Anda di halaman 1dari 8

ANXIETY (SYSTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS PADA NY.

Y
DI RUANG KIA PUSKESMAS GANG SEHAT

KARYA ILMIAH AKHIR (KIA)


ILMU KEPERAWATAN MARTENITAS

Disusun Oleh :
NICKEN ANGGY CHIENTYA PURI
SRP. 19316002

PROGRAM STUDI NERS NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini tahun 2020 pola penyakit telah mengalami perubahan yang

ditandai dengan transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola yang semula

didominasi oleh penyakit infeksi beralih ke penyakit non-infeksi atau

penyakit tidak menular. Salah satu penyakit non-infeksi adalah Systemic

Erithematosus Lupus (SLE) (Dwipoyono, 2019). Systemic Erithematosus

Lupus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan istilah lupus merupakan

suatu penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi kronik.

Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem kekebalan tubuh

salah menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit

multi sistem dimana banyak manifestasi klinik yang didapat penderita,

sehingga setiap penderita akan mengalami gejala yang berbeda dengan

penderita lainnya tergantung dari organ apa yang diserang oleh antibody

tubuhnya sendiri. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah

skin rash, arthritis, dan lemah. Pada kasus yang berat, SLE bisa

menyebabkan nefritis, masalah neurologi, anemia, dan trobositopenia

(Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2019)

SLE dapat menyerang siapa saja tidak memandang ras apapun.

Hanya saja penyakit ini angka kejadiannya didominasi oleh prempuan

dimana perbandingan antara prempuan dan laki-laki adalah 10:1. SLE


menyerang prempuan pada usia produksi, puncak insidennya usia antara

15-40. Penyakit yang menyebabkan peradangan atau inflamasi multisistem

yang disebabkan banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan

disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi

autoantibody yang berlebihan. Lupus hingga saat ini menyerang paling

sedikit sekitar 5 juta orang di dunia. Di Amerika hingga saat ini tercatat

1,5 juta orang menderita penyakit lupus (Lupus Foundation of America,

2018).

Penderita lupus di Indonesia pada tahun 2017 tercatat 586 kasus,

ternyata setelah tahun 2018 telah mencapai 6.578 penderita. Penderita

yang meninggal mencapai sekitar 100 orang. Pada tahun 2019, tercatat

8.693 penderita lupus dan 43 orang meninggal (Djoerban dalam Judha,

dkk, 2019). Sedangkan berdasarkan data di Kalimantan Barat diketahui

terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit Lupus, dengan

550 pasien diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI, 2019).

Berdasarkan praktikum yang dilakukan oleh penulis ditemukan dari

jumlah 10 ibu hamil yang berkunjung ke KIA bahwa ada 2 orang ibu yang

mengalami kejadian Lupus.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi LSE Menurut Judha, dkk

(2015), faktor yang meningkatkan risiko penyakit lupus yakni jenis

kelamin, wanita usia produktif lebih berisiko terkena penyakit ini. Lupus

paling umum terdiagnosis pada mereka yang berusia diantara 15-40 tahun.

Ras Afrika, Hispanics dan Asia lebih berisiko terkena lupus. Paparan sinar
matahari juga menjadi faktor risiko lupus. Jenis kelamin, usia, ras, paparan

sinar matahari, konsumsi obat tertentu, infeksi virus Epstein-Barr, paparan

zat kimia seperti rokok juga menjadi faktor risiko penyakit lupus.

Kehamilan pada ibu dengan penyakit SLE merupakan kehamilan

beresiko tinggi. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat kesakitan dan

kematian ibu serta janin. Penelitian Varghese, Crocker, Bruce dan Tower

(2016) menunjukkan bahwa resiko kematian ibu hamil yang menderita

SLE memiliki dampak 20 kali lebih tinggi akibat komplikasi yaitu

preeklamsi, trombosis, infeksi dan kelainan darah. Kehamilan pada ibu

yang menderita LSE juga berdampak kepada bayi seperti tingginya angka

kematian janin (abortus), kelahiran premature, intrauterine growth

retardation (IUFG) dan sindrom lupus neonatal (Arfaj & Khalil, 2010).

Kehamilan dengan SLE merupakan kehamilan berisiko tinggi,

karena dapat membahayakan ibu dan bayi yang dikandungnya. Sekitar

75% kehamilan mencapai masa kelahiran, walaupun 25% diantaranya

prematur dan 25% sisanya mengalami keguguran (Maisuri, 2014).

Penelitian Wahyuni (2020) menyebutkan prevalensi kejadian SLE pada

ibu hamil sebanyak 62%. Hal ini bahwa penyakit SLE dapat menyerang

wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Utomo (2018) menyebutkan

bahwa Kejadian SLE dengan kehamilan di RSUP Dr. Kariadi Semarang

adalah sebanyak 4% dari total perempuan yang menderita SLE.

Karakteristik kehamilan dengan SLE adalah 43.75% usia ibu 26-30 tahun,
31.25% tingkat pendidikan SMP dan SMA, 56.25% merupakan pasien

rujukan, dan 68.75% tidak memakai alat kontrasepsi. Morbiditas maternal

ditemukan gangguan pada fungsi ginjal sebesar 56.25% dan penyebab

kematian maternal adalah syok sepsis sebesar 12.50%. Morbiditas

perinatal sebanyak 50% mengalami prematuritas. Sebesaar 31.25% ibu

dengan SLE mengalami abortus.

Beberapa komplikasi penyakit LSE pada ibu pada masa kehamilan

yaitu kematian janin meningkat 2-3 kali dibandingkan perempuan hamil

normal. Bila didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal, mortalitas janin

menjadi 50%. Pertumbuhan janin juga dapat terhambat sekitar 25%.

Sindroma Lupus Eritematosus Neonatal (SLE-N) merupakan komplikasi

kehamilan dengan SLE yang mengenai janin dimana sindroma tersebut

terdiri atas blok jantung kongenital, lesi kutaneus sesaat, kelainan hepar

dan berbagai manifestasi sistemik lainnya pada neonatus yang lahir dari

seorang ibu yang menderita SLE pada saat hamil (Prawirohardjo, 2016).

Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala

dan induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada

perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi

maka pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-

masing individu. Obat-obat yang umum digunakan pada terapi

farmakologis penderita SLE yaitu NSAID (Non-Steroid Anti-

Inflammatory Drugs),obat-obat antimalarial, kortikosteroid, dan obat-obat

antikanker (imunosupresan) selain itu terdapat obat-obat yang lain seperti


terapi hormone, immunoglobulin intravena, UV A-1 fototerapi,

monoclonal antibody (Dachlan E.G.,dkk, 2016)

Berbagai masalah kesehatan mungkin terjadi pada wanita dalam

kondisi hamil dan menderita penyakit SLE. Tentu saja hal ini menjadi

lebih komplek dan rumit serta memerlukan perhatian khusus. Peran

perawat maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat

guna sangat diperlukan dalam hal ini. Pendekatan keperawatan yang

holistik meliputi bio, psiko, sosio dan kultural juga merupakan aspek yang

sangat mendukung keberhasilan pemberian asuhan. Oleh karena itu,

penulis tertarik untuk menganalisis pemberian asuhan keperawatan

maternitas kepada ibu dengan SLE dalam masa perinatal. Berdasarkan

uraian yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

laporan asuhan keperawatan pada Ny. Y G 3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi

SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang Sehat

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan gambaran kegiatan pelaksanaan praktik klinik

profesi pada stase keperawatan maternitas yang berfokus pada

penerapan asuhan keperawatan Ny. Y G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi

SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang Sehat


2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. Y

G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang

Sehat

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. Y G3P0H0A2

dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang Sehat

c. Mampu menentukan rencana asuhan keperawatan pada Ny. Y

G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang

Sehat

d. Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny. Y

G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang

Sehat

e. Mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada Ny. Y

G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang

Sehat

f. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada Ny. Y

G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang

Sehat

g. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi antara teori dan

praktik klinik dalam pemberian asuhan keperawatan pada Ny. Y

G3P0H0A2 dengan Ibu Kondisi SLE di Ruang KIA Puskesmas Gang

Sehat
h. Mampu menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kejadian SLE pada ibu hamil

C. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam Karya Ilmiah Akhir ini disusun

sebagai berikut :

BAB I berisi latar belakang masalah, permasalahan, pembatasan

masalah, tujuan dan sistematika penulisan. BAB II berisi hasi penelusuran

literature atau studi kepustakaan mengenai masalah yang dibahas dan

konsep serta teori yang melandasi penyelesaian masalah. BAB III :

Asuhan Keperawatan berisi asuhan keperawatan dari dokumentasi asuhan

keperawatan yang diberikan kepada klien. Asuhan keperawatan tersebut

adalah klien dengan Kondisi SLE. BAB IV berisi analisa proses asuhan

keperawatan yang diberikan dan pendokumentasian yang dilakukan

berdasarkan konsep teori dan analisa praktik keperawatan yang diberikan

dalam meningkatkan kompetensi. BAB V berisi kesimpulan yang ditulis

merujuk pada masalah dan tujuan penulisan, sedangkan saran berupa

usulan operasional (nyata) yang diajukan untuk mengatasi atau

mengurangi hambatan yang muncul pada saat melakukan asuhan

keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai