Anda di halaman 1dari 18

10

BAB II
KAJIAN TEORI, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

1. Hasil Belajar Pekerjaan Dasar Teknik Mesin

Hasil belajar siswa tidak hanya dilihat dari kemampuan belajar peserta

didik, tetapi juga sistim pengajaran yang digunakan oleh guru yang meliputi

model pengajaran yang sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.

Untuk mencapai suatu hasil yang baik, maka guru sebagai penerima kegiatan

perlu mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi

siswa dan dari sisi guru. Dari siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandin saat sebelum terjadi

pembelajan. Dari sisi guru, adalah sebagaimana guru biasa menyampaikan

materi pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya.

Ada beberapa definisi hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli

pendidikan antara lain adalah pengertian hasil belajar menurut Sudjana, (2011)

yakni hasil belajar adalah kemampuan–kempuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman–pengalaman belajarnya.

Menurut Sudjana, (2011) mengklasifikasikan “ hasil belajar secara garis

besar menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
11

lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisai dan

internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan

dan kemampuan bertindak.Ada enam aspek ranak psikomotoris yakni gerakan,

reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan konseptual, keharmonisan,

atau kecepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan

interpretative”.

Slameto, (2010) menyebutkan ada faktor–faktor yang mempengaruhi hasil

belajar siswa yaitu faktor internal dan fakor eksternal. Faktor internal terdiri

atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat motifasi dan cara belajar. Factor-

faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yang bersal dari peserta

didik yang sedang belajar.Faktor dari dalam ini meliputi fisikologis dan kondisi

psikologi.Kondisi psikologis adalah keadaan jasmani dari seorang yang sedang

belajar, keadaan jasbani dapat dikatakan sebagai latar belakang aktivitas

belajar. Sedangkan kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi proses dan

hsil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat motivasi, emosi dan kemepuan

kognitif.

Menurut Suprijono, (2010) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara

keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Dari pemaparan uraian diatas dapat saya simpulkan bahwa hasil belajar

adalah perkembangan perilaku yang tadinya belum baik menjadi berperilaku

baik.

Pekerjaan Dasar Teknik Mesin adalah salah satu mata pelajaran di SMK

yang berisi materi tentang keselamatan,kesehatan kerja dan lingkungan


12

(K3L),konsep penggunaan alat ukur pembentukan logam dan penggunaan

perkakas tangan. Semua yang dibahas tentang informasi penting yang dikemas

secara sistematis bagi siswa SMK program studi keahlian Teknik Mesin baik

paket keahlian teknik pengelasan, maupun teknik kendaraan ringan.

Harapannya setelah mempelajari bahan ajar ini siswa dapat memahami tentang

ilmu K3L, alat ukur dasar, alat ukur mekanik, penggunaan perkakas tangan,

pengoperasian mesin umum, mesin gerinda potong, menerapkan proses

pengelasan, teknik pembentukan logam, serta pengecoran logam.

Dalam penelitian ini mata pelajaran pekerjaan dasar teknik mesin

difokuskan pada kompetensi dasar menerapkan proses pengelasan.

Menerapkan proses pengelasan adalah Sebuah ikatan karena adanya proses

metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan

cair. Di dalam penerapan proses pengelasan tentunya banyak komponen,

fungsi, rangkaian dan pengukuran yang harus dikuasi oleh siswa, agar tujuan

dari pembelajaran dapat terwujud dengan baik, sehingga dapat menghasilkan

sumber daya manusia yang kompeten.

Siswa yang serius dalam pembelajaran menerapkan proses pengelasan,

diharapkan mampu menjelaskan prosedur prosedur dalam pengelasan,

melakukan rutinitas pengelasaan, dan mematuhi rutinitas.

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar pekerjaan

dasar teknik mesin adalah perubahan kemampuan siswa dalam menguasai

pekerjaan dasar teknik mesin dari yang tidak tahu menjadi tahu sehingga siswa
13

dapat menguasainya dengan baik dan kompeten baik dari aspek kognitif

maupun aspek psikomotorik.

2. Pengertian Belajar

Sebagai mahasiswa / pelajar, belajar menjadi gaya hidup kita. Kita sadari

atau tidak setiap hari kita sering terlibat dalam belajar atau bahkan kita lakukan

dengan sengaja dengan keinginan kita, bahkan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari diri pelajar dalam menurut ilmu dilembaga pendidikan formal.

Pengertian belajar menurut para ahli sebagai berikut :

Menurut Slameto (2003) belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah

laku sebagai hasil dari interaksi siswa dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhannya, perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek

tingkah laku. Selanjutnya menurut Djamarah (2002) belajar juga dapat diartikan

sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa

dan raga. Selanjutnya menurut Hilgard (1984) belajar merupakan proses

perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan

perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh

lainnya. Selanjutnya menurut Surya,(1981) belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksinya dengan lingkungan.

Dari uraian diatas dapat penulis simpulan bahwa pengertian belajar adalah

sebuah proses usaha dalam mengubah tingkah laku yang baru setelah
14

mengalami interaksi dengan lingkungannya dan akan nampak nyata dalam

seluruh aspek tingkah lakunya.

3. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan

mengajar. Menurut KBBI (2008) pembelajaran adalah proses, cara menjadikan

orang atau makhluk hidup belajar.

Menurut Hamalik (2011) mendefinisikan bahwa pembelajaran adalah

suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur–unsur manusiawi material,

fasilitas, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan.

Selanjutnya Indrawati (2009) mendefinisikan pembelajaran sebagai

pengorganisasian atau penciptaan untuk pengaturan atau kondisi lingkungan

sebaik–baiknya yang mungkin terjadinya belajar pada peserta didik.

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran adalah

proses antara unsur–unsur atau kombinasi dari manusiawi, material yang diatur

dengan sebaik–baiknya untuk mencapai tujuan.

4. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Dimyati (2006) model pembelajaran mengacu pada pendekatan

yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan–tujuan pembelajaran,

tahap–tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan

pengolaan kelas.

Menurut Joice (2009) model pembelajaran atau suatu pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran


15

dalam tutorian dan untuk menentukan perangkat–perangkat dalam pembelajaran

tertmasuk didalamnya buku–buku, film, computer kurikulum dan lain–lain.

Dari pendapat bebrapa para yang telah dipaparkan diatas penulis dapat

menyimpulkan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang

dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model

pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.

Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapat

informasi, ide, keterampilan, cara, berfikir dan mengekspresikan ide.

5. Pembelajaran Teaching Factory 6 Langkah

a. Pengertian Model Pembelajaran Teaching Factory 6 Langkah

Membahas Teaching Factory, (Seminar, Pendidikan, & Otomotif, 2015)

berpandangan bahwa, pendekatan program TEFA (Teaching Factory) adalah

perpaduan pendekatan pembelajaran CBT (Competency Based Training),

dimana pelatihan yang didasarkan atas pekerjaan yang dilakukan oleh siswa

ditempat kerja dan memberikan tekanan pada apa yang dapat dilakukan oleh

seseorang sebagai hasil penelitian (Out Put) bukan kuantitas dari jumlah

pelatihan. Dan PBT (Production Based Training) adalah proses pembelajaran

keahlian dan keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan

prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan

barang dan jasa sesuai tuntutan pasar.

(Hidayat, 2010), mendefinisikan Teaching Factory sebagai suatu konsep

pembelajaran dalam suasana sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani

kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri dan pengetahuan sekolah.


16

Teknologi pembelajaran yang inovatif dan praktik produktif merupakan konsep

metode yang berorientasi pada manajemen pengelolaan siswa dalam

pembelajaran agar selaras dengan kebutuhan dunia industri.

Sejalan dengan pendapat wijaya, (Abdillah, 2014) mengemukakan

pendapatnya bahwa, pembelajaran berbasis produksi merupakan suatu proses

pembelajaan keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan

berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk

menghasilkan barang atau jasa yang bsesuai dengan tuntutan pasar dan

konsumen berupa hasil produksi yang dapat dijual atau dapat digunakan

masyarakat, sekolah dan konsumen. Program Teaching Factory merupakan

perpaduan pembelajaran yang sudah ada yaitu Competency Based Learning

(CBT) dan Projecy Based Learning (PBL), bahwa suatu proses keahlian atau

keterampilan (life skill) dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan

standar kerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai

dengan tuntutan pasar atau konsumen.

Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis mengambil kesimpulan bahwa

model pembelajaran Teaching Factory 6 langkah (Model TF-6M) merupakan

model pembelajaran yang berbasis industri, dimana suasana proses

pembelajarannya dirancang seperti suasana industri yang nyata.

Karakteristik Model TF-6M terdiri dari dua kelompok kegiatan yang terdiri

dari kegiatan soft skill dan kegiatan hard skill. Kegiatan soft skill meliputi

langkah menerima order, menyatakan kesiapan mengerjakan order, dan

menyerahkan order. Sementara kelompok kegiatan hard skill meliputi langkah


17

menganalisis order, mengerjakan order, dan melakukan quality control. Dengan

dua kelompok kegiatan tersebut diharapkan berkembang dan meningkatnya

potensi siswa, dalam bentuk kecakapan personal, sosial,akademik, dan

vokasional yang terpadu pada siklus pembelajaran Model TF-6M.

Pada Moel TF-6M ada tiga unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran,

yaitu siswa yang berperan sebagai pekerja; guru yang berperan sebagai asesor,

konsultan, fasilisator, dan sekaligus sebagai penanggung jawab keseluruhan

program pembelajaran; dan pemberi/pemilik order baik dari industri,

perseorangan atau sekolah sendiri.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Teaching Factory 6 langkah

Model pembelajaran Teaching Factory 6 langkah (Model TF-6M)

merupakan model pembelajaran berbasis industri, dimana dalam satu siklus

kerja terdiri dari enam langkah, yaitu:

1. Menerima pemberi order

2. Menganalisis order

3. Menyatakan kesiapan mengerjakan order

4. Mengerjakan order

5. Melakukan quality control

6. Menyerahkan order

Langkah menerima pemberi order berbentuk kegiatan berkomunikasi. Hal

ini mengandung makna bahwa siswa berperan sebagai pekerja menerima

seorang tamu yang memiliki order. Dalam proses berkomunikasi bagaimana


18

terjalin raport anatara pekerja dengan pemberi order yang berujung kepada

saling menguntungkan.

Langkah menganalisis order berupa kegiatan analisis order yang oleh

pemberi order diharapkan dapat dikerjakan menjadi barang jadi sesuai tuntutan.

Siswa sebagai pekerja dihadapkan pada tuntutan bahwa dalam waktu yang tidak

terlalu lama harus mampu memberi jawaban kesanggupan untuk mengerjakan

order tersebut sesuai sfesifikasi dan dalam waktu tertentu, sehingga memerlukan

keyakinan yang tinggi untuk memberi jawaban tersebut. Untuk itu, siswa harus

mempunyai pengetahuan yang memadai sehingga mmpu melakukan analisis

order secara tepat. Untuk memperkuat keyakinannya, siswa boleh melakukan

konsultasi kepada guru.

Langkah menyatakan kesiapan mengerjakan order adalah pernyataan

kesiapan untuk mengerjakan order sesuai sfesifikasi. Pernyataan itu tidak

mungkin terjadi manakala siswa tidak yakin bahwa dia bisa melakukan sesuai

permintaan. Begitu siswa menyatakan kesiapannya, berarti dia memuat janji

yang harus ditepati. Dengan demikian, dibutuhkan komitmen, dan kemampuan

atau kompetensi kerja, sehingga diharapkan akan membangkitkan motivasi,

tanggung jawab, dan etos kerja.

Langkah mengerjakan order menyangkut kegiatan untuk melakukan

pekerjaan sesuai tuntutan sfesifikasi kerja yang sudah dihasilkan dari proses

analisis order. Siswa sebagai pekerja harus menaati prosedur kerja yang sudah

ditentukan.Dia harus menaati keselamatan kerja dan langkah kerja dengan


19

sungguh-sungguh untuk menghasilkan benda kerja yang sesuai sfesifikasi yang

ditentukan pemesan.

Langkah melakukan quality control adalah siswa yang berperan sebagai

pekerja melakukan penilaian terhadap benda kerja yang dikerjakannya. Penilaian

terhadap benda kerja yang dihasilkan sendiri dengan cara membandingkan

parameter benda kerja yang dihasilkan dengan data parameter pada sfesisikasi

order pesanan.langkah ini menuntut kejujuran, kehati-hatian, dan ketelitian.

Ketidak jujuran akan mencederai kepercayaan pemberi order, yang harus

dimaknai oleh siswa sebagai kehilangan kepercayaan. Hal ini berarti kehilangan

modal hidup. Melalui quality control, siswa mendapat keyakinan bahwa benda

kerja yang dihasilkan telah memenuhi sfasifikasi, karena dia harus

,mendemonstrasikan hasil kerjanya dihadapan pemberi order.

Langkah menyerahkan order berupa kegiatan berkomunikasi. Untuk dapat

berkomunikasi, siswa harus mempunyai keyakinan bahwa benda kerja yang

dihasilkannya akan dapat diterima oleh pemberi order, karena telah memenuhi

sfesifikasi. Dengan modal itu, pekerja akan dapat berkomunikasi tanpa ada

perasaan tertekan sehingga memungkinkan terjadi komunikasi yang produktif.

6. Pembelajaran Problem Based Learning

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning)

Model pembelajaran problem based learning (PBL) merupakan suatu model

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks

bagi siswa untuk belajar tentang tata cara berpikir kritis dan keterampilan
20

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi pelajaran. Model ini dapat mengoptimalkan semua potensi

yang ada pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun mental.

Sastrawati dkk. menyatakan bahwa pembelajaran model PBL membuat

perubahan dalam proses pembelajaran khususnya dalam segi peranan guru.

Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai pemandu siswa

dalam menyelesaikan masalah dengan memberikan langkah-langkah

penyelesaian yang sudah jadi. Dalam model PBL guru dituntut untuk

menfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk

menjadi lebih sadar akan proses pembelajaran. (Fauzan, Gani, & Syukri, 2017)

Menurut Arends bahwa problem based learning dapat menjadikan siswa

mandiri dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Selanjutnya Trianto

berpendapat bahwa usaha mencari penyelesaian secara mandiri akan

memberikan pengalaman untuk menyelesaikan soal yang diberikan .

(Situmorang, Muhibbuddin, & Khairil, 2015)

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa model pembelajaran

Problem Based Learning merupakan bentuk pembelajaran yang menekankan

pada pengalaman belajar agar siswa dapat menambah pengetahuannya sendiri

melalui penyajian masalah yang nyata sehingga mampu belajar secara mandiri.

b. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Selain pengertian problem based learning, kurikulum 2013 juga

menguraikan kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah, diantaranya:


21

1) Problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,

menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk

belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja

kelompok.

2) Dengan problem based learning akan terjadi pembelajaran bermakna,

siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan

menerapkan pengetahuan yang dimiliki atau berusaha mengetahui

pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat

diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep

diterapkan.

3) Dalam situasi problem based learning, siswa mengintegrasikan

pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya

dalam konteks yang relevan.

c. Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran

John Dewey (dalam Tritanto, 2011) seorang ahli pendidikan berkebangsaan

Amerika memaparkan 6 langkah dalam pembelajaran berbasis masalah ini :

a. Merumuskan masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan

masalah yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun

sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.

b. Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara

kritis dari berbagai sudut pandang.

c. Merumuskan hipotesis. Langkah peserta didik merumuskan berbagai

kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.


22

d. Mengumpulkan data. Langkah peserta didik mencari dan menggambarkan

berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

e. Pengujian hipotesis. Langkah peserta didik dalam merumuskan dan

mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis

yang diajukan.

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah peserta didik

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil

pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Sedangkan menurut Johnson (2003) memaparkan 5 langkah melalui

kegiatan kelompok :

a. Mendefinisikan masalah. Merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang

mengandung konflik hingga peserta didik jelas dengan masalah yang dikaji.

Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta didik tentang masalah yang

sedang dikaji.

b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.

c. Merumuskan alternatif strategi. Menguji setiap tindakan yang telah

dirumuskan melalui diskusi kelas.

d. Menentukan & menerapkan strategi pilihan. Pengambilan keputusan tentang

strategi mana yang dilakukan.

e. Melakukan evaluasi. Baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.


23

Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Model Pembelajaran

Model
No Indokator
Teaching Factory PBL
1 Dominasi Sumber Belajar Siswa Mandiri Mandiri
Kelompok atau Kelompok atau
2 Jenis Tugas
Individu Individu
Konten Pembelajar yang Masalah yang
3 Masalah Baru
diangkat dalam Pembelajaran sudah ada
Berfikir kreatif
4 Tujuan Utama Pembelajaran Berfikir kritis
dan inovatif
5 Proses Penilaian Kontinyu Satu Waktu
Kualitatif atau Kualitatif atau
6 Jenis Evaluasi Penilaian
Kuantitatif Kuantitatif
Biaya dan Pelaratan yang
7 Lebih Banyak Sedikit
dibutuhkan
Teknis dan Sistematika Siswa Bebas
8 Diarahkan Guru
Pembelajaran Bereksperimen
9 Peran Guru Pembimbing Moderator
Pendekatan yang dipakai untuk
10 Multi Disipliner Multi Disipliner
Memecahkan Masalah

B. Penelitian yang Relevan

1. Nofarida Sekaringsih (2018) yang berjudul “Pembelajaran Teaching Factory

Di Jurusan Kriya Kayu SMK N 1 Kalasan, Yogyakarta” menyimpulkan

bahwa model pembelajaran Teaching Factory dapat meningkatkan hassil

belajar siswa di jurusan kriya kayu SMK N1 Kalasan, Yogyakarta.

2. Rika Herlianisa Fitri (2015) yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Antara

Model Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), Dan

Problem Solving, Pada Materi Animalia” menunjukkan bahwa hasil belajar

dengan model Project Based Learning lebih unggul dari model problem

based learning dan problem solving. Data hasil pos-tesnya yaitu pada kelas

eksperimen yang menggunakan model PJBL nilai rata-ratanya adalah 82,66,


24

kemudian pada kelas eksperimen dengan model PBL nilai rata-ratanya adalah

76,42, sedangkan nilai rata-rata pada kelas eksperimen dengan model

problem solving adalah 76,67

3. Doni Indra Tampubolon (2018), yang berjudul: Pengaruh Model

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar

Menjelaskan Standar Gambar Teknik Siswa Kelas X Teknik Sepeda Motor

(TSM) Di SMK Swasta Markus 2 Medan T.A 2017/2018. Menyimpulkan

Dari hasil belajar pada kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning diperoleh rata-

rata 79,66 sedangkan hasil belajar siswa pada kelas kontrol setelah diberikan

perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori diperoleh

rata-rata 66,50.

4. Nanang Pangestu (2017) Yang Berjudul: Pengaruh Penggunaan Model

Pembelajaran Problem Based Learning(PBL) Terhadap Hasil Belajar Mata

Pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif (PDTO) Kompetensi Dasar Alat

Ukur Pada Siswa Kelas X TKR SMK PAB 12 Saentis T.A. 2016/2017. .

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar antara yang diajar menggunakan model pembelajaran

PBL (Problem Based Learning) lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa

yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Konvensional pada mata

pelajaran PDTO (Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif) siswa kelas X TKR

(Teknik kendaraan Ringan) SMK PAB 12 Saentis Tahun Ajaran 2016/2017.

5. Khairul Azhar (2016) yang berjudul: Pengaruh Penerapan Model


25

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Siswa

Pada Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif Pokok Bahasan Alat

Ukur Kelas X Teknik Kendaraan Ringan Di SMK Negeri 1 Sipispis T.A

2015/2016. Menyimpulkan ada pengaruh model pembelajaran Problem

BasedLearning berbasis Tutor Teman sebaya terhadap hasil belajar siswa.Hal

ini terbukti dari hasil belajar siswa pada kelas eksperimen sebelumnya

diberikan perlakuan rata-rata pre-test 53,83 dan setelah diberikan model

pembelajaran Problem Based Learning berbasis Tutor Teman Sebaya

diperoleh rata-rata post-test 80 sedangkan hasil belajar siswa kelas kontrol

sebelum diberikan perlakuan rata-rata 54,33 dan setelah diberikan perlakuan

dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori diperoleh rata-rata

post-test 69,83.

6. Dadang Hidayat (2013) yang berjudul : Penerapan Model Pembelajaran

Teaching Factory 6 langkah ( Model TF-6M) Untuk Meningkatkan Motivasi

Berprestasi Siswa di SMK N 1 Majalengka. Yang menyimpulkan bahwa

model pembelajaran Teaching Factory dapat meningkatkan motivasi

berprestasi siswa di SMK N 1 Majalengka.

C. Kerangka Berpikir

Pekerjaan Dasar Teknik Mesin adalah satu mata pelajaran yang dipelajari

siswa di SMK teknik pengelasan yang merajuk kepada ranah psikomotorik

dimana siswa diharapkan mempunyai keterampilan dan kempuan bertindak,

sehingga dalam mengembangkan pembelajaran pekerjaan dasar teknik mesin


26

hendaknya ada keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran dalam menemukan

sendiri pengetahuan melalui interaksinya dalam lingkungan.

Oleh karena itu dalam proses pembelajaran seorang guru harus dapat

mengembangkan berbagai kemampuan siswa dengan mengembangkan model

pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan juga

oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan

baik sehingga dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa.

Dengan menggunakan model pembelajaran berbasis industri diharapkan

siswa dapat lebih banyak memahami tentang industri, dan siswa dapat mengenal

secara langsung pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga hasil belajar

siswa meningkat. Pembelajaran berbasis industri memberikan tantangan kepada

peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk

membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan dan saling memiliki

tanggung jawab yang lebih tinggi, dan diharapkan akan jauh lebih bermakna dan

optimal dalam mengembangkan potensi siswa, dari pada lebih banyak

memaparkan teori di kelas dan sedikit melakukan praktik sesuai dengan program

keahlian yang di ambil di sekolah menengah kejuruan. Suasana industri yang

diciptakan dalam model Teaching Factory 6 langkah (Model TF-6M) diharapkan

dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa.

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk

mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan.

Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk

belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu
27

pengetahuan dengan sedikit bimbingan dan saling memiliki tanggung jawab yang

lebih tinggi. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan

bentuk pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar agar siswa dapat

menambah pengetahuannya sendiri melalui penyajian masalah yang nyata

sehingga mampu belajar secara mandiri. Dalam penerapan model pembelajaran

tersebut siswa diharapkan dapat lebih aktif, kreatif, tanggungjawab, dan mandiri.

Pada kedua model pembelajaran siswa akan diberikan tugas pada akhir

pertemuan. Siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan

untuk segera menyelesaikannya, sehingga dengan diterapkannya model

pembelajaran tersebut akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Adapun peran guru dalam kedua tipe ini adalah sama yakni sebagai

fasilitator. Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat pengaruh lebih tinggi

menggunaan model pembelajaran Teaching Factory 6 langkah (TF-6M) terhadap

model problem based learning pada hasil belajar mata pelajaran pekerjaan dasar

teknik mesin pada siswa kelas X di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah “Hasil belajar siswa kelas X mata pelajaran Pekerjaan Dasar

Teknik Mesin (PDTM) yang pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Teaching Factory 6 langkah (Model TF_6M) lebih tinggi dari model

pembelajaran Problem Based Learning di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan”.

Anda mungkin juga menyukai