Anda di halaman 1dari 120

Tugas Final

Dibuat untuk memenuhi final matakuliah Belajar dan Pembelajaran

Nama: La Ode Indra Wibowo


NIM: 01202101129

Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muslim Buton
Tahun 2022
Kata Pengantar
Belajar dan Pembelajaran adalah mata kuliah yang mempelajari teori-teori belajar dan
terapannya dalam pembelajaran di sekolah. Mahasiswa diharapkan mampu menguasai
konsep, prinsip, teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli. Menguasai konsep
teori pendekatan, model, metode, dan media pembelajaran. Menguasai konsep teori
perkembangan peserta didik serta menguasai prinsip dasar teknologi informasi dan
komunikasi secara lisan dan tulis.
Makalah ini akan menjabarkan penjelasan-penjelasan dari para ahli mengenai modul
tentnag Adapun teori belajar yang akan dipelajari diantaranya, modul belajar dan
pembelajaran, modul guru dan tugasnya dalam pembelajaran, modul pinsip-prinsip belajar
dan pembelajaran, modul factor-faktor yagn mempengaruhi proses pembelajaran, modul teori
belajar behavioristik, modul teori pembelajaran kognitif, modul teori pembelajaran
konstruktivisme, modul teori belajar humanistik, modul teori pengolahan informasi dan
aplikasinya dalam pembelajaran, modul pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran,
dan modul evaluasi pembelajaran.
Diharapkan dengan adanya draft bahan ajar ini dapat membantu mahasiswa dalam
memeroleh referensi selain dari buku dan jurnal-jurnal.
BAB 1. HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang pengalaman


Deskripsi teoretis maupun praktis berkaitan dengan aspek-aspek
pembelajaran dalam bidang pendidikan biologi.
Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep teori belajar
CPMK
dalam pembelajaran biologi.
Mahasiswa memahami teori-teori belajar
Sub-CPMK Mahasiswa memahami hakikat belajar dalam
pembelajaran

1.1 Materi 1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran


Ada beberapa pendapat mengenai pengertian belajar, diantaranya : Howard L. Kingsley
dalam Dantes (1997) mengemukakan bahwa 'belajar adalah suatu proses bukan produk.
Proses dimana sifat dan tingkah laku ditimbulkan dan diubah melalui praktek dan latihan‟.
a. Hilgard dalam Nasution (1997:35) mengatakan bahwa belajar adalah „proses
melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari
perubahan-perubahan oleh factor-faktor yang tidak termasuk latihan‟.
b. Jauhari (2000:75) mengatakan bahwa belajar adalah „proses untuk memperoleh
perubahan yang dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis, berkesinambungan,
integrativ dan tujuan yang jelas‟.
c. Fontana dalam Khoir (1991) memusatkan belajar dalam tiga hal, yaitu belajar adalah
mengubah tingkah laku, perubahan adalah hasil dari pengalaman, dan perubahan terjadi
dalam perilaku individu. Jadi, pada hakekatnya belajar adalah segala proses atau usaha yang
dilakukan secara sadar, sengaja, aktif, sistematis dan integratif untuk menciptakan perubahan-
perubahan dalam dirinya menuju kearah kesempurnaan hidup.
Skinner dalam Syamsudin (2000) berpendapat bahwa proses belajar melibatkan tiga
tahapan yaitu adanya rangsangan, lahirnya perilaku dan adanya penguatan. Munsterberg dan
Taylor dalam Nasution (2000:50) mengadakan penelitian ilmiah tentang cara-cara belajar
yang baik, dari 517 cara belajar yang baik, ada beberapa point yang sangat penting,
diantaranya :
a. Keadaan jasmani yang sehat
b. Keadaan sosial dan ekonomi yang stabil
c. Keadaan mental yang optimis
d. Menggunakan waktu yang sebaik-baiknya
e. Membuat catatan
Dalam menuju kesempurnaan hidup, belajar tidak lepas dari keseluruhan aspek pribadi
manusia. Ada beberapa macam-macam aktifitas dalam belajar yang perlu diperhatikan,
yaitu :
a. Menggunakan panca indra untuk mengindra dan mengamati yang merupakan kegiatan
belajar yang paling mendasar dan telah dilakukan sejak awal kehidupan manusia.
b. Membaca merupakan kegiatan belajar yang paling penting dan utama dalam belajar.
c. Mencatat dan menulis point-point penting dari yang telah diamati dan dibaca sangat
diperlukan untuk memperkuat ingatan dan mudah direproduksi kembali.
d. Mengingat dan menghafal adalah cara mudah untuk menyimpan kesan-kesan dalam
memori.
e. Berfikir dan berimajinasi akan mampu melahirkan banyak karya yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
f. Bertanya dan berkonsultasi tentang sesuatu yang belum diketahui merupakan kegiatan
belajar yang harus dibiasakan.
g. Latihan dan mempraktekan sesuatu yang telah dipelajari akan mampu menciptakan
perubahan dalam dirinya.
h. Menghayati pengalaman, karena pengalaman adalah guru terbaik.

1.2 Materi 2 Keberhasilan Belajar dan Pembelajaran


Belajar merupakan peningkatan dan perubahan kemampuan kognitif, apektif, dan
psikomotorik kearah yang lebih baik lagi. Keberhasilan belajar siswa merupakan akibat dari
tindakan dari sebuah pembelajaran yang tidak lepas dari peran aktif guru dan siswa itu sendiri
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dimyati dan Mujiono dalam Sukaesih (2002:22)
mengenai rekayasa pembelajaran menyebutkan bahwa :
a. Guru melakukan rekayasa pembelajaran yang dilakukan berdasarkan kurikulum yang
berlaku.
b. Siswa harus mempunyai kepribadian, pengalaman, dan tujuan
c. Guru menyusun desain intruksional untuk membelajarkan siswa.
d. Guru menyediakan kegiatan belajar mengajar siswa.
e. Guru mengajar di kelas dengan maksud membelajarkan siswa dengan menggunakan asas
pendidikan dan teori belajar.
f. Siswa mengalami proses belajar dalam meningkatkan kemampuannya.
g. Dari suatu proses belajar siswa suatu hasil belajar.
Dengan belajar, seharusnya siswa dapat berubah menjadi lebih baik. Perubahan-
perubahan yang terjadi dari hasil belajar harus mengacu kepada kesadaran, niat, tujuan
belajar, berlangsung secara terus menerus dan menimbulkan perubahan positif dalam
moralitas, mental, pengetahuan, dan keterampilan siswa (Jauhari, 2000:78). Hal itu akan
terwujud bila didukung oleh empat hal, yaitu :
a. Memiliki kemauan dan kesiapan untuk belajar. Hal ini berkaitan dengan niat dan motivasi
siswa.
b. Adanya keinginan untuk berprstasi. Hal ini berkaitan dengan semangat dan etos belajar
siswa.
c. Memiliki kemampuan dan tradisi intelektual positif yang berkaitan dengan kecerdasan,
sikap, dan perilaku dalam belajar.
d. Berusaha menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang berhubungan dengan kondisi
fisik dan psikis.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh unsur-unsur belajar, baik unsur luar
maupun unsur dalam. Unsur-unsur tersebut adalah:
a. Unsur luar
1) Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembapan udara berpengaruh dalam proses dan
hasil belajar.
2) Lingkungan social baik yang berwujud manusia maupun yang lainnya berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar.
3) Instrumental yang terdiri dari kurikulum, program, sarana dan prasaran, serta guru sebagai
pendidik.
b. Unsur dalam ( kondisi individu )
1) Kondisi fisiologis dan panca indra terutama pendengaran dan penglihatan.
2) Kondisi psikologis yang terdiri atas minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan keterampilan
kognitif. (Nasution,1994)
1.2.1 Sub Materi 2 Hakikat Pembelajaran Tematik
Pembelajaran di kelas rendah pada sekolah dasar harus memperhatikan karakteristik
siswa yang akan menghayati pengalaman belajar sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Pembelajaran yang memisahkan penyajian mata pelajaran akan membuat siswa kelas rendah
merasa kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu, pembelajaran harus dirancang sedemikian
rupa agar siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna.
1. Pengertian Pendekatan Tematik
Resmini (2006) berpendapat bahwa:
“pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan
pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
belajar yang bermakna kepada siswa”. Pembelajaran tematik diyakini sebagai
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan anak. Sejalan dengan itu, pembelajaran tematik akan dikendalikan
oleh eksplorasi topik yang ada dalam kurikulum. Dengan demikian, siswa dapat belajar
menghubungkan proses dan isi butir-butir pembelajaran secara lintas disipilin.
2. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Tematik Diterapkan di Sekolah
Dasar
Resmini (2006:19) berpendapat bahwa pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan pembelajaran tematik diantaranya :
a. Mendorong guru berkreatifitas, sehingga guru dituntut untuk memiliki wawasan,
pemahaman, dan kreatifitas dalam pembelajaran.
b. Memberikan guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, dinamis,
menyeluruh, dan bermakna sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kesiapan siswa.
c. Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan
memahami hubungan antara konsep, pengetahuan, dan nilai yang terdapat dalam
setiap mata pelajaran.
d. Menghemat waktu, tenaga, biaya dan sarana, juga menyederhanakan langkahlangkah
pembelajaran.
Adapun kelemahan pembelajaran tematik diantaranya adalah :
a. Menuntut peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas, kreatifitas
tinggi, keterampilan, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani
untuk mengemas dan mengembangkan materi.
b. Dalam pengembangan kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar siswa
yang baik dalam aspek intelegensi.
c. Pembelajaran tematik memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup banyak
dan berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.
d. Memerlukan jenis kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
e. Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran ( obyek,
indikator, dan prosedur ) yang terpadu.
f. Pembelajaran tematik tidak mengutamakan salah satu atau lebih mata pelajaran
dalam proses pembelajarannya.
1.2.2 Sub Materi 2 Model Pendekatan Tematik
Fogarty dalam Resmini (2006:31) memberikan sepuluh pandangan tentang
pembelajaran terpadu, yaitu :
a. Fragmented.
Model fragmented pemaduannya hanya terbatas pada satu disiplin ilmu tertentu saja.
Misalnya mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia disikapi memiliki dua disiplin yang
berbeda, yakni bahasa dan kesusastraan. Pemaduan butir pembelajaran kosa kata,
struktur, membaca, dan mengarang hanya dihubungkan dengan pembelajaran kemampuan
berbahasa saja. Pembelajaran ini dilakukan secara berurutan pada jam-jam pelajaran yang
berbeda.
b. Connected
Model connected dilandasi anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan
pada induk disiplin ilmu tertentu. Misalnya dalam pembelajaran bahasa dan sastra indonesia
berada dalam satu disiplin ilmu, butir pembelajaran kosa kata, struktur, membaca, dan
mengarang merupakan satu keutuhan yang membentuk kemampuan bernahasa dan bersastra.
Hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan, dan pengalaman tidak berlangsung
secara otomatis, maka guru harus mengemas pembelajaran secara terpadu.
c. Nested
Model nested merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep dan keterampilan
melalui sebuah kegiatan pembelajaran, pembelajaran berbagai bentuk
konsep dan keterampilan tidak harus dirumuskan dalam indikator keberhasilan
d. Sequenced
Model sequenced merupakan model pemaduan topik antar mata pelajaran yang berbeda
secara paralel.
e. Shared
Model shared merupakan bentuk pemaduan yang disebabkan ketumpangtindihan konsep
dalam dua mata pelajaran atau lebih.
f. Webbed
Model webbed adalah model yang dianggap paling populer. Pada dasarnya model
webbed merupakan bentuk yang bertolak belakang dari pendekatan tematis dalam
mengintegrasikan bahan pembelajaran. Tema sebagai ide sentral dijadikan sebagai
landasan penyampaian isi pembelajaran interdispliner maupun antardisipliner.
g. Threated
Model threated merupakan pemaduan bentuk keterampilan. Misalnya mengadakan
prediksi dan estimasi dalam matematika. Model ini berfokus kepada metacurriculum.
h. Integrated
Model integrated merupakan model pemaduan sejumlah topik pembelajaran dari mata
pelajaran yang berbeda tapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Misalnya topik
evidensi yang semula ada dalam matematika, sains, dan pengetahuan sosial agar tidak
membuat muatan kurikulum berlebihan cukup diletakkan dalam mata pelajaran sains.
i. Immersed
Model immersed cukup dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan
memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan
pemakaiannya. Dalam hal ini, tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman sangat
diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
j. Networked
Model networked merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan
kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun bentuk
keterampilan baru setelah mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun
konteks yang berbeda-beda. Belajar disikapi sebagai proses yang berlangsung secara
terus menerus karena adanya hubungan timbal balik antara pemahaman dan kenyataan
yang dihadapi siswa.
1.2.3 Sub Materi Perencanaan Pembelajaran Tematik
Berdasarkan pendapat Resmini (2006:75) bahwa pembelajaran tematik
mempunyaiciri-ciri berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung pada siswa,
pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, penyajian konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam satu proses pembelajaran, bersifat fleksibel, dan hasil pembelajaran dapat berkembang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, maka langkah-langkah perencanaan pembelajaran
tematik yang harus dilakukan adalah :
a. Mempelajari butir-butir pembelajaran dalam KTSP.
b. Menyusun sendiri butir-butir pembelajaran apa saja yang dapat dipadu dan dipayungkan
dalam unit tematis tertentu.
c. Menetapkan kompetensi dasar dan merumuskan indikator pembelajarannya.
d. Mengidentifikasi keselarasan hubungan kompetensi dasar dengan butir-butir indikator
hasil belajar dari antartopik pembelajaran.
e. Menentukan tema dan teks yang akan dijadikan payung dan landasan pembelajaran.
f. Menentukan skenario pembelajaran.
Skenario pembelajaran kurang lebih harus menggambarkan :
a. Prosedur kegiatan belajar tergambarkan dalam kegiatan pembelajaran.
b. Kegiatan yang dilakukan guru dalam menciptakan, mengendalikan, dan menilai proses
pembelajaran harus mencakup kegiatan yang dilakukan guru maupun siswa.
c. Bentuk interaksi dialog harus dilakukan antar guru-siswa dan siswa-siswa
Alasan Penerapan Pembelajaran Tematik :
Disamping meningkatkan efesiensi penyelenggaraan program pendidikan, juga karena
:
a. Peneliti sebagai guru kelas mengetahui dan memahami masalah-masalah yang terjadi
dalam proses pembelajaran selama ini.
b. Pembelajaran dirasa lebih tepat diterapkan di kelas rendah karena sesuai dengan
karakteristik belajar siswa
c. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa.
d. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
e. Mengembangkan keterampilan berpikir siswa dengan permasalahan yang dihadapi.
f. Menumbuhkan keterampilan sosial dan bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan
tanggap terhadap gagasan orang lain.
1.3 Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian belajar secara teori?
2. Tuliskan unsur-unsur tercapainya keberhasilan dalam belajar?
3. Tuliskan kelemahan pembelajaran tematik?
1.4 Kuci Jawaban
1. Pada hakekatnya belajar adalah segala proses atau uasaha yang dilakukan secara sadar,
sengaja, aktif, sistematis dan integrativ untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam
dirinya menuju kearah kesempurnaan hidup.
2. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh unsur-unsur belajar, baik unsur luar maupun
unsur dalam. Unsur-unsur tersebut adalah:
a. Unsur luar
Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembapan udara berpengaruh dalam proses
dan hasil belajar.
Lingkungan social baik yang berwujud manusia maupun yang lainnya berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar.
Instrumental yang terdiri dari kurikulum, program, sarana dan prasaran, serta guru
sebagai pendidik.
b. Unsur dalam ( kondisi individu )
Kondisi fisiologis dan panca indra terutama pendengaran dan penglihatan.
Kondisi psikologis yang terdiri atas minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan
keterampilan kognitif.
3. Kelemahan pembelajaran tematik :
Pada hakekatnya belajar adalah segala proses atau usaha yang dilakukan secara sadar,
sengaja, aktif, sistematis dan integrativ untuk menciptakan perubahan-perubahan
dalam dirinya menuju kearah kesempurnaan hidup.
Skinner dalam Syamsudin (2000) berpendapat bahwa proses belajar melibatkan tiga
tahapan yaitu adanya rangsangan, lahirnya perilaku dan adanya penguatan.
Munsterberg dan Taylor dalam Nasution (2000:50) mengadakan penelitian ilmiah
tentang cara-cara belajar yang baik, dari 517 cara belajar yang baik, ada beberapa
point yang sangat penting, diantaranya :
a. Keadaan jasmani yang sehat
b. Keadaan sosial dan ekonomi yang stabil
c. Keadaan mental yang optimis
d. Menggunakan waktu yang sebaik-baiknya
e. Membuat catatan
a) Menuntut peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas, kreatifitas tinggi,
keterampilan, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani untuk mengemas
dan mengembangkan materi.
b) Dalam pengembangan kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar siswa yang baik
dalam aspek intelegensi.
c) Pembelajaran tematik memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup banyak dan
berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.
d) Memerlukan jenis kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
e) Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran ( obyek, indikator,
dan prosedur ) yang terpadu.
f) Pembelajaran tematik tidak mengutamakan salah satu atau lebih mata pelajaran dalam
proses pembelajarannya.
1.5 Rangkuman
Pada hakekatnya belajar adalah segala proses atau usaha yang dilakukan secara sadar,
sengaja, aktif, sistematis dan integrativ untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam
dirinya menuju kearah kesempurnaan hidup. Skinner dalam Syamsudin (2000) berpendapat
bahwa proses belajar melibatkan tiga tahapan yaitu adanya rangsangan, lahirnya perilaku dan
adanya penguatan. Munsterberg dan Taylor dalam Nasution (2000:50) mengadakan
penelitian ilmiah tentang cara-cara belajar yang baik, dari 517 cara belajar yang baik, ada
beberapa point yang sangat penting, diantaranya :
a. Keadaan jasmani yang sehat
b. Keadaan sosial dan ekonomi yang stabil
c. Keadaan mental yang optimis
d. Menggunakan waktu yang sebaik-baiknya
e. Membuat catatan
Bab 2: Guru dan Tugasnya dalam Pembelajaran

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar (central basic) yang dapat
membawa perubahan terhadap manusia. Perubahan tersebut sifatnya bertahap dan
memerlukan waktu yang cukup lama. Telah banyak perkembangan dan kemajuan di segala
bidang yang disebabkan oleh adanya pendidikan. Dengan demikian adanya pendidikan dapat
mengubah suatu keadaan (negara, bangsa bahkan perorangan) menjadi kondisi kehidupan
yang lebih baik. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sikap
dan keterampilan, sehingga dapat dikembangkan di lingkungan masyarakat untuk
kepentingan masyarakat itu sendiri termasuk juga kepentingan dirinya sendiri. Mengingat
begitu pentingnya pendidikan, maka sudah sepatutnya apabila berbagai lembaga pendidikan
dari waktu ke waktu senantiasa meningkatkan peranannya, termasuk dalam peningkatan mutu
pembelajarannya. Upaya peningkatan mutu pembelajaran di setiap jenjang dan satuan
pendidikan pada saat ini terus-menerus diupayakan. Khusus untuk guru yang secara internal
terlibat langsung dalam pembelajaran di sekolah harus berusaha mencari terobosan-terobosan
baru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajarannya yang bercirikan sebagaimana
dikemukakan Toro (Irianto, 2009:40-41) , yaitu sebagai berikut.

1. Peserta didik memiliki tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas belajar sesuai
dengan tujuan dan sasaran pendidikan, sehingga memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan (kompetensi);
2. Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja
(relevansi);
3. Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, sehingga dapat melakukan
sesuatu untuk keperluan hidupnya dalam rangka penyesuaian diri dengan perubahan
yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat (fleksibilitas);
4. Hasil pendidikan tidak mengakibatkan adanya pemborosan ekonomi maupun
pemborosan sosial (efisiensi), dapat menghasilkan sesuatu yang produktif (berdaya
hasil), memberikan kepastian/jaminan mutu, dapat dipertanggungjawabkan, bernilai
tinggi, dapat merespon kebutuhan masyarakat, dapat dimanfaatkan dalam waktu
relatif lama serta berseni.

Untuk itulah jelas bahwa peningkatkan mutu pembelajaran menuntut peran, fungsi,
tugas dan tanggung jawab secara khusus dari guru agar senantiasa memikirkan upaya-upaya
atau terobosan-terobosan baru secara konkrit, sehingga mutu pembelajaran di sekolah dapat
lebih meningkat. Permasalahan-permasalahan yang ditemui berdasarkan observasi penulis
terhadap peran guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran berhubungan dengan masih
adanya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan kurang, sikap profesionalisme guru dalam
melaksanakan tugas masih rendah, persiapan guru untuk melaksanakan pengajaran yang
kurang mantap, masih sering terdapatnya rentang perolehan nilai siswa yang cukup jauh
dalam setiap mata pelajaran, masih terdapatnya siswa yang memiliki nilai merah untuk mata
pelajaran tertentu, kurangnya memanfaatkan media dan sumber belajar dan masih rendahnya
sikap inovatif serta kreativitas mengajar guru.

Peran dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran

Sehubungan dengan peran dan fungsi guru dalam pembelajaran, maka diperlukan
adanya usaha dari guru untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya tersebut. Peranan guru
tersebut akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai
interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru maupun dengan staf sekolah atau bahkan
dengan kepala sekolah. Dari berbagai kegiatan interaksi, maka kegiatan pembelajaran dapat
dipandang sebagai sentral bagi peranannya, mengingat disadari atau tidak bahwa sebagian
waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk penggarapan pembelajaran di dalam kelas
dan berinteraksi dengan siswa. Beberapa fungsi guru menurut Zen (2010:69-70) sehubungan
dengan tugasnya selaku pengajar dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Sebagai Informator. Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi


lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. dalam pada itu
berlaku teori komunikasi: teori stimulus – respon, teori dissonance – reduction dan
teori – pendekatan fungsional.
2. Sebagai Organisator. Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus,
work shop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan
dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga
dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.
3. Sebagai Motivator. Peranan guru sebagai motivator, penting artinya dalam rangka
meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus
dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcemen untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya, sehingga akan terjadi
dinamika di dalam pembelajaran.
4. Sebagai Pengarah/Direktor. Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih
menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Sebagai Inisiator. Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam belajar. Sudah
barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak
didiknya.
6. Sebagai Transmiter. Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar
kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
7. Sebagai Fasilitator. Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan
fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran, misalnya saja dengan menciptakan
suasan kegiatan yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga
interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif.
8. Sebagai Mediator. Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam
kegiatan belajar siswa, misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan
dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan penyedian media, bagaimana
cara memakai dan mengorganisasi penggunaan media.
9. Sebagai Evaluator. Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru
mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya
berhasil atau tidak. Tetapi kalau diamati secara agak mendalam evaluasi-evaluai yang
dilakukan guru itu sering hanya merupakan evaluasi ekstrinsik dan sama sekali belum
menyentuh evaluasi instrinsik. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi yang
mencakup pula evaluasi intrinsik. Untuk itu guru harus hati-hati dalam menjatuhkan
nilai atau kreteria keberhasilan. Dalam hal ini tidak cukup hanya dilihat bisa atau
tidaknya mengerjakan mata pelajaran yang diujikan, tetapi masih perlu ada
pertimbangan-pertimbangan yang sangat kompleks, terutama menyangkut perilaku
dan values yang ada pada masing-masing mata pelajaran.
Konsep Peningkatan Mutu Pembelajaran

Mutu pembelajaran merupakan bagian dari mutu pendidikan secara keseluruhan.


Dalam hal ini sebelum memahami konsep mutu pembelajaran, terlebih dahulu harus
diketahui konsep dasar tentang mutu pendidikan. Kemendikbud (2014:7) mendefinisikan
pengertian mutu pendidikan bahwa “mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam
pengelolaan sekolah secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang
berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut
menurut norma atau standar yang berlaku”. Berdasarkan pengertian tersebut diungkapkan
bahwa pada dasarnya mutu pendidikan merupakan kemampuan sekolah dalam menghasilkan
nilai tambah yang diperolehnya menurut standar yang berlaku. Bertitik tolak dari pemikiran
tersebut, maka mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam
penyelenggaraan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat
yang bernilai tinggi bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Sebagaimana
yang telah dikemukakan bahwa peningkatan mutu pembelajaran akan terwujud secara baik
apabila dalam pelaksanaannya didukung oleh komponen-komponen peningkatan mutu yang
ikut andil dalam pelaksanannya, antara lain:

1. Penampilan Guru. Komponen yang menunjang terhadap peningkatan mutu


pembelajaran adalah penampilan guru, artinya bahwa rangkaian kegiatan yang
dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pengjaran sangat menentukan terhadap
mutu pembelajaran yang dihasilkan. Kunci keberhasilannya mengingat bahwa guru
yang merupakan salah satu pelaku dan bahkan pemeran utama dalam
penyelenggaraan pembelajaran, sehingga diharapkan penampilan gutu harus benar-
benar memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap yang profesional yang pada
akhirnya mampu menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yang akan
dicapai.
2. Penguasaan Materi/Kurikulum. Komponen lainnya yang menunjang terhadap
peningkatan mutu pembelajaran yaitu penguasaan materi/kurikulum. Penguasaan ini
sangat mutlak harus dilakukan oleh guru dalam menyelenggarakan pembelajaran,
mengingat fungsinya sebagai objek yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Dengan demikian penguasaan materi merupakan kunci yang menentukan keberhasilan
dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sehingga seorang guru dituntut atau ditekan
untuk menguasai materi/kurikulum sebelum melakukan pengajaran di depan kelas.
3. Penggunaan Metode Mengajar. Penggunaan metode mengajar juga merupakan
komponen dalam peningkatan mutu pembelajaran yang menunjukkan bahwa metode
mengajar yang akan dipakai guru dalam menerangkan di depan kelas tentunya akan
memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Dengan
menggunakan metode mengajar yang benar dan tepat, maka memungkinkan akan
mempermudah siswa memahami materi yang akan disampaikan.
4. Pendayagunaan Alat/Fasilitas Pendidikan. Kemampuan lainnya yang menentukan
peningkatan mutu pembelajaran yaitu pendayagunaan alat-fasilitas pendidikan. Mutu
pembelajaran akan baik apabila dalam pelaksanaan pembelajaran didukung oleh
alat/fasilitas pendidikan yang tersedia. Hal ini akan memudahkan guru dan siswa
untuk menyelenggarakan pembelajaran, sehingga diharapkan pendayagunaan
alat/fasilitas belajar harus memperoleh perhatian yang baik bagi sekolah-sekolah
dalam upaya mendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
5. Penyelengaraan Pembelajaran dan Evaluasi. Mutu pembelajaran ditentukan oleh
penyelenggaraan pembelajaran dan evaluasi yang menunjukkan bahwa pada dasarnya
mutu akan dipengaruhi oleh proses. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola
pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga mampu mewujudkan peningkatan
mutu yang optimal.
6. Pelaksanaan Kegiatan Kurikuler dan Ekstra-kurikuler. Peningkatan mutu
pembelajaran dipengaruhi pula oleh pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstra-
kurikuler yang menunjukkan bahwa mutu akan mampu ditingkatkan apabila dalam
pembelajaran siswa ditambah dengan adanya kegiatan kurikuler dan esktra-kurikuler.
Kegiatan tersebut perlu dilakukan, mengingat akan menambah pengetahuan siswa di
luar pengjaran inti di kelas dan tentunya hal ini akan menjadi lebih baik terutama
dalam meningaktkan kreativitas dan kompenetis siswa.

Peranan Guru dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa selain kepala sekolah hal yang tidak kalah
pentingnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah peran, fungsi dan
tanggung jawab guru, mengingat guru merupakan orang yang secara langsung berhadapan
dengan peserta didik dalam melaksanakan PBM, sehingga pada akhirnya out put pendidikan
dapat dirasakan oleh masyarakat. Keadaan tersebut dapat terlaksana apabila ditunjang dengan
adanya upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola dan berperan langsung dalam
mengajar serta mendidik para siswanya. Guru merupakan pelaksana terdepan pendidikan
anak-anak di sekolah. Oleh karena itu berhasil tidaknya upaya peningkatan mutu pendidikan
banyak ditentukan juga oleh kemampuan yang ada pada guru dalam mengemban tugas pokok
sehari-harinya yaitu pengelolaan pembelajaran di sekolah. Adapun peran dan fungsi guru
dalam meningkatkan mutu pendidikan menurut Usman (2004:6-9) meliputi:

1. Guru sebagai demonstrator berfungsi untuk mendemonstrasikan suatu materi


pembelajaran, sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa. Oleh
karena itu guru harus mampu menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkannya serta senantiasa mengembangkan kemampuannya yang pada akhirnya
mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
2. Guru sebagai pengelola kelas berfungsi untuk mengendalikan dan mengorganisasikan
siswa di dalam kelas agar lebih terarah kepada tujuan pembelajaran. Oleh karena itu
guru harus mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta
merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan.
3. Guru sebagai mediator dan fasilitator berfungsi untuk memperagakan suatu media
atau alat pembelajaran yang mendukung materi sehingga siswa lebih merasa jelas.
Oleh karena itu guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan
pembelajaran.
4. Guru sebagai evaluator berfungsi untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Oleh karena
itu guru harus melaksanakan evaluasi pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan untuk mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh
pihak terdidik maupun oleh pendidik.

Sebagai wujud nyata dari guru untuk meningkatkan kompetensi pribadi yang
menunjang terhadap peningkatan peran dan fungsi guru tersebut, maka usaha-usaha konkrit
yang dapat dilakukan antara lain: guru sebagai demonstrator: mengetahui kurikulum
pembelajaran secara keseluruhan, membaca dan mempelajari materi yang akan diajarkan,
melatih diri di depan cermin atau rekan sejawat mengenai cara menyampaikan materi yang
baik serta mengetahui dan mempelajari cara memperagakan hal-hal yang diajarkannya secara
didaktis, guru sebagai pengelola kelas: mengetahui dan memahami aspek-aspek yang
berhubungan dengan psikologis siswa, mengetahui latar belakang, sifat, sikap, perilaku dan
kemauan siswa yang berhubungan dengan pembelajaran serta mengetahui cara-cara
memberikan sanksi dan memotivasi siswa yang diarahkan kepada tujuan pembelajaran, guru
sebagai mediator dan fasilitator : mengetahui, memahami dan berketerampilan dalam
menggunakan media pengajaran serta mampu berpikir kritis untuk memanfaatkan lingkungan
sebagai media pembelajaran bagi siswa dan guru sebagai evaluator: mampu menyusun alat
evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa,
menilai diri sendiri (self evaluation) untuk mengukur keberhasilan dalam menyampaikan
materi pelajaran atau melalui rekan sejawat serta mampu melakukan penilaian terhadap hasil
prestasi belajar siswa, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekurangan dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Semua kegiatan tersebut dapat diperoleh guru dalam bentuk
wadah pembinaan profesional, pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kompetensi secara
pribadi atau pendidikan lanjutan.

Selanjutnya setelah guru memiliki kemampuan profesional yang menunjang terhadap


peran dan fungsinya, maka strategi yang dapat dilakukan sehubungan dengan upaya
peningkatan mutu pendidikan antara lain: pelaksanaan pembelajaran lebih mengaktifkan
belajar siswa, perhatian menyeluruh terhadap semua siswa, memahami perbedaan karakter
setiap siswa (aspek psikologisnya), memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dan
melaksanakan evaluasi secara keseluruhan terhadap hasil belajar siswa. Mengingat begitu
pentingnya peran dan fungsi guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan terutama dalam
pelaksanaan pembelajaran sudah selayaknyalah apabila kemampuanya ditingkatkan, dibina
dengan baik dan secara kontinyu, sehingga benar-benar memiliki kemampuan yang sesuai
dengan tuntutan profesinya. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki beberapa
syarat tertentu, sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (2006:76), yaitu:

1. Persyaratan fisik, yaitu kesehatan jasmani yang artinya seorang tenaga kependidikan
harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan;
2. Persyaratan psychis, yaitu sehat rohani yang artinya tidak mengalami gangguan jiwa
ataupun kelainan;
3. Persyaratan mental, yaitu memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi
kependidikan, mencintai dan mengabdi serta memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas
dan jabatannya.
4. Persyaratan moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki sikap susila
yang tinggi; serta
5. Persyaratan intelektual, yaitu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dari
lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang memberikan bekal guna menunaikan
tugas dan kewajibannya sebagai pendidik.

Dengan demikian syarat-syarat tersebut dapat ditelaah bahwa syarat yang terakhir
yang bersifat khusus dan hanya dilakukan secara khusus pula. Selanjutnya untuk
merealisasikan peningkatan mutu oleh guru berdasarkan peran, fungsi dan tanggung
jawabnya tentunya guru akan dihadapkan terhadap sejumlah permasalahan antara lain:
karakteristik siswa yang berbeda, media pembelajaran yang relatif terbatas, kurangnya
pemahaman terhadap aspek psikologis dan latar belakang siswa serta kurangnya koordinasi
antara guru dengan orang tua siswa. Oleh karena itu dengan adanya permasalahan tersebut
akan menyebabkan guru tidak optimal dalam meningkatkan mutu pendidikan, sehingga guru
perlu bekerja sama dengan kepala sekolah dan masyarakat.
PEMBAHASAN

Permasalahan yang berhubungan dengan masih adanya guru yang memiliki


kualifikasi pendidikan kurang upaya yang dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada
guru yang mengikuti studi lanjutan pada Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta yang
menunjang keilmuan dan pengembangan karier, sikap profesionalisme guru dalam
melaksanakan tugas masih rendah upaya yang dilakukan adalah pembinaan dari kepala
sekolah maupun pengawas sekolah, mengharuskan aktif dalam organisasi keprofesian,
mengikuti kegiatan pendidikan dan penataran serta pemberian motivasi dan disiplin dari
kepala sekolah, persiapan guru untuk melaksanakan pengajaran yang kurang mantap upaya
yang dilakukan adalah pembinaan supervisi yang kontinyu dari kepala sekolah dan pengawas,
masih sering terdapatnya rentang perolehan nilai siswa yang cukup jauh dalam setiap mata
pelajaran upaya yang dilakukan adalah guru melakukan evaluasi terhadap seluruh
pembelajaran dan berkonsultasi dengan guru lainnya, masih terdapatnya siswa yang memiliki
nilai merah untuk mata pelajaran tertentu upaya yang dilakukan adalah konsultasi dan
kerjasama dengan orang tua siswa, kurangnya memanfaatkan media dan sumber belajar
upaya yang dilakukan adalah memfasilitasi guru dengan fasilitas pendidikan selengkap
mungkin dan masih rendahnya sikap inovatif serta kreativitas mengajar guru upaya yang
dilakukan adalah melakukan kegiatan percobaan dalam bidang pengajaran dan mengharuskan
guru untuk berusaha sendiri memperkaya pengetahuan melalui berbagai informasi yang
sangat bermanfaat bagi kemajuannya. Jika digambarkan, maka pola peran guru dalam
meningkatkan mutu pembelajaran adalah sebagai berikut.

Berdasarkan gambar tersebut dapat ditelaah bahwa untuk mencapai mutu pembelajaran
terlebih dahulu guru harus membekali diri dengan sejumlah kompetensi dalam bidang
pengajaran baik yang dilakukan oleh diri sendiri maupun bantuan kepala sekolah. Kegiatan
pembekalan tersebut dilakukan secara kontinyu seiring dengan perkembangan dan tuntutan
kebutuhan dunia pendidikan, sehingga pada akhirnya akan membentuk sikap lebih
profesional dari guru itu sendiri. Agar kegiatan pembekalan lebih efektif langkah yang perlu
dilakukan adalah dengan terlebih dahulu menganalisis permasalahan-permasalahan yang
dihadapi guru serta kebutuhannya sehubungan dengan pelaksanaan tugas mengajar di
sekolah. Kegiatan analisis ini penting dilakukan, sehingga pembekalan lebih berarti dan
sesuai dengan kebutuhan guru. Jika sikap profesional telah dimiliki, maka secara otomatis
mutu pembelajaran akan dicapai secara optimal yang ditandai oleh prestasi belajar siswa
meningkat, lulusan mampu bersaing dengan sekolah lain dan presentase lulusan banyak
diterima di sekolah unggulan.

PENUTUP

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia untuk meningkatkan kualitas


diri dan kemampuannya agar berguna baik untuk kehidupannya sendiri maupun
lingkungannya. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Peranan guru dalam meningkatkan
mutu pembelajaran menempati posisi yang secara langsung sangat menentukan
keberhasilannya, mengingat guru sebagai figur yang secara langsung terlibat dalam
pembelajaran di dalam kelas. Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat
diidentifikasi dari perilaku guru sebagai fasilitator, demonstrator, pengelola kelas, mediator
dan evaluator. Kesemua peran tersebut membutuhkan lagi usaha yang lebih konkrit dan
langsung menyentuh terhadap kebutuhan peserta didik agar mutu pembelajaran lebih baik.
Permasalahan-permasalahan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran berhubungan
dengan masih adanya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan kurang, sikap
profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas masih rendah, persiapan guru untuk
melaksanakan pengajaran yang kurang mantap, masih sering terdapatnya rentang perolehan
nilai siswa yang cukup jauh dalam setiap mata pelajaran, masih terdapatnya siswa yang
memiliki nilai merah untuk mata pelajaran tertentu, kurangnya memanfaatkan media dan
sumber belajar dan masih rendahnya sikap inovatif serta kreativitas mengajar guru. Setiap
permasalahan tersebut dilakukan upaya pemecahannya yang sekiranya mampu dilakukan
oleh guru maupun pihak lain.
Bab 3 Pendekatan Tentang Belajar
A. LATAR BELAKANG
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Permenpan dan RB) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan
Angka Kreditnya, secara secara jelas pada pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa Tugas pokok
Pamong Belajar adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan
mengembangkan model di bidang PNFI. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh PB. Kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui
berbagai kegiatan diantaranya melalui pembelajaran, pendidikan dan pelatihan (diklat), dan
pembimbingan. Pengelolaan pembelajaran yang baik dapat memberikan pengalaman belajar
yang bermutu kepada peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga
kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran dapat dicapai peserta didik secara lebih
efektif.
Metode pembelajaran merupakan bagian penting dalam pengelolaan pembelajaran, yang
mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran
yang tepat akan sangat membantu peserta didik dalam pencapaian kompetensi. Untuk itu
pendidik perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait metode pembelajaran,
sehingga dapat menjadi bekal bagi pelaksanaan kegiatanpembelajaran pada sasaran yang
program-program PAUD dan Dikmas.

B. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas 2 materi pokok yaitu tentang 1) metoda pembelajaran; dan 2)
Kriteria pemilihan metode pembelajaran. Materi pokok metode pembelajaran terdiri dari 2
sub materi yaitu (1) pengertian, dan fungsi pendekatan, strategi dan metode; (2) macam-
macam metode pembelajaran. Materi pokok kriteria pemilihan metode pembelajaran terdiri
dari 2 sub materi yaitu (1) Pentingnya pemilihan metode pembelajaran; (2) Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran.

C. HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan peserta mampu memahami konsep
dasar pendekatan, strategi dan metoda, macammacam metode pembelajaran, pentingnya
pemilihan metoda pembelajaran serta factor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metoda
pembelajaran.

D. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat;
1. Menjelaskan perbedaan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran berdasarkan
pengertian dan fungsinya,
2. Mendeskripsikan macam-macam metode pembelajaran;
3. Menjelaskan pentingnya pemilihan metode pembelajaran dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode dalam pembelajaran
5. Dapat memilih suatu metode dalam rancangan kegiatan pembelajaran

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


1. Metode Pembelajaran
a. Pengertian dan fungsi pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran
b. macam-macam metode pembelajaran;
2. Kriteria Pemilihan Metode Pembelajaran
a. Pentingnya pemilihan metode dalam pembelajaran
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran

F. MANFAAT BAHAN BELAJAR


Dengan tercapainya tujuan pemenuhan kompetensi Pamong Belajar dalam
pendekatan, strategi dan metode pembelajaran, diharapkan dapat memperoleh manfaat,
sebagai berikut:
1. Bagi Pamong Belajar
a. Sebagai materi untuk memahami pengertian, urgensi dan prinsipprinsip pendekatan,
strategi dan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar program PAUD DAN
DIKMAS.
b. Sebagai rujukan untuk mengembangkan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar program PAUD DAN DIKMAS.
c. Sebagai tambahan bahan dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik ataupun peserta latih.
d. Sebagai salah satu solusi untuk mengefektifkan dan mengoptimalkan kinerjanya dalam
memenuhi tugas pokok sebagai Pamong Belajar, terutama dalam mengembangkan metode
pembelajaran dalam kegiatan belajar belajar program PAUD DAN DIKMAS.
2. Bagi Lembaga UPT/UPTD
a. Sebagai referensi dan ataupun perbendaharaan bahan ajar
b. Sebagai bahan pembinaan kepada pamong belajar dalam melaksanakan tugas pokoknya.

METODE PEMBELAJARAN

A. INDIKATOR KEBERHASILAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat:
1. Menjelaskan perbedaan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran berdasarkan
pengertian dan fungsinya,
2. Mendeskripsikan macam-macam metode pembelajaran;

B. URAIAN
1. Pengertian dan fungsi pendekatan, strategi dan metode
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,
sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut
adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran, (4)
teknik pembelajaran, (5) taktik pembelajaran, dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan
dipaparkan pengertian istilah – istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan
tentang penggunaan istilah tersebut
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
Strategi Pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling
efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip
pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat
konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua
bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning
(Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat
dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi
pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan
berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of
operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”
(Wina Senjaya (2008). Pendekatan, strategi dan dan metode merupakan tiga hal yang saling
terkait satu sama lain. Pendekatan (approach),menurut T. Raka Joni (1991), menunjukan cara
umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak, ibarat
seorang yang memakai kacamata dengan warna tertentu di dalam memandang alam sekitar.
Kacamata berwarna hijau akan menyebabkan lingkungan kelihatan kehijauhijauan dan
seterusnya. Menurut Wina Sanjaya (2007), pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan ini juga digunakan oleh Fred
Percival dan Henry Ellington (1984) untuk menyebut pendekatan yang berorientasi pada
lembaga/pendidik dan pendekatan yang berorientasi pada peserta didik. Rpy Killen (1998)
mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada
pendidik (Teacher center approach), dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik
(student-center approach). Pendekatan akan menjadi pedoman atau orientasi dalam pemilihan
komponen kegiatan pembelajaran lainnya terutama strategi dan metode pembelajaran.
Strategi pembelajaran menurut JR. David (1976), diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut, ada dua hal penting terkait dengan strategi pembelajaran yaitu;
a. Rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metoda dan pemanfaatan
berbagai sumberdaya/kekuatan dalam pembelajaran
b. Strategi disusun untuk mencapai tujuan Ini artinya, sebelum menentukan strategi harus
dirumuskan terlebih dahulu tujuan yang jelas, dan dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan
merupakan roh dalam mengimplementasikan strategi. Untuk mengimplementasikan strategi
tersebut perlu disusun dalam rangkaian kegiatan nyata atau cara yang digunakan agar tujuan
yang telah ditentukan dapat dicapai secara optimal. Cara untuk merealisasikan strategi
tersebut disebut metode.
Metode (method),menurut Fred Percival dan Henry Ellington (1984) adalah cara yang
umum untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik atau mempraktikkan teori yang
telah dipelajari dalam rangka mencapai tujuan belajar. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Tardif dalam Muhibbin Syah (1995) menjelaskan bahwa metode diartikan sebagai cara yang
berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta
didik. Berdasarkan pendapat diatas menunjukkan bahwa metode pembelajaran adalah cara
memproses kegiatan belajar supaya peserta didik dapat berinteraksi secara aktif sehingga
terjadi perubahan pada dirinya sesuai dengan tujuan belajar yang direncanakan. Metode
belajar sebagai alat berkomunikasi dalam proses belajar merupakan unsur penting yang
mempengaruhi pencapaian tujuan belajar. Dengan metode belajar akan tertuntun proses
belajar, akan terbangkit perhatian dan minat peserta didik, akan tercipta interaksi belajar atau
akan terjadi proses perubahan individu peserta didik, sesuai dengan tujuan belajar yang
direncanakan.
Oleh karena itu penentuan metode dalam suatu kegiatan pembelajaran, sangat berpengaruh
terhadap terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif, menyenangkan, sehingga kegiatan
pembelajaran (instructional activities) dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam
memfasilitasi peserta didik untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dalam konteks kondisi pembelajaran yang menyenangkan itu, Ivor K Davies (1981)
menegaskan bahwa suatu kegiatan pembelajaran tidak selalu menjamin orang (baca: peserta
didik) akan dapat belajar. Hal ini menunjukkan bahwa sebaik apapun seorang pendidik dalam
merancang/mendesain suatu program pembelajaran, kiranya tidak akan dapat secara optimal
mewujudkan ketercapaian kompetensi yang diharapkan, apabila tidak didukung oleh
pemilihan sekaligus penggunaan metode secara tepat.
Dengan demikian metode memiliki fungsi (1) penuntun dalam penyampaian atau
pembahasan isi atau pesan belajar; (2) pembangkit perhatian dan minat belajar peserta didik;
(3) pencipta peluang berinteraksi bagi peserta didik; (4) pemroses perubahan individu peserta
didik; (4) pencipta iklim belajar yang menyenangkan dan mendukung proses belajar.
2. Macam-macam metode pembelajaran
Terlaksananya proses pembelajaran, mencerminkan kondisi yang direncanakan oleh
pendidik dengan memanfaatkan berbagai metode, media, dan sumber belajar terpilih dalam
tahapan kegiatan pembelajaran yang sistematis. Banyak ragam metode yang dapat digunakan
pendidik dalam merancang proses pembelajaran. Setiap metode memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, sehingga tidak ada satupun metode yang paling baik untuk
suatu materi tertentu.
Berikut ini disajikan beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran.
a. Metode ceramah
1) Pengertian
Metode ceramah sebagai suatu cara penyajian materi pelajaran dengan lisan (verbal).
Medianya berupa suara dan gaya pendidik (penceramah). Untuk itu peserta didik (audience)
dituntut memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik. Dalam pelaksanaannya, metode
ceramah mempersyaratkan, antara lain:
a) Pendidik (penceramah) hendaknya memiliki keterampilan menjelaskan dengan bahasa,
suara, gaya, dan sikap yang baik serta menarik.
b) Peserta didik (audience) hendaknya memiliki keterampilan/kemampuan mendengarkan
yang baik. Setiap orang dapat mendengar asal tidak tuli, tetapi belum tentu dapat
mendengarkan, apalagi mendengarkan dengan baik dan benar. Mendengarkan yang baik dan
benar terjadi manakala indera pendengaran kita menangkap getaran suara yang berisikan
pesan-pesantentang sesuatu (baca: materi pelajaran), maka bersamaan dengan itu pula kita
berpikir.
c) Ceramah akan berhasil, apabila antara penceramah dengan audience berada pada tingkat
pemahaman yang sama tentang materi yang diceramahkan.
Menurut Mc Leish dalam Davies (1986), keberhasilan ceramah bergantung pada
harapan peserta didik. Apabila peserta didik menyukainya, ceramah akan berfaedah, tetapi
jika peserta didik tidak menyukai, ceramah akan gagal.
Lebih lanjut dikatakan oleh Davies bahwa ceramah akan berhasil secara optimal dalam tiga
situasi, yaitu untuk mencapai:
a) kompetensi kognitif tingkat rendah dan peserta didik dalam kelas jumlahnya banyak;
b) kompetensi kognitif tingkat tinggi dengan materi pelajaran yang baru; dan
c) kompetensi afektif, apabila penceramah/pendidik mampu menarik perhatian
pendengar/peserta didik dengan antusiasnya dan menumbuhkan daya
imajinasinya.
2) Kelebihan dan kekurangan metode ceramah
Kelebihan metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran antara lain;
a) Dalam waktu singkat, pendidik dapat menyajikan materi pelajaran yang banyak kepada
sejumlah peserta didik secara serentak;
b) Melatih kemampuan peserta didik dalam mendengarkan secara tepat, kritis dan penuh
penghayatan sehingga memungkinkan mereka dapat mendengarkan dengan
baik dan benar;
c) Memungkinkan terjadinya penguatan(reinforcement), baik dari pendidik maupun peserta
didik. Pendidik memberikan penguatan kepada peserta didik yang
mendengarkan ceramahnya melalui kehangatan, humor, ilustrasi, penghayat¬an, kelogisan,
dan perhatian. Dengan penguatan ini akan memotivasi peserta didik untuk mempelajari
materi yang disajikan secara lebih mendalam dan meluas melalui pemanfaatan sumbersumber
lain. Sedangkan peserta didik memberikan penguatan kepada pendidiknya melalui pemusatan
perhatian yang ditunjukkan selama ceramah.
d) Memungkinkan pendidik untuk mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman pendidik
sendiri atau peserta didik dalam kehidupan nyata. Sehingga peserta didik memperoleh
wawasan yang luas tentang suatu materi pelajaran dan pada gilirannya akan merangsang
tumbuhnya daya imajinasinya.
e) Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran
yang disajikan dan mengantarkan penggunaan metode lainnya. menghapalkan semua sifat
materi pelajaran sebagai fakta
b) Komunikasi yang terjadi hanya satu arah sehingga cenderung menimbulkan salah tafsir
tentang istilah tertentu (verbalisme)
c) Tidak semua pendidik memiliki keterampilan berbicara dengan gaya bahasa, suara dan
sikap yang baik sehingga dapat menarik perhatian peserta didik, apalagi dapat merangsang
semangat dan menumbuhkan daya imajinasi mereka
d) Tidak segera dapat diketahui umpan balik (feed back) tentang materi pelajaran yang telah
disajikan
e) Pelaksanaan ceramah yang lebih dari 20 menit akan memudarkan perhatian peserta didik
sehingga proses pembelajaran terkesan menjemukan
f) Materi pelajaran yang disajikan dengan ceramah hanya mampu diingat oleh peserta didik
dalam jangka waktu yang singkat sehingga tidak membantu peserta didik mengorganisasikan
materi dalam ingatannya untuk jangka waktu yang panjang dan pada gilirannya akan
mengurangi kreativitas mereka.

3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Ceramah


Agar penggunaan metode ceramah berhasil dengan baik maka beberapa hal yang
harus dilakukan:
a) Persiapan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai
Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan
Mempersiapkan alat bantu
b) Tahap Pelaksanaan
Pembukaan
Meyakinkan bahwa peserta didik memahami tujuan yang akan dicapai
Lakukan apersepsi untuk menyiapkan mental peserta menerima materi pembelajaran
Penyajian
Menjaga kontak mata dengan peserta didik
Menggunakan bahasa yang komunikatif, mudah difahami peserta didik
Sajikan materi secara sistimatis
Tanggapi respon peserta dengan segera
Jaga agar kelas tetap kondusif dan menyenangkan
Tahap mengakhiri dan menutup ceramah
Membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan
Merangsang peserta untuk dapat memberi ulasan terhadap materi yang sudah
disampaikan
Melakukan evaluasi

b. Metode Demonstrasi
1) Pengertian
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,
kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui
penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang
disajikan. (Muhibbin Syah, 2000). Sedang menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000), metode
demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara
kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Manfaat psikologis paedagogis
dari metode demonstrasi ini adalah :
a) Perhatian peserta didik dapat lebih dipusatkan.
b) Proses belajar peserta didik lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c) Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri peserta didik
(Daradjat, 1985).

2) Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi.


Kelebihan metode demonstrasi antara lain :
a) Peserta didik memperoleh penghayatan tentang terapan pengetahuan tertentu.
b) Peserta didik memperoleh kemampuan atau keahlian di bidang pengetahuan tertentu.
c) Peserta didik mendapat pengalaman dari kegiatan yang dipraktekkan.
Kekurangan metode demonstrasi antara lain :
a) Memerlukan persiapan-persiapan untuk kegiatan demonstrasi
b) Memerlukan kecakapan atau keahlian khusus dari pendidik
c) Memerlukan sarana dan prasarana praktek
d) Memerlukan waktu lebih banyak
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi
a) Persiapan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai setelah demionstrasi
Menyiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan
Melakukan ujicoba demeonstrasi
b) Tahap Pelaksanaan
Pembukaan
Menata tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik dapat mempehatikan
Menyampaikan tujuan yang harus dicapai peserta didik’
Menyampaikan tugas-tugas yang harus dilakukan peserta didik terkait pelaksanaan
demonstrasi
Penyajian
Mulai demonstrasi dengan kegiatan yang merangsang peserta untuk berfikit, misalkan
dengan menyampaikan pertanyaan
Menciptakan suasana yang menyejukkan
Upayakan semua peserta didik dapat memperhatikan jalannya demonstrasi
Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif memikirkan lebih lanjut sesuai
dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi
Tahap mengakhiri demonstrasi
Memberikan tugas-tugas kepada peserta didik yang berkaitan dengan pelaksanaan
demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran

c. Metode Curah Pendapat (Brainstorming)


1) Pengertian
Metode Brainstorming atau Curah Pendapat yaitu cara untuk menghimpun gagasan
atau pendapat dari setiap peserta didik tentang suatu permasalahan.
2) Kelebihan dan kekurangan metode curah pendapat
Kelebihan metode curah pendapat antara lain:
a) Setiap peserta didik dilatih untuk mengemukakan gagasan/ pendapatnya
b) Setiap peserta didik mempunyai kesempatan yang sama dalam menyampaikan
gagasan/pendapatnya
Kelemahannya metode curah pendapat antara lain:
a) Bagi peserta didik yang kurang keberanian dalam berbicara, maka akan ada rasa terpaksa
dalam mengemukakan gagasan/pendapatnya
b) Peserta didik cenderung beranggapan bahwa setiap jawaban pasti diterima
c) Jawaban antara peserta didik cenderung terlepas dari pendapat yang berantai.
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi
a) Pemberian informasi dan motivasi
Guru menjelaskan masalah yang dihadapi beserta latar belakangnya dan mengajak peserta
didik aktif untuk menyumbangkan pemikirannya.
b) Identifikasi
Pada tahap ini peserta didik diundang untuk memberikan sumbang saran pemikiran
sebanyakbanyaknya. Semua saran yang masuk ditampung, ditulis dan tidak dikritik.
Pimpinan kelompok dan peserta hanya boleh bertanya untuk meminta
penjelasan. Hal ini agar kreativitas peserta didik tidak terhambat.
c) Klasifikasi
Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya mengklasifikasikan
berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok.
Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/ faktor-faktor lain.
d) Verifikasi
Kelompok secara bersama melihat kembali sumbang saran yang telah diklasifikasikan.
Setiap sumbang saran diuji relevansinya dengan permasalahannya. Apabila terdapat sumbang
saran yang sama diambil salah satunya dan sumbang
saran yang tidak relevan bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran bisa diminta
argumentasinnya.
e) Konklusi (Penyepakatan)
Guru/pimpinan kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butir-butir
alternatif pemecahan masalah yang disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan
terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.

c. Metode Kerja Kelompok


1) Pengertian
Suatu cara penyajian materi pelajaran yang menitikberatkan interaksi antaranggota
kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar secara ber-sama-sama.
Metode ini dalam pelaksanaannya mempersyaratkan bahwa topik bahasan hendaknya dipilih
yang layak untuk kerja kelompok dan dirumuskan secara jelas mengenai tugas-tugas untuk
setiap kelompok. Tujuan penggunaan metode kerja kelompok, antara lain untuk:
Memupuk minat dan kemampuan kerja sama di antara peserta didik
Meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan intelektual peserta didik selama proses
pembelajaran
Menyelesaikan tugas yang banyak dengan kemampuan yang homogen
Mengupayakan keseimbangan antara hasil dan proses pembelajaran.
2) Kelebihan dan Kekurangan metode Kerja kelompok
Kelebihan metode kerja kelompok
a) Membuat peserta didik aktif mencari bahan untuk menyelesaikan tugasnya
b) Melatih kerjasama antar peserta didik.
c) Mengembangkan kepemimpinan peserta didik dan pengajarn keterampilan berdiskusi dan
bekerja secara berkelompok.Kekurangan metode kerja kelompok
Kekurangan metode kerja kelompok
a) Memungkinkan adanya peserta yang tidak aktif terlibat dalam kegiatan kelompok
b) Memerlukan fasilitas yang beragam baik untuk fasilitas fisik dan ruanganmaupun sumber-
sumber belajar yang harus disediakan
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Kerja Kelompok
a) Kegiatan Persiapan Metode Kerja Kelompok
Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
Menyiapkan materi pembelajaran dan menjabarkan materi tersebut ke dalam tugas-tugas
kelompok.
Mengidentifikasi sumber-sumber yang akan menjadi sasaran kegiatan kerja kelompok.
Menyusun peraturan pembentukan kelompok, cara kerja, saat memulai dan mengakhiri,
dan tata tertib lainnya.
b) Kegiatan Pelaksanaan
Kegiatan Membuka Pelajaran
Melaksanakan apersepsi, yaitu pertanyaan tentang materi pelajaran sebelumnya.
Memotivasi belajar dengan mengemukakan kasus yang ada kaitannya dengan materi
pelajaran yang akan diajarkan
Mengemukakan tujuan pelajaran dan berbagai kegiatan yang akan dikerjakan dalam
mencapai tujuan pelajaran itu.
Kegiatan Inti Pelajaran
Mengemukakan lingkup materi pelajaran yang akan dipelajari
Membentuk kelompok
Mengemukakan tugas setiap kelompok kepada ketua kelompok atau langsung kepada
semua peserta didik
Mengemukakan peraturan dan tata tertib serta saat memulai dan mengakhiri kegiatan
kerja kelompok.
Mengawasi, memonitor, dan bertindak sebagai fasilitator selama peserta didik melakukan
kerja kelompok.
Pertemuan klasikal untuk pelaporan hasil kerja kelompok, pemberian balikan dari
kelompok lain atau dari pendidik.
Kegiatan Mengakhiri Pelajaran
Meminta peserta didik merangkum isi pelajaran yang telah dikaji melalui kerja kelompok.
Melakukan evaluasi hasil dan proses
Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang materi yang belum dikuasai
peserta didik maupun memberi tugas pengayaan bagi peserta didik yang telah menguasai
materi metode kerja kelompok tersebut.

d. Metode Simulasi
1) Pengertian
Metode simulasi adalah suatu cara belajar mengajar yang berorientasi pada
penghayatan dan ketrampilan mengaktualisasi atau mempraktekkannya dalam situasi tiruan
sesuai dengan tujuan belajarnya.
2) Kekurangan dan Kelebihan Metode Simulasi
Kelebihan
a) Peserta didik dapat menampilkan kemampuan atau ketrampilannya.
b) Peserta didik dapat mengembangkan penalaran, kreativitas dan introspeksi untuk
perbaikan kemampuannya.
c) Dapat memberikan penghayatan terhadap situasi sebenarnya
d) Kegiatan belajarnya akan lebih menarik
Kekurangan
a) Membutuhkan persiapan
b) Kadangkala tidak mudah meniru situasi mirip sesungguhnya yang dapat menarik minat
semua peserta didik
c) Penyesuaian terhadap peran-peran orang lain membutuhkan ketrampilan dan kemampuan
intelektual tertentu.
d) Memerlukan waktu relatif lebih lama.
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Simulasi
a) Persiapan
Menetapkan topic atau masalah yang akan dibahas, serta tujuan yang hendak dicapai
Memberi gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan
Menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya khususnya yang terlibat dalam
pemeranan simulasi
b) Tahap Pelaksanaan
Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran
Peserta lainnya mengikuti dengan penuh perhatian
Memberikan bantuan pada pemeran yang mengalami kesulitan
Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak, hal ini bertujuan untuk mendorong
peserta berfikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang
disimulasikan
c) Menutup simulasi
Melakukan diskusi terkait jalannya simulasi dan materi cerita yang disimulasikan
Merumuskan kesimpulan

e. Metode Diskusi
2) Pengertian
Metode diskusi adalah suatu cara belajar yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk melakukan pembahasan-pembahasan tentang suatu topik belajar sehingga
ditemukan formulasi, pendapat, pandangan, atau pemikiran agar tercapai tujuan belajar yang
ditetapkan. Metode diskusi dalam proses belajar mengajar dapat dilaksanakan dalam bentuk :
a) Diskusi kelompok (Group Discussion), yaitu suatu bentuk diskusi yang dilakukan oleh
peserta didik dalam beberapa kelompok kecil untuk membahas topik
tertentu. Topik bahasan bagi tiap kelompok dapat sama tetapi dapat juga berbeda.
b) Diskusi pleno, yaitu bentuk diskusi yang diikuti oleh semua peserta didik dari suatu
kegiatan belajar untuk membahas topik tertentu.
3) Kekurangan dan Kelebihan metoda Diskusi
Kelebihan
a) Peserta didik akan berperan aktif secara individu ataupun secara kelompok.
b) Peserta didik dapat mengembangkan daya penalaran, kreativitas, pandangan atau
pemikirannya
c) Terjadi saling belajar, saling menghargai pendapat dan kerja sama diantara peserta didik.
d) Tumbuh kompetisi sehat diantara peserta didik
e) Akan terjadi dinamika dan intensitas belajar
f) Adakalanya muncul ide baru, gagasan baru maupun pandangan baru tentang topik tertentu.
Kekurangan metode Diskusi
a) Jika dilaksanakan dalam diskusi kelompok, maka memerlukan bahan, tempat, media
belajar dan fasilitator yang lebih banyak.
b) Adakalanya pembicaraan didominasi oleh seseorang atau kelompok tertentu yang lebih
menguasai isinya.
c) Adakalanya cenderung menyimpang atau membengkak isi pembicaraan dari topik diskusi.
d) Adakalanya proses diskusi mengalami kelambanan jika wawasan warga belajar rendah
tentang topik diskusi atau jika terjadi perbedaan pendapat yang
tajam dan sulit dipadukan.
e) Memerlukan waktu yang relatif lebih panjang
4) Langkah-langkah Menggunakan Metode Diskusi
a) Persiapan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai
Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang ingin dicapai
Menetapkan masalah yang akan dibahas
Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi,
misalnya ruangkelas dengan segala fasilitasnya dan lain-lain
b) Tahap Pelaksanaan
Memeriksa persiapan yang dianggap mempengaruhi kelancaran diskusi
Memberi pengarahan sebelum melaksanakan diskusi, misalnya menyampaikan tujuan
diskusi
Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan
Memberi kesempatan kepada semua peserta untuk mengeluarkan pendapatnya
Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas
c) Menutup diskusi
Membuat pokok-pokok bahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi
Mereview jalannya diskusi dengan menerima pendapat dari seluruh peserta sebagai
umpan balik untuk perbaikan selanjutnya

f. Metode Percobaan
1) Pengertian
Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik
perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. (Syaiful
Bahri Djamarah, 2000). Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan
tempat tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium
Menurut Roestiyah (2001:80) Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar yang
mengajak peserta didik melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati
prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan
ke kelas dan dievaluasi oleh pendidik
2) Kekurangan dan Kelebihan Metode Percobaan
Kelebihan
a) Metode ini dapat membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata
pendidik atau buku.
b) Peserta didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi
(menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru
dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
Kekurangan
a) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap peserta didik berkesempatan
mengadakan ekperimen.
b) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, peserta didik harus menanti untuk
melanjutkan pelajaran.
c) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidangbidang ilmu dan teknologi.
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Diskusi
a) Memberi penjelasan secukupnya tentang apa yang harus dilakukan dalam eksperimen
b) Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu peserta didik dengan eksperimen
c) Sebelum eksperimen di laksanakan terlebih dahulu pendidik harus menetapkan:
Alat-alat apa yang diperlukan
Langkah-langkah apa yang harus ditempuh
Hal-hal apa yang harus dicatat
Variabel-variabel mana yang harus dikontrol
d) Setelah eksperimen pendidik harus menentukan apakah follow-up (tindak lanjut)
eksperimen contohnya :
Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut
Mengadakan tanya jawab tentang proses
Melaksanakan teks untuk menguji pengertian peserta didik

g. Metode Pengalaman Lapangan (Experiental Learning Method)


1) Pengertian
Metode belajar praktek pengalaman lapangan adalah upaya atau cara melatih keahlian
atau kemampuan peserta didik dalam menerapkan bidang pengetahuan tertentu pada obyek
nyata dan berlangsung di luar kelas atau di lapangan.
2) Kelebihan Dan Kekurangan Metoda Pengalaman Lapangan
Kelebihan
a) Peserta didik memperoleh penghayatan nyata tentang terapan pengetahuan tertentu pada
obyek yang sesungguhnya.
b) Peserta didik memperoleh kemampuan atau keahlian menurut bidang pengetahuan tertentu
c) Peserta didik bertambah pengetahuan maupun pengalamannya tentang topik yang
dipraktekkan
Kekurangan
a) Memerlukan persiapan lebih banyak.
b) Memerlukan keahlian/ kecakapan khusus dari pendidik
c) Memerlukan lebih banyak perlengkapan, media belajar/alat peraga
d) Waktunya relatif lebih banyak

h. Metode Resitasi (Penugasan)


1) Pengertian
Menurut Djamarah (2010: 85) Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian
bahan di mana pendidik memberikan tugas tertentu agar peserta didik melakukan
kegiatan belajar. Masalahnya tugas yang dilaksanakan oleh peserta didik dapat dilakukan di
kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan atau dimana saja asal tugas itu dapat
dikerjakan.
2) Kelebihan Dan Kekurangan Metoda Resitasi
Kelebihan metoda resitasi
a) Pengetahuan yang peserta didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih
lama.
b) Peserta didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif,
bertanggung jawab dan berdiri sendiri (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
Kekurangan metoda resitasi
a) Terkadang peserta didik didik melakukan penipuan dimana peserta didik hanya meniru
hasil pekerjaan temennya tanpa mau bersusah payah mengerjakan
sendiri.
b) Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan
c) Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Syaiful Bahri Djamarah,
2000)
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Resitasi
a) Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada peserta didik hendaknya mempertimbangkan:
Tujuan yang akan dicapai.
Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
Sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan peserta didik.
Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
b) Langkah Pelaksanaan Tugas
Pada tahap pelaksanaan tugas meliputi:
Diberikan bimbingan/ pengawasan oleh pendidik.
Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
Diusahakan/ dikerjakan oleh peserta didik sendiri, tidak menyuruh orang lain.
Dianjurkan agar peserta didik mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan
sistematik.
c) Fase Mempertanggung Jawabkan Tugas
Hal yang harus dikerjakan pada fase ini:
Laporan peserta didik baik lisan/tertulis dari apa yang dikerjakaannya.
Ada tanya jawab/diskusi kelas.
Penilaian hasil pekerjaan peserta didik baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut “resitasi“.
i. Metode Pemecahan Masalah
1) Pengertian
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu metode yang melatih
peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun
masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi
pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan
masalah.
2) Kekurangan dan Kelebihan Metoda Pemecahan Masalah
Kekurangan metoda pemecahan masalah
a) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
b) Berpikir dan bertindak kreatif.
c) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
d) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f) Merangsang perkembangan kemajuan berfikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi dengan tepat.
g) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia
kerja.
Kelebihan metoda pemecahan masalah
a) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-
alat laboratorium menyulitkan peserta didik untuk melihat
dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
b) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran
yang lain.
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Pemecahan
Masalah
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam metode problem solving
menurut Abdul Majid. 2009.142-143 adalah sebagai berikut:
Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.
Masalah ini harus dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya,
berdikusi, dan lain-lain.
Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban itu tentu saja
didasarkan kepada data yang telah diperoleh.
Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.
Dalam langkah ini peserta didik
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betulbetul yakin bahwa jawaban tersebut
itu betul-betul cocok.
Menarik kesimpulan. Artinya peserta didik harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

j. Metoda Penemuan (Discovery Learning)


1) Pengertian
Metode penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi
metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses,
mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encyclopedia of Educational
Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh pendidik
dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan
masalah sebagai alat bagi peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses
belajar mengajar pendidik memperkenankan peserta didiknya menemukan sendiri informasi
yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Suryosubroto (2002:193)
mengutip pendapat Sund (1975) bahwa discovery adalah proses mental dimana peserta didik
mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya
mengamati, menggolonggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan, dan sebagainya.
2) Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
Metode discovery memiliki kebaikan-kebaikan seperti diungkapkan oleh Suryosubroto
(2002:200) yaitu:
a) Membantu peserta didik mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan
ketrampilan dan proses kognitif peserta didik, andaikata peserta didik itu dilibatkan terus
dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan
datang dari usaha untuk menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
b) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan
suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari
pengertian retensi dan transfer,
c) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada peserta didik, misalnya peserta didik
merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan
kadang-kadang kegagalan,
d) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri,
e) Menyebabkan peserta didik mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa
terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada
suatu proyek penemuan khusus,
f) Membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan bertambahnya kepercayaan pada diri
sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan
peserta didik sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan,
g) Metode ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada peserta didik dan
pendidik berpartisispasi sebagai sesama dalam situasi
h) Membantu perkembangan peserta didik menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir dan mutlak.
Kekurangan
a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya peserta
didik yang lamban mungkin bingung dalam usahanya
mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan
saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun
suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Peserta didik yang lebih pandai mungkin akan
memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada peserta didik yang lain,
b) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu
dapat hilang karena membantu seorang peserta didik menemukan
teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
c) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan pendidik dan peserta
didik yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara
tradisional,
d) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan
memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan.
Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai
perkembangan emosional sosial secara keseluruhan,
e) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak
ada,
f) Metode ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau
pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh
pendidik, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan
masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Discovery
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
pendidik dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
b) identifikasi masalah
pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
c) Pengumpulan Data
pendidik juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis melalui kegiatan eksplorasi (Syah, 2004:244).
d) Pengolahan Data
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).
f) Menarik kesimpulan/generalisasi
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).

k. Metode Inquiry
1) Pengertian
Metode inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk
menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik
sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa , 2003:234). Inquiry pada dasarnya adalah cara
menyadari apa yang telah dialami. Karena itu inquiry menuntut peserta didik berfikir. Metode
ini melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik
memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam kehidupan nyata.
Dengan demikian , melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis , dan
kritis. Pada metode inquiry dapat ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu,
terbuka, dan sebagainya. Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Bila
peserta didik melakukan semua kegiatan di atas berarti peserta didik sedang melakukan
inquiry.
2) Kekurangan dan Kelebihan Metode Inquiry
Kekurangan
a) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada peserta didik, sehingga
peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih
baik.
b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c) Mendorong peserta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur,
obyektif, dan terbuka.
d) Mendorong peserta didik untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
f) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.
g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
h) Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
i) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.
j) Dapat memberikan waktu kepada peserta didik secukupnya sehingga mereka dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Kelebihan
Agak kesulitan untuk mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik
a) Terkadang memerlukan waktu yang panjang dalam mengimplementasi-kannya
b) Sulit dalam merencanakan pembelajaran , oleh karena itu terbentur dengan kebiasaan
peserta didik dalam belajar
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Inquiri
Membina suasana yang responsif diantara peserta didik.
Mengemukakan permasalahan untuk di inkuiri (ditemukan) melalui cerita, film, gambar,
dan sebagianya.
Mengajukan pertanyaan ke arah mencari, merumuskan dan memperjelas permasalahan
dari cerita dan gambar.
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik, pertanyaan yang diajukan
bersifat mencari atau mengajukan informasi atas data tentang masalah
tersebut.
Merumuskan hipotesis/ perkiraan yang merupakan jawaban dari peryataan tersebut.
Perkiraan jawaban ini akan terlihat tidaknya setelah pengumpulan data dan
pembuktian atas data. Peserta didik mencoba merumuskan hipotesis permasalahan tersebut.
Pendidik membantu dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan.
Menguji hipotesis, pendidik mengajukan petanyaan yang bersifat meminta data untuk
pembuktian hipotesis.
Pengambilan kesimpulan perumusan kesimpulan ini dilakukan pendidik dan peserta didik
(Piaget dalam Ida, 2005: 55).

l. Metode Drill
1) Pengertian
Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar yang mengajak peserta
didik ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu,
bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh
latihan keterampilan membuat tas dari mote/pernik-pernik.
2) Kelebihan dan Kekurangan Metoda Drill
Kelebihan
a) Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat
dan menggunakan alat-alat.
b) Dapat untuk memperoleh’w kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan,
pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c) Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
Kekurangan
a) Menghambat bakat dan inisiatif peserta didik karena peserta didik lebih banyak dibawa
kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c) Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang
monoton dan mudah membosankan
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Drill
Peserta didik terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan secara teori, sesuai dengan
bahan ajar yang akan diterapkan dengan metode
pembelajaran drill.
Pendidik memberikan contoh latihan soal sebelum diberikannya latihan tentang materi
pembelajaran yang telah diberikan.
Pendidik memberikan latihan soal-soal tentang materi yang telah diberikan, kemudian
dilakukan oleh peserta didik, dengan bimbingan pendidik.
Pendidik mengoreksi dan membetulkan kesalahankesalahan latihan yang dilakukan oleh
peserta didik.
Peserta didik diharuskan mengulang kembali latihan untuk mencapai gerakan otomatis
yang benar.
Pengulangan yang ketiga kalinya atau terakhir, pendidik melakukan evaluasi hasil belajar
peserta didik, dengan lembar tes. Evaluasi dilakukan pada saat melakukan kegiatan yang
ketiga kalinya.

m. Metode Karyawisata
1) Pengertian
Suatu cara penyajian materi pelajaran dengan membawa peserta didik untuk
mengunjungi objek di luar sekolah. Hal ini ditempuh karena objek yang akan dipelajari tidak
memungkinkan untuk di bawa ke dalam kelas, misal terlalu besar dan berat, berbahaya, akan
berubah bentuk bila berpindah tempat, objek tersebut memang tidak, dapat dipindahkan dan
sebagainya.
Agar karyawisata berhasil, ada beberapa kriteria untuk menentukan objeknya, antara lain:
objek berhubungan dengan topik yang dipelajari dan dapat merangsang topik baru
Sebaiknya pengikut karyawisata tidak dibatasi hanya peserta didik saja, tetapi boleh
mengajak keluarga atau temannya, asal mengikuti aturan main yang ditetapkan
Hendaknya diperhitungkan jarak antara lokasi objek dengan sekolah, waktu, energi, dan
biayanya
Jika dipandang perlu untuk satu objek dapat dikunjungi lebih dari satu kali asal peserta
didiknya yang berlainan
Hendaknya dipilih pemandu yang memahami lokasi/objek yang menjadi tujuan
karyawisata.
2) Kelebihan dan kekurangan metode karyawisata
Kelebihan metode karyawisata
a) Agar tumbuh dan berkembang pengalaman dan moral kelompok secara umum, (kerja
sama, tanggung jawab, disiplin, tenggang rasa dan sebagai¬nya) melalui
rangsangan terhadap topik, objek, proses, dan tempat.
b) Peserta didik akan memperoleh serangkaian pengalaman (teori dan praktik) yang berguna
bagi perkembangan kepribadiannya
c) Menanamkan rasa cinta pada lingkungan sekitar
d) Peserta didik akan memperoleh kesempatan untuk memadukan materi dari berbagai mata
pelajaran pada objek karyawisata.
Kekurangan metode karyawisata
a) Membutuhkan biaya yang lebih besar
b) Perlu persiapan dan perencanaan yang matang
c) Perlu koordinasi dengan dengan pendidik bidang studi lain agar tidak terjadi tumpang
tindih
3) Langkah-langkah Menggunakan Metode Karyawisata
a) Persiapan
Merencanakan dan menetapkan tujuan perjalanan karyawisata.
Menetapkan lamanya waktu karyawisata.
Menetapkan banyaknya peserta didik yang ikut karyawisata.
Menghitung biaya dan transportasi.
Mengadakan surveu ke objek yang akan dituju.
Memilih cara memperoleh data.
b) Tahap Pelaksanaan
Peserta mengamati objek yang sedang dipelajari.
Mengadakan tanya jawab tentang objek.
Menutup diskusi
c) Tindak lanjut
Mendiskusikan hasil belajar dan melaporkan hasil kunjungan untuk dibahas bersama

C. LATIHAN
1. Jelaskan perbedaan pendekatan, strategi dan metode berdasarkan pengertiannya!
2. Jelaskan perbedaan pendekatan, strategi, dan metode berdasarkan fungsinya!
3. Deskripsikan metode-metode berikut berdasarkan pengertian, kelebihan dan
kekurangannya
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Pemecahan masalah
d. Demonstrasi
e. Simulasi

D. RANGKUMAN
1. Pendekatan adalah titik tolak atau titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran
2. Strategi adalah sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
3. Metode adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan penyajian
materi pelajaran kepada peserta didik
4. Macam-macam metode pembelajaran yang dapat digunakan pada pendidikan non formal
diantaranya ceramah, diskusi, kerja kelompok, demonstrasi, simulasi, inquiry, karyawisata,
drill, metode penemuan, metode pemecahan masalah, metode
resitasi, metode pengalaman lapangan, dan metode percobaan. Setiap metode memiliki
kelebihan dan kekurangan masingmasing.
5. Tidak ada metode yang dianggap paling cocok untuk suatu kegiatan pembelajaran, setiap
metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

E. EVALUASI
1. Cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan yang nyata untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah…
a. Pendekatan
b. Strategi
c. Metoda
d. Teknik
2. Rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu disebut…
a. Pendekatan Pembelajaran
b. Strategi Pembelajaran
c. Metode Pembelajaran
d. Teknik Pembelajaran
3. Titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran disebut…
a. Pendekatan
b. Strategi
c. Metoda
d. Teknik
4. Metoda yang dapat menguatkan kerjasama antar peserta didik adalah….
a. Diskusi
b. Kerja kelompok
c. Demonstrasi
d. Ceramah
5. Bahan pengetahuan yang bersifat prosedur untuk sasaran anak usia dini,sebaiknya
menggunakan metoda sebagai berikut, kecuali:
a. Demonstrasi
b. Ceramah
c. Pemberian tugas
d. Resitasi
6. Penggunaan metode simulasi dalam pembelajaran memiliki kelebihan, yaitu:
A. Membuat peserta didik aktif mencari bahan untuk menyelesaikan tugasnya
B. Mendorong perkembangan kemampuan dalam memikirkan dan melakukan sesuatu tanpa
bantuan pihak lain
C. Dapat memberikan penghayatan terhadap situasi sebenarnya
D. Setiap peserta didik dilatih untuk mengemukakan gagasan/pendapatnya
7. Kelemahan penggunaan metode curah pendapat, yaitu:
A. Peserta didik cenderung beranggapan bahwa setiap jawaban pasti diterima
B. Selalu memerlukan sarana dan prasarana praktek
C. Proses pembelajaran didominasi oleh guru.
D. Sulit untuk diterapkan di kelas besar
8. Metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara melatih peserta didik tentang kegiatan –
kegiatan tertentu secara berulang-ulang dengan materi yang sama adalah
A. Metoda Resitasi
B. Metoda Drill
C. Metoda Simulasi
D. Metoda Percobaan
9. Cara pembelajaran yang digunakan oleh pendidik dan bersifat implementatif disebut…
A. Pendekatan pembelajaran
B. Strategi pembelajaran
C. Metoda Pembelajaran
D. Teknik Pembelajaran
10.Berikut ini bukan merupakan kedudukan metoda menurut Syaiful Djamarah dkk, adalah:
A. Alat untuk mencapai tujuan
B. Motivasi ekstrinsik
C. Alat pembangkit motivasi belajar
D. Penunjang keberhasilan system belajar mengajar
F. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Setelah Anda mempelajari materi pada modul ini, bagaimana pengaruh modul ini
terhadap kompetensi anda dalam memahami dan menggunakan metode pembelajaran pada
kegiatan pembelajaran, serta apa saran anda terhadap materi ini dalam rangka
penyempurnaan materi pembelajaran dalam modul ini?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
1. Apa yang Anda pahami setelah mempelajari materi ini ?
..-------------------------------------------------------------------------------------------
-
2. Pengalaman penting apa yang Anda peroleh setelah mempelajari materi ini ?
--------------------------------------------------------------------------------------------
3. Apa manfaat materi ini terhadap tugas Anda sebagai pamong belajar dalam melakukan
analisis dan menentukan prioritas kebutuhan belajar belajar?
4. Sebagai tindak lanjut, Anda sebagai pamong belajar dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar tentunya harus mampu memilih dan mempraktekkan pendekatan, strategi dan
metode pembelajaran. Tugas Anda adalah mencoba membuat rancangan kegiatan
pembelajaran pada suatu program PAUD dan Dikmas dengan menggunakan metoda
tertentu !
Bab 4 Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pem-bentukkan pribadi manusia.
Pendidikan merupakan kegiatan universal yang ada dalam kehidupan manusia, di manapun di
dunia terdapat masyarakat, di sanalah terdapat pendidikan. Salah satu aspek penting dalam
pendidikan adalah proses pembelajaran. Aspek ini seringkali memang menjadi fokus penting
dalam pendidikan. Namun demikian, pembelajaran yang selama ini sudah dan sedang
dilakukan, belum menyentuh substansi serta harapan yang ingin dicapai.
Pembelajaran yang di-lakukan hanya merupakan pembelajaran asal-asalan yang tidak
mempunyai dasar pijakan yang kuat, sehingga pembelajaran tidak memenuhi harapan, dan
menghasilkan output dengan mutu yang tidak baik pula, maka dibutuhkan perinsip belajar
dan
pembelajaran agar senantiasa menjadi pedoman bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam
mendesain proses pembelajaran yang efektif.
Prinsip ini membuat suatu gambaran dari miniature problematika ke-hidupan yang
akan dihadapi oleh peserta didik dan guru sebagai pengajar. Berangkat dari sebuah
pengalaman yang dimainkan dan dilakukan oleh para ahli belajar dan pembelajaran. Akan
menjadi sebuah kesulitan bagi guru apabila kurang memahami prinsip pembelajaran proses
pem-belajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan harapan. Disinilah sejatinya peran seorang
pendidik untuk memilih peran-peran penting yang sekiranya akan ketika mengajar didepan
peserta didik.
Secara umum kita bisa memahami prinsip-prinsip apa yang akan kita gunakan apabila
sebagai guru yang mengajarkan tentang Pen-didikan Agama Islam untuk menerapkan prinsip
tersebut, Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang berbagai prinsip belajar dan pem-
belajaran.

PEMBAHASAN
Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak
dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan prinsip-prinsip belajar dan
pembelajaran tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Oleh karenanya, Anda sebagai guru
perlu mempelajari prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran yang dapat membimbing aktivitas
merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Prinsip belajar dan pembelajaran
diharapkan menentukan langkah demi langkah pro bisa memberi arah prioritasprioritas dalam
tindakan guru.
Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap
batasbatas kemungkinan dalam pembelajaran dalam melaksanakan pengajaran, pengetahuan
dan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran dapat membantu guru dalam memilih tindakan
yang tepat. Selain itu dengan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran ia memiliki dan
mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar peserta didik
secara efektif dan efesien.
a. Prinsip-Prinsip Belajar danPembelajaran

1. Prinsip Kesiapan (Readiness)


Proses belajar di-pengaruhi kesiapan peserta didik, yang dimaksud dengan ke-siapan
atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan dengan
hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas khusus.
Seseorang peserta didik yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan
mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan
pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi,
persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.

2. Prinsip Motivasi (Motivation)


Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah
suatu
kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan
memelihara ke-sungguhan.1 Secara alami anakanak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan
penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya didorong dan bukan di-
hambat dengan mem-berikan aturan yang sama untuk semua anak. Perhatian dalam belajar
dan pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Kenyataan menunjukkan bahwa
tanpa perhatian tidak mungkin terjadi pembelajaran baik dari pihak guru sebagai pengajar
maupun dari pihak peserta didik yang belajar. Perhatian peserta didik akan timbul apabila
bahan pelajaran yang dihadapinya sesuai dengan kebutuhannya, apabila bahan pelajaran itu
sebagai sesuatu yang dibutuhkan tentu perhatian untuk mempelajarinya semakin kuat.
Secara psikologis, apabila sudah berkonsentrasi (memusatkan perhatian) pada sesuatu
maka segala stimulus yang lainnya tidak diperlukan. Akibat dari keadaan ini kegiatan yang
dilakukan tentu akan sangat cermat dan berjalan baik. Bahkan akan lebih mudah masuk ke
dalam ingatan, tanggapan yang terang, kokoh dan lebih mudah untuk diproduksikan.
Motivasi juga mem-punyai peranan penting dalam kegiatan pem-belajaran.Seseorang akan
berhasil dalam belajar kalau keinginan untuk belajar itu timbul dari dirinya.
Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (a) mengetahui apa yang akan dipelajari, (b)
memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Kedua hal ini sebagai unsur motivasi yang
menjadi dasar permulaan yang baik untuk belajar. Sebab tanpa kedua unsur tersebut kegiatan
pembelajaran sulit untuk berhasil. Seseorang yang mempunyai motivasi yang cukup besar
sudah dapat berbuat tanpa motivasi dari luar dirinya, itulah yang disebut motivasi intrinsik,
atau tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebaliknya, bila
motivasi intrinsiknya kecil, maka dia perlu motivasi dari luar yang dalam hal ini disebut
ekstrinsik, atau tenaga pendorong yang ada di luar. Motivasi ekstrinsik ini berasal dari guru,
orang tua, teman, buku-buku dan sebagainya. Kedua motivasi dibutuhkan untuk keberhasilan
proses pembelajaran, namun yang memegang peranan penting adalah peserta didik itu sendiri
yang dapat memotivasi dirinya yang didukung oleh kepiawaian seorang guru dalam
merancang pembelajaran yang dapat merangsang minat sehingga motivasi peserta didik dapat
dibangkitkan.
Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi
merupakan salah satu tujuan dalam mengajar, sebagai alat, motivasi merupakan salah satu
faktor seperti halnya intelegensia dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan
keberhasilan belajar peserta didik dari segi kognitif, afektif dan psikomotor. Motivasi adalah
unsur utama dalam pembelajaran dan pem-belajaran tidak dapat berlangsung tanpa adanya
perhatian. Jadi, sesuatu hal dikatakan menarik perhatian anak, apabila anak
memperhatikannya secara spontan tanpa memerlukan usaha (perhatian tidak se-kehendak,
perhatian tidak disengaja). Bila terjadi perhatian spontan yang bukan disebabkan usaha dari
guru yang membuat pelajaran begitu menarik, maka perhatian seperti ini tidak memerlukan
motivasi, walaupun dikatakan bahwa motivasi dan perhatian harus sejalan. Berbeda halnya
kalau perhatian yang disengaja atau se-kehendak, hal ini diperlukan motivasi.

3. Prinsip Persepsi dan keaktifan


“Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami situasi”.
Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan
caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mem-pengaruhi perilaku individu.
Seseorang guru akan dapat memahami peserta didiknya lebih baik bila ia peka terhadap
bagaimana cara se-seorang melihat suatu situasi tertentu.
Menurut Thomas M. Riskdalam Zakiah Daradjat, “teaching is theguidance of learning
experiences.” Mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman
tersebut diperoleh apabila peserta didik mempunyai keaktifan untuk bereaksi terhadap
lingkungannya. Apabila seorang anak ingin memecahkan suatu per-soalan dia harus dapat
berpikir sistematis atau menurut langkahlangkah tertentu, termasuk ketika dia menginginkan
suatu keterampilan tentunya harus pula dapat meng-gerakkan otot-ototnya untuk
mencapainya.
Termasuk dalam pem-belajaran, peserta didik harus selalu aktif. Mulai dari kegiatan fisik
yang mudah diamati sampai pada kegiatan psikis yang susah diamati. Dengan demikian
belajar
yang berhasil harus melalui banyak aktivitas baik fisik maupun psikis. Bukan hanya sekedar
menghafal sejumlah rumus-rumus atau informasi tetapi belajar harus berbuat, seperti
membaca, men-dengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.
Prinsip aktivitas di atas menurut pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan
harus di-peroleh melalui peng-amatan dan pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energi sendiri
dan dapat menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan-kebutuhan.11 Jadi, dalam
pembelajaran yang meng-olah dan mencerna adalah peserta didik sesuai dengan kemauan,
kemampuan, bakat dan latar belakang masingmasing, guru hanya merangsang keaktifan
peserta didik dengan menyajikan bahan pelajaran.

4. Prinsip Tujuan dan keterlibatan langsung


“Tujuan harus ter-gambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat
proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang.
Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Pem-
belajaran
sebagai aktivitas mengajar dan belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga peserta
didik. Prinsip keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara fisik maupun
non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan berharga dalam
kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.
Edgar Dale dalam Dimyati mengatakan bahwa: “belajar yang baik adalah belajar
melalui pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan pengalaman langsung ini bukan
sekedar duduk dalam kelas ketika guru sedang menjelaskan pelajaran, tetapi bagaimana
peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran tersebut. Kegiatan pem-belajaran
yang diterapkan guru berarti pengalaman belajar bagi peserta didik. Jika dalam pembelajaran
di kelas guru hanya mengajar dalam bentuk ceramah, yang berarti peserta didik hanya
mendengarkan, maka peserta didik dapat menangkap dari pelajaran tersebut 10% dari apa
yang didengarnya. Akan tetapi, jika seorang guru menyajikan materi dengan melibatkan
peserta didik secara langsung dalam arti peserta didik yang aktif mengerjakan tugas
kelompok dan melaporkan hasilnya maka peserta didik akan mampu mengingat sampai 90%
dari apa yang dikerjakan. Jadi, jelaslah bahwa keterlibatan langsung dalam proses pem-
belajaran sangat besar pengaruhnya bagi ke-berhasilan atau peningkatan hasil pem-belajaran.
Walaupun demikian perlu dijelaskan bahwa keterlibatan itu bukan dalam bentuk fisik semata,
bahkan lebih dari itu keterlibatan secara emosional dengan kegiatan kognitif dalam perolehan
pengetahuan, penghayatan dalam pem-bentukan afektif dan pada saat latihan dalam
pembentukan nilai psikomotor.
5. Prinsip Perbedaan Individual
“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”. Proses pengajaran seyogianya
memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan
pencapaian tujuan belajar yang setinggitingginya. Peng-ajaran yang hanya memperhatikan
satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi ke-butuhan seluruh peserta didik. Karena itu
seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu
dan menyesuaikan materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah pada saat ini masih cenderung
berlangsung secara klasikal yang artinya seorang guru menghadapi 30-40 orang peserta didik
dalam satu kelas. Guru masih juga menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta
didik dalam kelas itu. Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa
mem-perhatikan latar belakang sosial budaya, ke-mampuan, atau segala perbedaan individual
peserta didik. Padahal tiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan pembawaan yang berbeda. Ada
peserta didik yang memiliki bentuk badan tinggi kurus, gemuk pendek, ada yang cekatan,
lincah, periang, ada pula yang lamban, pemurung, mudah tersinggung dan beberapa sifat-sifat
individu yang berbeda. Untuk dapat mem-berikan bantuan agar peserta didik dapat mengikuti
pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru harus benarbenar dapat memahami ciri-
ciri para peserta didik tersebut. Begitu pula guru harus mampu mengatur kegiatan pem-
belajaran, mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan sampai pada tahap terakhir yaitu
penilaian atau evaluasi, sehingga peserta didik secara total dapat mengikuti proses pem-
belajaran dengan baik
tanpa perbedaan yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda-
beda.
Nasution dalam Ahmad Rohani menyarankan empat cara untuk menyesuaikan
pelajaran dengan kesanggupan individual: 1) Pengajaran individual, peserta didik
menerimantugas yang di-selesaikannya menurut kecepatan masing-masing. 4) Tugas
tambahan, peserta didik yang pandai mendapat tugas tambahan, di luar tugas umum bagi
seluruh kelas sehingga hubungan kelas selalu terpelihara. 3) Pengajaran proyek, peserta didik
me-ngerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat serta kesanggupannya. 4) Pengelompokan
menurut kesanggupan, kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri atas peserta didik
yang mempunyai kesanggupan yang sama. Perbedaan individual harus menjadi perhatian
bagi para guru dalam mempersiapkan pembelajaran dalam kelasnya. Karena perbedaan
individual merupakan suatu prinsip dalam pembelajaran yang tidak boleh dikesampingkan
demi keberhasilan dalam proses pem-belajaran.

6. Prinsip Transfer, Retensi dan tantangan


“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil
belajar dalam situasi baru”. Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan
digunakan dalam situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer,
kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan
yang dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.
Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan: “if you give a man fish, he will have a single
meal. If you teach him how to fish he will eat all his life”.18 Pernyataan Kuantzu ini senada
dengan prinsip belajar dan pembelajaran yang berupa tantangan, karena peserta didik tidak
merasa
tertantang bila hanya sekedar disuapi sehingga dirinya tinggal menelan apa yang diberikan
oleh
guru. Sebab, tanpa tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan kurang kreatif sehingga
tidak berkesan materi yang diterimanya. Agar pada diri peserta didik timbul motif yang kuat
untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus menantang
sehingga peserta didik bergairah untuk mengatasinya. Hal ini sejalan dengan prinsip belajar
dan pembelajaran dengan salah satu prinsip konsep contextual teaching and learning yaitu
inkuiri. Di mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran yang ber-dasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Jadi, peserta didik
akan bersungguh-sungguh dalam menemukan masalahnya terlebih dahulu kemudian
menemukan sendiri jalan keluarnya.

7. Prinsip Belajar Kognitif


“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan”.Belajar kognitif
mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan
memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai
dan berimajinasi me-rupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif.
Proses belajar itu dapat terjadi pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai
aktivitas mental.

8. Prinsip Belajar Afektif


“Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia meng-hubungkan dirinya
dengan pengalaman baru”.Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan
sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya
proses belajar afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi
dorongan, minat dan sikap individu. mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor
mengandung aspek mental dan fisik.

9. Prinsip Pengulangan, Balikan, Penguatan dan Evaluasi.


Prinsip pembelajaran yang menekankan penting-nya pengulangan yang barangkali
paling tua seperti yang dikemukakan oleh teori psikologi daya. Menurut teori ini bahwa
belajar
adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat,
menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme.
Tokohnya yang terkenal adalah Thorndike dengan teorinya yang terkenal pula yaitu “law of
exercise” bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan
pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar timbulnya respon benar.
Selanjutnya teori dari phychology psikologi conditioning respons sebagai perkembangan
lebih
lanjut dari teori koneksionisme yang dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa
perilaku individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan
suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula mengajar membentuk kebiasaan,
mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak
perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.21
Ketiga teori di atas menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam pembelajaran
walaupun dengan tujuan yang berbeda. Teori yang pertama menekankan pengulangan untuk
melatih daya-daya jiwa, sedang-kan teori yang kedua dan ketiga menekankan pengulangan
untuk mem-bentuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan.
Meskipun ketiga teori ini tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk
belajar, tetapi masih dapat di-gunakan karena peng-ulangan masih relevan sebagai dasar
pembelajaran. Sebab, dalam pembelajaran masih sangat dibutuhkan pengulangan-
pengulangan atau latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons akan bertambah erat kalau
sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama sekali jika jarang atau tidak pernah
digunakan.
Oleh karena itu, perlu banyak latihan, pengulangan, dan pembiasaan. Prinsip belajar
dan pembelajaran yang berkaitan dengan balikan dan penguatan, ditekankan oleh teori
operant conditioning, yaitu law of effect. Bahwa peserta didik akan belajar bersemangat
apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik akan merupakan
balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi hasil usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan atau penguatan
positif, penguatan negatif pun dapat berpengaruh pada hasil belajar selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh nilai yang baik dalam ulangan tentu dia akan
belajar
bersungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang lebih baik untuk selanjutnya. Karena nilai
yang baik itu merupakan penguatan positif. Sebaliknya, bila peserta didik memperoleh nilai
yang kurang baik tentu dia merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas, dia
terdorong pula untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif yang berarti
bahwa peserta didik mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format
sajian berupa tanya jawab, eksprimen, diskusi, metode penemuan dan sebagainya merupakan
cara pem-belajaran yang me-mungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang
diperoleh peserta didik setelah belajar dengan meng-gunakan metodemetode yang menarik
akan membuat peserta didik terdorong untuk belajar lebih bersemangat.
Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini dan
selanjutnya. Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji
kemajuan dalam pencapaian tujuan. Pe-nilaian individu terhadap proses belajarnya di-
pengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu mengenai
penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan
yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan
dapat meningkatkan ke-mampuannya untuk menilai pengalamannya.
Bagaimana anda menerapkan prinsipprinsip: a. Kesiapan, b. Motivasi, c. Persepsi, d.
Tujuan, e. Perbedaan Individual, f. Transfer dan Retensi, g. Belajar Kognitif, h. Belajar
Afektif, i. Belajar Psikomoto, j. Evaluasi
Untuk memeriksa lebih jauh hasil anda bagian ini tidak disediakan kunci jawaban.
Oleh
karena itu hasil latihan Anda sebaiknya Anda bandingkan dengan hasil latihan anda.
Diskusikanlah dengan kelompok untuk hal-hal berbeda dalam hasil latihan itu. Dengan
mengkaji hasil latihan itu, anda seyogianya selalu melihat rincian prinsip-prinsip belajar dan
pengajaran yang diuraikan sebelumnya. Jika terdapat hal-hal yang tidak dapat diatasi dalam
kelompok, bawalah persoalan tersebut ke dalam pertemuan tutorial. Yakinlah dalam
pertemuan
tersebut anda akan dapat memecahkan persoalan tersebut.

I. Implikasi
1. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar Bagi Peserta didik
Melihat prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran di atas, peserta didik sebagai subyek
pem-belajaran tidak boleh mengabaikannya begitu saja. Karena peserta didik sebagai motor
utama “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran sehingga akan berhasil jika menyadari
implikasi prinsip-prinsip belajar terhadap dirinya.
a. Perhatian dan Motivasi
Dalam rangka pen-capaian tujuan pembelajaran peserta didik dituntut untuk
memberikan perhatian terhadap semua rangsangan. Adanya tuntutan tersebut seyogyanya
mendorong peserta didik memiliki perhatian terhadap segala pesan yang terimanya.
Pesanpesan yang diterima dalam pembelajaran adalah yang dapat merangsang indranya.
Dengan demikian, peserta didik diharapkan selalu melatih indranya dan belajar untuk
memperhatikan rangsang-an yang muncul dalam proses pembelajaran. Karena peningkatan
minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi.25 Sebagai contoh dalam
proses pem-belajaran peserta didik harus betulbetul dapat berkonsentrasi dalam
mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep-konsep yang diterimanya, mengamati
secara cermat
gerakan yang dilakukan oleh guru dan sebagainya. Itu semua untuk membangkitkan motivasi
belajarnya, karena tanpa perhatian seperti itu peserta didik tidak dapat menerima pelajaran
secara maksimal.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi peserta didik adalah disadarinya oleh
peserta didik bahwa motivasi belajar yang ada pada dirinya harus dibangkitkan dan
dikembangkan secara terus-menerus. Hal ini dapat dicapai dengan mengetahui tujuan belajar
yang hendak dicapai, termasuk menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang
lain, harus mempunyai rencana tentang tujuan dia belajar dan kapan harus menyelesaikan
jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya dan lain sebagainya.

b. Keaktifan
Peserta didik sebagai sentral dalam belajar, maka sebagai konsekuensinya aktivitas
peserta didik merupakan syarat berlangsungnya proses pembelajaran. Aktivitas peserta didik
dalam hal ini baik secara fisik maupun intelektual dan emosional harus aktif. Jadi, tidak ada
gunanya guru melakukan pem-belajaran jika peserta didiknya pasif saja. Sebab para peserta
didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.
Sebagai implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik terbentuk perilaku-perilaku untuk
mencari sumber informasi yang di-butuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin me-
ngetahui segala percobaan yang di-lakukan di laboratorium, membuat tugas-tugas yang
diberikan oleh guru dan sebagainya. Proses selanjutnya terjalin keterlibatan langsung peserta
didik dalam pembelajaran.

c. Keterlibatan Langsung
Tempat seorang peserta didik dalam kelas tidak dapat tergantikan oleh orang lain.
Oleh karena itu, keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pem-belajaran mutlak
adanya. Sebagai implikasinya peserta didik dituntut untuk mengerjakan sendiri tugas belajar
yang diberikan oleh gurunya. Dengan keterlibatan ini mereka akan mendapat pengalaman.
Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung adalah
segala kegiatan yang dilakukan di sekolah apakah itu berbentuk intrakurikuler ataukah
ekstrakurikuler. Meskipun kegiatan tersebut tidak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan
pada diri peserta didik, namun dengan keterlibatan ini diharapkan dapat mewujudkan
keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran.

d. Pengulangan
Istilah yang masih dapat dipertahankan dalam proses pem-belajaran adalah tujuh kali
satu (7x1) lebih baik daripada satu kali tujuh (1x7). Pernyataan ini masih sangat di-butuhkan
walaupun dalam era teknologi yang serba canggih. Sebagai implikasi dari prinsip
pengulangan bagi peserta didik adalah kesadaran peserta didik untuk bersedia melakukan
sesuatu secara berulang-ulang. Diharapkan dengan kesadaran ini peserta didik merasa tidak
pernah bosan dalam mengerjakan sesuatu walaupun telah di-lakukan secara berulang-ulang.
Adapun kegiatan yang merupakan implikasi dari prinsip pe-ngulangan seperti menghafal
surah pendek dalam al-qur’an, menghafal perkalian, rumusrumus, menghafal nama-nama
latin tumbuhan ataupun tahun-tahun masehi dan hijrih.28 karakteristik yang berbeda-beda.
Adanya perbedaan ini seharusnya membuat setiap peserta didik menyadari bahwa dirinya
berbeda dengan teman-nya, hal ini akan membantu diri peserta didik dalam menentukan cara
belajarnya sendiri. Sebagai implikasi dari prinsip perbedaan individual bagi peserta didik
adalah me-nentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar dan sebagainya.

f. Tantangan
Sesuatu yang menantang kadang mengasyikkan, seperti halnya peserta didik apabila
diberikan tugas untuk mencari sendiri tentu akan lebih termotivasi untuk belajar. Peserta
didik merasa tertantang dengan pencarian tersebut. Kegiatan ini diharapkan bisa mem-buat
peserta didik lebih giat belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Sebagai
implikasi dari prinsip tantangan bagi peserta didik adalah tuntutan untuk memiliki kesadaran
pada diri peserta didik bahwa akan adanya kebutuhan untuk memperoleh, mem-proses dan
mengolah pesan.30 Peserta didik juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap
sesuatu yang dihadapinya. Adapun bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip
tantangan ini adalah melakukan eksprimen, melaksanakan tugas terbimbing ataupun mandiri
atau mencari pemecahan suatu masalah.

g. Balikan dan Penguatan


Setiap orang selalu membutuhkan suatu kepastian dalam setiap aktivitas yang
dilakukannya. Seperti halnya peserta didik setiap selesai ulangan tentu ingin mengetahui hasil
ulangannya. Karena dari sini akan timbul kesadaran untuk memperoleh balikan31 sekaligus
penguatan dari apa yang dilakukannya. Sebagai implikasi dari prinsip balikan dan penguatan
ini adalah peserta didik segera mencocokan jawaban dengan kunci jawaban, menerima
kenyataan terhadap nilai yang diperoleh atau me-nerima teguran dari orang tua atau guru dari
hasil yang kurang baik. Jika peserta didik tidak mendapatkan segera nilai perolehan dalam
ulangan maka tidak ada balikan dan penguatan dari pekerjaannya, yang akhirnya dia merasa
sia-sia apa yang telah dilakukannya.

2. Implikasi Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bagi Guru


Guru seperti halnya peserta didik tidak terlepas dari implikasi prinsip-prinsip belajar
dan pembelajaran, karena guru yang merencanakan selanjutnya melaksanakan pembelajaran
tersebut. Implikasi prinsip-prinsip pembelajaran bagi guru terwujud dalam perilaku fisik dan
psikis mereka. Jadi dengan adanya kesadaran guru pada prinsip-prinsip tersebut diharapkan
adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang diselenggarakan.
a. Perhatian dan Motivasi
Dalam merencana-kan kegiatan pembelajarannya, guru sudah memikirkan
perilakunya terhadap peserta didik sehingga dia dapat menarik perhatian dan motivasi peserta
didik dan tidak berhenti pada rencana pembelajaranya tetapi sampai selesai menyajikan
materinya. Sebagai implikasi prinsip perhatian bagi guru tampak pada perilaku-perilaku
berikut: “hendaknya guru membuat setiap bahan pelajaran agar mengandung suatu masalah
yang menarik perhatian peserta didik dan merangsang untuk berusaha menyelidiki serta
memecahkan, guru menghubungkan bahan pelajaran dengan masalah dan tugas kongkret
yang dapat dikerjakan peserta didik secara kelompok, dan guru menghubungkan bahan
pelajaran dengan bidang kegiatan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.33 Selain guru itu
juga dapat menggunakan metode yang bervariasi, menggunakan media sesuai dengan tujuan
belajar dan materi, guru dapat menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton serta dapat
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.34 Bila diperhatikan secara
seksama implikasi prinsip perhatian bagi guru ini, ini sesuai dengan prinsip pembelajaran
contextual teaching and learning, seperti inkuiri dan masyarakat belajar. Perilaku yang
merupakan implikasi prinsip perhatian dan motivasi bagi guru dapat dilihat lebih dari satu
perilaku dari suatu kegiatan pembelajaran.

b. Keaktifan
Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik, memberikan peluang
dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal. Peran guru
mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing peserta didik berarti mengubah
peran guru, yaitu menjamin bahwa setiap peserta didik memperoleh pengetahu-an dan
keterampilan di dalam kondisi yang ada. Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang
diberikan oleh guru akan menuntut peserta didik selalu aktif mencari, memperoleh dan
mengolah bahan belajarnya.

c. Keterlibatan Langsung
Sudah dijelaskan di awal bahwa keterlibatan langsung peserta didik bukan hanya
secara fisik karena itu tidak menjamin keaktifan belajar. Guru harus pandai-pandai me-
rancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat terlibat langsung bukan
saja secara fisik tetapi juga mental emosional serta intelektual peserta didik. Selain itu,
implikasi dari adanya prinsip ini bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak bukan
saja sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai manajer/ pengelola kegiatan yang mampu
mengarahkan, membimbing dan memotivasi peserta didik ke arah tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.

d. Pengulangan
Jika guru mampu memilihkan bahan yang membutuhkan peng-ulangan dan yang tidak
membutuhkan peng-ulangan maka guru telah melakukan implikasi dari prinsip pengulangan.
Karena tidak semua bahan pembelajaran itu membutuhkan peng-ulangan. Pengulangan
terutama dibutuhkan oleh bahanbahan pembelajaran yang harus dihafalkan tanpa ada
kesalahan sedikit pun, termasuk bahan yang membutuhkan latihan-latihan.

e. Perbedaan Individual
Guru menghadapi peserta didik secara klasikal dalam kelas tentunya harus
mempertimbangkan latar belakang atau karakteristik masing-masing peserta didik. Jadi, guru
harus dapat melayani peserta didik-nya sesuai karakteristik mereka orang per orang.

f. Tantangan
Tantangan sebagai salah satu prinsip pembelajaran yang dapat mengantar peserta
didik mencapai tujuannya. Sehingga guru harus merancang kegiatan pembelajaran dalam
bentuk kegiatan, bahan dan media yang dapat memberi tantangan kepada peserta didik untuk
lebih bersemangat dengan tantangan itu.

g. Balikan dan Penguatan


Pemberian balikan dan penguatan dapat dengan lisan dan tulisan. Guru harus dapat
menentukan momen dan cara yang tepat keduanya dapat diberikan dengan tepat sasaran.

PENUTUP
Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran secara umum terdiri atas perhatian dan
motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, perbedaan individual, tantangan,
balikan dan penguatan. Implikasi dari prinsip-prinsip belajar bagi peserta didik merupakan
perilaku-perilaku yang seharusnya dengan penuh kesadaran dilakukan oleh peserta didik
dalam kegiatan belajar agar proses pembelajaran benar-benar dapat membuahkan hasil yang
diharapkan.
Implikasi dari prinsip-prinsip pembelajaran bagi guru adalah perlakuanperlakuan yang
dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang merupakan aksi yang diharapkan
mendapat reaksi dari peserta didik sehingga pembelajaran berlangsung sebagaimana
mestinya.
Bab 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Belajar merupakan kegiatan manusia untuk merubah dirinya dari ketidak
tahuan menjadi tahu, dari ke samaran menjadi jelas. Kegiatan belajar yang dilakukan manusia
itu berlangsung terus menerus, sepanjang hayat, di dalam sekolah maupun diluar sekolah,
dibimbing atau tidak. Premis ini diperkuat oleh kenyataan bahwa manusia adalah makhluk
yang dinamis, bukan makhluk yang statis.
Tentunya dalam proses pelaksanaan belajar tidak akan terlepas dari pengaruh –
pengaruh yang datang sebagai stimulus yang dapat merangsang cepat atau lambatnya bahkan
berhasil atau tidaknya sebuah proses belajar. Maka dalam makalah ini kami menyajikan
faktor – faktor yang mempengaruhi dalam belajar.

B. Tujuan Pembahasan
1. Tujuan umum
Secara umum tujuan pembahasan makalah ini memenuhi tugas mata Psikologi
Pendidikan

2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan pembahasan makalah ini :
a. Agar para mahasiswa calon guru dapat mengetahui faktor – faktor yang
berpengaruh pada proses belajar.
b. Agar para mahasiswa calon guru dapat mengetahui faktor – faktor yang
berpengaruh pada pembelajaran serta implikasinya dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses belajar
Secara global faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar dapat kita bedakan
kepada tiga macam, yaitu: (1) Faktor internal (2) Faktor eksternal (3) Faktor pendekatan
belajar.

1. Faktor internal
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan
rohani siswa. faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua aspek, yaitu aspek
fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniyah).
a. Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran


organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-
pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi
yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani
agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi. Selain itu, siswa sangat dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang
sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab
perubahan pola makanan dan minuman dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang
negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.

Keadaan tonus jasmani pada umumnya melatarbelakangi aktivitas belajar, keadaan


jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal
ini ada dua hal yang perlu dikemukakan, yaitu”:

1) Nutrisi harus cukup, karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan
kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, cepat
mengantuk, cepat lelah dan sebagainya.
2) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu, misalnya pilek,
influenza, sakit gigi, batuk dan sebagainya.

b. Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniyah siswa
yang pada umumnya dipandang lebih essensial adalah tingkat kecerdasan/intelegensi siswa,
sikap siswa, bakat siswa dan motivasi siswa.

1) Intelegensi siswa

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk


mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas
organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam
hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh
lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh tubuh manusia.

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tidak diragukan lagi, sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan
intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,
semakin rendah kemampuan intelegensi siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk
memperoleh sukses.

2) Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara relatif tetap terhadap objek orang,
barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang
positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran tertentu merupakan pertanda awal yang baik
bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negataf siswa terhadap guru dan mata
pelajaran tertentu, apalagi jika diiringi kebencian kepada guru atau kepada mata pelajaran
tertentu, dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

3) Bakat siswa

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya
setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke
tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip
dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas
(superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut talented child, yaitu anak berbakat.

4) Minat siswa

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Rober, minat tidak termasuk istilah
populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.

5) Motivasi siswa

Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme, baik manusia ataupun
hewan, yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti
pemasok saja (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi terbagi dua macam,
yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Perasaan menyenangi materi dan
kebutuhannya terhadap materi tersebut termasuk motivasi instrinsik. Termasuk motivasi
ekstrinsi adalah pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri teladan orang tua
dan guru.

2. Faktor eksternal siswa


Faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi dua macam, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan non-sosial.
a. Lingkungan social

Faktor lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa adalah guru, para staf
administrasi, teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman-teman sepermainan, orang
tua, dan keluarga. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar menjadi
pendorong siswa. Begitu juga kondisi masyarakat di lingkungan yang bersih dan rapi, sifat-
sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketenangan keluarga dan demografi keluarga
(letak rumah), semuanya dapat menjadi pendorong dalam kegiatan belajar siswa.

b. Lingkungan non-sosial

Faktor yang termasuk lingkungan non sosial  adalah gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar seperti pagi
atau sore hari, seorang ahli bernama J. Biggers berpendapat bahwa belajar seperti pagi hari
lebih efektif dari pada belajar pada waktu-waktu lainnya. Menurut penelitian beberapa ahli
gaya belajar (learning style), hasil belajar itu tidak bergantung pada waktu secara mutlak,
tetapi bergantung pada waktu yang cocok dengan kesiapan siswa.

3. Faktor pendekatan belajar


Pendekatan belajar, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dipahami sebagai
segala cara atau strategi yang digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efisiensi
dalam proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah
operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai
tujuan belajar tertentu.
B. Pembelajaran Serta Aplikasinya
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar
mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan
sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Instruction atau Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,
disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
siswa yang bersifat internal Gagne dan Briggs (1979:3).
2. Implikasi Prinsip Pembelajaran
Pengertian pembelajaran dapat diartikan secara khusus, berdasarkan aliran psikologi
tertentu. Pengertian pembelajaran menurut aliran-aliran tersebut sebagai berikut: Menurut
psikologi daya pembelajaran adalah upaya melatih daya-daya yang ada pada jiwa manusia
supaya menjadi lebih tajam atau lebih berfungsi. 
Psikologi kognitif, pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik
mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Psikologi humanistik,
pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk
belajar (enjoy learning), yang membuat siswa dipanggil untuk belajar (Darsono, 2001: 24-25)
Adapun prinsip-prinsip belajar yang perlu diperhatikan terutama oleh pendidik ada 8
yaitu:
a. perhatian, dalam pembelajaran guru hendaknya tidak mengabaikan masalah
perhatian. Sebelum pembelajaran dimulai guru hendaknya menarik perhatian siswa
agar siswa berkonsentrasi dan tertarik pada materi pelajaran yang sedang diajarkan.
b. Motivasi, Jika perhatian siswa sudah terpusat maka langkah guru selanjutnya
memotivasi siswa. Walaupun siswa udah termotivasi dengan kegiatan awal saat guru
mengkondisikan agar perhatian siswa terpusat pada materi pelajaran yang sedang
berlangsung. Namun guru wajib membangun motivasi sepanjang proses belajar dan
pembelajaran berlangsung agar siswa dapa mengikuti pelajaran dengan baik.
c. Keaktifan siswa, pembelajaran yang bermakna apabila siswa aktif dalam proses
belajar dan pembelajaran. Siswa tidak sekedar menerima dan menelan konsep-
konsep yang disampaikan guru, tetapi siswa beraktivitas langsung. Dalam hal ini
guru perlu menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas siswa. 
d. Keterlibatan langsung, pelibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran adalah
penting. Siswalah yang melakukan kegiatan belajar bukan guru. Supaya siswa
banyak terlibat dalam proses pembelajaran, guru hendaknya memilih dan
mempersiapkan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tujuan pembelajaran. 
e. Pengulangan belajar, Penguasaan meteri oleh siswa tidak bisa berlangsung secara
singkat. Siswa perlu melakukan pengulangan-pengulangan supaya meteri yang
dipelajari tetap ingat. Oleh karena itu guru harus melakukan sesuatu yang membuat
siswa melakukan pengulangan belajar.
f. Materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang siswa merasa bosan dan
tidak tertarik dengan materi yang sedang diajarkan. Untuk menghindari gejala yang
seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga
merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya. 
g. Balikan atau penguatan kepada siswa, penguatan atau reinforcement mempunyai
efek yang besar jika sering diberikan kepada siswa. Setiap keberhasilan siswa
sekecil apapun, hendaknya ditanggapi dengan memberikan penghargaan. 
h. Aspek-aspek psikologi lain, setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda.
Perbedaan individu baik secara fisik maupun secara psikis akan mempengaruhi cara
belajar siswa tersebut, sehingga guru perlu memperhatikan cara pembelajaran yang
diberikan kepada siswa tersebut misalnya, mengatur tempat duduk, mengatur jadwal
pelajaran , dll.

3. Implikasi Perkembangan Teori Pembelajaran 


Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan
aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.
a. Pertama aliran tingkah laku (Behavioristik)
Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang kongkret atau yang non
kongkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Tokoh dalam aliran ini adalah
Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.
Aplikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal
seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
Pembelajaran yang tersedia. 
b. Kedua aliran kognitif
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku, menekankan pada gagasan bahwa pada bagian-bagian suatu situasi
berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Pengetahuan dibangun dalam diri
seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Tokoh aliran ini
Piaget, David Ausebel, Brunner. 
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa
siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra
sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda kongkret, keaktifan siswa
amat dipentingkan, guru menyususun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu
dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan
perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
c. Ketiga aliran humanistik
belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik,
tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Dalam praktiknya
menggunakan teori belajar Ausebel, teori Bloom, Kolb, dll.
Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.
d. Keempat teori belajar menurut aliran kontemporer
Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar
sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori Sibernetik (Budiningsih, 2005:80-81), belajar adalah pengolahan
informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam
teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang
akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses bagaimana proses
belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Tokoh
teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson.
Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar
hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa,
merangsang ingatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan
bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk
kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar. 
Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan
pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-
out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang pengalaman


Deskripsi teoretis maupun praktis berkaitan dengan aspek-aspek
pembelajaran dalam bidang pendidikan biologi.
Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep teori belajar
CPMK
dalam pembelajaran biologi.
Mahasiswa mampu menjelaskan teori pembelajaran
behavioristik
Sub-CPMK Mahasiswa mampu mendeskripsikan penerapan teori
pembelajaran behavioristik dalam proses pembelajaran
biologi
Relevansi Teori Belajar dan Pembelajaran
1.1 Materi 1 Pengertian Teori Behaviorisme
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku
manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. teori behaviorisme
merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa
24 reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak
1.2 Materi 2 Teori dalam Pandangan Behaviorisme
1.2.1 Sub Materi 2 Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
dikemukakan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan
netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat
dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada
dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a) Stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara
otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun (contoh:
makanan).
b) Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat
netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan
stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan
tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian
Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya,
secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan dengan cara
mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar.
Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini
sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu,
baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan
sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan.
Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini
disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev
murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata
ditemukan banyak refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen
tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Generalisasi, Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi.
Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air
liur begitu mendengar suara-suara yang mirip dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing
mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi melibatkan
kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk
menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas
hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika,
peserta didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa
hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata
pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi.
Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov
memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain
untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda,
pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan
sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda. Pelemahan (extincition). Proses
melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan stimulus tak
terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya,
dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru
yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi
belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan
sangat
termotivasi belajar. Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk
mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar
dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.

1.2.2 Sub Materi 2 Teori Connecthionisme Thorndike


Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Dalam eksperimennya,
Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam
sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan
respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-
usaha
atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk
paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning or selecting and connecting learning”
dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah
koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih
kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip
utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin
dikuasai.
c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan.
Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali
akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hukum lainnya dalam belajar
yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude), Hukum
Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).

1.2.4 Sub Materi Teori Operant Conditioning dari B.F Skinner


Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli
konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk
memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan
antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan
dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. Dari semua
pendukung teori behavioristik,teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya.
Programprogram pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul,
dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-
respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-
program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
Penguatan (Reinforcement) Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau
menegaskan perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan,
yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
a) Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan.
Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan.
Contoh, peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu akan diberi
hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin
belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan adalah
pemberian sepeda.
b) Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan
yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti
dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik sering
bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak
berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan sering bertanya. Jadi, perilaku yang ingin
diulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan
yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan
sering bertanya karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
c) Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu
perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena
diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku
mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0
(stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah
perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang
ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan
(kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman,
pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang
tidak diharapkan (perilaku mencontek).
1.3 Sub Materi 3 Kelebihan dan Kelemhan Teori Behavioristik
1. Kelebihan Teori Behavioristik
Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
c) Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner)
baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru
berakibat buruk pada siswa.
1.4 Soal Latihan
1. Jelaskan teori behavioristic menurut Gage dan Berliner?
2. Jelaskan jenis stimulus menurut Pavlov?
3. Tuliskan kelebihan teori behavioristik?
1.5 Kuci Jawaban
1. Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku
manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. teori behaviorisme
merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Teori Belajar behaviorisme
adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon. teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai
hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon.
2. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada dua
jenis
stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a) Stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang
secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran
apapun (contoh: makanan).
b) Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat
netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan
dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan datang).
3. Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar

Rangkuman
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku
manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. teori behaviorisme
merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang
dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Bab VII: TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang pengalaman


Deskripsi teoretis maupun praktis berkaitan dengan aspek-aspek
pembelajaran dalam bidang pendidikan biologi.
o Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep teori belajar
dalam pembelajaran biologi.
o Mahasiswa mampu menerapkan teori belajar dalam
CPMK pembelajaran biologi pada satuan penddikan dasar dan
menengah.
o Mahasiswa mampu merumuskan kegiatan pembelajaran
biologi berdasarkan teori pembelajaran.
Mahasiswa mampu menjelaskan teori pembelajaran kognitif
Sub-CPMK Mahasiswa mampu mendeskripsikan penerapan teori
pembelajaran kognitif di dalam proses pembelajaran biologi
Relevansi

1.1 Materi 1 Pengertian Teori Kognitivisme


Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori ini berbeda
dengan
behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan
bukan respons. Psikologi Gestalt dipandang sebagai anak dari aliran strukturalisme, pada
tahun
1912 sebagai reaksi terhadap aliran strukturalisme dalam psikologi (structural psychology)
yaitu sistem psikologi yaitu sistem psikologi yang dikaitkan dengan William Max Wundt
(1832-1920). Bapak Psikologi eksperimen dan Edward Bradferd Titchner. Aliran structural
ini
memandang pengalaman manusia dari sudut pengalaman pribadi. Sedangkan psikologi
Gestalt
memandang kejiwaan manusia terkait kepada pengamatan yang berwujud kepada
menyeluruh.
(Sagala, : 45)
Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan
dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal
akademis. Sumbangnya ini diikuti tokoh-tokoh lainnya adalah Wolfgang Kohler (1887-1959)
yang meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu mengenai mentalitas Simpanse (ape) di
pulau Canary yang memperkembangkan psikologi Gestalt. Pandangnnya ini bertentangan
dengan pandangan Thorndike mengenai belajar, yang menganggap sebagai proses “trial and
error”.
Kohler menyatakan bahwa belajar serta mencapai hasil adalah proses yang didasarkan
insight. Kecuali itu, pengamatan menurut psikologi elemen berlangsung dari bagian-bagaian
menuju keseluruhan. Sedangkan psikologi Gestalt berpendapat bahwa, pengamatan adalah
bersifat totalitas, kesan pertama pengamatan adalah totalitas atau keseluruhan. Perubahan
struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi
itu sendiri, yang lainnya kebutuhan dan motivasi internal induvidu. Rumpun psikologi
behaviorisme bersifat molekuler atau menekankan unsur-unsur, maka rumpun kognitif
Gestalt bersifat molar yaitu menekankan keseluruhan yang terpadu, alam kehidupan manusia
dan perilaku manusia selalu merupakan suatu keseluruhan suatu keterpaduan. Kaum
“Gestalt” berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu
keseluruhan.
Gestalt dalam Bahasa Jerman berarti “whole configuration” atau bentuk yang utuh, pola
kesatuan, dan keselurahannya artinya Gestalt adalah keseluruhan lebih berarti dari
bagianbagian. Penangkapan makna hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau
“isnsight”. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan “insight” atau
pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian dan
keseluruhan. Menurut psikologi Gestalt tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang
diamati dalam situasi belajar, adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada hukuman
dan ganjaran.
Menurut (Sagala : 48), suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah
tentang “insight”, yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-
hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan.
Hubungan pengamatan menurut teori Gestalt meliputi :
1. Hubungan kedekatan, artinya yang yang terdekat merupakan Gestalt
2. Hukum ketutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt
3. Hukum kesamaan, artinya yang sama merupakan Gestalt.

1.2 Materi 2 Tokoh-tokoh Kognitivisme


Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M. Gagne.
a) Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah
mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas
beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak
itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii)
kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu
memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan
struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan
dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai
hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan
cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih
baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari
anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar anak belajar sesuai
tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya
proses yang didasarkan atas mekenisme biologis dari perkembangan system syaraf.
Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek susunan sel syarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976)1[5]. Sehingga ketika dewasa seseorang
akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget membagi proses
belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
1) Asimilasi
Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh :
seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara
prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian
(informasi baru yang akan dipahami anak).
2) Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan
proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa telah mengetahui
prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
3) Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini
sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses
penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat
dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan
mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan
logis. Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian, pengembangan dan
pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang
sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak =
schemata/schemata). Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan
menjadi dasar untuk kegiatan belajar berikutnya. Proses belajar harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam empat tahap,
yaitu :
1. Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)
2. Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3. Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4. Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan
juga
semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif anak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran
yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar
yang dialami seorang anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan
isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
b) Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan
dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga,
perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard dan
Bower, 1981)2[7] Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai
anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka, artinya
menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini
adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat
dihasilkan suatu kesimpulan (Free Discovery Learning). Dengan kata lain, belajar dengan
menemukan.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah menghadapkan anak pada
suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha
membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan
dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali
struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya.
Dari implikasi ini dapat diketahui bahwa asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa setiap
orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman didalam dirinya yang tertata dalam
bentuk struktur kognitif, yang kemudian mengalami tahap belajar sebagai perubahan
persepsi dan pemahaman dari apa yang aia temukan.
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk konsep,
teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan ( mewakili ) aturan yang
menjadi sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” (belajar dengan cara
menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari
contohcontoh khusus dan konkrit .
Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:3
1. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi,
pengalaman terhadap suatu realita.
2. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
3. Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh
bahasa dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):
1. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan
jawabannya.
2. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan
siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
c) Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full learning).
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
Memperhatikan stimulus yang diberikan.
Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan
dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer),
dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang
akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu:
1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.
2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan
yang akan dipelajari.
3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan
demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif
yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berfikir yang
baik, agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang
singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.
d) Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne
Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak
manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
a. Reseptor
b. Sensory register
c. Short-term memory
d. Long-term memory
e. Response generator
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi
yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai
proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia
sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya
menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan
kemudian di teruskan.
b. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat,
fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk
suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori
jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.
c. Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan
perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan
maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja,
kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam
memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke
memori jangka panjang.
d. Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada
di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan
lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
e. Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

1.3. Materi 3 Prinsip-prinsip Teori Belajar Kognitif


Berdasarkan pendapat dari Warsita (2008:89) yang menyatakan tentang prinsip-
prinsip dasar teori kognitivisme, antara lain:
1. Pembelajaran merupakan suatu perubahan status pengetahuan
2. Peserta didik merupakan peserta aktif didalam prosespembelajaran
3. Menekankan pada pola pikir peserta didik.
4. Berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan
informasi dalam ingatannya
5. Menekankan pada pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran sebagai proses
aktif di dalam diri peserta didik
6. Menerapkan reward and punishment
7. Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung pada informasi yang disampaikan guru, tetapi
juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.

1.3 Materi 4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitif


Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan teori belajar
kognitif. Disamping memiliki kelebihan – kelebihannya ada pula kelemahan – kelemahannya.
Berikut adalah beberapa kelebihan dan kelemahan teori kognitif antara lain:
1) Kelebihan Teori Belajar Kognitif
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut
untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja,
tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide
dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri contohnya
pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat
belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa
bergantung dengan orang lain.
b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c. Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa
sebagai peserta didik merupakanpeserta aktif didalam proses pembelajaran yang
berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan
informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga
bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.
2) Kelemahan Teori Belajar kognitif.
a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
b. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
c. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.

1.5 Soal Latihan


1. Jelaskan tiga tahapan belajar menurut Piaget?
2. Tuliskan tahapan perkembangan anak menurut Piaget?
3. Jelaskan tiga tahapan perkembangan kognitif menurut Brunner?

1.6 Kunci Jawaban


1. Piaget membagi proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a. Asimilasi
Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang
siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip
perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah
ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang akan dipahami anak).
b. Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan
proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa telah mengetahui
prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c. Equilibrasi
d. Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini
sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang.
Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak
teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai
informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.
2. Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh
siswa yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu :
1) Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)
2) Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3) Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori ini berbeda
dengan behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui
(knowing) dan bukan respons. Psikologi Gestalt dipandang sebagai anak dari aliran
strukturalisme, pada tahun 1912 sebagai reaksi terhadap aliran strukturalisme dalam psikologi
(structural psychology)
yaitu sistem psikologi yaitu sistem psikologi yang dikaitkan dengan William Max Wundt
(1832-1920). Bapak Psikologi eksperimen dan Edward Bradferd Titchner. Aliran structural
ini memandang pengalaman manusia dari sudut pengalaman pribadi. Sedangkan psikologi
Gestalt memandang kejiwaan manusia terkait kepada pengamatan yang berwujud kepada
menyeluruh.
(Sagala, : 45)
Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan
dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal
akademis. Sumbangnya ini diikuti tokoh-tokoh lainnya adalah Wolfgang Kohler (1887-1959)
yang meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu mengenai mentalitas Simpanse (ape) di
pulau Canary yang memperkembangkan psikologi Gestalt. Pandangnnya ini bertentangan
dengan pandangan Thorndike mengenai belajar, yang menganggap sebagai proses “trial and
error”.
4) Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
3. Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:
a. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi,
pengalaman terhadap suatu realita.
b. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
c. Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh
bahasa dan logika dan penggunaan symbol.

1.7 Rangkuman
Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori
ini berbeda dengan behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan
manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons. Psikologi Gestalt
dipandang sebagai anak dari aliran strukturalisme, pada tahun 1912 sebagai
reaksi terhadap aliran strukturalisme dalam psikologi (structural psychology)
yaitu sistem psikologi yaitu sistem psikologi yang dikaitkan dengan William
Max Wundt (1832-1920). Bapak Psikologi eksperimen dan Edward Bradferd
Titchner. Aliran structural ini memandang pengalaman manusia dari sudut
pengalaman pribadi. Sedangkan psikologi Gestalt memandang kejiwaan
manusia terkait kepada pengamatan yang berwujud kepada menyeluruh.
(Sagala, : 45)
Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912
dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang
meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatannya ia
menyesalkan penggunaan metode menghafal akademis. Sumbangnya ini
diikuti tokoh-tokoh lainnya adalah Wolfgang Kohler (1887-1959) yang
meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu mengenai mentalitas
Simpanse (ape) di pulau Canary yang memperkembangkan psikologi
Gestalt. Pandangnnya ini bertentangan dengan pandangan Thorndike
mengenai belajar, yang menganggap sebagai proses “trial and error”.
BAB VIII TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang pengalaman


Deskripsi teoretis maupun praktis berkaitan dengan aspek-aspek
pembelajaran dalam bidang pendidikan biologi.
o Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep teori belajar
dalam pembelajaran biologi.
o Mahasiswa mampu menerapkan teori belajar dalam
CPMK pembelajaran biologi pada satuan penddikan dasar dan
menengah.
o Mahasiswa mampu merumuskan kegiatan pembelajaran
biologi berdasarkan teori pembelajaran.
Mahasiswa mampu menjelaskan teori pembelajaran
konstruktivisme
Sub-CPMK Mahasiswa mampu mendeskripsikan penerapan teori
pembelajaran konstruktivisme di dalam proses pembelajaran
biologi
Relevansi

1.1 Materi 1 Pengertian Teori Konstruktivisme


Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari
realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil
dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori,
konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

1.2 Materi 2 Teori Belajar Konstruktivisme


Teori konstruktivisik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi)
pengetahuan oleh si pelajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang guru kepada
orang lain (siswa). Beberapa pemikiran teori konstruktivisitik dapat di pahami pada
penjelasan claserfeld, bettencourt (1989) dan mathews (1994), mengemukaakan bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan) orang itu
sendiri. Sementara piaget (1971), mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan
manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman, proses pembentukan belajar terus menerus
dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru. Sedikit berbeda
dengan pendahulunya, lorsbach dan tobin (1992), mengemukakan bahwa pengetahuan tidak
dapat begitu saja dari otak seorang kepada yang lain. Siswa juga harus mengerti apa yang di
ajarkan dengan konstruksi yang telah di bangun sebelumnya.
Ciri-ciri aliran konstruktivistik
a. Orientasi yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatanmelakukan observasi.
b. Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berindruksi menulis, membuat
poster dan lain-lain.
c. Restrukturasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain,membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
d. Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah
terbentuk perlu di aplikasikan bermacam-macam situasi.
e. Rivew, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan
menambahkan atau mengubah.
Dalam aliran konstruktivistik pengetahuan dipahami sebagai suatu membentuk yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisi karena adanya
pemahamanpemahaman baru. Pengetahuan bukanlah pengetahuan fakta dari suatu kenyataan
yang sedang di pelajari, melainkan sebagi konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,
pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah barang yang di pindahkan dari
pikran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain belum
memiliki pengetahuan.
Beberapa kemampuan yang di perlukan dalam proses mengonstruksikan pengetahuan, yaitu :
a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan mengenai permasalahn dan
perbedaan tentang suatu hal
c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lain.
d. Sementara faktor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah sebagi
berikut
: Hasil konstruksi yang telah di miliki seseorang, pengalaman yang sudah diabstraksikan,
yang telah menjadi konsep dan telah dikonstruksikan menjadi pengetahuan, dalam banyak
hal membatasi pengertian seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep
tersebut.
Domain pengalaman seseorang. Pengalaman akan fenomena baru merupakan unsur
penting dalam pengembangan pengetahuan, kekurangan dalam hal ini akan membatasi
pengetahuan.
Jaringan struktur kognitif seseorang, setiap pengetahuan yang baru harus cocok dengan
ekologi konseptual, (konsep, gambaran, gagasan, teori yang membentuk struktur kognitif
yang hubungan satu sama lain) karena manusia cenderungan inidapat menghambat
perkembangan pengetahuan.
Adapun proses belajar konsruktivistik bukan sebagai perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswi melainkan sebagai memberi makanan
siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
permuatahiran struktur kognitifnya. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan
suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makan tentang
hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar
adalah niat belajar siswa itu sendiri, sedangkan peranan guru dalam belajar konstruktivistik
berperan membantu agar proses pengostruksian pengetahuan oleh siswa belajar lancar. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang telah di milikinya, melainkan membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan di tuntun untuk lebih memahami jalan pikiran atau
cara pandang siswa belajar.
Peranan guru pada pendekatan konstruktivisme ini lebih sebagai mediator dan fasilitas
bagi siswa, yang meliiputi kegiatan-kegiatan berikut ini.
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab,
mengajar atau berceramah bukanlah tugas untuk seorang guru.
b. Menyediakan kegiatan-kegiatan yang merangsang ke ingin tauan siswa dan membantu
mereka untuk mengakspresikan gagasannya. Guru perlu menyemangati siswa dan
menyediakan pengalaman komflik.
c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak.
Guru menunjukan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat
diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Dalam hal belajar,
pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktivitas siswa dalam mengonstruksikan pengetahuannya sendiri, melalui bahan, media,
peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya yang disediakan untuk membantu pembuatan
tersebut. Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan
interprestasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, sehingga memunculkan pemikiran
terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran
seseorang,
mengonstruksi dan menginterprestasikannya berdasarkan pengalaman. Konstruktivistik
mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dan
pengalamannya struktur mental dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan
objek dan peristiwa-peristiwa, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar
manusia secara individual. Dalam hal evaluasi akan lebih objek jika evaluator tidak di beri
informasi tentang tujuan selanjutnya. Sebelum proses belajar di mulai, proses belajar dan
evaluasinya akan berat sebelah. Kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada
pembelajaran. Tujuan belajar mengalahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol
aktivitas belajar siswa. Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode
evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik,
memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik.
Beberapa hal penting tentang evaluasi dalam aliran konstruktivistik adalah :
a. Diarahkan pada tugas-tugas autentik
b. Mengkonstruksi pengetahuan yangmengambarkan proes berpikir yang lebih tinggi
c. Mengonstruksi pengalaman siswa
d. Mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai berspektif.
Pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan
mentransformasi
informasi baru.transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru, yang selanjutnya
akan membentuk struktur kognitas baru. Konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk
dipahami.
Pandangan ini tidak melihat pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yang
diulangi oleh siswa terhadap pembelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab soal-
soal tes (sebagai perilaku imitasimelainkan pada apa yang dapat dihasilkan
siswa,didemonstrasikan dengan ditunjukannya.
Perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional (behavioristik dengan
pembelajaran konstruktivistik, adalah sebagi berikut.
Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Konstruktivis
Pembelajaran tradisional Pembelajaran konstruktivistik
Kurikulum dari berbagai bagian kurikulum di sajikan mulai dari
bagian menuju keseluruhan keseluruhan menuju kebagian
dengan menekankan pada bagian, dan lebih mendekatkan
keterampilan-keterampilan dasar konsep-konsep lebih luas
Pembelajaran sangat taat pada Pembelajaran lebih menghargai
kurikulum yang sudah di pada pemunculan pertanyaan dan
tetapkan ide-ide siswa.
Kegiatan kurikuler lebih banyak
Kegiatan kurikulum lebih banyak
mengandalkan pada sumber
mengandalkan pada buku teks
sumber data primer dan
dan buku kerja
manipulasi bahan.
Siswa dipandang sebagai “kertas
Siswa di pandang sebagai
kosong” yang dapat di goresi
pemikir yang dapat
informasi oleh guru, dan guru
memunculkan teori-teori tentang
guru pada umumnya

1.2.2 Sub Materi 2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstriktivisme


a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam
dunia sebenar
b. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai
panduan merancang pengajaran.
c. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
d. Mengambil kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
e. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
e. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
g. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen

1.3 Materi 3 Proses Belajar menurut Konstruktivis


Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari
pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar
kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang
bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi
rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.
Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru
memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi
peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri.
Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut. Sarana tidak terbatas hanya yang ada pada sekolah, juga bisa
memanfaatkan yang ada diluar sekolah.
Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung
munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan,
serta
aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Evaluasi dalam hal ini tidak
dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru, evaluasi
menjadi sarana untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.

1.4 Materi 4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktivis


Kelebihan teori ini adalah :
1. Berfikir dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan
masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham : Oleh karena murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka
akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih
lama
semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka.
Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru
dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.
1.5 Soal Latihan
1. Tuliskan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme
2. Jelaskan konsep belajar menurut teori konstruktivisme?
3. Jelaskan faktor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan seseorang?
1.6 Kuci Jawaban
1. Ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme :
Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam
dunia sebenar
Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai
panduan merancang pengajaran.
Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
Mengambil kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif.
Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi
dengan lingkungannya.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang
telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi
Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen
2. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Ia harus aktif melakukan
kegiatan,
aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makan tentang hal-hal yang sedang dipelajari,
tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu
sendiri,
sedangkan peranan guru dalam belajar konstruktivistik berperan membantu agar proses
pengostruksian pengetahuan oleh siswa belajar lancar.
3. Sementara faktor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah sebagai
berikut:
Hasil konstruksi yang telah di miliki seseorang, pengalaman yang sudah diabstraksikan,
yang telah menjadi konsep dan telah dikonstruksikan menjadi pengetahuan, dalam banyak
hal membatasi pengertian seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep
tersebut.
Domain pengalaman seseorang. Pengalaman akan fenomena baru merupakan unsur
penting dalam pengembangan pengetahuan, kekurangan dalam hal ini akan membatasi
pengetahuan.
Jaringan struktur kognitif seseorang, setiap pengetahuan yang baru harus cocok dengan
ekologi konseptual, (konsep, gambaran, gagasan, teori yang membentuk struktur kognitif
yang hubungan satu sama lain) karena manusia cenderungan inidapat menghambat
perkembangan pengetahuan.
1.7 Rangkuman
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif.
Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi
dengan lingkungannya.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang
telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi
BAB IXL TEORI HUMANISTIK

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang pengalaman


Deskripsi teoretis maupun praktis berkaitan dengan aspek-aspek
pembelajaran dalam bidang pendidikan biologi.
o Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep teori belajar
dalam pembelajaran biologi.
o Mahasiswa mampu menerapkan teori belajar dalam
CPMK pembelajaran biologi pada satuan penddikan dasar dan
menengah.
o Mahasiswa mampu merumuskan kegiatan pembelajaran
biologi berdasarkan teori pembelajaran.
Mahasiswa mampu menjelaskan teori pembelajaran
humanistik
Sub-CPMK Mahasiswa mampu mendeskripsikan penerapan teori
pembelajaran humanistik di dalam proses pembelajaran
biologi
Relevansi
1.1 Materi 1 Pengertian Humanistik
Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanisme adalah pengembangan
nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan
yang
luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir produktif. Pendekatan sistem
bisa
dapat di lakukan sehingga para peserta didik dapat memilih suatu rencana pelajaran agar
mereka dapat mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau
sejumlah
pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-aktifitas
kreatif
yang mungkin dilakukan. Pembatasan praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin di
tentukan
oleh keterbatasan bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu
sendiri tidak ada yang membatasi keanekaragaman pendidikan ini. (Uno,2006: 13).
Menurut salah satu ahli (Sani,2013:35) teori belajar humanisme menganggap bahwa
keberhasilan belajar terjadi jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,bukan
dari
sudut pandang pengamatnya. Peran pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mereka dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
1.2 Materi 2 Tokoh-tokoh Penting dalam Aliran Teori Humanistik
1. Abraham Maslow
Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam
psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali
terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting
didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh
dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).
Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni
kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut
sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan
keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana.
Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk
memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan
sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang
berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan
prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih
rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri,
yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu.
Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah
kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari
tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya
kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan,
kesimetrisan dan kelengkapan.
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru
menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa
anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa
menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada
proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan
mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup,
semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya
cemas dan takut, dan lain-lain.
3. Carl R. Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis,
pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan
pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk
belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar
untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993). Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti
dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan
humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan
untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk
menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.
b) Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari
mempunyai arti baginya.
c) Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila
berlangsung
dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer manakala
murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru
atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang bisaanya
menyinggung perasaan.
d) Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri
sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk
“belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah perlu diragukan
bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada
memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan masalah, menguji
hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan
perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar.
Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan
percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki
kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan
dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan
kurang bersandar pada penilaian pihak lain.
e) Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang
lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu
dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup
untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang
sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari
di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini
dan masa yang akan dating. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang
yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.
3. Arthur Combs
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang
menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain,
seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa tentang
dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah
persepsinya.
Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya
kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya
sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh
muridmuridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak
berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu
mengadakan aktivitasaktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan berubah sikap dan
reaksinya (Rumini, dkk. 1993).
Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu
diperolehnya informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Adalah keliru jika
guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan
rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan
pelajaran itu; murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran
tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana
bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan
makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni apabila murid dapat
mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh
bersenang hati bahwa missinya telah berhasil.
Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran
lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang. Sebaliknya,
semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya
terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari
oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.
4. Aldous Huxley
Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-
siakan.
Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam mengembangkan potensi-potensi
tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses pendidikan harus berorientasi pada
pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua pihak, seperti guru, murid maupun para
pemerhati ataupun peneliti dan perencana pendidikan. Huxley (Roberts, 1975) menekankan
adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non
verbal bukan berwujud pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan
hal-hal yang bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran
seseorang. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat
tinggi.
5. David Mills dan Stanley Scher
Ilmu Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari secara
kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori. Padahal,
bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan elemen-elemen afektif
yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan intuisi dan imajinasi dalam
usaha-usaha kreatif, pengalaman yang menantang, frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan
fenomena tersebut, David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep
pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan
murid dalam belajar.
Metode afektif yang melibatkan perasaan telah bisaa diterapkan pada murid-murid
untuk pelajaran IPS, Bahasa dan Seni. Sebetulnya ahli yang memulai merintis usaha ini
adalah George Brown, namun kedua ahli ini kemudia mencoba melakukan riset yang
bertujuan menemukan aplikasi yang lebih real dalam usaha tersebut. Penggunaan
pendekatan terpadu ini dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan bahkan
otomotif.
1.3 Materi 3 Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Aplikasi teori humanisme lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadifasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik
untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Tujuan pembelajaran (dalam Mulyati, 2005: 182) lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas,jujur
dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar
atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawabatas
segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik.
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi
ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan
menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

1.3 Materi 4 Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran


Penerapan teori humanisme lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik
untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center)yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator
(dalam Dakir, 1993: 65), yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok,
atau pengalaman kelas.
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di
dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan
mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untukmenganali
dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif (dalam Syaodih, 2007: 152) adalah :
a. Merespon perasaan peserta didik.
b. Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
c. Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik.
d. Menghargai peserta didik.
e. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
f. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan
segera dari peserta didik).
g. Tersenyum pada peserta didik.

1.5 Materi 3 Kelebihan dan Kelemahan Teori Humanistik


a. Kelebihan teori humanism (dalam Ningsih,2005:76) adalah :
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2. Menurut aliran humanisme : individu itu cenderung mempunyai kemampuan / keinginan
untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri lingkungan.
3. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
4. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
5. Aliran humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanisme individu
itu memiliki sifat yang optimistic.
6. Teori Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada
dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.
7. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang dirumuskan dapat membantu
para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
b. Kelemahan teori humanisme (dalam Ningsih,2005:76-77) adalah :
1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
2. Terlalu memberi kebebasan pada siswa.
3. Teori humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan
pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
4. Teori humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
5. Banyak konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang telah berhasil
mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
6. Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan
idealisme Maslow sendiri.
7. Psikologi humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
8. Teori humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis.
Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia Pendidikan.
9. Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar.
10. Teori humanisme masih sukar diterjemahkan kedalam langkah-langkah yang praktis dan
operasional.

1.6 Soal Latihan


1. Jelaskan mengapa teori humanism cocok digunakan dalam pembelajaran?
2. Jelaskan bagaimana meurut Rogers cara belajar yang paling bermanfaat?
3. Tuliskan kelebihan teori humanisme dalam pembelajaran?

1.7 Kuci Jawaban


1. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan
aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya. Aplikasi dalam teori ini, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas,
berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma,
disiplin atau etika yang berlaku serta guru hanya sebagai fasilitator. Teori humanisme ini
cocok untuk diterapkan pada materimateri pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
2. Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau
murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat
brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi
tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat
membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating.
Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan
yang sedang berubah dan akan terus berubah.
3. Kelebihan teori humanisme dalam pembelajaran:
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Menurut aliran humanisme : individu itu cenderung mempunyai kemampuan /
keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri lingkungan.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Aliran humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanisme individu
itu memiliki sifat yang optimistic.

1.8 Rangkuman
Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya. Aplikasi dalam teori ini, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas,
berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma,
disiplin atau etika yang berlaku serta guru hanya sebagai fasilitator. Teori humanisme ini
cocok untuk diterapkan pada materimateri pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
BAB X: TEORI PENGOLAHAN INFORMASI DAN APLIKASINYA
DALAM PEMBELAJARAN

Pengolahan informasi bukan nama dari sebuah teori tunggal tetapi sebuah
nama generik yang diaplikasikan pada perspektif-perspektif teoritis yang berkenaan dengan
serangkaian dan pelaksanaan peristiwa kognitif. Berbagai penelitian tentang pengolahan
informasi telah dilakukan oleh berbagai peneliti, mereka mengeksplorasi pembelajaran,
memori, pemecahan masalah, persepsi visual dan auditori, perkembangan kognitif dan
kecerdasan buatan. Penelitian-penelitian tersebut dimaksudkan agar mampu memberi
kontribusi positif dalam perkembangan dunia pendidikan.
Para teoritis pengolahan informasi meragukan gagasan yang menjadi ciri
khas teori behaviorisme bahwa pembelajaran merupakan pembentukan asosiasi antara
stimulus-stimulus dan respon-respon. Mereka tidak menolak gagasan tentang asosiasi dengan
alasan bahwa asosiasi yang terbentuk antara potongan- potongan pengetahuan membantu
penguasaan dan penyimpanan potongan- potongan tersebut dalam memori. Para teoritis ini
tidak banyak memperhatikan kondisi-kondisi eksternal, mereka lebih memfokuskan pada
proses-proses internal (mental) yang menjadi pembatas antara stimulus dan respons. Peserta
didik merupakan pencari yang aktif dan pemroses informasi. Berbeda dengan teori behavioris
yang menyatakan bahwa orang memberikan respon ketika terdapat stimulus yang datang
kepada mereka, para teoritis pengolahan informasi berpendapat bahwa orang menyeleksi dan
memerhatikan aspek-aspek dari lingkungan, mentransformasi dan mengulang informasi,
menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang yang telah diperoleh
sebelumya, dan mengorganisasi pengetahuan untuk membuatnya bermakna dan dapat
dipahami (Mayer, 1996).
Tulisan ini akan memfokuskan masalah pada: bagaimana sistem
pengolahan informasi dalam proses pembelajaran?. Sehingga seorang guru tidak hanya
sekedar menjelaskan atau menyampaikan materinya saja tetapi juga mempertimbangkan
kemampuan anak untuk menerima, mengelolah dan menyimpan pengetahuan yang berupa
informasi yang disampaikan oleh guru.

B. Sistem Pengolahan Informasi dalam Pembelajaran


1. Teori pengolahan Informasi
Teori-teori mengenai sistem pengolahan informasi yang ada memiliki
pandangan yang berbeda-beda dalam hal proses-proses kognitif, namum pada dasarnya teori-
teori tersebut memiliki asumsi-asumsi yang sama. Salah satunya adalah pengolahan informasi
terjadi dalam tahapan-tahapan yang memisahkan natara penerimaan sebuah stimulus dan
pemberian sebuah respon. Dari hal tersebut dapat dilogikakan bahwa bantuk informasi, atau
bagaimana informsis tersebut direpresentasikan secara mental, berbeda-beda tergantung pada
tahapannya.
Asumsi lain mengenai pengolahan informasi menyatakan bahwa pengolahan
informasi dapat dianalogikan dengan pengolahan komputer. Fungsi- fungsi dari sistem
manusia serupa dengan sistem sebuah komputer. Sistem manusia menerima informasi,
menyimpannya dalam memori, dan mengambilnya lagi disaat yang diperlukan. Para peneliti
juga berasumsi bahwa pengolahan informasi terlibat dalam semua aktivitas kognitif yaitu
melihat/merasakan, mengulang, berpikir, memecahkan masalah, mengingat, lupa, dan
mencitrakan (Farnham-Diggory, 1992). Pengolahan informasi menjangkau lebih dari konsep
tradisional tentang pembelajaran manusia.
2. Proses Pengolahan Informasi
Pengolahan informasi bermula ketika sebuah input stimulus (visual/auditori)
mengenai satu atau lebih pada pancaindera (pendengaran, penglihatan dan peraba). Register
sensorik yang sesuai menerima input dan menyimpannya sebentar dalam bentuk rekaman
inderawi. Dalam hal ini telah terjadi persepsi (pengenalan pola) yaitu proses pemberian
makna terhadap sebuah input stimulus. Proses ini biasanya tidak termasuk penamaan karena
penamaan memerlukan waktu dan informasi hanya berdiam di register sensorik selama
sepersekian detik. Dalam persepsi terjadi pencocokan sebuah input dengan informasi yang
telah diketahui.
Register sensorik mentransfer informasi ke memori jangka pendek
(STM/Short Term Memory). STM adalah sebuah memori kerja (WM/Working Memory) dan
berhubungan dengan kesadaran, atau hal yang tertangkap oleh pikiran sadar pada saat
tertentu. Miller (1996) mengemukakan bahwa WM menyimpan tujuh plus atau minus dua
unit informasi. Sebuah unit merupakan item yang bermakna seperti sebuah huruf, kata,
bilangan, atau tuturan umum seperti contoh kata mata pelajaran. Kapasitas dan durasi WM
sangatlah terbatas sehingga untuk dapat dipertahankan dalam WM maka harus sering
diulang-ulang,
karena tanpa pengulangan, informasi tersebut akan hilang setelah beberapa detik.
Ketika informasi berada dalam WM, pengetahuan yang terkait dengannya
dalam memory jangka panjang (LTM/Long Term Memory) atau yang disebut juga dengan
memori permanen, akan diaktifkan dan ditempatkan dalam WM untuk digabungkan dengan
informasi yang baru. Untuk menyebutkan sebuah ibu kota negara bagian yang diawali dengan
huruf A, siswa mengingat nama-nama negara bagian yang kemungkinannya berdasarkan
daerah dari negaranya dan melakukan pemindaian nama-nama ibu kota.
Proses kontrol mengendalikan aliran informasi diseluruh sistem pengolahan iformasi.
Pengulangan merupakan proses kontrol penting yang terjadi dalam WM. Untuk materi
verbal, pengulangan tampil dalam bentuk mengulang informasi dengan mengucapkannya
dengan suara jelas atau lirih. Proses-proses kontrol lainnya meliputi kodean (menempatkan
informasi dalam sebuah konteks yang bermakna), pencitraaan (merepresentasikan informasi
secara visual), mengimplementasikan aturan-aturan pengambilan keputusan,
mengorganisasikan informasi, memantau tingkat pemahaman, serta menggunakan strategi-
strategi
penarikan, pengaturan diri dan motivasional (Schunk, 2012).
Model dua-penyimpanan cenderung memiliki ciri-ciri bahwa ketika siswa
memiliki daftar item untuk dipelajari, mereka cenderung mengingat item-item awal dengan
baik dan item terakhir. Menurut model ini, pada item awal mendapatkan pengulangan paling
banyak dan ditransfer ke LTM, sementara item terakhir masih berada pada WM saat proses
mengingat. Item-item yang berada ditengan paling sulit untuk diingat karena item-item
tersebut tidak berada pada WM lagi saat proses mengingat terjadi karena telah digeser oleh
item berikutnya. Item-item tersebut mendapat pengulangan paling sedikit dibandingkan
dengan item-item awal dan belum tersimpan dengan benar dan baik dalam LTM. Model dua-
penyimpanan berasumsi bahwa informasi diproses terlebih dahulu oleh register sensorik,
kemudian lanjut pada WM, dan terkhir diproses oleh LTM.
Dalam model dua-penyimpanan, sebuah pemberian stimulus diperhatikan
dan dirasakan maka stimulus tersebut akan ditransfer ke memori kerja jangka pendek
(Baddeley, 1992). WM adalah memori kita dari pikiran sadar yang dapat segera diakses. WM
memiliki dua fungsi penting yaitu memertahankan dan penarikan. Informasi yang datang
dipertahankan dalam kondisi aktif pada jangka waktu yang pendek dan diproses dengan cara
diulang atau dihubungkan dengan informasi yang ditarik dari LTM. Ketika siswa membaca
sebuah teks,WM menyimpan kata-kata atau kalimat terakhir yang mereka baca selama
beberapa detik. Siswa mungkin mencoba mengingat poin tertentu dengan mengulanginya
beberapa kali atau dengan menanyakan apa hubungan topik tersebut dengan topik yang telah
dibahas sebelumnya dalam buku yang sedang mereka baca (menghubungkan informasi-
informasi dalam LTM).
WM memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Dibandingkan dengan siswa
yang memiliki prestasi belajar normal, siswa yang memiliki kelemahan dalam keterampilan
membaca dan matematika menujukkan kerja WM yang lebih buruk (Anderson & Lyxell,
2007). Implikasi pengajaran yang sangat penting adalah tidak terlalu memberikan beban WM
siswa dengan menyajikan materi terlalu banyak dan terlalu cepat dalam menjelaskan
materinya. Jika memungkinkan pengajar atau guru memberikan informasi secara visual dan
verbal untuk memastikan siswa dapat mempertahankannya dalam WM mereka lebih lama
sehingga informasi yang masuk dapat diproses lebih lanjut secara kognitif.
Representasi pengetahuan dalam LTM tergantung pada frekuensi kontiguitas
(Baddeley, 1998). Semakin sering suatu fakta, peristiwa atau ide dijumpai maka semakin kuat
representasinya dalam memori. Selain itu, dua pengalaman yang terjadi dalam waktu yang
berdekatan akan cenderung dihubungkan dalam satu memori sehingga ketika salah satunya
diingat yang satunya akan teraktifskan. Untuk itu informasi dalam LTM direpresentasikan
dalam struktur-struktur asosiatif. Pengetahuan yang disimpan dalam beragam kekayaannya.
Setiap orang memiliki memori-memori yang jelas tentang pengadlaman-pengalaman yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
Seorang pengajar/guru dapat memperlancar proses pembelajaran ketika
mereka mengembangkan materi ajar dengan tujuan membantu siswa menghubungkan
informasi-informasi yang baru dengan dengan pengetahuan- pengetahuan yang ada dalam
memori. Inforsmasi yang bermakna, dijelaskan atau dikembangkan dan diorganisasikan akan
lebih mudah digabungkan kedalam jaringan-jaringan LTM. Guru sebaiknya menyiapkan
sebuah materi pelajaran yang siswanya dapat mengaitkannya dengan pengetahuan yang
bersifat umum dan mendasar.
Salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran adalah memutuskan
penting atau tidaknya suatu informasi yang diberikan kepada siswa. Tidak semua informasi
yang dipelajari harus dijelaskan. Pemehaman siswa akan dapat terbantu ketika siswa hanya
mengembangkan aspek-aspek yang paling penting dari suatu materi ajar. Penjelasan dapat
membantu siswa dalam penarikan informasi dengan cara memberikan jalur-jalur yang silih
berganti yang menjadi jalan bagi menyebarnya aktivasi, sehingga jika jalur yang satu
terhambat maka jalur lain masih tersedia (Anderson, 2000). Penjelasan juga memberikan
informasi tambahan yang dapat menjadi sumber dibangunnya jawaban-jawaban, seperti
ketika siswa harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang informasinya ada dalam bentuk
yang berbeda dengan bentuk dari meteri yang dipelajari.

3. Aplikasi-aplikasi dalam Pembelajaran


Prinsip-prinsip pengelolahan informasi semakin sering diaplikasikan
dalam proses pembelajaran di kelas. Relevansi teori ini dengan pendidikan akan terus
berkembang seiring penelitian-penelitian dimasa mendatang. Tiga aplikasi pengajaran yang
mencerminkan prinsip pengolahan informasi adalah organisator- organisator pengantar,
kondisi pembelajaran, dan muatan kognitif.
Organisator Pengantar
Organisator pengantar (advance organizer) adalah pernyataan umum yang
disajikan diawal pembelajaran yang membantu mengoneksikan materi yang baru dengan
pembelajaran sebelumnya (Mayer, 1984). Pengantar semacam ini mengarahkan siswa
terhadap konsep-konsep penting untuk dipelajari, menggarisbawahi hubungan-hubungan
antar gagasan, dan mengaitkan materi yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui oleh
siswa. Hal ini diasumsikan bahwa struktur-struktur kognitif siswa terorganisasikan secara
hierarkis sehingga konsep-konsep yang terbuka membawahi konsep-konsep yang
tingkatannya berada dibawah.
Landasan konseptual untuk organisator pengantar diperoleh dari teori Ausubel tentang
pembelajaran resepsi yang bermakna. Belajar menjadi bermakna ketika materi yang baru
memiliki hubungan sistematis dengan konsep-konsep yang relevan dalam LTM, yang berarti
bahwa materi baru memperluas, memodifikasi atau mengembangan informasi dalam memori.
Kebermaknaan juga bergantung pada variabel-variabel personal seperti usia, latar belakang
pengalaman, status sosial-ekonomi, latar belakang pendidikan. Pengalaman- pengalaman
yang telah lalu menentukan apakan siswa merasa pembelajarannya memiliki makna.
Ausubel juga mendukung pengajaran deduktif yakni ide-ide umum diajarkan terlebih
dahulu kamudian diikuti dengan poin-poin spesifik (Ausubel, 1980). Dalam hal ini guru harus
membantu siswanya memcahkan ide-ide yang baru menjadi poin-poin yang lebih kecil dan
spesifik, dan menghubungkan ide-ide yang baru tersebut dengan muatan yang serupa didalam
memori. Dalam pengertian pengolahan informasi, tujuan dari model ini adalah
mengembangkan jaringan-jaringan proposisi dalam LTM dengan menambahkan pengetahuan
dan membangun hubungan-hubungan antar jaringan. Pengajaran deduktif lebih berhasi
diterapkan pada objek pembelajar dengan usia matang (andragogi).
Organisator-organisator pengantar menyiapkan tahapan untuk pembelajaran resepsi
yang bermakna. Organisator dapat bersifat ekspositoris atau komparatif. Organisator
ekspositoris memberi siswa pengetahuan baru yang diperlukan untuk memahami pelajaran,
yang mencakup definisi-definisi dan generalisasi konsep. Sedangkan organisator komparatif
memperkenalkan materi yang baru dengan menarik analogi dengan materi yang telah dikenal
sebelumnya. Organisator komparatif mengaktifkan dan menghubungkan jaringan-jaringan
dalam LTM.

Fase-fase Pembelajaran
Pengajaran merupakan sekumpulan peristiwa eksternal yang dirancang
untuk memfasilitasi proses pembelajaran internal. Persiapan untuk belajar
mencakup aktivitas-aktivitas pembelajaran pendahuluan. Schunk (2012)
menguraikan fase-fase dalam pembelajaran sebanyak sembilan item sebagai berikut:
No Fase Peristiwa pengajaran
1 Memerhatikan Menyampaikan pada siswa dalam kelas bahwa pelajaran akan dimulai.
2 Harapan
Menyampaikan tentang tujuan dari pembelajaran, serta tipe dan kualitas prestasi belajar yang
diharapkan.
3 Penarikan Meminta siswa untuk mengingat konsep-konsep dan aturan-aturan subordinat.
4 Persepsi selektif Menyajikan contoh-contoh dari konsep-konsep dan aturan-aturan yang
baru.
5 Pengkodean semantik
Memberikan tanda-tanda yang berkaitan dengan bagaimana menyimpan informasi dalam
memori.
6 Penarikan dan pemberian responmMeminta siswa untuk mengaplikasikan konsep atau
aturan terhadap contoh-contoh
baru.
7 Penguatan Mengonfirmasikan keakiratan dari pembelajaran siswa.
8 Pemberian tanda untuk penarikan
Memberikan kuis pendek dari materi-materi
yang baru.
9 Generalisasibilitas Memberikan ulasan-ulasan khusus.
Selama masa memerhatikan, siswa memfokuskan perhatian pada stimulus-
stimulus yang relevan dengan materi-materi yang akan dipelajari (audio visual, materi
tertulis, perilaku-perilaku yang dicontohkan guru). Harapannya mengarahkan siswa kepada
tujuan (mempelajari keterampilan motorik, mempelajari pengurangan bilangan pecahan,
menguasai struktur bahasa). Pada tahap penarikan informasi yang relevan dari LTM, siswa
mengaktifkan bagian- bagian yang relevan dengan topik yang dipelajari (Gagne & Dick,
1983). Fase-fase pembelajaran utama adalah penguasaan dan praktik. Persepsi selektif
bermakna bahwa register-register sensorik mengenali karakteristik stimulus yang relevan dan
mentransfernya ke WM. Sedangkan pengkodean semantik adalah proses dimana pengetahuan
yang baru ditransfer ke LTM. Pada tahap penarikan dan pemberian respons yang
menunjukkan pembelajaran. Penguatan mengacu pada umpan balik yang mengkonfirmasi
keakuratan dari respons siswa dan memberikan informasi perbaidkan ketika diperlukan.
Fase-fase transfer pembelajaran mencakup pemberian tanda untuk penarikan dan
generalisasibilitas. Dalam pemberian tanda untuk penarikan, siswa menerima tanda-tanda
yang mengisyaratkan bahwa pengetahuan yang sebelumnya dapat diterapkan dalam situasi
tersebut. Generalisasibilitas ditingkatkan dengand memberi siswa kesempatan untuk
mempraktikkan keterampilan-keterampila dengan muatan materi yang berbeda-beda dan
dengan situasi-situasi yang berbeda.

Muatan Kognitif
Sistem pengolahan informasi hanya dapat menangani beberapa pengolahan sekaligus.
Jika terlalu banyak stimulus yang datang secara bersamaan, para pengamatnya akan
kehilangan banyak dari stimulus tersebut karena kapasitas perhatian mereka yang terbatas.
Kapasitas WM yang terbatas disebabkan oleh pengolahan informasi membutuhkan waktu dan
melibatkan banyak proses kognitif, setiap saat hanya ada sejumlah informasi yang dapat
tersimpan dalam
WM, ditransfer ke LTM, diulang, dan seterusnya.
Teori muatan kognitif memperhitungkan keterbatasan-keterbatasan pengolahan ini
dalam rancangan rencana pelajaran (Mayer, 2008). Muatan kognitif atau tuntutan-tuntutan
terhadap sistem pengolahan informasi terbagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah muatan
kognitif intrinsik, tergantung pada karakter-karakter informasi yang tidak dapat diubah yang
akan dipelajari dan hanya akan mudah dicapai jika siswa mendapatkan sebuah skema kognitif
yang efektif untuk mengolah informasi. Tipe kedua adalah muatan kognitif ekstrinsik
disebabkan oleh cara bagaimana materi-materi disajikan atau oleh aktivitas-
aktivitas yang perlu dimiliki oleh siswa (Bruning et al., 2004).

C. Simpulan
Teori-teori pengolahan informasi memfokuskan studi pada perhatian, persepsi,
pengkodean, penyimpanan dan penarikan pengetahuan. Pengolahan informasi telah
dipengaruhi oleh kemajuan-kemajuan dalam komunikasi, teknologi komputer dan neurosains.
Informasi memasuki WM kemudian ia tersimpan melalui pengulangan dan dihubungkan
dengan informasi-informasi yang terkait dengan LTM. Informasi dapat dikodekan untuk
disimpan dalam LTM. Pengkodean difasilitasi melalui organisasi, penjelasan, kebermaknaan,
dan hubungan-hubungan dengan skema- skema. LTM diorganisasikan berdasarkan isi, dan
informasi dilintas referensikan dengan isi yang terkait.
Sistem pengolahan informasi hanya dapat menangani beberapa pengolahan
sekaligus. Jika terlalu banyak stimulus yang datang secara bersamaan, para pengamatnya
akan kehilangan banyak dari stimulus tersebut karena kapasitas perhatian mereka yang
terbatas. Kapasitas WM yang terbatas disebabkan oleh pengolahan informasi membutuhkan
waktu dan melibatkan banyak proses kognitif, setiap saat hanya ada sejumlah informasi yang
dapat tersimpan dalam WM, ditransfer ke LTM, diulang, dan seterusnya.
Teori-teori pengolahan informasi menekankan transformasi dan aliran
informasi melalui sistem kognitif. Penting bahwa informasi disajikan sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menghubungkan informasi yang baru dengan informasi yang telah
mereka ketahui, dan bahwa mereka memahami penggunaan- penggunaan dari pengetahuan
tersebut. Tulisan ini mengharapkan agar pembelajaran disusun sedemikian rupa sehingga
pembelajaran tersebut berkembang dari pengetahuan yang telah ada dan dapat dipahami
dengan jelas oleh siswa. Guru juga sebaiknya menyediakan organisator-organisator pengantar
dan tanda-tanda yang dapat digunakan siswa untuk mengingat informasi ketika
diperlukan dan untuk meminimalkan muatan kognitif.
BAB XI: Pemanfaatan sumber belajar dalam proses pembelajaran
PENDAHULUAN
Dalam kaitannya dengan belajar, Miarso memberikan penjelasan bahwa belajar
merupakan suatu kegiatan baik dengan bimbingan tenaga pengajar maupun dengan usahanya
sendiri. Kehadiran tenaga pengajar dalam kegiatan belajar dimaksudkan agar belajar lebih
lancar, lebih mudah, lebih menyenangkan, dan lebih berhasil.1 Sedangkan bagi peserta didik,
belajar pada dasarnya untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap di mana saja,
kapan saja, dan dengan apa saja, sebab sumber belajar terdapat di mana saja dan ada
bermacam beragam jenisnya. Dengan terjadinya interaksi antara proses belajar. Kualitas
interaksi peserta didik dengan sumber belajar berpengaruh sekali terhadap hasil belajar. Maka
dengan demikian ada perbedaan yang sangat besar antara peserta didik yang memiliki
intensitas tinggi dalam pemanfaatan sumber belajar dengan peserta didik yang memiliki
intensitas rendah dalam pemanfatan sumber belajar rendah dalam meraih hasil belajarnya.
Duffy dan Jonassen mengtakan bahwa pemanfaatan berbagai sumber belajar
merupakan upaya pemecahan masalah belajar. Sedangkan peran teknologi pendidikan
sebagai pemecahan masalah belajar dapat terjadi dalam bentuk sumber belajar yang
dirancang, dipilih dan/atau dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Sumber-sumber belajar
tersebut diidentifikasikan sebagai pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar.2 Dari Seels dan
Richey menjelaskan bahwa teknologi pendidikan dicirikan dengan pemanfaatan sumber
belajar seluas mungkin untuk kebutuhan belajar dan dalam upaya untuk mendapat hasil
belajar yang maksimal, maka sumber belajar tersebut perlu dikembangkan dan dikelola
secara sistematik, baik, dan fungsional.
Menurut Percival dan Ellington bahwa dalam pembelajaran model konvensional, dan
dari sekian banyak sumber belajar yang ada, ternyata hanya buku teks yang merupakan
sumber belajar yang dimanfaatkan selain tenaga pengajar itu sendiri. Sedangkan menganai
sumber belajar yang beraneka ragam pada umumnya belum dimanfaatkan secara maksimal.
Di negara kita dapat ditemukan bahwa penggunaan bahan ajar dan buku teks dalam
pembelajaran sangat dominan bila dibandingkan dengan sumber belajar seperti perpustakaan,
laboratorium, studi lapangan, slide, internet, komputer, dan Iainnya. Walaupun begitu, pada
masa sekarang penggunaan komputer dalam pembelajaran sudah menunjukkan adanya
peningkatan yang berarti.
Dari Mclsaac dan Gunawardena menjelaskan bahwa Sumber belajar yang dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan pembelajaran sangat beraneka ragam jenis dan bentuknya.
Sumber belajar tersebut bukan hanya dalam bentuk bahan cetakan seperti buku teks akan
tetapi pebelajar dapat memanfaatkan sumber belajar yang lain seperti radio pendidikan,
televisi, komputer, e-mail, video interaktif, komunikasi satelit, dan teknologi komputer
multimedia dalam upaya meningkatkan interaksi dan terjadinya umpan balik dengan
peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan tenaga
pengajar sebagai salah satu sumber, tetapi mencakup interaksi dengan semua sumber belajar
yang memungkinkan dipergunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan
pengetahuan dan ketarampilan tentang strategi, menganalisis, memilih, dan memanfaatkan
sumber belajar oleh tenaga pengajar pada umumnya belum memadai. Maka dengan demikian
tentang bagaimana cara tenaga pengajar dan peserta didik memanfaatkan sumber belajar yang
ada dalam upaya memperluas wawasan ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran.
Sumber belajar menurut Dageng adalah segala sesuatu yang berwujud benda dan
orang yang dapat menunjang belajar sehingga mencakup semua sumber yang mungkin dapat
dimanfaatkan oleh tenaga pengajar agar terjadi perilaku belajar. Sedangkan menurut
Januszewski dan Molenda sumber belajar adalah semua sumber termasuk pesan, orang,
bahan, alat, teknik, dan latar yang dapat dipergunakan peserta didik baik secara sendirisendiri
maupun dalam bentuk gabungan untuk menfasilitasi kegiatan belajar dan meningkatkan
kinerja belajar. Sejalan dengan pendapat itu, Seels dan Richey menjelaskan bahwa sumber
belajar adalah segala sumber pendukung untuk kegiatan belajar, termasuk sistem pendukung
dan materi serta lingkungan pembelajaran. Sumber belajar bukan hanya alat dan materi yang
dipergunakan dalam pembelajaran, tetapi juga meliputi orang, anggaran, dan fasilitas.
Sumber belajar bisa termasuk apa saja yang tersedia untuk membantu seseorang belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah semua
sumber seperti pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar yang dimanfaatkan peserta didik
sebagai sumber untuk kegiatan belajar dan dapat meningkatkan kualitas belajarnya. Dari
Percival dan Ellington menjelaskan sumber belajar dari sisi pembuatann adalah seperangkat
bahan atau situasi belajar yang dengan sengaja atau tidak sengaja diciptakan agar peserta
didik secara individual dan atau secara bersama-sama dapat belajar. Jadi pada dasarnya
sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga pengajar
dan peserta didik, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk kepentingan
kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, mudah dan
menyenangkan untuk kelangsungan pembelajaran. Dalam hal dengan ruang lingkup sumber
belajar, Miarso menetapkan seperi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar. Kegiatan
belajar dapat dilaksanakan di mana saja, di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di tempat
ibadah, dan di masyarakat luas. Selain itu, belajar juga dapat dilakukan dengan rangsangan
dari dalam diri sendiri pembelajar (internal) dan dari apa dan siapa saja di luar diri
pembelajar (eksternal).10 Sependapat dengan itu, berikut ini klasifikasi sumber belajar
menurut Seels dan Richey sebagai berikut: (1) Pesan yang merupakan informasi yang
disampaikan oleh komponen yang lain, biasanya berupa ide, makna, dan fakta. Berkaitan
dengan konteks pembelajaran, pesan ini terkait dengan isi bidang studi dan akan dikelola dan
direkonstruksikan kembali oleh pebelajar. Orang: orang tertentu yang terlibat dalam
penyimpanan dan atau penyaluran pesan; (2) Bahan yang merupakan kelompok alat yang
sering disebut dengan perangkat lunak. Dalam hal ini bahan berfungsi menyimpan pesan
sebelum disalurkan dengan menggunakan alat yang telah dirancang. Bahan yaitu segala
sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dan Iain-Iain yang dapat
digunakan untuk belajar; (3) Alat yang merupakan alat yang sering disebut perangkat keras.
Berkaitan dengan alat ini dipergunakan untuk mengeluarkan pesan yang tersimpan dalam
bahan. Alat juga merupakan benda-benda yang berbentuk fisik yang sering disebut dengan
perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan pembelajaran.
Sumber belajar tersebut, seperti komputer, OHP, kamera, radio, televisi, film bingkai,
tape recorder, dan VCD/DVD; (4) Teknik yang merupakan prosedur baku atau pedoman
langkahlangkah dalam penyampaian pesan. Dalam hal ini dapat dengan kata lain, teknik
adalah cara atau prosedur yang digunakan orang dalam kegiatan pembelajaran untuk tercapai
tujuan pembelajaran; dan (5) Latar yang merupakan lingkungan di mana pesan
ditransmisikan. Lingkungan adalah tempat di mana saja seseorang dapat melakukan belajar
atau proses perubahan tingkah laku maka dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya
perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan
lain sebagainya.
Dari uraian di atas, dapat diklasifikasikan bahwa sumber belajar ada yang berbasis
manusia, sumber belajar berbasis cetakan, sumber belajar berbasis visual, sumber belajar
berbasis audio-visual, dan sumber belajar berbasis komputer. Dalam hubungannya dengan
fungsi sumber belajar, Morrison dan Kemp mengatakan bahwa sumber belajar yang ada agar
dapat difungsikan dan dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya dalam pembelajaran. Berikut ini
fungsi dari sumber belajar untuk: (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui: (a)
mempercepat laju belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara lebih
baik, (b) mengurangi beban guru/dosen dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih
banyak membina dan mengembangkan gairah belajar murid/mahasiswa; (2) Memberikan
kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, melalui: (a) mengurangi kontrol
guru/dosen yang kaku dan tradisional, (b) memberikan kesempatan kepada murid/mahasiswa
untuk belajar sesuai dengan kemampuannya; (3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah
terhadap pengajaran, melalui: (a) perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis,
(b) pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian; (4) Lebih memantapkan
pembelajaran, melalui: (a) peningkatkan kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai
media komunikasi, (b) penyajian data dan informasi secara lebih konkrit; (5) Memungkinkan
belajar secara seketika, melalui (a) pengurang jurang pemisah antara pelajaran yang bersifat
verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya konkrit. (b memberikan pengetahuan yang
bersifat langsung; dan (6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama
dengan adanya media massa, melalui: (a) pemanfaatan secara bersama yang lebih oleh luas
tenaga tentang kejadian-kejadian yang langka, (b) penyajian informasi yang mampu
menembus batas
geografis.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar berbasis sumber belajar dapat
memberikan beberapa keuntungan kepada peserta didik, seperti: (1) Memungkinkan untuk
menemukan bakat terpendam pada diri seseorang yang selama ini tidak tampak, (2)
Memungkinkan pembelajaran berlangsung terus menerus dan belajar menjadi mudah diserap
dan lebih siap diterapkan, dan (3) Seseorang dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan
dengan waktunya yang tersedia.

HAKIKAT PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN


Bahwa sumber belajar yang beraneka ragam di sekitar kehidupan peserta didik, baik
yang didesain maupun yang dimanfaatkan pada umumnya belum dimanfaatkan secara
maksimal, penggunaannya masih terbatas pada buku teks. Ternyata dari sekian banyak
sumber belajar yang ada, buku teks saja yang merupakan sumber belajar yang dimanfaatkan.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar, Miarso
mengatakan bahwa pemanfaatan alam sebagai sumber belajar sangat bergantung pada
kemampuan dan kemauan tenaga pengajarnya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
usaha pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar, yaitu: (1) kemauan tenaga pengajar,
(2) kemampuan tenaga pengajar untuk dapat melihat alam sekitar yang dapat digunakan
untuk
pengajaran, dan (3) kemampuan tenaga pengajar untuk dapat menggunakan sumber alam
sekitar dalam pembelajaran.Pemanfaatan sumber-sumber belajar tersebut harus sesuai dengan
tujuan, kondisi, dan lingkungan belajar peserta didik.
Menurut Duffy dan Jonassen berkaitan dengan pemanfaatan sumber belajar, tenaga
pengajar mempunyai tanggung jawab membantu peserta didiknya untuk belajar dan agar
belajar menjadi lebih mudah, lebih menarik, lebih terarah, dan lebih menyenangkan. Dengan
demikian tenaga pengajar dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan khusus yang
berhubungan dengan sumber belajar. Berikut ini beberapa kemampuan tenaga pengajar,
seperti: (1) menggunakan sumber belajar dalam kegiatan pengajaran sehari-hari (2)
mengenalkan dan menyajikan sumber-sumber belajar (3) menerangkan peranan berbagai
sumber belajar dalam proses pembelajaran (4) menyusun tugas-tugas penggunaan sumber
belajar dalam bentuk tingkah laku (5) mencari sendiri bahan dari berbagai sumber (6)
memilih
bahan sesuai dengan prinsip dan teori belajar, (6) menilai keefektifan penggunaan sumber
belajar sebagai bagian dari bahan pengajarannya, dan (7) merencanakan kegiatan penggunaan
sumber belajar secara efektif.
Menerut Reigeluth sumber belajar berperan dalam (1) Meningkatkan produktivitas
pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu pengajar untuk
menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban pengajar dalam menyajikan
informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah, (2)
Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan bara: (a)
mengurangi _ontrol dosen yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi
pebelajar untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya, (3) Memberikan dasar yang
lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang
lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian, (4)
Lebih memaksimalkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber
belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih konkrit, (5) Memungkinkan belajar
secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal
dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang
sifatnya langsung, dan (6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan
menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
Maka dengan demikian, bahwa peranan sumber belajar erat sekali hubungannya
dengan
pola pembelajaran yang dilakukan. Pada kegiatan pembelajaran individual, fokusnya adalah
pada peserta didik, sedang bagi tenaga pengajar memiliki peranan yang sama dengan sumber
belajar lainnya. Sehingga peranan sumber belajar sangat urgen. Dalam kegiatan pembelajaran
individual, peranan tenaga pengajar dalam interaksi dengan peserta didik lebih banyak
berperan berperan sebagai fasilitator, pengelola belajar, pengarah, pembimbing, dan penerima
hasil kemajuan belajar peserta didik.
Dalam hal Terkait dengan pemilihan sumber belajar Dick dan Carey (2005)
mengatakan bahwa kriteria pemilihan sumber belajar, yaitu: (1) Kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran, (2) Ketersediaan sumber setempat, artinya bila sumber belajar yang
bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada maka sebaiknya dibeli atau
dirancang atau dibuat sendiri, (3) Apakah tersedia dana, tenaga, dan fasilitas yang cukup
untuk mengadakan sumber belajar tersebut, (4) Faktor yang menyangkut keluwesan,
kepraktisan, dan ketahanan sumber belajar yang bersangkutan untuk jangka waktu yang
relatif lama, dan (5) Efektifitas biaya dalam jangka waktu yang relatif lama. Berikut ini
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sumber belajar sepert seperti ditetapkan
Romiszowski (1988), yakni: (1) Metode pembelajaran yang digunakan, (2) Tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, (3) Karakteristik pebelajar, (4) Aspek kepraktisan dalam hal
biaya dan waktu, dan (5) Faktor yang berkaitan dengan penggunaannya.
Sedangkan Caladine (2007) mengemukakan bahwa pedoman pemilihan sumber
belajar adalah dengan menganalisis pernyataan-pernyataan, yaitu: (1) Bahwa sumber belajar
yang dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) Sumber belajar apa yang tersedia secara
fisik bagi pebelajar. (3) Sumber belajar yang paling aman digunakan oleh pebelajar. (4)
Bahwa sumber belajar yang dipilih dapat meningkatkan motivasi belajar. (5) Bahwa
penggunaan sumber belajar tertentu karena mendapat tekanan atau paksaan dari pihak
tertentu. (6) Sumber belajar apa yang paling nyaman bagi pengajar. (7) Bahwa peserta didik
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang cara menggunakan sumber
belajar tersebut. (8) Bahwa tenaga pengajar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
memadai tentang cara menggunakan sumber belajar tersebut. mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut: (1) Kesesuaian sumber belajar dengan tujuan; sumber belajar hendaknya
dipilih berdasarkan tujuan apa yang akan dicapai dengan mempergunakan sumber belajar
tersebut. Ada beberapa kemungkinan tujuan penggunaan sumber belajar, antara lain untuk
menimbulkan motivasi, memberikan informasi, mempermudah pemecahan masalah, dan
untuk menguasai keterampilan tertentu, (2) Ekonomis; pemilihan sumber hendaknya
mempertimbangkan tingkat kemurahan. Murah tidak berarti selalu harganya rendah.
Misalnya mengundang nara sumber (pakar) dari kota lain untuk memberi ceramah meskipun
biayanya tinggi, akan tetapi lebih murah dari pada mengajak semua mahasiswa berkunjung
ke tempat nara sumber tersebut, (3) Praktis dan sederhana. Sumber belajar praktis artinya
mudah digunakan dan sederhana artinya tidak memerlukan berbagai perlengkapan yang
canggih atau kompleks, dan (4) Mudah diperoleh. Sumber belajar yang baik adalah yang
mudah diperoleh baik karena dekat jarak antara tempat sumber belajar dengan pemakai,
tetapi juga jumlah sumber belajar yang ada cukup banyak.
Pada langkah-langkah pemilihan sumber belajar yang dikemukakan Anderson
(1987) yaitu: (1) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dengan penggunaan
sumber belajar secara jelas, (2) Menentukan isi pesan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan,
3) Mencari bahan pembelajaran yang memuat isi pesan, (4) Menentukan apakah perlu
menggunakan sumber belajar orang seperti dosen, pakar/ilmuan, tokoh masyarakat, tokoh
agama, pustakwan, dan sebagainya, (5) Menentukan apakah perlu menggunakan peralatan
untuk mentransmisikan isi pesan, (6) Memilih peralatan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
mentransmisikan isi pesan, (7) Menentukan teknik penyajian pesan, (8) Menentukan latar
(setting) tempat berlangsungnya kegiatan penggunaan sumber belajar, (9) Menggunakan
semua sumber belajar yang telah dipilih atau ditentukan dengan efektif dan efisien, dan (10)
Mengadakan penilaian terhadap sumber belajar.
Dari gambaran di atas ditarik bahwa langkah-langkah pemilihan sumber belajar
dengan menentukan: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dengan penggunaan
sumber belajar secara jelas, (2) isi pesan yang diperlukan untuk mencapai tujuan, (3)
pencarian bahan pembelajaran yang memuat isi pesan, (4) apakah perlu menggunakan
sumber belajar orang seperti dosen, pakar/ilmuan, tokoh masyarakat, tokoh lahagama,
pustakwan, dan sebagainya, (5) apakah perlu menggunakan peralatan untuk mentransmisikan
isi pesan, (6) pilihan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan untuk mentransmisikan isi
pesan, (7) teknik penyajian pesan, (8) latar (setting) tempat berlangsungnya kegiatan
penggunaan sumber belajar, (9) penggunaan semua sumber belajar yang telah dipilih atau
ditentukan dengan efektif dan efisien, dan (10) pelaksanaan penilaian terhadap sumber
belajar.
Bahwa bentuk perencanaan pemanfaatan sumber belajar yang efektif dan dengan
enam kegiatan utama dalam perencanaan pembelajaran menurut Heinich, yaitu: (1) Analyze
learner characteristics, adalah menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, apakah
mereka siswa sekolah lanjutan atau perguruan tinggi, anggota organisasi pemuda,
perusahaan,
usia, jenis kelamin, latar belakang budaya dan sosial ekonomi, serta menganalisis
karakteristik khusus mereka yang meliputi antara lain pengetahuan, keterampilan, dan sikap
awal mereka. (2) State objective, adalah menyatakan atau merumuskan tujuan pembelajaran,
yaitu perilaku atau kemampuan baru apa (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang
diharapkan mahasiswa miliki dan kuasai setelah proses belajar mengajar selesai. Tujuan
tersebut akan mempengaruhi pemilihan sumber belajar dan urut-urutan penyajian dan
kegiatan belajar.(3) Select or Modify media, adalah memilih, memodifikasi, atau merancang
dan mengembangkan materi dan sumber yang tepat. Apabila materi dan sumber yang telah
tersedia akan dapat mencapai tujuan, maka materi dan sumber tersebut sebaiknya
dipergunakan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Di samping itu perlu pula
diperhatikan apakah materi dan sumber itu akan mampu membangkitkan minat pebelajar,
memiliki ketepatan informasi, memiliki kualitas yang baik, memberikan kesempatan kepada
pebelajar untuk berpartisipasi, dan terbukti efektif. (4) Utilize, adalah menggunakan materi
dan sumber. Setelah memilih materi dan sumber yang tepat, diperlukan persiapan bagaimana
dan berapa banyak waktu yang diperlukan untuk menggunakannya, (5) Require learner
response, adalah meminta tanggapan dari pebelajar. Pengajar sebaiknya mendorong pebelajar
untuk memberikan respons dan umpan balik mengenai keefektifan proses belajar mengajar,
dan (6) Evaluate, adalah mengevaluasi proses belajar. Tujuan utama evaluasi di sini adalah
untuk mengetahui tingkat pencapaian mahasiswa terhadap tujuan pembelajaran, keefektifan
sumber, pendekatan, dan pengajar itu sendiri.
Lazimnya jenis sumber belajar yang cenderung digunakan pada satuan pendidikan
menurut Stronge ada enam jenis, yaitu: (1) Orang, bentuk sumber belajar: tenaga pengajar
jumal, dan surat surat kabar, (4) Latar bentuk sumber belajar: Perpustakaan, laboratorium,
dan taman kampus, (5) Teknik bentuk sumber belajar: Ceramah, ceramah bervariasi, diskusi,
pembelajaran terprogram, pembelajaran individual, pembelajaran kelompok, simulasi,
permainan, studi eksplorasi, studi lapangan, tanya jawab, pemberian tugas, dan (6) Alat
bentuk mata pelajaran, teman sejawat, dan laboran, (2) Pesan bentuk sumber belajar: Ide,
fakta, makna yang terkait dengan isi bidang studi atau mata kuliah, (3) Bahan bentuk sumber
belajar: Buku, hasil pekerjaan mahasiswa, papan, peta, globe, film (non tv), gambar-gambar,
diagram, majalah, sumber belajar: Komputer, LCD, radio, tape recorder, televisi, OHP,
kamera, dan OHP.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola interaksi dalam pemanfaatan
sumber
belajar oleh tenaga pengajar dan peserta didik pada satuan pendidikan, yaitu: (1) Tradisional
Pasif adalah Pola interaksi pemelajar dengan sumber belajar tenaga pengajar, di mana tenaga
pengajar dljadikan sebagai satu-satunya sumber belajar, tidak ada upaya pemelajar mencari
sumber belajar lain di luar guru/tenaga pengajar, (2) Tradisional aktif adalah Pola interaksi
pemelajar dengan sumber belajar, di mana mahasiswa menjadikan dosen sebagai sumber
belajar utama, namun sudah ada upaya untuk menemukan sumber belajar lain secara parsial
guna melengkapi pesan-pesan yang diperoleh dari dosen, (3) Pola Interaksi Berbagai Arah
adalah Pola interaksi antara pemelajar dengan aneka sumber belajar, di mana pemelajar
menempafkan seluruh sumber belajar dalam posisi setara, dan (4) Interaksi Mandiri adalah
Pola interaksi pemelajar dengan sumber belajar di mana pemelajar aktif berinteraksi secara
mandiri dehgan sumber belalar tanpa kontrol dari tenaga pengajar.
Bahwa faktor-faktor yang mendorong peserta didik dan tenaga pengajar dalam
memilih dan memanfaatkan aneka sumber belajar, seperti: (1) Internal adalah Kesadaran,
motivasi, minat, kemampuan, dan kenyamanan dalam diri pengguna, dan (2) Eksternal adalah
ketersediaan sumber belajar, variasi sumber belajar, kuantitas sumber belajar, kualitas sumber
belajar, kemudahan akses terhadap sumber belajar, bentuk dan jenis sumber belajar, proses
pembelajaran, ruang, sumber daya manusia, serta tradisi dan sistem yang berlaku di
linqkunqan sekolah/lembaga pendidikan.
Berkaitan dengan pemanfaatan aneka sumber belajar perlu disesuaikan dengan
kebutuhan, efisiensi, dan efektivitas penggunaannya. Memilih aneka sumber belajar yang
dimanfaatkan guru dan tenaga pengajar agar berpedoman pada asas idealitas seperti yang
detapkan Holden, yaitu: (1) aman, menyenangkan, dan aman dipergunakan, (2) Terkini, (3)
mudah diperoleh dan dipergunakan, (4) mampu memberikan informasi yang dibutuhkan, (5)
menyediakan pengalaman belajar sesuai dengan karakteristik pemelajar. Sedangkan
berkaitan dengan kriteria pemilihan sumber belajar menutut, yaitu: (1) Sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Sumber belajar dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, (2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang
sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Sumber belajar atau media yang berbeda,
misalnya film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena itu
memerlukan proses dan keterampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar dapat
membantu proses pembelajaran secara efektif, sumber belajar hams selaras dan sesuai dengan
kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental pemelajar, (3) Praktis, luwes, dan
sedemikian rupa yang memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman belajar melalui
berbagai sumber, baik sumber yang dirancang maupun yang dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Perlu diingat bahwa paradigma pemanfaatan aneka sumber belajar
memberikan
kesempatan kepada setiap peserta didik untuk memilih dan menentukan sendiri sumber yang
digunakannya untuk belajar. Jadi tugas utama tenaga pengajar adalah menumbuh
kembangkan
sikap, minat dan membangkitkan semangat belajar dengan memberikan keteladanan yang
baik dan berkesinambungan.
Dalam kaitan dengan pemanfaatan sumber belajar yang bervariasi sesungguhnya
belum merata pada tenaga pengajar dan peserta didik. Sebagian tenaga pengajar dan
sebagian besar peserta didik belum sepenuhnya memanfaatkan berbagai sumber belajar yang
tersedia. Memang ada penyebabnya, seperti faktor keterbatasan pengetahuan tentang sumber
belajar, keterbatasan akses ke sumber belajar, dan tidak tersedianya sumber belajar yang
cukup dan memadai. Bentuk interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar di
sekolah/lembaga pendidikan terdapat variasi, seperti pola tradisional pasif, pola tradisional
aktif, pola interaksi multi arah, dan pola interaksi mandiri. Pemanfaatan sumber belajar dan
pola interaksi peserta didik dengan sumber belajar dipengaruhi secara bersama-sama oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Secara internal, Tampak bahwa kesadaran, semangat dan
kemampuan internal semakin bervariasi belajar yang dipergunakan serta semakin baik
interaksinya dengan sumber belajar. Secara eksternal tampak semakin tinggi ketersediaan dan
variasi sumber belajar yang tersedia, maka semakin tinggi penggunaannya oleh peserta didik.
Kemudian yang berkaiatan dengan pemanfaatan sumber belajar juga dipengaruhi secara
langsung oleh faktor persepsi peserta didik dengan terhadap sumber belajar. Peserta didik
dengan pemahaman sumber belajar yang masih konvensional, secara umum menempatkan
tenaga pengajar dan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar. Pada umumnya tenaga
pengajar masih menggunakan pola interaksi tradisional pasif. Sedangkan peserta didik yang
memiliki pemahaman dalam kategori baik tentang sumber belajar cenderung mnggunakan
aneka sumber belajar dalam kegiatan belajarnya.

PENUTUP
Beraneka ragam sumber belajar yang cenderung dimanfaatkan pada satuan
pendidikan seperti sumber belajar orang, bentuk sumber belajar yang cenderung
dimanfaatkan
adalah tenaga pengajar dalam melaksanakan pembelajaran, teman sejawat, laboran, dan
tenaga pengajar tamu; sumber belajar pesan, bentuk sumber belajar yang dominan
dimanfaatkan adalah ide, fakta, makna yang terkait dengan isi perkuliahan; sumber belajar
bahan, bentuk sumber belajar yang cenderung dimanfaatkan adalah buku, makalah, papan,
peta, globe, film, gambar-gambar, diagram, majalah, jurnal, dan surat kabar; sumber belajar
latar, bentuk sumber belajar yang cenderung dimanfaatkan adalah perpustakaan,
laboratorium,
dan taman sekolah; sumber belajar teknik, bentuk sumber belajar yang dominan
dimanfaatkan
adalah ceramah, ceramah bervariasi, diskusi, pembelajaran terprogram, pembelajaran
individual, pembelajaran kelompok, simulasi, permainan, studi eksplorasi, studi lapahgan,
tanya jawab, dan pemberian tugas; Sedangkan sumber belajar alat yang cenderung
dimanfaatkan adalah komputer, LCD, OHP, kamera, radio, televisi, dan tape recorder.
Ada berbagai beberapa pola interaksi dalam pemanfaatan sumber belajar di lembaga
pendidikan, seperti pola tradisional pasif, pola tradisional aktif, pola interaksi multi arah, dan
pola interaksi mandiri. Pola tradisonal pasif adalah pola interaksi pemelajar dengan sumber
belajar dosen, di mana dosen dijadikan sebagai satu-satunya sumber belajar, tidak ada upaya
tenaga pengajar mencari sumber belajar lain di luar dirinya (tenaga pengajar). Pola tradisional
aktif adalah pola interaksi tenaga pengajar dengan sumber belajar, di mana peserta didik
menjadikan tenaga pengajar sebagai sumber belajar utama, memang sudah ada upaya untuk
menemukan sumber belajar lain secara parsial untuk melengkapi pesan-pesan yang diperoleh
dari tenaga pengajar. Pola interaksi berbagai arah ini, adalah pola interaksi antara peserta
didik dengan berbagai sumber belajar dan dimana peserta didik menempatkan seluruh
sumber belajar dalam posisi setingkat. Pola interaksi mandiri adalah pola interaksi peserta
didik dengan sumber belajar di mana peserta didik aktif berinteraksi secara mandiri dengan
sumber belajar tanpa kontrol dari tenaga pengajarnya.
Bahwa ada kecenderungan pemanfaatan berbagai sumber belajar pada satuan
pendidikan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor internal dan faktor ekternal
(lingkungan). Faktor-faktor internal yang berpengaruh dominan adalah kesadaran, semangat,
minat, kemampuan, dan kenyamanan dalam diri pengguna. Sedangkan faktor-faktor
eksternal yang berpengaruh adalah ketersediaan sumber belajar yang bervariasi, sumber
belajar kuantitas, kemudahan akses terhadap sumber belajar, proses pembelajaran, ruang,
sumber daya manusia, serta tradisi dan sistem yang sedang berlaku di sekolag/ lembaga
pendidkkan. Pendidik dan peserta didik pada satuan pendidikan memandang bahwa
ketersediaan sumber belajar di satuan pendidikan tertentu masih sangat terbatas. Keterbatasan
tersebut dirasakan pada beberapa aspek seperti aspek kualitas dan kuatitas sumber belajar,
aspek variasi sumber belajar, aspek kemudahan akses terhadap sumber belajar, aspek bentuk
dan jenis sumber belajar yang benar-benar tersedia.
BAB XII: Pengembangan Tes Evaluasi

A. Pengertian Tes dan Tujuan Evaluasi


Evaluasi Tes Hasil Belajar merupakan hasil kompetensi siswa dalam kemampuan atau
kecakapan siswa dalam pembelajaran. Kompetensi berarti kemampuan diri siswa baik dalam
keterampilan, nilai, sikap dan hasil belajar siswa. Kemampuan siswa dalam pengetahuan,
apresiasi diri, nilai sikap dan keterampilan belajar yang dimiliki setiap siswa. Kompetensi tes
hasil belajar ini merupakan domain dari ranah pembelajaran taksonomi Bloom. Menurut
Bloom, dalam bukunya yang sangat terkenal Taxonomy of Educational Objectives yang terbit
pada tahun 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan
ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan
psikomotorik.

A. Domain Kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan
intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan kemampuan
memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari enam tingkat yaitu:
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan adalah
tingkatan tujuan kognitif yang paling rendah. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan
untuk mengingat informasi yang sudah diplajarinya atau (recall), seperti misalnya mengingat
tokoh proklamator Indonesia, mengingat tanggal dan tahun sumpah pemuda, mengingat
bunyi
teori relativitas, dan lain sebagainya. Pengetahuan mengingat fakta semacam ini sangat
bermanfaat dab sangat penting untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih penting berikutnya.
Pemahaman lebih tinggi tingkatannya dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar
mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan,
menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan
pemahaman ini bisa pemahaman terjemahanterjemahan, pemahaman menafsirkan atau pun
pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman menerjemahkan yakni kesanggupan untuk menjelaskan
makna yang terkandung dalam sesuatu contohnya menerjemahkan kalimat, sandi, dan lain
sebagainya. Pemahaman menafsirkan sesuatu, contohnya menafsirkan grafik; sedangkan
pemahaman ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk melihat dibalik yang tersirat atau tersurat.
Penerapan merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi lagi tingkatannya dibanding dengan
pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dngan kemampuan mengaplikasikan
suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumusrumus, dalil, hukum, konsep,
ide dan lain sbagainya ke dalam situasi baru yang kongrit. Perilaku yang berkenaan dengan
kemampuan penerapan ini, misalnya kemampuan memecahkan suatu persoalan dengan
mengunakan rumus, dalil, atau hukum tertentu.
Di sini tampak jelas, bahwa seseorang akan dapat menguasai kemampuan
menerapkan manakala didukung oleh kemampuan mengingat dan memahami fakta atau
konsep tertentu. Analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan
pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antar bagian bahan itu.
Analisis merupakan tujuan pembeljaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami dan
dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasau kemampuan memahami dan menerapkan.
Analisis berhubungan dengan kemampuan nalar. Oleh karena itu, biasanya analisis
diperuntukkan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk siswa-siswa tingkat atas. Sentesis
adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan yang
bermakna, seperti merumuskan
thema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi yang tersedia. Sistesis
merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis mampu menguraikan menjadi
bagianbagian, maka sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur atau bagian-bagian
menjadi ssuatu yang utuh. Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan kemampuan
dasar untuk dapat mengembangkan atau menciptakan inovasi dan kreasi baru.
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi dalam domain kognitif. Tujuan ini
berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau
kriteria
tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan untuk memberikan suatu keputusan
dengan berbagai pertimbangan dan ukuran-ukuran tertentu, misalkan memberikan keputusan
bahwa sesuatu yang diamati itu baik, buruk, indah, jelek, dan lain sebagainya. Untuk dapat
memiliki kemampuan memberikan penilaian dibutuhkan kemampuan-kemampuan
sebelumnya. Tiga tingkatan tujuan kognitif yang pertama ,yaitu pengetahuan,pemahaman,dan
aplikasi dikatakan tujuan kognitif tingkat rendah; sedangkan tiga tingkatan berikutnya, yaitu
analisis, sintesis, dan evaluasi dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi. Dikatakan
tujuan tingkat rendah, oleh karena tujuan kognitif ini hanya sebatas kemampuan untuk
mengingat, mengungkapkan apa yang diingat serta menerapkan sesuai dengan aturan-aturan
tertentu yang sifatnya pasti; sedangkan tujuan kognitif tingkat tinggi seperti menganalisis
dan mensintesis bukan saja hanya berupa kemampuan mengingat, akan tetapi di dalamnya
termasuk kemampuan berkreasi dan kmampuan mencipta. Oleh karenanya, tujuan ini sifatnya
lebih kompleks dari hanya sekedar mengingat.
Klasifikasi tujuan seperti yang telah diuraikan di atas sifatnya berjenjang, artinya
setiap tujuan yang ada di bawahnya merupakan prasyarat untuk tujuan berikutnya. Oleh
sebab itu, tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan atau kemampuan mengungkapkan
merupakan tujuan yang paling rendah; sedangkan kemampuan mengevaluasi dalam aspek
kognitif merupakan tujuan tertinggi.

B. Domain Afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini
merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya seseorang
hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap sesuatu objek manakala telah memiliki
kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Keathwohl dan kawan-kawan (1964), dalam
bukunya Taxonomy Education of Objectives: Affective Domain, domain afektif memiliki
tingkatan yaitu: Penerimaan, respon, menghargai. Penerimaan adalah sikap kesadaran atau
kepekaan seseorang terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Sesorang
memiliki prhatian yang positif terhadap gejala-gejala tertentu manakala mereka memiliki
kesadaran tentang gejala, kondisi, atau objek yang ada, kemudian mereka juga menunjukkan
kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memperhatikan gejala, atau kondisi yang
diamatinya itu yang pada akhirnya mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala
perhatiannya terhadap objek itu.
Merespon atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif
dalam kegiatan tertntu seperti kemauan untuk menyelsaikan tugas tepat waktu, kemauan
untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain, dan lain
sebagainya. Responding biasanya diawali dengan diam-diam kemudian dilakukan dngan
sungguh-sungguh dan kesadaran setelah itu baru respon dilakukan dengan penuh
kegembiraan dan kepuasan.
Menghargai, tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau
kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan
suatu nilai dengan kenyakinan tertentu, seperti menrima akan adanya kebebasan atau
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan; mengutamakan suatu nilai seperti memiliki
kenyakinan akan
kebnaran suatu ajaran tertentu; serta komitmen akan kebenaran yang diyakininya dengan
aktifitas.
Mengorganisasi/mengatur diri, tujuan yang berhubungan dengan pengembangan nilai
ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antar nilai dan tingkat prioritas
nilainilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi nilai, yaitu memahamiunsur-unsur
abstrak dari suatu nilai yang telah dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta
mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan suatu sistem nilai yang saling
berhubungan yang konsisten dan bulat termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
Karakterisasi nilai atau pola hidup, tujuan yang berkenaan dengan mengadakan
sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-
nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta dijadikan pedoman
dalam bertindak dan berperilaku.

C. Domain PsikomotorikKETEPATAN
Domain psikomotorik meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syarat dan otot
badan. Aspk ini sering berhubungan dengan bidang studi yang lebih banyak menekankan
kepada gerakan-gerakan atau keterampilan, misalnya seni lukis, musik, pendidikan jasmani
dan olah raga, atau mungkin pendidikan agama yangberkaitan dengan bahasan tentang
gerakan-gerakan tertentu, termasuk juga pelajaran bahasa. Domain psikomotorik
adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Ada
lima tingkatan yang termasuk ke dalam domain ini: keterampilan meniru, menggunakan,
ketepatan, merangkaikan dan keterampilan naturalisasi.
Dengan bahasa lain ketiga domain itu (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dapat
digambarkan dalam “3H”, yaitu: “Head” (Kepala) atau pengembangan bidang intelektual
(kognitif),”Heart” (hati), yaitu pengembangan sikap (afektif) dan “Hand” (tangan) atau
pengembangan keterampilan (psikomotorik). Ketiga kawasan pembelajaran (3 H) ini
terintegrasi dalam satu pembelajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga
domain ini juga dalam hasil evaluasi pembelajaran juga saling melengkapi satu sama lain.
Sehingga setiap aspek dalam domain ini mampu merubah cara belajar siswa dalam
meningkatkan
evaluasi belajarnya ke arah yang lebih baik dan kondusif. Sebagaimana gambar 4 di bawah
ini:
Tes Evaluasi Pembelajaran. Tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang
diberikan kepada individu atau sekelompok individu, dengan maksud untuk membandingkan
kecakapan mereka, satu dengan yang lain. Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud
dengan tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau
serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab), atau perintah
perintah (yang harus dikerjakan) oleh tester, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari
hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau
prestasi terter; nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh tester
lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes,
yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap pesrta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh pserta didik setelah merka
menmpuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan
dapat diketahui sudah seberapa jauh program pngajaran yang telah ditentukan, telah dapat
dicapai.
Penggolongan Tes
Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan,
tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan.
Penggolongan
Tes Berdasarkan Fungsinya Sebagai Alat Pengukur Perkembangan/Kemajuan Belajar
Peserta Didik. Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur
perkembangan belajar pserta didik, tes dapat dibedakan menjadi 6 (enam) golongan, yaitu: 1)
Tes Seleksi, 2) Tes Awal, 3) Tes Akhir, 4) Tes Diagnostik, 5) Tes Formatif dan 6) Tes
Sumatif.

1) Tes Seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan istilah “ujian saringan” atau “ujian masuk”. Tes ini
dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk
memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes.
Materi tes pada tes seleksi ini merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program
pendidikan yang akan diikuti oleh calon. Sesuai dengan sifatnya, yaitu menyeleksi atau
melakukan penyaringan, maka matri tes seleksi terdiri atas butir-butir soal yang cukup sulit,
sehingga hanya calon-calon yang tergolong memiliki kemampuan tinggi sajalah yang
dimungkinkan dapat menjawab butir-butir soal tes dengan betul. Tes seleksi dapat
dilaksanakan secara lisan, secara tertulis, dengan tes perbuatan, dan dapat pula dilaksanakan
dengan mengkombinasikan ketiga tes tersebut secara serempak.
Sebagai tindak lanjut dari hasil tes seleksi, maka para calon yang dipandang
memenuhi batas persyaratan minimal yang telah ditentukan dinyatakan sbagai peserta tes
yang lulus dan
dapat diterima sebagai siswa baru, sedangkan mereka yang dipandang kurang memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan, dinyatakan tidak lulus dan karnanya tidak dapat diterima
sbagai siswa baru.
2) Tes Awal
Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan
telah
dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum
bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena itu maka butir-butir soalnya dibuat
yang mudah-mudah. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada
bahan-bahan penting yang seharusnya sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik
sebelum pelajaran diberikan kepada mereka. Sebagai contoh, sebelum mereka diberi
pelajaran
pendidikan agama Islam, terlebih dahulu dites pengetahuan tentang rukun Islam, rukun Iman,
nama-nama rasul Allah, namanama kitab suci yang dibawa oleh masing-masing rasul Allah,
nama-nama malaikat berikut tugas mereka masing-masing, dan sebagainya. Contoh lainnya,
sebelum siswa diberi pelajaran mate-matika, terlebih dahulu dites pengetahuannya dalam hal
perkalian, pembagian, pengkuadratan, mencari akar dan sebagainya. Tes awal dapat
dilaksanakan baik secara tertulis atau secara lisan. Setelah tes awal itu berakhir maka sebagai
tindak lanjutnya adalah: (a) jika dalam tes awal itu semua materi yang ditanyakan dalam tes
sudah dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka matri yang telah ditanyakan dalam tes
awal itu tidak akan diajarkan lagi, (b) jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru
sebagian saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh
para peserta didik tersebut.
3) Tes Akhir
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post test. Tes Akhir dilaksanakan dngan tujuan
untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat
dikuasai
dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik. Isi atau materi tes akhir ini adalah bahan-
bahan
pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada para peserta didik, dan
biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal. Dengan cara demikian
maka akan
dapat diketahui apakah hasil tes akhir lebih baik sama, ataukah lebih jelek dari pada hasil tes
awal. Jika hasil tes akhir itu lebih baik dari pada tes awal, maka dapat diartikan
bahwa program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.
4) Tes Diagnostik
Tes diagnostik (diagnostic test) adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan
secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata
pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jnis-jnis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik
itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya berupa pengobatan (terapi) yang tepat. Tes
diagnostik juga bertujuan ingin menemukan jawab atas pertanyaan “apakah peserta didik
sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat
menerima pengetahuan selanjutnya?”. Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik pada
umumny ditekankan pada bahan-bahan tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit
untuk dipahami siswa. Tes jenis ini dapat dilaksanakan dengan secara lisan, tertulis,
perbuatan
atau kombinasi dari ketiganya. Sesuai dengan nama tes itu sendiri (diagnose= pemeriksaan),
maka jika hasil “pemeriksaan” itu menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta didik
yang sedang diperiksa itu termasuk rendah, harus diberi bimbingan secara khusus agar
mereka dapat memperbaiki tingkat penguasaannya terhadap mata pelajaran tertentu.
4) Tes Formatif
Tes formatif (Formative test) adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk
mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk” (sesuai dengan tujuan
pengajaran yang
telah ditentukan) setlah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Perlu diketahui bahwa istilah formatif itu berasal dari kata “form” yang berarti “bentuk”.
Tes formatif ini biasa dilaksanakan di tengah-tengah perjalanan program penmgajaran yaitu
dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok bahasan berakhir atau dapat
diselesaikan. Di sekolah-sekolah tes formatif ini biasa dikenal dengan istilah “Ulangan
Harian.” Materi dari tes formatif ini pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran
yang telah diajarkan. Butir-butir soalnya terdiri atas butir-butir soal, baik yang termasuk
kategori muda pun termasuk kategori sukar. Tindak lanjut yang perlu dilakukan setelah
diketahuinya hasil tes formatif adalah:
a) Jika materi yang diteskan itu telkah dikuasai dngan baik, maka pembelajaran dilanjutkan
dengan pokok bahasan yang baru.
b) Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai, maka sebelum dilanjutkan dengan pokok
bahasan baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan lagi bagian-bagian yang belum
dikuasai oleh peserta didik.

6) Tes Sumatif
Tes sumatif (summative test) adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan
istilah “Ulangan Umum” atau “EBTA” (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), di mana hasilnya
digunakan untuk mengisi nilai raport atau mengisi ijazah (STTB). Tes sumatif ini pada
umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah diberikan selama satu catur wulan
atau satu semster. Dengan demikian materi tes sumatif itu jauh lebih banyak ketimbang
materi tes formatif.
Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis agar semua siswa memperoleh soal yang
sama. Butir-butir yang dikemukakan dalam tes sumtif ini pada umumnya juga lebih sulit atau
lebih berat dari pada butir-butir soal tes formatif. Yang menjadi tujuan utama tes sumatif
adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah
mereka
menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan:
a) Kedudukan dari masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
b) Dapat atau tidaknya peserta didik untuk mengikuti program
pengajaran berikutnya (yang lebih tinggi)
c) Kemajuan peserta didik, untuk diinformasikan ke dalam pihak orangtua, petugas
bimbingan dan konseling, lembaga-lembaga pendidikan lainnya, atau pasaran kerja, yang
tertuang dalam bentuk raport atau surat tanda tamat belajar.
Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin
diungkap
Ditilik dari aspek kejiwaan yang ingin diungkap tes setidak-tidaknya dapat dibedakan
menjadi lima golongan, yaitu:
1) Tes intelegensi (intellegency test), yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
2) Tes kemampuan (aptitude test), yaitu test yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki testee.
3) Tes sikap (attitude test), yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap
predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon
tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individuindividu maupun objek-objek
tertentu.
4) Tes kepribadian (personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap
ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara
berpakaian, nada suara, hobi, atau kesenangan, dan lain-lain.
5) Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian (achievement
test), yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi
belajar. Tes hasil belajar atau tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai cara (yang dapat
dipergunakan atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam rangka pengukuran dan pnilaian
hasil belajar, yang berbentuk tugas dan serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-
pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan
oleh testee, sehingga (berdasar atas data yang diperoleh dari kegiatan pengukuran itu) dapat
dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi belajar testee; nilai mana
dapat dibandingkan
dengan nilai-nilai standar tertentu, atau dapat pula dibandingkan dengan nilai-nilai yang
berhasil dicapai oleh testee lainnya.”
Penggolongan Lain-lain
Ditilik dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu:
1) Tes individual (individual test), yakni tes di mana testee hanya berhadapan dengan satu
orang tester saja, dan;
2) Tes kelompok (group test), yakni tes di mana tester berhadapan dngan lebih dari satu orang
testee.
Ditilik dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelsaikan tes, tes dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Power test, yakni di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes
tersebut tidak dibatasi, dan;
2) Speed test, yaitu tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes
tersebut dibatasi.
Ditilik dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Verbal test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam
bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis,
dan;
2) Nonverbal test, yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa
ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku; jadi
respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan
tertentu.
Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes
dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Tes tertulis (pencil and paper test), yakni jenis tes di mana tester dalam mengajukan butir-
butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secata tertulis dan testee memberikan jawabannya
juga secara tertulis.
2) Tes lisan (non pencil and paper test), yakni tes di mana tester di dalam mengajukan
pertanyaan-pertayaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawaban
secara lisan penuh.

B. Komponen dalam Merencanakan Evaluasi


BENTUK-BENTUK PENYUSUNAN TES HASIL BELAJAR
1. Penyusunan Tes Tertulis
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila
ditinjau dari segi bentuk soal-soal, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes belajar
bentuk uraian (tes subjektif), dan tes hasil belajar bentuk obyektif.
a. Tes uraian
Pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes
kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-
kata. Ciri-ciri
pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana,
bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak
banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam waktu kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai
menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan
pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes esai
menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus
mempunyai daya kreativitas yang tinggi.
Petunjuk penyusunan tes uraian adalah:
1. Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan, dan kalau
mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
2. Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau
catatan.
3. Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta
pedoman penilaiannya.
4. Hendaknya diusahakan agar pertanyaan bervariasi antara “jelaskan”, “mengapa”,
“bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap
bahan.
5. Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah
dipahami oleh siswa.
6. Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes.

b. Tes objektif
1. Tes benar-salah (true-false)
Tes obyektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir
soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan ada yang benar
dan ada yang salah.
Petunjuk penyusunan tes benar-salah adalah
a) Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk
mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
b) Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus
dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-BS-B-S
atau SS-BB-SS-BB-SS.
c) Hindari item yang masih bisa diperdebatkan.Contoh:
B-S Kekayaan lebih penting dari pada kepandaian.
d) Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
e) Hindarilah kata-kata yang menunjukan kecenderungan memberi saran seperti yang
dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah dan
sebagainya.
2. Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu
pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memllilih satu dari
beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini
adalah soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Testee diminta membenarkan
atau menyalahkan setiap item dengan tiap pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya
sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang
akan diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan 4 buah).
3. Menjodohkan (Matching test)
Matching test dapat diganti dapat diganti dengan istilah mempertandingan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri
pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai tercantum dalam
seri jawaban.
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching
ialah:
a. Seri pertanyaan-pertanyaan dalam Matching testhendaknya tidak lebih dari sepuluh soal
(item). Sebab pertanyaanpertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid. Juga
kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item-item itu.
b. Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak dari pada jumlah soalnya (kurang
lebih 1 ½ kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya
mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih menggunakan pikirannya.
c. Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan
pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
4. Tes isian (complection test)
Complection test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau
tes melengkapi. Complection test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya
yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang diisi oleh murid ini adalah merupakan
pengertian yang kita minta dari murid.
Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
a) Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencenakan lebih dari satu jawaban yang
kelihatan logis.
b) Jangan mengutip kalimat/pertanyaan yang tertera pada buku/catatan.
c) Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
d) Diusahakan hendaknya setiap pertanyaan jangan mempunyai lebih dari satu tempat
kosong.
e) Jangan mulai dengan tempat kosong.

2. Penyusunan Tes Lisan


Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berupa kemampuan untuk
mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasangagasan secara lisan. Berberapa petunjuk
berikut ini dapat dipergunakan dalam tes lisan
a) Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai
jenis soal yang akan diajukan kepada teste dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan
dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.
b) Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan kepada tes lisan itu, juga harus
disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
c) Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh teste menjalani
tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus dapat ditentukan disaat masingmasing teste
selesai dites. Hal ini dimaksudkan agar pemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang
diberikan kepasa teste itu tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang
lain.
d) Tes belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau
berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
e) Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang
dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angin segar”
atau “memancing-mancing” dengan kata-kata arau kalimat atau kodekode tertentu yang
sifatnya menolong testee karena menguji pada hakikatnya adalah mengukur bukan
membimbing test.

3. Penyusunan tes tindakan


Tes tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan siswa dalam melakukan
suatu kegiatan. Dalam tes tindakan persoalan disajikan dalam bentuk tugas yang harus
dikerjakan oleh testi. Tes tindakan pada unumnya digunakan untuk mengukur taraf
kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan
terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee tersebut.

C. LANGKAH-LANGKAH DALAM PENYUSUNAN TES


Penyusunan tes dilakukan dengan langkah-lanngkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan mengadakan tes
2. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
3. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan
4. Manderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat ula aspek tingkah laku
terkandung dalam TIK itu. Tabel ini digunakan untuk mengadakan identifikasi terhadap
tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati.
5. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang diukur beserta
timbangan antara kedua haltesebut.
Tabel spesifikasi yang juga dikenal dengan kisi-kisi adalah sebuah tabel yang
didalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang dikehendaki
oleh penilai, dimana pada tiap petak dari tabel tersebut diisi dengan angka-angka yang
menunjukan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes hasil belajar. Adapun dari
arah taraf kompetensi, biasanya penilai menggunakan model yang dikembangkan oleh Bloom
(1956).
Menurut Benjamin S. Bloom, kompetensi kognitif peserta mulai dari yang paling
rendah sampai dengan yang paling tinggi adalah
Pengetahuan/ingatan
Pemahaman
Aplikasi atau penerapan
Analisis
Sintesis, dan
Evaluasi
6. Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK yangsudah dituliskan pada tabel TIK
dan aspek tingkah laku yang dicakup.

D. Merevisi dan Mengembangkan Produk Evaluasi


Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini: (1) Prinsip
keseluruhan, (2) Prinsip kesinambungan, dan (3) Prinsip Objektivitas.

1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga dikenal dengan istilah prinsip
komprehensif (comprehensive). Dengan prinsip komprehensif dimaksudkan di sini bahwa
evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut
dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Harus senantiasa diingat bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh dilakukan secara
terpisah-pisah atau sepotong potong, melainkan harus dilaksanakan scara utuh dan
menyeluruh. Dengan kata lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek
yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada
diri peserta anak didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati. Dalam hubungan ini,
evaluasi hasil belajar di sampingdapat mengungkap aspek proses berpikir (cognitive domain)
juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap (affective
domain) dan aspek keterampilan (psychomotor domain) yang melekat pada diri masing-
masing individu peserta anak didik. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, maka Evaluasi hasil belajar dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu
hendaknya bukan hanyamengungkap pemahaman peserta didik terhadap ajaran-ajaran agama
Islam, melainkan juga harus dapat mengungkap sudah sejauh mana peserta didik dapat
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam tersebut dalam kehidupan mereka sehari-
hari.
Dengan melakukan evaluasi hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh akan diperolh
bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan
subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.

2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan juga dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas (continuity).
Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan di sini bahwa evaluasi hasil belajar yang baik
adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari
waktu ke waktu. Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanaakan secara teratur, terencana
dan terjadwal itu maka dimungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik, sjak dari awal
mula mngikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mngakhiri program
pendidikan yang mereka tempuh itu. Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara
berkesinambungan itu juga dimaksudkan agar pihak evaluator (guru, dosen, dll) dapat
memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau
merumuskan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya, agar tujuan
pengajaran sebagaimana telah dirumuskan pada Tujuan Intruksional Khusus (TIK) dapat
dicapai dengan sebaik-baiknya.

3. Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas (objectivity) mengandung makna, bahwa evaluasi hasil belajar
dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor-faktor yang
sifatnya subjektif. Sehubungan dengan itu, dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang
evaluator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya,
tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang brsifat subjektif. Prinsip ketiga ini sangat
penting, sebab apabila dalam melakukan evaluasi unsur-unsur subjektif menyelinap
masuk ke dalamnya, akan dapat menodai kemurnian pekerjaan evaluasi itu sendiri.
Evaluasi pembelajaran adalah adalah keseluruhan kegiatan baik berupa pengukuran
maupun penilaian (pengukuran data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa
setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Evaluasi pembelajaran juga diartikan sebagai evaluasi terhadap proses belajar
mengajar. Secara sistematik, evaluasi pembelajaran, yang mencakup komponen input, yakni
perilaku
awal siswa, komponen input instrumental yakni kemampuan profesional guru/ tenaga
kependidikan, komponen kurikulum (program studi, metode, media), komponen administratif
(alat, waktu dan dana), komponen proses ialah perosedur pelaksanaan pembelajaran,
komponen output ialah hasil pembelajaran yang menandai ketercapaian tujuan pembelajaran,
dalam hal ini perhatian ditujukan hanya pada evaluasi terhadap komponen proses dalam
kaitannyad dengan komponen input istrumental.

Evaluasi Proses Pengajaran


Evaluasi terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian integral dari
pengajaran itu sendiri. Artinya evaluasi harus tidak terpisahkan dalam penyusunan dan
palaksanaan pembelajaran. Evaluasi proses bertujuan untuk menilai kefektifan dan efisiensi
kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan
pelaksanaannya. Objek dan sasaran evaluasi proses adalah komponen-komponen sistem
pengajaran itu sendiri, baik yang berkenaan dengan masukan proses maupun keluaran,
dengan semua dimensinya.
Komponen masukan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni masukan mentah
(raw input), yaitu para siswa, dan masukan alat (instrumental input), yakni unsur manusia dan
non manusia yang mempengaruhi terjadinya proses. Komponen proses adalah interaksi
semua komponen pengajaran seperti bahan pengajaran, metode dan alat, sumber belajar,
sistem penilaian, dan lain-lain.
Komponen keluaran adalah hasil belajar yang dicapai anak didik setelah menerima
proses pengajaran. Penilaian keluaran lebih banyak dibahas dalam penilaian hasil. Penilaian
terhadap masukan mentah, yakni siswa sebagai subjek dan objek belajar.

Evaluasi Hasil Pengajaran


Pada umumnya evaluasi hasil pengajaran, baik dalam bentuk formatif maupun
sumatif, telah dilaksanakan oleh guru. Melalui pertanyaan secara lisan atau tulisan pada akhir
pengajaran guru menilai keberhasilan pengajaran (tes formatif). Demikian juga tes sumatif
yang dilakukan pada akhir program seperti akhir kuartal atau akhir semester, penilaian
diberikan kepada para siswa untuk menentukan kemajuan belajarnya. Tes tertulis,
baik jenis tes esay maupun tes objektif, dilakukan oleh guru dalam penilaian sumatif tersebut.
Penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar siswa dalam hal penguasaan
materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Alat dari hasil Evaluasi pembelajaran adalah Validitasi yaitu mengukur kemampuan tes siswa
yang seharusnya diukur dan Validitasi Isi yaitu mengukur kemampuan tes keterwakilan siswa
yang diberikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Alat evaluasi tes hasil pembelajaran
berdasarkan Reliabilitas tes yaitu konsistensi dari dua atau lebih set alat evaluasi yang
digunakan untuk mengukur hal yang sama.

E. Rangkuman
Evaluasi merupakan suatu proses untuk merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat beberapa alternatif dalam
mengambil keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau
penilaian merupakan suatu proses yang sengaja dilaksanakan untuk memeperoleh informasi
atau data;
berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat keputusan. Dimana informasi data yang
dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang
direncanakan.
Dari pengertian di atas maka tujuan evaluasi bisa berbeda dengan tujuan dari ujian.
Secara sederhana evalusi digunakan untuk memeperbaiki sistem dengan cara memberi
penilaian berdasarkan data yang diambil dari suatu atau sekelompok objek. Sedangkan ujian
dapat dilakukan tanpa ada tujuan untuk memeperbaiki nilai. Ujian juga dapat dilakukan
hanya untuk menyaring dan menentukan kelas dari kumpulan objek.
Evaluasi juga memiliki fungsi dalam proses belajar mengajar yaitu, pertama tes
formatif dimana dilaksanakan di tengah program pembelajaran digunakan sebagai umpan
balik atau feed back baik siswa atau guru. Berdasarkan hasil tes, guru bisa menilai
kemampuan siswanya dan dijadikan bahan perbaikan melalui kegiatan pembelajaran
selanjutnya, sedangkan siswa bisa mengetahui materi pelajaran yang belum dikuasai untuk
bahan perbaikan . Kedua tes diagnostic bertujuan mendiagnosa kesulitan belajar siswa untuk
melakukan perbaikan. Dengan demikian harus lebih dahulu disajikan tes formatif untuk
mengetahui ada atau tidaknya bagian yang belum dikuasai oleh siswa. Ketiga, tes sumatif, tes
ini dilakukan setelah satuan program pembelajaran dilakukan atau setelah materi pelajaran
selesai dalam kurun waktu satu semester.
Tujuan utama tes ini untuk menentukan nilai yang menggambarkan keberhasilan
siswa setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga bisa
ditentukan kedudukan siswa di kelas, mengikuti program pembelajaran sebagai bahan
informasi kepada pihak yang bersangkutan. Keempat, tes penempatan, siswa bisa di
tempatkan
di kelompok yang sesuai dengan tingkatan pengetahuan yang dimiliki maka digunakan suatu
tes.
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes,
yaitu :
a. sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b. sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan
dapat di ketahui sudah beberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat
dicapai.

F. Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis tes.
3. Buatlah contoh tes, pre-tes 10 soal
4. Coba anda jelaskan perbedaan tes formatif dan sumatif dan buatlah contohnya masing-
masing 10 soal.

Anda mungkin juga menyukai