Gangguan Mental & Perilaku Akibat Penggunaan Kanabinoid - Febyan Rasmin Kotto-Dikonversi PDF
Gangguan Mental & Perilaku Akibat Penggunaan Kanabinoid - Febyan Rasmin Kotto-Dikonversi PDF
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
dr. Novianti Hajai
SUPERVISOR:
dr. Andi Suheyra Syauki, M.Kes., Sp.KJ
1
HALAMAN PENGESAHAN
adalah benar telah menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Mental dan Perilaku
Akibat Penggunaan Kanabinoid” dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan
pembimbing dan supervisor dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Mengetahui,
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
NAPZA yaitu singkatan dari narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain. Sebutan yang
mirip di masyarakat adalah “narkoba”. NAPZA ada yang semata- mata berasal dari
tumbuh-tumbuhan (natural, alami) seperti : ganja, ada yang sintetis (shabu) dan ada pula
yang semi sintetis (putau). NAPZA didefinisikan sebagai setiap bahan kimia/zat yang bila
masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis. [1]
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan mental adalah gejala yang ditandai dengan gangguan yang signifikan secara
klinis dalam aspek keseimbangan kognitif, regulasi emosi, dan perilaku individu yang
mencerminkan disfungsi dalam proses psikologis, biologis atau perkembangan fungsi
mental. [4]
Gejala putus NAPZA atau withdrawal adalah timbulnya gangguan fisik atau
psikologis akibat dihentikannya penggunaan NAPZA yang sebelumnya digunakan secara
kontinyu. Sedangkan Intoksikasi adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat
psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognitif, persepsi, afek, perilaku,
fungsi dan respon psikofisiologis. [5]
Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis sativa. Istilah ganja
umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang dipotong,
dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok. Nama lain untuk tanaman
ganja adalah marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary jane dan produknya hemp, hashish,
charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla. [6]
Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai dua meter. Berdaun menjari dengan
bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda. Ganja hanya tumbuh di pegunungan
tropis dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut. [3]
Ada tiga jenis ganja yaitu Cannabis sativa, Cannabis indica, dan Cannabis ruderalis.
Ketiga jenis ganja ini memiliki kandungan tetrahidrokanabinol (THC) berbeda-beda. [3]
Kandungan THC didalam Charas dan hashish sekitar 7- 8% dalam rentang sampai 14%.
Ganja dan Sinsemilla berasal dari bahan kering dan ditemukan pada pucuk tanaman
betina, dimana kandungan THC rata-rata sekitar 4- 5% (jarang diatas 7%). Bhang sediaan
tingkat rendah diambil dari tanaman sisa kering, kandungan THC sekitar 1%. Minyak
hashish, suatu cairan pekat dari penyulingan hashish, mengandung THC sekitar 15-70%.
[6]
5
Gambar 1. Ganja (Cannabis)
Ganja dapat dikonsumsi sebagai makanan dalam bentuk manisan, diseduh seperti teh
atau kopi, tetapi yang paling umum adalah dipadatkan dalam bentuk rokok dan dihisap
dengan menggunakan pipa rokok. Ganja yang dirokok biasanya berupa tanaman yang
sudah dikeringkan dan dirajang, kemudian dilinting seperti tembakau. Asap ganja
dimasukkan ke dalam paru dan ditahan untuk beberapa detik sebelum dikeluarkan. Setiap
batang rokok ganja mengandung THC sebanyak 5-20 mg dan hanya 50% yang di
absorbsi. Pada penggunaan secara oral (dimakan) hanya 3-6% yang diabsorbsi. THC
meninggalkan plasma dan masuk ke jaringan yang mengandung lemak, terutama otak dan
testis. THC dimetabolisme di hepar dan diekskresi terutama melalu tinja dan urin, waktu
paruh THC adalah 2-7 hari. [8]
6
2.3 Epidemiologi
Dari jenis narkotika, secara global, narkoba jenis ganja yang paling banyak
digunakan. Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9%-4,3% per tahun dari populasi
penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun. Tren legalisasi ganja telah diberlakukan
Amerika Serikat di New York dan Colorado, Belanda, Jerman (kepemilikan 6 gram),
Argentina, Siprus (15 gram), Ekuador, Meksiko (5 gram), Peru (8 gram), Swiss (4 Batang),
Belgia (3 gram), Brazil, Uruguay, Paraguay (10 gram), Kolombia (20 gram), dan
Australia. [3]
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 25% (147 juta) populasi orang
dewasa di seluruh dunia menggunakan ganja untuk alasan rekreasi atau lainnya. Bila
digunakan untuk tujuan pengobatan, ganja dianggap sebagai pengobatan alternatif dan
komplementer (CAM) karena ini bukan terapi konvensional. Sekitar 40% orang dewasa
dengan epilepsi menggunakan CAM membaik karena kurangnya kemanjuran terapi
standar, karena efek sampingnya, atau karena alasan lain. Meskipun mayoritas CAM
adalah nonfarmakologis (misalnya, meditasi, teknik relaksasi, atau manajemen stres),
penggunaan tumbuhan menjadi perhatian khusus. Salah satu tumbuhan yang digunakan
oleh pasien epilepsi adalah ganja atau preparat lainnya termasuk minyak hashis. [9]
2.4 Patomekanisme
Kanabis atau ganja mengandung lebih dari 460 jenis senyawa kimia, dimana lebih
dari 60 senyawa di antaranya digolongkan dalam kategori kanabinoid. Jenis kanabinoid
yang paling banyak mengandung zat psikoaktif dan terdapat dalam tanaman ganja disebut
delta -9- tetrahydrocannabinol (THC). Sementara itu, senyawa kimia cannabinoid yang
lain, seperti delta-8-THC, cannabinol, canabidiol, cannabicylol, cannabichromene,
cannabigerol, hanya ada pada jumlah yang sedikit dan tidak memiliki efek sebesar THC.
Kanabinoid yang terdapat pada kanabis atau ganja memiliki komponen yang dapat
mengaktifkan reseptor kanabinoid 1 (CB1) atau kanabinoid 2 (CB2). Delta -9-
tetrahydrocannabinol (THC) diketahui sebagai komponen yang paling aktif, THC secara
potensial dapat mengaktifkan G protein-coupled reseptor kanabinoid CB1 dan modulasi
reseptor CB2. Sementara itu istilah kanabidiol digunakan pada zat yang tidak aktif pada
kanabis (nonpsikoaktif). Setelah dikonsumsi, THC melalui proses metabolisme menjadi
metabolit inaktif (8-11-DIOH-THC) dan metabolit aktif (11-OH-delta-9-THC). Delta -9-
THC dipercaya memiliki efek pada otak melalui reseptor CB1. Densitas tinggi dari
7
reseptor CB1 ditemukan pada korteks serebral (terutama frontal), basal ganglia,
serebelum, korteks anterior cingulate, dan hipokampus. Stimulasi pada reseptor ini
menyebabkan pelepasan monoamine dan asam amino neurotransmitter.
THC dapat mengubah fungsi dari hipokampus dan korteks oribofrontal yang
mengatur pembentukan memori baru dan fokus perhatian. Menggunakan kanabis
membuat seseorang terganggu konsentrasi berpikir dan kemampuan mengerjakan tugas
yang sulit. THC juga mengganggu fungsi serebelum dan basal ganglia sehingga terjadi
gangguan keseimbangan, postur tubuh, koordinasi dan waktu reaksi. [10]
2.5 Diagnosis
1. Sengaja menggunakan ganja dalam jumlah lebih besar atau dalam waktu yang lebih
lama dari dibutuhkan.
2. Ada rasa ingin mengonsumsi terus-menerus yang persisten, tidak dapat dikendalikan,
atau dikurangi.
3. Menghabiskan waktu berlebihan untuk mendapatkan, mengonsumsi, atau pulih dari
pengaruh ganja
4. Keinginan yang besar untuk mengonsumsi ganja terus-menerus.
5. Penggunaan ganja yang rekuren, menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi
tanggung jawab pekerjaan, rumah, dan sekolah.
6. Terus-menerus menggunakan ganja walau menyebabkan gangguan dalam hubungan
sosial dan interpersonal.
7. Partisipasi dalam aktivitas rekreasional, sosial, dan okupasional yang penting menjadi
berkurang akibat penggunaan ganja.
8. Penggunaan ganja rekuren dalam situasi yang membahayakan fisik.
9. Terus menggunakan ganja walau menyadari adanya gangguan fisik atau psikologis
yang disebabkan oleh efek ganja.
10. Terjadi toleransi, ditandai salah satu dari berikut ini:
a. Kebutuhan yang secara jelas meningkat untuk mendapatkan efek yang diharapkan
atau intoksikasi
8
b. Efek yang secara jelas berkurang apabila ganja digunakan dalam dosis yang sama
dengan sebelumnya secara kontinu
11. Putus zat (withdrawal), ditandai salah satu dari yang berikut :
a. Gejala khas sindrom putus obat ganja
b. Obat yang sama atau mirip dibutuhkan untuk menghilangkan gejala putus obat
Tanda dan gejala withdrawal pada cannabis use disorder mungkin tidak sejelas
pada substance use disorder lainnya
Penggunaan ganja memiliki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan fisik maupun
psikis (mental). Dari segi fisik ganja dapat menyebabkan kanker paru karena asap ganja
[11]
mengandung banyak karsinogen sama dengan asap tembakau. Perokok ganja juga
terkait dengan radang pada saluran nafas yang besar, peningkatan hambatan jalan nafas,
hiperinflasi paru, perokok ganja lebih cenderung mengalami gejala bronkitis kronis
daripada bukan perokok, peningkatan tingkat infeksi pernafasan dan pneumonia.
Penggunaan ganja juga dikaitkan dengan kondisi vaskular yang meningkatkan risiko
infark miokard, stroke, dan serangan iskemik transien selama intoksikasi ganja.
Mekanisme yang mendasari efek ganja pada sistem kardiovaskular dan serebrovaskular
rumit dan tidak sepenuhnya dipahami. Namun, dampak langsung kannabinoid pada
berbagai target reseptor (yaitu reseptor CB1 di pembuluh darah arteri) dan efek tidak
langsung pada senyawa vasoaktif dapat membantu menjelaskan efek merugikan ganja
pada resistensi vaskular dan mikrosirkulasi coroner.[12]
9
cortex (PFC), dan serebellum pada pengguna ganja kronis. Yücel dkk. melaporkan
terjadinya pengurangan volume hippocampus dan amigdala dalam 15 pengguna jangka
panjang yang telah mengisap 5 atau lebih sehari selama 10 tahun atau lebih. Pengurangan
ini meningkat seiring dengan lamanya pemakaian. Selain menyebabkan masalah fisik
ganja juga mempengaruhi kesehatan mental, seperti gangguan bipolar, bunuh diri,
depresi, kecemasan dan psikotik. [11]
Dalam dosis intoksikasi yang biasa, ganja menghasilkan rasa nyaman, relaksasi, rasa
keramahan, kehilangan kesadaran sementara, termasuk sulit membedakan masa lalu
dengan saat ini, memperlambat proses berpikir, penurunan ingatan jangka pendek. Pada
dosis tinggi, ganja dapat menyebabkan panik, delirium toksik, dan psikosis. [13]
10
Tabel 1. Efek samping penggunaan marijuana jangka pendek dan jangka panjang atau
pengguna berat. [12]
Kriteria diagnosis :
Kriteria diagnosis :
1. Masalah fisik :
• Gangguan sistem reproduksi (infertilitas, mengganggu menstruasi, maturasi
organ seksual, kehilangan libido, impotensi).
• Fetal damage selama kehamilan
• Infeksi sistem pernapasan (sinusitis, bronchitis menahun)
• Mengandung agen penyebab kanker (carsinogenic agent) : kanker paru,
saluran pencernaan, leher dan kepala
• Emphysema
12
• Gangguan kardiovaskuler
• Gangguan imunitas
• Gangguan saraf : sakit kepala, gangguan fungsi koordinasi motorik
2. Masalah Psikiatri :
• Gangguan memori sampai kesulitan belajar
• Sindrom amotivasional
• Ansietas, panik sampai reaksi bingung
• Psikosis paranoid sampai skizofrenia
• Depris berat sampai suicide
• Apatis, perilaku antisosial
3. Masalah sosial :
• Kesulitan belajar sampai dikeluarkan dari sekolah
• Kenakalan remaja
• Hancurnya akademik dan performa bekerja sampai kehilangan pekerjaan
• Gangguan dalam mengendarai kendaraan, alat mesin
• Terlibat problema hukum.
4. Sebab kematian :
• Suicide
• Infeksi berat
• Tindakan kekerasan (termasuk kecalakanan lalu lintas). [1]
2.8 Penatalaksanan
a. Medikamentosa
Sampai saat ini belum ada terapi farmakologis yang menunjukkan hasil yang
efektif untuk cannabis use disorder. Studi yang dilakukan oleh Levin et al,
menggunakan dronabinol sebagai terapi untuk penyalahgunaan ganja. Dronabinol 20
mg 2 kali sehari, diberikan kepada 156 orang dengan penyalahgunaan ganja
secara double-blind, placebo controlled selama 12 minggu. Walau demikian, studi ini
menunjukkan hasil yang kurang signifikan [16]
b. Nonmedikamentosa
14
2) Motivational Enhancement Therapy (MET) adalah pendekatan konseling yang
membantu individu untuk mengatasi masalah yang terlibat dalam perawatan dan
menghentikan penggunaan obat. Pendekatan ini bertujuan untuk membangkitkan
dengan cepat perubahan motivasional dalam diri. MET dilaporkan sukses untuk
membantu orang dengan penyalahgunaan ganja ketika dikombinasikan dengan
CBT.
3) Contingency management (CM) adalah sebuah terapi perilaku di mana sebuah
perilaku diubah dengan menerapkan “reward” untuk setiap perubahan perilaku
yang dilakukannya (reward and reinforced). Dengan terapi ini diharapkan terjadi
perubahan perilaku yang bersifat sukarela. CM umumnya digunakan sebagai terapi
perilaku ajuvan. Walau demikian, studi menemukan bahwa penggunaan metode
ini tidak menunjukkan hasil perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan CBT
saja. [18]
Pasien dengan cannabis withdrawal yang gagal terapi rawat jalan, rawat inap
selama 1-2 minggu dapat dipertimbangkan selain untuk memonitor dan mengatasi
gejala withdrawal pada pasien, tetapi terutama untuk menjauhkan pasien dari sumber
ganja dan memberikan dukungan psikososial pada pasien. Rawat inap juga dapat
dipertimbangkan pada kondisi berikut ini :
Edukasi dan promosi kesehatan untuk cannabis use disorder atau penyalahgunaan
ganja tidak hanya melibatkan pasien, tapi juga harus melibatkan keluarga. Peran keluarga
penting tidak hanya untuk membantu pasien mengatasi cannabis use disorder tetapi juga
untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Edukasi keluarga dan pasien dengan
penyalahgunaan ganja memiliki peran yang penting. Keluarga harus diberitahukan
mengenai gejala withdrawal dan efek samping cannabis use disorder, serta kemungkinan
komplikasinya. Edukasi juga harus diberikan mengenai tata laksana yang akan diberikan
pada pasien. [19]
15
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis sativa. Istilah
ganja umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang
dipotong, dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok.
Kanabis atau ganja mengandung lebih dari 460 jenis senyawa kimia, diman lebih
dari 60 senyawa di antaranya digolongkan dalam kategori kanabinoid. Jenis kanabinoid
yang paling banyak mengandung zat psikoaktif dan terdapat dalam tanaman ganja disebut
delta -9- tetrahydrocannabinol (THC). Sementara itu, senyawa kimia cannabinoid yang
lain, seperti delta-8-THC, cannabinol, canabidiol, cannabicylol, cannabichromene,
cannabigerol, hanya ada pada jumlah yang sedikit dan tidak memiliki efek sebesar THC.
THC dapat mengubah fungsi dari hipokampus dan korteks oribofrontal yang mengatur
pembentukan memori baru dan fokus perhatian. Menggunakan kanabis membuat
seseorang terganggu konsentrasi berpikir dan kemampuan mengerjakan tugas yang sulit.
THC juga mengganggu fungsi serebelum dan basal ganglia sehingga terjadi gangguan
keseimbangan, postur tubuh, koordinasi dan waktu reaksi.
Penggunaan ganja memilki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan fisik (pada
saluran pernafasan dan kardiovaskuler) maupun psikis (mental). Ganja juga
mempengaruhi fungsi kognitif, defisit dalam pembelajaran verbal, penurunan daya ingat
(memori), dan perhatian. Selain menyebabkan masalah fisik ganja juga mempengaruhi
kesehatan mental, seperti gangguan bipolar, bunuh diri, depresi, kecemasan dan psikotik.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Husin, A. B. & Siste, K., 2013. Gangguan Penggunaan Zat. In: S. D. Elvira & G.
Hadisukanto, eds. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: p. 143,151
2. Depkes, 2000. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif
Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
7. Madras, B. K.,2015. Update of Cannabis and its medical use. World Health
Organization.
8. Satya Joewana, 2003. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC, p. 107-109
9. Szaflarski, J. P. & Bebin, E. M., 2014. Cannabis, cannabidiol, and epilepsy — From
receptors to clinical response. Epilepsy & Behavior, Volume 41
10. Curran HV, Freeman TP, Mokryz C, Lewis DA, Morgan CJA, Parsons L. Keep of
the grass? Cannabis, cognition and addiction. Nature Reviews Neuroscience.
2016;17: 293-303
11. Halla, W. & Degenhardt, L., 2014. The adverse health effects of chronic cannabis
use.Drug Testing and Analysis, 6(1), pp. 1-2
12. Volkow, N. D., Baler, R. D., Compton, W. M. & Weiss, S. R., 2014. Adverse Health
Effects of Marijuana Use. The new england journal of medicine, 370(23)
17
13. Stahl, S. M., 2013. Stahl’s Essential Psychopharmacology : Neuroscientific Basis
and Practical Application. 4 ed. New York: Cambridge University Press.
14. New South Wales Ministry of Health. Mental Health, alcohol and other drugs
directorate. Australia. 2012 : 54
15. Infodatin. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. 2017
16. Levin FR, Mariani JJ, Brooks DJ, Pavlicova M, Cheng W, Nunes EV. Drug and
alcohol dependence. 2011; 116 : 142-150
17. Budney AJ, Roffman R, Stephens RS, Walker D. Marijuana dependence and its
treatment. Addiction science & clinical practice. 2007; 4(1): 4-16
18. Carroll KM, Nich C, LaPaglia DM, Peters E, Easton CJ, Petry NM. Combining
cognitive behavioral therapy and contingency management to enhance their effects
in treating cannabis dependence : less can be more, more or less. Society for the study
addiction. 2012.
19. Preda A. Stimulants. 2018. Dapat diakses pada
:https://emedicine.medscape.com/article/289007-overview#a1
18