeri hanya
pa da sisi kiri atau ke dua sisi maka perlu dipikirkan diagnosis penyakit lain pada vesika urinaria,
uterus, kolon ascenden, tuba falopii, ovarium a tau struktur anatomi lain.

Gambar 19. Pe meriksaan Rovsing 's sign


Psoas sign
Psoas sign ata u Obraztsova’s sign adalah nyeri akibat dari iritasi otot iliopsoas yang
menandaka n adanya appendicitis letak retrocoecal. Test ini dilakukan dengan cara
menegangkan otot pada posisi hiperexte nsi hip secara pasif atau mengkontraksikan otot pada

50
flexi hip aktif. Bila appe ndiks terletak dekat dengan musculus iliopsoas maka aka n
menyebabkan nyeri pada peregangan a ta u kontraksi otot.

Ga mbar 20. Kiri : appendiks letak retrocoecal dan m. iliopsoas; kanan : Psoas sign

Obturator sign
Obturator sign a ta u cope sign adalah tanda iritasi pada musculus obturator internus.
Test ini dilakukan dengan cara pasien tidur terlentang dengan flexi hip kanan 90 dera ja t,
pe gang sendi ankle kanan dengan tangan kanan pemeriksa, lakuka n endorotasi. Bila terasa
nyeri maka diduga appe ndiks mengalami infla masi, membesar sehingga menyentuh muskulus
obturator internus.

Gambar 21. Kiri : appendiks dan m. Obturator internus ; kanan : Obturator sign

51
Digital rectal examination
Digital rectal examination (DRE) dilakukan dengan cara menyentuh daerah rectovesical
pouch a ta u rectouterine pouch , amati a danya rasa nyeri, ba ndingkan sisi kana n dan kiri.

Gambar 22. Digital rectal examina tion

Cough test (Dunphy’s sign)


Cough test , dilakukan denga n cara menyuruh pasien batuk, jika terasa nyeri di abdomen
menandaka n ada nya inflamasi di titik nyeri.

PEMERIKSAAN PERIANAL
INSPEKSI :
 Area sakrokoksigeal, dapat ditemukan kista pilonidal a ta u sinus-sinus.
 Area perianal, dapat ditemukan hemoroid, kulit, herpes, kanker.

PALPASI :
Palpasi ka nalis ani da n rektum dengan sarung jari berpelumas.
Ra ba terhadap :
 Dinding rektum, dapat ditemukan kanker rektum, polip.
 Kelenjar prostat, dapat ditemukan hiperplasia jinak, kanker, prostatitis akut.
 Cobalah untuk meraba di atas kelenjar prosta t terhadap ketidakteraturan bentuk a ta u
nyeri te kan jika ada indikasi, dapa t dite muka n sekat rektal pada proses me tastasis dari
peritoneal, nyeri te ka n pada inflamasi.

52
PEMERIKSAAN HERNIA

Betty Suryawati * , Nanang Wiyono * *, I da Bagus Metria #

Pendahuluan

Ka ta hernia pada hakeka tnya adalah potrusi atau pe nonjolan sua tu kantung poritoneum,
suatu orga n a ta u lema k pra-peritone um melalui defek atau bagia n lemah (locus minoris
resiste nsi) dari dinding a bdomen yang secara normal tida k dapat dilewati. D efek tersebut da pat
merupakan cacat konginental atau akuisita.

Bagian–bagian dari hernia yaitu:

a) Cincin hernia
b) Ka ntung hernia (processus vaginalis)
c) Isi hernia

Berdasarkan terjadinya, hernia diba gi menjadi hernia bawaan (kongenital) dan


hernia dapatan (aquisita). Hernia diberi nama menurut letaknya , misalnya hernia
diaphragma tica , hernia umbilicalis, hernia fe moralis dan hernia inguinalis. Ada juga pembagia n
hernia menjadi: 1 ) hernia externa, yaitu hernia yang menonjol keluar melalui dinding
abdome n, pinggang a tau perine um dan 2) hernia interna, yaitu tonjolan isi usus tanpa
kantong hernia melalui suatu lubang dalam perut misalnya melalui foramen epiploicum
Winslowi, recessus re trocecalis atau defe k dapa ta n pada mesenterium setelah anastomosis
usus.

*Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Mare t Surakarta / Skills Lab Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Sura karta, **Bagian Anatomi Fakultas Kedoktera n Universitas
Sebelas Maret Surakarta, # Bagian Ilmu Bedah Fa kultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/
RSUD dr Moewardi Surakarta .

53
Menurut sifatnya hernia dibagi me njadi :
1. Hernia reponibilis : bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar bila berdiri a tau
mengeda n dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri
atau ge jala obstruksi usus.
2. Hernia ireponibilis : bila ka ntong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga,
biasanya disebabkan oleh perlekata n isi kantong pada peritoneum ka ntong hernia , tida k
ada keluha n nyeri atau tanda obstruksi usus. Disebut juga hernia a kre ta .
3. Hernia incarsera ta a tau strangulata : bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut disertai akiba tnya berupa gangguan pasase a tau
vascularisasi.

Hernia menurut letaknya :


1. Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis da pat terjadi kare na a nomali kongenital atau kare na sebab yang
dida pat. Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria. Pada orang ya ng sehat, ada tiga
mekanisme yang dapat mencegah terja dinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang
berjalan miring, adanya struktur m. oblikus internus obdominis yang menutup annulus
inguinalis internus ke tika bekontraksi, dan adanya fasia tra nsversa ya ng kuat menutupi
trigonum Hasselbach ya ng umumnya hampir tidak berotot. Faktor yang dapa t menyeba bka n
hernia inguinalis yang paling sering adala h ada nya prosesus vaginalis (ka ntong hernia ) yang
terbuka, pe ninggia n te kanan didala m rongga perut, da n kelema han otot dinding perut karena
usia. Hernia inguinalis dibagi lagi, yaitu :
1.1 Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinalis direk ini hampir selalu di sebabkan oleh faktor peninggia n tekanan
intraabdome n kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hasselbach. Oleh
karena itu, hernia ini umumnya terjadi bila teral, khususnya pada lelaki tua.
1.2 Hernia inguinalis lateralis
Hernia ini dise but la teralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika
inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua buah pintu dan saluran, yaitu
anulus da n kanalis inguinalis. Pada pemeriksaa n hernia lateralis, aka n tampa k
tonjola n berbe ntuk lonjong.

54
2. Hernia femoralis
Hernia femoralis biasanya muncul berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama
pa da waktu melakukan kegia ta n yang me naikkan tekanan intraabdomen. Pintu masuk hernia
femoralis adalah annulus fe moralis. Sela njutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis
yang berbentuk corong se ja jar de nga n vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar
pa da fosa ovalis di lipa t pa ha.
3. Hernia lain – lain
Ya ng termasuk dalam hernia ini yaitu hernia ya ng jarang terjadi :
a. Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya tertutup
peritone um dan kulit .
b. Hernia para-umbilikalis
Hernia para-umbilikalis merupa kan hernia melalui suatu celah di garis tengah di tepi
kranial umbilikalus, jarang spontan terjadi di te pi kaudalnya .
c. Hernia epigastrika
Hernia epigastrika adalah hernia yang keluar melalui defek di linea alba antara umbilikus
da n prosesus xifoide us. Isi terdiri a tas penonjolan jaringan lema k preperitoneal de ngan
atau tanpa kantong peritone um.
d. Hernia ventralis
Hernia ventralis adalah na ma umum untuk semua hernia di dinding perut bagia n
anterola teral se perti hernia sika triks. Hernia sika triks merupakan penonjolan peritone um
melalui bekas luka operasi yang baru maupun ya ng lama.

Ga mbar 1. Macam-macam tempa t keluarnya hernia (locus minoris resistance )

55
Ga mbar 2. Hernia Inguinalis

GAMBARAN KLINIS

1. Hernia inguinalis
Hernia inguinalis adalah hernia ya ng terjadi di re gio inguinalis. Dapat terjadi karena anomali
kongenital atau karena sebab didapat. Bisa terjadi unilateral a tau bila teral.

Diagnosis :
 Anamnesis (keluha n) :
a. Berupa benjolan di lipat paha yang muncul se waktu berdiri, ba tuk, bersin a ta u
mengedan da n menghila ng se telah berbaring.
b. Dapat dijumpai adanya nyeri, biasanya dirasaka n di daerah epigastrium a tau
para umbilicalis berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri ya ng disertai mual muntah
baru timbul jika terja di inkarserasi.
 Pe meriksaan fisik :
Inspeksi
- Perhatikan adanya asimetri pada kedua sisi lipat paha , skrotum, ata u labia dalam posisi
berdiri dan berbaring.
- Saat pasien mengedan dapa t dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
pe nonjolan di regio inguinalis ya ng berjalan dari kraniolateral ke kaudomedial. Pada
56
hernia insipen tonjolan hanya dapa t dirasa kan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung
jari di dalam ka nalis inguinalis dan tidak menonjol keluar.
Palpasi :
- Kantong hernia yang kosong dapa t dira ba pada funiculus spermaticus sebagai geseka n
dua lapis kantong yang memberikan sensasi gese kan dua permukaan sutera , dise but
tanda sarung tangan sutera. Kalau kantong hernia berisi orga n saa t palpasi dapat
diraba usus, omentum atau ovarium.
- De nga n jari telunjuk a ta u jari kelingking pada hernia pada anak dapa t dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit scrotum melaui annulus externus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi a tau tidak. Dalam hal
hernia dapa t direposisi, pada wa ktu jari masih berada di annulus externus, pasie n
diminta mengedan. Kalau hernia me nyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis
dan kala u samping jari yang menyentuh me nandakan hernia inguinalis medialis (lihat
gambar 3).

Ga mbar 3. Pemeriksaan untuk diagnosis hernia inguinalis

Ga mbar 4. Hernia Inguinalis Ga mbar 5. Hernia Umbilicalis

57
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN ABDOMEN DAN HERNI A

SKOR
No Aspek keterampilan yang dinilai
0 1 2
1. Meminta pasien untuk tidur telentang da n menerangkan tujuan
pemeriksaa n
2. Meminta pasien untuk membuka baju seperlunya agar daerah
pemeriksaa n terbuka
3. Berusaha me mbua t pasien rileks dengan cara meminta pasien
untuk menekuk lutut dan mengajak berbicara
4. Meminta penderita untuk memberika n respon terhada p
pemeriksaa n (rasa sakit, dll)
5. Berdiri di samping kanan pasien
INSPEKSI
6. Melakuka n inspe ksi dinding abdomen
7. Melakuka n inspe ksi untuk menilai geraka n peristaltik de nga n
posisi pemeriksa duduk atau sedikit membungkuk
AUSKULTASI
8. Melakuka n auskultasi se belum perkusi dan palpasi
9. Melakuka n auskultasi pada te mpat yang benar
PERKUSI
10. Melakuka n perkusi sebagai orientasi pa da keempat kuadran
abdomen
11. Melakuka n perkusi untuk menentukan batas bawah hepar (pada
line a midklavikula ka nan dari ca udal arcus costae ke kranial)
12. Melakuka n perkusi untuk menentukan batas atas hepar ( pada
line a midklavikula ka nan dari cranial arcus costae ke kaudal)
13. Melakuka n perkusi lien (di spatium interkosta di bawa h linea
axillaris a nterior kiri)
PALPASI
14. Melakuka n palpasi superficial secara menyeluruh
15. Melakuka n palpasi hepar
16. Melakuka n palpasi lien
17. Melakuka n palpasi ginjal
18. Melakuka n palpasi kandung kemih da n aorta
Melakuka n pemeriksaan ASITES
19. Penderita diperiksa dalam keadaa n tele nta ng
20. Melakuka n perkusi untuk menemukan ba tas daerah timpani da n
re dup

58
21. Meminta penderita untuk miring ke salah satu sisi tubuh
22. Melakuka n lagi perkusi untuk menemukan batas daerah timpani
dan redup
23. Melaporkan ada tida knya asites
TES UNDULASI
24. Penderita diperiksa dalam keadaa n tele nta ng dan Meminta
pasien untuk me nekakkan kedua tangannya pada mid line
abdomen
25. Mengetuk salah sa tu sisi a bdomen dengan ujung jari dan
merasa kan getaran ke tukan dengan tangan pada sisi abdomen
yang lain
26. Melaporkan ada tida knya gelombang cairan
Jumlah Skor

Pe njelasan :
0 Tidak dila kukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum se mpurna
2 Dilakukan de nga n sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperluka n dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa : Jumlah Skor x 100 %


52

59
TEKNIK ASEPTIK DAN STERILISASI

Krista nto Yuli Yarsa*, Betty Suryawati**, Warsito #

I. PENDAHULUAN
Pa da ke giatan ke terampilan teknik aseptik dan sterilisasi di semester II ma hasiwa akan
bela jar mengenai fungsi dari te knik aseptik sebelum melakukan tindaka n bedah baik itu minor
surgery atau major surgery, dan a tau tinda kan medis lainnya yang bersifat invasif.

I I . TUJUAN PEMBELAJARAN
Se telah me mpelajari ke terampila n Te knik Aseptik dan Sterilisasi ini diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Mengetahui fungsi teknik aseptik dan sterilisasi.
2. Melakuka n teknik cuci tangan yang benar.
3. Memakai sarung tangan secara steril.
4. Memakai masker, head cap dan gown secara steril.
5. Menjaga sterilitas alat dan medan operasi.
6. Melakuka n sterilisasi terhadap alat-alat medis dengan teknik yang te pat.

I I I. MELATI H TEKNI K ASEPTIK


Sala h satu komplikasi yang sering terja di setelah sua tu tindakan bedah adalah infe ksi yang
disebabka n oleh konta minasi luka oleh mikroorganisme. Komplikasi yang sering sering
menyertai tindakan bedah atau tindaka n invasif yang lain harus dicegah untuk me ngura ngi
angka morbiditas dan mortalitas dan me mperce pat penyembuhan luka. Salah satu cara
mencegah hal tersebut terjadi a dala h dengan teknik kerja yang aseptik.

*Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Mare t Sura karta /Skills Lab Fa kultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta, **Bagian Mikrobiologi Fa kultas Kedokteran Universitas Sebelas
Mare t Surakarta / Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta , # Bagia n Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Sura karta /RSUD dr Moewardi Sura karta.

60
Te knik aseptik adalah salah satu cara untuk memperoleh dan memelihara keadaa n
steril, dasar dari teknik ini adalah bahwa infeksi berasal dari luar tubuh, sehingga teknik ini
dipa kai untuk me nce gah masuknya infeksi dari luar tubuh melalui tempa t pembeda han. Aseptik
adalah se gala tindakan dan prosedur yang bertujua n untuk meminimalkan kontaminasi ole h
pa togen. Tujua n akhir dari aseptik adala h untuk menghindarkan pasien dari infe ksi dan untuk
mencegah penyebaran patoge n, se hingga de nga n teknik aseptik yang baik selain da pat
menghindarkan infeksi pa da penderita juga a ka n melindungi dokter agar tidak terinfeksi oleh
pe nderita.
Pa togen mungkin menyeba bka n infeksi melalui kontak dengan lingkunga n, personel,
atau alat-alat medis. Situasi yang mengharuskan ke adaan aseptik termasuk pembedahan,
ka te terisasi urin, prosedur intravaskular, respiratory suction , da n pemasa nga n drain.
Dalam pe mbedaha n prosedur ase ptik meliputi tinda kan sebelum, saat maupun sesuda h
tindakan bedah, yaitu :
a. Pema kaian masker da n penutup ke pala.
b. Mencuci tangan.
c. Pema kaian sarung tangan dan juba h operasi.
d. Persiapan penderita.
e. Memelihara sterilisitas medan operasi.
f. Menggunakan te knik operasi aman.
g. Sterilisitas dari rua ng operasi minor dan alat operasi.

a. Pemakaian masker dan penutup kepala


Masker digunaka n oleh opera tor untuk menghindari terjadinya penyebaran bakteri dari
operator kepada penderita pada saat operator berbicara, bersin, batuk atau saat bernafas.
Masker juga akan melindungi opera tor dari percikan dara h dari penderita yang mungkin terjadi
da n masuk ke dalam mulut operator.
Pe nutup kepala digunakan untuk mence gah kotora n a tau bakteri dari kepala opera tor
mengkontaminasi medan operasi.

61
Gambar 1. Masker, head cap , dan eye protector

b. Mencuci tangan
Walaupun operator telah me ngguna kan sarung tangan steril, te tapi dengan mencuci da n
menggosok tangan akan mengurangi risiko infeksi karena kontaminasi mikroorganisme dari
tangan operator. Hal ini karena keadaan sarung ta nga n yang hangat dan lembab akan
menyebabkan ba kteri mudah tumbuh, se hingga denga n me ncuci ta nga n sebelum
menggunakan sarung ta nga n steril akan meminimalkan dan mengha mbat pertumbuhan bakteri
di dalam sarung tangan.
Mencuci tangan juga harus disertai dengan me nyikat tangan da n lengan dengan
sikat yang lembut. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa me nyika t tangan
saat mencuci tangan tidak me nunjukan kelebihan dalam mengurangi angka bakteri
diba ndingkan tanpa sika t. Dia njurkan untuk mengguna kan spon a ta u hanya dengan a ntiseptik
saja. Te tapi, bila menggunaka n sika t gunakanlan sikat yang lembut a gar tidak
mengiritasi kulit. Gunaka n sabun untuk mencuci ta nga n. Syarat surgical soap adalah :
 Tidak bersifa t irita tif pada kulit.
 Efe ktif, artinya jumlah bakteri yang tertinggal di kulit hanya sedikit.
 Mempunyai masa antibakteri yang panjang.
 Dapa t larut dan berbusa dala m air, baik air dingin maupun panas.
 Jumlah yang dibutuhkan sedikit ( ± 8 ml) setia p kali me ncuci tangan.

62
Te knik mencuci tangan

63
64
65
c. Memakai jubah operasi (surgery gown) dan sarung tangan
Te knik mema kai surgery gown

66
67
Pe makaian sarung ta nga n
Untuk semua prosedur tindakan opera tor me ngenakan sarung tangan steril. Mema kai
da n melepas sarung tangan harus dilakukan secara benar. Sarung tangan diga nti :
• Bila tangan menyentuh bagian luar dari sarung tangan.
• Bila sarung tangan menyentuh benda yang tidak steril.
• Bila sarung tangan bocor, sobek a tau tertusuk.
Sarung ta nga n biasanya telah dibungkus dan dita ta de nga n baik agar dapat dipa kai
tanpa me ngotori bagian luarnya. Sarung ta nga n pertama harus dipasang dengan memegang
lipatannya saja, sedangkan sarung tangan kedua harus dipegang dengan menggunaka n sarung
tangan pertama. Pada sarung tangan yang terbungkus, bungkus luarnya tidak steril, sedangkan
bungkus dalamnya steril, sehingga bila anda a kan membuka sendiri ka ntong sarung ta nga n
anda, maka lakukan sebelum mencuci tangan.

Te knik mema kai sarung tangan dengan jubah operasi

68
69
Te knik mema kai sarung tangan ta npa jubah operasi
1. Persiapkan tempat ya ng lapa ng untuk membuka sarung tangan. Bukalah bungkus sarung
ta nga n sebelum me ncuci tangan a ta u dibukaka n oleh orang lain. Bukala h bungkus bagia n
dalam sarung tangan. Maka tampak sarung tangan terlipat dengan telapak tangan dia tas
dan dilipat. Ambil sarung tangan pertama hanya dengan menyentuh bagian luar lipa tan
yang nanti aka n menjadi bagian dala m setelah dipa kai.
2. Dengan memegang luar lipatan masukkan ta nga n anda tanpa menyentuh bagian luar
sarung tangan. Pegang dengan satu tangan dan ta nga n yang masukkan ke sarung ta nga n
(pega ng pa ngkal sarung tangan yang terlipat de nga n ta nga n kiri, tangan kana n
dimasukkan ke sarung tangan).
3. Angkat ambil sarung tangan kedua dari dalam lipatan. Masukkan tangan a nda .
4. Perha tika n sarung tangan pertama tidak boleh menyentuh bagian kulit ta nga n yang belum
bersarung ta nga n. Ambil sarung tangan ya ng lain dengan ta nga n yang sudah bersarung
ta nga n, masukkan tangan ke dalam sarung tangan.
5. Balikkan lipatan sarung ta nga n pertama dengan me masukkan tangan diba wah lipatan.
6. Balikkan sarung tangan kedua seperti pada sarung tangan pertama . Betulkan le ta k sarung
ta nga n sampai tepat pada jari-jari.
Yang perlu diperha tikan pada cara ini adala h agar ba gian luar sarung tangan tida k
tersentuh oleh tangan secara langsung. Ole h karena itu sarung tangan steril biasanya
pangkalnya dilipat keluar agar dapat dipakai sebagai pegangan pada saat memakainya
seperti pada gambar di bawah ini.

70
Gambar 4.1 Prosedur mema kai sarung tangan tanpa jubah operasi

Melepas sarung tangan


Sarung tangan yang sudah digunakan harus dilepaskan secara ha ti-hati, karena sarung
tangan tersebut dapa t mengandung bahan infe ksius. Dasarnya adalah bagian luar sarung
tangan ya ng telah terkena darah da n cairan dari penderita ja nga n sampai me nyentuh kulit kita.
Lepas sarung tangan dengan perlahan dan hati-hati sehingga tidak
ada darah yang memercik ke kulit kita. Lepaskan sarung tangan sebelum menyentuh benda
yang lain karena aka n mengkonta minasi benda tersebut.

71
Te knik melepas sarung tangan

72
d. Persiapan penderita
Persiapan ya ng baik dari pe nderita denga n menggunakan zat antiseptik secara
bermakna a kan mengurangi jumlah mikrorga nisme pa da kulit penderita. Seluruh daerah operasi
harus dibersihkan seluruhnya . Bila menjumpai penderita dengan kulit ya ng berambut tida k
direkomendasikan untuk me ncukur rambut dengan shaver karena goresan dan luka pada kulit
da pat menjadi tempa t pertumbuhan bakteri. Lebih disarankan untuk menggunting pe nde k
rambutnya.
Pe nelitian me nunjukan bahwa kulit yang tidak dicukur mempunyai risiko infe ksi se tela h
operasi yang lebih kecil. Tetapi bila harus dicukur, la kukan de nga n mengguna ka n air dan sabun
antiseptik a tau secara kering. Lakukan pencukuran sesaat sebelum dila kukan tindakan.
Cara melakukan antiseptik pada kulit penderita a dalah :
 Setelah kulit dibersihkan dengan air dan sabun, opera tor menggosok kulit medan operasi
menggunakan kasa a ta u kapas yang dibasahi caira n antiseptik dan dijepit dangan klem
kasa.
 Kasa yang telah dibasahi antiseptik diusapkan secara lembut de ngan ara h sirkuler, dimulai
dari tangah meda n operasi melingkar ke arah luar. Jangan menggunakan alkohol untuk
mencuci mukosa .

Ga mbar 6.1 Mensuciha makan medan operasi

e. Memelihara sterilitas medan operasi


Sterilitas medan operasi dilakuka n dengan cara memasang duk steril berluba ng pada
da erah operasi dan mela pisi me ja yang diguna kan untuk meletakkan alat-ala t ya ng
akan digunakan untuk operasi dengan duk steril.
 Hanya be nda-be nda steril yang boleh berada disekitar medan operasi.

73
 Perha tika n jangan sa mpai mengotori ala t operasi pada saa t membuka dari bungkusa n
steril.
 Ganti alat ya ng terkonta minasi.
 Jangan tempatkan medan steril deka t da nga n pintu a ta u je ndela .
 Bila a nda ragu masih steril atau telah terkonta minasi, a nggapla h sudah terkontaminasi.

Menggunakan teknik operasi yang a man


Menggunakan teknik operasi yang halus, mengendalikan perdarahan dengan baik da n
memperlakukan jaringan dengan baik, akan dapat mengurangi risiko infeksi pasca operasi,
karena bakteri a kan mudah menyerang se telah perla kuan yang kasar dan berlebihan pada
jaringan dan perdarahan yang tidak terkontrol.

Sterilisasi ruang operasi


De nga n membatasi jumla h orang di dalam ruang tindakan aka n menurunkan risiko
infeksi.
 Tutup pintu dan gorden.
 Batasi orang yang masuk dalam ruang operasi. Ya ng diijinkan masuk hanya personil yang
berkepentingan dala m prosedur ini.
 Setiap personil ya ng masuk harus mengenaka n penutup kepala , alas ka ki, masker, dan
baju bersih.
 Rua ng ditutup mencega h debu dan serangga
 Bersihkan lantai, alat-ala t, troli, meja yang mungkin terkena dara h a ta u caira n tubuh
dengan disinfe ktan setelah mengerja kan sua tu tindakan.
 Memakai AC bila me mungkinkan.

STERILISAS I DAN DESI NFEKSI ALAT-ALAT MEDIS


a. Autocla ve
Alat biasa nya dibungkus kemudia n dimasukka n dalam autoclave . Temperatur dinaikkan
sampai 120 oC dan teka nan 20-25 pm sela ma 15-30 menit.
b. Etilen Oksida
Alat-alat ya ng tidak tahan panas, misalnya plastik dan karet, maka diberi etile n oksida
da n dimasukkan dala m a utoclave khusus, temperatur dinaikkan 50-60 oC selama 3 jam.

74
c. Sterilisasi dingin
De nga n merendam alat-alat dalam larutan formalin a tau yodoform, te ta pi se telah
direndam harus dibilas dengan cairan steril.
d. Radiasi sinar gamma
Terutama untuk alat-alat yang mudah rusak kalau dipanaskan.
e. Filtrasi
Untuk bahan-bahan cair biasanya disterilka n dengan cara filtrasi melalui saringan
milipore berukuran 0,22 µm. Sela ma pembeda han ala t-alat yang suda h disterilkan dite mpatka n
pa da tempa t yang steril pula .
f. Antise ptik
Antise ptik adalah cairan ya ng digunakan secara topikal sebagai prosedur antisepsis,
ba nya k obat yang digunakan untuk prosedur ini diantaranya yang sering dipakai adala h
povidone yodium. Povidone yodium mempunyai efek a ntimikroba yang luas, tidak mengiritasi
kulit bila dibandingkan iodine biasa seingga bisa diguna kan pada mukosa . Efektifitas tida k
terlalu terganggu oleh ma terial organik seperti darah. Efeknya bekerja setelah 1-2 menit da n
untuk efe k yang optimal harus ditunggu selama beberapa menit. Iodine sendiri sudah jarang
dipa kai karena mengiritasi kulit.
Klorhe ksidin glukona t (Hibiscrub ® , Hibitane ® , Sa vlon ® ) mempunyai efe k a ntimikroba
yang luas tetapi pada tuberkulosis dan jamur mempunyai efe k minimal. Efek a ntimikrobanya
pa njang sampai 6 jam setelah pemakaian dan tidak terganggu oleh ma terial organik. Terkadang
dilaporkan menyebabkan iritasi terutama bila digunakan pada daerah ge nital. Sa nga t dianjurka n
untuk mencuci kulit dan merupa kan antiseptik terbaik pengganti povidone iodine . Klorheksin
glukona t merupaka n antiseptik ya ng umum diguna kan untuk mencuci tangan tim operasi.
Alkohol 70 % mempunyai efe k a ntimikroba yang luas, kerjanya cepa t, paling efe ktif
dalam mengurangi mikroba , efe ktifitas tidak terlalu terganggu ole h material organik.
Kerugiannya karena alkohol bersifa t mengeringka n kulit dan tidak bisa dipakai pada mukosa,
sebaiknya diguna kan pada kulit yang bersih da n kering agar lebih efe ktif.

75
CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN MENCUCI TANGAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
1 Melepaskan semua perhiasan dari jari tangan, pergela ngan
tangan dan le her, atur temperatur air, siapka n sabun da n
sikat
2 Membasahi ta nga n dan lengan sampai kura ng lebih 3 cm di
atas siku da n memakai surgical deterge nt secukupnya.
3 Membersihkan jari-jari, dengan menyikat ujung jari tangan
da n kuku. Ketika menyikat usahakan ta nga n diatas siku
secara melingkar, da n jauhkan dari badan.
4 Menyika t daerah palmar, punggung tangan, sela ibu jari dan
jari, gosok masing-masing permukaan
5 De nga n posisi tangan di atas siku, a mbil antiseptik
secukupnya dan mencuci tangan lagi mulai dari ujung jari
sampai ke siku
6 Membilas ta nga n dengan air satu persa tu dan tetap
mengangka t tangan di atas siku
7 Mengeringkan tangan dengan kain steril, dari ujung jari
sampai siku. Menggunakan satu sisi kain untuk setiap
tangan
8 Memperta hankan tangan dan lengan lebih tinggi daripada
siku dan menja uhkan tangan dari badan
SKOR TOTAL

Pe njelasan :
0 Tidak dilakuka n mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna , atau bila aspe k tersebut tidak dilakuka n mahasiswa
karena situasi ya ng tida k memungkinkan (misal tida k diperlukan dala m skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100 %


16

76
CHECKLIST PENILAIAN
TEKNIK MENGGUNAKAN SARUNG TANGAN TANPA JUBAH
OPERASI

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
1 Dapat menyiapkan sarung tangan dengan te pat/siap
pakai.
2 Mengambil sarung tangan kanan dengan tangan kiri pada
lipatan keluar bagian proximal.
3 Memasang sarung tangan terse but pada ta nga n kanan
ta npa me nyentuh ba gian luarnya.
4 Mengambil sarung tangan kiri dengan tangan ka nan pada
sisi dalam lipatan sarung tangan.
5 Memasang sarung tangan kiri tanpa tangan ka nan
menyentuh tangan kiri.
6 Balikkan kedua sarung tangan de nga n memasukkan
ta nga n pada bagian bawah/pangkal lipatan.
7 Membetulkan letak sarung tangan sampai tepat pada jari-
jari.
SKOR TOTAL

Pe njelasan :
0 Tidak dilakuka n mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna , atau bila aspe k tersebut tidak dilakuka n mahasiswa
karena situasi ya ng tida k memungkinka n (misal tidak diperlukan dala m skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100 %


14

77
CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN MEMAKAI JUBAH OPERASI

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
1 Dengan sa tu tangan mengambil jubah operasi ( gown terlipat)
dan hanya me nyentuh lapisan paling luar
2 Me mega ng gown tanpa gown menyentuh tubuh dan benda
lain yang tak steril
3 Masukka n kedua lengan pada lengan gown
4 (de ngan bantuan asiste n) Ujung jari tidak menyentuh bagian
luar ujung gown .
5 (Asisten aka n membantu merapikan gown). Perha tikan bahwa
asisten hanya boleh menyentuh permukaan bagian dalam
gown .
SKOR TOTAL

Pe njelasan :
0 Tidak dilakuka n mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna , atau bila aspe k tersebut tidak dilakuka n mahasiswa
karena situasi ya ng tida k memungkinka n (misal tidak diperlukan dala m skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100 %


10

DAFTAR PUSTAKA
1. Berry & Kohn’s, 1996, OPERAT ING ROOM TECHNI QUE, 8th edition, Mosby-Yearbook,
Inc Bookrags 2006. Antiseptic. http: //www.bookrags.com/sk/antise ptik.
2. Encyclope dia of Surgery: A Guide for Patie nts a nd Caregivers, Ase ptic Technique.
http:/ /www.surgerye ncyclopedia.com/A-Ce /Aseptic-Technique.html
3. Medical Education Division, Brookside Associa tes Ltd., 2008, Scrub, Gown, and Glove
Procedure .http: //www.brooksidepress.org/Products/Scrub_Gown_a nd_Glove_Procedures
/Index.htm
4. Dudley, Eckersley, a nd Brown 1999. A Guide to Practical Procedures in Medicine and
Surgery, Butterworth-Heinema nn Ltd., London.
5. Engender Health, 2001, Aseptic Technique.
http:/ /www.e ngenderhealth.org/IP/About/ip.pdf
6. Sodera, Saleh da n Evans, 1991, Illustrated Handbook of Minor Surgery and Operation
Technique, Heine man Medical Book, London.

78

Anda mungkin juga menyukai