Anda di halaman 1dari 44

NILAI-NILAI TASAWUF DALAM TERAPI KOMUNITAS DI

YAYASAN CAHAYA KUSUMA BANGSA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Progam Studi Tasawuf dan Psikoterapi

Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna

Mengikuti Seminar Proposal Skripsi

Disusun oleh:

MILA NANDA SAPUTRI

NIM. 17.11.31.1.037

PRORAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

JURUSAN PSIKOLOGI DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID

SURAKARTA

2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 3

A. Latar Belakang .................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 11

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 11

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.................... 13

A. Tinjauan Pustaka...................................................................................13

B. Landasan Teori .................................................................................. 20

C. Kerangka Berfikir .............................................................................. 31

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 35

A. Jenis Penelitiann ............................................................................... 35

B. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 36

C. Keabsahan Data ................................................................................ 37

D. Analisis Data .................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 41

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sampai ke tingkat yang

mengkhawatirkan, penyalahgunaan narkoba meluas ke semua lapisan masyarakat

mulai dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga, pedagang, anak pedagang,

anak jalanan, pekerja dan lain sebagainya. Secara etimologis narkoba berasal dari

Inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkoba

berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga

tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya

sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor

(bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius. Narkoba terdiri dari dua zat, yaitu

narkotika dan psikotropika (Eleanora, 2011).

Narkotika menurut Pasal 1 Bab 1 UU No.35/2009 adalah zat atau obat yang

berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang

dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Penggolongan narkotika dibagi

dalam tiga golongan yaitu Nakotika golongan I 65 jenis, Narkotika golongan II

86 jenis, dan Narkotika golongan III 14 jenis (Ardani & Cahyani, 2019). Menurut

KBBI Narkoba adalah obat yang dapat mennenangkan syaraf, menghilangkan rasa

sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.

3
Narkoba yang disalahgunakan akan berdampak pada fisik, psikis dan sosial.

Dampak yang ditimbulkan pada fisik akan menyebabkan dehidrasi yang membuat

keseimbangan elektrolit berkurang, akibatnya badan kekurangan cairan dan tubuh

akan mengalami kejang-kejang, perilaku lebih agresif, rasa sesak pada bagian

dada dan kerusakan pada otak. Dampak yang ditimbulkan pada psikis akan

menyebabkan halusinasi dan penggunaan narkoba dalam dosis berlebih juga bisa

menyebabkan muntah, mual, rasa takut yang berlebih, kecemasan, gangguan

mental, dan depresi. Dampak yang ditimbulkan pada lingkungan akan

menyebabkan menurunnya tingkat kesadaran, sering bingung, terjadi perubahan

perilaku dan dikucilkan oleh lingkungan sekitar (Pradana, Amelia, Shavera, &

Purnamasari, 2019).

Seseorang yang menggunakan narkoba adalah orang-orang yang memiliki

masalah yang pada akhirnya mereka memilih mengkonsumsi narkoba sebagai

solusi dari semua permasalahannya, lambat tahun akan menarik diri dari

lingkungan sekitar, mengurangi kontak langsung dengan keluarga, kerabat dan

masyarakat. Orang-orang menyalahgunakan narkoba sebaiknya ditempatkan di

tempat rehabilitasi. Rehabilitasi terhadap pecandu narkoba adalah suatu proses

pengobatan untuk membebaskan pecandu narkoba dari ketergantungan, dan masa

menjalani rehabilitasi sebagai masa menjalani hukuman. Rehabilitasi terhadap

pecandu narkotika merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yang

mengintegrasikan pecandu narkotika (Hafied, 2015).

Di Indonesia sudah banyak panti-panti rehabilitasi, salah satunya Yayasan

Cahaya Kusuma Bangsa yang terletak di Jl. Gunung Slamet No.15, Kadipiro,

4
Banjarsari, Surakarta yang ditandatangani pada tanggal 04 Februari 2019

merupakan lembaga yang bertugas dalam menangani pecandu narkoba. Melihat

banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat dan perlunya

sebuah penanganan yang tepat, sehingga lembaga Yayasan Cahaya Kusuma

Bangsa sebagai tempat rehabilitasi untuk masyarakat yang menyalahgunakan

narkoba.

Proses rehabilitasi dilakukan bertujuan agar para penyalahgunaan narkoba

dapat memiliki kepribadian yang baik dan bisa mengendalikan emosinya dengan

baik dan dapat kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. Pengertian

rehabilitasi adalah suatu upaya yang bertujuan menyembuhkan dan

mengembalikan kondisi para mantan pecandu narkoba agar dapat kembali sehat

fisik, psikologis, sosial dan spiritual agama. Rehabilitasi sosial adalah suatu

proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial

agar mantan penyalahguna narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial

dalam kehidupan masyarakat (Yuli W & Winanti, 2019). Pelaksanaan Rehabilitasi

sebagai upaya penyembuhan pasien pecandu narkoba juga bisa dilakukan dengan

menggunakan Terapi Komunitas seperti yang diterapkan di Yayasan Cahaya

Kusuma Bangsa.

Para penyalahgunaan narkoba yang mengikuti rehabilitasi sosial dengan

terapi komunitas yang menerapkan nilai-nilai positif yang menjadi struktur dan

pilar dalam terapi komunitas selama kurun waktu tertentu. Terapi Komunitas

merupakan treatment yang digunakan untuk para penyalahgunaan narkoba dengan

pendekatan psikososial. Terapi Komunitas adalah suatu metode terapi rehabilitasi

5
sosial yang merupakan sebuah “keluarga” terdiri atas orang-orang yang

mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong

diri sendiri dan menolong sesama yang dipimpin oleh salah satu seorang sehingga

terjadi perubahan tingkah laku yang negatif ke arah tingkah laku yang positif.

Teori yang mendasari metode Terapi Komunitas adalah pendekatan behavioral

dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan punishment

(hukuman) dalam mengubah suatu perilaku (S. Gani, 2013).

Tujuan rehabilitasi dengan Terapi Komunitas Yayasan Cahaya Kusuma

Bangsa yaitu membantu seseorang untuk menyadari potensi-potensi dirinya

sehingga dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang diberikan untuk

mengembangkan potensi-potensi secara maksimal. Dalam Terapi Komunitas ada

berbagai norma-norma dan falsafah yang dianut untuk membentuk perilaku yang

baik. Dalam pembentukan norma-norma dan falsafah yang ditanamkan dalam

terapi komunitas berkembang menjadi suatu progam dalam pelaksanaan terapi

komunitas (Azhar, Fikri, Siregar, & Apriyanto, 2020). Terapi komunitas

menggunakan pendekatan sosial tanpa pemakaian obat-obatan dalam terapinya.

Dalam terapi komunitas para pasien penyalahgunaan narkoba akan belajar

menghadapi masalah, memahami dan menerapkan nilai-nilai positif.

Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa menggunakan metode Terapi Komunitas

sebagai penanganan para pasien pecandu narkoba. Dalam tahapan terapi

komunitas ada beberapa yaitu induction, primary, re-entry dan pasca perawatan

(after care). Di samping itu, terapi komunitas ada bimbin gan yang dilakukan,

seperti bimbingan psikologis, bimbingan keagamaan, bimbingan karier dan ada

6
proses pembentukan perilaku pada klien. Secara garis besar kegiatan yang

dilakukan dalam proses penanganan klien pecandu narkoba meliputi: bimbingan

fisik (seperti kegiatan olahraga, rekreasi, dan cek kesehatan), bimbingan mental

psikologis pasien melalui (konseling, terapi kelompok, dan simulasi), bimbingan

emosional dilakukan untuk membantu klien dalam mengelola emosi, bimbingan

kegamaan seperti (bimbingan dalam beribadah, mengaji, salat, puasa, zikir dan

pemberian tausiyah kegamaan), pelatihan dalam karir seperti (bimbingan belajar

kerja).

Dalam kegiatan sehari-hari akan diadakan morning meeting untuk

mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan dan pembagian pekerjaan bagi klien

pecandu narkoba. Kegiatan tersebut dilakukan agar klien pecandu narkoba bisa

bertanggung jawab terhadap dirinya dan tempat tinggalnya. Setiap harinya klien

pecandu narkoba melaksanakan kegiatan seminar, encounter, recreation hours,

dan sprint cleaning. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memangkas perilaku

negative pada klien dan mengubah pola pikir.

Tools Of The House ( Perangkat Rumah ) merupakan alat-alat yang ada

dalam terapi komunitas yang digunakan untuk membentuk perilaku pada klien.

Penerapan progam Tools Of The House digunakan sebagai bahasa sehari-hari

yang dipakai dalam facility ( komunitas rehabilitasi redensial ) yang bertujuan

untuk memudahkan komunikasi sesama klien pecandu narkoba serta membawa

perubahan perilaku pasien menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam progam

Tools Of The House ada peraturan Cardinal, Rules dan Major yang harus dipatuhi

7
oleh klien pecandu narkoba. Dalam Teknik progam Terapi Komunitas di Yayasan

Cahaya Kusuma Bangsa meliputi: Konseling Individual, Seminar dan Asis.

Menurut keterangan pengurus Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa yang

bernama J Terapi Komunitas merupakan terapi yang berstruktur yang memiliki

tujuan yang sama yaitu merubah perilaku mrnjadi lebih baik dan mengacu pada 4

aspek dalam kehidupan. Empat aspek itu terdiri dari fisik, mental, emosional dan

spiritual. Untuk bimbingan fisik biasanya dilakukan kegiatan olahraga seperti

senam dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi fisik pada klien pecandu

narkoba. Untuk bimbingan mental itu dilakukan pemulihan dengan cara meditasi

dan penguatan. Untuk bimbingan emosional dilakukan untuk membantu klien

dalam mengelola emosi. Untuk bimbingan karier klien akan mendapatkan

bimbingan dalam bidang pekerjaan. Dan yang terakhir itu bimbingan dalam

spiritual atau rohani mbak seperti Salat 5 waktu, Ngaji, Puasa, Zikir, dan Tausiyah

kegamaan oleh pak ustaz.

Pengurus Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa bernama R juga menyampaikan

bahwa jenis narkoba yang digunakan klien yang ada di Yayasan Cahaya Kusuma

Bangsa kebanyakan narkoba yang berjenis sabu-sabu dan ganja. Subjek R

mengatakan bahwa dalam terapi komunitas ada sebuah progam yang bernama

Tools Of The House (Perangkat Rumah) yang merupakan perangkat rumah yang

membantu memangkas perilaku pada pasien. Subjek R juga menyampaikan

bahwa dalam terapi komunitas ada peraturan yang harus ditaati oleh klien yaitu

tidak boleh merokok ketika terapi komunitas berlangsung, tidak boleh berkata

kasar dan tidak boleh megumpat.

8
Sedangkan menurut pengurus Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa bernama D

bahwa tujuan dari terapi komunitas adalah bekerja sama dengan rasa kepedulian,

melindugi setiap anggota, menjaga kesehatan fisik, mental, dan emosional pada

klien. Subjek D mengakatan bahwa waktu yang digunakan untuk melangsungkan

terapi komunitas yaitu selama 6 bulan dan syarat untuk mengikuti terapi

komunitas yaitu minimal umur pasien 18 tahun-30 tahun. Media yang digunakan

dalam terapi komunitas berupa pertemuan seperti mengadakan seminar, diskusi

kelompok setiap klien harus membawa kertas dan bolpoin.

Terapi komunitas memiliki tujuan merubah perilaku menjadi lebih baik

yang mengacu pada empat aspek dalam kehdupan, yaitu dari fisik, mental,

emosional dan spiritual. Dalam aspek spiritual atau kerohanian klien akan

melaksanakan kegiatan kerohanian sperti salat 5 waktu, ngaji, puasa, zikir, dan

pemberian tausyiah agama oleh ustaz. Begitu pula terapi komunitas sebagai

alternatif menyembuhkan jiwa yang sakit dapat dikaji mendalam dalam keilmuan

tasawuf. Pasalnya, tasawuf sendiri merupakan upaya pembersihan jiwa yang

membutuhkan berbagai sarana terntentu dalam pelaksanaannya. Terlebih dalam

kondisi modernitas seperti sekarang ini, di mana aset ilmu pengetahuan dan

teknologi berkembang sebagaimana zamannya. Maka dengan adanya terapi

komunitas dan aneka ragam progam yang ada dapat diimplementasikan sebagai

bentuk alternatif pensucian jiwa secara modern. Seperti progam Tools Of The

House yang berfokus pada pengendalian perilaku.

Dalam tasawuf sendiri, pembentukan perilaku turut menjadi perhatian

tersendiri. Hubungan akhlak dan tasawuf menurut Harun Nasution, sebagaimana

9
deketahui bahwa tasawuf menonjol dalam ibadah, karena tasawuf itu pada

hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti salat, puasa, haji, dzikir dan lain

sebagainya. Ibadah dalam Al-Qur’an dikaitkan dengan takwa, yaitu dengan

menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Orang yang bertakwa

adalah orang yang berakhlak mulia (Farid, 2017).

Tasawuf merupakan suatu usaha dalam rangka pensucian diri (tazkiyyat al-

nafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang menyebabkan

jauh dari Allah SWT. Ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan

diri (tazkiyyat al-nafs) diantaranya: “Sungguh, bahagialah orang yang mensucikan

jiwanya” (QS. Asy-Syams: 9). Pensucian diri ini terpantul dari ma’rifat Allah,

yaitu sejenis pengetahuan untuk menangkap hakikat atau realitas Tuhan

(Kurniawan, 2013).

Tasawuf dalam kehidupan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan

dalam menuntaskan permasalahan dan penyakit sosial yang ada seperti

penyalahgunaan narkoba. Tasawuf merupakan upaya untuk membersihkan

pandangan, meluruskan niat, memurnikan orientasi dan cara bertindak untuk tidak

terlalu mementingkan selain Allah. Nilai tasawuf adalah suatu yang ideal yang

menyangkut tentang keyakinan, terhadap jalan hidup manusia yang

dikehendaknya dan menjadi corak berfikir, bersikap dan sosial seseorang dalam

mencari jalan menuju kehadirat Allah, dengan membebaskan diri dari perilaku

yang tidak baik. Untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan pensucian jiwa

terdapat nilai-nilai tasawuf yang harus dijalankan untuk mendekatkan diri kepada

Allah dalam rangka pensucian jiwa. Nilai-nilai tasawuf yang bisa

10
diimplementasikan dalam kehidupan yaitu Sabar, Tawakal, Zuhud, Wara’, Ridha

dan Tobat (Khoirudin, 2016).

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dengan harapan untuk

mengetahui nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas. Menurut wawancara

dengan ketiga pengurus Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa terapi untuk pemulihan

yang dilakukan dalam sebuah komunitas untuk mengubah perilaku yang baik

klien narkoba. Terapi komunitas yang diterapkan Yayasan Cahaya Kusuma

Bangsa untuk klien penyalahguna narkoba mengacu pada 4 aspek dalam

kehidupan salah satunya adalah aspek spiritual. Dalam pelaksanaan kegiatan

spiritual seperti salat, zikir, terdapat nilai-nilai tasawuf yang terkandung dalam

terapi komunitas untuk perubahan perilaku yaitu Al-Taubah, Wara’, Zuhud,

Tawakal, Sabar dan Ridha. Hal tersebut bertujuan agar nilai-nilai tasawuf dapat

membumi di kalangan masyarakat dan juga bisa dimanfaatkan sebagai

pengobatan alternatif berdasarkan metode terapi komunitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, fokus

persoalan yang akan ditemukan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Nilai-Nilai

Tasawuf dalam Terapi Komunitas di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan diatas, maka tujuan


dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Nilai-Nilai Tasawuf dalam Terapi
Komunitas di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa.

11
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat menjadi

pelengkap sarana pengetahuan tentang nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas

khusunya untuk memperluas wawasan tentang nilai-nilai tasawuf yang terkandung

dalam terapi komunitas serta dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti

selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan

mandala tentang nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi sumber-sumber informasi yang

realitas di kalangan masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam

menambah wawasan, informasi, pengetahuan dan kajian tentang nilai-nilai

tasawuf dalam terapi komunitas.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun ide dasar penelitian, tinjauan pustaka yang digunakan

adalah penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik penelitian ini. Penelitian-

penelitian sebelumnya ditemukan dalam bentuk jurnal.

Pertama, Penelitian Tira Nalvianti Rahmi, Siti Raudhoh, Amelia Dwi Fitri

tahun 2020 yang berujudul Harga Diri Mantan Pecandu Narkoba Yang Bekerja

di Pusat Rehabilitasi “X” Jambi. Melalui metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi diperoleh hasil bahwa harga diri pada partisipan cenderung

mengarah ke dalam kategori harga diri sedang berdasarkan macam-macam harga

diri yang dikemukakan di dalam teori Coopersmith. Harga diri pada mantan

pecandu narkoba yang bekerja di pusat keseluruhan partisipan mampu mengontrol

emosi, sikap, maupun perilakunya.

Kedua, Penelitian Syarifuddin Gani tahun 2013 yang berjudul Therapeutic

Community (TC) pada Residen Penyalahguna Narkoba di Panti Social

Marsudiputra Dharmapala Inderalaya Sumatera Selatan. Melalui pendekatan

penelitian evaluasi diperoleh hasil bahwa tujuan Therapeutic Community adalah

terjadinya perubahan tingkah laku, perkembangan emosi, perkembangan

intelektual, spiritual dan keterampilan kerja. Hasil analisis yang dilakukan didapat

adanya perubahan pada residen setelah mengikuti proses rehabilitasi di panti.

13
Ketiga, Penelitian Irfan Ardani, Heti Sri Hari Cahyani tahun 2019 yang

berjudul Efektivitas Metode Therapeutic Community Dalam Pencegahan Relapse

Korban Penyalahguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan Bogor

Tahun 2017. Melalui pedekatan kualitatif diperoleh hasil tingkat keberhasilan

klien dalam mengikuti rangkaian rehabilitasi sosial dengan metode TC di PSPP

Galih Pakuan salah satunya dapat dilihat dari tingkat kelulusan klien. Metode TC

mengharuskan setiap penyalahguna napza untuk menetap di satu tempat yang

sama (panti rehabilitasi sosial) untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama

dengan tujuan membantu seseorang untuk menyadari potensi-potensi dirinya

sehingga dapat memanfaatkan sarana dan prasana yang diberikan untuk

mengembangkan potensi-potensi secara maksimal.

Keempat, Penelitian Lenny Nuraeni,S.pd,M.pd tahun 2012 yang berjudul

Efektivitas Penggunaan Metode Therapeutic Community (TC) Dalam

Membangun Kesadaran Kelayan Eks Penyalahguna NAPZA. Melalui metode

deskriptif diperoleh hasil bahwa pengaruh yang dihasilkan oleh Metode

Therapeutic Community (TC) terhadap kesadaran Kelayan Eks penyalahguna

NAPZA bersifat positif. Hasil ini ditunjukkan koefisien regresi yang positif. Hal

ini memberikan arti bahwa perubahan yang terjadi pada vnariabel metode

Therapeutic Community (TC) dapat meningkatkan kesadaran Kelayan Eks

penyalahguna NAPZA dan hubungan antara dua variabel bersifat dependent dan

signifikan, artinya kesadaran Kelayan Eks penyahguna NAPZA dipengaruhi oleh

penggunaan metode Therapeutic Community (TC) (Nuraeni, 2012).

14
Kelima, Penelitian Muhammad Azwar, Lilis Widiastuty tahun 2020 yang

berjudul Pengaruh Terapi Komunitas Terhadap Perubahan Perilaku

Penyalahguna Narkoba di Layanan Rehabilitasi Yayasan Mitra Husada

Makassar. Melalui pendekatan deskriptif diperoleh hasil bahwa kategori struktur

progam utama dari terapi komunitas terdiri dari 4 komponen yaitu Behavior

manegment shaping (pembentukan tingkah laku), Emotional dan Psychological

(pengendalian emosi dan psikologi), Intelektual dan Spiritual (pengembangan

pemikiran dan kerohanian), dan Keterampilan kerja. Dalam penerapan terapi

komunitas perubahan perilaku residen pada masa rehabilitasi yaitu adanya

kemampuan untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan model terapi

komunitas yang diterapkan akan mempercepat masa pemulihan dari pengaruh

penggunaan narkoba dan membantu memotivasi pasien agar residen dapat mampu

bersosialisas dalam lingkungan masyarakat (Azhar et al., 2020).

Keenam, Penelitian Satria Budi Perkasa tahun 22020 yang berjudul

Pelaksanaan Therapeutic Community (TC) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP) Lapas Kelas II Magelang. Dengan studi pustaka dengan hasil penelitian

bahwa Therapeutic Community (TC) mempunyai motto “Man helping man to

help himself”. Anggota komunitas (residen) bertanggung jawab untuk saling

menolong satu sama lain, metode therapeutic community memiliki tingkat

keberhasilan sebesar 80% dengan indikatornya, penyalahguna narkoba berhasil

bertahan pada kondisi bebas zat (abstinensia) dalam waktu yang lebih lama

dengan catatan residen tersebut mengikuti seluruh tahapan hingga selesai

(Perkasa, 2020).

15
Ketujuh, Penelitian Asep Kurniawan tahun 2013 yang berjudul Penanaman

Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Rangka Pembinaan Akhlak di Sekolah Melalui

Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan. Dengan studi pustakanya dengan hasil

penelian bahwa penanaman nilai-nilai tasawuf di sekolah bertujuan untuk

menerapkan sifat ihsan dalam perilaku sehari-hari sehingga merasakan kedekatan

diri dengan Allah. Dengan terbinanya akhlak pada siswa, maka akan

menimbulkan kesadaran untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama islam dengan

Istiqomah. Dalam penanaman nilai-nilai tasawuf kegiatan ekstrakurikuler

kegamaan yang dapat dilaksanakan di sekolah seperti kegiatan pesantren kilat

(Kurniawan, 2013).

Kedelapan, Penelitian Nur Yasin, Sutiah tahun 2020 yang berjudul

Penerapan Nilai-Nilai Tasawuf dalam Pembinaan Akhlak Santri pada Pondok

Pesantren Miftahul Huda Gading Malang. Melalui pendekatan kualitatif

diperoleh hasil bahwa proses model penerapan nilai-nilai tasawuf dalam

pembinaan sebgagai upaya pembinaan akhlak santri pada Pondok Pesantren

Miftahul Huda Gading Malang ada tiga, yaitu: Takhali (pengosongan atau

pembersihan) yakni mengosongkan segala hal dari perbuatan tercela, Tahalli

(pengisian) mengisi hati dan jiwa dengan perbuatan terpuji setelah pengosongan,

dan Tajalli (terbukanya Nur Ilahi) yakni tersingkapnya Nur Ilahi para salik

(pencari Tuhan) menemukan hakikat cinta dan makrifat kepada Allah SWT

(Yasin & Sutiah, 2020).

Kesembilan, Penelitian M. Arif Khoiruddin tahun 2016 yang berjudul Peran

Tasawuf Dalam Kehidupan Masyarakat Modern. Melalui pendekatan studi kasus

16
yang diperoleh hasil tasawuf dalam kehidupan sosial mempunyai pengaruh yang

signifikan dalam menuntaskan permasalahan dan penyakit sosial yang ada,

amalan yang terdapat dalam ajaran tasawuf akan membimbing seseorang dalam

mengarungi kehidupan dunia menjadi manusia yang arif, bijaksana dan

professional dalam kehidupan bermasyarakat (Arif Khoirudin, 2016).

Kesepuluh, Efa Ida Amaliyah, Nur Shofa Ulfiyati tahun 2017 yang berjudul

Tasawuf dan Kesalehan Sosial (Keterpaduan antara Nilai-Nilai Individu dan

Sosial). Melalui metode analitis deskripsi diperoleh hasil Kesalehan sosial dan

dan konsep ihsan dalam tasawuf merupakan puncak tertinggi dalam beragama

dan dapat di implementasikan dalam kehidupan dunia modern saat ini akan

melahirkan manusia yang sempurna (insan kamil), melahirkan manusia yang

beramal dan berbuat baik dalam segala aspek. Tingkah laku seorang dalam

mengarungi kehidupan dunia tidak bertumpu pada akhlak yang bernilai baik.

Akhlak yang dinilai baik yaitu tingkah laku terhadap Tuhan (ibadah), tingkah laku

terhadap manusia (muamalah), dan tingkah laku terhadap makhluk hidup lain

seperti binatang dan tumbuhan (Amaliyah & Ulfiyati, 2015).

Kesebelas, Human Friedrich Unterrainer, Aljoscha C, Neubauer tahun 2013

yang berjudul Differences in Big Five Personality Traits Between Alcohol and

Polydrug Abusers: Implications for Treatment in the Therapeutic Community.

Diperoleh hasil studi percontohan ini menguji karakteristik kepribadian

menggunakan lima faktor yang dikombinasikan dengan ukuran pencarian sensasi

dan kesejahteraan religius atau spiritual di Australia menggunakan dua sampel

penyalahguna narkoba. Enam puluh tiga pecandu laki-laki (33 etergantungn

17
narkoba, 30 alkohol) yang dirawat dalam pengaturan terapi komunitas terapeutik

diuji dengan Kepribadian Neo versi revisi invertaris, skala pencarian sensasi dan

investaris multidimensi untuk kesejahteraan religius atau spiritual (Lackner,

Unterrainer, & Neubauer, 2013).

Keduabelas, Vivi Sylviani Biafri tahun 2020 yang berjudul Implementation

Of The Therapeutic Commynity Rehabilitation For Narcotic Prisoners At

Narcotics Special Prison Clas II A jakarta. Melalui metode kualitatif peroleh hasil

Transparansi kegiatan rehabilitasi therapeutic community mulai dari perencanaan,

pelaksanaan dan akhir kegiatan di lapas khusus narkotika kelas II A jakarta belum

optimal dalam melaksanakan rehabilitasi therapeutic community dan nilai-nilai

transparansi belum diterapkan dalam kegiatan rehabilitasi. Petugas rehabiltasi

therapeutic community di Lapas Khusus Narkotika Kelas II A Jakarta dilakukan

oleh badan narkotika Indonesia (BNN). Petugas lapas mengikuti pelatihan

therapeutic community oleh BNN dan di ikut sertakan sebagai peserta magang di

BNN selama 2 bulan dan di panti sosial rehabilitasi selama 10 hari (Biafri, 2020).

Ketigabelas, A Gani tahun 2019 yang berjudul Urgency Education Morals

Of Sufism in Millennial Era. Melalui metode Kualitatif deskriptif diperoleh hasil

pendidikan akhlak tasawuf sangat dibutuhkan, karena mengarahkan manusia ke

jalan yang benar. Sikap hedonistik dan materialistik yang merajarela dalam

kehidupan modern diatasi dengan menerapkan konsep zuhud yang bertujuan

untuk menghindarkan diri manusia dari pengaruh duniawi dan untuk mencapai

tujuan yang terkait dengan pendekatan diri kepada Tuhan. Tasawuf dikaitkan

dengan prinsip-prinsip positif yang mampu mengembangkan masa depan manusia

18
seperti melakukan muhasabah, mengosongkan jiwa dari sifat-sifat tercela yaitu

sombong, cinta dunia (takhalli) dan menghiasi diri dengan sifat yang mulia

(tahalli) (A. Gani, 2019).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang tercantum di

atas terletak pada Pertama, Variabel dalam penelitian ini adalah nilai-nilai

tasawuf dalam terapi komunitas. Sedangkan kebanyakan penelitian terdahulu

hanya terfokus pada terapi komunitas secara umum dan nilai-nilai tasawuf dalam

pembinaan akhlak anak santri. Seperti penelitian Satria Budi Perkasa yang

berjudul Pelaksanaan Therapeutic Community (TC) Bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan (WPB) Lapas Kelas II Magelang.

Kedua, Kebanyakan metode yang digunakan pada penelitian sebelumnya

tantang nilai-nilai tasawuf dan terapi komunitas menggunakan metode kuantitatif,

kualitatif, deskriptif dan studi pustaka. Terdapat satu metode kualitatif

fenomenologi yang ditemukan, yakni penelitian Tira Nalvianti Rahmi, Siti

Raudhoh, Amelia Dwi Fitri (2020) dengan judul Harga Diri Mantan Pecandu

Narkoba Yang Bekerja di Panti Rehabilitasi “X” Jambi (Rahmi, Raudhoh, &

Fitri, 2020). Secara garis besar penelitian tersebut mengupas tentang harga diri

mantan pecandu narkoba yang bekerja di panti rehabilitasi “x” jambi dengan

menggunakan terapi yang sudah diterapkan. Sedangkan dalam penelitian kali ini

metode kualitatif fenomenologi yang digunakan akan menggali secara mendalam

tentang nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas.

19
Ketiga, Subjek dan tempat penelitian. Subjek penelitian sebelumnya adalah

remaja, narapidana, dan santri. Tempat penelitian sebelumnya diantaranya lapas,

pondok pesantren, sekolahan, dan daerah tertentu. Sedangkan perbedaan pada

penelitian ini subjek yang diambil adalah klien penyalahguna narkoba usia 18-30

tahun yang bertempat di rehabilitasi Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa.

B. Landasan Teori

1. Pengertian Terapi Komunitas

Terapi Komunitas menurut Leon (2000) dalam terapi komunitas, semua

aktivitas dan interaksi interpersonal dan sosial memfasilitasi pemulihan dan hidup

yang benar. Tahapan terapi komunitas menurut George De Leon (2000) ada tiga

progam utama dalam tahapan terapi komunitas yaitu induksi, perawatan primer

dan re-entry.

a. Induksi

Tahap induksi didefinisikan sebagai 30 hari pertama masuk. Tujuan utama

dari induksi yaitu untuk mengasimilasi individu ke dalam masyarakat.

b. Perawatan Primer

Perawatan primer umumnya terdiri dari tiga fase yaitu berkorelasi dengan

waktu dalam pelaksanaan terapi komunitas (dua hingga empat bulan, lima hingga

delapan bulan, dan sembilan sampai dua belas bulan). Fase-fase ini ditentukan

oleh konselor yang berkaitan. Tujuan utama perawatan promer yaitu untuk

mengatasi masalah sosial.

c. Re-Entry

20
Tujuan utama dari re-entry yaitu untuk memfasilitasi individu pemisahan

dari komunitas perumahan dan untuk menyelesaikan transisi yang sukses ke

masyarakat yang lebih besar. Dalam tahap re-entry terdiri dari dua fase residensial

dan nonresidensial. Diawal fase residensial (sekitar 13-18 bulan), tujuan dari fase

residensial adalah untuk menyelesaikan transisi yang sukses dari residensi dan

memfasilitasi penyesuaian awal ke masyarakat luar.

Glenn R Hanson dalam Research Report National Institute on Drugs Abuse

(NIDA) Terapi Komunitas adalah metode pemulihan atau pembelajaran kembali

pembiasaan perilaku sosial dan pnguatan kembali kecakapan-kecakapan sosial

yang meliputi fungsi, keterampilan, nilai-nilai hidup dan mengembalikan

kesehatan emosi, fisik dan psikologis yang sehat melalui rehabilitasi.

Terapi Komunitas adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan

kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah “keluarga” yang

terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan

yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh salah satu

orang sehingga terjadi perubahan perilaku yang negatif menjadi ke arah perilaku

yang positif. Teori yang mendasari metode komunitas adalah pendekatan

behavioral yang berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan punishment

(hukuman) dalam mengubah suatu perilaku (Wulanjaya, 2013).

Konsep dasar rehabilitasi sosial dengan metode terapi komunitas mengacu

pada lima pilar yang menjadi dasar pelaksanaan rehabilitasi sosial (Ardani &

Cahyani, 2019). Aspek perawatan penyalahguna narkoba dengan metode terapi

21
komunitas umumnya dikenal dengan 4 struktur dan 5 pilar (Ardani & Cahyani,

2019). Berikut empat struktur dalam terapi komunitas:

1. Behavior management shaping (membentuk perubahan perilaku)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola

kehidupan sehingga terbentuknya perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai norma

yang berlaku di kehidupan masyarakat.

2. Emotional and Psychological (melatih kemampuan emosi dan psikologis)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan

penyesuaian diri secara emosional dan psikologi.

3. Intelectual and Spiritual (peningkatan aspek intelektual dan spiritual)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan dari aspek

pengetahuan, nilai spiritual untuk membangun moral dan etika yang baik,

sehingga mampu menghadapi kehidupan maupun permasalahan yang belum

terselesaikan.

4. Vocational/survival skill (pembekalan keterampilan)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam

keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyesuaikan tugas sehari-hari

maupun masaalah dalam kehidupan.

Berikut lima pilar dalam terapi komunitas:

1) Familly milleu concept (pendekatan kekeluargaan)

Lingkungan keluarga sebagai faktor utama penunjang untuk pemulihan

penyalahguna narkoba.

22
2) Peer Pressure (perubahan perilaku melalui kelompok sebaya)

Menciptakan tekanan antar teman yang bersifat positif, sehingga dapat

memicu perubahan perilaku.

3) Therapeutic Session (jadwal kegiatan padat sehingga klien tidak memiliki

waktu senggang yang tidak bermanfaat)

Berbagai kerja kelompok untuk meningkatkan rasa percaya diri dan

pengembangan pribadi dalam rangka membantu proses pemulihan.

4) Religius Class (meningkatkan kualitas keimanan klien)

Proses untuk menanamkan nilai-nilai dan pemahaman agama untuk

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

5) Role Model (meningkatkan kepercayaan diri)

Proses pembelajaran untuk mendalami prinsip dalam proses pemulihan dan

mempelajari cara hidup yang benar sehingga bisa menjadi contoh panutan bagi

teman yang lain.

2. Tasawuf

a. Pengertian Tasawuf

Pengertian tasawuf menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ulumuddin,

Tasawuf adalah ilmu yang membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri

kepada Allah SWT. Tasawuf adalah budi pekerti barang siapa yang memberikan

budi pekerti, berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam bertasawuf, maka

hamba yang jiwanya menerima perintah untuk beramal karena sesungguhnya

mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) islam dari ahli zuhud yang

jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan beberapa akhlak terpuji, karena

23
mereka telah melakukan suluk nur dengan nur (petunjuk) imannya (Dacholfany,

2015).

Tasawuf dari segi bahasa merupakan masdar dari kata kerja tasawwafa-

yatasawwafu kemudian menjadi tasawwufan, yang diistilahkan dalam kaidah

bahasa arab yang berarti menjadi atau berpindah. Lafal al-tasawwuf artinya

menjadi berbulu yang banyak, dengan arti sebenarnya adalah menjadi sufi dengan

ciri khas pakaian yang terbuat dari bulu domba (wol). Lima istilah yang

berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (orang yang tinggal diserambi masjid

Nabi), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain

wol).

Tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri (

Tazkiyyatunnafs) dengan cara menauhkan diri dari pengaruh kehidupan dunia

yang menyebabkan lalai dari Allah. Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi

bahwa tasawuf adalah ilmu yang menerangkan tentang keadaan jiwa (nafs) yang

diketahui kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan dari sifat-sifat yang

buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, jalan

menuju Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah (Badrudin, 2015).

Dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah usaha atau upaya untuk

mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mensucikan diri dengan mendekatkan

diri kepada Allah. agar tidak terpengaruh kehidupan dunia yang membuat lalai

terhadap Allah. Ketika lahir dan batin seseorang sudah suci maka perilaku

seseorang akan terjaga dengan baik.

24
b. Karakteristik Tasawuf

Dalam ilmu tasawuf terdapat karakteristik yang berbeda berdasarkan

sumber atau ajaran tasawuf. Karakteristik tasawuf diantaranya: tasawuf amali,

tasawuf falsafi dan tasawuf akhlaki. Salah satu karakteristik tasawuf yang ambil

untuk menganalisis data, yaitu karakteristik tasawuf akhlaki.

1. Tasawuf Amali

Ajaran dasar dalam islam dapat dikategorikan menjadi tiga komponen, yaitu

iman (aqidah), Islam (syari’ah: ibadah dan muammalah), dan ihsan (akhlak-

tasawuf). Ajaran dasar pertama ialah iman, atau istilah lain adalah aqidah. Iman

atau aqidah merupakan prinsip keyakinan yang paling fundamental. Agama islam

mengajarkan pokok-pokok kepecayaan yang harus diyakini oleh setiap orang

yang mengaku dirinya sebagai seorang mukmim. Perkembangan pemikiran

mengenai pokok-pokok kepercayaan yang melahirkan aliran-aliran kalam, seperti

Qadariyyah, Jabariyyah, Khawarij, Mu’tazilah, Murjia’ah, Asy’ariyyah, Syi’ah.

Ajaran dasar yang kedua Islam. Penjabarannya kemudian lebih populer

dengan istilah syari’ah. Syari’ah diartikan sebagai peraturan Tuhan yang harus

dipatuhi oleh setiap muslim. Peraturan yang berkenan dengan hubungan antara

manusia dengan Tuhan (habl min Allah) dan ada yang berkenaan dengan

hubungan antara manusia (habl min al-Nas) atau hubungan kemasyarakatan.

Hubungan manusia dengan Tuhan disebut ibadah, dan hubungan kemasyarakatan

disebut dengan mu’amalah. Perkembangan pemikiran terhadap ajaran dasar telah

melahirkan mazhab-mazhab fiqh (hukum islam), seperti Hanafiyyah, Malikiyyah,

Syafi’iyyah, Hambaliyyah.

25
Ajaran dasar yang ketiga adalah ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang rasa

penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam kehidupan seseorang. Penghayatan atau

kehadiran Tuhan dalam kehidupan seseorang. Penghayatan akan kehadiran Tuhan

dapat dilakukan melalui ibadah, sehingga seseorang merasa dekat dengan kepada

Tuhan. Pada hakikatnya, ketiga ajaran dasar Islam diatas, antara satu komponen

dengan komponen lainnya saling mendukung dan bersifat integratif. Artinya,

masing-masing komponen tidak bisa dipisahkan secara persial, tetapi harus

dipahami secara integral. Islam tidak bisa tanpa iman, dan iman tidak sempurna

tanpa ihsan.

2. Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara

pencapaian dan pencerahan mistikal dengan pemaparan yang bersifat rasional

filosofis. Ajaran-ajaran yang ada dalam tasawuf falsafi adalah ajaran yang

menggabungkan antara ilmu tasawuf dan filsafat, tasawuf falsafi disebut dengan

ajaran “Mistikisme Islam” dan berikut ini adalah beberapa ajaran yang ada

didalamnya: Wahdat al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu

waahdat dan al-Wujud yang artinya tunggal atau kesatuan, sedangkan al-Wujud

artinya ada. Dengan demikian wahdat al-Wujud artinya kesatuan wujud. Menurut

para ahli filsafat dan sufistik kata al-wahdah digunakan sebagai suatu kesatuan

antara materi dan ruh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak

(lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah. karena alam dari segi hakikatnya

qadim dan berasal dari Allah.

26
3. Tasawuf Akhlaki

Tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak,

mencari hakikat kebenaran dan mewujudkan manusia yang dapat ma’rifat kepada

Allah SWT dengan metode-metode yang telah dirumuskan. Tasawuf akhlaki

disebut dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf akhlaki berusaha untuk

mewujudkan akhlak mulia dalam diri sufi, sekaligus menghindarkan diri dari

akhlak madzmumah (tercela). Tasawuf akhlaki memberi pemahaman yang

mendasar, bahwa tidak akan berhasil pengendalian diri pribadi dan perubahan

mental. Proses pembinaan akhlak yang dilakukan dengan cara tazkiyat an-nafs

(pensucian diri) (Artani Hasbi, 2016).

Tazkiyat an-nafs adalah suatu metode dalam pembinaan jiwa dan

pendidikan akhlak manusia. Tazkiyat an-nafs secara etimologis mempunyai dua

makna yaitu penyucian dan penyembuhan. Menurut istilah berarti penyucian jiwa

dari segala penyakit dengan menjadikan asma dan sifa Allah sebagai akhlaknya

(Takhalluq) (Masyhuri, 2012). Tazkiyat an-nafs sangat erat kaitannya dengan

akhlak, kejiwaan, dan usaha mendekatkan diri kepada Allah. Tahapan tazkiyat an-

nafs dibagi menajadi tiga, yaitu takhali, tahali dan tajali (Fahrudin, 2014).

Takhlalli adalah upaya untuk mebebaskan diri dari keadaan pikiran dan etika yang

tercela. Kemudian Tahalli adalah pengisian diri dengan sifat-sifat yang terpuji.

Sedangkan Tajalli adalah jiwa bersih yang telah terisi dengan butir-butir mutiara

akhlak yang baik. Berikut ini adalah penjabaran dari tahapan tersebut :

a. Takhalli

27
Takhali adalah langkah utama yang harus dilakukan oleh seorang sufi.

Takhali atau penarikan diri. Takhali adalah membersihkan diri dari sifat-sifat

tercela, kotor, dan penyakit hati yang dapat merusat perilaku seseorang. Takhali

merupakan fase penyucian budi pekerti atau mengosongkan diri dari perilaku

yang tercela, sehingga menumbuhkan moral dan akhlak yang terpuji (Yasin &

Sutiah, 2020).

b. Tahalli

Tahalli adalah pengisian atau menghiasi diri dengan perbuatan yang baik.

Fase tahalli berkaitan erat dengan fase takhalli yang menerapkan pengosongan

(takhalli) dari perilaku tercela diisi dengan perbuatan yang terpuji (tahalli), agar

jiwa tersebut tidak kembali melakukan perilaku tercela (Yasin & Sutiah, 2020).

c. Tajalli

Tajalli adalah tersingkapnya nur ghaib atau tersingkapnya cahaya dalam hati

setelah melalui beberapa proses yang sudah dilewati. Peningkatan nur ghaib

dalam jiwa dilakukan dengan istiqamah dalam mengamalkan amalan pada fase

takhalli, tahalli, dan tajalli. Tajalli merupakan tingkat dari model penanaman nilai-

nilai tasawuf, seseorang yang sudah berhasil dalam fase tajalli akan terbuka nur

Ilahinya (Yasin & Sutiah, 2020).

d. Maqam

Pembicaraan tasawuf tidak terlepas dengan pembicaraan tentang kedekatan

orang sufi dengan Allah. Tingkatan dalam kalangan sufi diistilahkan dengan

maqam. Maqam adalah kedudukan atau tahapan-tahapan spiritual yang dilalui

dalam menempuh jalan menuju Allah untuk mencapai rohani yang lebih baik

28
dalam mendekatkan diri kepada Allah. Hubungan manusia dengan Allah dapat

dicapai dengan beberapa upaya melalui tahapan maqam. Dalam pandangan Al-

Qusyairi, maqam adalah tahapan adab etika seorang hamba dalam rangka wushul

(sampai) kepada Allah dengan berbagai upaya, diwujudkan dengan satu tujuan

dan ukuran tugas. Para ulama sufi berbeda pendapat tentang jenjang–jenjang

dalam tasawuf, begitu juga tentang jumlah maqam. Menurut Al-Qusyairi maqam

terdiri dari: Al-taubah, wara’, zuhud, tawakal, sabar dan ridha (Asnawiyah, 2014).

Berikut ini adalah penjelasan tentang tahapan maqam tersebut :

a. Al-Taubah

Dalam bahasa Indonesia, tobat bermakna sadar dan menyesal akan dosa

(perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan

perbuatan. Maqam taubah merupakan maqam pertama yang harus dilewati setiap

salik dan diaraih dengan menjalankan ibadah, mujahadah dan riyadhah.

b. Wara’

Kata wara’ berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang

bermakna berhati-hati. Dalam KBBI wara’ bermakna patuh dan taat kepada Allah.

wara’ ditandai dengan kewaspadaan yang tinggi. Secara harfiah, wara’ berarti

menahan diri, berhati-hati atau menjaga diri. Wara’ memiliki empat tingkatan,

sebagai berikut: Tingkatan pertama, wara’ al udul (wara’ orang-orang yang

memiliki kelayakan moralitas), Tingkatan kedua, wara’ orang yang was-was

contohnya syubhat yang tidak wajib dijauhi tetapi dianjurkan untuk dijauhi,

Tingkatan ketiga, wara’al-Muttaqin, Tingkatan keempat, wara’ ash-shiddiqin.

c. Zuhud

29
Kata zuhud berasal dari bahasa arab, zahada, yazhudu, zuhdan yang artinya

menjauhkan diri, tidak menjadi berkeinginan, dan tidak tertarik. Dalam bahasa

Indonesia, zuhud berarti “perihal meninggalkan keduniawian”. Secara etimologis,

zuhud berarti ragaba’ ansyai’in wa tarakahu, yang artinya tidak tertarik terhadap

sesuatu dan meninggalkannya. Zuhada fi al-dunya, yang berrati mengosongkan

diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.

d. Tawakal

Berasal dari bahasa arab, wakila, yakilu, wakilan yang berarti

mempercayakan, memberi, membuang urusan, bersandar dan bergantung, istilah

tawakal disebut di dalam Al-Qur’an dalam berbagai bentuk sebanyak 70 kali.

Secara harfiah tawakal berarti menyerahkan diri. Menurut Al-Qusyairi tawakal

tempatnya di dalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan tidak mengubah

tawakal yang terdapat dalam hati. Hal ini terjadi setelah hamba meyakini bahwa

segala ketentuan hanya didasarkan pada ketentuan Allah.

e. Sabar

Kata sabar berasal dari bahasa arab, shabara, yashibiru, shabran yang

berarti mengikat, bersabar, menahan diri dari larangan dan menahan diri dari

kesedihan. Kata sabar disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak 103 kali. Dalam

bahasa Indonesia, sabar bermakna tahan menghadapi cobaan, tabah, tenang, tidak

tergesah-gesah dan tidak terburu oleh nafsu.

f. Ridha

Kata Ridha berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan yang berarti

senang, puas, memilih persetujuan, menyenangkan, menerima. Ridha berarti tidak

30
berusaha, tidak menentang qodar dari Allah. Menerima qada dan qodar dengan

hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di

dalamnya hanyalah perasaan senang dan gembira.

C. Kerangka Berfikir

Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang nilai-nilai tasawuf dalam terapi

komunitas. Penyalahgunaan narkoba bukanlah sumber permasalahan pokok dalam

diri penyalahguna narkoba. Upaya pemulihan bagi korban penyalahguna narkoba

diperlukan untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan akibat

penyalahgunaan narkoba. Penyalahguna narkoba dapat berdampak pada fisik,

psikis dan sosial pada diri sendiri dan kehidupan seseorang, maka perlu adanya

usaha rehabilitasi untuk penyembuhan korban penyalahguna narkoba.

Rehabilitasi salah satu upaya untuk memulihkan dan mengembalikan

kondisi para penyalahguna narkoba kembali sehat pada fisik, psikologis, sosial

dan agama. Rehabilitasi dilakukan untuk pemulihan dengan cara memberikan

intervensi secara fisik, psikologis dan sosial kepada klien penyalahguna narkoba.

Rehabilitasi merupakan suatu proses untuk memulihkan dan mengembalikan

kondisi pecandu narkoba agar mampu kembali melaksanakan tugas pokok dan

fungsi kehidupan sosial secara wajar dan dapat diterima kembali oleh masyarakat.

Terapi komunitas merupakan sebuah metode dan lingkungan yang

terstruktur yang digunakan untuk mengubah perilaku manusia dalam konteks

kehidupan masyarakat dan tanggung jawab. Usaha-usaha untuk penyembuhan

korban penyalahguna narkoba dengan terapi komunitas berbentuk kegiatan terapi

31
kelompok untuk klien seperti pelaksanaan kegiatan morning meeting, seminar,

encounter, recreation hours, dan sprint cleaning. Kegiatan tersebut dilakukan

untuk memangkas perilaku negative dan mengubahnya menjadi perilaku yang

positf.

Terapi komunitas memiliki prinsip interpersonal yang cukup tinggi,

sehingga mampu mendorong orang lain dalam belajar berinteraksi di suatu

komunitas. Konsep yang digunakan dalam terapi komunitas yaitu selp help,

mutual help yaitu semua anggota komunitas bertanggung jawab untuk saling

tolong menolong satu sama lain.

Tujuan penerapan terapi komunitas adalah perubahan tingkah laku,

perkembangan emosi, perkembangan intelektual, spiritual dan keterampilan kerja.

Terapi komunitas menggunakan beberapa layanan konseling seperti bimbingan

kelompok, konseling kelompok dalam melatih dan mengontrol stabilitas emosi.

Dalam terapi komunitas terdapat aspek yang dikenal dengan 4 struktur dan 5

pilar. 4 struktur dalam terapi komunitas meliputi : Membentuk perubahan

perilaku, Melatih kemampuan emosi dan psikologis, Peningkatan aspek

intelektual dan spiritual dan Pembekalan keterampilan. 5 pilar dalam terapi

komunitas meliputi Pendekatan kekeluargaan, Perubahan perilaku melalui

kelompok sebaya, Jadwal kegiatan, Meningkatkan kualitas keimanan dan

Meningkatkan kepercayaan diri.

Terdapat keterkaitan antara terapi komunias dengan nilai-nilai tasawuf

diantaranya adalah : Pertama, pada Pilar pendekatan kekeluargaan berpengaruh

32
pada Struktur melatih kemampuan emosi dan psikologis sehingga berkaitan

dengan nilai tasawuf Sabar. Kedua, pada Pilar kelompok sebaya berpengaruh pada

Struktur membentuk perubahan perilaku sehingga berkaitan dengan nilai tasawuf

Al-Taubah, Wara dan Zuhud. Ketiga, pada Pilar jadwal kegiatan dan keimanan

berpengaruh pada Struktur peningkatan aspek intelektual dan spiritual sehingga

bekaitan dengan nilai tasawuf Tawakal. Keempat, pada Pilar meningkatkan

kepercayaan diri berpengaruh pada Struktur pembekalan keterampilan sehingga

berkaitan dengan nilai tasawuf Ridha.

Kegiatan yang dilakukan dalam proses pemulihan klien penyalahguna

narkoba yaitu kegiatan bimbingan fisik, mental, spiritual, sosial, dan

keterampilan. Kegiatan tersebut mengandung makna sebagai pendekatan utama

dalam mencapai perubahan perilaku penyalahguna narkoba. Kegiatan spritual

yang yang dilakukan oleh klien penyalahguna narkoba yaitu salat 5 waktu, ngaji,

puasa, zikir dan tausiyah kegamaan. Kegiatan yang dilakukan oleh klien

penyalahguna narkoba membutikan bahwa klien mengalami proses perubahan

perilaku yang baik. Kegiatan harian dirancang secara padat untuk membuat para

klien fokus untuk mengikuti progam terapi komunitas secara optimal.

Kegiatan spiritual yang dilakukan memiliki relevansi terhadap perubahan

perilaku klien penyalahguna narkoba. Dampak positif dari kegiatan spiritual yaitu

klien mampu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah dan meninggalkan

kebiasaan buruk dan mengisi waktu dengan kegiatan keagamaan yang bertujuan

untuk menghindari dan meninggalkan kebiasaan buruk yakni penggunaan

narkoba.

33
Bagan Kerangka Berpikir

5 Pilar 4 Struktur Nilai-Nilai Tasawuf

Terapi Komunitas Terapi Komunitas

Pendekatan Kekeluargaan
Sabar
Melatih Kemampuan Emosi dan

Psikologis
Kelompok Sebaya Al-Taubah

Membentuk Perubahan Perilaku


Wara’
Jadwal Kegiatan

Peningkatan Aspek Intelektual dan Zuhud


Meningkatkan Kualitas Keimanan Spiritual

Tawakal

Meningkatkan Kepercayaan Diri Pembekalan Keterampilan


Ridha

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono

(2007) penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek yang

alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data yang dilakukan

secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna daripada generalisasi (Prasanti, 2018). Sedangkan menurut Bogdan dan

Taylor (1975) penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati

(Nugrahani, 2014). Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi.

Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi berupaya untuk menangkap

berbagai persoalan yang ada di masyarakat dan mengungkap makna yang terkandung di

dalamnya. Pendekatan fenomemologi dapat dimulai dengan memperhatikan dan fokus pada

fenomena yang akan diteliti dan melihat berbagai aspek subjektif dari perilaku objek

(Barlain, 2016). Penelitian dengan tema nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas

menggunakan pendekatan fenomenologi untuk menggali lebih mendalam tentang nilai-nilai

tasawuf dalam terapi komunitas di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa Surakarta yang terletak

di Jl. Gunung Slamet No.15, Kadipiro, Banjarsari, Surakarta.

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah konselor di Yayasan Cahaya Kusuma

Bangsa. Berikut adalah sumber data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Sumber Primer

35
Sumber primer adalah data yang diambil langsung dari tempat penelitian. Terdapat dua

sumber data primer dalam penelitian ini. Pertama, Dian Harfriansa selaku terapis atau

konseling dalam pelaksanaan terapi komunitas. Kedua, klien penyalahguna narkoba Yayasan

Cahaya Kusuma Bangsa. Berikut ini adalah karakteristik sampel praktisi:

a. Karakteristik sampel praktisi:

1. Memiliki keahlian dan keterampilan dalam terapi komunitas

b. Karakteristik sampel pasien:

1 Mengikuti seluruh rangkaian terapi komunitas, yaitu sebanyak 7 kali dalam seminggu

yang ditentukan oleh konselor

2 Kecanduan narkoba yang berat atau ringan

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel purposive

sampling. Menurut Sugiyono (2008) sampel purposive sampling yaitu teknik pengambilan

sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu (Mukhsin, Mappigau, & Tenriawaru,

2017). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara mengambil sampel dari terapi

komunitas yang ada di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa untuk mendapatkan data yang

mendukung penelitian ini.

2. Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang berkaitan dengan tema yang diteliti dan

diperoleh di luar tempat penelitian untuk melengkapi kebutuhan data penelitian.

B. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan penelitian dengan cara tanya

36
jawab antara pewawancara dengan informan tanpa menggunakan pedoman (guide).

Wawancara ini akan dilakukan di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa. Narasumbernya adalah

(pengurus sekaligus konselor terapi komunitas di tempat tersebut). Teknik penelitian yang

digunakan berupaya menggali informasi yang mendalam tentang topik penelitian yang

diteliti. Tujuan dilakukan wawancara ini adalah untuk menggali data agar dapat menemukan

nilai-nilai tasawuf yang ada dalam terapi komunitas.

b. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan disertai

percatatan-percatatan terhadap keadaan perilaku objek sasaran. Observasi ini dilakukan untuk

mengamati proses terapi komunitas yang ada di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa. Tujuan

dilakukan observasi adalah untuk mempermudah peneliti dalam menggali nilai-nilai tasawuf

yang ada di terapi komunitas.

Panduan observasi dalaam penelitian ini adalah :

1. Mengamati secara langsung kondisi sekitar penelitian

2. Mengamati fasilitas yang ada di tempat Rehabilitasi Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa

3. Mengamati pelayanan yang ada di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa

4. Mengamati nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas

5. Mengamati proses pelaksanaan terapi komunitas di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa

c. Dokumentasi

Teknik dalam dokumentasi yaitu pengumpulan data melalui foto, vidio, rekaman dan

tulisan. Peneliti akan melakukan dokumentasi agar dapat memperkuat bukti penelitian di

Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa. Dokumentasi ini dapat memperkuat data yang diperoleh

dari wawancara dan observasi.

C. Keabsahan Data

37
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan penelitian yang dilakukan benar-benar

merupakan penelitian ilmiah. Keabsahan data pada penelitian kualitatif diantaranya yaitu uji

kredibilitas (credibility), uji dependabilitas (dependability), uji transferabilitas

(transferability) dan uji konfirmabilitas (konfirmability) (Mekarisce, 2020). Berikut ini adalah

teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Tringulasi

Tringulasi adalah suatu pendekatan analisa data yang dapat dilakukan peneliti saat

melakukan penelitian, mngumpulkan, dan menganalisis data penelitian. Tringulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara mendapatkan data yang absah

dengan pendekatan metode ganda dengan tujuan mencari kebenaran, meningkatkan

pemahaman peneliti terhadap data dan fakta (Kasiyan, 2015). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan beberapa metode untuk mengumpulkan data. Tringulasi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam tringulasi pemeriksaan

kembali pada data dilakukan dengan tiga cara, yaitu tringulasi sumber, tringulasi metode dan

tringuasi waktu.

2. Member Checking

Member Checking adalah proses pengecekan data kepada sumber data. Tujuan member

checking yaitu agar informasi yang diperoleh dalam laporan penelitian memiliki kesesuaian

dengan apa yang dimaksudkan oleh informan (Mekarisce, 2020). Peneliti menggunakan

teknik membe cheeking untuk memastikan kembali kebenaran dari analisis peneliti tentang

nilai-nilai tasawuf dalam terapi komunitas di Yayasan Cahaya Kusuma Bangsa.

D. Analisis Data

Teknis analisis data dipilih karena sumber data yang terkumpul dalam penelitian ini

berasal dari hasil wawancara untuk dianalisis. Menurut teknik analisis data yang disarankan

oleh Stevick (1971), Colaizzi (1973), dan Keen (1975) setiap langkah dalam melakukan

38
analisis data harus sesuai dengan urutan yang telah ditentukan oleh (Moustakas, 1994).

Terdapat beberapa tahap dalam pemikiran Stevick (1971), Colaizzi (1973), dan Keen (1975)

sebagai berikut :

1. Membaca Transkipsi wawancara

Pada tahap awal hasil wawancara dan observasi yang sudah ditranskip ke dalam tulisan

mulai dideskripsikan dan dipilih hanya pernyataan-pernyataan subjek yang relevan dengan

topik penelitian. Transkipsi berfungsi untuk menemukan pemahaman atau pengalaman yang

dialami oleh partisipan.

2. Tahap Horizonalisasi

Pada tahap ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan pengalaman individu dengan

menemukan pernyataan-pernyataan tentang bagaimana subjek memahami topik dan rincian

pernyataan-pernyataan tersebut. Mengahpus pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan

pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan. Pertanyaan yang tersisa

adalah cakrawala atau makna tekstur.

3. Tahap Cluster of Meaning (Menyusun Pertanyataan Penting Menjadi Unit-Unit Makna

atau Tema)

Peneliti dengan hati-hati memeriksa pernyataan signifikan yang diidentifikasi,

kemudian mengelompokkan pernyataan-pernyataan tersebut ke dalam tema-tema atau unit-

unit makna. Unit-unit tema dibentuk dengan tujuan memperoleh makna tematis dari beberapa

pernyataan penting dari partisipan.

4. Mengembangkan Deskripsi Tekstural dan Struktural

Pada tahap deskripsi tekstural peneliti memfokuskan pada pengalaman apa yang

didapatkan oleh partisipan. Proses deskripsi tekstural yaitu peneliti menceritakan

pengalaman-pengalaman yang telah partisipan dapatkan seperti pengalaman partisipan

menerima dan mengikuti poses terapi komunitas.

39
Pada tahap deskripsi struktural peneliti mendeskripsikan pengalaman multikultural

yang dimiliki oleh partisipan. Proses deskripsi struktural berdasarkan setting, yaitu meliputi

waktu dan tempat.

5. Mendeskripsikan gabungan (composite description) dari semua subjek dan

membandingkan makna dan esensi fenomena masing-masing subjek dari beberapa aspek

yang telah digali.

40
DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, E. I., & Ulfiyati, N. S. (2015). Tasawuf dan Kesalehan Sosial ( Keterpaduan antara
Nilai-Nilai Individu dan Sosial ). Syria Studies, 7(1), 37–72. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/269107473_What_is_governance/link/548173
090cf22525dcb61443/download%0Ahttp://www.econ.upf.edu/~reynal/Civil
wars_12December2010.pdf%0Ahttps://think-
asia.org/handle/11540/8282%0Ahttps://www.jstor.org/stable/41857625

Ardani, I., & Cahyani, H. S. H. (2019). Efektivitas Metode Therapeutic Community Dalam
Pencegahan Relapse Korban Penyalahguna Napza Di Panti Sosial Pamardi Putra Galih
Pakuan Bogor Tahun 2017. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 22(3), 184–191.
https://doi.org/10.22435/hsr.v22i3.1281

Arif Khoirudin. (2016). Peran Tasawuf Dalam Kehidupan Masyarakat Modern. 27, 113–133.

Artani Hasbi. (2016). HAKIKAT KEBENARAN MENGAKAJI TASAWUF AKHLAKI-


AKHLAK KENABIAN. 01, 43–70.

Asnawiyah. (2014). Maqam dan Ahwal: Makna dan Hakikatnya dalam Pendakian Menuju
Tuhan. Substantia, 16(1), 79–86.

Azhar, A., Fikri, K. N. S., Siregar, V. A., & Apriyanto, M. (2020). PENCEGAHAN,
PEMBERANTASAN, PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP
NARKOBA (P4GN) pada PESANTREN. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(3), 2463–2468.

Badrudin. (2015). Pengantar Ilmu Tasawuf. In Buku. Retrieved from


http://repository.uinbanten.ac.id/172/9/PENGANTAR ILMU TASAWUF.pdf

Barlain, E. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. In Ikapi Press (Vol. 59,
pp. 387–400).

Biafri, V. S. (2020). Implementation of the Therapeutic Community Rehabilitation for


Narcotic Prisoners At Narcotics Prison Clas Ii a Jakarta. Berumpun: International
Journal of Social, Politics, and Humanities, 3(1), 23–38.
https://doi.org/10.33019/berumpun.v3i1.23

Clark Moustakas. (1994). Phenomenological Reseacrh Methods.

41
Dacholfany, M. I. (2015). Pendidikan Tasawuf di Pondok Modern Darussalam Gontor.
Nidzam, 4(2), 29–42.

Eleanora, F. N. (2011). Bahaya penyalahgunaan narkoba serta usaha pencegahan dan


penanggulangannya suatu. Jurnal Hukum, Vol XXV, N.

Fahrudin. (2014). Tasawuf Upaya Tazkiyatun Nafsi Sebagai Jalan Mendekatkan Diri Kepada
Tuhan. Jurnal Pendidikan Agama Islam - Ta’lim, 12(2), 127–145. Retrieved from
http://jurnal.upi.edu/file/03_Tasawuf_Upaya_Tazkiyatun_Nafsi_-_Fahrudin.pdf

Farid, E. K. (2017). Akhlak Tasawuf Sebagai Kajian Keilmuan. As Syari’Ah, 3, 96.

Gani, A. (2019). Urgency education morals of sufism in millennial era. Journal for the
Education of Gifted Young Scientists, 7(3), 499–513.
https://doi.org/10.17478/jegys.603574

Gani, S. (2013). Therapeutic Community (TC) pada Residen Penyalah Guna Narkoba di
Panti Social Marsudiputra Dharmapala Inderalaya Sumatera Selatan. Jurnal Konseling
Dan Pendidikan, 1(1), 54. https://doi.org/10.29210/11000

Hafied. (2015). Rehabilitasi Sebagai Upaya Depenalisasi Bagi Pecandu Narkotika. Jurnal
Ilmiah, 20. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/35561-ID-
rehabilitasi-sebagai-upaya-depenalisasi-bagi-pecandu-narkotika.pdf

Kasiyan. (2015). Kesalahan Implementasi Teknik Triangulasi Pada Uji Validitas Data Skripsi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fbs Uny. Imaji, 13(1), 1–12.
https://doi.org/10.21831/imaji.v13i1.4044

Kurniawan, A. (2013). Penanaman Nilai-nilai Tasawuf dalam Rangka Pembinaan Akhlak di


Sekiolah Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran
Islam, 13(1), 187. https://doi.org/10.21154/al-tahrir.v13i1.13

Lackner, N., Unterrainer, H. F., & Neubauer, A. C. (2013). Differences in Big Five
Personality Traits Between Alcohol and Polydrug Abusers: Implications for Treatment
in the Therapeutic Community. International Journal of Mental Health and Addiction,
11(6), 682–692. https://doi.org/10.1007/s11469-013-9445-2

Leon, G. De. (2000). The Therapeutic Community (B. B. Trocco, ed.). Springer Publishing
Company, Inc.

42
Masyhuri. (2012). Prinsip-Prinsip Tazkiyah Al-Nafs Dalam Islam Dan Hubungannya Dengan
Kesehatan Mental. Jurnal Pemikiran Islam, 37(2), 95–102.

Mekarisce, A. A. (2020). Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian Kualitatif di


Bidang Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 12(3), 145–151.

Mukhsin, R., Mappigau, P., & Tenriawaru, A. N. (2017). Pengaruh Orientasi Kewirausahaan
Terhadap Daya Tahan Hidup Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pengolahan Hasil
Perikanan di Kota Makassar. Jurnal Analisis, 6(2), 188–193. Retrieved from
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ef79bd330d16ba9fda32510e0a581953.pdf

Nugrahani, F. (2014). METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM PENELITIAN


PENDIDIKAN BAHASA. In 信阳师范学院 (Vol. 1). Retrieved from http://e-
journal.usd.ac.id/index.php/LLT%0Ahttp://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/vie
wFile/11345/10753%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.04.758%0Awww.iosrjo
urnals.org

Nuraeni, L. (2012). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE THEURAPEUTIC


COMMUNITY ( TC ) DALAM MEMBANGUN KESADARAN KELAYAN. 1(1), 13–30.

Perkasa, S. B. (2020). Pelaksanaan Therapeutic Community ( TC ) Bagi Warga Binaan


Pemasyarakatan ( WBP ) Lapas Kelas II Magelang. Jurnal Ilmu Hukum Dan
Humaniora, 7(1), 131–141.

Pradana, D. A., Amelia, D., Shavera, F., & Purnamasari, O. (2019). Sosialisasi Jenis Dan
Bahaya Narkoba Bagi Kesehatan Pada Ikatan Pemuda Waru Rw 05 Pamulang Barat,
Tangerang Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ,
(September), 82. Retrieved from
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaskat/article/view/5397

Prasanti, D. (2018). Penggunaan Media Komunikasi Bagi Remaja Perempuan Dalam


Pencarian Informasi Kesehatan. LONTAR: Jurnal Ilmu Komunikasi, 6(1), 13–21.
https://doi.org/10.30656/lontar.v6i1.645

Rahmi, T. N., Raudhoh, S., & Fitri, A. D. (2020). Harga Diri Mantan Pecandu Narkoba Yang
Bekerja Di Pusat Rehabilitasi “X” Jambi: the Self-Esteem of Ex-Drug Addicts Working
At the …. Jurnal Psikologi Jambi, 0(02), 9–16. Retrieved from https://online-
journal.unja.ac.id/jpj/article/view/12635
43
Wulanjaya, N. R. (2013). IMPLEMENTASI METODE THERAPEUTIC COMMUNITY
(Dalam Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahguna NAPZA di
PSPP Yogyakarta Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Kesejahteraan Sosial, 02(01), 1–22. Retrieved from http://digilib.uin-suka.ac.id/13935/

Yasin, N., & Sutiah. (2020). Penerapan Nilai-nilai Tasawuf dalam Pembinaan Akhlak Santri
pada Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang. Al-Musannif: Journal of Islamic
Education and Teacher Training (Al-Musannif: Jurnal Pendidikan Islam Dan
Keguruan), 2(1), 49–68.

Yuli W, Y., & Winanti, A. (2019). Upaya Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Dalam
Perspektif Hukum Pidana. ADIL: Jurnal Hukum, 10(1).
https://doi.org/10.33476/ajl.v10i1.1069

44

Anda mungkin juga menyukai