Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

MORBUS HANSEN

Oleh:

Giflyanto J. Mamu, S.Ked (070111244)

Gabriella Lintin, S.Ked (070111246)

Jaqueline Kairupan, S.Ked (070111149)

Irfadah Dinar, S.Ked (070111249)

Silvia Korwa, S.Ked (070111252)

Pembimbing :

Prof. Dr. Herry E. J. Pandaleke, MSc. Sp.KK (K)

SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU

MANADO

2012
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus yang Berjudul :

“Morbus Hansen”

Telah dibacakan dan disetujui tanggal :

Pembimbing :

Prof. Dr. Herry E. J. Pandaleke, MSc. Sp.KK (K)

BAB I
PENDAHULUAN

Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1

Bedasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada akhir
tahun 2006 didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak 224.727 penderita.
Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari benua asia dengan jumlah pasien
yang terdaftar sebanyak 116.663. Dan dari data didapatkan india merupakan negara dengan
jumlah penduduk terkena kusta terbanyak dengan jumlah 82.901 penderita. Sementara
indonesia pada tahun 2006 tercatat memiliki jumlah penderita sebanyak 22.175 (WHO).2

Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar.
Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+
sedangkan pausibasilar adalah tipe dengan IB kurang dari 2+. Untuk kepentingan pengobatan
pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah
kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan kulit, sedangkan
apabila BTA positif maka akan dimasukan dalam kusta multibasiler.1

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara


penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan
kerentanan, perubahan imunitas, umur, dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.1

Morbus Hansen pada umumnya memberikan morfologi yang khas yaitu lesi yang
diawali dengan bercak putih, bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian
membesar dan meluas. Jika saraf sudah terkena, penderita akan mengeluh kesemutan/ baal
pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang berlanjut pada
kekakuan sendi. Rambut alis pun dapat rontok.3

Terapi yang di programkan untuk pemberantasan morbus hansen di seluruh dunia


termasuk indonesia adalah obat yang di kelompokan pada regimen Multi Drug Treatment
(MDT) antara lain diaminodiphenil sulfon, rifampisin, klofazimin (lampren). Adapun obat
alternatif yaitu ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin.4
Prognosis untuk morbus hansen pada umumnya baik, hanya jika pasien mampu
mengikuti program secara teratur.2

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosa Morbus Hansen MB (BT)
yang ditemukan pada seorang pasien yang berobat di poliklinik kulit dan kelamin BLU RSUP
Prof. dr. R. D. Kandou Manado tahun 2012.
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : A. R

Umur : 16 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Nusa indah kompleks nusa indah, winangun jaga II

Suku/ Bangsa : Minahasa / Indonesia

Agama : Kristen protestan

Pekerjaan : Siswa STM Getsemani Sario kelas I

Tinggi Badan : 165 Cm

Berat Badan : 70 Kg

Tanggal Pemeriksaan : 5 April 2012

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Bercak kemerahan di kedua pipi dan benjol-benjol pada kedua daun telinga.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Timbul bercak-bercak kemerahan pada kedua pipi sejak 1 tahun lalu (april 2011- april
2012). Bercak-bercak tersebut tidak gatal dan terasa menebal. Awalnya pada maret
2011 muncul benjol - benjol di kedua daun telinga, terasa menebal dan kurang rasa.
Pasien sudah pernah berobat ke dokter dan didiagnosa dengan alergi, tetapi pasien
lupa nama obatnya dan tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Disangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga :

Kakak kandung perempuan pasien menderita MH multibasiler dan sementara dalam


terapi ROM (rifampisin, ofloksasin, minosikin) sejak januari 2012.

Riwayat alergi

Makanan : Udang (urtika)

Obat : disangkal pasien

Riwayat Atopi

Asma : disangkal pasien

Bersin dipagi hari : disangkal pasien

Debu : disangkal pasien

Riwayat Kebiasaan

Selalu menghabiskan waktu senggang dirumah bersama kakak kandung perempuan


pasien yang menderita MH multibasiler

Riwayat Sosial

Rumah semipermanen, terdiri dari 3 kamar bersama 4 anggota keluarga termasuk


kakak kandung perempuan pasien yang menderita MH multibasiller yang tinggal,
ventilasi cukup, sumber air sumur.

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/80 MmHg


Nadi : 78 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5°C

Kepala : Mata :Konjungtiva Anemis -/- Sklera ikterik: -/-

Leher : Trakea ditengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung : SI-II normal, Bising (-)

Paru: Suara pernapasan bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri epigastrium (-)

Hepar/Lien : tidak teraba membesar

Ekstremitas : Akral hangat, edema

STATUS DERMATOLOGIS

regio facialis : nodul eritematosa, multipel, berbatas tidak tegas,


erosi (-) lagoftalmus (-) madarosis (-)

regio auricularis dextra sinistra : nodul eritematosa, multipel, batas tidak jelas, erosi (-)

regio femoralis sinistra supragenu sinistra: makula eritematosa, batas tegas, ukuran
plakat, punch lesion (+)

regio gluteal dektra sinistra : makula hipopigmentasi batas tegas, ukuran plakat,
erosi (-) atrofi(+)

regio cruris dekstra sinistra : xerosis (+), skuama (+), ekskoriasi (+), erosi (+)
Diagnosis Banding:

Pitiriasis versikolor

Pitiriasis rosea

Pemeriksaan Penunjang :

Sensibilitas : raba, nyeri, suhu (hipoestesi) daerah yang lesi.

Saraf : palpasi saraf perifer

Nervus : nyeri tebal konsistensi

N. Auricularis magnus -/+ -/+ lunak

N. Ulnaris -/- -/- lunak

N. Peroneus lateral -/+ -/+ lunak

N. Tibialis posterior -/- -/- lunak

Laboratorium : pewarnaan Ziehl Nielsen ditemukan BTA (+)

Solid (+) Fragmental (+) Granul (+) Globi (-)

Diagnosis Kerja :

Morbus Hansen multibasiler

Penatalaksanaan:
Farmakologi:

MDT MH multibasiler WHO selama 1 tahun yang terdiri dari:

Rifampisin 600 mg 1x1 / bulan


DDS 100 mg 1x1 / hari
Lampren (klofazimin) 300 mg 1x1 /bulan kemudian dilanjutkan dengan 50 mg
1x1 / hari
Non Farmakologi:

1. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bisa disembuhkan, tetapi pengobatan
akan berlangsung lama, antara 12-18 bulan, untuk itu pasien harus rajin
mengambil obat di puskesmas Bahu dan tidak boleh putus obat.

2. Penyakit ini mengganggu saraf, sehingga pasien akan merasakan mati rasa, oleh
karena itu disarankan agar pasien menghindari trauma agar tidak memungkinkan
terjadinya infeksi lain, misalnya dengan cara :

- Menggunakan sepatu atau pelindung kaki yang berbahan aman dari trauma.

- Rajin membersihkan sepatu dari kerikil atau batu yang bisa masuk ke
dalamnya.

Prognosis

Pada umumnya baik, hanya jika pasien mampu mengikuti program secara teratur.

BAB III
PEMBAHASAN

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah mycobacterium leprae
yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa
(mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo-endotelial, mata, otot, tulang, dan
testis.5

Diagnosis MH multibasiler pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan bercak kemerahan pada ke dua pipi sejak satu tahun lalu.
Sejak maret 2011 – april 2012. Bercak tidak gatal terasa menebal, daun telinga berbenjol-
benjol sejak satu tahun yang lalu dan juga terasa menebal. Kakak kandung perempuan pasien
menderita MH multibasiler, dengan pengobatan rifampisin, ofloksasin, dan minosiklin (ROM)
sejak januari 2012. Pasien lebih dekat dengan kakak perempuannya dan sering
berkomunikasi. Rumah semipermanen terdiri dari tiga kamar, yang dihuni oleh pasien
bersama tiga anggota keluarganya termasuk kakak kandung perempuan pasien yang
menderita MH multibasiler.

Gejala klinis untuk morbus hansen tipe multibasiler dimana lesi kulit berupa makula
datar, papul yang meninggi, dan nodus. Jumlah lesinya lebih dari 5, distribusi lebih simetris,
hilangnya sensasi kurang jelas. Penularan kusta belum diketahui secara pasti namun
berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat.
Selain itu, dapat pula melalui inhalasi, sebab Mycobatcterium Leprae masih dapat hidup
beberapa hari dalam droplet.1 Salah satu faktor predisposisi yang mendukung ialah sosial
ekonomi yang rendah.3

Pada status dermatologis pada regio facialis dan regio auricularis dekstra sinistra
ditemukan nodul eritematosa dengan batas yang tidak jelas, multipel, dan pada regio
femoralis sinistra supragenu sinistra ditemukan makula eritematosa, batas jelas, ukuran plakat,
dan terdapat punch lesion disamping itu juga pada regio gluteal dextra sinistra ditemukan
makula hipopigmentasi, batas tegas, ukuran plakat, dan atrofi , dan pada regio cruris dextra
sinistra didapatkan xerosis, erosi dan ekskoriasi.

Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit,
kemudian dengan cepat menyebar keseluruh badan. Makula disini lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya. Walaupun masih kecil, papul, nodus lebih tegas dengan distribusi lesi
yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian
tengah sering tampak normal dengan pinggir didalam infiltrat lebih jelas dibanding tepi
luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punch-out.5 saraf menebal disertai gangguan fungsi
saraf dan nyeri tekan, bisa terjadi pada satu atau beberapa saraf tepi. Oleh karena fungsi saraf
tepi sudah terganggu, akibatnya kulit yang mati rasa bila kena benturan akan terjadi luka.
Kulit yang kering bisa menjadi pecah dan selanjutnya gangguan pada otot-otot penggerak jari
tangan dan kaki atrofi.6

Pada kasus ini didiagnosis banding dengan Pitiriasis versikolor karena memberikan gejala
yang sama berupa makula hipopigmentasi. Sedangkan didiagnosis banding dengan pitiriasis
Rosea karena lesi hipopigmentasi, makula eritematosa dengan pinggir meninggi.3

Pada pasien ini diberikan terapi MDT dengan 3 jenis obat yaitu rifampisin, DDS dan
lampren. DDS 100 mg/hari, rifampisin 600 mg setiap bulan, dan lampren 300 mg setiap
bulan, diteruskan dengan 50 mg setiap hari. Kombinasi obat ini diberikan 2 tahun sampai 3
tahun dengan syarat bakterioskopik harus negatif. Apabila bakterioskopis masih positif,
pengobatan harus dilanjutkan sampai bakterioskopis negatif. Selama pengobatan dilakukan
pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan secara bakteriologis minimal setiap 3 bulan. Jadi
besar kemungkinan pengobatan kusta multibasilar ini hanya selama 2 sampai 3 tahun.3

Edukasi untuk pasien berupa nasihat untuk patuh dalam berobat serta sedapat mungkin
menghindari trauma agar tidak terjadi infeksi lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Kusta. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi 5. Jakarta. FK UI.
2007 : 73-88
2. Morbus Hansen. Dikutip 8 april 2012, dari :
dari : http://www.scribd.com/h_pym/d/83493254-leprosy-Morbus-Hansen.
3. Siregar RS. Kusta. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, edisi 2. Jakarta 2005 : …..
4. Warouw W. Penyakit kulit oleh karena mikobakteri. Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Dermatologi Umum. Manado. 2004 :13-20
5. Kosasih A, dkk. Kusta. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta.FKUI. 2007 :
73-88
6. Modul Orientasi Program P2 Kusta bagi Co Ass.DinKes SULUT. Manado. 2007

Anda mungkin juga menyukai