Anda di halaman 1dari 36

KARSINOMA SERVIKS

I. PENDAHULUAN
Karsinoma serviks merupakan keganasan kedua terbanyak pada wanita di
dunia, dan merupakan penyebab kematian pada wanita yang berhubungan dengan
kanker di negara-negara berkembang. Di seluruh dunia, lebih dari 370.000 kasus
didiagnosis tiap tahunnya yang memicu terjadinya sekitar 190.000 kematian. Ini
membuat karsinoma serviks tidak hanya merupakan penyebab paling umum
keganasan ginekologi, tetapi juga merupakan diagnosis kanker pada wanita ketiga
terbanyak selain kanker payudara dan kanker kolorektal.1,2
Dalam pertengahan abad ke-20, banyak wanita yang meninggal akibat
karsinoma serviks di US dibanding penyakit kanker lainnya. Karsinoma seviks
invasif dianggap sebagai penyakit yang dapat dicegah karena memiliki periode pre
invasif yang panjang, program skrining secara sitologi banyak tersedia dan terapi
untuk periode lesi pre invasif sangat efektif. Walaupun penyakit ini dapat dicegah,
namun ditemukan sebanyak 9710 kasus baru karsinoma serviks invasif yang
menyebabkan 3700 kematian di US pada tahun 2006 dan sekitar 4.070 kematian pada
tahun 2009. 1,3
Dengan diperkenalkannya Papanicolaou (Pap) smear di tahun 1940, deteksi
dini dan terapi terhadap pre invasif penyakit ini sangat mungkin dilakukan. Sebagai
hasilnya, baik insiden maupun tingkat rata-rata kematian akibat kanker serviks di US
menurun sekitar 75% di akhir abad ke-20. The American Society memperkirakan
sekitar 11.000 wanita telah didiagnosis dengan kanker serviks pada tahun 2007.
Walaupun program skrining di US telah dijalankan dengan baik, diperkirakan
terdapat ±30% kasus kanker seviks yang terjadi pada wanita yang tidak memiliki tes
pap smear.1,3

1
II. EPIDEMIOLOGI
American cancer society memperkirakan terdapat 11.270 kasus baru
karsinoma serviks yang didiagnosis di USA pada tahun 2009. Selain itu, lebih dari
50.000 kasus karsinoma in situ didiagnosis tiap rahun. Di negara-negara berkembang,
persentase karsinoma serviks meningkat hingga 60%. Karsinoma serviks biasanya
diderita oleh wanita pada usia pertengahan ke atas, namun beberapa kasus dijumpai
pada wanita pada usia produktif. Umur rata-rata terkena kanker seviks di US adalah
47 tahun, dengan puncak pada umur 35-39 tahun dan 60-64 tahun. Di USA, kanker
serviks paling sering terkena penduduk Hispanic, orang Afrika dan wanita asli
Amerika dibanding wanita berkulit putih.2
Menurut data dari Departemen Kesehatan di Indonesia, kasinomar serviks
uteri masih menduduki peringkat pertama diantara tumor ganas ginekologi. Selama
kurun waktu 5 tahun (1975-1979) ditemukan 179 di antara 263 kasus (68,1%) di
RSUGM/RSUP Sardjito. Soeripto dkk menemukan frekuensi relatif karsinoma
serviks di Propinsi D.I.Y 25,7% dalam kurun waktu 1970-1973 (3 tahun) dan 20,0%
dalam kurun waktu 1980-1982 (2 tahun) di antara 5 jenis kanker terbanyak pada
wanita sebagai peringkat pertama. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak
antara 45-50 tahun.4

III. ETIOLOGI
Sebab langsung dari karsinoma serviks belum diketahui dengan pasti. Namun,
data epidemiologi menunjukkan adanya hubungan langsung antara karsinoma serviks
dan aktivitas seksual. Terdapat banyak faktor resiko untuk karsinoma serviks antara
lain: jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih pada mereka yang kawin
daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche)
dialami pada usia muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas,
apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi
rendah (hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti

2
pasangan (promiskuitas), pada wanita yang mengalami infeksi virus Human
Papilloma Virus (HPV) dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dan infeksi
HPV, mempunyai pengaruh sinergis terhadap perkembangan Neoplasia Intraepitelial
Serviks (NIS). Karsinogen rokok telah ditemukan berakumulasi di mukus serviks dan
telah dilakukan pengukuran kumulatif penggunaan rokok pertahun dan didapatkan
adanya peningkatan resiko NIS atau karsinoma in situ walaupun mekanismenya
belum sepenuhnya dimengerti.1-4
Kaitan antara penggunaan kontrasepsi oral masih diperdebatkan. Beberapa
investigator mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat meninggikan
insiden abnormal glandular serviks. Telah dilaporkan bahwa hormon steroid yang
didapatkan pada pil kontrasepsi mempengaruhi genom HPV dan meningkatkan
ekspresi virus terhadap onkoprotein E6 dan E7. Sebagai tambahan, pil kontrasepsi
oral kombinasi jangka panjang dapat menjadi kofaktor bagi kanker serviks. Terdapat
korelasi positif yang signifikan antara rendahnya serum estradiol dibandingkan
dengan progesteron. Pada beberapa studi menjelaskan bahwa beberapa hormon
mungkin mempunyai peranan dalam pertumbuhan kanker serviks dengan
meningkatkan proliferasi sel sehingga sel lebih peka terhadap mutasi. Sebagai
tambahan, estrogen bertindak sebagai suatu agen anti-apoptotik yang membuat
proliferasi sel terinfeksi oleh onkogenik HPV. Pada wanita yang positif memiliki
DNA HPV dan menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi memiliki resiko empat
kali lebih tinggi dibanding wanita yang positif HPV tetapi tidak menggunakan pil
kontrasepsi kombinasi. Selama kehamilan, imunosupresan dan hormonal yang
mempengaruhi epitel serviks bersama trauma akibat pengeluaran bayi merupakan
faktor etiologi penting dalam perkembangan Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS).5,6
HPV, virus herpes dan Chlamydia trachomatis bertindak sebagai ko-faktor
dari karsinoma serviks. Infeksi Human papilloma virus (HPV) telah dideteksi pada
lebih dari 90% wanita dengan karsinoma skuamosa serviks. Terdapat lebih dari 100
tipe HPV dan lebih dari 30 tipe yang berpengaruh terhadap saluran genital bawah.
Berdasarkan dari potensi malignannya, subtipe HPV dikategorikan ke dalam tipe

3
resiko rendah dan resiko tinggi. Tipe resiko rendah adalah tipe 6, 11, 43 dan 44 yang
dikaitkan dengan kondiloma dan lesi NIS 1 sedangkan tipe resiko tinggi yaitu tipe 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73 dan 82 dikaitkan dengan lesi NIS 2
dan 3 serta ditemukan pada kanker invasif, dua diantaranya adalah HPV 16 dan 18
yang ditemukan lebih dari 62% pada karsinoma serviks.1-3,6

Gambar 1 : HPV Onkogenik


(Dikutip dari kepustakaan 7)

Peranan infeksi virus HIV terhadap patogenesis karsinoma serviks tidak


sepenuhnya dipahami. Beberapa studi menunjukkan tingginya prevalensi HPV pada
wanita dengan HIV positif dibanding wanita dengan HIV negatif. Kegagalan fungsi
leukosit dapat meningkatkan aktivitas laten HPV sehingga menghasilkan infeksi yang
persisten.2

IV. PATOGENESIS
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar
junction (SCJ). Secara histologik, SCJ ini terletak antara epitel gepeng berlapis
(kompleks skuamosa) dari porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis

4
bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Lokasi SCJ bervariasi sesuai dengan umur
dan status hormonal. SCJ ini berada pada ektoserviks selama dalam periode dewasa
muda, kehamilan dan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi. Kemudian SCJ
ini akan mundur masuk ke dalam endoserviks kanalis serviks pada saat menopause
dan saat kadar estrogen rendah seperti saat masa laktasi yang panjang dan pengunaan
kontrasepsi progesteron saja.4,8
Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada
wanita >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Peningkatan estrogen pada
masa pubertas memicu terjadinya glikogenasi dari epitel skuamosa non keratinisasi
saluran genitalia bawah. Glikogen menyediakan sumber karbohidrat bagi laktobasilus
yang merupakan flora normal vagina dominan pada wanita usia produktif.
Laktobasilus menghasilkan asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH vagina
hingga kurang dari 4,5. Terpaparnya epitel kolumnar pada pH yang rendah ini
menstimulasi metaplasia skuamosa, yaitu suatu perubahan epitel kolumnar menjadi
epitel skuamosa.4,8

V.
Gambar 2 : Lokasi Squamo-Columnar Junction
(Dikutip dari kepustakaan 9)

Serviks yang normal secara alami mengalami proses metaplasia (erosio)


akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Metaplasia ini
terjadi secara aktif di daerah dekat SCJ, menciptakan suatu zona metaplasia epitel

5
yang disebut zona transformasi antara SCJ yang asli dengan epitel kolumnar. Karena
adanya faktor-faktor resiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia
yang bersifat fisiologis ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat
patologis. Adanya proses displasia inilah yang disebut sebagai lesi prakanker atau
sebagai Cervical Epithelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitelial Serviks
(NIS). Lesi prakanker serviks tersebut dibagi menjadi:(4,6)

 CIN I : sesuai dengan displasia ringan


Digambarkan sebagai pertumbuhan lapisan terbawah epitel yang tidak teratur.
 CIN II : sesuai dengan displasia sedang
Digambarkan sebagai maturasi abnormal dari duapertiga lapisan epitel.
 CIN III : sesuai dengan displasia berat
Pertumbuhan abnormal yang melebihi duapertiga ketebalan epitel.

Gambar 3 : Gambaran Patologi Neoplasia Intraepitel Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 5)

Sehingga perkembangan kanker serviks dapat digambarkan sebagai berikut :

CIN I CIN II CIN III CIS CA.INVASIF

6
CIS = Carsinoma In Situ

Gambar 4 : Perjalanan Penyakit Kanker Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 7)

Lamanya waktu yang diperlukan untuk perkembangan CIN I atau displasia


ringan sampai menjadi karsinoma in situ terlihat pada tabel :

Tingkat Displasia Waktu (Bulan)

Sangat ringan 82 (± 7 tahun)


Ringan 58 (± 5 tahun)
Sedang 38 (± 3 tahun)
Berat 12 (± 1 tahun)

7
Gambar 5 : Perkembangan Kanker Serviks
(Dikutip dari kepustakaan 8)

Awal timbulnya invasi stroma hingga bahkan 2 mm di luar membran basalis


adalah proses lokal yang memerlukan waktu bulanan hingga tahunan. Namun
disamping itu terjadi penetrasi dan metastasis secara limfogen atau hematogen,
penyebaran limfogen penyakit keganasan ke nodus limfe regional (parametrium,
hipogastrik, obturator, iliaka eksterna, sakrum) jauh lebih sering dibandingkan
penyebaran melalui aliran darah, misalnya ke paru atau otak.1-5

8
Gambar 6 : Aliran limfatik pada serviks
(Dikutip dari kepustakaan 4)

Human Papilloma Virus (HPV) memiliki peran penting dalam perkembangan


karsinoma serviks. Terdapat pula bukti yang menunjukkan bahwa onkoprotein HPV
merupakan komponen penting bagi proliferasi kanker serviks (Mantovani, 1999;
Munger, 2001). Serotipe onkogen HPV dapat berintegrasi ke dalam genom manusia.
Sebagai hasilnya, dengan infeksi, replikasi awal protein E1 dan E2 onkogenik HPV
memungkinkan virus bereplikasi dengan sel serviks. Mekanisme HPV dalam memicu
timbulnya kanker serviks adalah mempengaruhi pertumbuhan sel dan diferensiasi sel
melalui interaksi protein E6 dan E7 virus dengan gen supresor tumor p53 dan
retinoblastoma (Rb). Penghambatan p53 mencegah terjadinya penghentian siklus sel
dan apoptosis sel, yang secara normal terjadi bila ada kerusakan DNA, sedangkan
penghambatan Rb menganggu faktor transkripsi E2F yang menghasilkan proliferasi
seluler yang tidak dapat dikontrol. Kedua langkah di atas sangat penting untuk
memicu terjadinya transformasi malignan sel epitel serviks.2,8

9
V. STAGING
The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) telah
memberikan stadium bagi kanker ginekologi selama lebih dari 50 tahun. Stadium
kanker ini menggambarkan perluasan penyakit yang penting dalam menegakkan
diagnosis sebelum diterapi. Stadium berdasarkan FIGO ini digunakan di seluruh
dunia untuk membandingkan gambaran klinik dan hasil dari terapi.1

Gambar 7 : Stadium Karsinoma Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 8)

10
Tingkat keganasan klinik dibagi menurut klasifikasi FIGO 1998 dan sistem
TNM dari International Union Against Cancer (UICC) dan American Joint
Committee oc Cancer (AJCC) sebagai berikut :1-4
Tingka Klasifikasi Defenisi
t
Tx C Tumor primer tidak dapat diperkirakan
T0 C Tidak ada bukti tumor primer
Tis 0 Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intraepitel:
membrane basalis masih utuh.
T1 I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasaan ke
korpus uteri.
Tia IA Karsinoma invasif; hanya dapat didiagnosis secara
mikroskop. Invasi terbatas pada stroma dengan
kedalaman maksimal 5 mm dan lebar maksimal 7 mm.
Membrane basalis sudah rusak dan tidak terdapat dalam
pembuluh limfe atau pembuluh darah.
TIa1 IA1 Invasi minimal secara mikroskopik ke dalam stroma
dengan ketebalan tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak
lebih dari 7 mm.
TIa2 IA2 Invasi minimal secara mikroskopik ke dalam stroma
dengan ketebalan 3- 5mm dan lebar tidak lebih dari 7
mm.
TIb IB Lesi klinik terbatas pada serviks atau lesi pre klinik >
stadium IA.
IB1 Lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
IB2 Lesi secara klinis lebih dari 4 cm
T2 II Proses keganasan karsinoma serviks sudah menginvasi
keluar dari serviks uterus dan menjalar ke 1/3 bagian
atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul.
T2a IIA Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas
dari infiltrate tumor.

11
T2b IIB Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum
sampai dinding panggul.
T3 III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau
ke parametrium sampai ke dinding panggul atau
menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya
ginjal.
T3a IIIA Penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina. Tidak
ada perluasan sampai ke dinding panggul.
T3b IIIB Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infilrasi antara tumor dengan
dinding panggul (frozen pelvis) atau menyebabkan
hidronefrosis atau sudah ada gangguan faal ginjal.
T4 IVA Proses sudah keluar dari panggul kecil dan menginvasi
organ yang berada di sebelahnya, atau sudah
menginfitrasi mukosa rektum dan/ kandung kemih.
M1 IVB Telah terjadi penyebaran jauh.

Nodus limfe regional (N), stadium menurut kriteria AJCC meliputi para
servikal, parametrium, hipogastrik (obturator), iliaka interna dan iliaka eksterna, pre
sakral dan sakral.
 NX : Nodus limfe regional tidak dapat dinilai
 N0 : Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
 N1 : Metastasis kelenjar limfe regional

Untuk Metastasis, adalah sebagai berikut :


 MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai
 M0 : Tidak ada metastasis jauh
 M1 : Ada metastasis jauh
Stadium II, III dan IV secara esensial tidak dapat mengalami perubahan lagi
melalui berbagai modifikasi. Pendefinisian ulang dan perbaikan dapat dilakukan pada

12
stadium I penyakit ini. Karsinoma mikro invasif (stadium IA) dibagi ke dalam
stadium IA1 dan IA2 berdasarkan kedalaman invasi karsinoma ke stroma serviks
sedangkan stadium IB dibagi ke dalam stadium IB1 dan IB2 didasarkan pada ukuran
lesi secara klinis. Di bawah ini kelompok stadium dipaparkan dalam satu tabel
sebagai berikut :2,4
UICC
FIGO T N M
0 Tis N0 M0
IA1 T1aI N0 M0
IA2 T1a2 N0 M0
IB1 T1bI N0 M0
IB2 T1b2 N0 M0
IIA T2a N0 M0
IIB T2b N0 M0
IIIA T3b N0 M0
IIIB T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3a N1 M0
T3b N apapun M0
IVA T4 N apapun M0
IVB T apapun N apapun MI
Beberapa investigator memerlukan modalitas tambahan untuk menentukan
stadium dari kanker serviks antara lain sebagai berikut :

Pemeriksaan Fisis Palpasi Nodus limfe


Pemeriksaan vagina
Pemeriksaan rektovaginal bimanual
(direkomendasikan penggunaan
anastesi)
Pemeriksaan Radiologi Pielogram intravena
Barium enema
Foto Thorax
Foto Skeletal
Prosedur Biopsi

13
Konisiasi
Histeroskopi
Kolposkopi
Kuret endocerviks
Sistoskopi
Proktoskopi
Pemeriksaan pilihan CT-Scan
Limfangiografi
USG
MRI
PET
Laparaskopi

VI. DIAGNOSIS
VI.1 Gambaran Klinik
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin banyak dan akan berbau busuk akibat infeksi dan
nekrosis jaringan. Dalam hal ini, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan
yang dialami segera setelah sanggama (disebut sebagai perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma (74-80%). Dapat pula terjadi kehilangan berat badan.1-5
Perdarahan pervaginam abnormal (menoragia, metroragia, perdarahan post
koitus, ataupun perdarahan post menopause) merupakan gejala yang paling sering
ditemukan yang dapat berupa darah bercampur lendir, bercak darah maupun
perdarahan. Tipe perdarahan yang paling sering adalah perdarahan post coitus tetapi
dapat juga terjadi sebagai perdarahan irreguler maupun perdarahan post menopause.
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih
sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan
umumnya terjadi terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama
pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak

14
berhubungan seksual, atau janda yang sudah menopause bilamana mengidap kanker
serviks sering terlambat meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi
akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang
ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai
kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas
memperkuat dugaan adanya karsinoma.1-5,6,10
Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang.
Rasa nyeri bukan merupakan gejala umum pada pasien dengan kanker serviks kecuali
jika penyakit telah meluas. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang
cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan
meradang.1-5,6,8,11
Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat
perdarahan yang eksesif dan kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure)
akibat infiltrat tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih yang
menyebabkan obstruksi total. Disuria merupakan gejala tidak umumnya yang
dijumpai. Pada wanita yang asimtomatik, kanker serviks pada umumnya
teridentifikasi pada saat dilakukan evaluasi tes skrining sitologi yang abnormal.1-3
Tumor ini dapat menginvasi kandung kemih dan rektum secara langsung.
Gejala dapat meningkat seperti konstipasi, hematuria, fistula dan obstruksi ureter
dengan atau tanpa hidroureter atau hidronefrosis. Adanya trias edema, nyeri dan
hidronefrosis mengindikasikan keterlibatan dinding pelvis. Lokasi umum tempat
metastasis jauh meliputi kelenjar limfe extrapelvik, hepar, paru-paru dan tulang.2

15
Gambar 8: Kanker serviks
(Dikutip dari kepustakaan 11)

VI.2 Pemeriksaan Fisis


Pada pasien dengan stadium dini kanker serviks, penemuan pada pemeriksaan
fisik dapat normal. Banyak wanita yang menderita kanker serviks tetapi tidak
memiliki gejala selama berbulan-bulan. Satu-satunya cara untuk mengetahui stadium
dini penyakit ini adalah dengan melakukan pemeriksaan pap smear rutin terhadap
para wanita dengan atau tanpa gejala ginekologi. Namun, dengan berkembangnya
penyakit ini, dapat ditemui pembesaran nodus limfe supraklavikular atau
limfadenopati inguinal, edema ekstremitas bawah, asites dan redupnya suara napas
pada pemeriksaan auskultasi mengindikasikan adanya metastasis.1,2,8
Semua pasien yang diduga menderita kanker serviks harus menjalani
pemeriksaan genitalia eksterna dan pemeriksaan vagina untuk melihat adanya lesi
yang timbul. Dengan spekulum, serviks dapat terlihat jelas jika kanker bersifat mikro
infasif. Penyakit ini memberikan penampakan klinis yang bervariasi. Lesi dapat
tampak sebagai pertumbuhan eksofitik ataupun endofitik, sebagai massa polipoid,
jaringan papilaris, serviks dengan barrel shape, sebagai massa granular atau ulserasi
serviks ataupun sebagai jaringan nekrotik. Cairan yang cair, purulen ataupun darah
dapat ditemui.8

16
Gambar 9 : Pemeriksaan dengan Spekulum
(Dikutip dari kepustakaan 8)

Pada pemeriksaan bimanual, dapat diraba pembesaran uterus akibat dari


pertumbuhan tumor. Hematometra dan piometra yang banyak dapat memperluas
kavum endometrium diikuti obstruksi jalan ke luar oleh kanker serviks primer.
Penyakit ini dapat meluas ke daerah vagina sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
rektovagina. Pada palpasi septum rektovagina, didapatkan septum yang tebal, keras
dan ireguler.8
Pada awalnya, semua wanita yang diduga menderita kanker serviks harus
menjalani pemeriksaan fisik secara umum yang meliputi pemeriksaan nodus limfe
supraklavikuler, axilar dan inguinofemoral untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya metastasis. Tumor tumbuh meluas ke arah kavum endometrium, turun ke
vagina, dan ke lateral ke dinding pelvis. Jika penyakit ini menginvasi lumbosakral
dan dinding lateral pelvis, nyeri tulang pelvis kronik yang menjalar turun ke kaki
akan sangat menyiksa pasien dan mengindikasikan stadium lanjut penyakit ini.
Edema ekstremitas bawah mengindikasikan obstruksi tumor terhadap aliran limfatik
dan aliran vaskuler. Asites merupakan gejala yang tidak umum dijumpai pada kanker
serviks. Pada pemeriksaan pelvis, spekulum dimasukkan ke dalam vagina dan serviks
diinspeksi di daerah yang dicurigai terdapat kanker serviks. Jika terdapat kanker yang
invasif, serviks terlihat menebal dan meluas.1,2,5,10,11

17
Pemeriksaan rektal juga harus dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan
ukuran serviks, terutama pada pasien dengan karsinoma endoservikal. Perluasan
penyakit ini hingga ke parametrium sangat bagus ditentukan dengan ditemukannya
nodul di luar serviks pada pemeriksaan rektal.2

Gambar 10 : Karsinoma serviks, karsinoma sel skuamosa, FIGO stadium IIA


(Dikutip dari kepustakaan 1)
Tumor dapat berkembang di bawah mukosa ektoserviks dan menginfiltrasi
stroma serviks dan biasanya menyebabkan pembesaran serviks. Permukaan serviks
mungkin masih halus tetapi konsistensi karsinoma serviks pada palpasi adalah
bernodul-nodul. Ketika pertumbuhan tumor jelas terlihat, biopsi serviks biasanya
cukup untuk diagnostik. Jika penampakan penyakit ini tidak terlihat, pemeriksaan
kolposkopi dengan biopsi serviks dan kuret endoservikal dianjurkan. Jika diagnosis
tidak dapat ditegakkan melalui kolposkopi dan biopsi langsung, konisiasi serviks
mungkin diperlukan.1,2
Ketika diagnosis karsinoma serviks ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histologik, maka harus segera dilakukan evuluasi terhadap semua organ pelvis untuk
menentukan apakah tumor masih terbatas di serviks atau telah meluas ke vagina,
parametrium, kavitas endometrium, kandung kemih, ureter ataupun rektum. Menurut
pedoman FIGO untuk stadium klinik, diagnostik untuk penyakit ini meliputi urografi
intravena, pemeriksaan sistoskopi dari kandung kemih dan uretra,
proktosigmoideskopi, barium enema, dan untuk stadium dini, diperlukan pemeriksaan

18
kolposkopi terhadap vagina dan forniks. Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal,
fungsi hati, foto rongen dada serta CT-Scan abdomen juga perlu dicek untuk
mengetahui adanya proses metastasis.1,2,8
Ketika ditemukan adanya obstruksi ureter, tumor diklasifikasikan sebagai lesi
stadium IIIB, tanpa melihat ukuran dari lesi primer. Adanya obstruksi ureter, baik
hidronefrosis maupun gangguan faal ginjal diindikasikan sebagai indikator prognosis
jelek berdasarkan klasifikasi FIGO. Fungsi ginjal yang meliputi pemeriksaan ureum
kreatinin memberikan informasi dasar sebelum memberi terapi. Pemeriksaan urin
lengkap juga penting mengetahhi adanya albumin, sel darah putih maupun sel darah
merah.1,2
Pada wanita dengan tumor yang besar atau stadium lanjut, mukosa kandung
kemih juga harus diinspeksi secara sistoskopi untuk melihat adanya kemungkinan
edema bullosa yang mengindikasikan obstruksi limfatik diantara dinding kandung
kemih. Bukti adanya tumor di kandung kemih harus dikonfirmasikan melalui biopsi
sebelum lesi diklasifikasikan ke dalam stadium IVA. Lesi mukosa rektal juga
membutuhkan biopsi melalui proktosigmoidoskopi karena dihubungkan dengan
proses inflamasi.1,2
Pemeriksaan kolposkopi diwajibkan untuk pasien yang diduga menderita
kanker serviks invasif dini berdasarkan sitologi serviks dan penampakkan serviks
yang normal. Jika terdapat perdebatan tentang kedalaman invasi berdasarkan biopsi
serviks, dan jika stadium klinik berada pada stadium IA1 atau IA2, pasien harus
menjalani konisiasi. Penemuan pada kolposkopi yang mengidentifikasi adanya invasi
adalah : 1) abnormalitas pembuluh darah, 2) kontur permukaan yang ireguler dengan
hilangnya permukaan epithelium, 3) perubahan warna.2
1) Abnormalitas pembuluh darah
Pembuluh darah yang abnormal dapat melebar, bercabang ataupun retikuler.
Pembuluh darah yang melebar merupakan penemuan pada kolposkopi yang
paling umum ditemukan.
2) Kontur permukaan yang ireguler

19
Permukaan epithelium mengalami kehilangan daya kohesif interseluler akibat
hilangnya desmosom.
3) Warna
Perubahan warna dapat terjadi akibat dari peningkatan vaskularitas, nekrosis
epitel permukaan, dan pada beberapa kasus memproduksi keratin. Perubahan
warna yang terjadi berupa kuning-orange dibandingkan dengan warna pink pada
epitel skuamosa yang intak atau warna merah pada epitel endocervikal.

VII. HISTOPATOLOGI
Tipe histologik dasar dari karsinoma serviks invasif yang terjadi pada ±80-
90% kasus adalah lesi skuamosa (epidermoid). Sisanya termasuk adenokarsinoma,
karsinoma adenoskuamosa dan kadang-kadang sarkoma. Pada tahun 1923, Martzloff
mengklasifikasikan tumor skuamosa ke dalam tiga subtipe dan tingkat histologik.
Derajat diferensiasi yang dinyatakan dengan derajat 1-3 secara kasar sesuai dengan
kemungkinan keganasan karsinoma epidermoid serviks. Tingkat 1 tumor terdiri dari
sel spinal yang berdiferensiasi baik, keratin dan bergranul dengan jembatan sel antar
sel yang dapat dikenali dan < 2 mitosis per lapang pandang besar. Tingkat 2 tumor
merupakan jenis yang paling banyak, secara dominan tersusun atas sel transisional
dari tipe sel non keratinisasi besar (keratinisasi sedang), kadang-kadang terdapat
jembatan antar sel serta 204 mitosis perlapang pandang besar. Tingkat 3 tumor
merupakan jenis yang paling sedikit tersusun atas sel basal yang berdiferensiasi jelek,
tidak ada epitel bergranul dan tidak ada jembatan antar sel. Klasifikasi Martzloff tidak
terbukti memiliki kegunaan secara klinis karena sebagian besar biopsi yang diambil
dari area yang berbeda dari tumor yang sama sering menunjukkan tingkat diferensiasi
yang berbeda-beda dan perbedaan tipe sel.1,2

20
Gambar 11 : Tingkat histologik karsinoma serviks berdasarkan klasifikasi Martzloff.
(Dikutip dari kepustakaan 1)

Keterangan gambar :
a. Tingkat 1: karsinoma epidermoid berdiferensiasi baik, menunjukkan tipe sel spinal. Sel tumor berisi
menunjukkan keratin yang banyak yang berbentuk butiran epitelial.
b. Tingkat 2: karsinoma epidermoid berdiferensiasi cukup baik, tipe sel transisional, ditandai dengan sitoplasma
yang cukup banyak tanpa adanya bentuk butiran epitelial.
c. Tingkat 3: karsinoma epidermoid berdiferensiasi jelek, tipe sel basal, terdiri atas sitoplasma, mitosis dan tidak
memiliki keratin ataupun butiran epitelial.

VIII. PENANGANAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik. Pada tingkat klinik Karsinoma In Situ (KIS) tidak dibenarkan
dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau
dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan
penderitanya masih muda dan belum punya anak. Pada tingkat klinik TIa, umumnya
dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi
kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan
pembuluh limfe atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti pada KIS di
atas.4
Pilihan penanganan setiap pasien dengan kanker serviks tergantung pada
stadium keganasan penyakit ini. Pembagian stadium keganasan dari kanker ini

21
menggambarkan ukurannya, kedalaman invasi (seberapa jauh sel kanker itu tumbuh
dalam serviks), dan seberapa jauh sel kanker telah menyebar. Ada tiga metode
pengobatan kanker serviks yaitu 1) Operasi, 2) radioterapi, 3) kemoterapi, atau 4)
Kemoradiasi. Kadang-kadang pendekatan penanganan terbaik menggunakan dua atau
lebih metode. Jika kesembuhan tidak mungkin dicapai, tujuan dari pengobatan adalah
menghilangkan atau menghancurkan sebanyak mungkin sel kanker yang ada untuk
mencapai kesehatan yang lebih baik. Kadang-kadang juga pengobatan ditujukan
untuk menghilangkan gejala. Inilah yang disebut pengobatan paliatif.3

OPERASI
1) Cryosurgery
Pemeriksaan metal dingin dengan nitrogen cair ditempatkan secara langsung
pada seviks. Ini akan membunuh sel yang abnormal dengan cara membekukan sel
abnormal tersebut. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks pre
invasif (stadium 0) dan bukan untuk kanker yang invasif.3

2) Operasi Laser
Sinar laser langsung diarahkan ke vagina untuk membakar sel-sel abnormal
yang ada. Operasi laser digunakan untuk mengobati kanker serviks pre invasif
(stadium 0) dan tidak digunakan untuk mengobati kanker yang invasif.3
3) Konisiasi
Jika biopsi serviks menunjukkan adanya kanker mikroinvasif (< 3 mm),
biopsi kerucut harus dilakukan untuk menentukan kedalaman invasi. Jaringan
yang berbentuk kerucut dihilangkan dari serviks dengan operasi atau pisau laser
atau menggunakan kawat kecil panas yang dialiri elektrik (prosedur LEEP atau
LEETZ). Biopsi kerucut dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker sebelum
pengobatan tambahan dengan operasi ataupun radioterapi. Biopsi kerucut juga
dapat digunakan untuk pengobatan pada wanita dengan stadium awal (stadium

22
IA) yang masih ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan yang diambil dan
diperiksa di bawah mikoskop.3,12
4) Histerektomi Sederhana (Histerektomi Tipe 1)
Operasi ini bertujuan untuk mengangkat uterus (baik korpus uteri dan serviks)
tetapi tidak struktur di luar uterus seperti parametrium dan ligament uterosakral.
Vagina dan kelenjar getah bening pelvis juga tidak diangkat. Ovarium dan tuba
falopii juga biasanya dibiarkan tetap pada tempatnya. Saat uterus diangkat melalui
operasi insisi di daerah dinding depan abdomen disebut histerektomi abdominal.
Jika uterus diangkat melalui vagina disebut histerektomi vagina. Ketika uterus
dihilangkan dengan laparaskopi disebut histerektomi laparaskopi. Pada beberapa
kasus, laparaskopi dilakukan dengan peralatan khusus yaitu robotic-assisted
surgery.3,12
Histerektomi digunakan untuk mengobati kanker serviks stadium IA dan juga
untuk stadium 0 (karsinoma in situ) jika sel kanker ditemukan pada tepi lesi
biopsi kerucut (disebut positive margins) atau dapat juga mengobati
adenokarsinoma in situ.3,12

5) Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening pelvis


Pada operasi ini, bagian yang diangkat tidak hanya uterus tetapi juga jaringan
lain yang dekat dengan uterus (parametrium daan ligament uterosakral), bagian
atas (kira-kira 1 inci) dari jarak antara vagina dan serviks, dan beberapa kelenjar
getah bening pelvis. Ovarium dn tuba falopii tidak diangkat kecuali jika ada
alasan medis lainnya. Operasi ini biasanya dilakukan melalui inisisi abdomen.3
Pendekatan operasi lainnya disebut histerektomi vagina radikal-laparaskopi.
Operasi ini mengkombinasikan histerektomi vagina radikal dengan laparaskopi
kelenjar getah bening pelvis. Karena pada operasi uterus dihilangkan, maka akan
menyebabkan infertilitas. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan
massif, infeksi luka bekas operasi, atau kerusakan sistem urinarius dan intestinal.
Radikal histerektomi dan diseksi kelenjar getah bening pelvis biasanya digunakan

23
untuk mengobati kanker serviks stadium IA2, IB dan kadang-kadang stadium IIA
terutama pada wanita muda.3
Histerektomi radikal tidak menyebabkan perubahan kemampuan wanita untuk
mencapai kesenangan seksual. Walaupun vagina menjadi lebih pendek, area
sekitar klitoris dan bibir vagina tetap sensitif seperti sebelumnya. Wanita tidak
memerlukan uterus atau serviks untuk mencapai orgasme. Ketika kanker
menyebabkan nyeri maupun perdarahan saat senggama, histerektomi dapat
meningkatkan kehidupan seksual wanita dengan jalan menghentikan gejala.3

Gambar 12 : Radikal Histerektomi


(Dikutip dari kepustakaan 11)

Tipe Histerektomi
Tipe 1 Histerektomi ekstrafasial dengan pengangkatan seluruh jaringan
serviks tanpa pembedahan ke dalam serviks
Tipe II Arteri uterine diligasi saat menyilang ureter. Ligament uterosakral
dan ligament cardinal dibagi di bagian tengah ke arah sakrum dan
dinding samping pelvis. Sepertiga atas vagina direseksi.
Tipe III Arteri uterine diligasi pada cabang aslinya dari arteri iliaka
interna dan arteri vesika superior. Ligamen uterosakral dan
ligament cardinal direseksi dari tempatnya di sakrum dan dinding
samping pelvis. Setengah atas vagina direseksi
Tipe IV Ureter direseksi total dari ligament vesikouterina, arteri vesikia
superior dikorbankan dan ¾ vagina direseksi

24
Tipe V Melibatkan reseksi tambahan dari portio vesika urinaria atau
ureter bagian distal dengan re implantasi ureter ke dalam VU

6) Trakelektomi
Sebagian besar wanita dengan kanker serviks stadium IA1 dan stadium IB1
diobati dengan histerektomi. Prosedur ini dapat dilakukan secara vaginal maupun
abdominal dan biasanya disertai dengan limfadenektomi pelvis. Prosedur lainnya,
dikenal dengan trakelektomi radikal, yang memungkinkan wanita muda dapat
diobati tanpa kehilangan kemampuan mereka memiliki anak. Pada trakelektomi
radikal, beberapa wanita mampu hamil hingga masa aterm dan melahiran bayi
yang sehat melalui section cesarean. Pada satu studi, rata-rata kehamilan setelah 5
tahun lebih dari 50%.3,11

Gambar 13 : Trakelektomi Radikal Abdominal


(Dikutip dari kepustakaan 11)

7) Exenterasi pelvis
Ini merupakan operasi yang lebih luas yang dapat digunakan untuk mengobati
kanker serviks berulang. Pada operasi ini, semua organ dan jaringan dihilangkan
sama seperti pada histerektomi radikal dan diseksi nodus limfe. Pada prosedur ini
juga dapat dihilangkan kandung kemih, vagina, rektum, dan bagian kolon,
tergantung di bagian mana sel kanker telah menyebar. Ada tiga tipe eksenterasi
yaitu : (1) eksenterasi anterior dengan mengangkat vesika urinaria, vagina, serviks

25
dan uterus, (2) eksenterasi posterior dengan mengangkat rektum, vagina, serviks
dan uterus, (3) total eksenterasi dengan mengangkat baik vesika urinaria maupun
rektum, vagina, serviks dan uterus.3,11
Jika kandung kemih diangkat, cara lain untuk menyimpan urin dan
mengeliminasi urin harus dibuat, biasanya menggunakan segmen pendek dari
intestinal untuk difungsikan sebagai kandung kemih yang baru. Kandung kemih
yang baru dihubungkan dengan dinding abdomen sehingga urin dapat didrainase
secara periodik ketika pasien menempatkan kateter ke dalam urostomi. Atau urin
dapat didraenasi secara terus menerus ke dalam sebuah kantong plastik kecil yang
diletakkan di depan dinding abdomen. Jika rektum atau kolon yang diangkat,
maka harus dibuat kolostomi untuk mengeluarkan feses. Jika vagina dihilangkan,
maka dapat dilakukan skin graft untuk vaginoplasti.3

Gambar 14 : Eksenterasi pelvis


(Dikutip dari kepustakaan 11)

RADIOTERAPI
Radioterapi menggunakan energi tinggi sinar X untuk membunuh sel kanker.
X-ray dapat diberikan secara eksternal dalam prosedur yang biasanya digunakan
sebagai X-ray diagnostik. Jenis radioterapi ini dikenal dengan nama radioterapi
eksternal. Pengobatan dengan jenis radioterapi ini biasanya memakan waktu 6-7
minggu. Untuk kanker serviks, tipe radioterapi ini sering digunakan dengan dosis

26
rendah kemoterapi dengan obat cisplatin. Dosis kankerisid yang aman untuk
karsinoma serviks sekitar 7000 rad untuk titik A dan sekitar 5000 rad untuk titik B.
Radioterapi dapat digunakan untuk semua stadium kanker serviks dengan angka
kesembuhan rata-rata 70% untuk stadium I, 60% untuk stadium II, 45% untuk
stadium III dan 18% untuk stadium IV.3,11
Tipe radioterapi lain adalah brachytherapy atau radioterapi internal. Untuk
kanker serviks, materi radioaktif ditempatkan pada liang vagina. Untuk beberapa
kanker, materi radioaktif ditempatkan pada sebuah jarum tipis yang diinsersikan
secara langsung ke dalam tumor. Dosis rendah brachytherapy komplit hanya dalam
beberapa hari.3
Metode terapi radiasi kanker serviks Manchester adalah salah satu metode
yang paling logis dan popular menekankan pentingnya penghitungan dosis radiasi
yang diberikan untuk dua titik yang tepat pada pelvis. Titik A adalah titik yang
terletak 2 cm di lateral kanalis sentralis serviks dan 2 cm di atas forniks lateral dalam
sumbu uterus (kira-kira titik dimana arteri uterine menyilang ureter). Titik B terletak
5 cm di lateral kanalis sentralis serviks dan 2 cm di atas forniks lateral (pada dinding
samping pelvis). Titik B mewakili pusat nodus limfe dekat pembuluh darah iliaka.
Titik ini adalah titik pusat metastasis kanker ke pelvis dari serviks.3,11,12
Efek samping yang umum ditemukan pada radioterapi adalah kelelahan, nyeri
perut ataupun gangguan kolon. Beberapa orang juga mengeluhkan mual dan muntah.
Efek samping cenderung memburuk ketika radioterapi diberikan bersamaan dengan
kemoterapi. Radiasi juga dapat menyebabkan rendahnya jumlah sel darah sehingga
pasien anemia dan leucopenia. Jumlah sel darah kembali biasanya kembali normal
setelah radiasi dihentikan. Area kulit yang terkena radiasi juga tampak dan terasa
terbakar. Radioterapi pelvis dapat menyebabkan jaringan skar yang terbentuk hingga
vagina. Skar menyebabkan liang vagina menyempit (stenosis vagina) yang
menyebabkan keluhan nyeri saat intercourse. Wanita dapat mengatasi efek ini dengan
jalan melebarkan dinding vagina beberapa kali dalam seminggu dengan cara
melakukan hubungan seksual 3-4 kali seminggu atau menggunakan dilator vagina.

27
Kekeringan vagina dapat menjadi efek jangka panjang dari radioterapi. Radiasi pada
pelvis dapat merusak ovarium sehingga memicu menopause dini. Radiasi juga dapat
mengiritasi kandung kemih sehingga timbul masalah urinasi. Radiasi pada pelvis juga
menyebabkan lemahnya tulang sehingga memicu terjadinya fraktur, paling sering
fraktur panggul yang terjadi pada 2-4 tahun setelah radioterapi. Mengobati kelenjar
getah bening dengan radioterapi dapat menyebabkan masalah drainase cairan dari
ekstremita bawah sehingga memicu timbulnya udema massif pada kaki yang disebut
dengan edema kelenjar getah bening. Radiasi adjuvant post operasi dengan
kemoterapi diindikasikan pada wanita dengan kanker serviks lokal yang memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya rekurensi seperti nodus limfe positif, tepi lesi yang
positif atau keterlibatan parametrium secara mikroskopik.3,12

KEMOTERAPI
Kemoterapi sistemik menggunakan obat anti kanker yang diinjeksikan ke
dalam vena ataupun diberikan melalui mulut. Obat ini masuk ke dalam aliran darah
dan mencapai semua area dalam tubuh sehingga pengobatan dengan kemoterapi
sangat potensial digunakan untuk kanker yang telah bermetastasis ke organ yang lain.
Kemoterapi dengan agen tunggal telah menjadi standar baik bagi kanker serviks yang
luas maupun yang berulang. Obat–obat yang sering digunakan meliputi cisplatin,
carboplatin, paclitaxel, topotecan, ifosfamide, dan fluorouracil (5FU) tetapi tingkat
respon yang didapat hanya sekitar 10-20% dengan durasi rata-rata 4-6 bulan.3,11
Pada saat ini, banyak percobaan telah dilakukan untuk menentukan apakah
kemoterapi dengan agen multi memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan
agen tunggal. Kelompok ginekologi onkologi mempelajari pasien-pasien yang
menderita kanker serviks stadium IVB yang dibuktikan secara histologi, kanker
serviks berulang maupun kanker serviks sel skuamosa persisten dan mereka
memberikan kemoterapi kombinasi satu atau dua obat pada pasien-pasien ini secara
acak. Dari 287 pasien, 146 pasien diberikan cisplatin dan ifosfamide, dan 141 pasien
diberi cisplatin, ifosfamide dan bleomycin. Tidak terdapat perbedaan dalam hal

28
ketahanan, progresivitas, respon dan toksisitas diantara regimen kemoterapi
kombinasi ini. Pada percobaan lain, kombinasi cisplatin dengan ifosfamide
memberikan respon yang baik dibanding dengan agen tunggal cisplatin. Toksisitas
lebih tinggi pada regimen kombinasi. Akhirnya, regimen metotreksat, vinblastin,
doksorubisin dan cisplatin (MVAC) yang dianggap memberi respon terapi yang baik
dievaluasi oleh kelompok ginekologi onkologi. Pada percobaan ini, MVAC
dibandingkan dengan cisplatin saja dan kombinasi cisplatin dengan topotecan.
MVAC segera dihentikan karena memiliki efek toksisitas yang tinggi. Walaupun
kombinasi cisplatin dengan topotecan lebih superior dibanding terapi dengan cisplatin
tunggal, ketahanannya hanya berkisar tiga bulan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian
ini terlihat bahwa regimen kombinasi memberikan respon yang tinggi dan tingkat
ketahanan yang tinggi tetapi toksisitasnya juga tinggi.3,11
Penanganan dengan kemoterapi pada kanker serviks yang luas memberikan
hasil yang bervariasi. Obat kemoterapi tidak hanya dapat membunuh sel kanker tetapi
juga dapat merusak beberapa sel yang normal sehingga memicu timbulnya efek
samping. Efek smping kemoterapi tergantung dari tipe obat, jumlah obat, dan
lamanya waktu pengobatan. Efek samping temporer dari kemoterapi mencakup :
mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, rambut gugur serta mulut kering. Karena
kemoterapi dapat merusak sel dalam tulang belakang yang memproduksi sel darah,
maka jumlah sel darah akan menurun sehingga memicu terjadinya : 1) mudahnya
terkena infeksi (kekurangan leukosit), 2) perdarahan setelah perlukaan kecil
(kekurangan platelet) dan 3) sesak napas (kekurangan sel darah merah). Sebagian
besar efek samping kemoterapi (kecuali menopause dini dan infertilitas) menghilang
ketika kemoterapi dihentikan. Pada beberapa stadium, kemoterapi diberikan untuk
membantu agar radioterapi dapat berjalan lebih baik. Pengobatan kombinasi antara
kemoterapi dan radioterapi disebut kemoradiasi bersamaan. Dosis radiasi harus
mencapai 85-90 Gy pada titik A dan 55-60 GY pada titik B. Cisplatin diberikan
dengan dosis 40 mg/m2 setiap minggu selama radioterapi eksternal. 3,10,11

29
PENGOBATAN KANKER SERVIKS BERDASARKAN STADIUM
Stadium kanker serviks merupakan faktor yang sangat penting dalam
pemilihan jenis pengobatan. Beberapa faktor lain yang berperan dalam pemilihan
jenis terapi bagi kanker serviks adalah lokasi kanker serviks dalam uterus, tipe kanker
sel skuamosa atau adenokarsinoma), umur, kondisi fisik secara keseluruhan, dan
keinginan untuk memiliki anak.3

Tabel : Skema Penanganan Umum Terhadap Karsinoma Serviks Invasif1,11


Stadium Penyakit Ukuran Terapi/Penanganan
Stadium IA1 Kedalaman invasi ≤ 3 Konisiasi vagina, Histerektomi
mm, tidak ada LVSI sederhana (histerektomi tipe 1)
Kedalaman invasi 3 mm, Trakelektomi radikal atau
terdapat LVSI histerektomi radikal tipe 2 dengan
diseksi kelenjar limfe
Stadium IA2 Kedalaman invasi 3-5 Radikal trakelektomi atau radikal
mm histerektomi tipe 2 dengan pelvis
Stadium IB1 Kedalaman invasi > 5 Trakelektomi radikal atau
mm, < 2 cm histerektomi tipe III dengan
limfadenektomi pelvis
Stadium IB2 Kedalaman invasi > 5 Histerektomi radikal tipe III atau
mm, > 2 cm dengan limfadenektomi pelvis
bilateral
Kedalaman invasi > 5 Histerektomi radikal tipe III atau
mm trakelektomi, limfadenektomi pelvis
bilateral dengan iradiasi post
operatif, ataupun plus dan minus
kemoterapi
Stadium IIA Histerektomi radikal tipe III dengan

30
limfadenektomi pelvis dan para-
aortik atau kemoradiasi primer
Stadium IIB, IIIA, IIIB Kemoradiasi Primer
Stadium IVA Kemoradiasi primer atau eksenterasi
primer
Stadium IVB Kemoterapi primer dan radiasi
LVSI, invasi ruang limfovaskuler
Stadium 0 (karsinoma in situ)
Walaupun sistem stadium mengklasifikasikan karsinoma in situ sebagai fase
paling awal dari kanker, beberapa dokter berpendapat itu adalah lesi pra kanker. Hal
ini disebabkan karena sel kanker pada karsinoma in situ hanya berada pada
permukaan mukosa serviks dan tidak tumbuh ke lapisan dalam dari serviks. Pilihan
pengobatan untuk karsinoma sel skuamosa in situ sama dengan pengobatan lesi pra
kanker (displasia atau neoplasia intraepithelial serviks). Pilihan pengobatan meliputi
cryosurgery, operasi laser, PEEP dan konisiasi pisau dingin. Untuk adenokarsinoma
in situ, dirokemedasikan untuk dilakukan histerektomi.1

Stadium IA
Pada tahun 1996, The National Institutes of Health (NIH) mengadakan
konferensi dengan para ahli untuk membahas tentang kanker serviks. Setelah melalui
perdebatan yang panjang dan persentasi dari berbagai ahli, mereka menyimpulkan
bahwa setiap pasien dengan karsinoma sel skuamosa dengan invasi stroma 3 mm dan
konisiasi negatif hampir 100% disembuhkan dengan histerektomi sederhana atau
konisiasi saja. Stadium IA dibagi ke dalam 2 stadium yaitu stadium IA1 dan stadium
IA2
Stadium IA1 : untuk stadium ini, terdapat tiga pilihan terapi :
- Jika pasien masih ingin memiliki anak, pertama kanker dihilangkan dengan
biopsi kerucut dan setelah itu kontrol kembali untuk melihat apakah kanker
tumbuh kembali.

31
- Jika biopsi kerucut tidak menghilangkan semua sel kanker, uterus akan
diangkat (histerektomi).
- Jika sel kanker telah menginvasi pembuluh darah atau pembuluh limfe, maka
dapat dilakukan histerektomi radikal bersamaan dengan pengangkatan
kelenjar getah bening pelvis.
Stadium IA2 : untuk stadium ini terdapat tiga pilihan terapi :
- Histerektomi radikal modifikasi (Tipe II) dengan pengangkatan kelenjar getah
bening pelvis bilateral.
- Jika ditemukan faktor resiko patologik yang tinggi pada spesimen yang
diambil saat operasi, radiasi adjuvant (radiasi eksternal dan radiasi internal)
atau kemoradiasi direkomendasikan.
- Trakelektomi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dapat
dilakukan jika pasien masih ingin memiliki anak.1,3,11

Stadium II
Stadium IIA : terapi pada stadium ini tergantung ukuran tumor
- Pilihan pertama untuk terapi adalah brachytherapy dan radioterapi eksternal.
Terapi ini sangat sering direkomendasikan jika ukuran tumor leibh besar dari
4 cm (kira-kira 1 ½ inci). Kemoterapi dengan cisplatin dapat diberikan
bersamaan dengan radioterapi.
- Beberapa ahli merekomendasikan untuk histerektomi setelah radioterapi
selesai.
- Jika ukuran tumor kurang dari 4 cm, dapat diterapi dengan histerektomi
radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening pelvis (dan beberapa area
para aortik). Jika jaringan yang dihilangkan pada saat operasi menunjukkan
sel kanker pada pinggir tumor atau sel kanker pada kelenjar getah bening,
maka radioterapi akan diberikan bersamaan dengan kemoterapi.3

32
Stadium IIB : kombinasi radioterapi internal dan eksternal merupakan terapi yang
biasanya digunakan pada stadium ini. Radioterapi diberikan dengan obat kemoterapi
cisplatin. Kadang-kadang obat kemoterapi lainnya diberikan bersamaan dengan
cisplatin.3

Stadium III dan IVA


Kombinasi radioterapi eksternal dan internal yang diberikan bersamaan
dengan cisplatin merupakan terapi yang direkomendasikan untuk stadium ini. Jika sel
kanker telah menyebar ke nodus limfe (terutama pada bagian atas abdomen) maka itu
menandakan bahwa sel kanker telah menyebar ke area lain dalam tubuh. Beberapa
ahli menganjurkan untuk memeriksa kelenjar getah bening sebelum memberikan
radiasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan operasi. Cara lain adalah
dengan CT Scan atau MRI untuk melihat seberapa besar kelenjar getah bening
tersebut. Kelenjar getah bening yang besar dari ukuran semestinya biasanya memiliki
sel kanker sehingga perlu dilakukan biopsi.3

Stadium IVB
Pada stadium ini, sel kanker telah menyebar keluar dari pelvis ke area lain
dalam tubuh. Stadium ini biasanya dianggap tidak dapat diobati lagi. Pilihan terapi
meliputi radioterapi untuk meringankan gejala yang menyebar secara lokal (dekat
dengan serviks) ataupun yang bermetastasis jauh. Kemoterapi sering
direkomendasikan untuk stadium ini. Regimen standar yang paling sering digunakan
adalah campuran platinum (seperti cisplatin atau carboplatin) bersamaan dengan obat
lainnya seperti paclitaxel, gemcitabine, topotecan, atau vinorelbine.3
Pada klinik IB dan IIA dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran, tergantung ada atau
tidak adanya sel tumor dalam nodus limfe regional yang diangkat. Pada tingkat IIB,

33
III dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer adalah
radioterapi. Pada tingkat klinik IVB dan IVB penyinaran hanya bersifat paliatif.
Pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu
tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu
adalah radiasi dan prosesnya sudah jauh atau operasi tidak mungkin dilakukan, harus
pilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Histerektomi sederhana tidak
adekuat untuk penanganan stadium IB.4

IX. DIAGNOSIS BANDING


Banyak lesi yang ditemukan pada serviks sulit dibedakan dengan kanker
serviks. Beberapa di antaranya adalah ektropion, servisitis akut maupun kronik,
kondiloma akuminata, tuberkulosis serviks, ulserasi sekunder penyakit menular
seksual (seperti sifilis, granuloma inguinal, limfogranuloma venerum, dan kankroid),
koriokarsinoma metastasis atau kanker lainnya.12

X. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah 1) umur penderita, 2) keadaan
umum, 3) tingkat klinik keganasan, 4) ciri-ciri histologik sel tumor, 5) kemampuan
ahli atau tim ahli yang menangani, 6) sarana pengobatan yang ada.1-4

Tabel : Lama bertahan hidup selama 5 tahun berdasarkan stadium FIGO


Stadium Jumlah pasien % jumlah pasien
IA1 860 98,7
IA2 227 95,9
IB1 2,530 88,0
IB2 950 78,8
IIA 881 68,8
IIB 2,375 64,7
IIIA 160 40,4
IIIB 1,949 43,3
IVA 245 19,5

34
IVB 189 15,0
International Federation of Gynecology and Obstetrics

Selain itu, berdasarkan stadium FIGO, faktor-faktor yang mempengaruhi


prognosis adalah perluasan kavitas endometrium, metastasis regional (pelvis) dan
nodus limfe jauh (paraaortik), tingkat histologik tumor dan invasi ruang limfosakral.1

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Rock J, Jones H. Cancer of the Cerviks. In : Te Linde’s Operative Gynecology


Tenth Edition. Boston : Lippincot Williams & Wilkins; 2008.
2. Garcia A. Cervical Cancer. [cited on 2009 Agustus 26]. Available from :
http://emedicine.com/article/253513-overview.
3. Anynomous. Cervical Cancer. USA : American Cancer Society; 2009.
4. Mardjikoen P. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam : Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.
5. Eifel, dkk. Cervical Cancer. In : Gynecologic Cancer. USA Springer; 2008.
6. Sahli MF. Karsinoma Serviks Uteri Deteksi Dini dan Penanggulangannya. In :
Cermin Dunia Kedokteran. 2007.
7. Anonymous. Kanker Serviks. [cited on 2008 December 14]. Available from:
http://kankerserviks/com.
8. Bradshaw, Cunningham, Hoffman dkk. Cervical Cancer. In : William
Gynecology. USA : McGraw-Hill’s; 2008.
9. Anonymous. Colposcopic Appearance of Normal Cervics. [cited on 2005
December]. Available from: http:/screening.iarc/fr.
10. Benedet,dkk. Cancer of The Cerviks Uteri. In : Staging Classifications and
Clinical Practice Guidelines og Gynaecologic Cancers. USA : Elsevier; 2000.
11. Berek JS. Cervical and Vaginal Cancer. In : Berek & Novak’s Gynecology
Fourteenth Edition. Boston : Lippincot Williams & Wilkins; 2007.
12. DeCherney HA dkk. Cervical Intraepithelial Neoplasia. In : Current Diagnosis
& Treatment Obstetric & Gynecology Tenth Edition. USA : McGraw-Hill’s;
2007.
13. Benson R, Pernoll M. Serviks. Dalam : Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi
9. Jakarta : EGC; 2008

36

Anda mungkin juga menyukai