Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Fraktur kompresi vertebra merupakan fraktur yang terjadi di vertebra, yang biasa
disebabkan oleh trauma, pada usia muda biasa karena high energy trauma seperti pada
kecelakaan lalu lintas ataupun jatuh dari ketinggian, namun pada orang tua biasanya jatuh
terduduk ataupun terpleset bahkan tanpa adanya trauma dapat menyebabkan fraktur kompresi.
Pada beberapa kasus, tanpa adanya trauma dapat secara kebetulan dijumpai adanya fraktur
kompresi pada orang usia tua. Hal ini disebabkan karena pada orang usia tua umumnya telah
terjadi osteoporosis.1,2
Di Amerika, 66.000 pasien dengan fraktur kompresi vertebra dijumpai di klinik dan
45.000-70.000 pasien di rawat inap, namun hanya setengah dari jumlah tersebut yang
membutuhkan perawatan spesialistik. Umumnya pasien dengan fraktur kompresi vertebra
mengalami penurunan kualitas hidup 12-24 bulan setelah fraktur.3

2.2. Anatomi Vertebrae Lumbar

Lumbar tersusun dari buah 5 tulang vertebra yaitu L1-L5. Anatomi dari vertebra lumbar
yang kompleks, merupakan suatu kombinasi yang luar biasa dari tulang-tulang vertebra yang
kuat, berbagai elemen tulang yang disatukan oleh kapsula sendi, ligamen/tendon yang fleksibel,
otot-otot yang besar dan nervus-nervus yang sangat sensitif. Spinal lumbar memiliki desain yang
sangat kuat, karena juga berfungsi untuk melindungi korda spinalis yang sangat sensitif dan juga
akar-akar saraf. Tetapi, tulang ini juga tersusun sangat fleksibel sehingga dapat memberikan
mobilitas yang baik dalam berbagai gerakan yaitu fleksi, ekstensi, melengkung ke arah samping,
dan rotasi.4,5

2.2.1. Tulang-tulang

Vertebra lumbar, dengan penomoran L1-L5, memiliki ukuran vertikal yang lebih pendek
dibanding diameter horizontal nya. Vertebra lumbar terdiri dari 3 bagian fungsional:
- Badan vertebra, yang berfungsi untuk menahan beban
- Arkus vertebra, yang berfungsi untuk melindungi elemen elemen neural
- Prosesus tulang (spinosus dan transversus), yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi
dari gerak otot.
Badan vertebra lumbar dibedakan dari bada vertebra torakal dari keberadaan facet tulang
iga. Badan vertebra lumbar merupakan bagian terberat, dan saling disatukan dengan diskus
intervertebralis. Ukuran dari badan vertebra terus meningkat dari L1 hingga L5, yang
mengindikasikan bahwa semakin rendah lokasi vertebra tersebut, semakin tinggi beban yang di
terima. Vertebra L-5 memiliki badan terbesar, prosesus spinosus terkecil, dan prosesus
transversus tertebal.4
Permukaan diskus intervertebralis pada orang dewasa mengandung sebuah cincin yang
terbentuk dari tulang kortikal, yang disebut sebagai cincin epifisis. Cincin ini berfungsi sebagai
zona pertumbuhan pada orang muda, dan menguatkan pelekatan serabut-serabut anular pada
orang dewasa. Didalam cincin epifisis ini juga terdapat lempeng kartilago hyalin.4
Setiap arkus vertebra tersusun atas 2 pedikel, 2 lamina, dan 7 prosesus tulang yang
berbeda (1 spinosus, 4 artikular, 2 transversus), dilekatkan menjadi satu oleh sendi-sendi facet
dan ligamen-ligamen. Pedikel, yang berada di posterior, menyatu dengan kuat ke bagian
belakang dari badan vertebra dan membentuk arkus serta ruang yang kemudian berfungsi sebagai
lapisan pelindung dari kauda ekuina.4
Dibawah tiap verterbra lumbar, terdapat sepasang foramina intervertebralis dengan
penomoran yang sama dengan vertebra lumbar diatasnya. Setiap foramen disatukan secara
superior dan inferior oleh pedikel, dan secara anterior oleh diskus intervertebralis dan dan badan
vertebra, serta secara posterior oleh sendi facet. Akar nervus spinalis, nervus meningeal rekuren,
dan pembuluh darah radikular berjalan melewati tiap foramen dan diberi nomor sesuai dengan
foramen yang dilewatinya. Vertebra lumbar memiliki kolumna yang terbagi menjadi bagian
anterior, medial dan posterior yang di semua bagian ini memungkinkan untuk mejadi lokasi
timbulnya fraktur vertebra lumbar.4

2.2.2. Sendi-sendi Vertebra Lumbar


Mobilitas yang luas dari kolumna vertebralis dapat terjadi karena adanya sendi sendi
simphisis diantara badan vertebral, yang terbentuk dari lapisan-lapisan kartilago hyalin di tiap
badan vertebral dan diskus intervertebralis diantara lapisan-lapisan tersebut.
Sendi sinovial diantara prosesus artikularis superior dan inferior disebut juga sebagai
sendi facet (sendi zygapophysial atau z-joints). Gerakan dari vertebra lumbar sangat terbatas
pada fleksi ekstensi dengan sedikit rotasi. Regio antara prosesus artikularis superior dan lamina
adalah pars interartikularis.4

2.2.3. Diskus Intervertebralis


Sendi – sendi corpus vertebra termasuk jenis sendi kondral sekunder (simfisis) yang
dirancang untuk menanggung beban dan kekuatan. Permukaan antar vertebra disatukan oleh
diskus intervertebralis dan ligamentum.
Diskus intervertebralis menyusun seperempat dari panjang columna vertebralis. Diskus
ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat banyak terjadinya gerakan columna
vertebralis. Diskus bersifat semi elastis. Ciri fisik ini memungkin diskus intervertebralis ini
berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak bertambah
dan kelenturan daya pegas memungkinkan vertebra yang kaku dapat bergerak satu dengan yang
lain. Daya pegas ini berangsur menghilang dengan bertambahnya usia. Diskus intervertebralis
tidak ditemukan di antara vertebra C1 -C2, di dalam os.sacrum, dan di dalam os.coccygeus.1
Diskus intervertebralis antara lain terdiri dari :1
- Annulus fibrosus
Terdiri atas jaringan fibro-kartilago, di dalamnya serabut–serabut kolagen tersusun dalam
lamel – lamel yang konsentris, dimana lamel–lamel yang lain berjalan dalam arah sebaliknya.
Serabut–serabut yang lebih perifer melekat erat pada ligamentum longitudinale anterior dan
posterior columna vertebralis.
- Nukleus pulposus
Pada anak–anak dan remaja terdiri dari zat gelatin yang banyak mengandung air, sedikit
serabut kolagen, dan sedikit tulang rawan. Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit
lebih dekat kepinggir posterior dari pada pinggir anterior diskus.
Sifat nukleus pulposus yang setengah cair memungkinkannya untuk berubah bentuk dan vertebra
dapat menjungkit kedepan dan ke belakang, seperti gerakan fleksi dan ekstensi columna
vertebralis. Permukaan atas dan bawah corpus vertebra yang berdekatan yang menempel pada
diskus diliputi oleh cartilago hialin yang tipis.
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis menyebabkan
nukleus pulposus yang semi cair menjadi gepeng. Dorongan keluar nukleus ini dapat ditahan
oleh daya pegas annulus fibrosus disekelilingnya. Kadang, dorongan ini terlalu kuat bagi
annulus, sehingga annulus menjadi robek dan nukleus pulposus keluar dan menonjol kedalam
canalis vertebralis serta dapat menekan radix saraf spinalis, nervus spinalis, atau bahkan medulla
spinalis. Dengan bertambahnya usia, kandungan air di dalam nukleus pulposus berkurang dan
digantikan oleh fibrokartilago. Serabut–serabut kolagen annulus berdegenerasi dan sebagai
akibatnya annulus tidak lagi berada dalam tekanan. Pada usia lanjut, diskus ini tipis, kurang
lentur, dan tidak dapat dibedakan lagi antara nukleus dengan annulus.

2.2.4. Korda Spinalis


Selain otak, korda spinalis merupakan satu dari dua komponen anatomis utama dari
sistem saraf pusat. Pada korda spinalis terdapat pusat refleks dan jalur konduksi antara otak dan
tubuh. Korda spinalis secara normal berakhir sebagai konus medularis yang berada di dalam
kanalis spinalis lumbal setinggi vertebra L2, walau tidak menutup kemungkinan berada setinggi
L1 maupun L3. Semua akar saraf spinalis lumbar berasal dari T10-L1, dimana korda spinalis
berakhir sebagai konus medularis.1

2.3. Fraktur Kompresi Vertebra


Fraktur kompresi vertebra merupakan fraktur yang terjadi di vertebra, yang biasa
disebabkan oleh trauma, pada usia muda biasa karena high energy trauma seperti pada
kecelakaan lalu lintas ataupun jatuh dari ketinggian, namun pada orang tua biasanya jatuh
terduduk ataupun terpleset bahkan tanpa adanya trauma dapat menyebabkan fraktur kompresi.
Pada beberapa kasus, tanpa adanya trauma dapat secara kebetulan dijumpai adanya fraktur
kompresi pada orang usia tua. Hal ini disebabkan karena pada orang usia tua umumnya telah
terjadi osteoporosis. Fraktur kompresi seringkali terjadi di daerah cervical dan lumbar. Fraktur
lumbar seringkali terjadi pada keadaan jatuh terduduk, dengan posisi lumbar yang tegak,
sehingga badan vertebra menerima beban berlebih dan terjadi fraktur. Fragmen dari fraktur
lumbar dapat terdorong ke posterior ke arah kanalis spinalis, namun jaran ditemukan keluhan
neurologis pada fraktur kompresi.1,2

Pada fraktur kompresi vertebra digunakan konsep 3 kolumna yaitu kolumna vertebra posterior,
medialis dan anterior. Bila fraktur hanya terjadi di 1 kolumna, dapat dikatakan fraktur tersebut
stabil namun bila terjadi pada lebih dari 1 kolumna, maka biasanya fraktur tersebut tidak stabil.
Terbagi menjadi 2 jenis yaitu wedge fractur, dimana bagian anterior dari badan vertebra hancur
dan kehilangan tinggi di bagian anterior sehingga menyebabkan kifosis, dan burst fracture
dimana fraktur tidak hanya di bagian anterior melainkan di seluruh badan vertebra yang
terkena.netter

Gambar 2. Wedge Fracture3

Gambar 1. Konsep 3 Kolumna Vertebra.2


Gambar 3. Burst Fracture.2

2.4. Epidemiologi

Di Amerika, 66.000 pasien dengan fraktur kompresi vertebra dijumpai di klinik dan 45.000-
70.000 pasien di rawat inap, namun hanya setengah dari jumlah tersebut yang membutuhkan
perawatan spesialistik. Umumnya pasien dengan fraktur kompresi vertebra mengalami
penurunan kualitas hidup 12-24 bulan setelah fraktur.3

Fraktur kompresi vertebra juga secara langsung berkorelasi denga pertambahan usia dan insiden
dari osteoporosis. Sering terjadi pada wanita ras Caucasia dan jarang pada pria dan wanita dari
ras African-American ataupun Asian. Densitas tulang berkurang secara stabil seiring
bertambahnya usia dan pada usia 80 tahun, massa axial tulang dapat berkurang hingga
setengahnya.6

2.5. Faktor Resiko

Faktor resiko dari fraktur kompresi termasuk osteoporosis, osteopenia, usia tua, riwayat fraktur
kompresi, inaktivitas, penggunaakn kortikosteroid lebih dari 5mg/hari selama 3 bulan atau lebih,
berat badan kurang dari 53kg, wanita, konsumsi alkohol berlebih, merokok, defisiensi vitamin D
dan merokok.3

2.6. Gambaran Klinis

Lebih dari dua per tiga pasien dengan fraktur kompresi vertebra asimptomatik, dan ditegakkan
diagnosis karena secara kebetulan ditemukan gambarn fraktur pada pemeriksaan radiologi.
Keluhan yang seringkali muncul berupa low back pain seringkali setinggi T8 dan L4. Pasien
dengan onset akut biasanya mengeluhkan nyeri seiring perubahan posisi, batuk, bersin ataupun
ketika mengangkat barang. Pemeriksaan fisik umumnya normal, namun dapat terlihat adanya
kifosis dan nyeri tekan pada bagian tengah vertebra. Pada onset kronik dapat dijumpai kifosis
disertai penurunan tinggi badan.3

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa X-ray. Selain cost-efektif pemeriksaan ini
juga memungkinkan untuk screening dan identifikasi secara cepat dari fraktur, estimasi dari
tinggi yang hilang, dan susunan dari tulang belakang. Fraktur kompresi dapat di klasifikasikan
juga berdasar dari porsi columna vertebra yang terkena dengan minumum 20% tinggi yang lebih
rendah dibandingkan dengan tinggi bagian vertebra yang tidak fraktur.6

Ketika dibutuhkan untuk karakteristik tulang yang lebih lanjut, dapat juga dilakukan
pemeriksaan penunjang CT-Scan karena dapat melihat anatomi tulang secara lebih jelas dan
dapat menilai hilangnya tinggi tulang dengan lebih baik, dorongan dari pecahan fragmen dan
pengaruhnya pada kanalis spinalis. Namun CT-Scan membutuhkan biaya yang lebih besar dan
juga radiasi yang lebih besar. MRI juga dapat menjadi pilihan yang cukup baik terutama untuk
menilai stabilitas ligamen dan pengaruh fraktur pada nervus, selain itu juga dapat menilai lama
fraktur dilihat dari edema tulang pada onset akut.6
2.8. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan fraktur kompresi vertebra berupa penanganan nyeri,


pemulihan fungsi tubuh, dan prevensi dari fraktur di masa mendatang. Dimulai dari diskusi
dengan pasien dan keluarga pasien mengenai tujuan, resiko, dan juga keuntungan dari terapi
konservatif dan percutaneous vertebral augmentation. Pasien dengan terapi konservatif memiliki
kemungkinan lebih dari 50% nyeri berkurang, kebanyakan dalam 3 bulan. Sebuah studi
mengatakan 259 pasien dengan fraktur kompresi vertebra yang nyerinya berkurang dan
berkurangnya tingkat disabilitas dalam 3 minggu terapi konservatif, 95% dapat mempertahankan
perkembangan ini hingga kurang lebih 12 bulan.3

Mobilisasi dilakukan segera setelah pasien dapat mentoleransi rasa nyeri. Bed rest dan
juga penggunaan korset (bracing) dapat direkomendasikan pada pasien dengan nyeri yang tak
tertahankan namun bisa berdampak pada kehilangan massa tulang, kekuatan otot, dan deep
venous thrombosis. Obat-obat anti nyeri seperti NSAID, asetaminofen, steroid, lidocain patch,
dan muscle-relaxant biasanya digunakan untuk meredakan nyeri, diikuti dengan mobilisasi dan
fisioterapi secara perlahan setelah nyeri tertahankan.2,3

Fisioterapi diberikan sebagai mobilisasi awal pada fase akut dan prevensi cedera di masa
mendatang. Latihan yang diberikan harus memenuhi dua tujuan : 1) menguatkan otot-otot
penopang sumbu axial dari pasien, khususnya otot-otot ekstensor spinalis. 2) melatih refleks
propioseptif untuk memperbaiki postur dan ambulasi, serta mencegah kemungkinan jatuh di
masa mendatang.6

Percutaneus vertebral augmentation, seperti vertebroplasty atau kyphoplasty, dapat


dipertimbangkan pemberian nya pada pasien yang nyerinya tidak teratasi dengan adekuat dengan
penanganan konservatif setidaknya selama 3 minggu, atau pada pasien dengan nyeri persisten
hingga mempengaruhi kualitas hidup. Vertebroplasty dilakukan dengan menginjeksi semen cair
ke badan vertebra yang kolaps melalui jarum yang di masukkan secara transpendikuler.
Kyphoplasty dilakukan dengan cara yang sama, namun di dahului dengan meng injeksikan balon
guna mengembalikan tinggi tulang vertebra, kemudian barulah di injeksikan semen cair.
Komplikasi dari tindakan ini dapat berupa ekstravasasi dari semen (lebih sering terjadi pada
vertebroplasty), emboli (terjadi ketika cairan semen masuk ke pembuluh darah), cedera
neurologis (penekanan dari ekstravasasi semen), perdarahan, hematom, infeksi dan peningkatan
resiko fraktur kompresi vertebra sekitarnya.3

2.9. Kesimpulan

Fraktur kompresi merupakan fraktur yang biasa terjadi pada orang-orang usia lanjut, yang
disebabkan oleh karena penurunan densitas tulang akibat osteoporosis, juga seringkali akibat
jatuh. Pada usia muda biasanya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu lintas. Prognosis dari
jangka panjang dari fraktur kompresi tidak begitu baik karena biasanya dalam 12-24 bulan
keluhan akan muncul kembali dan mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Daftar Pustaka

1. Snell RS. Clinical anatomy by regions 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2018
2. Thompson JC. Netter’s concise atlas of orthopaedic anatomy. Elsevier. November 2015
3. McCarthy J, Davis A. Diagnosis and management of compression fractures. JAAFP
Vol.94 No.1. July 2016
4. Kishner S. Lumbar spine anatomy. Medscape. November 2017 cited from :
https://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview
5. Siegfried DR, Norris M. Anatomy & physiology for dummies. Wiley Publishing, Inc.
Canada. 2017
6. Wong CC, McGirt MJ. Vertebral compression fractures: a review of current management
and multimodal therapy. J Multidiscip Healthc. 2013

Anda mungkin juga menyukai