Anda di halaman 1dari 5

Tugas Kelompok ke-2

Minggu 5

Essay

1. Jelaskan yang dimaksud dengan evaluasi sistem pengendalian manajemen!

Jawab :

Evaluasi Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) merupakan pemahaman serta


pengujian terhadap tahapan-tahapan proses suatu kegiatan yang dilakukan, dengan
menilai dan menguji tahapan-tahapan tersebut maka akan diperoleh kesimpulan tentang
resiko atau kelemahan suatu sistem tersebut. Pemahaman biasanya menggunakan cara-
cara audit diantaranya permintaan keterangan, verifikasi dokumen, dan observasi.

Sumber : LN4-Designing and Evaluating Management Control Systems (PDF)

2. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari action control!

Jawab :

Kelebihan action control:

- Jenis control ini cenderung menyebabkan dokumentasi dari kumpulan pengetahuan


tentang apa yang terbaik.

- Action control terutama dalam bentuk kebijakan dan prosedur merupakan cara yang
efisien dalam membantu koordinasi dalam perusahaan.

Kelemahan action control :

- Keterbatasan atas kenyataan yakni pengetahuan yang sangat baik tentang apa yang
diharapkan hanya pada pekerjaan yang tingkat rutinitasnya tinggi.

- Kebanyakan action control sering menghambat kreativitas, inovasi dan adaptasi.


Karyawan sering bereaksi terhadap action control dengan menjadi pasif. Mereka
mengembangkan kebiasaan pekerjaan hanya berdasarkan aturan kerja yang diberikan
sehingga tidak berpikir tentang bagaimana mengembangkan proses yang dapat
ditingkan yang pada gilirannya kurang menyukai perubahan.

ACCT6182 – Management Control System


- Action accountability khususnya dapat menyebabkan kecerobohan karena karyawan
yang sudah terbiasa dengan system kerja yang ada cenderung untuk mengambil jalan
pintas.

- Action control sering menyebabkan negative attitudes karena sebagian atau


kebanyakan orang tidak senang dengan system demikian. Orang yang terbiasa bebas,
kreatif mungkin merasa tidak cocok karena tidak dapat mengatualisasikan diri sendiri.

- Beberapa action control khususnya yang membutuhkan preaction review adalah


mahal. Hal ini disebabkan orang yang melakukan review memiliki pengetahuan yang
lebih baik dari yang di-review. Karena yang melakukan review memiliki pengetahuan
yang lebih baik maka baik waktu dan jasa mereka mahal.

Sumber : LN4-Designing and Evaluating Management Control Systems (PDF)

3. Sebutkan dan jelaskan beberapa alternatif transfer pricing!

Jawab :

Alternatif transfer pricing :

a. Market–based transfer prices.

 Dalam situasi dimana terjadi kompetisi pasar yang sempurna penggunaan metode ini
optimal untuk pengambilan keputusan dan evaluasi kinerja. Kompetisi pasar yang
sempurna terjadi bila barang yang diperdagangkan adalah sejenis dan tidak ada
pembeli dan penjual yang dapat mempengaruhi harga.

b. Marginal cost transfer prices.

 Penentuan transfer pricing menggunakan marginal cost memudahkan untuk


menentukan total kontribusi yang dihasilkan produk atau jasa yang akhir yakni
pengurangan dari harga jual oleh marginal cost. Namun penetuan harga transfer
dengan metode ini menimbulkan persoalan dipandang dari perpektif pusat

c. Pertanggung jawaban (responsibility center).

 Hal ini juga ditunjukkan dari survei sebagaimana dinyatakan oleh Merchant (2017)
bahwa metode ini jarang digunakan. Hal ini disebabkan metode ini menyajikan
informasi yang minim untuk mengevaluasi economic performance dari baik divisi
yang menjual maupun yang membeli. Metode ini juga kadangkadang sulit untuk
diimplemetasikan. Sangat sedikit perusahaan yang dapat menghitung marginal costs
secara akurat. Untuk menghitung direct cost bukan sebuah permasalahan namun

ACCT6182 – Management Control System


untuk menghitung indirect cost ini menjadi persoalan. Perusahaan yang menggunakan
marginal cost transfer pricing biasanya mendefinisikan marginal costs sebagai
standard variable cost, namun tidak ada batasan yang jelas antara biaya variabel dan
biaya tetap.

d. Full Cost Transfer Prices.

 Penentuan transfer pricing menggunakan metode full cost atau full cost plus
digunakan secara lebih luas. Metode ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama,
metode ini menyediakan sebuah pengukuran yang bersifat jangka panjang. Kedua,
metode ini relatif mudah untuk diimplementasikan karena perusahaan memiliki
sistem untuk mengkalkulasi metode full cost. Terakhir, metode ini tidak mendistorsi
untuk evaluasi karena memperkenankan untuk paling sedikit sejemlah harga pokok
produksi. Namun metode ini juga memiliki kekurangan seperti tidak memberikan
keuntungan bagi divisi yang menjual barang atau jasa bila hanya didasarkan pada
harga pokok produksi kecuali menggunakan metode full cost plus.

e. Negotiated Transfer Prices.

 Penentuan transfer pricing dengan alternatif ini memungkinkan profit center yang
menjual dan profit center yang membeli untuk menegosiasikan harga yang sesuai
diantara mereka. Metode ini akan efektif bila kedua pihak tidak saling menekan,
yakni profit center penjual memiliki kemungkinan untuk menjual produknya kepada
pihak luar begitu pula profit center pembeli. Namun, metode ini sering menyebabkan
masalah biaya yang mahal jika dihubungkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh
manajemen. Negosiasi sering berakhir dengan konflik yang membutuhkan mediasi
dari manajemen pusat. Adapun hasil negosiasi sering tergantung pada keahlian
bernegosiasi dan bargaining power dari manajer yang terlibat dari pada hasil yang
optimal secara ekonomi.

f. Variations.

 Metode dual-rate transfer prices merupakan variasi dari metode transfer pricing yang
utama. Dalam metode ini profit center penjual dikreditkan berdasarkan harga pasar
atau perkiraan harga pasar. Di sisi lainprofit center pembeli membayar hanya
sejumlah marginal atau full cost dari biaya produksi. Skema ini menimbulkan
keuntungan ganda pada induk perusahaan yang dieliminasi pada saat pembuatan

ACCT6182 – Management Control System


laporan keuangan konsolidasi. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu
dapat merusak insentif ekonomi yang layak bagi entitas internal.

Sumber : LN5-Financial Responsibility Centers (PDF)

Kasus

4. Transfer Pricing PT Adaro

Sejak 2001 PT ADARO Indonesia diketahui mengikat perjanjian dengan anak


perusahaannya, Coaltrade Services International Pte Ltd, perusahaan terafilisiasi yang
berbasis di Singapura. Negosiasi kontrak tidak dilakukan secara arms length (prinsip
kewajaran) mengingat struktur kepemilikan yang sama dengan PT ADARO sehingga
sangat menguntungkan Coaltrade. Meskipun Singapura bukan negara tax heaven
country namun rezim perpajakan di Singapura jauh lebih lunak dibandingkan di
Indonesia. Singapura hanya memungut 10% corporate income tax (PPh Badan), lebih
rendah daripada PPh Badan yang dilakukan oleh Indonesia.
Berdasarkan perjanjian, PT ADARO menjual batubara berkalori tinggi kepada Coaltrade
dengan harga fixed dibawah harga international. Tetapi, kemudian Coaltrade menjualnya
dengan harga international. Berdasarkan perjanjian yang berlaku yang berlaku sejak
Oktober 2005, Coaltrade setiap tahun berhak membeli sampai 10 juta ton batubara
dengan harga maksimum US$ 32 per ton. Padahal, di akhir 2007, harga batubara telah
menembus US$95 per ton. Coaltrade adalah perusahaan yang didirikan oleh pemegang
saham PT ADARO dan hal itu dinilai DPR untuk mengelabuhi rezim perpajakan di
Indonesia. Coaltrade adalah perusahaan kertas (paper company) yang berfungsi untuk
mengeruk laba dengan membeli batubara dari PT ADARO. Di duga praktik transfer
pricing ini adalah salah satu upaya PT ADARO untuk menghindari pajak penghasilan
sebesar 45 persen.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, kasus ini mencuat akibat pertarungan
koglomerat Sukanto Tonoto dengan Edwin Soeradjaya Cs. Dari situlah muncul dugaan
PT ADARO Indonesia menjual batubara di bawah harga pasar kepada perusahaan
afiliasinya di Singapura Coaltrade Services International Pte Ltd, pada tahun 2005 dan

ACCT6182 – Management Control System


2006. Dalam dokumen laporan keuangan Coaltrade pada tahun 2002-2005, terlihat laba
Coaltrade lebih tinggi dari PT ADARO. Laporan keuangan tersebut menimbulkan
kecurigaan, bagaimana mungkin PT ADARO yang memiliki tambang kalah dengan
trader. Ditambah lagi soal informasi terkait permohonan Mezzanine Facility PT ADARO
Maret 2007 serta Bond Issuance Prospectus ADARO tahun 2005.

Praktik penghindaran pajak seperti yang dilakukan PT ADARO diatas, jika diteruskan
terus-menerus maka akan membuat kerugian yang cukup signifikan bagi negara
Indonesia. Apalagi, mengingat sektor pajak masih menjadi penyumbang mayoritas
pendapatn negara. Sebanyak 70 persen sumber dana APBN di dapat dari pajak. Hal ini
jelas menyebabkan negara menderita kehilangan pendapatan pajak dengan jumlah yang
cukup banyak. Negara dirugikan dari aspek Pajak Penghasilan 30% dan royalti sebesar
13,5% dari selisih harga yang terjadi karena transfer pricing. Untuk setiap US$10 selisih
harga dalam transfer pricing, kerugian negara tiap tahun akibat hilangnya potensi Pajak
Penghasilan mencapai 4 triliun dengan asumsi US$1 sama dengan Rp9200. Dari
berkurangnya pendapatan pajak itu saja, sudah akan memberikan dampak bagi
pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampak-dampak tidak langsung yang
kemudian muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya
dana bantuan atau subsidi pemerintah.
Sumber: antaranews.com

Pertanyaan:

a. Apakah pada dasarnya transfer pricing diperbolehkan? Jelaskan jawaban Anda!

b. Jelaskan pelanggaran transfer pricing dalam kasus PT Adaro!

ACCT6182 – Management Control System

Anda mungkin juga menyukai