Anda di halaman 1dari 20

Program Study Profesi Ners

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia

Nama :Ramiati

NIM : 14420192160

PEMERIKSAAN FISIK PER SISTEM

 TANDA – TANDA VITAL


1. Tekanan darah
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
a. Bayi usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg
b. Usia 1 - 6 bulan : 90/60 mmHg
c. Usia 6 - 12 bulan : 96/65 mmHg
d. Usia 1 - 4 tahun  : 99/65 mmHg
e. Usia 4 - 6 tahun : 100/60 mmHg
f. Usia 6 - 8 tahun : 105/60 mmHg
g. Usia 8 - 10 tahun : 110/60 mmHg
h. Usia 10 - 12 tahun : 115/60 mmHg
i. Usia 12 - 14 tahun : 118/60 mmHg
j. Usia 14 - 16 tahun : 120/65 mmHg
k. Usia 16 tahun ke atas : 130/75 mmHg
l. Usia lanjut : 130-139/85-89 mmHg

1. Tempat untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah:


a.Lengan atas
b. Pergelangan kaki
2. Nadi
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
a. Ateri radalis                     : Pada pergelangan tangan
b. Arteri temporalis             : Pada tulang pelipis
c. Arteri carotis                   : Pada leher
d. Arteri femoralis               : Pada lipatan paha
e. Arteri dorsalis pedis        : Pada punggung kaki
f. Arteri poplitea                 : pada lipatan lutut
g. Arteri bracialis                 : Pada lipatan siku

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:


a. Bayi baru lahir                 : 110 – 180 kali per menit
b. Dewasa                            : 60 - 100 kali per menit
c. Usia Lanjut                      : 60 -70 kali per menit
3. Pernafasan
Satu kali Respirasi = satu kali Inspirasi + satu kali EkspirasiJumlah
pernapasan normal adalah:
a. Bayi         : 30 - 40 kali per menit
b. Anak        : 20 - 50 kali per menit
c. Dewasa    : 16 - 24 kali per menit
4. Suhu badan
Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
a. Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 - 15
menit.
b. Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 - 5
menit.
c. Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 - 3 menit
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada
pada 36ºC - 37,5ºC.

 SISTEM CARDIOVASKULER
a. Inspeksi
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga
mediastinum.Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring
terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek
kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa
berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks
jantung.Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di
tengah-tengah daerah tersebut.Pulsasi timbul pada waktu sistolis
ventrikel.Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan
adanya pembesaran ventrikel kiri.
b. Palpasi
1. Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang
atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak
medial dari linea midclavicularis sinistra.Pada anak-anak iktus tampak
pada ruang interkostal IV.
2. Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus
curiga adanya kelainan pada aorta.Aneurisma aorta ascenden dapat
menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan
denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya
dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
3. Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup
bawaan atau penyakit jantung congenital. Getaran yang lemah akan
lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik
karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan
terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
c. Perkusi
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas
jantung.Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung
yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta.
1. Batas kiri jantung
a. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
b. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita
tetapkan sebagai batas jantung kiri.
c. Normal :
Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri
(tempat iktus)
2. Batas Kanan Jantung
a. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
b. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak
jauh dari dinding depan thorak
c. Normal :  
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-
IV kanan, di linea parasternalis kanan.
    batas atas di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan.

d. Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut
1. Dengarkan BJ I pada :
a. ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
b. ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
2. Dengarkan BJ II pada :
a. ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
b. ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II
Pulmonal)
3. Dengarkan BJ III (kalau ada)
a. Terdengar di daerah mitral
b. BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak
melebihi separo dari fase diastolik, nada rendah
c. Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
d. Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu,
BJ III merupakan tanda abnormal.
e. BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.

Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-


dub.Lub adalah suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang
menandai awal sistole. Dub adalah suara katup aorta dan katup pulmonalis
sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan
terdengar suara yang terpecah.
https://youtu.be/vL2vcKxYXUI

 SISTEM PENCERNAAN
a. Inspeksi
1. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
2. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
3. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk
melemaskan/relaksasi otot- otot  abdomen.
4. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
5. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan
warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola
vena, dan  striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
6. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
7. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau
penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk
berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran
area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah
abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
8. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan
memasang tali/ perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah
simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai dimana batas lingkar
abdomen, lakukan  monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan
abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh.
9. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
10. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya
gerakan peristaltik atau denyutan aortik.
b. Palpasi
1. Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah
kanannya.
b. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari
area yang telah diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah,
seperti apendisitis.
c. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar,
dengan jari- jari ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan
sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1
cm untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau
adanya massa.
e. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5
cm, untuk mengetahui keadaaan organ dan mendeteksi adanya
massa yang kurang jelas teraba selama palpasi
f. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang
dalam, meliputi ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri,
denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya
tanda/ rasa tidak nyaman.
h. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan
dalam kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah
nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk
melihat kontraksi otot-otot abdominal
2. Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan
posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan
tekananlah  kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga
ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas
bawah hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat
abdomen mengempis.
3. Kandung Empedu
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.Letakkan
telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior
pasien pada iga XI dan XII dan tekananlah  kearah atas.
c. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga
ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas
bawah hati.
d. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
e. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat
abdomen mengempis
f. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
g. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk
menarik napas dalam selama palpasi.
4. Limpa
a. osisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di
bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas
abdomen dibawah tepi kiri kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk
menarik napas dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah
tangan pemeriksa
g. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi
pasien berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah
difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
5. Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen
bagian atas tepat garis tengah.
c. Auskultasi
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri
bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak
berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk
mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya
bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif,
tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan
dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan
bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas
arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang
kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau
denyutan aorta.
d. Perkusi
1. Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang
timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ
dibawah kulit.Organ berongga seperti lambung, usus, kandung
kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada
hati, limfa, pankreas, ginjal.
2. Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi
kanan pasien.
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi
umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan
suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati
tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga
kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5
sampai ke celah tulang iga ke 7.
f. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan
pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu
berkisar 2 – 3 cm.
3. Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan
bagian epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi
timpani
https://youtu.be/84r-9gYS2tc

 PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN


a. Inspeksi
1. Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi
duduk.
2. Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
3. Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi,
massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan
lordosis, jumlah irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.
4. Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau
pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
5. Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas
dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation
(CAL)/COPD.
6. Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar
1:2 sampai 5:7, tergantung dari cairan tubuh klien.
7. Kelainan pada bentuk dada :
a. Barrel Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation paru.
Terjadi peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada
klien emfisema.
b. Funnel Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi
dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung
dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur.
Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.
c. Pigeon Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari
ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter
AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d. Kyphoscoliosis, Terlihat dengan adanya elevasi scapula.
Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat
timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e. Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae
torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.
f. Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai
rotasi vertebral.
8. Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau
pleura.
9. Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1. Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal premitus (vibrasi).
2. Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4. Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
c. Perkusi
1 Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ
yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2 Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan untuk mengetahui batas
antara bagian jantung dan paru.

d. Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan
suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a. Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau daerah
suprasternal notch. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada
inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
b. Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan.
c. Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial
dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas
yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini
terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding
dada.
https://youtu.be/vofB0AjWm9k

 SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Inspeksi
1. Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk
menampakkan seluruh tubuh.
2. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan
amati adanya atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang belakang,
diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
3. Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya
dengan menggunakan meteran.
4. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan
kontraktur yang ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5. Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6. Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang,
bahu yang tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan
skapula yang menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke
depan.
7. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan
Persendian.
8. Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9. Inspeksi pergerakkan persendian.
b. Palpasi
1. Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif
dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi
tiba-tiba secara involunter (spastisitas).
2. Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau
mendorong tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas
kanan dengan ekstremitas kiri.
3. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4. Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan
memberikan informasi mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi
bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya
ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Permukaan yang
kurang rata, seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya
krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling
bergeseran satu sama lain.
5. Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis
menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada
rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon
yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan
sendi mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan
terletak dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
6. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s
(memiliki nilai 0 – 5)
 0    =   Tidak ada kontraksi sama sekali.
 1 = Gerakan kontraksi.
 2    =   Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
Melawan tahanan atau gravitasi
 3     =   Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
 4     =   Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
 5     =   Kekuatan kontraksi yang penuh.
c. Perkusi
1. Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º,
supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan
siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º,
tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada
pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah
kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan
hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-
otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan
pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa
diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal
berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan
dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan
bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting .Ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test
ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah
jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari
kaki.
https://youtu.be/ryasnRf6vPU

 SISTEM ENDOKRIN
a. Inspeksi
1. (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease
atau cushing syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes
mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme.
2. Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat
diindikasikan dengan penyakit akromegali mata.
3. Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan
oleh klien dengan penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh
terdapat pada penyakit hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme.
Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
4. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang
jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang
yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
5. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium
tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme karpal).
b. Palpasi
1. Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme.
Dimana kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien
dengan hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan
DM.
2. Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain
pada trachea dibawah kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan
kepala ke kanan Minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan.
pindahkan pada sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) :
Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.
c. Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi
bunyi "bruit“.Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh
darah tiroidea.Normalnya tidak ada bunyi.
https://youtu.be/6fqKZRzA4Q4

 SISTEM INTEGUMEN
a. Inspeksi
1. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi
yang tidak teratur
2. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
3. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
4. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.

b. Palpasi
1. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
2. Tekstur kulit.
3. Turgor kulit, normal < 3 detik
4. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur,
bentuk, mobilisasi.
5. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5
detik.
https://youtu.be/8rxeW61VNE0

 SISTEM NEUROLOGI
a. Inspeksi
1. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan
melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu,
tempat dan orang.
2. Kaji status mental.
3. Kaji adanya kejang atau tremor.
b. Palpasi
1. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi,
tipe dan pengobatannya.
2. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami
gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
3. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot,
pergerakan dan postur.
c. Perkusi
1. Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
2. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal
berupa gerakan plantar fleksi kaki.
https://youtu.be/IfN1AuLmVjc
 SISTEM REPRODUKSI
a. Inspeksi
1. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan
pemeriksaan tambahan.
2. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
3. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
4. Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah
ada perubahan pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae
lividae, striae nigra, hiperpigmentasi, dan areola mamma.

b. Palpasi
1. palpasi menurut Leopold I-IV
2. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan
serviks.
3. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan
apakah ada ketegangan ketuban.
4. Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang
terendah dari janin, penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan
rangkap, apakah ada penghalang di bagian bawah yang dapat
mengganggu jalannya persalinan.
5. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks
dan apakah bagian janin masih dapat didorong ke atas.

c. Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim,
denyut jantung janin, aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan
retroplasenter.
https://youtu.be/PyLyGhkLA2c
 SISTEM PERKEMIHAN
a. Inspeksi
1. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna,
kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
2. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria,
serta riwayat infeksi saluran kemih.
3. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter
atau urostomy atau supra pubik kateter.
4. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang
terkait dengan sistem perkemihan.
b. Palpasi
1. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
2. Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan
pasien. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada
costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk
mendorong ginjal ke
3. depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan
atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada
puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta
untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri
tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas,
lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
4. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri
penderita, Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari
belakan. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas
di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk
menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba).
c. Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan
mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan
pemeriksa berdiri di belakang penderita.Satu tangan diletakkan pada sudut
kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan).Satu
tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra
torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan
tangan (ginjal kiri).Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap
pemeriksaan bila ada rasa sakit.
https://youtu.be/hMMxec8VqQc

Anda mungkin juga menyukai