Anda di halaman 1dari 19

PERKEMIHAN

Sistem urinaria terdiri dari :


1. Ginjal, yang berfungsi mengeluarkan sekret urine
2. Ureter, yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih
3. Kandung kemih, yang bekerja sebagai penampung dan,
4. Uretra, yang berfungsi mengeluarkan urine dari kandung kemih.

Keempat sistem urinaria tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

FISIOLOGI FILTRASI PLASMA DARAH

Ginjal menerima sekitar 1000-1200 ml darah per menit (20% dari cardiac
output). Jumlah cardiac output per menit sekitar 5000 ml. Laju aliran darah sebesar ini
untuk menjaga agar ginjal mampu menyesuaikan komposisi darah, sehingga volume
darah terjaga, memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fsfat, dan
pH darah serta membuang produk-produk metabolisme seperti urea dan kreatinin.
Darah menuju ke ginjal melalui arteri renalis dan berakhir di arteriol aferen.
Setiap arteriol aferen menjadi sebuah kapiler glomerulus yang menyalurkan darah ke
nefron. Darah meninggalkan ginjal dan mengalir kembali ke vena kava inferior menuju
ke atrium kanan di jantung.
Aliran darah ginjal harus tetap adekuat agar ginjal dapat bertahan serta untuk
mengontrol volume plasma dan elektrolit. Perubahan aliran darah ginjal dapat
meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang mempengaruhi
laju filtrasi glomerulus (GFR/glomerulus filtrasi rate).
Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme intrarenal dan ekstrarenal.
Mekanisme intrarenal dikendalikan oleh arteri afferen dan efferen berupa melebar dan
menyempitnya luas penampang arteri. Kemampuan mekanisme intrarenal ini disebut
mekanisme otoregulasi. Mekanisme ekstrarenal ini dikendalikan oleh efek peningkatan
dan penurunan tekanan arteri rata-rata dan efek susunan saraf simpatis. Mekanisme
ketiga diatur oleh hormon yang dihasilkan oleh ginjal yaitu hormon renin, yang bekerja
melalui pembentukkan suatu vasokonstriktor kuat berupa angiotensin II.
Angiotensin II (AII) adalah hormon vasokonstriktor kuat yang bekerja pada
seluruh sistem vaskuler untuk meningkatkan kontraksi otot polos sehingga penurunan
garis tengah pembuluh dan meningkatkan resistensi/tahanan perifer total (TPR/total
perifer resistance). Peningkatan TPR ini akan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Hormon AII juga beredar dalam darah ke kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon
mineralokortikoid berupa hormon aldosteron, yang berfungsi untuk meningkatkan
reabsorbsi natrium.

MEKANISME PEMBENTUKAN URINE

Jumlah darah yang disaring oleh glomerulus per menit sekitar 1200 ml ( ini
disebut laju filtrasi glomerulus), dan membentuk filtrat sekitar 120-125 cc/menitnya.
Setiap hari glomerulus dapat membentuk filtrat sebanyak 150-180 liter. Namun dari
jumlah sebesar ini hanya sekitar 1%-nya saja atau sekitar 1500 ml yang keluar sebagai
air seni. Berikut tahap pembentukan urine:
a) Proses filtrasi
Tahapan ini ada di glomerulus (bagian nefron) lihat gambar nefron di atas. Proses
filtrasi glomerulus disebut dengan laju filtrasi karena dapat dihitung per menitnya.
Prosesnya dimulai dari masukknya plasma darah di arteri afferent. Hampir semua
cairan plasma disaring kecuali protein. Hasil penyaringan akan diteruskan ke kapsula
Bowman’s berupa air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan mineral lainnya.
Kemudian diteruskan ke tubulus distal, lengkung henle, tubulus proksimal dan
dikumpulkan di duktus kolegentus.
b) Proses reabsorbsi
Hasil dari proses filtrasi dinamakan filtrat. Ada beberapa filtrat penting seperti;
glukosa, natrium, klorida, fosfat dan bikarbonat di serap kembali ke dalam tubuh.
Proses penyerapan terjadi secara pasif akibat proses difusi.
c) Proses augmentasi (pengumpulan)
Proses ini terjadi dibagian tubulus kontortus distal sampai tubulus kolegentus (duktus
pengumpul). Pada duktus colecting ini masih terjadi proses reabsobsi natrium, clorida
dan ureum sehingga terbentuknya urine. Dari duktus pengumpul ini urine akan
dimasukkan ke perlvis renalis lalu dibawa ke ureter. Dari ureter urine masuk ke
kandung kemih. Setelah cukup banyak sekitar 250-300 cc, terjadilah proses rangsangan
syaraf pudenda yang mengakibatkan otot polos kandung kemih berkontraksi, maka
terjadilah proses berkemih dan urine akan keluar melalui uretra.

GGK
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronik
merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi gangguan
pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah tersebut.
Akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit, dan tekanan
darah di dalam ginjal tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang terganggu,
maka suplai darah kurang dan gangguan tekanan darah akan membuat ginjal tidak
mampu membuang zat-zat tidak terpakai lagi. Selain itu ginjal juga tidak bisa
mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-zat kimia di dalam tubuh, sehingga
zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah. Juga mungkin terjadi, zat kimia
yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut keluar bersama urin
3. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Menurut Wijaya & Putri (2013) dalam buku Keperawatan Medikal Bedah,
gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1. Stadium 1
Pada stadium 1, didapati ciri yaitu menurunnya cadangan ginjal, pada
stadium ini kadar kreatinin serum berada pada nilai normal dengan
kehilangan fungsi nefron 40 sampai 75%. Pasien biasanya tidak
menunjukkan gejala khusus, karena sisa nefron yang tidak rusak masih
dapat melakukan fungsi–fungsi ginjal secara normal.
2. Stadium 2
Pada stadium 2, terjadi insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
meningkat akibatnya ginjal kehilangan kemampuannya untuk
memekatkan urin dan terjadi azotemia.
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium 3, atau lebih dikenal dengan gagal ginjal stadium
akhir. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea
Nitrogen) akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon
terhadap GFR (Glomerulo Filtration Rate) yang mengalami penurunan
sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah dan
elektrolit sehingga pasien diindikasikan untuk menjalani terapi dialisis
atau bahkan perlu dilakukan transplantasi ginjal.
Berdasarkan National Kidney Foundation Kidney Dissease
Outcomes Quality Initiative (NKF/KDOQI) merekomendasikan
pembagian CKD (Chronic Kidney Dissease) berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persiten dan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal
(>90 ml/menit/1,73 m2).
2. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persiten dan LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus) antara 60 sampai 89 ml/menit/1,73 .
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) antara 30 sampai 59 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) antara 15 sampai 29 ml/menit/1,73 m2.
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) antara <15 ml/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal.
Diabetes Melitus Glomeroluronefritis Obstruksi saluran Refluk urin Hipertensi tidak Lesi herediter
Kronis kemih terkontrol

Nefropati Diabetikum Hidronefrosis


Kelainan herediter
Arteri renalis
Radang pada ginjal Vaskontriksi Peningkatan pada struktur
tertekan
pembuluh darah di tekanan kapiler di ginjal
Kerusakan Glomerolus ginjal ginjal

Iskemik jaringan Kelainan nefron

Kerusakan nefron

Penurunan jumlah nefron


fungsional

Chronic Kidney
Disease (CKD)

Penurunan GFR Sekresi eritropoitis Proteinuria Retensi Na & Peningkatan kadar kreatinin
turun H2O & BUN serum

Pe, Na, K meningkat Kadar protein


dalam darah CES meningkat
Produksi Hb turun Azotemia
menurun
Masuk vaskuler
Oksihemoglobin turun Tek. Kapiler naik
Penurunan tekanan Sindrom uremia
osmotik
Peningkatan volume
vaskuler Perubahan warna kulit (pucat), Volume interstitial
edema, CRT naik Efek pada kulit
>3dtk Cairan keluar ke
ekstravaskuler
Edema
MK Ketidakefektifan paru
perfusi jar. perifer MK Gangguan
pert. gas
Dipsnea, PCH, sianosis,
Tekanan hidrostatik pruritus
oedema
meningkat

MK Kerusakan
Sifatsemipermeable pembuluh
Integritas kulit
darah meningkat

ekstravasasi

oedema MK. Hipervolemia


4. Manifestasi klinik adalah sebagai berikut :
a. Gangguan kardiovaskuler
Manifestasi klinik pada gangguan kardiovaskuler yang dapat
ditemui yaitu di dapat hipertensi, nyeri dada, sesak nafas akibat
perikarditis, efusi perikardiak, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, serta gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Tanda dan gejala yang ditemui yaitu, nafas dangkal, kussmaul,
batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Pada gastrointestinal didapat anoreksia, nausea (mual), vomitus
(muntah) dan cegukan, yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal,
ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia, kehilangan
kemampuan penghidung dan pengecap, peritonitis.
d. Gangguan muskuloskeletal
Manifestasi klinik pada muskuloskeletal yaitu : resiles Leg
sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan), burning
feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak
kaki), tremor, dan miopati (kelemahan dan hipertropi otot–otot
ekstremitas).
e. Integumen
Pada integumen didapat tanda dan gejala kulit berwarna pucat
akibat anemia dan kekuning–kuningan akibat penimbunan
urokrom, mengkilat dan hiperpigmentasi, gatal–gatal akibat toksik,
kuku tipis dan rapuh, kulit kering, bersisik, rambut tipis dan kasar,
memar (purpura).
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritropoetin. Sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremik toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosis dan trombositopeni.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari
terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang
dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien dengan gagal
ginjal kronik diantaranya yaitu :
a. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang
diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
b. Terapi diet rendah Kalium
Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan
komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama periode
antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya
kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac
arrest yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
c. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang
hati-hati. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan
beban sirkulasi, edem, dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan
juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya
fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran
urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan kehilangan
cairan yang tidak disadari.
d. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah
sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
e. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada
setiap makan.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan terapi
lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
h. Deteksi dini dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan
yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk
bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium
akhir yaitu pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15
ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa :
1. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme melalui membran semipermiabel atau yang disebut
dengan dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai
hemodialisis yaitu mempersiapkan acces vascular beberapa
minggu atau beberapa bulan sebelum hemodilasis dengan tujuan
untuk memudahkan perpindahan darah dari mesin ke tubuh
pasien.
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis)
CAPD dapat digunakan sebagai terapi dialisis untuk penderita
gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali pertukaran cairan per hari.
3. Transplantasi ginjal
6. Pemeriksaan Penunjanng
a. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau
anuria. Warna secara abnormal urin keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen
kotor, bila warna kecoklatan menunjukkan adanya darah,
hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin
menurun, natrium lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3
sampai 4 lebih.
b. Darah
BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb kurang dari 7-8 gr.
Eritrosit : waktu hidup menurun. GDA (Glukosa Darah Acak) : Ph
menurun kurang dari 7,2, asidosis metabolik. Natrium serum
menurun, kalium meningkat, magnesium/fosfat meningkat, protein
(khusus albumin) : menurun
c. Osmolaritas serum lebh dari 285 mOsm/kg.
d. Pelogram retrograd, mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter.
e. Ultrasono ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
g. Arteriogram ginjal untuk mengkaji sirkulasi
ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa.
h. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologist.
i. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
j. Foto kaki, tengkorak, koluna spinal dan tangan : demineralisasi.
k. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologist.
ISK (Infeksi Saluran Kemih)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)

C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.

Pathway : terlampir
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
 Demam
 Menggigil
 Nyeri panggul dan pinggang
 Nyeri ketika berkemih
 Malaise
 Pusing
 Mual dan muntah

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
5. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess
untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami
piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga
dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.

F. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap
flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
 Terapi antibiotika dosis tunggal
 Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
 Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
 Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika
kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu,
abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi
urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu
analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat
infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
 Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
 Interansi obat
 Efek samping obat
 Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan
hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
 Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
 Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan/
 Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
 Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?

BATU GINJAL

Nefrolitiasis atau batu ginjal atau renal calculi adalah batu yang terdapat di ginjal, meskipun
batu serupa dapat ditemukan juga sepanjang traktus urinarius. Penyebab batu ginjal, secara
umum meliputi :

 Batu kalsium yang disebabkan karena hiperkalsiuria, hiperuricosuria, dan


hipositraturia
 Batu asam urat
 Batu struvit akibat infeksi saluran kemih (ISK)
 Batu sistin
 Batu akibat obat-obatan tertentu

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang termasuk pencitraan.
Nyeri yang disebabkan oleh batu ginjal bisa berpindah-pindah dan penjalarannya berbeda-
beda tergantung dari letak lokasinya apakah di ginjal atau traktus urinarius yang lain. Pada
pemeriksaan fisik umumnya sering terdapat nyeri ketuk pada costovertebral angle (CVA).
Penatalaksanaan nefrolitiasis adalah dengan mengurangi nyeri dan mencegah obstruksi
berlanjut. Tata laksana farmakologisnya antara lain dengan pemberian analgesik, anti-emetik,
diuretik, dan antibiotik bila terdapat infeksi. Pilihan dari pembedahan tergantung dari besar
batu dan ketersediaan fasilitas. Penting untuk mengetahui kandungan dari batu untuk
merancang pencegahan agar tidak terulang kembali.
Faktor Ekstrinsik:
Intake
1. cairan yang kurang dan tinggi
Faktor Intrinsik:
kadar air yang diminum.
1. Umur
Peningkatan Konsentrasi urin Diet dan pola makan
2. Keturunan
Iklim dan cuaca
3. Jenis kelamin
Geografi
Jenis pekerjaan
Kebiasaan menahan buang air kecil

Teori Fisika Kimiawi Menurut Hardjoeno (2006) Teori Vaskuler

a. Teori Supersaturasi a. Teori Supersaturasi a. Hipertensi


 b. Teori Matriks Teori  b. Proses Nukleasi  b. Kolesterol
c. berkurangnya atau
tidak adanya faktor
penghambat Teori
Terbentuknya Batu Ginjal Batu menyumbat di ginjal, ureter,
d. Epitaksi Teori
(Nefrolitiasis) vessicae urinaria, dan uretra
e. Kombinasi
f. Teori Infeksi

Mual dan muntah  Nyeri akut disertai nyeri tekan  Nyeri Terjadi obstruksi
diseluruh area kostovertebral

Klien sering ingin merasa


Resiko Tinggi terhadap Gangguan eliminasi urin
 berkemih, namun hanya
Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan obstruksi sedikit urine yang keluar

Resiko tinggi terhadap infeksi Adanya kuman Proteus spp,


Infeksi Klebsiella, Serratia,
 berhubungan dengan trauma jaringan
 Enterobakter, Pseudomonas,
dan Staphiloccocus
Suhu meningkatTerjadi (demam) peradangan
(Inflamasi)

Anda mungkin juga menyukai