Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Dampak Penggunaan Zat Adiktif bagi Tubuh Manusia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Rumah Tangga

Disusun oleh:

Kelompok 3

A.Tenri Ayu Wulandari

Aulia Khaerunnisa

Baso Nur Akbar

PRODI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah KIMIA RUMAH TANGGA yang berjudul
“Dampak Penggunaan Zat Adiktif bagi Tubuh Manusia”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang berjudul “Dampak
Penggunaan Zat Adiktif bagi Tubuh Manusia.” ini dapat memberikan manfaat dan
inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, April 2023


Penulis,

Kelompok 3
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BEL
1.2. RUMUSAN
1.3. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
2.2.
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULA
3.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Zat adiktif merupakan zat-zat yang terkandung dalam obat-obatan. Adiktif
berarti obat-obatan khusus yang dapat membuat seseorang menjadi kecanduan
atau “adiksi” secara fisik maupun psikhis terhadap obat tertentu. Selain itu ada
juga obat-obatan psikoaktif yang merupakan jenis obat yang dapat
mempengaruhi fungsi otak dan susunan saraf seseorang, sehingga berdampak
pada mood serta perilaku. Narkoba merupakan jenis obat yang termasuk obat-
obatan psikoaktif, karena berdampak pada perubahan jalan pikiran dan
susunan syaraf pusat seseorang. Dalam Peratutan Pemerintah RI Nomor 109
Tahun 2012 tentang Pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa
produk tembakau bagi kesehatan, Zat Adiktif adalah bahan yang
menyebabkan adiksi atau ketergantungan yang membahayakan kesehatan
dengan ditandai perubahan perilaku, kognitif, dan fenomena fisiologis,
keinginan kuat untuk mengonsumsi bahan tersebut, kesulitan dalam
mengendalikan penggunaannya, memberi prioritas pada penggunaan bahan
tersebut daripada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat
menyebabkan keadaan gejala putus zat.
Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah serius yang harus segera di
atasi oleh semua pihak di Indonesia. Permasalahan ini menjadi tanggung
jawab semua kalangan, karena narkoba tidak akan bisa diatasi penyebaran dan
penyalahgunaanya jika hanya bertumpu pada kekuatan Negara. Di sekitar kita
saat ini, banyak sekali zat-zat adiktif yang sangat berbahaya bagi tubuh dan
menjadi masalah bagi umat manusia di berbagai belahan bumi. Salah satunya
dikenal dengan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (Napza) atau
istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai Narkoba (Narkotika dan Obat
Berbahaya). Seiring dengan perkembangan zaman narkoba hanya dipakai
secara terbatas oleh beberapa komunitas di berbagai negara. Obat-obatan ini
digunakan untuk tujuan pengobatan, diresepkan para dokter meskipun sudah
diketahui efek sampingnya. Kemudian kasus ketergantungan meningkat
sesudah ditemukannya morphine (1804) yang diresepkan sebagai anestetik,
digunakan luas pada waktu perang di abad ke-19 hingga sekarang dan
penyalahgunaan narkoba di berbagai negara menjadi sulit untuk dikendalikan
hingga saat ini (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Menurut penelitian (Asrina, ashari & Ikhtiar, 2020), Hasil penelitian ini
tidak lepas dari karakteristik responden. Karena dilihat dari status responden
sebagai siswa dan memasuki usia remaja karena umur dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang (Johariyah dan Mariati, 2019). Menurut WHO (World
Health Organization) yang dikatakan remaja adalah usia 10-19 tahun tetapi
berdasarkan penggolongan usia remaja terbagi atas masa remaja awal yaitu
usia 10-13 tahun, masa remaja tengah 14-16 tahun dan masa remaja akhir 17-
19 tahun. Siswa dalam penelitian ini adalah mayoritas umur 17 tahun yaitu 21
orang (70%), kemudian 18 tahun yaitu 7 orang (23,3%) dan 16 tahun 2 orang
(6,7%). Sementara jumlah siswa dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 18 orang
(60%) dan perempuan 12 orang (40%). Berdasarkan kategori umur itulah yang
mendukung hasil penelitian karena usia siswa adalah usia yang tergolong
masih muda dan lebih cepat menangkap informasi sehingga mudah diberikan
pengarahan (Asrina, ashari & Ikhtiar, 2020).
Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pemulihan terpadu, baik fisik, mental
dan sosial agar mantan pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan masyarakat. Bentuk kegiatan berupa motivasi dan
intervensi psiko-sosial, bimbingan mental spiritual dan bimbingan jasmani,
bimbingan resosialisasi, pelatihan vokasional dasar dan kewirausahaan,
perawatan dan pengasuhan bagi klien anak, perempuan dan disabilitas, dan
evaluasi berkala dan rujukan. Pasca rehabilitasi merupakan tahap selanjutnya
adalah program lanjutan yang diberikan kepada klien, yaitu mantan pecandu
atau korban penyalahgunaan narkotika yang telah menyelesaikan rehabilitasi
medis dan/atau rehabilitasi sosial, guna mempertahankan kepulihan (tidak
kambuh). Merupakan bagian yang terintegrasi dan tidak terpisahkan dari
rehabilitasi medis dan sosial, dalam upaya pemulihan ketergantungan
narkotika. Diperlukan program pasca rehabilitasi karena adiksi merupakan
penyakit kronis dan mudah kambuh (relapse). Penyebab kambuh adalah tidak
mampu menghadapi trigger, tidak produktif/tidak memiliki pekerjaan, tidak
mendapatkan dukungan sosial (BNN, 2018).
Dua dasawarsa terakhir, penggunaan dan pengedaran narkoba atau zat
adiktif secara illegal di seluruh dunia menunjukkan peningkatan tajam serta
mewabah merasuki semua bangsa dan ummat yang meminta korban. Dampak
yang ditimbulkan dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif (NAPZA) tersebut tidak hanya merusak kondisi fisik dan mental si
korban, tetapi juga dapat berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi,
bahkan penyakit yang lain seperti HIV/AIDS. Kondisi ini mengisyaratkan
perlunya pelayanan rehabilitasi yang komprehensif bagi korban NAPZA.
Dampak negatif penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba menimbulkan
beban biaya dari ekonomi (economic cost), biaya manusia (human cost) dan
biaya sosial (socialcost). Tidak ada jaminan pulih sepenuhnya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa saja dampak penggunaan zat adiktif bagi tubuh manusia?
2. Bagaimana kaitan zat adiktif dengan UU ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui dampak penggunaan zat adiktif bagi tubuh manusia.
2. Mengetahui kaitan zat adiktif dengan UU
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Dampak penggunaan zat adiktif bagi tubuh manusia


Zat adiktif adalah bahan yang menyebabkan ketergantungan yang
berbahaya bagi kesehatan, dengan perubahan perilaku yang signifikan,
fenomena kognitif dan fisiologis, keinginan yang kuat untuk menggunakan
zat tersebut, kesulitan dalam mengontrol penggunaannya, dan prioritas
penggunaan zat tersebut di atas aktivitas lainnya. , meningkatkan toleransi
dan dapat menyebabkan gejala putus zat (Peraturan Pemerintah RI, 2012).
Menurut (Sumaryanto, A.2020), zat adiktif adalah nama zat yang
konsumsinya dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis yang
kuat dalam jangka panjang. Kelompok pecandu ini sendiri adalah narkotika
(zat atau obat yang berasal dari tumbuhan) atau non herbal, baik sintetik
maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan gangguan atau perubahan
kesadaran, menghilangkan rasa sakit melalui eliminasi dan menimbulkan
adiksi. Jenis zat adiktif yaitu :
2.2. Narkotika
Menurut Krisnawati (2022: 52), menyatakan bahwa secara umum dampak
penggunaan narkotika adalah sebagai beriku:
a. Dampak Psikis
 Sering merasa gelisah, sangat ceroboh dan lambat dalam
melakukan suatu hal
 Hilangnya rasa percaya diri, bersifat apatis, suka berkhayal
 Susah untuk konsentrasi, perasaan yang tertekan
 Suka menyakiti diri sendiri bahkan ada yang sampai bunuh diri
b. Dampak Sosial
 Gangguan jiwa
 Dikucilkan
 Menjadi beban keluarga
 Merusak masa depan
c. Dampak Fisik
 Terkena gangguan syaraf seperti berhalusinasi, gangguan jiwa
 Terkena gangguan pada sistem peredaran darah yang tidak
stabil
 Terkena gangguan pada kulit seperti alergi
 Sering sakit kepala, mual atau muntah
 Dapat mengganggu janin ketika berada dalam kandungan
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dalam Amriel (2007: 4-
5), menyatakan bahwa narkotika di golongkan menjadi 3 golongan, yaitu
Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II dan Narkotika Golongan III.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
Narkotika Golongan I : Narkotika golongan I hanya dapat digunakan
untuk kepetingan medis dan jika digunakan bukan untuk kepentingan
medis maka akan dikenakan Undang-Undang terkait. Adapun contohnya
adalah opium, heroin, kokain, dan ganja. Jika digunakan secara terlarang
dapat menimbulkan efek kecanduan yang sangat besar
Narkotika Golongan II: Narkotika golongan II ini dapat digunakan pada
dunia medis dan sesuai dengan resep dokter. Adapun contohnya ekgonina,
morfin metobromida, dan morfina. Dampak jika dikonsumsi adalah
ketergantungan pada narkotika tersebut
Narkotika Golongan III: Narkotika Golongan III ini banyak digunakan
untuk terapi dan memperi dampak ketergantungan ringan pada pengguna.
Adapun contohnya etilmorfina, kodeina, polkodina, dan propiram.
Berdasarkan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 127
1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun.
2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim
wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54, Pasal 55, dan Pasal 103.
3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika,
Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
2.3. Psikotropika
Menurut Partodihardjo (2007: 15), menyatakan bahwa secara umum
penggunaan psikotropika secara berlebih akan berdampak pada kesehatan
psikis seperti suka berhalusinasi. Berdampak pada kesehatan seperti
gangguan jiwa dan berdampak pada lingkungan social seperti dikucilkan
Menurut Amriel (2007: 5), menyatakan bahwa Psikotropika di golongkan
menjadi 3 golongan, yaitu Psikotropika Golongan I, Psikotropika
Golongan II, Psikotropika Golongan III dan Psikotropika Golongan IV.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
 Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti
khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
 Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
 Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal,
buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
 Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan
serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 Pasal 60 ayat 1-5,
menyatakan bahwa:
1) Barangsiapa :
a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan
Pasal 5; atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7; atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang
tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2) Barangsiapan menyalurkan psikotropika selaun yang ditetapkan dalam
Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
3) Barangsiapa menerima penyaluran psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat
(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila yang menerima
penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) bulan.
2.4. Zat Adiktif selain Narkotika dan Psikotropika
2.5.
2.5. Contoh Kasus Penyalahgunaan Zat Adiktif
Narkoba banyak diperbincangkan saat ini karena telah menyerang
banyak kalangan, terutama generasi muda, termasuk anak-anak. Narcoba
sendiri mengacu pada obat-obatan dan obat-obatan atau zat berbahaya
lainnya, yang oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kemudian
disebut NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya).
Obat lain yang tak kalah populer di kalangan anak-anak adalah kecanduan
narkoba (Yahya,2020). 
Salah satu bahan yang memiliki sifat kecanduan yang seringkali
disalahgunakan oleh generasi muda sekarang ialah penyalahgunaan lem
fox atau sejenis lem merek lainnya yang agak keras baunya dimana
dilakukan dengan cara memasukkan lem ke dalam bungkusan plastik kecil
kemudian dihirup uapnya.Tidak hanya itu, penggunaan vape (rokok
elektrik) buatan yang dirakit secara khusus juga seringkali
ditemukan.Fenomena di atas merupakan salah satu dari sekian banyak
wujud perilaku Juvenile Delinquency yang berarti kejahatan atau
kenakalan anak dan remaja. Perilaku menikmati uap yang dihasilkan
melalui lem fox dan juga uap hasil pembakaran vape buatan ini kemudian
masing-masing dikenal dengan istilah ngelem dan ngevape atau ngevapor
(Yahya,2020).
Penyalahgunaan zat adiktif ini dapat merusak organ tubuh
penggunanya seperti otak, hati, jantung, paru-paru dan lain-lain. Selain itu,
penyalahgunaan ini tidak hanya menyerang secara fisik, tetapi juga secara
mental, emosional dan spiritual, bahkan virus lebih mudah menembus
tubuh penggunanya. Penyalahgunaan bahkan dapat menyebabkan
kerusakan otak yang fatal dalam jangka panjang hingga dapat
menyebabkan kematian (Yahya,2020). 
Tindakan ini tentu tidak bisa dianggap sepele, karena jika terus
dibiarkan, perilaku ini dapat terus meningkat seiring dengan kemajuan
teknologi, industrialisasi, dan urbanisasi, karena dapat menimbulkan
tindak pidana lain atau perubahan dan perkembangan penggunaan zat
narkotika. Penyalahgunaan zat atau obat psikotropika berat. Hal itu
disampaikan Kepala Badan Rehabilitasi (Kasi) Badan Narkotika Nasional
(BNNK) Kota Surabaya, dr. Singgih Widi yang menjelaskan bahwa
Ngelem merupakan pintu masuk obat-obatan. Ia menjelaskan, zat yang ada
di dalam lem tersebut memiliki sifat adiktif yang dapat menimbulkan
kecanduan bagi yang menggunakannya (Yahya,2020). 
Menurut (Yahya,2020), Sehubungan dengan anak yang menjadi
penyalahguna zat adiktif, di dalam undang-undang hanya mengatur anak
yang melanggar hukum. Ketentuan ini tertuang dalam UU Sistem
Peradilan Pidana Anak No. 11 Tahun 2012. Menurut undang-undang ini,
anak dapat dihukum karena perbuatan dan hukuman pidana. Konsekuensi
operasional berupa perawatan, rehabilitasi, kerja sosial dan lain-lain.
Sementara itu, sanksi pidana dapat berupa membayar denda, kurungan dan
lain-lain. Namun, sanksi pidana tetap dijadikan sebagai upaya terakhir bagi
anak, karena anak merupakan harta milik pemerintah yang harus
dilindungi. Menurut hukum Islam, penyalahgunaan narkotika oleh anak di
bawah umur tidak dapat dipidana kecuali bersifat mendidik atau mendidik,
tetapi dalam hal ini pun anak tersebut harus direhabilitasi secara sosial dan
medis. Sekalipun telah dilakukan pengasuhan dan pendidikan yang
berbeda tetapi si anak tetap berperilaku serupa, berdasarkan kepentingan si
anak dan lingkungannya, sang anak dapat dikenai sanksi berupa ta'zir,
yang sebenarnya dapat diputuskan oleh ulil amri atau pemerintah. Dengan
demikian jelas bahwa kaidah hukum pidana Islam dan hukum positif
mengenai pemidanaan atau penghakiman terhadap anak tidak berbeda
secara signifikan, artinya keduanya menempatkan anak pada posisi khusus
yang harus dilindungi dan kalau bisa dipertahankan. Hilangkan sanksi
yang tidak mendidik. Perbedaan konsep pemidanaan dengan keduanya
hanya terletak pada dasar hukum dan batas usia anak yang dijadikan acuan
pemidanaan. 
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita peroleh, yaitu:
1. Penggunaan zat adiktif dapat memiliki dampak yang merugikan bagi tubuh
manusia. Beberapa dampak tersebut antara lain kerusakan fisik dan mental,
gangguan kesehatan seperti kerusakan organ, gangguan kognitif atau
kemampuan berpikir, masalah kesehatan mental seperti kecanduan, serta
merusak hubungan sosial dan ekonomi.
2. Zat adiktif juga memiliki kaitan yang erat dengan Undang-Undang (UU)
yang berlaku. UU biasanya mengatur penggunaan, distribusi, dan
penyalahgunaan zat adiktif, serta menetapkan sanksi hukum bagi pelanggar.
UU juga bisa memberikan dukungan dalam bentuk program rehabilitasi dan
pencegahan penggunaan zat adiktif.
3.2. Saran
1. Penting bagi individu untuk memahami dampak negatif penggunaan zat
adiktif bagi tubuh manusia dan berusaha untuk menghindari penggunaan zat
adiktif secara berlebihan atau penyalahgunaan. Menghindari atau
mengurangi penggunaan zat adiktif dapat membantu menjaga kesehatan
fisik dan mental.
2. Pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat harus bekerja sama dalam
mengimplementasikan UU yang berkaitan dengan zat adiktif, termasuk
menguatkan regulasi dan pengawasan terhadap distribusi dan
penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan
upaya pencegahan, edukasi, dan rehabilitasi bagi individu yang terkena
dampak penggunaan zat adiktif.
3. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut dalam bidang terapi dan
rehabilitasi kecanduan zat adiktif juga perlu didorong untuk memberikan
metode yang lebih efektif dalam membantu individu yang terkena dampak
penggunaan zat adiktif.
4. Pendidikan yang baik kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda,
mengenai bahaya zat adiktif dan pentingnya menjalani hidup sehat juga
harus ditingkatkan. Pencegahan adalah langkah terbaik dalam mengatasi
masalah penggunaan zat adiktif.
DAFTAR PUSTAKA

Angrayni, L dan Yusliati. 2018. Efektivitas Rehabilitasi Pecandu Narkotika serta


Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kejahatan di Indonesia. Sidoardjo: Uwais
Inspirasi Indonesia.
Amriel, R. I. 2007. Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba. Jakarta: Salemba
Humanika.

BNN, H. (2018). World Drug Report 2018: krisis opioid, penyalahgunaan


narkoba meningkat, kokain, dan opium mencatat rekor tertinggi
(UNODC). Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
Johariyah, A. & Mariati, T. (2019). Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Reproduksi
Remaja Dengan Pemberian Modul Terhadap Perubahan Pengetahuan
Remaja. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo. Vol. 4
(1).
Krisnawati, 2022. Seputar Narkotika (Sejarah Sampai Dampak Narkotika).
Surabaya: Cv Media Edukasi Kreativ.
Partodihardjo, S. 2007. Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya.
Gorontalo: Esensi.
Peraturan Pemerintah RI. (2012). PP RI Nomor 109 Tahun 2012. Jakarta.
Sumaryanto, A. (2020). Kapita Selekta Pidana Khusus.Surabaya : UBHARA
Press
Yahya, F. (2020). Addictive Drug Abusement by Underage Children in
Blangkejeren Gayo Lues (Penyalahgunaan Zat Adiktif oleh Anak di
Bawah Umur: Studi Kasus di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo
Lues). Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum. Vol 9 (1).

Anda mungkin juga menyukai