Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SUBSTANCE RELATED DISORDER :


GANGGUAN TERKAIT ZAT ADIKTIF
(ALKOHOL, AMFETAMIN, KANABIS, OPIOID)
INTOXICATION, WITHDRAWAL

Dosen Pengampu :
Arum Pratiwi, S.Kp, M.Kes, Ph.D

Disusun Oleh :
Fath Maulfi Putra (J210170060)
Wiwik Suprihatin (J210170062)
Ihza Arief Prasnowo (J210170078)
M. Alwan Siddiq (J210170084)
Shynta Wulan Aji Nurul Bahari (J210170110)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang mana pada waktu ini Allah telah
memberikan kesempatan dan kesehatan kepada kami. Tak lupa juga sholawat serta
salam selalu kami haturkan kepada junjungan kami, Muhammad SAW yang kami
nantikan syafa’atnya kelak.

Terimakasih kepada semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan


makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi
tugas Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kesalahan kata dan kalimat dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca supaya makalah ini menjadi
lebih baik. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Surakarta, 24 Mei 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A.......................................................................................Latar belakang
................................................................................................................4

B..................................................................................Rumusan masalah
................................................................................................................5

C....................................................................................................Tujuan
................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 6

A...............................................Pengertian Substance-Related Disorder


................................................................................................................6

B....................................... Faktor-faktor penyebab gangguan terkait zat


................................................................................................................7

C...................................................Tanda dan gejala gangguan terkait zat


................................................................................................................8

Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan terkait zat............................ 14

BAB III PENUTUP................................................................................................22

A............................................................................................Kesimpulan
..............................................................................................................22

3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kesehatan jiwa adalah adalah kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya (UU no.18 tahun 2016 tentang Kesehatan Jiwa). Seseorang
dikatakan sehat jiwa apabila terpenuhi kriteria memiliki perilaku positif,
tumbuh kembang dan aktualisasi diri, memiliki integritas diri, memiliki
otonomi, memiliki persepsi sesuai realita yang ada serta mampu
beradaptasi dengan lingkungannya sehingga mampu melaksanakan
peran sosial dengan baik (Surya, 2016).
WHO mencatat ada sebanyak 144.770 orang yang meninggal
akibat gangguan jiwa pada tahun 2014 di benua Amerika. 52.519 orang di
Negara Asean. (WHO, 2016) Salah satu jenis gangguan jiwa menurut
Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa adalah
gangguan jiwa karena penyalahgunaan NAPZA. Terdapat tiga
provinsi dengan kasus penyalahgunaan NAPZA tertinggi di Indonesia
pada tahun 2015 dan 2016 yaitu : Jawa Timur sebanyak 7.749 kasus
tahun 2011 dan 7.448 kasus tahun 2012, Jakarta sebanyak 5.250 kasus
tahun 2012, dan Sumatera Utara sebanyak 2.671 kasus tahun 2016
dan 2.420 kasus tahun 2016 (Badan Narkotika Nasional 2016).

4
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai Narkoba
(Narkotika, Psikotropika, dan Obat Berbahaya) semakin banyak terjadi.
Menurut Azmiyati (2016) dalam Sholihah (2015), penyalahgunaan
narkoba merupakan penggunaan salah satu atau beberapa jenis narkoba
secara berkala atau teratur di luar indikasi medis, sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan gangguan fungsi
sosial. Penyalahgunaan narkoba memberikan dampak yang tidak baik
yaitu dapat mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang berakibat pada
ketergantungan.
Menurut (Hawari dalam Azmiyati, 2016), ketergantungan tersebut
terjadi karena sifat-sifat narkoba yang dapat menyebabkan keinginan yang
tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang dimaksud
dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya,
kecenderungan untuk menambahkan takaran atau dosis dengan toleransi
tubuh, ketergantungan psikologis yaitu apabila pemakaian zat dihentikan
akan menimbulkan gejala- gejala kejiwaan sperti kegelisahan, kecemasan,
depresi, dan sejenisnya, ketergantungan fisik yaitu apabila pemakaian
zat dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala
putus obat (withdrawal symptoms).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Substance-Related Disorder ?
2. Apa faktor-faktor penyebab gangguan terkait zat adiktif,
intoxication, withdrawal ?
3. Apa tanda dan gejala gangguan terkait zat adiktif,
intoxication, withdrawal ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pasien gangguan terkait zat
adiktif, intoxication, withdrawal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Substance-Related Disorder.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan terkait
zat adiktif, intoxication, withdrawal.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala gangguan terkait zat
adiktif, intoxication, withdrawal.

5
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien gangguan
terkait zat adiktif, intoxication, withdrawal.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Substance-Related Disorder


DSM IV-TR (2014) mendefinisikan Substance–Related Disorder
sebagai gangguan yang berhubungan dengan penggunaan suatu zat yang
dapat menimbulkan efek samping sesuai dengan jenis zat/substance yang
digunakan. Substance-related disorder terdiri dari dua bagian yaitu substance
use disorder dan subtance induced disoder. Substance use disorder adalah
gangguan yang berkaitan dengan pola penggunaan narkoba dan substance
induced disorder adalah gangguan yang berkaitan dengan efek atau reaksi
narkoba yang di konsumsi. (Sumber: G. O'brien, P., Z. Kennedy, W., & A.
Ballard, K. 2014)

1. Substance Use Disorder


Substance use disorder merupakan gangguan dalam hal pola
penggunaan narkoba yang terdiri dari terdiri dari dua bagian yaitu
substance dependence dan substance abuse. Substance Dependence
merupakan penggunaan narkoba yang mempengaruhi fungsi kognitif,
behavioral dan fisiologis. Substance dependence disorder ditandai dengan
penggunaan narkoba secara berkelanjutan yang kemudian menimbulkan
toleransi. Toleransi yang dimaksud adalah adanya kebutuhan untuk
meningkatkan dosis penggunaan narkoba untuk mencapai efek yang
diharapkan dan juga ditandai dengan berkurangnya efek ketika
penggunaan zat tersebut dalam dosis yang sama. Bagian kedua, Substance
Abuse merupakan gangguan pola penggunaan narkoba yang sudah
menimbulkan konsekuensi signifikan akibat penggunaan yang berulang-
ulang. Konsekuensi ini dapat berupa kegagalan dalam memenuhi
tanggung jawab dalam pekerjaan, sekolah, ataupun rumah dan individu

6
akan tetap mengunakan narkoba meskipun dalam situasi yang dapat
membahayakan secara fisik.
2. Substance-Induced Disorder
Substance Induced Disorder merupakan gangguan yang berkaitan
dengan stimulasi atau efek yang ditimbukan oleh narkoba yang terdiri dari
dua bagian yaitu substance intoxication dan substance withdrawal.
Substance Intoxication memiliki ciri utama berupa perkembangan sindrom
yang berkebalikan/yang tidak menyenangkan pada saat mengkonsumsi
narkoba. Sindrom ini dapat berupa: suka berkelahi, mood yang labil,
kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan. Bagian kedua,
substance withdrawal merupakan gangguan berupa timbulnya masalah
fisik dan kognitif yang berkembang setelah penghentian, pengurangan
penggunaan narkoba dalam jumlah yang banyak dan jangka waktu yang
lama.
B. Faktor-faktor penyebab gangguan terkait zat adiktif, intoxication,
withdrawal
Menurut Wahyurini & Ma’shum (2014) ada banyak yang saling berinteraksi
yang mendorong menyalahgunakan obat terlarang. Beberapa diantaranya
adalah : (Sumber: Nurjanisah, Tahlil, T., & Hasballah, K. 2017)
1. Faktor Individu
Penyalahgunaan obat dipengaruhi oleh keadaan mental, fisik, dan
psikologis. Kondisi mental seperti gangguan kepribadian depresi, dan
gangguan mental dapat memperbesar kecenderungan seseorang untuk
menyalahgunakan narkotika, faktor individu pada umumnya ditentukan
oleh dua aspek :
a. Aspek Biologis
Bukti menunjukkan bahwa faktor genetik berperan seperti
alkoholisme serta beberapa berbentuk perilaku yang menyimpang,
termasuk penyalahgunaan zat.
b. Aspek Psikologis
Sebagian besar penyalahgunaan obat dimulai pada masa remaja.
Beberapa ciri perkembangan masa remaja dapat mendorong

7
seseorang untuk menyalahgunakan obat terlarang yaitu:
kepercayaan diri kurang, ketidakmampuan mengelola stress atau
masalah yang dihadapi, mencoba untuk memperoleh pengalaman
baru yang semua itu dapat menyebabkan seseorang remaja jatuh
dalam penggunaan narkoba.
2. Faktor obat atau zat
Adanya perubahan nilai yang disebabkan oleh perubahan zaman
sehubungan dengan arti dan alasan penggunaan zat-zat psikoaktif.
Beberapa jenis obat yang digunakan sebagai tolak ukur status sosial
tertentu. Dengan demikian mereka yang tidak menggunakan akan
mengalami tekanan sosial yang kuat biasanya dari teman sebaya. Selain
itu, ada keyakinan bahwa obat dapat membantu meningkatkan rasa
percaya diri dan mengurangi beban masalah yang sedang dihadapi.
3. Faktor lingkungan
Faktor yang menyebabkan penyalahgunaan obat atau zat, antara lain :
a. Hubungan keluarga yang tidak harmonis
Mempunyai masalah dengan penggunaan obat atau zat, misalnya ibu
terlalu dominan, overprotektif, ayah yang otoriter atau tidak peduli
dengan keluarga atau orang tua yang memaksakan kehendak pada
anak yang mendorong anak melarikan diri kedalam impian melalui
obat. Kualitas hubungan keluarga yang buruk dapat menyebabkan
penyalahgunaan obat atau zat terlarang juga dipengaruhi oleh
kebiasaan anggota keluarga yang lain, seperti orang tua dan kakak
yang juga menggunakan obat atau zat terlarang tersebut.
b. Pengaruh teman
Pengaruh teman sangat besar terhadap penyalahgunaan obat atau zat
terlarang. Hukuman oleh kelompok teman sebaya, terutama
pengucilan bagi mereka yang mencoba berhenti, dirasakan lebih
berat dari pengguna obat itu sendiri.
C. Tanda dan gejala gangguan terkait zat adiktif, intoxication, withdrawal
1. Depresan SSP
Contoh depresan SSP adalah alkohol, depresan memengaruhi
batang otak dan pusat pernafasan. Mekanisme bervariasi, tetapi
cenderung berkaitan dengan perubahan konsentrasi salah satu atau
kombinasi neurotransmitter. Efek depresan SSP meliputi relaksasi otot,

8
sedasi, dan penurunan ansietas. Intoksikasi akibat depresan SSP ditandai
dapat menggan pelo, ataksia, hambatan membuat keputusan, agitasi, dan
depresi. Intoksikasi berat dapat mengakibatkan paranoia, kejang, stupor,
apneu, koma, dan bahkan kematian. Penyalahgunaan alkohol berkaitan
dengan pitam atau periode amnesia ketika individu tampak berfungsi
normal, tetapi kemudian tidak dapat mengingat peristiwa yang terjadi.
Setelah banyak minum di malam hari, individu dapat lupa untuk pulang.
(Sumber: Bancin, L. J., Rasmaliah, & Ashar, T. 2016)
a. Gejala Putus Zat
Awitan putus zat akibat depresan SSP terjadi dalam beberapa jam
atau beberapa hari setelah menghentikan atau mengurangi
penggunaan obat. Alkohol mengaruhi tubuh hanya dalam waktu
singkat sehingga gejala putus alkohol biasanya terlihat dalam 4
sampai 6 jam setelah berhenti minum alkohol. Sebaliknya, putus
diazepam (valium) dapat tidak terlihat hingga 7-10 hari. Awitan
putus barbiturat berkisar dari 12 jam hingga 3 hari, bergantung pada
waktu paruh obat yang disalahgunakan.
Gejala putus zat meliputi diaforesis, peningkatan frekuensi nadi dan
tekanan dara, gemetar (terlihat di tangan dan lidah yang ekstensi),
mual, muntah, halusinasi penglihatan, dan pendengaran, ataksia,
agitasi, dan rasa gelisah dan ansietas subjektif. Risiko kejang paling
tinggi pada individu yang memiliki riwayat kejang putus zat.
Delirium putus zat, atau delirium tremens (DT), merupakan
komplikasi putus alkohol yang mengancam jiwa dan memiliki angka
mortilitas sebesar 15%. DT ditandai dengan agitasi, delusi,
disorientasi, halusinasi penglihatan, peningkatan suhu tubuh, dan
aritmia jantung.

b. Detoksifikasi
Putus alkohol biasanya diobati dengan mengurangi dosis
klordiazepoksida (Librium) secara progresif pada interval 4 jam
selama 5 hari. Dosis tambahan perlu diberikan berdasarkan adanya

9
gejala putus zat, da diberikan jika perlu. Klien lansia memerlukan
dosis obat yang lebih rendah pada saat putus zat. Putus depresan SSP
biasanya diatasi dengan benzodiazepin atau barbiturat. Obat kerja
lama, seperti diazepam (Valium) dan klordiazepoksida memberi
detoksifikasi yang lebih ringan, tetapi beberapa praktisi lebih
memilih obat kerja singkat untuk mencegah efek kumulatif.
Obat kerja singkat diindikasikan untuk klien yang memiliki status
fisik atau status mental tidak jelas, seperti ketika uji
laboratoriumditunda atau diduga mengalami cedera kepala. Obat
kerja singkat, seperti lorazepam (Ativan) digunakan untuk mengatasi
putus zat jika terdapat gangguan fungsi hati. Diazepam (Valium)
intravena biasanya diberikan untuk mengatasi delirium putus zat.
Antikonvulsan terkadang diresepkan sebagai provilaksis untuk klien
yang memiliki riwayat kejang putus zat.
2. Stimulan SSP
Contoh stimulan SSP adalah kafein, kokain, amfetamin, dan
metilfenidat (Ritalin). Crack, bentuk kokain yang lebih murah dan mudah
diperoleh, sangat adiktif dan ditandai dengan “sakau” hebat dan cepat,
yang disertai depresi berat. Metamfetamin, obat lain yang sering
disalahgunakan juga lebih murah dari kokain, mengakibatkan “sakau”
yang lebih lama, dan seperti crack, mengakibatkan “sakau” yang lebih
intens. Metanfetamin dan amfetamin dapat dikonsumsi dengan dihisap
seperti rokok, dihirup, atau disuntikkan. Metanfetamin yang diisap sering
kali disebut “es” atau “crystal meth”. Ekstasi, juga dikenal sebagai
MDMA (metilendioksimetamfetamin), merupakan obat sintetik yang
memiliki efek menyerupai amfetamin. Obat ini menstimulasi SSP dengan
meningkatkan kerja neurotransmitter dopamin dan norepinefrin. Efek
stimulan SPP antara lain: kewaspadaan, euforia, penurunan selera makan
dan peningkatan respons seksual. Intoksikasi stimulan SSP ditandai
dengan ansietas, konfusi, paranoia, iritabilitas, waham kebesaran, rinitis,
insomnia, halusinasi peraba, peningkatan TTV, nyeri dada, aritmia

10
jantung, pupil dilatasi, dan gawat nafas. (Sumber: Bancin, L. J.,
Rasmaliah, & Ashar, T. 2016)
a. Gejala Putus Zat
Depresi, agitasi, gagasan bunuh diri, keletihan, insomnia, mimpi
buruk, tidur lama, lapar, dan keinginan kuat untuk menggunakan zat,
merupakan gejala putus stimulan SSP. Gejala berbeda-beda antar-
individu, dan awitan dapt terjadi kapan pun dari beberapa jam hingga
beberapa hari setelah menghentikan atau mengurangi penggunaan
obat.
b. Detoksifikasi
Detoksifikasi mencakup menstabilkan tanda-tanda vital dan
mengelola perilaku mereka. Detoksifikasi dilakukan dengan
kombinasi terapi suportif dan obat dengan klordiazepoksida
(Librium) dan haloperidol (Haldol). Antihipertensi intravena
mungkin perlu diberikan, dan diazepam (Valium) dapat digunakan
untuk mengendalikan kejang. Klien yang menggunakan kombinasi
kokain dan heroin intravena, biasanya dikenal sebagai “speed-ball”,
didetoksifikasi menggunakan metadon.
3. Opioid
Contoh opioid meliputi heroin, morfin, kodein, opium, meperidin,
(Demerol), dan metadon. Obat ini menstimulasi reseptor opioid di otak,
yang mempunyerupai kerja endorfin alami. Opioid memproduksi
kesenangan intens yang dianggap sebagai “rush”. Efek lain opioid
meliputi analgesia dan penurunan motilitas gastrointestinal. Intoksikasi
opioid ditandai dengan depresi pernafasan, pelo, pupil konstriksi,
hipotensi ortostatik, mual, dan muntah. Overdosis opioid diindikasikan
dengan depresi pernafasan berat, pupil sebesar titik, dan koma. Nalokson
intravena (Narcan) diberikan selama intoksikasi akut untuk membalik
depresi pernafasan akibat opioid. Efek opioid ditingkatkan oleh semua
depresan SSP, termasuk alkohol. (Sumber: Bancin, L. J., Rasmaliah, &
Ashar, T. 2016)
a. Gejala Putus Zat
Gejala putus opioid meliputi menggigil, berkeringat, peningkatan
nadi dan tekanan darah, nyeri otot, rinorea, menguap, mengantuk,

11
dan koma. Gejala ini mulai muncul dalam beberapa jam hingga
beberapa hari setelah penggunaan obat dihentikan dan biasanya reda
dalam 7 sampai 14 hari. Durasi putus zat lebih singkat untuk heroin,
obat kerja singkat, dan lebih lama untuk metadon, obat kerja lama.
Detoksifikasi metadon dapat memanjang beberapa bulan.
b. Detoksifikasi
Metadon diberikan per oral dengan dosis yang diturunkan untuk
mendetoksifikasi klien. Metadon yang diberikan sebagai terapi
rumatan merupakan pilihan lain. Jika klien mengalami putus
depresan SSP, fenobarbital diberikan hingga detoksifikasi opioid
telah selesai. Jika detoksifikasi opioid tela selesai, fenobarbital
diturunkan hingga akhirnya dihentikan.
Klonidin (Catapres), obat alternatif, mengatasi gejala putus opioid,
dan jika dikombinasikan dengan naltrekson (antagonis opioid) dapat
mempersingkat periode putus zat komplet. Tanda-tanda vital harus
dipantau sebelum pemberian setiap dosis klonidin karena klonidin
memiliki efek samping sedasi dan hipotensi. NSAID dan agens
antimual digunakan untuk mengelola nyeri otot dan mual saat putus
zat.
4. Kanabis
Dua contoh kanabis adalah mariyuana dan hashish. Obat ini
menekan pusat luhur otak. Kanabis menghasilkan efek euforia dan
mengubah persepsi, dan intoksikasi ditandai dengan ansietas, kecurigaan,
hambatan membuat keputusan, perubahan mood, gangguan memori,
tremor, penurunan suhu tubuh, mulut kering, kurangnya koordinasi,
halusinasi, peningkatan tekanan darah, takikardi, dan konjungtiva iritasi
dan merah (bloodshot eye). Kanabis meningkatkan efek depresan SSP,
termasuk alkohol. Penggunaan dalam jangka panjang juga memengaruhi
fungsi pernafasan. Ganja yang tersisa dalam paru-paru dianggap lebih
karsinogenik dibandingkan residu tembakau.
Putus zat dari ganja biasanya merupakan proses yang tidak
nyaman namun tidak membahayakan nyawa. Asuhan keperawatan
termasuk memonitor respons fisik dan emosional terhadap obat. Biasanya

12
akan membantu jika perawat, anggota keluarga, atau teman untuk ada di
samping klien saat dia merasa cemas. Bagi kebanyakan klien, efek awal
dari obat menghilang dalam kurun waktu 4 hingga 6 jam, namun efek
dari intoksikasi obat mungkin akan berlangsung hingga 5 hari. (Sumber:
Bancin, L. J., Rasmaliah, & Ashar, T. 2016)
a. Gejala Putus Zat
Gejala putus zat meliputi gelisah, iritabilitas, insomnia, berkeringat,
mual, dan muntah. Individu dapat mengalami reaksi yang
menyebabkan distress, delirium, atau kilas balik, tetapi dengan
frekuensi kemunculan gejala yang tidak sesering pada penggunaan
halusinogen.
b. Detoksifikasi
Terapi tidak diindikasikan untuk detoksifikasi dan kanabis.

13
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Terkait Zat Adiktif, Intoxication,
Withdrawal

A. Contoh kasus
Tom, 28 tahun, belum menikah, memiliki kebiasaan menyalahgunakan obat
setiap akhir pekan. Setiap jum’at, sepulang kerja ia berkumpul bersama rekan
kerja untuk minum-minum. Teman-teman tom umumnya meminum dua gelas
bir sebelum pulang, tetapi tom minum lebih cepat dibanding mereka dan
meminum sekitar empat hingga lima gelas sebelum mereka bubar. Tom
mengemudi kerumah dan biasanya berhenti untuk membeli roti isi atau
burger dan dua kemasan bir isi enam. Ia meminum dua gelas bir bersama roti
isi sebelum mandi dan bersiap clubbing. Diclub, ia mencampur sedikit vodka
dengan bir, dan “nyimeng” menggunakan mariyuana. Karna pengaruh
alkohol dan obat-obatan Tom dan temannya sering kali adu mulut, Tom
mencoba memukul orang lain di Club menggunakan benda yang ada
didekatnya, namun dapat dihentikan oleh temannya. Setelah tidur lewat
tengah malam di hari Sabtu, Tom melanjutkan pesta dengan mengonsumsi
alkohol, mariyuana dan terkadang ekstasi. Selama beberapa pekan terakhir,
Tom selalu melaksanakan pola tersebut setiap akhir pekan. Ia melakukannya
karna gagal mendapatkan pekerjaan dibadan penegak hukum. Tom lalu
dibawa ke rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik, Tom terlihat tremor pada
tangan dan lidah, suhu tubuh 37,3oC, tekanan darah 130/100 mmHg, denyut
nadi 100x/menit, frekuensi pernafasan 24x/menit. Pada pemeriksaan status
mental menunjukkan bahwa tingkat depresi klien cukup tinggi dan klien
terlihat gelisah dan berhalusinasi. (Sumber : G. O'brien, P., Z. Kennedy, W., &
A. Ballard, K. 2014).

B. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Problem
DS : Penyalahgunaan Konfusi akut
1. Keluarga mengatakan pasien zat

14
sering memakan obat-obatan seperti
ganja dan mariyuana.
2. Keluarga mengatakan pasien
bisanya suka minum alkohol setelah
pulang kerja, juga suka pergi ke Club
dan mengkonsumsi alkohol,
mariyuana dan terkadang ekstasi

DO :
1. Pasien terlihat tremor.
2. Pasien terlihat gelisah.
3. Pasien tampak suka
berhalusinasi.
4. TD : 130/100 mmHg, Suhu :
37,3ºC, Nadi: 100x/menit, RR :
24x/menit

DS : Ketidakmampua Ketidakefektifa
1. Pasien mengatakan gagal n merubah n koping.
mendapatkan pekerjaan di badan energi yang
penegak hukum adaptif.

DO :
1. Pasien tampak depresi.
2. Tom terlihat tremor.

DS: Riwayat Risiko perilaku


Keluarga pasien mengatakan pasien penyalahgunaan kekerasan
mencoba memukul orang lain dengan zat terhadap orang
menggunakan benda yang ada di dekatnya lain
ketika mabuk.
DO:
Pasien terlihat gelisah

15
C. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)
1. Konfusi akut berhubungan dengan penyalahgunaan zat
2. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan Ketidakmampuan
merubah energi yang adaptif
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain berhubungan dengan
riwayat penyalahgunaan zat

D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil NIC
(NOC)
Konfusi akut bd. Setelah dilakukan tindakan ...Perawatan Penggunaan Zat
Penyalahgunaan zat x 24 jam diharapkan kondisi Terlarang: Putus Obat (NIC,
pasien stabil dengan kriteria 2016)
hasil : 1. Monitor Tanda-
tanda vital.
Perilaku Penghentian 2. Monitor sistim
penyalahgunaan obat respirasi distem
terlarang. (NOC, 2016) kardiak.
1. Mengekspresi 3. Monitor
kan keinginan untuk perubahan tingkat
berhenti kesadaran.
menggunakan obat 4. Monitor gejala-
terlarang dari kadang- gejala putus zat.
kadang menunjukkan 5. Orientasikan
menjadi secara pasien kembali
konsisten terhadap realitas.
6. Instruksikan
menunjukkan.
2. Mengekspresi pasien dan keluarga
kan keyakinan untuk akan proses dan
mampu penggunaan dan
menghentikan ktergantungan zat.
7. Dorong pasien
penggunaan obat
untuk berpatisipasi
terlarang dari kadang-
dalam dukungan
kadang menunjukkan
tindak lanjut
menjadi secara
9misalnya, terapi
konsisten
kelompok sebaya,
menunjukkan.
3. Mengdentifika konseling individu

16
si manfaat maupun konseling
menyingkirkan keluarga, serta
penggunaan obat program-program
terlarang yang edukasi terkait
berbahaya dari pemulihan terhadap
kadang-kadang zat terlarang).
menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.
4. Mengidentifik
asi akibat negatif dari
penggunaan obat
terlarang yang
berbahaya dari
kadang-kadang
menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.
5. Mengembang
kan strategi untuk
menyingkirkan
penggunaan obat
terlarang dari kadang-
kadang menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.
6. Mengidentifik
asi penghalang dari
menyingkirkan
penggunaan obat
terlarang dari kadang-
kadang menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.

17
7. Menyesuaikan
strategi untuk
menyingkirkan
penggunaan obat
terlarang dari kadang-
kadang menunjukkan
menjadi secara
konsisten
Perawatan Penggunaan Zat
menunjukkan. Terlarang: Putus Alkohol
Kontrol Resiko : (NIC, 2016)
Penggunaan Alkohol (NOC, 1. Monitor Tanda-tanda
2016) vital.
1. Mengontrol 2. Monitor konsumsi
konsumsi alkohol dari alkohol secara diam-diam
jarang menunjukkan selama detoksifikasi.
3. Berikan dukungan
menjadi secara
emosional kepada
konsisten
klien/keluarga dengan
menunjukkan.
2. Memanfaatka tepat.
4. Pertahankan intake
n dukungan personal
cairan dan nutrisi yang
untuk mengontrol
adekuat.
konsumsi alkohol dari
5. Berikan orientasi
jarang menunjukkan
realitas dengan tepat.
menjadi secara 6. Jelaskan kepada klien
konsisten bahwa depresi dan
menunjukkan. kelelahan biasanya terjadi
3. Memanfaatka
selama putus zat
n dukungan kelompok 7. Kolaborasikan bersama
untuk mengontrol dokter dalam pemberian
konsumsi alkohol dari obat antikonvulsan atau
jarang menunjukkan obat penenang yang
menjadi secara sesuai.
konsisten
menunjukkan.
4. Mengenali
akibat
penyalahgunaan
alkohol dari jarang

18
menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.
5. Mengenali
kemampuan untuk
merubah perilku dari
jarang menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.
6. Memonitor
lingkungan terkait
faktor yang memacu
penyalahgunaan
alkohol dari jarang
menunjukkan
menjadi secara
konsisten
menunjukkan.

Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan ... Peningkatan Koping (NIC,


koping bd. x 24 jam diharapkan kondisi 2016)
Ketidakmampuan pasien stabil dengan kriteria 1. Bantu pasien untuk
merubah energi yang hasil : menyelesaikan masalah
adaptif. Tingkat Depresi (NOC, dengan cara yang
2016) konstruktif.
1. Perasaan 2. Berian suasana
Depresi dari Berat penerimaan.
menjadi tidak ada. 3. Dukung kemampuan
2. Peristiwa mengatasi situasi secara
kehidupan yang berangsur-angsur.
negatif dari Berat 4. Bantu pasien untuk
menjadi tidak ada. mengidentifikasi strategi-
3. Kemarahan strategi posistif untuk
dari Berat menjadi mengatasi keterbatasan
tidak ada.

19
4. Keputusasaan dan mengelola
dari Berat menjadi kebutuhan gaya hidup
tidak ada. maupun perubahan
5. Kesedihan dari peran.
Berat menjadi tidak 5. Dukung pasien untuk
ada. mengevaluasi perilakunya
6. Peningkatan sendiri.
penggunaan alkohol
dari Berat menjadi
tidak ada.

Risiko perilaku Setelah dilakukan tindakan ... Manajemen Perilaku (NIC,


kekerasan terhadap x 24 jam diharapkan kondisi 2016)
orang lain bd. Riwayat pasien stabil dengan kriteria 1. Monitor fungsi kognitif.
penyalahgunaan zat hasil : 2. Monitor kemampuan
perawatan diri.
Menahan Diri dari 3. Berikan tanggung
Agresiftas (NOC, 2016) jawab terhadap
1. Mengidentifikasi perilakunya sendiri.
kapan [merasa] marah 4. Lakukan pengekangan
dari kadang kadang pada tangan/kaki/dada
dilakukan menuju sesuai dengan
dilakukan konsisten. kebutuhan.
2. Mengidentifikasi 5. Berikan penghargaan
kapan [merasa] frustasi apabila pasien dapat
dari kadang kadang mengontrol diri.
dilakukan menuju 6. Bantu klien untuk
dilakukan secrara mengidentifikasi pemicu
konsisten. dan disfungsi alam
3. Mengidentifikasi perasaan.
tanggungjawab untuk 7. Hindari mendebat
mempertahankan kendali pasien.
8. Gunakan suara bicara
diri dari kadang kadang
yang lembut dan rendah.
dilakukan menuju.
9. Ajarkan koping baru
dilakukan secra konsisten
dan keterampilan
4. Menahan diri dari
membuat keputusan.
menyerang orang lain
10. Konsultasikan
dari kadang kadang
dengan keluarga dalam
dilakukan menuju
rangka mendapatkan

20
dilakukan secara informasi mengenai
konsisten. kondisi kognisi dasar
5. Menahan diri dari pasien.
membahayakan orang
lain dari kadang kadang
dilakukan menuju
dilakukan secara
konsisten.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Substance–Related Disorder sebagai gangguan yang berhubungan
dengan penggunaan suatu zat yang dapat menimbulkan efek samping
sesuai dengan jenis zat/substance yang digunakan. Substance-related
disorder terdiri dari dua bagian yaitu substance use disorder dan subtance
induced disoder. Substance use disorder adalah gangguan yang berkaitan
dengan pola penggunaan narkoba dan substance induced disorder adalah
gangguan yang berkaitan dengan efek atau reaksi narkoba yang di
konsumsi. (Bancin, L. J., Rasmaliah, & Ashar, T. 2016)
Faktor-faktor penyebab gangguan terkait zat adiktif, intoxication,
withdrawal adalah Faktor Individu (Penyalahgunaan obat dipengaruhi oleh
keadaan mental, fisik, dan psikologis. Kondisi mental seperti gangguan
kepribadian depresi, dan gangguan mental dapat memperbesar
kecenderungan seseorang untuk menyalahgunakan narkotika), Faktor obat
atau zat (Adanya perubahan nilai yang disebabkan oleh perubahan zaman
sehubungan dengan arti dan alasan penggunaan zat-zat psikoaktif.
Beberapa jenis obat yang digunakan sebagai tolak ukur status sosial
tertentu. Dengan demikian mereka yang tidak menggunakan akan
mengalami tekanan sosial yang kuat biasanya dari teman sebaya. Selain
itu, ada keyakinan bahwa obat dapat membantu meningkatkan rasa
percaya diri dan mengurangi beban masalah yang sedang dihadapi), Faktor
lingkungan (Hubungan keluarga yang tidak harmonis dan Pengaruh
teman). Pengaruh penyalahgunaan obat maupun zat sangatlah buruk, baik
dari segi fisik, psikologis maupun dampak sosial yang ditimbulkan.
Pencegahan penyalahgunaan obat maupun zat bukanlah menjadi tugas dari
sekelompok orang saja, melainkan juga menjadi tugas bersama. (Bancin,
L. J., Rasmaliah, & Ashar, T. 2016).

22
DAFTAR PUSTAKA

Bancin, L. J., Rasmaliah, & Ashar, T. (2016). Karakteristik Penderita Gangguan


Jiwa Penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif)
Dipanti Sosial Pamardi Putra Sumatera Utara. Publikasi Ilmiah , 1-9.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M., Nurjannah,


I., & Tumanggor, R. D. (2016). Edisi Keenam Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.

G. O'brien, P., Z. Kennedy, W., & A. Ballard, K. (2014). Keperawatan Kesehatan


Jiwa Psikiatrik : Teori Dan Praktik, Alih Bahasa : Nike Budhi Subekti
Dan Dwi Widiarti, Editor Edisi Bahasa Indonesia : Bhetsy Angelina.
Jakarta: EGC.

Keliat, B. A., Windarwati, H. D., Pawirowiyono, A., & Subu, M. A. (2015).


Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

M. Black, J., & Hawks, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing : Clinical


Management For Positive Outcomes. Singapore: Elsevier.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E., Nurjannah, I., &
Tumanggor, R. D. (2016). Edisi Kelima Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa
Indonesia. Indonesia: Elsevier.

Nurjanisah, Tahlil, T., & Hasballah, K. (2017). Analisis Penyalahgunaan Napza.


Jurnal Ilmu Keperawatan , 1-5.

Widyastuti, Y., & Arfiah, S. (2017). Intensitas Hubungan Keluarga Dan


Kecendrungan Memakai Obat Terlarang Pada Pemuda Di Desa Sewaka
Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial , 112-118.

23

Anda mungkin juga menyukai