Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN BEHAVIOR,

KOGNITIF, DAN KONSTRUKTIV

Di Susun Oleh:
Kelompok 1 (satu)
Bonatua Sihombing (5181121004)
Aprin J Pandiangan (5182121002)
Ahda Sabila (5191121004)
Albert Liston Pakpahan (5193321004)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. Abdul Murad, M.Pd

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN (S1)


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
                        Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
[1]
                        Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.[2]
                        Tiori Kognitif pada hakikatnya adalah tiori yang menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami barbagai pengalamannya
sehingga mengandung makna bagi manusia tersebut. Tiori kognitif menekankan
peranan struktur ingatan dan pengetahuan atau schemata terhadap proses
penerimaan, pemerosesan penyimpanan, pemanggilan kembali informasi yang telah
ada didalam skemata, atau tidak dapat memanggil kembali skemata yang ada di pusat
memori atau lupa, bagi kognitivisme balajar bukan sekedar menjelaskan kegiatan yang
berkaitan dengan latihan dan penguatan atau reward, seperti yang menjadi fokos
pembicaraan pada pendekatan behavioristisme.[3]

B. RUMUSAN MASALAH
            Dari rumasan masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu :
1.    Bagaimana Model Pembelajaran Behavioristik ?
2.    Bagaimana model Pengajaran Kognitivistik ?
3.    Bagaimana model Pengajaran Konstruktivistik ?

C. TUJUAN
1.    Memenuhi persyaratan perkuliahan pada mata kulyah Pengmbangan Model
Pembelajaran
2.    Dapat mengetahui bagaimana Model Pembelajaran Behavioristik
3.    Dapat mengetahui Model Pengajaran Kognitivistik
4.    Dapat mengetahui bagaimana model Pengajaran Konstruktivistik

D. SISMATIKA PENULISAN
            Adapun sistimatika penulisan dalam makalah ini adalah :
1.    BAB. I, berisikan tentang Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
sistimatika penulisan
2.    BAB II, berisakan tentang pembahasan
3.    BAB  III, berisikan tentang  kesimpulan dan saran
4.    Daftar pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

A.        MODEL PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK


Tujuan pembelajaran menurut Behavioristik adalah behavioral learning ourcome
yang dinyatakan secara spesifik, seperti :
1.    A – Audience adalah siswa
2.    B – Behavior perilaku atau kompetensi yang perlu di tampilkan setelah proses belajar
dilakukan, seperti “ menjawab pertanyaan ‘’
3.    C – Condition setelah menyelasaikan unit pelajaran yang dievaluasi diakhir proses
pembelajaran.
4.    D – Degres yaitu pencapaian hasil belajar, misalnya 90 %.
                       
                        Behavioristik tidak hanya diterapkan di dalam psikologi yang dikenal
dengan behavioral pychology, akan tetapi juga diterapkan di dalam dunia pendidikan
dan pembelajaran. Penerapan teori behavioristic di dalam pembelajaran, dimulai
dengan melakukan analisis kebutuhan siswa, kemudian dilanjutkan menetapkan tujuan
pendidikan atau pembelajaran. Dalam pendekatan behavioristic hal ini disebut
behavioral Outcome. Penerapan behavioristic di dalamdunia pendidikan dapat
tercermin dari perumusan tujuan pembelajaran, penerapan mesin belajar terprogram
atau programmed instructional, Pembelajaran individual atau individualized
instructional, pembelajaran dengan bantuan computer atau computer assisted learning
dan pendekatan sistem. [4]
                       
                 Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
                 Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik

                 Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat


dipergunakan ciri-cirinya yakni
1. mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3. mementingkan peranan reaksi (respon)
4. mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and
error.[5]

B.     MODEL PEMBELAJARAN KOGNITIVISTIK

                         Metode pembelajaran kognitif merupakan salah satu metode pembelajaran


yang menitih beratkan pada bagaimana peserta didik berpikir, Winkel (1996: 53) dalam
bukunya mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan
itu bersifat secara relatif dan berbekas”. memahami dan mengembangkan konsep serta
memecahkan masalah dari konsep yang telah dipahami. Untuk dapat memahami dan
selalu mengingat akan konsep-konsep yang diberikan kepada peserta didik maka
pendidik haruslah memberikan penekanan-penekanan serta mengulang atau mereview
materi-materi lalu yang telah diberikan agar apa yang di terima oleh peserta didik dapat
masuk ke dalam Long Therm Memory (Memori Jangka Panjang). Apabila suatu konsep
materi sudah masuk dalam memori jangka panjang maka untuk mengembangkan dan
memecahkan masalah dari konsep yang akan dipahami akan lebih mudah.

Kelebihan dari Metode Pembelajaran Kognitif


                 Setiap teori pembelajaran pastilah memiliki kelebihan dibandingkan teori
pembelajaran yang lain. Selain itu setiap teori pembelajaran juga melengkapi dan
menambah dari kekurangan teori-teori pembelajaran yang telah diungkapkan oleh para
ahli sebelumnya. Teori pembelajaran Kognitif ini memiliki kelebihan yang terbilang
banyak di antaranya adalah :
1.      Negara Indonesia dalam kurikulum pendidikannya lebih menekankan pada teori
belajar kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki
dan value pada setiap individu
2.      Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memberikan dasar-dasar
dari materi yang di ajarkan untuk pengembangan dan kelanjutannya diserahkan kepada
peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau, mengatur dan menjelaskan dari alur
pengembangan materi yang telah diberikan
3.      Dengan metode pembelajaran kognitif maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan
yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan
karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta
didik untuk selalu mengingat dan mengingat akan materi-materi yang telah diberikan
4.      Tingkatan terakhir pada domain belajar kognitif menurut krathwol
adalah Creation yang berarti kreasi atau pembuatan suatu hal baru atau membuat
suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif
peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
5.      Selain itu metode pembelajaran kognitif ini mudah untuk di terapkan dan telah banyak
diterapkan pada pendidikan Indonesia di segala tingkatan.
            Selain kelebihan di atas, masih banyak lagi kelebihan yang terdapat dalam metode
pembelajaran kognitif ini.

Kekurangan dari Metode Pembelajaran Kognitif

                  Selain meninjau dari segi kelebihan metode pembelajaran kognitif, di sini


juga akan ditinjau dari segi kekurangannya. Berikut adalah beberapa kekurangan yang
dimiliki oleh metode pembelajaran kognitif :
1.      Karena pembelajaran kognitif menitih beratkan pada kemampuan kognitif atau
kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta
didik maka di sini kelemahan dari pembelajaran kognitif adalah selalu menganggap
sama semua daya ingat masing-masing peserta didik sama dan tidak berbeda-beda
2.      Dalam metode kognitif juga tidak memperhatikan cara peserta didik dalam
mengeksplorasi pengetahuan dan cara-cara peserta didik dalam mencarinya, karena
pastilah masing-masing individu memiliki cara yang berbeda dalam mencari sebuah
informasi, Seperti hasil dari penelitian Biggs dan Collis (1982)
3.      Jika seorang pendidik mengajar hanya menggunakan metode kognitif saja terutama
dalam sekolah kejuruan tanpa dibarengi dengan metode pembelajaran lain, maka dapat
dipastikan peserta didik yang diajarkan tidak bisa mengerti sepenuhnya terhadap
materi-materi yang diberikan
4.      Jika dalam pendidikan kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa dibarengi
dengan metode pembelajaran yang lain maka peserta didik akan kesulitan dalam
melakukan praktek kegiatan atau materi. Sebagai contoh jika seorang guru memberikan
cara untuk tune up sebuah mobil tanpa memberikan contoh praktek kegiatan tune up itu
sendiri (hanya teori saja yang diberikan) mungkin siswa tidak akan bisa untuk
melakukan tune up sendiri.
5.      Dalam menerapkan metode pembelajaran kognitif perlu diperhatikan kemampuan
peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya, apabila
seorang peserta didik tidak mampu menggunakan kemampuannya untuk
mengembangkan suatu materi yang telah diberikan oleh pendidik, maka peserta didik
tadi tidak akan mampu mencapai titik tertinggi dalam domain belajar kognitif yang telah
diungkapkan oleh Krathwol.
                        Masih banyak lagi kekurangan yang bisa diambil dari metode pembelajaran
kognitif ini selain yang telah disebutkan di atas.

Cara dan Strategi yang Tepat Untuk Menerapkan Metode Pembelajaran Kognitif

                  Dalam menerapkan suatu metode pembelajaran haruslah ada cara-cara


yang tepat yang bisa digunakan agar dalam proses belajar dapat tercapai sesuai
dengan keinginan, begitu juga dalam menerapkan metode pembelajaran kognitif ada
cara-cara dalam menerapkannya kepada peserta didik. Berikut adalah cara dan strategi
yang bisa digunakan dalam menerapkan metode pembelajaran kognitif ini.
      1.      Dalam tahap Remembering.
                   Saat pertama kali baiknya memberikan motivasi-motivasi terlebih dahulu
kepada peserta didik agar bisa menjadi inspirasi yang mendorong peserta didik untuk
belajar. Saat menyampaikan hendaknya pengajar mampu melakukan penekanan-
penekanan, pengodean, serta perhatian kepada materi yang disampaikannya, serta di
akhir jam pelajaran lakukan pengulangan terhadap materi yang telah diberikan. Untuk
lebih meningkatkan daya ingat peserta didik akan materi lakukan juga sebuah diskusi
untuk memberikan kesempatan kepada masing-masing peserta didik untuk
mengeksplorasi informasi dari banyak hal.
      2.      Tahap Understanding
Seperti halnya tahap Remembering, dalam tahap Understanding juga dalam
memberikan pendahuluan hendaknya yang menarik. Dalam tahap ini peserta didik
haruslah bereksplorasi dari sumber-sumber yang ada seperti observasi, diskusi atau
eksperimen namun sebelum melakukan kegiatan eksplorasi pendidik haruslah
memberikan sebuah pertanyaan kepada peserta didik sebagai bahan dasar eksplorasi.
Inti dari tahap Understanding adalah sebelum pendidik menyampaikan materi, jangan
beri tahu peserta didik terlebih dahulu, biarkan mereka mencari tahu dengan
bereksplorasi sendiri seperti tadi, hendaknya juga materi yang akan disampaikan
bersifat baru bagi peserta didik sehingga membuat peserta didik merasa penasaran.
Hal tersebut mengacu pada sekolah-dasar.blogspot.com (2012).
      3.      Tahap Aplication
Dalam tahap ini pendidik menyampaikan kasus-kasus (problem) atau bisa juga
dari kasus yang berasal dari peserta didik saat bereksplorasi yang biasa disebut Study
kasus. Setelah itu pendidik harus memberikan sebuah panduan dalam menyelesaikan
kasus-kasus yang ada dengan panduan yang bersifat global. Setelah memberikan
panduan kepada peserta didik, biarkan mereka memecahkan kasus-kasus yang telah
diungkapkan sebelumnya menggunakan panduan yang telah diberikan pendidik tadi.
Akhir tahap ini pendidik harus memberikan masukan-masukan atau koreksi terhadap
pemecahan kasus yang kurang tepat atau yang lainnya. Jangan lupa berikan sebuah
penutup yang baik.
      4.      Tahap Analysis
Dalam tahap ini process skill harus digunakan untuk menganalisis masalah.
Namun sebelum melakukan analisis pertama-tama yang harus dilakukan adalah
menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi kemudian mengumpulkan data-data
dari masalah yang bersifat deduktif setelah itu barulah menganalisis data dari masalah
yang dihadapi, analisis dalam hal ini harus bersifat deskriptif. Setelah menganalisis
semua data-data yang telah ditemukan maka pembuatan kesimpulan harus dilakukan,
semakin detail hasil dari analisis tadi maka semakin bagus pula kesimpulannya. Jangan
lupa memberikan pendahuluan di awal dan penutup di akhir jam.

      5.      Tahap Evaluation
      Tahap Evaluation atau evaluasi adalah tahap mengevaluasi dari data atau
kesimpulan yang di dapat dalam tahap Analysis untuk dilihat kebenarannya atau
kebetulannya bila peserta didik memiliki kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat
menganalisis atau mungkin kesalahan data saat menganalisis maka yang berhak
membenarkan atau meluruskan kembali adalah pendidik. Tahap-tahap rangkaian
dalam Evaluation ini hampir sama dalam tahap pada Analysis.
      6.      Tahap Creation
Dalam tahap ini peserta didik haruslah berperan aktif dan berperan penuh,
sementara pendidik hanya sebagai pemantau saja. Pertama kali yang harus dilakukan
peserta didik dalam tahap ini adalah menyampaikan proyek atau kasus, selanjutnya
adalah evaluasi dari proyek atau kasus yang telah disampaikan tadi. Yang menjadi
dasar dalam tahap Creation ini adalah memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.
Selanjutnya adalah inovasi proyek atau kasus dalam hal ini peserta didik haruslah
membuat sebuah inovasi yang baru dari hal yang ada. Inovasi dalam hal ini bukan
berarti membuat sebuah hal yang baru namun inovasi adalah membuat suatu kelebihan
dari sebuah kekurangan yang dimiliki oleh hal tersebut. Setelah melakukan inovasi hal
yang harus dilakukan peserta didik adalah melaporkan hasil dari proyek atau kasus
yang telah dikerjakan kepada peserta didik lain atau kepada pendidik. Jangan lupa juga
berikan sebuah penutup dan pembuka saat di tahap ini.

C.   MODEL PEMBELAJARAN  KONSTUKTIVISTIK

            Konstruktivisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang berkeyakinan


bahwa anak dapat membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri tentang
dunia disekitarnya atau dengan kata laian anak dapat membelajarkan dirinya sendiri
melalui berbagai pengalamannya.[6]
Pendidikan selama ini terus mengalami pembaharuan untuk menciptakan
berbagai metode yang berguna bagi perkembangan zaman untuk memenuhi tuntutan
manusia yang semakin hari semakin bermacam dengan berbagai tipe. Tingkat
kebutuhan ini menjadikan masyarakat melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Pada bidang Pendidikan sendiri mengandung berbagai bidang yang terus mengalami
kemajuan, misalnya dalam bidang Pendidikan mengandung Kurikulum  yang terus
berganti mengikuti tuntutan perkembangan zaman sehingga sistem Pendidikan
mengalami Kemajuan, bidang lain misalnya Kualitas seorang Pengajar. Kurikulum yang
berlaku sekarang ini merupakan bentuk terbaru dari pengembangan kurikulum Berbasis
Kompetensi yang menekankan pada guru untuk semakin gencar berupaya
menggairahkam kembali dunia Pendidikan khususnya yang berkaitan dengan proses
pembelajaran. Berbagai penelitian diadakan untuk memajukan dunia Pendidikan.
Dalam Penelitian itu digunakan berbagai metode pendekatan misalnya metode
Konstruktivisme.
Menurut Glasersfeld (1987) konstruktivisme sebagai ‘teori pengetahuan dengan
akar dalam “filosofi, psychology, dan cybernetics”. Von Glasersfeld mendefinisikan
konstruktivisme radikal selalu membentuk konsepsi Pengetahuan. Ia melihat
Pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktif menerima apapun melalui
pemikiran sehat atau melalui komunikasi. Hal ini secara aktif terutama membangun
pengetahuan. Sedangkan menurut Murpy(1997: 7) kontruktivisme terdiri dari suatu
jaringan sesuatu hal dan berhubungan bahwa kita hidup bersandar pada hidup kita, and
yang lain pun sama terhadapnya, kita percaya, orang lain juga bersandar juga. Dalam
hal ini siswa menginterpretasikan dan membangun suatu kenytaan berdasarkan pada
interaksi dan pengalamannya dengan lingkungannya.
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap seseorang untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini adalah:
a.    Adanya motivasi untuk seseorang bahwa belajar adalah tanggung jawab
seseorang  itu sendiri.
b.    Mengembangkan kemampuan seseorang untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
c.     Membantu seseorang untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
d.   Mengembangkan kemampuan seseorang untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

1.     Prinsip dan Karakteristik Konstruktivisme


Belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan
mental seseorang secara aktif, dan juga merupakan proses asimilasi dan
menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki
seseorang sehingga pengetahuannya mengenai objek tertentu menjadi lebih kokoh.
Semua pelajar benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya sendiri, dan
bukan pengetahuan yang datang dari guru “diserap oleh murid. Ini berarti bahwa setiap
murid akan mempelajari sesuatu yang sedikit berbeda dengan pelajaran yang diberikan
(Muijs dan Reynolds, 2008:97).
Selanjutnya Muijs dan Reynolds (2008:97)  mengemukakan bahwa murid adalah
konstruktor pengetahuan aktif yang memiliki sejumlah konsekuensi yaitu :
1.   Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif.
Pelajar secara aktif mengkonstrusikan belajarnya daru berbagai macam input yang
diterimanya. Ini menyiratkan bahwa belajar harus bersikap aktif agar dapat belajar
secara efektif. belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan
makna mereka sendiri, bukan tentang “mendapatkan jawaban yang benar” karena
dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar tanpa
benar-benar memahami konsepnya.
2.   Anak-anak belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik kognitif (konflik
dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui pengalaman, refleksi dan
metakognisi (Beyer, 1985)
3.   Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. murid secara aktif berusaha
mengkonstruksikan makna. Dengan demikian, guru mestinya berusaha mengkonstruksi
berbagai kegiatan belajar di seputar ide-ide besar eksplorasi yang memungkinkan
murid untuk mengkonstruksi makna
4.   Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata. Belajar juga
dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, orang tua,
dan sebagainya. Dengan demikian yang terbaik adalah mengkonstruksikan siatuasi
belajar secara sosial, dengan mendorong kerja dan diskusi kelompok
5.   Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa murid secara individual dan kolektif
mengkonstruksikan pengetahuan. Agar efektif guru harus memiliki pengetahuan yang
baik tentang perkembangan anak dan teori belajar, sehinggga mereka dapat menilai
secara akurat belajar seperti apa yang dapat terjadi
6.   Belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak mempelajari fakta-fakta secara abstrak,
tetapi sealalu dalam hubungannya dengan apa yang telah kita ketahui.

7.   Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstruksikan pengetahuan secara


menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan menengok kembali materi yang kita pelajari
dan bukan dengan cepat pindah satu topik ke topik lain. Murid hanya dapat
mengkonstruksikan makna bila mereka dapat melihat keseluruhannya, bukan hanya
bagian-bagiannya
8.     Mengajar adalah tentang memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk
menemukakan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengelaman realistis. Ini
akan menghasilkan pembelajaran yang otentik/asli dan pemahaman yang lebih dalam
dibandingkan dengan memorisasi permukaan yang sering menjadi ciri pendekatan-
pendekatan mengajar lainnya (Von Glaserfelt, 1989). Ini juga membuat kaum
konstruktivis percaya bahwa lebih baik menggunakan bahan-bahan hands-on daripada
tekxbook

Suparno (1997) mengidentifikasi 3 prinsip kontruktivisme dalam belajar yakni


sebagai berikut:
a.          pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial,
b.         pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pengajar kepada pebelajar, kecuali
dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar,
c.          pengajar sekedar membantu pebelajar dengan menyediakan sarana dan situasi
agar proses konstruksi pebelajar berlangsung secara efektif dan efisien.
Sedangkan Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G. Brooks dalam The case for
constructivist classrooms. (1993) menawarkan lima prinsip kunci konstruktivist teori
belajar. Menurutnya terdapat lima panduan prinsip konstruktivisme:

Prinsip 1:  Permasalahan yang muncul sebagai hal yang relevan dengan siswa.
Dalam banyak contoh, masalah style Anda mengajar mungkin akan menjadi
relevan dengan selera untuk para siswa, dan mereka akan mendekatinya, merasakan
keterkaitannya kepada kehidupan mereka.
 Prinsip 2:      Struktur belajar di sekitar konsep-konsep utama
Mendorong para siswa untuk membuat makna dari bagian-bagian yang
menyeluruh/utuh ke dalam bagian-bagian yang terpisah-pisah. Hindari mulai dengan
bagian-bagian dahulu untuk membangun kemudian sesuatu yang "menyeluruh/utuh."
Prinsip 3:         Carikan dan hargai poin-poin pandangan siswa sebagai jendela memberi alasan
mereka.
Tantangan gagasan dan pencarian elaborasi yang tepat ditangkap siswa, sering
mengancam banyak siswa. Maksudnya adalah bahwa sering para siswa di dalam kelas
yang secara tradisional mereka tidak bisa menduga serta menghubungkan apa yang
guru maksudkan untuk jawaban yang benar dan cepat, agar ia tidak berada di luar topik
dari diskusi kelas yang diadakan. Mereka harus betul-betul "masuk" dan ”sibuk” ikut
mengkaji tugas-tugas dalam belajar sebagai konstruktivis lingkungan melalui
petanyaan-peranyaan, sanggahan, ataupun jawaban yang diajukan.
Prinsip 4.    Sesuaikan pembelajaran dengan perkiraan menuju pengembangan siswa.
                     Memperkenalkan topik kajian pengembangan dengan tepat atau sesuai, adalah suatu
awal yang baik untuk dapat dipahami pengembangan konsep berikutnya
  Prinsip 5; Nilai hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.
                     Geser atau ubah peniaian itu harus benar-benar sedang menilai apa yang benar-
benar sedang terjadi saat penilaian itu. Berlangsung, dan jangan sekali-kai menilai itu
dalam kebiasaan skor yang diperoleh seseorang dari waktu ke waktu. Ekspresi Anda
bisa bervariasi, kadang-kadang optimis, periang, namun sesekali bisa pesimis, sedih,
maupun marah. Namun peru diingat marahnya seorang guru dalam kerangka sedang
mendidik, dalam konteks pembelajaran, bukan marah mengekspresikan kekesalan.

                        Ketiga prinsip di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak


secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Dalam hal ini, Funston (1996) lebih spesifik
mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu
didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari
suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi proses belajar tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka secara umum  ada empat prinsip dasar


konstruktivisme dalam pembelajaran :
1.   Pengetahuan terdiri atas konstruksi masa silam
2.   Pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi.
3.  Belajar merupakan suatu proses organic penemuan lebih dari proses mekanik yang
akumulatif.
4.   Mengacu pada mekanisme yang memungkinkan terjadinya perkembangan struktur
kognitif. Belajar bermakna, akan terjadi melalui proses refleksi dan resolusi konflik.

            Implikasi prinsip-prinsip belajar tersebut dalam proses pembelajaran


diantaranya bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
pembelajar kepada pebelajar, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan
pembelajar membangun sendiri pengetahuannya sendiri, mengajar berarti
berpartisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna,
mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Dasar pemikiran seperti
ini menjadikan teori konstruktivistik sebagai landasan teori-teori belajar yang pernah
ada, seperti teoru perubahan konsep, teori belajar bermakna dan teori skema. Dari
penjelasan ini tergambar bahwa konstruktivisme merupakan teori yang berlandaskan
pada pembelajaran siswa dalam membentuk pengetahuannya sendiri dan guru sebagai
mediator dan fasilitator yang relevan.
Oleh karena itu, paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang
sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuam awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Untuk itu,
guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar.
guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama
dan sesuai dengan kemampuannya
Karakteristik belajar dengan pendekatan konstruktivisme menurut Slavin (1997)
ada  4 yaitu:
1.    Proses Top-Down, yang berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang
kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan
bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Sebagai contoh siswa
dapat diminta untuk menuliskan suatu susunan kalimat, dan baru kemudian belajar
tentang mengeja, tata bahasa, dan tanda baca.
2.    Pembelajaran kooperatif yaitu siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan
temanya.
3.    Generative learning (pembelajaran generatif) yaitu belajar itu ditemukan meskipun
apabila kita menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka harus melakukan operasi
mental dengan informasi itu untuk membuat informasi masuk kedalam pemahaman
mereka.
4.    Pembelajaran dengan penemuan yaitu, siswa didorong untuk belajar sebagian besar
melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan
guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang
mmungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
  
2. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME

  Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah ;


1.      Memberi peluang kepada murid untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui proses
terlibat secara langsung
2.    Menggunakan idea yang dimiliki setiap siswa untuk bisa mengembangkan dirinya
sendiri
3.    Pembelajaran dilakukan sesuai dengan minat siswa
4.    Idea siwa merupakan proses belajar siswa untuk mencapai tujuan
5.    Mengembangkan potensi dan kreatifitas siswa
6.    Dalam proses pembelajaran siwa berinteraksi aktif dengan guru
7.    Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang penting sehingga sesuai
dengan hasil pembelajaran.
8.    Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
3. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME

1. Kelebihan
a.   Menjadikan siswa berfikir tentang pengetahuan baru, bias menyeesaikan masalah, dan
bias berfikir dan membuat keputusan
b.  Menjadikan siswa paham dengan materi yang disampaikan
c.   Siswa mempunyai nilai tambah yang lebih yaitu bisa mengingat materi yang
disampaikan karena siswa sendiri yang aktif
d.  Meletih untuk berinteraksi social seperti dengan teman kelompok,  dan guru
e.  Karena siswa terlibat secara terus, mereka akan paham, ingat, yakin dan berinteraksi
dengan lingkungannya, maka mereka akan berasa meningkatkan belajar untuk
membina pengetahuan baru.
2. Kelemahan       
Kekurangan atau kelemahan dalam suatu penerapan metode pembelajaran
tergantung pada guru sebagai pelaksana metode. Pada metode kontruktivisme guru
berperan hanya sebagai pendukung bukan sebagai hal utama. Fokus konstruktivisme
hanya ketika proses pembelajaran itu terjadi.
  
A.     Langkah-langkah Konstruktivisme
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari
aspek-aspek siswa, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.       Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari
pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah
dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar
lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada
fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.      Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan
kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang
sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata
lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang
akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa
itu sendiri.
3.      Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sebdiri.
4.         Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut.
5.         Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

BAB III
KESIMPULAN

A.   MODEL PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK

                Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan


oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

Tujuan pembelajaran menurut Behavioristik adalah behavioral learning ourcome


yang dinyatakan secara spesifik, seperti :
5.    A – Audience adalah siswa
6.    B – Behavior perilaku atau kompetensi yang perlu di tampilkan setelah proses belajar
dilakukan, seperti “ menjawab pertanyaan ‘’
7.    C – Condition setelah menyelasaikan unit pelajaran yang dievaluasi diakhir proses
pembelajaran.
8.    D – Degres yaitu pencapaian hasil belajar, misalnya 90 %.

Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik

      Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-


cirinya yakni
1. mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3. mementingkan peranan reaksi (respon)
4. mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. mementingkan pembentukan kebiasaan.
B. MODEL PEMBELAJARAN KOGNITIVISTIK

                 Metode pembelajaran kognitif merupakan salah satu metode pembelajaran


yang menitih beratkan pada bagaimana peserta didik berpikir, Winkel (1996: 53) dalam
bukunya mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Kelebihan dari Metode Pembelajaran Kognitif


1.  Negara Indonesia dalam kurikulum pendidikannya lebih menekankan pada teori belajar
kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki dan value
pada setiap individu
2.  Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memberikan dasar-dasar dari
materi yang di ajarkan untuk pengembangan dan kelanjutannya diserahkan kepada
peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau, mengatur dan menjelaskan dari alur
pengembangan materi yang telah diberikan
3.  Dengan metode pembelajaran kognitif maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan
yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan
karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta
didik untuk selalu mengingat dan mengingat akan materi-materi yang telah diberikan
4.    Tingkatan terakhir pada domain belajar kognitif menurut krathwol adalah Creation yang
berarti kreasi atau pembuatan suatu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal
yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta didik harus lebih
bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang sudah ada
menjadi lebih baik lagi.
5.   Selain itu metode pembelajaran kognitif ini mudah untuk di terapkan dan telah banyak
diterapkan pada pendidikan Indonesia di segala tingkatan.

Cara dan Strategi yang Tepat Untuk Menerapkan Metode Pembelajaran Kognitif
1.         Dalam tahap Remembering
2.         Tahap Understanding
3.         Tahap Aplication
4.         Tahap Analysis
5.         Tahap Evaluation
6.         Tahap Creation

D.   MODEL PEMBELAJARAN  KONSTUKTIVISTIK

Ø  Memberikan keaktifan terhadap seseorang untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,


pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri.
  Ada empat prinsip dasar konstruktivisme dalam pembelajaran :
a.    Pengetahuan terdiri atas konstruksi masa silam
b.    Pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi.
c.    Belajar merupakan suatu proses organic penemuan lebih dari proses mekanik yang
akumulatif.
d.    Mengacu pada mekanisme yang memungkinkan terjadinya perkembangan struktur
kognitif. Belajar bermakna, akan terjadi melalui proses refleksi dan resolusi konflik.
  dalam menerapkan metode konstruktivisme ada 7 langkah

                       

DAFTAR PUSTAKA
Jamaris, martinis, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, ( yayasan penamas
Murni, Jakarta 2010)
Joyce Bruce, Weil Marsha, dan Calhoun Emily, Models of Teaching, Pustaka belajar, 2009.
- See more at: http://charis7512.blogspot.com/2013/05/makalah-cara-atau-strategi-
metode.html#sthash.86tgkHS0.dpuf
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo
Biggs, J.B & Collis, K.F. (1982). Evaluating the Quality of Learning: the SOLO Taxonomy. New
York: Academic Press
Sekolah Dasar, Teori Belajar Behavioristik, Kognitif dan Kontruktivisme, (Online), (http://sekolah-
dasar.blogspot.com/teori-belajar-behavioristik-kognitif/), diakses pada 22 April 2013
- See more at: http://charis7512.blogspot.com/2013/05/makalah-cara-atau-strategi-
metode.html#sthash.86tgkHS0.dpuf
Drost S.J.J. 2006. Dari KBK (Kurikulum Bertujuan Kompetensi) sampai MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah): Esai-esai Pendidikan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Halaman 3-8.
Glasersfeld, Von. 1988. Cognition, Construction of Knowledge, and Teaching. Washington DC :
National Science Foundation.
Grupta, A. 2008. Construction and Peer Collaboration in Elementary Mathematics Education: The
Connection to Estimology. Eurasia Journal of Mathematics, vol 4, no.4,381-386.
Mujis dan Reynold. 2008. Effective Teaching: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Piaget, J.1973. The Child and Reality (W.Mays, Trans). London : Routledge dan Kegan Paul.
Slavin, R.E. 1994. Education Psychology: Theory and Practice (4 th Edition). Boston:Allyn and
Bacon.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Wadsworth, Piaget’s.1989. Theory of Cognitive and Affective Development (4 th.) New York :
Logman.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bigraf   Publishing.

Anda mungkin juga menyukai