Anda di halaman 1dari 35

BUDIDAYA TANAMAN PALA

M. Hadad EA, E. Randriani,


C. Firman dan T. Sugandi

BALAI PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN


ANEKA TANAMAN INDUSTRI
PARUNGKUDA
2006

1
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................….........................…….…. i


DAFTAR ISI ............................................................……..................................…… ii
DAFTAR TABEL......................……....................................................................…. iii
I. PENDAHULUAN .............................................….............................................… 1
II. BOTANI…………………………………………………………………………. 2
2.1. Sejarah dan Penyebarannya….......................................................................... 2
2.2. Sistematika dan morfologi tanaman…………………………………………. 2
III. SYARAT TUMBUH…………………………………………………………… 6
3.1. Iklim………………………………………………………………………. 6
3.2. Tanah……………………………………………………………………… 7
IV. TEKNIK BUDIDAYA…………………………………………………………. 8
4.1. Pengadaan Bahan Tanaman Untuk Bibit…………………………………. 8
4.1.1. Perbanyakan dengan biji…………………………………………… 8
4.1.2. Perbanyakan dengan cangkokan…………………………………… 10
4.1.3. Perbanyakan dengan okulasi……………………………………….. 10
4.1.4. Perbanyakan dengan sambungan (grafting)……………………...… 11
4.2. Persiapan Lahan………………………………………………………… 12
4.3. Penanaman……………………………………………………………… 13
4.4. Pemeliharaan…………………………………………………………… 14
4.4.1. Penanaman pohon pelindung………………………………………… 14
4.4.2. Penyulaman………………………………………………………… 14
4.4.3. Penyiangan…………………………………………………………… 14
4.4.4. Pemupukan………………………………………………………… 15
4.4.5. Pengendalian hama dan penyakit……………………………………. 15
4.5. Pola Tanam……………………………………………………………….. 18
4.6. Panen……………………………………………………………………… 19
4.7. Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil………………………………… 20
4.7.1. Biji dan fuli kering…………………………………………………… 20
4.7.2. Minyak pala………………………………………………………... 21
4.7.3. Oleoresin dan mentega pala………………………………………….. 22
4.7.4. Daging buah pala…………………………………………………... 22
V. KELAYAKAN USAHA TANI………………………………………………….. 23
5.1. Struktur Biaya………………………………………………………………... 23
5.2. Arus Penerimaan Tunai…………………………………………………….... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................….....................................................…. 28
LAMPIRAN

2
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kesesuaian lingkungan tanaman pala…………………………………... 8

Tabel 2. Anjuran pemupukan tanaman pala berdasarkan tingkat umur…………. 15

Tabel 3. Arus pengeluaran tunai pala per hektar………………………………… 25

Tabel 4. Taksasi produksi buah pala per hektar…………………………………. 26

3
BUDIDAYA TANAMAN PALA

I. PENDAHULUAN

Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indoesia,

sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke 18. Sampai saat ini Indonesia

merupakan produsen pala terbesar dunia (70 – 75 %). Negara produsen lainnya

adalah Grenada sebesar 20 – 25 %, kemudian selebihnya India, Srilangka dan

Malaysia.

Komoditas pala Indonesia sebagaian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat

yaitu sekitar 98.84%, dengan pola budidaya ektensif jarang dipelihara. Luas areal

pertanaman pala di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha menurun menjadi

43.873 ha tahun 2000. Produksi tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas tahun

1999 mencapai 482.8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton ( BPS, 2000).

Hasil yang diambil dari pala yang diperdagangkan di pasaran dunia adalah biji, fuli,

dan minyak atsiri serta daging buah yang digunakan untuk industri makanan di dalam

negeri. Biji dan fuli digunakan dalam industri pengawetan ikan, pembuatan sosis,

makanan kaleng dan sebagai adonan kue, karena minyak atsiri dan lemak yang

dikandungnya memberikan aroma merangsang nafsu makan. Minyak pala dari hasil

penyulingan merupakan bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum

dsb.

Ekspor pala Indonesia tahun 1995 mencapai 2.976 ton dengan nilai 5.197.590

US $, sedangkan fulinya 1.63 ton dengan nilai 10.011.433 US $. ( BPS, 1995). Pada

tahun 2000, nilai ekspor mencapai 10.000 ton dengan nilai 39.000.000 US $ (BPS,

2000). Harga pala Indonesia di pasar dunia saat ini masih lebih rendah dibanding pala

Grenada, hal ini diduga karena mutu yang kurang baik dan tidak dikuasainya sistem

4
perdagangan luar negeri, meskipun pala Indonesia diketahui mempunyai aroma yang

lebih baik.

II. BOTANI

2.1 Sejarah dan Penyebarannya

Maluku merupakan pusat asal tanaman pala dengan keragaman yang tinggi

(Deinum, 1949). Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang

menjadi rebutan bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis

tahun 1511. Biji dan fulinya dibawa ke daratan Eropa dan dijual dengan harga yang

sangat mahal. Harga yang tinggi ini merupakan perangsang bagi bangsa-bangsa lain

untuk datang ke Indonesia. Tahun 1600 V.O.C. menguasai perdagangan tanaman

rempah-rempah di Maluku. J.P. Zoen Coen menempatkan orang-orang yang

dipercayai untuk mengelola hutan-hutan pala tersebut, sebagai miliknya. Dengan

segala macam usaha luas areal tanaman ini dibatasi, tahun 1627 penduduk dilarang

menanam tanaman selain daripada yang ditetapkan oleh V.O.C dan yang sudah tua

juga harus ditebang.

Tanaman pala kemudian dikembangkan ke daerah Minahasa dan Kepulauan

Sangir Talaud, Sumatra Barat dan Bengkulu tahun 1748, kemudian menyusul di Jawa,

Aceh, dan Lampung. Pada zaman kekuasaan Inggris, tanaman ini disebarkan pada

beberapa daerah jajahannya tetapi tidak berhasil baik. Di Malaya dikalahkan oleh

karet, di pulau kecil India Barat (Grenada) dapat berhasil baik, sehingga daerah ini

menjadi saingan Indonesia dalam ekspor pala di dunia.

2.2 Sistematika dan Morfologi Tanaman

Sistematika pala Banda menurut CERE (1961) adalah sebagai berikut :

Klas : Angiospermae

Sub klas : Dicotyledonae

5
Ordo : Ramales

Family : Myristicaceae

Genus : Miristica

Species : fragran HOUTT

Famili Myristicaceae hanya memiliki satu genus dengan ± 200 species yang

tersebar di daerah tropis (Ridley, 1912). Beberapa species pala yang memiliki arti

ekonomi penting dan khususnya berfungsi sebagai rempah-rempah, obat atau minyak

atsiri. Menurut Heyne (1927), Hadad dan Hamid (1990), Hadad (1991) terdapat 8

jenis pala yang ditemukan di Maluku yaitu : (1) Myristica succedawa BL., jenis ini di

Ternate disebut Pala Patani., (2) M. speciosa Warb, dikenal dengan nama Pala Bacan

atau pala Hutan, (3) M. schefferi Warb dikenal dengan nama pala Onin atau

Gosoriwonin, (4) M. fragrans Houtt dikenal dengan nama Pala Banda , (5) M. fatua

Houtt dikenal dengan nama laki-laki, pala Fuker (Banda) atau pala Hutan (Ambon),

(6) M. argantea Warb dikenal dengan nama Pala Irian atau Pala Papua, (7) M. tingens

BL. dikenal dengan nama Pala Tertia dan (8) M. sylvetris Houtt dikenal dengan nama

Pala Burung atau Pala Mendaya (Bacan) atau Pala Anan (Ternate). Hasil eksplorasi

dari berbagai daerah dan sentra produksi pala di kepulauan Maluku, Irian Jaya dan

Sulawesi Utara, telah terkumpul 430 nomor aksesi (Hadad et al, 1996). Dari nomor-

nomor yang berproduksi,12 diantaranya berumur genjah dengan variasi morfologi

yang tinggi. Namun demikian kekerabatan diantara nomor-nomor koleksi tersebut

secara genetik belum diketahui dengan pasti dan saat ini penelitian DNA molekuler,

sex ratio, hubungan kekerabatan dan lain-lain sedang dilakukan.

Jenis M. fragrans disebut juga sebagai pala asli atau nutmeg tree dan berasal

dari Pulau Banda (Deinum, 1949). Pala jenis inilah yang umum dibudidayakan di

Indonesia, India, Grenada dan Malaysia sebab kualitas biji dan fulinya adalah yang

terbaik (Heyne, 1927). Pala yang dikembangkan di Sulawesi Utara juga sebagian

6
berasal dari P.Banda walaupun demikian kualitasnya tidak sebaik pala Banda yang

dihasilkan dari P.Banda (Deinum, 1949). Penampilan pala Banda antara lain : Bentuk

percabangan teratur, daunnya kecil sampai sedang, buahnya bulat. Biji besar dan

fulinya tebal dan keduanya berkualitas baik, tebal dan harum khas pala (Hadad dan

Syakir, 1992).

Jenis pala M. argantea atau disebut juga dengan pala Papua memiliki ciri-ciri

sebagai berikut : Bentuk pohon bulat, tinggi, besar dan rimbun. Percabangan tidak

teratur. Daunnya ebal dan lebar. Ciri khas yang paling menonjol adalah bentuk

buahnya lonjong dan besar. Daging buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan

manisan, asinan, minuman, dan bahan-bahan makanan serta minuman lainnya

Melihat keragaan pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai pohon pelindung dan

penghijauan.

Jenis pala M. speciosa atau dikenal dengan nama pala Hutan. Bentuk

pohonnya bulat dan rimbun, percabangan tidak teratur dan daunnya lebar dan agak

tipis. Ciri khasnya adalah buah dan bijinya terkecil sebesar biji kacang tanah dengan

fulinya yang paling tipis. Pala jenis ini hanya cocok sebagai pohon pelindung dan

penghijauan.

Jenis pala M. succedanea atau disebut pala Patani, banyak dibudidayakan di

Maluku Utara, bentuk pohon piramidal sampai lonjong, bentuk buahnya agak lonjong

sedangkan bijinya bulat sampai lonjong dan fulinya agak tebal. Kualitas biji dan

fulinya agak kurang dibandingkan pala Banda.

Diskripsi tanaman pala menurut Ochse (1931); Hadad dan Hamid (1990);

Hadad (1991) adalah sebagai berikut : Bentuk pohon pala, berpenampilan indah tinggi

10 – 20 m, menjulang tinggi ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing,

berbentuk piramidal (kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan

relatif teratur. Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang berselang seling secara

7
teratur. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5 – 14 cm dengan

lebar 3 – 7 cm, tangkai daun 0.4 – 1.5 cm panjangnya. Cara pembungaannya

unisexual-dioecious, walaupun terdapat juga yang polygamous/hermaphrodite.

Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan, apabila masak

akan berbelah dua, diameter 3-9 cm. Daging buahnya/pericarp tebal dan rasanya

asam. Biji berbentuk bulat sampai lonjong, panjangnya 1.5-4.5 cm dengan lebar 1-2.5

cm. Warnanya coklat dan mengkilap pada bagian luarnya. Kernel bijinya berwarna

keputih-putihan. Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih kekuning-kuningan

dan membungkus biji menyerupai jala yang tebal dan ada yang tipis.

Hasil penelitian Hadad et al (2002) yang dilakukan di KP. Cicurug

,menyatakan bahwa dari 430 aksesi tanaman pala yang ditanam diketahui ada dua

pohon yang mempunyai tingkat produksi yang paling tinggi yaitu jenis pala banda

nomor 11 dan jenis pala patani nomor 33. (diskripsi kedua tanaman tersebut

terlampir).

Pala merupakan tanaman berumah dua ( dioecious) dimana bunga jantan dan

bunga betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda. Sehingga untuk

menentukan populasi tanaman dengan perbandingan jenis kelamin jantan dan betina

optimum pada pertanaman pala harus menunggu sampai tanaman berbunga (lebih

kurang 5 tahun). Deynum (1949) mengemukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala

rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.

`Menurut Hadad dan Syakir (1992) , bunga keluar dari ujung cabang dan

ranting. Bunga betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya

tidak sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter ± 2.5 mm serta panjangnya ±

3 mm. Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas

terbuka menjadi 2 bagian yang simetris. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil

8
dari bagian bawah mahkota. Di dalam mahkota terdapat bakal buah dengan garis

tengah ± 2.5 mm. Pada bagian ujung terdapat pestil yang bersatu dengan bakal

bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya. Di dalam bakal buah terdapat

bakal kulit biji dan bakal biji. Selanjutnya Hadad dan Syakir (1992) menyatakan

bahwa bentuk bunga jantan agak berbeda dengan bunga betina walaupun warna

bunganya juga kuning, dengan diameter 1.5 mm dan panjang ± 3 mm. Mahkota dari

bunga jantan bersatu dari pangkal pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3

bagian. Kelopak berkembang tidak sempurna, bentuknya seperti cincin yang

melingkar pada bagian pangkal mahkota. Benang sari berbentuk silindris merupakan

tangkai bersatu, panjangnya ± 2 mm. Sari melekat pada tangkai tersebut membentuk

baris-baris yang jumlahnya 8 buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur

kecil ± 1/10 mm lebarnya.

III. SYARAT TUMBUH

3.1 Iklim.

Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang

tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata. Rata-rata curah hujan di daerah asal

tanaman pala yaitu Banda, adalah sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167

hari merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama

bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya ± 100

mm (Deinum, 1949 dalam Flach, 1966).

Menurut Ridley (1912) penanaman pala di Pulau Banda sampai dengan

ketinggian 458 meter diatas permukaan laut (Anon, 1974). Sedangkan Flach (1966)

di Pulau Papua tidak menanam tanaman pala melebihi ketinggian di atas 700 m dari

permukaan laut, sehingga tanaman pala dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 700 m

diatas permukaan laut.

9
Daerah-daerah pengusahaan tanaman pala memiliki fluktuasi suhu yang

berbeda-beda yaitu berkisar antara 18°C - 34°C. Deinum (1949) mengatakan bahwa

suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25 °C - 30°C. Walaupun

demikian para pakar berpendapat, tanaman pala akan berkembang dengan baik di

daerah tropis dengan kisaran (fluktuasi) suhu yang tidak besar.

Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang, karenanya tanaman ini

tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa tanaman pelindung atau

penahan angin. Menurut keterangan Deinum (1949) angin yang bertiup terlalu

kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan bunga terganggu, malahan buah,

bunga dan pucuk tanaman akan lusuh berguguran (Anon, 1974). Oleh karena itu

daerah-daerah yang tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman pelindung yang

ditanam dipinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat

menghambat pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara.

3.2 Tanah

Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah –

tanah vulkanis, miring atau memiliki pembuangan air yang baik atau drainase yang

baik (Heyne, 1987). Menurut Flach (1966) tanaman pala akan tumbuh baik pada

tanah yang bertekstur dari pasir sampai lempung (loam). Sedangkan Ridley (1912)

mengemukakan bahwa makin rendah tanah Clay semakin baik untuk pertumbuhan

tanaman pala. Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai netral (pH 5.5 – 7 )

merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan

kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum.

Untuk pengusahaan tanaman pala di daerah baru perlu sekali diperhatikan

tentang kesesuaian iklim, jenis tanah, suhu, pH tanah, drainase dan sebagainya agar

tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Studi kesesuaian lingkungan

telah dilakukan oleh Rosman et al. (1989), yang mengungkapkan besarnya peranan

10
curah hujan, kelembaban, pH tanah dan drainase terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman pala, seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kesesuaian lingkungan tanaman pala.

Variabel Kriteria Lokasi


Amat Sesuai Sesuai Hampir Sesuai
Ketinggian ( d.p.l ) 0 – 700 m 700 – 900 m 900 m
Curah hujan (mm/th) 2000-3500 1500 – 2000 1500 - 4500
Hari hujan 100 – 160 80 – 100 atau 80 atau 180
160 – 180
Temperatur (°C ) 25 – 28 20 – 25 25 atau 31
Kelembaban nisbi (%) 60 – 80 55 – 60 55 atau 85
Drainase baik agak baik s/d baik agak baik
Tekstur tanah berpasir liat berpasir/lempung liat atau berpasir
berpasir
Kemasaman (pH) netral agak masam/netral

IV. TEKNIK BUDIDAYA

4.1 Pengadaan bahan tanaman untuk bibit

Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara

- Perbanyakan dengan biji

- Perbanyakan dengan cangkokan

- Perbanyakan dengan okulasi

- Perbanyakan dengan sambungan / grafting

4.1.1 Perbanyakan dengan biji

Biji- biji pala yang akan digunakan sebagai benih harus memenuhi beberapa

syarat antara lain (1) harus berasal dari pohon induk terpilih, (2) Biji segar matang

panen berwarna coklat muda dan tertutup penuh dengan seludang fuli yang berwarna

merah,

(3) biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap dengan bobot

minimal 50 gram/biji, serta tidak terserang hama dan penyakit (Emmyzar, et al,

1989). Setelah pemetikan haruslah disemaikan dengan selambat-lambatnya ± 24 jam

penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan daya kecambah yang tinggi

11
sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang letaknya berdekatan dengan pohon yang

berbunga jantan.

Pengecambahan, perlu dilakukan sebab biji pala termasuk benih rekalsitran

yang cepat menurun daya kecambahnya. Pengecambahan dapat dilakukan dengan

beberapa cara sbb:

1. Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan memilih benih yang

tua ditandai dengan tempurung menghkilat berwarna hitam kecoklatan, bebas

dari hama dan penyakit, tidak keriput dengan fuli tebal dan biji besar

2. Sediakan serbuk gergaji yang sudah lapuk atau jerami campur humus, dalam

kotak atau bedengan pengecambahan dengan lebar 0,50 – 1m.dan panjang

sesuai kebutuhan. Siram dengan larutan gula 10 %, biarkan selalu lembab.

Kemudian letakan benih pala secara berbaris benih yang baru diseleksi dengan

jarak berdekatan (0,50x 1 cm atau 1 x 1 cm).

3. Selanjutnya tutup dengan karung goni atau daun rumbia atau kertas koran.

Kelembaban harus selalu dijaga

4. Untuk mempercepat pengecambahan dapat diberi perlakuan pemecahan

kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau belah atau mengelupas dengan

tidak merusak daging bijinya. Dapat dilakukan pengikiran/hampelas batok

pangkal biji sehingga tipis

5. Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian pada polibeg yang

telah disediakan (diisi dengan media campuran kompos/pupuk kandang dan

tanah. 1:1)

Pesemaian sangat diperlukan di dalam pengadaan bibit untuk perkebunan pala.

Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan terlaksananya usaha

perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat dilakukan dengan terlebih dahulu

12
mengecambahkan biji dengan menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk

sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa dan

bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah

berumur 4 – 8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah,

selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.

Pesemaian dapat pula dilakukan pada bedengan yang sudah disiapkan sebelum

buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai persemaian pemeliharaan,

dan diperlukan pengolahan tanah yang sempurna. Jarak tanam pada pesemaian ini

perlu diatur yaitu 15 x 15 cm atau 15 x 20 cm agar nanti pada saat pemindahan mudah

diputar pada umur ±1 tahun dengan ketinggian ±1 meter.

Pesemaian dapat juga dilakukan langsung pada polibag ukuran 20 x 30 cm.


Media yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya
tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah
pemindahan bibit ke lapangan.

4.1.2 Perbanyakan dengan cangkokan

Pada dasarnya mencangkok tanaman pala sama dengan mencangkok tanaman

lainnya. Pencangkokan tanaman adalah usaha perbanyakan tanaman dengan tidak

mengurangi sifat-sifat induknya. Pada umumnya pohon-pohon yang akan dicangkok

adalah dari pohon-pohon yang terpilih dan cabang yang dicangkok adalah yang sudah

berkayu tapi tidak terlalu tua atau terlalu muda

Penelitian dengan cangkokan yang dilakukan di Grenada berhasil dengan

memuaskan. Dengan memilih cabang yang cukup besar. Pada jarak 15 cm dari

batang, kulit dikupas lebih dari separuh sepanjang 2-3 cm. Luka akibat pengelupasan

ditutup, kemudian dibalut tanah yang sebelumnya telah dicampur pupuk kandang.

13
Pada umur 6 bulan setelah perlakuan , sudah keluar akar yang cukup banyak

(Rismunandar, 1987).

Cara lain dari cangkokan yang dilakukan oleh Nicols dan Cricksbank dalam

Rismunandar (1987) ialah dengan memilih cabang tanaman berdiameter rata-rata 1.5

cm. Cabang disayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan

ditutup dengan MOS yang telah dibasahi, selanjutnya dibungkus. Cangkokan akan

mulai berakar pada umur 4 – 18 bulan.

4.1.2 Perbanyakan dengan okulasi

Perbanyakan dengan okulasi pada tanaman pala dilakukan sebagaimana

pengokulasian tanaman lainnya, yaitu dengan cara okulasi T terbalik atau cara

Fokkert yang disempurnakan. Hanya untuk mendapatkan mata tunas dari entres yang

dekat dengan daun yang utuh sangat sulit sebab kebanyakan diperoleh mata tidur,

tetapi pada percabangan yang sudah tua dan besar selalu mata tunas tersebut dapat

tumbuh segera setelah dilakukan pemotongan cabang bagian ujung. Hal ini yang

menyebabkan pelaksanaan okulasi pada tanaman pala selalu gagal, karena mata entres

jauh lebih tebal atau lebih besar dari diameter batang bawah.

4.1.4 Perbanyakan dengan sambungan (grafting)

Ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu penyambungan pada pucuk dan

susuan.

- Sambungan pada pucuk (enten)

Cara ini merupakan cara yang banyak dilakukan pada penyambungan tanaman

yang sulit diokulasi. Penyambungan ini dilakukan pada umur bibit ± 3 – 4 bulan

setelah berkecambah. Ambil entres dari tunas ortotrop yang besarnya sama dengan

batang. bawah Cara penyambungan tanaman (batang bawah) dipotong pada bagian

pucuk ± 3 – 5 cm, pada ketinggian 15 – 20 cm dari permukaan tanah, lalu dibelah ± 1

14
– 1.5 cm. Ambil entres berdaun 4 – 6 dari tunas ortotrop, buang daun bagian bawah 2

– 4 lembar pada bagian pangkal, entres diruncingkan pada bagian kiri dan kanan

sehingga berbentuk V. Selanjutnya masukkan belahan pada batang bawah tadi, lalu

diikat dengan tali plastik es, untuk mendapatkan keberhasilan yang sempurna, bibit

sambungan tadi ditaruh di dalam bedengan dan tutup dengan sungkup plastik. Perlu

disiram pagi dan sore hari seperlunya dan jangan sampai air berlebihan. Bila bibit

cukup banyak, sebaiknya bibit jangan disungkup individu tapi disungkup dalam

kurungan plastik .

- Susuan (apprough – grafting)

Bibit yang berumur ± 4 bulan dimana pertengahan batang mulai beralih dari

warna hijau ke merah kecoklatan adalah yang terbaik untuk disambung secara susuan

lalu dicari tunas yang sama besarnya (sebaiknya tunas tegak lurus) pada pohon induk

terpilih, lalu disayat pada sisi bagian tengah sepanjang 3 – 5 cm dan tebal 2 – 4 mm,

demikian pula pada batang bawah bibit tadi. Bekas sayatan pada bibit dan tunas tadi

ditempelkan pada luka yang sama, usahakan kedua kambium bertemu, kemudian

diikat dengan tali plastik es dimulai dari bawah ke atas secara rapat dan kuat, agar air

tidak masuk, biasanya pada umur 60 – 75 hari penyambungan susuan itu sudah

bersatu dan sudah bisa dipotong ± 5 cm dibawah sambungan pada tunas pohon induk

(entres), bekas luka diolesi dengan ter tanaman untuk menghindari infeksi, sedang

batang bagian atas dari sambungan pada bibit (batang bawah) sebaiknya jangan terus

dipotong, tetapi disayat ± 7 cm diatas sambungan lalu dirundukkan ke bawah,

setelah 15 – 20 hari baru dipotong. Bibit setelah putus dari pohon induk ditaruh di

tempat teduh dengan intensitas penyinaran ± 25 %, dan secara perlahan-lahan

ditingkatkan dengan cara membuka atap/pelindung sedikit demi sedikit. Hal ini

penting untuk memberi kesempatan pertumbuhan akar, sehingga pada penanaman di

15
kebun akan mengurangi gangguan akar. Bibit yang disemai dalam polibag,

penanamannya dapat langsung ke lapangan.

4.2 Persiapan lahan

Sebelum bibit ditanam, kebun harus sudah dipersiapkan. Pada garis besarnya,

persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :

- Pembabadan semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang

baru dibuka). Sebaiknya pembukaan areal ini dilakukan pada musim

kemarau, sehingga semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh kembali.

- Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menggemburkan tanah,


menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang
serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan menurut arah
melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini
adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran permukaan dan
menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas (erosi). Pada
tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran ±
2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum makin
lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dngan penanaman
sistem contour.
- Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan dahulu jarak

tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam untuk tanaman

pala ialah 9 x 10 m dengan sistem bujur sangkar atau 10 x 10 m. Dengan

jarak tanam tersebut dahan-dahannya tidak akan bersilangan dan dengan

keadaan ini kapasitas untuk berproduksi adalah maksimal pada umur

dewasa (Flach, 1966). Pembuatan lubang tanam biasanya berukuran 60 x

60 x 60 cm. Pada tanah yang berliat tinggi, sebaiknya ukuran lubang

tanam lebih besar 100 x 100 x 100 cm. Tanah lapisan atas dan lapisan

bawah dipisah, karena kedua lapisan tersebut mengandung unsur yang

16
berbeda. Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah

dikembalikan, lapisan bawah kembali ke lapisan bawah dan lapisan atas

setelah dicampur dengan pupuk kandang matang, baru dimasukkan

kembali ke dalam lubang bagian atas. Dua atau tiga minggu kemudian

penanaman dapat dilakukan.

4.3 Penanaman

Bibit yang akan ditanam biasanya yang telah berumur lebih satu tahun, dan

tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari ketentuan tersebut, akibat lama

dipembibitan, pertumbuhannya akan terlambat, sebab akar sudah berlipat-lipat.

Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada awal musim penghujan agar ketersediaan air

terjamin. Cara penanaman adalah dengan membuat lubang tanam kecil ditengah

lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang atau polibag bibit, lalu polibag

disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati agar akar dan tanah dalam

polibag tersebut tidak rusak, kemudian dilakukan penanaman sampai leher batang

terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan kembali. Uintuk menjaga tanaman muda dari

sengatan matahari langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu

dengan atap daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari

sinar matahari.

4.4 Pemeliharaan

Untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang, maka sejak

awal pertanaman pala perlu pemeliharaan yang baik, di antara kegiatan pemeliharaan

pertanaman pala adalah :

4.4.1 Penanaman pohon pelindung

Tanaman muda umumnya tidak tahan terhadap panas sinar matahari langsung,

sehingga diperlukan naungan serta penanaman pohon pelindung yang sekaligus

17
sebagai penahan angin karena tanaman pala sangat peka terhadap angin yang keras.

Beberapa pohon pelindung dapat digunakan diantaranya Albazia, Lamtoro, Glirisidia

dan berbagai jenis tanaman leguminosae lainnya. Setelah tanaman pala berumur 3 – 4

tahun, pohon pelindung dapat dikurangi secara bertahap.

4.4.2 Penyulaman

Bibit yang mati, dan yang pertumbuhannya terhambat sebaiknya segera

dilakukan penyulaman agar idak menjadi parasit dalam usaha pertanaman pala.

Kegiatan penyulaman ini dapat dilakukan sejak umur satu bulan setelah tanam.

4.4.3 Penyiangan

Biasanya setelah tanaman berumur 2 – 3 bulan, rumput dan tanaman

pengganggu lainnya disekitar pertanaman pala sudah banyak yang tumbuh. Hal ini

menimbulkan persaingan tanaman pala dengan rerumputan tersebut dalam

penggunaan unsur hara, oleh sebab itu perlu dilakukan penyiangan (bobokor) agar

persaingan dalam pengambilan unsur hara dapat diperkecil, sehingga tanaman pala

tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk selanjutnya penyiangan cukup

dilakukan sekitar piringan tanaman yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan

perkembangan gulma.

4.4.4 Pemupukan

Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman pala

terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi pertumbuhan dan produksi

tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis pemupukan yang dianjurkan

berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala seperti yang dikemukakan Anon (1978)

tertuang pada Tabel 2.

18
Tabel 2. Anjuran Pemupukan Tanaman Pala Berdasarkan Tingkat Umur.

Umur (tahun) Dosis Pupuk Kg/Ha/Tahun


N P2O5 K2O
1 20 20 30
2 –3 40 40 50
4 –6 80 80 100
7 – 15 100 100 150
> 15 120 100 150

4.4. 5 Pengendalian Hama dan Penyakit

Disamping perbaikan teknik bercocok tanam, perlu pula diupayakan

penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga kelangsungan pertanaman

serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus dipertahankan malah dapat

ditingkatkan.

a. Hama

Hama yang sering dijumpai menyerang biji pala adalah Oryzaephilus mercator

(Faufel) dan Areacerus fasciculatus. Ke-dua hama ini bersifat kosmopolitan dan

menyebabkan kerugian besar terutama pada produk-produk dalam simpanan. Hama

lain adalah yang menyerang batang yaitu Batocera hercules. Hama ini banyak

diketemukan di Sulawesi Utara dengan tingkat serangan yang cukup tinggi.

Usaha pengendalian terhadap hama yang menyerang biji yang sudah berada di

gudang – gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl Bromida. Sedangkan

penyemprotan insektisida kontak dapat pula dilakukan untuk serangan di lapang

dengan menggunakan insektisida Malathion. Pengendalian terhadap hama penggerek

batang adalah dengan memberikan insektisida pada kapas kemudian dimasukkan pada

semua lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.

19
b. Penyakit

Penyakit utama yang paling merugikan pada pertanaman pala di Indonesia

adalah penyakit busuk kering dan busuk basah yang disebabkan oleh jamur serta

penyakit layu yang diduga disebabkan oleh mikroorganisme.

1. Penyakit busuk kering

Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur yaitu Stigmina myrtaceae,. Gejala

penyakit umumnya ditemukan pada buah yang telah berusia 5 – 6 bulan ke atas. Pada

buah yang terinfeksi akan diketemukan bercak coklat atau hitam kehijauan dengan

ukuran yang bervariasi. Serangan penyakit ini merupakan bercak yang mengering,

buah menjadi keras, dan pada permukaan kulit terbentuk masa jamur berwarna hitam

kehijauan, diikuti dengan pecahnya buah dan buah kemudian gugur (Mandang-

Sumaraw, 1985).

2. Penyakit busuk basah

Mandang-Sumaraw (1985) menyebutkan bahwa penyebab penyakit ini adalah

jamur Colletotrichum gloesporioides Penzig. Penyakit ini muncul pada saat buah-

buah hampir masak atau buah yang pecah kadang ditemukan bersama-sama dengan

serangan penyakit busuk kering. Pada buah yang terinfeksi terjadi peribahan warna

menjadi coklat, daging buah busuk, lunak dan berair/kebasah-basahan. Bila gejala

berkembang nampak buah seperti habis dimasak air panas. Buah terserang pada

pangkalnya, sehingga akan mudah gugur ke tanah.

Pengendalian ke-dua penyakit ini pada prinsipnya sama karena penyebab

kedua penyakit tersebut adalah jamur dan bagian yang terserang adalah buah.

Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan sumber inokulum,

mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan fungisida.

Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan buah-buah

yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun dengan

20
mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan

tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta kalau

perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan, serta

penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.

3. Penyakit Layu

Diduga penyebab penyakit layu ini adalah Mikroorganisme patogenik

didukung oleh keadaan lingkungan yang sangat lembab. Gejala nampak pada daun,

daun menguning dan layu dari pucuk bagian atas, berlanjut dari satu cabang ke

cabang lain kemudian gugur seluruhnya dan tanaman mati meranggas. Jika akarnya

dibongkar terlihat warna hitam kecoklatan. Secara keseluruhan gejala ini mirip

dengan gejala BPKC pada tanaman cengkeh (Asman, et al., 1992).

Penanggulangan yang dapat dianjurkan antara lain, mengurangi kelembaban

kebun dengan memotong tanaman liar sehingga sinar matahari cukup masuk diantara

tanaman pala. Membuat saluran drainase sekeliling kebun agar air tidak menggenang,

memusnahkan tanaman yang terserang serta penyemprotan fungisida Dithane M-45,

Benlite, Difolatan 4f.

4. Penyakit lain

Penyakit lain yang menyerang tanaman pala dalam skala kecil dan sporadis

serta secara eknomis nilai kerusakan\nya relatif kecil antara lain penyakit antrachnosa

pada daun dan benang putih. Penanggulangan terhadap kedua jenis penyakit ini

adalah sama yaitu mengurangi kelembaban kebun, memotong dan memusnahkan

ranting yang terinfeksi, serta penyemprotan dengan fungisida.

4.5 Pola Tanam

Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu upaya adalah

dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam berbagai jenis

21
tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap tanaman itu sendiri.

Peluang tanaman

pala sebagai tanaman pokok atau pun sebagai tanaman sela sangat memungkinkan

karena banyak lahan diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal.

Untuk menentukan/mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan

dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu di perhatian adalah sebagai berikut :

- Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan lahan untuk

tanaman tersebut.

- Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela atau tanaman

pokok.

- Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam pengambilan zat

makanan.

- Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau penyakit.

- Memiliki kemampuan saling menguntungkan.


- Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
- Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan alam.

Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang

diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin

tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.

Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur

tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat tumbuh

dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman kelapa.

Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan dengan

berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai tanaman obat.

Jarak tanam pala yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak

tanam tersebut banyak lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur

22
di bawah 4-5 tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis

tanaman semusim misalnya tanaman palawija.

4.6 Panen

Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7 – 8 tahun dan pada umur 10 tahun

dapat berproduksi secara menguntungkan. Tanaman pala hasil grafting dapat berbuah

umur 4 – 5 tahun sedang tanaman hasil cangkokan berbuah umur 3 – 4 tahun.

Produksi tanaman pala terus meningkat dan pada umur 25 tahun mencapai produksi

tertinggi dan dapat terus berproduksi sampai umur 60 – 70 tahun. Dalam satu tahun

pala dapat dipanen dua kali.

Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup tua, umur buah ± 6
bulan sejak dari bunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika
sebahagian buah pala dari suatu pohon sudah merekah. Cara pemanenan buah pala
dapat dilakukan dengan menggunakan galah yang pada bagian ujungnya diberi
keranjang atau dengan cara memetik langsung dengan cara menaiki batang dan
memilih buah-buah yang telah betul-betul tua.
Buah yang telah dipetik segera dibelah, dipisahkan daging buah, biji dan

fulinya. Biji pala dan fulinya segera dijemur untuk menghindari serangan hama dan

penyakit yang dapat mengurangi mutunya.

4.7 Pengolahan dan penganerakaragaman hasil

Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli,

tempurung dan daging biji. Fuli adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau

kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara

daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan

daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji

sebanyak 9.54 %.

23
Pemanfaatan buah pala secara optimal serta dilakukannya usaha-usaha

penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting artinya,

sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja.

Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal

akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhir-

akhir ini.

Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai

ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar

intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai

tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan

seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.

4.7.1 Biji dan fuli kering

Untuk dijadikan bahan yang dapat diekspor, biji dan fuli pala perlu dilakukan
pengolahan terlebih dahulu. Proses pengolahan dimulai dengan melepaskan biji dari
dagingnya, fuli yang membungkus biji dilepas dengan jalan memipil mulai dari ujung.
Pengeringan biji dan fuli dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat
pengering.
Secara tradisional biji pala dijemur dengan memakai alas tikar atau lantai

semen dibawah sinar matahari. Yang harus diperhatikan dalam penjemuran adalah

lamanya pengeringan harus tepat. Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang

tinggi mengakibatkan biji menjadi pecah. Biji yang telah cukup kering adalah yang

telah terlepas dari bagian cangkangnya dengan kadar air 8 – 10 %.

Sedangkan pengeringan fuli dengan bantuan sinar matahari dilakukan secara

perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian dikering anginkan. Hal ini dilakukan

berulang-ulang sampai fuli menjdi kering. Cara pengeringan semacam ini dapat

menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan bermutu tinggi.

24
4.7.2 Minyak pala

Biji pala dan fuli dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala.
Minyak pala biasanya disuling dari biji pala berumur 3 – 4 bulan dengan rendemen
minyaknya 6 – 17 %. Biji pala yang tua, rendemennya lebih rendah 8 – 13 %.
Penyulingan biji pala dan fuli dapat dilakukan dengan sistem uap bertekanan rendah
(± 1 atmosfer ) atau dilakukan secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan
secara pengukusan lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala
yang akan disuling digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak
atsiri dari bahan. Penyulingan biji pala dengan kapasitas besar hendaknya bahan di
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi
dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya
lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen
minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen
minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
Untuk penyulingan fuli pala tidak perlu fulinya dihancurkan sebelum disuling.

Kadar minyak atsiri dari fuli yang masih muda yang berwarna keputih-putihan

berkisar 7 – 18 % (Rismunandar, 1987). Penampakan minyak pala dan fuli hampir

sama, keduanya berwarna jernih hingga kuning pucat dan mempunyai susunan kimia

yang sama.

4.7.3 Oleoresin dan mentega pala

Oleoresin terdiri dari minyak atsiri dan resin serta komponen-komponen


pembentuk flavor lainnya (senyawa-senyawa) yang tidak mudah menguap yang
menentukan rasa khas pala. Tahap-tahap pembuatan oleoresin adalah persiapan
bahan, ekstraksi dengan pelarut organik dan pengambilan kembali pelarut organik.
Menurut Somaatmadja (1984), ekstraksi pala langsung dengan etanol dingin dapat
menghasilkan 18 – 26 % oleoresin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring.
Oleoresin yang dihasilkan menjadi 10 – 12 %, sisanya adalah lemak trimiristin yang

25
disebut mentega pala. Bila digunakan pelarut benzena, oleoresin pala yang dihasilkan
sebelum dilakukan penyaringan mencapai 31 – 37 %.
Pada pembuatan oleoresin fuli, fuli yang di ekstrak dengan petroleum eter

dapat menghasilkan 27 – 32 % oleoresin yang mengandung 8.5 – 22 % minyak atsiri.

Ekstraksi dengan etanol panas dapat menghasilkan 22 – 27 % oleoesin dan hasil

tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 – 13 % dan

sisa yang terpisah berupa mentega fuli. Lemak pala juga dapat diekstrak dengan hot

press karena kadar lemaknya cukup tinggi (29 – 40 %), lemak ini dapat disebut

sebagai mentega pala (Somaatmadja, 1984).

4.7.4 Daging buah pala

Daging buah pala dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan
seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli. Manisan pala biasanya
menggunakan buah pala yang masih muda, sedangkan untuk bentuk olahan lainya
dapat digunakan daging buah pala yang telah masak.
Ada dua macam manisan pala yaitu manisan basah dan manisan kering.

Manisan basah dibuat dengan cara merendam daging buah pala dalam larutan garam

selama ±1/2 hari untuk menarik kotoran dan getahnya, lalu dicuci bersih. Kemudian

direndam dalam gula pasir sehingga keluar cairan. Cairan tersebut dipisahkan

kemudian dikentalkan dengan penambahan gula. Selanjutnya buah pala direndam

kembali dalam cairan gula tersebut. Untuk membuat manisan kering, daging buah

pala yang telah bersih direndam dalam gula pasir kemudian dijemur sampai kering.

V. Kelayakan Usaha Tani

5.1 Struktur Biaya

Jenis biaya pada usaha tani pala pada umumnya dapat dibagi menjadi: (1) biaya

prasarana/sarana produksi dan (2) biaya tenaga kerja (cost of living). Biaya sarana dan

prasarana erdiri atas : pembelian bibit, pupuk kandang, pupuk buatan, pestisida,

26
peralatan yang diperlukan serta perlengkapan lainnya. Adapun biaya tenaga kerja

meliputi : biaya pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemupukan,

penanggulangan hama dan penyakit, panenan dan lain-lain.

Berdasarkan komponen-komponen biaya tersebut, maka dapat dibuat perkiraan

rincian budget usahatani pala per ha seperti Tabel. 3 dibawah ini.

Catatan :
a. Bibit pala sebanyak 156 phn @ Rp. 15.000,- = Rp. 2.340.000,-
b. Pupuk kandang sebanyak 5 ton @ Rp. 200.000 = Rp. 1.000.000,-
c. Pupuk Anorganik : (sesuai dosis anjuran )
Urea ; Rp. 58.000,-/zak (50kg)
SP-36 Rp. 58.000,-/zak (50 kg)
KCl Rp. 70.000,-/zak (50 kg)
d. Pestisida : 1 kg/liter = Rp. 50.000,-
e. Perlengkapan lainnya :
- Peralatan Rp. 500.000,-
- Pos Jaga Rp. 1.000.000,-
1.2 Arus Penerimaan Tunai

Manfaat yang diperoleh dari usahatani pala adalah berupa buah pala. Petani

tradisional umumnya menjual hasil buah pala langsung tanpa dilakukan prosesing

terlebih dahulu. Apabila dilakukan pengolahan lebih dahulu akan diperoleh

keuntungan yang lebih tinggi. Tanaman pala mulai berbuah biasanya pada usia 7

tahun, produksi akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan umur pala, dan

pada usia 25 tahun akan mencapai produksi yang optimum.

Adapun taksasi hasil tanaman pala per hektar dapat ditunjukkan seperti pada

Tabel 4 dibawah ini

27
Tabel 4. Taksasi Produksi Buah Pala per Hektar

No Umur tanaman pala Volume produksi Harga (kg) Nilai hasil (Rp)
tahun ke buah (kg)
1 7 2.940 1.200 3.528.000
2 8 8.400 1.200 10.080.000
3 9 15.750 1.200 18.900.000
4 10 23.275 1.200 27.930.000
Jumlah 50.365 - 60.438.000

Suatu usahatani layak diusahakan bila manfaat yang dihasilkan lebih besar

dari biaya yang dukeluarkan. Bila melihat perimbangan biaya yang dikeluarkan

selama 10 tahun serta manfaat atau hasil selama masa panen ke-4 , dengan harga buah

Rp. 1.200,- per kg, sampai panen ke-4 diperoleh pendapatan kotor sebesar Rp.

60.438.000,-, setelah dikurangai dengan biaya produksi sebesar Rp. 25.057.000,-

diperoleh pendapatan bersih rata-rata per tahun sebesar Rp.3.538.100,- per hektar.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa usahatani pala

cukup layak dan menguntungkan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1974. Pedoman teknik budidaya pala. Direktorat Jenderal Perkebunan.


Jakarta : 56.

Asman. A., M. Tombe, M. E. Ester.S.R. Djiwanti dan D. Sitepu. 1992. Identifikasi


dan biologi penyakit pala di Sumatra Barat. Laporan hasil penelitian Balitro.

BPS. 1995. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.

BPS. 2000. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.

Cere. 1961. Plant Taxonomy. Prentice. Hall Inc. Englewood Cliffs. N. Jersey.

Deinum, H., 1949. Nootsmuskaat en foelie, dalam C.J.J. Van Hallen C. Van de
Koppel (ed) De Landbouw in de Indishe Archiple, Deel III W. Van Hoevs
Gravenhage. 665-685.

Emmyzar., Rosman, R, Muhammad, H. 1989. Tanaman Pala. Perkembangan


penelitian agronomi tanaman rempah dan obat. Edisi khusus Littro vol. V. No.
1. 1989. 5 hal

Hadad, M. E.A. 1991. Keragaan plasma nutfat pala di propinsi Maluku hasil
eksplorasi dan pelestarian 1990/1991. Makalah pada seminar plasma nutfah
tanaman hortikultura, industri dan pangan. Puslitbangtan. September 1991
Bogor : 12

Hadad,M. E. A. dan A. Hamid, 1990. Mengenal berbagai plasma nutfah pala di


daerah Maluku Utara. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri. Bogor. VIII ; 1213 – 1222.

Hadad,M. E. A. dan Syakir. M. 1992. Pengadaan bahan tanaman pala.


Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis. Edisi khusus
penelitian tanaman rempah dan obat Balittro vol. VIII No. 1, 1992, hal 1-7.

Hernani dan Risfaheri, 1990. Pengaruh cara penempatan bahan pada penyulingan biji
pala terhadap rendemen dan mutu minyaknya. Medkom Puslitbangtri No. 5.
Hal 93-98.

Heyne, K., 1927. De Nuttings Planten Van Nederlandesh Indish. Ruygrok and Co.
Batavia ; 196.

Lubis, Yacob, M. 1992. Budidaya tanaman pala. Perkembangan Penelitian Tanaman


Pala dan Kayumanis Edisi khusus penelitian tanaman rempah dan obat Balittro
vol. VIII No.1. 1992 hal 8 – 20.
Mandang – Sumaraw, S. 1981. Penyakit –penyakit jamur pada buah pala di Kab
Minahasa. Makalah Kongres Nasional VI, PFI, Bukit Tinggi, 11-13 Mei, 12p.

29
Mandang – Sumaraw, S. 1985. Biologi penyebab penyakit busuk buah pala
khususnya busuk kering. Tesis S3 UGM. Tidak dipublikasikan.

Ochse.J. J. 1931. Indieshe groonten (met inbergrijp van aardvrachten en kruiderijen)


Dep. Landb., Nijverth en Handel. Buiten Zerg.

Ridley, H. N. 1912. Spices. Mac Millan Co., St. Merten’s Street London.

Rismunandar, 1987. Budidaya dan tataniaga pala. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rosman, R., Emmyzar., Made, 1989. Studi kesesuaian lahan dan iklim tanaman pala
(Myristica fragrans). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Somaatmadja, D., 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi
No.215. BBIHP, Bogor. 18 hal.

30
VIII. DISKRIPSI CALON VARIETAS
1. DISKRIPSI TANAMAN PALA TIPE PATANI 33

1 Asal Varietas Pulau Ternate


2 Nama Asal Pala Patani
3 Nama yang diusulkan Patani TRO 1
4 Umur Tanaman 10 tahun
5 Tinggi Tanaman 10.2 meter
6 Bentuk Batang Pyramid
7 Kel Tanaman Betina
8 Lebar Kanopi 10.6 meter
9 Batang Lilit batang 56 cm
Bentuk batang Bulat
10 Cabang Tahapan cabang Teratur
Jumlah cabang/lokus 5 cabang
Jumlah lokus 23
Jumlah cabang/pohon 115 cabang
11 Daun Bentuk Ovalis
Warna Hijau tua
Panjang 12.15 cm
Lebar 5.54 cm
Panjang tangkai 1.45 cm
12 Bunga Betina Panjang tangkai 1.4 cm
Jumlah bunga/tangkai 1 bunga
Ukuran bunga Sedang
Warna Cream
13 Buah Warna Kuning kecoklatan
Panjang/lebar 4.1 cm / 3.4 cm
Bentuk Oval/bulat
Rasa Asam, sepat
Aroma Sedap, segar
Berat/butir 68.3 gram
14 Fuli Warna Merah
Rasa Pedas, sepat
Aroma Segar/wangi fuli pala
Ketebalan Sedang
Berat/fuli 0.39 gram
15 Biji Warna tempurung Coklat tua
Panjang 2.5 cm
Lebar 1.5 cm
Bentuk Oval
Rasa Pedas, sepat
Aroma Segar, sedap
Berat biji/butir 6.87 gram
16 Daging Buah Warna Putih susu
Tebal 1.2 cm
Rasa Pedas, sepat
Aroma Segar, wangi pala

31
17 Produksi Jumlah buah/pohon/tahun 4.123 butir
Berat buah/pohon/tahun 329.8 kg
Berat biji/pohon/tahun 49.5 kg
Berat fuli/pohon/tahun 6.2 kg
18 Kandungan pada buah Kadar Vit. C/100 gram bhn 22 gram
Kadar Air 86.86 %
Kadar Protein 1.8 %
Kadar Lemak 1.12 %
Kadar Abu 6.29 %
Kadar Karbohidrat 3.93 %
Kadar Total Gula 11.49 %
Kadar Myricticin 8.19 %
Kadar Pektin 7.94 %
PH 3.16
19 Ketahanan tanaman - terhadap hama Agak tahan/toleran
penggerek
- terhadap penyakit busuk Peka
buah
20 Perbanyakan Bibit Sambung pucuk Vegetatif
(Grafting)
21 Peneliti Drs. M. Hadad EA., A. Wikanda, Suparman, Taryono,
E. Randriani, T. sugandi dan O. setiawan
22 Instansi Penyedia KP. Cicurug – Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
sumber benih Aneka Tanaman Industri

32
2. DISKRIPSI TANAMAN PALA TIPE BANDA 11

1 Asal Varietas Pulau Banda/Maluku


2 Nama Asal Pala Banda
3 Nama yang diusulkan Banda TRO 2
4 Umur Tanaman 10 tahun
5 Tinggi Tanaman 11 meter
6 Bentuk Batang Pyramid
7 Kel Tanaman Betina
8 Lebar Kanopi 10.6 meter
9 Batang Lilit batang 47 cm
Bentuk batang Persegi
10 Cabang Tahapan cabang Teratur
Jumlah cabang/lokus 5 cabang
Jumlah lokus 21
Jumlah cabang/pohon 105 cabang
11 Daun Bentuk Ovalis
Warna Hijau tua
Panjang 12.03 cm
Lebar 5.38 cm
Panjang tangkai 1.32 cm
12 Bunga Betina Panjang tangkai 1.8 cm
Jumlah bunga/tangkai 1 bunga
Ukuran bunga Sedang
Warna Cream
13 Buah Warna Kuning kecoklatan
Panjang/lebar 6.1 cm / 4.4 cm
Bentuk Lonjong/bulat
Rasa Asam, sepat
Aroma Sedap, segar
Berat/butir 83 gram
14 Fuli Warna Merah
Rasa Pedas, pahit,sepat
Aroma Segar/wangi fuli pala
Ketebalan Sedang
Berat/fuli 1.14 gram
15 Biji Warna tempurung Coklat tua
Panjang 3.65 cm
Lebar 2.15 cm
Bentuk Lonjong
Rasa Pedas, pahit,sepat
Aroma Segar, sedap
Berat biji/butir 10.80 gram
16 Daging Buah Warna Putih coklat
Tebal 1.75 cm
Rasa Pedas, pahit,sepat
Aroma Segar, wangi pala

33
17 Produksi Jumlah buah/pohon/tahun 4.326 butir
Berat buah/pohon/tahun 387.25 kg
Berat biji/pohon/tahun 60.56 kg
Berat fuli/pohon/tahun 6.5 kg
18 Kandungan pada buah Kadar Vit. C/100 gram bhn 22 gram
Kadar Air 86.09 %
Kadar Protein 2.94 %
Kadar Lemak 1.36 %
Kadar Abu 5.58 %
Kadar Karbohidrat 4.03 %
Kadar Total Gula 12.85 %
Kadar Myricticin 8.19 %
Kadar Pektin 5.57 %
PH 2.42
19 Ketahanan tanaman - terhadap hama Agak tahan/toleran
penggerek
- terhadap penyakit busuk Peka
buah
20 Perbanyakan Bibit Sambung pucuk Vegetatif
(Grafting)
21 Peneliti Drs. M. Hadad EA., Suparman, Taryono, T. Sugandi,
E. Randriani dan O. S etiawan
22 Instansi Penyedia KP. Cicurug – Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
sumber benih Aneka Tanaman Industri

34
Tabel. 3. Arus Pengeluaran Tunai Pala per Hektar.

(Ribuan Rupiah)

Tahun
Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8
A. Prasarana dan Sarana Produksi.
2. Bibit pala (a) 2.340 - - - - - - -
3. Pupuk kandang (b) 1.000 - - - - - - -
4. Pupuk Buatan (c)
- Urea 49 97 97 200 200 200 250 250 2
- SP-36 64 130 130 255 255 255 320 320 3
- KCl 70 120 120 235 235 235 350 350 3
5. Pestisida ( d ) 150 50 50 50 50 50 50 50 5
6. Perlengkapan lainnya (e ) 1.500 300 300 - - - 300 300 3
Jumlah I 5.173 697 697 740 740 740 1.270 1.270 1.2
B. Upah/gaji Tenaga Kerja
1. Persiapan lahan 1.800 - - - - - - -
2. Pemupukan dasar 270 - - - - - - -
3. Penanaman 270 - - - - - - -
4. Pemaliharaan/penyiangan 300 300 300 300 300 300 300 300 3
5. Penanggulangan hama penyakit 75 75 75 75 75 75 75 75 7
6. Pemupukan 150 225 300 375 375 375 375 375 3
7. Panen - - - - - - 150 225 3
8. Lain-lain 75 75 75 75 75 75 75 75 7
Jumlah II 2.940 675 750 825 825 825 975 1.050 1125
Jumlah I + II 8.113 1.372 1.447 1.565 1.565 1.565 2.245 2.320 2.395

35

Anda mungkin juga menyukai