TEPUNG TAPIOKA
Singkong (manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong
merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan,
farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam
mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan
berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri
makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil
fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan
tepung singkong atau tepung tapioka
Sumber : http://www.iptek.net.id/ind/terapan/images
1
menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses
produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan
menghasilkan tapioka berkualitas.
Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri maupun
luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau Jawa
seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar luar negeri
berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa.
Industri tapioka mulai marak tahun 1980-an. Dalam melakukan usaha selama ini,
industri pengolahan tapioka menggunakan modal sendiri dan sebagian
menggunakan modal dari perbankan dan bantuan dari BUMN serta kemitraan. Di
kabupaten Lampung Timur usaha ini cukup berkembang dan pemerintah telah
2
mempermudah perizinan dan aktif melakukan pembinaan, disamping itu hampir
seluruh perbankan di Lampung Timur membiayai usaha ini.
3
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
Profil Usaha
Ubi kayu atau singkong merupakan bahan baku utama industri tapioka. Di
Propinsi Lampung, pabrik tapioka dapat mengolah sekitar 4000-5000 ton perhari.
Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu wilayah penghasil utama
singkong. Tabel berikut ini menyajikan perkembangan luas areal dan jumlah
produksi pada tahun 2003.
Luas
Kecamatan Produksi (ton)
(hektar)
Metro Kibang 512 9,417
Batanghari 344 11,325
Sekampung 710 9,375
Marga Tiga 2,755 30,488
Sekampung Udik 1,468 28,207
Jabung 1,433 13,978
Pasir Sakti 98 1,140
Waway Karya 919 11,450
Labuhan Maringgai 563 5,003
Mataram baru 325 4,973
Bandar SriBawono 616 10,792
Melinting 578 9,042
Gunung Pelindung 55 1,838
Way Jepara 485 6,350
Braja Selebah 515 8,025
Labuhan Ratu 3,789 54,145
Sukadana 9,810 147,838
Bumi Agung 1,740 31,924
Batanghari Nuban 8,269 135,992
Pekalongan 936 8,858
Raman Utara 2,261 37,745
Purbolinggo 144 3,310
Way Bungur 639 11,183
Jumlah 38,964 592,398
4
Jumlah perusahaan tepung tapioka yang tercatat pada Dinas Pertanian
Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan dengan kapasitas 56.927,08
ton. Tabel 2.2. menyajikan perusahaan tapioka di Kabupaten Lampung Timur
dengan kapasitas produksinya.
5
Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur
Dari tabel tersebut diketahui sebagian besar sumber pendanaan usaha berasal
dari swasta. Sumber pendanaan yang berasal dari pembangunan merupakan
dana pemerintah yang disalurkan melalui dinas pertanian.
6
Aspek Pemasaran
PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
Tepung tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan
Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah
menyebabkan produk Indonesia mampu bersaing dalam harga.
7
Ekspor tapioka Indonesia telah menjangkau berbagai negara di Asia dan Eropa,
dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan Cina (30%) dari total ekspor (Tabel
3.1). Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa
menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial.
(3). Penawaran
8
Indonesia adalah produsen nomor dua di Asia setelah Thailand. Produksi rata-
rata tapioka Indonesia mencapai 15-16 ton, sedangkan Thailand 30 juta ton
tapioka pertahun dan Vietnam berada pada urutan ketiga yaitu 2-3 juta ton
tapioka per tahun.
Peluang pasar tapioka Indonesia masih sangat terbuka terutama pasar Eropa
seperti Spanyol, Belanda, Jerman, Prancis dan Portugal. Disamping itu pasar
dalam negeri yang sampai saat ini belum dapat terpenuhi.
Harga
Harga tepung tapioka ditentukan oleh kualitas tepung tapioka dan harga bahan
baku, yakni singkong. Kualitas tepung yang baik adalah tepung tapioka yang
berwarna putih dan empuk. Di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah
survei regulasi yang mengatur perdagangan singkong dan tepung tapioka belum
ada sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan harga yang lebar pada
tingkat produsen dan petani.
Harga singkong di tingkat petani Rp 80,- per kilogram, sementara industri tepung
tapioka mampu membeli singkong dengan harga antara Rp 165 hingga Rp 225
per kilogram. Regulasi tersebut dimaksudkan agar petani sebagai produsen
bahan baku dapat membiayai dan tetap melangsungkan usahanya. Sementara
regulasi perdagangan tapioka dimaksudkan agar terjadi kestabilan harga.
Penurunan harga tapioka ditingkat produsen di Kabupaten Lampung Timur
tersebut disebabkan oleh tidak adanya regulasi perdagangan tapioka. Pedagang
perantara memiliki peran yang signifikan terhadap penentuan harga tersebut.
9
Tabel 3.2. menunjukkan perkembangan harga tepung tapioka ditingkat produsen dengan kualitas
baik mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir ini.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil survei, jalur pemasaran produk
tapioka di Lampung Timur masih sederhana. Alur pemasaran tapioka tersebut
dapat dilihat pada bagan berikut ini:
10
Kendala Pemasaran
Disamping itu, mutu bahan baku juga menentukan kualitas tapioka. Kualitas
bahan baku sering tidak selalu baik, karena masih banyak petani yang
menerapkan pola panen singkong yang tidak optimal, di mana petani sering kali
memanen singkong lebih dini dari usia panen yang seharusnya yakni singkong
belum berumur 7 bulan. Padahal singkong yang menghasilkan mutu tapioka
yang baik berumur lebih dari 7 bulan. Menurunnya kualitas tapioka tersebut
menyebabkan rendahnya harga jual tapioka dan tepung tidak bertahan lama.
11
Aspek Produksi
PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
Lokasi Usaha
Lokasi pengolahan tapioka sebaiknya dipilih wilayah yang memiliki sumber air
dan akses yang baik terhadap panas matahari. Panas matahari merupakan
faktor produksi yang penting bagi industri pengolahan tapioka, dengan demikian,
lokasi usaha yang memiliki akses yang baik terhadap panas matahari akan
mendukung keberhasilan usaha pengolahan tapioka, karena umumnya
pengusaha kecil pada bidang pengolahan tapioka belum mampu menyediakan
teknologi pengeringan tapioka. Ketersediaan air juga sangat penting, terutama
untuk pencucian dan penyaringan tepung.
12
Sumber: Data Primer, diolah
Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas fasilitas dan peralatan produksi yang
digunakan. Masing-masing peralatan memiliki fungsi yang bebeda. Mesin induk
merupakan mesin yang menjadi pusat dari seluruh proses produksi.
Bahan Baku
Bahan baku tepung tapioka adalah singkong yang diperoleh melalui pemasok.
Singkong yang dipanen setelah berumur 7 sampai 10 bulan akan menghasilkan
tapioka berkualitas baik.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada industri tapioka tidak memerlukan keahlian khusus. Jumlah
tenaga kerja ditentukan oleh kapasitas produksi dan teknologi yang digunakan.
Besarnya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan tapioka ditentukan
oleh volume produksi. Semakin tinggi volume produksi semakin besar jumlah
tenaga kerja yang diserap. Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi seluruh
proses produksi dari pengupasan sampai pada pengeringan produk.
Teknologi
Proses
Tradisional Semi Modern Full Otomate
Pengupasan Manual Manual Mesin
Pencucian Manual Manual Mesin
Pemarutan Mesin Mesin Mesin
Pemerasan Mesin Mesin Mesin
Pengendapan Manual Manual Mesin
Pengeringan Sinar Matahari Oven Mesin
13
Sumber: Data Primer
1. Pengupasan
Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk
memisahkan daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi
juga dilakukan untuk memilih singkong berkualitas tinggi dari singkong
lainnya. Singkong yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka
dan dijadikan pakan ternak.
2. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas
singkong di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan
kotoran pada singkong.
14
3. Pemarutan
Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu :
a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan
tenaga manusia sepenuhnya.
b. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator
4. Pemerasan/Ekstraksi
Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual
menggunakan kain saring, kemudian diremas dengan
menambahkan air di mana cairan yang diperoleh adalah pati yang
ditampung di dalam ember.
b. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik).
Bubur singkong diletakkan di atas saringan yang digerakkan
dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergoyang, kemudian
ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan
ditampung dalam bak pengendapan.
5. Pengendapan
Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam.
15
Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan
diambil dan dikeringkan.
6. Pengeringan
Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara
menjemur tapioka dalam nampan atau widig atau tambir yang diletakkan
di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung
tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%.
16
Jenis dan Mutu Produksi
Produksi Optimal
Produksi optimal tepung tapioka ditentukan oleh kualitas bahan baku. Dengan
kualitas bahan baku yang baik, satu ton singkong dapat menghasilkan 400
kilogram tapioka dan 160 kilogram onggok.
Kendala Produksi
17
Aspek Keuangan
PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
Pemilihan Usaha
Asumsi
18
usaha kecil pengolahan tapioka sekaligus bertindak sebagai tenaga manajerial
yang gajinya sama dengan tenaga kerja tetap.
Sumber : Lampiran 1
19
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) untuk melakukan pengolahan
tepung tapioka. Biaya investasi industri pengolahan tapioka meliputi perizinan,
sewa tanah dan bangunan, mesin dan peralatan.
1 Perijinan - 0
Sumber : Lampiran 2
b. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang besarnya
tergantung pada jumlah produk. Komponen biaya operasional dalam pengolahan
tapioka ini meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Tabel
5.3. menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan untuk industri pengolahan
tapioka ini.
20
Harga (per
No Input Satuan Jumlah Nilai per bulan Nilai per th
satuan)
1 Tenaga Kerja
a. tetap orang/bln 6 750.000 4.500.000 54.000.000
b. tidak tetap orang/bln 20 15.000 7.500.000 90.000.000
Sub Jumlah 12.000.000 144.000.000
2 Bahan Baku
a. Singkong ton 780 195.000 152.100.000 1.825.200.000
Sub Jumlah 152.100.000 1.825.200.000
3 Biaya Overhead
a. solar liter/hari 25 1.850 1.156.250 13.875.000
b. Listrik bulan 1 400.000 400.000 4.800.000
c. Telpon Bulan 1 2.000.000 2.000.000 24.000.000
Sub Jumlah 3.556.250 42.675.000
4 Transportasi
5 Penjualan output ton/bulan 195 10.000 1.950.000 23.400.000
Perbaikan dan
Pemeliharaan alat bulan 1 250.000 250.000 3.000.000
Jumlah Total Biaya 169.856.250 2.038.275.000
Sumber : Lampiran 3
Dana yang dibutuhkan untuk usaha pengolahan tapioka terdiri dari modal
investasi dan modal kerja, komposisi dana tersebut seperti disajikan pada Tabel
5.4.
21
1Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit 185.500.000
b. Dana sendiri 79.500.000
Jumlah dana investasi 265.000.000
2Dana modal kerja yang bersumber dari
a. Kredit 76.435.313
b. Dana sendiri 178.349.063
Jumlah dana modal kerja 254.784.375
3Total dana proyek yang bersumber dari
a. Kredit 261.935.313
b. Dana sendiri 257.849.063
Jumlah dana proyek 519.784.375
Sumber : Lampiran 5
Pada tabel 5.4 menunjukkan rincian kebutuhan dana untuk investasi dan modal
kerja dalam setahun. Untuk investasi dibutuhkan dana sebesar Rp 265.000.000.
Untuk kredit investasi bank mensyaratkan perbandingan: 70% persen kredit bank
dan 30% persen dana sendiri. Dengan perbandingan tersebut, kredit investasi
yang dibutuhkan adalah Rp 185.500.000 sedangkan dana sendiri untuk investasi
sebesar Rp 79.500.000.
Berikut ini adalah asumsi yang digunakan untuk penghitungan angsuran kredit
untuk usaha ini, baik angsuran pokok maupun angsuran bunga.
22
Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir
0 261.935.313 261.935.313 261.935.313
1 122.810.313 26.734.143 149.544.455 261.935.313 139.125.000
2 46.375.000 15.323.073 61.698.073 139.125.000 92.750.000
3 46.375.000 9.294.323 55.669.323 92.750.000 46.375.000
4 46.375.000 3.265.573 49.640.573 46.375.000 0
Sumber : Lampiran 6
Output usaha pengolahan tapioka adalah onggok dan tepung tapioka. Dari
penjualan output tersebut diperoleh pendapatan sebesar Rp 2.330.640.000 yang
diperoleh dari produksi tepung tapioka sebanyak 2.340 ton per tahun dengan
harga jual Rp 900/kg dan 749 ton per tahun onggok dengan harga jual Rp
300/kg. Proyeksi pendapatan dan biaya selengkapnya bisa dilihat di lampiran 4
dan 7.
Proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha pengolahan
tapioka mampu memperoleh laba sebesar Rp 87.083.772 dengan rata-rata profit
margin tiap tahun sebesar 6,88% per tahun dan BEP rata-rata Rp 826.499.976
atau BEP produksi rata-rata 918 ton. Tabel 5.6. menyajikan proyeksi laba/rugi
per tahun dari usaha pengolahan tapioka.
23
Tabel 5.6 : Proyeksi Rugi/Laba Per Tahun
TAHUN
No Uraian
1 2 3 4 5 Jumlah
1 Pendapatan 2.330.640.000 2.330.640.000 2.330.640.000 2.330.640.000 2.330.640.000 11.653.200.000
2 Pengeluaran
a. Biaya operasional 2.038.275.000 2.038.275.000 2.038.275.000 2.038.275.000 2.038.275.000 10.191.375.000
b. Penyusutan 40.369.048 40.369.048 40.369.048 40.369.048 40.369.048 201.845.238
c.Angsuran pokok 122.810.313 46.375.000 46.375.000 46.375.000 261.935.313
d.Bunga bank 26.734.143 15.323.073 9.294.323 3.265.573 54.617.112
Jumlah 2.228.188.503 2.140.342.121 2.134.313.371 2.128.284.621 2.078.644.048 10.709.772.662
Laba sebelum pajak 102.451.497 190.297.879 196.326.629 202.355.379 251.995.952 943.427.338
e. Pajak % 15.367.725 28.544.682 29.448.994 30.353.307 37.799.393 141.514.101
3 Laba rugi 87.083.772 161.753.198 166.877.635 172.002.073 214.196.560 801.913.237
4 Profit margin 15% 3.74% 6.94% 7.16% 7.38% 9.19% 6.88%
BEP (nilai penjualan) 1.513.929.528 813.646.346 765.587.084 717.527.823 321.809.099 4.132.499.880
BEP (produksi ) 1.682 904 851 797 358 4.592
BEP Rp/ton
berdasarkan
- Biaya operasional 871.058 871.058 871.058 871.058 871.058 871.058
- Total biaya 952.217 914.676 912.100 909.523 888.309 915.365
BEP rata-rata
- Nilai penjualan (Rp) 826.499.976
- Produksi (ton) 918
Sumber : Lampiran 8
24
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Arus kas usaha pengolahan tapioka ini dapat dilihat pada lampiran 9. Dalam
analisis kas dilakukan perhitungan Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP).
Sumber : Lampiran 9
Dari hasil analisis kelayakan keuangan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua
biaya investasi yang ditanamkan pada usaha ini akan kembali pada tahun ke-3,
pendapatan tahun ke-4 dan selanjutnya merupakan pendapatan bersih.
Sementara, berdasarkan jumlah kredit usaha tersebut, investasi yang ditanam
akan kembali pada tahun kedua
Proyeksi penerimaan dan biaya didasarkan pada asumsi dan proyeksi yang
memiliki ketidakpastian. Untuk itu diperlukan analisis sensitivitas untuk menguji
seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan harga
input maupun output, kesalahan dalam pembangunan sarana fisik dan
operasional ataupun kelemahan estimasi produksi.
1. Skenario I
Pendapatan mengalami penurunan sebesar 3% dan 4%, sedangkan biaya
investasi dan biaya operasional tetap. Penurunan pendapatan dapat
terjadi karena harga jual tepung tapioka mengalami penurunan atau
jumlah produksi tidak tercapai.
2. Skenario II
Biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 4% dan 5%, sedangkan
biaya investasi dan pendapatan dianggap tetap. Kenaikan biaya
operasional dapat terjadi apabila harga input meningkat. Dalam hal ini
komponen terbesar adalah bahan baku, maka biaya operasional sensitif
terhadap kenaikan bahan baku singkong.
3. Skenario III
Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan II yaitu diasumsikan
pendapatan menurun sebesar 2% dan 3% dan pada saat yang sama
biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 2% dan 3%, sedangkan
biaya investasi dianggap tetap.
Hasil analisis terhadap ketiga skenario di atas diringkas pada tabel berikut ini.
Penerimaan Turun
No Kriteria Kelayakan
3% 4%
1 Net B/C ratio pada DF 13% 1,25 1,09
2 NPV pada DF 13% (Rp) 127.385.969 45.411.971
3 IRR (%) 22,56 16,48
4 PBP (usaha) 4 tahun 3 bulan 6 tahun 1 bulan
5 PBP (kredit) 2 tahun 11 bulan 3 tahun 11 bulan
26
Tabel 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario II
Pada skenario I, pada saat pendapatan turun sebesar 3% dengan tingkat bunga
13%, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR
mencapai 22,56%. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan
sebesar 3% proyek tersebut layak dilaksanakan. Pada penurunan pendapatan
sebesar 4%, diperoleh Net B/C Ratio sebesar 1,09, NPV Rp 45.411.971,-, IRR
16,48%. Jika dilihat dari kriteria investasi, penurunan pendapatan sebesar 4% ini
usaha pengolahan tapioka masih layak dilaksanakan. Tetapi jika dilihat dari
jangka waktu pengembalian investasi, usaha ini tidak layak dilaksanakan karena
payback periodnya melebihi periode proyek yang hanya 5 tahun.
Pada skenario II, biaya operasional mengalami kenaikan dengan asumsi biaya
investasi dan pendapatan tetap. Pada kenaikan biaya operasional sebesar 4%,
diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR mencapai
19,56%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan suku bunga 13%,
pada kenaikan biaya operasional sebesar 4% proyek ini masih layak
dilaksanakan. Pada kenaikan biaya mencapai 5% proyek ini tidak layak
27
dilaksanakan karena Payback period melebihi umur proyek dengan jangka waktu
pengembalian investasi selama 6 tahun 2 bulan.
28
Aspek Sosial Ekonomi
PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha pengolahan tapioka memiliki
dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini,
diantaranya adalah petani singkong, masyarakat, dan pengusaha itu sendiri.
Pihak-pihak yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari
usaha tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan adalah bahwa usaha
pengolahan tapioka mampu menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja pengolahan
tapioka diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara tidak langsung
mengurangi jumlah pengangguran.
29
Aspek Dampak Lingkungan
Usaha pengolahan tepung tapioka ini menghasilkan limbah padat, cair dan
udara. Sebagian limbah ini ada yang dapat dimanfaatkan lagi secara ekonomis.
Limbah padat atau sering disebut onggok merupakan bahan baku pembuat saus
dan obat nyamuk bakar. Limbah padat yang lain adalah kulit singkong yang
banyak dimanfaat untuk pupuk dan pakan ternak. Limbah cair dari usaha ini
digunakan untuk mengairi sawah sekitar lokasi pabrik sehingga keberadaan
industri tepung tapioka ini sangat bermanfaat bagi petani. Polusi udara yang
dihasilkan tidak mengganggu masyarakat karena terletak jauh dari pemukiman
masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada limbah dari
usaha pengolahan tapioka ini yang merugikan baik makhluk hidup maupun
lingkungan yang tinggal di sekitarnya.
30
Kesimpulan - PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
Kesimpulan
1. Peluang pasar komoditi tepung tapioka baik untuk ekspor maupun pemenuhan dalam
negeri masih terbuka dan berpotensi memberikan peluang bagi pengembangan dan
peningkatan produksi tapioka di Indonesia. Dilihat dari potensinya, sumber daya lahan
dan sumber daya manusia untuk pengembangan produksi tapioka di Indonesia masih
banyak tersedia di berbagai daerah.
2. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam pengembangan usaha tapioka antara lain
masalah bahan baku dan pemasaran tapioka. Masalah bahan baku disebabkan oleh
harga jual singkong dari petani yang rendah sehingga petani tidak dapat membiayai
usaha penanaman singkong, sedangkan masalah pemasaran tapioka disebabkan oleh
minimnya informasi yang diperoleh pengusaha mengenai harga dan jumlah permintaan
pasar.
3. Kredit usaha yang dibutuhkan meliputi kredit modal kerja dan kredit investasi. Jumlah
kredit modal kerja sebesar Rp 76.435.313, dan kredit investasi sebesar Rp 185.500.000.
4. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan bahwa proyek ini
sensitif terhadap penurunan penerimaan sampai dengan 4%, dengan asumsi biaya
investasi dan operasional adalah tetap. Pada tingkat penurunan penerimaan tersebut
proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan.
5. Analisis sensitivitas terhadap perubahan biaya operasional menunjukkan bahwa proyek
ini sensitif terhadap kenaikan biaya operasional sampai dengan 5%, dengan asumsi
biaya investasi dan penerimaan adalah tetap. Pada tingkat kenaikan biaya operasional
tersebut proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan.
6. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan sekaligus kenaikan biaya
operasional menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan penerimaan dan
kenaikan biaya operasional sampai dengan 3%, dengan asumsi biaya investasi tetap.
Pada tingkat penurunan penerimaan sekaligus kenaikan biaya operasional sebesar 3%,
proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
7. Hasil analisis keuangan tersebut menunjukkan bahwa pengolahan tapioka merupakan
proyek yang menguntungkan, karena banyak pihak yang mendapatkan manfaat dari
proyek ini, antara lain petani, masyarakat dan pengusaha. Disamping secara sosial
memiliki manfaat, secara ekonomi usaha ini juga memiliki masa depan yang cerah dan
layak dibiayai perbankan.
31
Saran
1. Untuk menjaga kestabilan harga baik harga bahan baku dan harga tapioka pengusaha
harus mengoptimalkan fungsi asosiasi atau perkumpulan pengusaha tepung tapioka.
2. Untuk menjaga ketersediaan bahan baku dan keberlangsungan usaha, setiap pengusaha
diharapkan bermitra dengan petani, dengan memberikan perhatian terhadap masalah
penanaman ubi yang menentukan kualitas tapioka dengan menyertakan pemberian
pupuk organik di samping pupuk anorganik (seperti urea) dan mengembalikan sisa-sisa
tanaman ke dalam tanah serta memperhatikan umur tanam ubi.
3. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh bank, namun bank perlu untuk melakukan analisis
kredit yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian bank.
32