Anda di halaman 1dari 53

PENERAPAN KONSELING INDIVIDU TERHADAP PEMULIHAN

MENTAL PENYALAHGUNAAN NAPZA DI RUMAH AMAN NAPZA TB

SATU RIAU

PROPOSAL

Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

OLEH :

MELA INDIANI

11940221808

PROGRAM S1

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena sosial yang kerap terjadi pada mas ini adalah masalah sosial

yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. Permasalahan ini

mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik,

psikiatrik, kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial

budaya, kriminalitas dan sebagainya).

Penyalahguna naroba disebut pecandu sesuai denngan penjelasan

dalam UU tentang Narkotika No. 35 Tahun 2009 Pasal 1 yaitu orang yang

menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan

ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. 1 Sedangkan

narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. 2

Pecandu narkoba berarti orang yang menggunakan atau menyalahgunakan

narkotika dan obat/bahan berbahaya sehingga menimbulkan ketergantungan

pada fisik maupun psikisnya.

Tingkat penyebaran narkoba khususnya di Indonesia sudah berada di

kategori mengkhawatirkan. Terjadi peningkatan pengguna dan pecandu

narkoba setiap tahunnnya. Hingga kini jumlah pengguna, pecandu atau korban

penyalahgunaan narkoba yang mendapat layanan rehabilitasi sebanyak 43.320


1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 1
Ayat 12.
2
Daru Wijayanti, Revolusia Mental Stop Penyalahguna Narkoba, (Yogyakarta: Indoliterasi,
2016), h. 5.
orang. Sementara menurut Ditjen Pemasayarakatan Kementerian Hukum dan

HAM, jumlah narapidana dan tahanan kasus narkoba di Riau sendiri sebanyak

8.319.3

Narkoba sendiri singkatan dari narkotika, psiktopika dan zat adiktif

lainnya (Napza) atau istilah yang populer di kenal masyarakat sebagai

narkoba (narkotika dan bahan atau obat berbahaya) merupakan masalah yang

kompleks, yang memerlukan upaya yang merehabilitas secara komperehensif

dengan melibatkan kerja sama multi disipliner, multi sektor, dan peran

konselor serta masarakat secara aktif yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, konsejuen, dan konsisten.4 Sebutan narkotika ini

merupakan penggunaan narkoba dan psikotropika atau NAPZA (Narkoba,

Psikotropika, dan Zat Adotif). Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya

digunakan untuk pengobatan dan penelitian, namun apabila digunakan tidak

menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai

pengedaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi indivindu

maupun masyarakat luas generasi muda.

Dampak penyalahgunaan narkoba tidak hanya bagi individu dan

keluarga tetapi juga bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dampaknya tidak

hanya berupa fisik, materi, dan harta benda tetapi dapat pula merusak mental,

perilaku, moral, agama, dan tatanan hidup sosial yang ada dalam masyarakat.

3
Depouti Bidang Rehabilitasi, Maret 2022. Puslitdatin.bnn.go.id. h. 61
4
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2B, (Jakarta Timur, 2015), h.10.
Sehingga, bila narkoba sudah merajalela menjadi sesuatu yang dipandang

biasa (budaya) maka dengan sendirinya dan mulai akan berubah menjadi

rendah, dan hina. Sebab secara alamiah unsur-unsur yang menunjukkan

kemuliaannya tidak dapat berfungsi dan berguna dengan baik dan wajar akibat

pengaruh narkoba. Badan dan semua anggota tubuhnya tidak bisa

diberdayakan secara maksimal, meskipun bentuk tubuhnya masih bagus dan

utuh.5

Sesuai dengan hadist Rasuluklah SAW yang di riwayatkan oleh

Muslim, bahwa islam mengklarifikasi narkoba masuk kedalam kelompok

khamar:

‫ُك ُّل مُسْ ك ٍِر َح َرا ٌم َو َما َأسْ َك َر َكثِی ُرهُ َف َق ِل یلُ ُھ َح َرا ٌم‬

Terjemahnya: “Setiap yang memabukkan hukumnya haram, dan apa

yang banyaknya memabukkan, maka sedikit pun tetap haram” 6

Hadits tersebut menjelaskan bahwa segala yang memabukkan

tergolong ke dalam khamar baik berupa minuman, makanan, serbuk, rokok,

minyak gosok, obat-obatan, dan lainnya.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90, Allah berfirman:

‫صابُ َواَأل ْزلَ ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل‬


َ ‫ر واَأل ْن‬Xُ ‫وا اِنَّ َمأ ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس‬
ْ ُ‫يََٓأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمن‬

َ‫ال َّش ْيطَ ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬

55
Departemen Agama Republik Indonesia, Penyalahgunaan Narkotika dan Pencegahannya
(Serial Khutbah Jumat), (Jakarta: Direktorat urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2007), hal
116.
6
Abdullah Bin ‘Umar Radhiyallahu’anhuma
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman

keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak

panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan seran. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”7

Berdasarkan kutipan ayat diatas Allah menegaskan dan

memperingatkan manusia untuk menjauhi khamar dan jangan sekali-kali

menyekutukannya agar tergolong menjadi orang-orang yang beruntung.

Orang yang mengonsumsi Narkoba atau sesuatu yang memabukkan lainnya

akan jauh dari Allah SWT.

Kesehatan mental termasuk dampak yang seirus dialami oleh pecandu

narkoba. Kesehatan mental merupakan terwujudnya keharmonisan yang

sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan

untuk menghadapi problem yang bisa terjadi, dan merasakan secara positif

kebahagian dan kemampuan dirinya. Hal yang sering terjadi kepada para

korban penyalahgunaan narkoba adalah dikucilkan dari lingkungannya baik

keluarga maupun masyarakat. Jika hal ini terus-terusan terjadi pada diri

individu (pengguna narkoba) maka akan terjadi kegoncangan dalam jiwanya

yang pada akhirnya akan mengganggu kesehatan mentalnya.

Mental manusia pada dasarnya dapat di klasifikasikan menjadi dua,

pertama adalah mental yang sehat, yaitu terhindar dari segala gangguan dan

penyakit jiwa (mental). Kedua adalah mental yang tidak sehat: yaitu mental
7
Al-Qur’an, Al-Maidah ayat 90, (Jakarta: Suara agung, 2009), cetakan ke-2, h.221.
yang telah mengalami gangguan, seperti: sering cemas tanpa diketahui

sebabnya, malas, tidak ada gairah untuk bekerja, rasa badan lesu, dan

sebagainya. Jika manusia memiliki mental yang pertama, maka segala sikap

dan tindakannya akan mengarah kepada kebaikan (positif) tetapi bila manusia

memiliki mental yang kedua, maka segala sikap dan perbuatannya akan

cenderung pada hal-hal yang buruk (negatif). Untuk membentuk mental yang

sehat, diperlukan adanya pembinaan mental yang baik dan dapat

dipertanggung jawabkan, ini tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan

manusia sebagai makhluk yang mempunyai keterikatan pada dirinya, Tuhan,

dan masyarakat sosial.

Upaya yang dijalankan untuk mengatasi ini adalah dengan

memberikan konseling individu kepada orang yang menghadapi permasalahan

narkoba. konseling individu adalah konseling yang dilakukan terhadap

individu, sebagai suatu hubungan yang bersifat bantuan antara konselor dan

klien. Bantuan tersebut tidak bersifat material, tetapi dukungan psikologis dan

sosial yang bermakna bagi kehidupannya. 8 Salah satu pusat rehabilitasi yang

menggunakan terapi dengan cara bimbingan konseling individu adalah Rumah

Aman Napza TB Satu. Suatu lembaga yang bergerak penanganan masalah

Narkotika yang membidangi prevention dan treatment. Dalam

pelaksanaannya, pemulihan dari residen tergantung dari kemampuannya yang

8
Riska Putri Septiyani dan Siti Rahmi, Pelaksanaan Konseling Terhadap Pacandu Narkoba
(Studi Kasus Di Yayasan Sekata Kota Tarakan), (Medan: Citra Pustaka Media Printis 2011), h. 24
di pengaruhi faktor dari dalam dirinya maupun luar. Rata-rata pemulihannya

bisa dalam waktu cepat sekitar tiga bulan atau ada yang lebih lama.

Dengan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana penerapan konseling individu terhadap pemulihan mental

penyalahgunaan napza. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul

“Penerapan Konseling Individu Terhadap Pemulihan Mental

Penyalahgunaan Napza Di Rumah Aman Napza TB Satu Riau.

B. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penelitian ini, penulis

merasa perlu menjelaskan defenisi istilah menjadi dasar penelitian ini.

1. Penerapan adalah menerapkan atau perbuatan mempraktekkan suatu teori,

metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk mencapai

tjuan dari yang di rencanakan atau di susun sebelumnya. 9

2. Konseling Individual yaitu proses belajar melalui hubungan khusus secara

pribadi dalam wawancara antara seseoarang konselor dan seorang konseli

secara ecara face to face.10

3. Pecandu narkoba adalah suatu pemakaian non medikal atau barang ilegal

yang dinamakan narkoba yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan

yang produktif manusia pemakainnya.11

9
Syahrul Ramadan dan Aditya A Pratama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Iktisar,
Januari, 2002), 236.
10
Prof. Dr. Achmad Juntika Nurihsan, M. Pd, Strategi Layanan Bimbingan &Konseling, (PT.
Refika Aditama, 2012) h.10.
11
Prof. Dr. Sofyan S. Willis, M. Pd, Remaja dan Masalahnya, (Alfaberata, 2014) h.156.
4. Pemulihan adalah memperbaiki ataupun mengembalikan suatu keadaan

setelah terjadinya sebuah konflik.12

5. Kesehatan mental adalah bebas dari gejala penyakit jiwa dan gangguan

kejiwaan serta kemampuan orang untuk menyesuaikan dengan dirinya

sendiri maupun lingkungannya. 13

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, untuk

lebih terarahnya penelitian ini maka penulis membuat rumusan masalah dalam

hal ini sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan konseling individu terhadap pemulihan mental

penyalahgunaan napza di rumah aman napza TB Satu Rau.

2. Apa faktor yang mempengaruhi penerapan konseling individu terhadap

pemulihan mental penyalahgunaan napza di rumah aman napza TB Satu

Riau.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang di paparkan

diatas, maka peneliti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut

antara lain:

12
Riana Octaviyanti, Kabid Rehabilitas BNNP, Riau, 2018.
13
Mul yadi, Ibid.
1. Untuk mengetahui penerapan konseling individu terhadap pemulihan

mental penyalahgunaan napza di rumah aman napza TB Satu Rau.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penerapan konseling

individu terhadap pemulihan mental penyalahgunaan napza di rumah

aman napza TB Satu Riau.

E. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan penjelesan di atas, maka peneliti berharap penelitian bisa

berguna atau bermanfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Berguna untuk mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Suska Riau. Memperkaya khazanah

intelektual pengetahuan, khususnya bagi penulis. Menambah wawasan

dan cakrawala dalam penerapan konseling individu terhadap pemulihan

mental penyalahgunaan napza di Rumah Aman Napza. Selain itu,

membantu perkembangan ilmu dalam bidang Bimbingan konseling islam

di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska Riau.

2. Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan dan

sekaligus sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang serupa, serta

juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pihak yang ingin

memberikan layanan pada pencandu narkoba, khususnya Rumah Aman

Napza TB Satu Riau dan bisa dimanfaatkan juga oleh peneliti lanjutan

untuk menelaah dan mengembangkan hasil penelitian ini.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Konseling Individu
a. Pengertian Konseling Individu

Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan

oleh seseorang yang professional (Konselor) terhadap individu (Konseli)

melalui wawancara untuk mengubah tingkah laku dan cara berpikir agar

individu dapat memperoleh pemahaman baik tentang dirinya dan

lingkungannya sehingga dapat terselesaikannya permasalahan individu.

Menurut Prayitno dalam Septiayani, Konseling Individu adalah

layanan konseling yang diselengarakan oleh seorang konselor terhadap

klien untuk pengentasan masalah pribadi klien. Dalam suasana tatap

muka dilaksanakan interaksi langsung antara klien dengan konselor,

membahas berbagai hal mengenai permasalahan yang dialami oleh klien.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konseling individu adalah

layanan yang dilakukan oleh seorang konselor untuk memberikan

dukungan psikologis dan sosial dan mengentaskan permasalahan klien. 14

Konseling individual mempunyai makna spesifik dalam arti

pertemuan konselor dengan klien secara individual, dimana terjadi

hubungan konseling yang bernuansa rapport, dan konselor memberikan

bantuan untuk pengembangan pribadi klien serta klien dapat

mengantisipasi masalahmasalah yang dihadapinya. Konseling individual

adalah kunci semua kegiatan bimbingan dan konseling. Dengan

14
Riska Putri Septiyani dan Siti Rahmi, Pelaksanaan Konseling Terhadap Pacandu Narkoba
(Studi Kasus Di Yayasan Sekata Kota Tarakan), (Medan: Citra Pustaka Media Printis 2011), h. 24
menguasai teknik-teknik konseling individual berarti akan mudah

menjalankan proses bimbingan konseling yang lain seperti disebutkan

diatas. Karena itu kepada calon konselor disarankan agar menguasai

proses dan teknik konseling individual. Proses konseling individual

merupakan relasi antara konselor dengan klien dengan tujuan agar dapat

mencapai tujuan klien. 15

b. Tujuan Konseling Induvidual

Tujuan layanan konseling individual adalah terentaskannya masalah

yang dialami konseli. Apabila masalah konseli itu dicirikan sebagai:

sesuatu yang tidak disukai adanya, suatu yang ingin dihilangkan, sesuatu

yang dapat menghambat atau menimbulkan kerugian, maka upaya

pengenatasan masalah konseli melalui konseling individual. 16 Dengan

konseling individual beban klien diringankan, kemampuan klien

ditingkatkan, dan potensi klien dikembangkan.17

Menurut John McLeod dalam (Syamsu Yusuf, 2016 : 53) tujuan

konseling adalah sebagai berikut :

1) Insight, memahami hakikat dan perkembangan masalah-masalah

emosional.

15
Prof. DR. Sofyan S, Konseling Individual, teori dan praktek, (Alfabeta, 2013), h.159
16
Prayitno, Bimbingan Konseling di SMP, (Padang: Penebar Aksara, 2001), h.4
17
Rendi Setiawan, Penerapan Konseling individual Pada Klien Pecandu Narkoba Di BADAN
narkotika Kabupaten Kampar, Sripsi thesis, (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau, 2017), h.12
2) Relating with others, yaitu memiliki kemampuan lebih baik dalam

membentuk dan memelihara hubungan yang baik dengan orang

lain, seperti dengan anggota keluarga, atau teman lingkungan

pekejaan.

3) Self-awareness, yaitu menjadi lebih menyadari terhadap pikiran dan

perasaan yang ditekan atau ditolak, dan mengembangkan perasaan

yang lebih akurat tentang bagaimana sebaiknya menampilkan diri.

4) Self-aceptance, yaitu mengembangkan sikap positif terhadap diri

sendiri.

Dalam kerangka tujuan secara umum tersebut, terdapat tujuan

secara khusus mengenai layanan konseling individual, dan tujuan tersebut

dapat dirinci dan dikaitkan secara langsung dengan fungsi-fungsi

konseling secara menyeluruh, diantaranya:

1) Melalui layanan konseling individual klien memahami seluk beluk

permasalahan yang dialami secara mendalam dan komprehensif,

serta positif dan dinamis (fungsi pemahaman).

2) Pemahaman itu mengarah kepada dikembangkannya presepsi dan

sikap serta kegiatan demi terentaskannya permasalahan secara

spesifik (fungsi pengentasan). Pemahaman dan pengentasan

masalah merupakan focus yang sangat khas, kongkrit, dan langsung

ditangani oleh layanan konseling individual.


3) Pemeliharaan dan pengembangan potensi klien dan berbagai unsur

positif yang ada pada dirinya merupakan latar belakang pemahaman

dan pengentasan masalah klien dapat dicapai (fungsi pemeliharaan

dan pengembangan). Bahkan secara tidak langsung, layanan

konseling individual sering kali menjadikan pemeliharaan dan

pengembangan potensi dan unsur-unsur positif klien sebagai focus

dan sasaran layanan.

4) Pemeliharaan dan pengembangan potensi dan unsur-unsur positif

klien, diperkuat dengan terentaskannya masalah, merupakan

kekuatan bagi pencegahan penjalaran masalah yang sedang

dihadapi oleh klien tersebut, serta diharapkan dapat mencegah

permasalahan-permasalahan baru yang mungkin timbul (fungsi

pencegahan).

5) Apabila masalah yang dihadapi oleh klien menyangkut pelanggaran

hak-hak yang dimiliki oleh klien sehingga klien merasa teraniaya

(dalam keadaan tertentu) maka, layanan konseling individual dapat

menangani sasaran yang bersifat advokasi. 18

c. Fungsi konseling individu

18
Muhammad Husni, Layanan Konseling Individual Remaja Pendekatan Behaviorisme,
(Malang: IAI AL-Qolam Malang, 2017), h.12
Fungsi konseling individual adalah membantu para remaja

(Adolesen) disekolah menengah dan perguruan tinggi mempelajari cara

yang efektif dalam mengidentifikasikan tujuan-tujuan, kemudian belajar

cara-cara mencapai tujuan-tujuan tersebut walaupun seringkali terdapat

hambatan-hambatan dalam belajar. Berikut ini fungsi konseling

individual yaitu:

1) Fungsi pemahaman, melalui layanan konseling individual konseli

memahami seluk beluk masalah yang dialami secara mendalam

dan komprehensif, serta positif dan dinamis.

2) Fungsi pengentasan, pemahaman itu mengarah kepada

dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan demi

terentaskannya secara spesifik masalah yang dialami konseli itu.

3) Fungsi pengembangan dan pemeliharaan. Pengembangan dan

pemeliharaan potensi konseli dan berbagai unsur positif yang ada

pada dirinya merupakan latar belakang pemahaman dan

pengentasan masalah konseli dapat dicapai.

4) Fungsi pencegahan. Pengembangan atau pemeliharaan potensi dan

unsur-unsur yang ada pada diri konseli, diperkuat oleh

terentaskannya masalah, akan merupakan kekuatan bagi tercegah

menjalarnya masalah yang sekarang sedang dialami itu, serta

(diharapkan) tercegah pula masalah-masalah baru yang mungkin

timbul.
5) Fungsi Advokasi. Apabila masalah yang dialami konseli

menyangkut dilanggarnya hak-hak konseli sehingga konseli

teraniaya dalam kadar tertentu, layanan konseling individual dapat

menangani sasaran yang bersifat advokasi.19

d. Tahapan konseling individu

Urutan atau tahapan dan langkah-langkah dalam proses konseling

yang menjadi dasar konseling tidak perlu kaku, tetapi dapat digunakan

secara sederhana bahkan dapat tumpang tindih antara satu tahap dengan

tahap yang lainnya.

Intinya apabila dalam proses pelaksanaannya belum mencapai hasil

yang maksimal maka konselor bisa mengulang kembali ketahap pertama

atau tahap pertengahan. Hal ini dilakukan jika ada data yang masih belum

memadai atau diungkapkan dalam proses pemberian konseling. Oleh

karena itu dalam proses konseling terdapat langkah-langkah dan tahapan-

tahapan yang perlu diperhatikan. Tahapan-tahapan atau langkah-langkah

ini digunakan sebagai suatu urutan kegiatan yang secara logis dan dapat

menggambarkan jalannya konseling atau masalah yang sedang

dibicarakan.

Secara umum proses konseling dibagi 3 tahap yaitu:

19
Nova Erlina dan Laeli Anisa Fitri, Penggunaan Layanan Konseling Individu Dengan
Pendekatan Behavioral Untuk Mengurangi Prilaku Membolos Peserta Didik Kelas VII MTs Miftahul
Ulum Merabung III Kecamatan Pugung Kabutan Taggamus (Lampung: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 2016), h. 141.
1) Tahap awal yang bertujuan untuk membangun hubungan konseling

yang melibatkan klien, memperjelas dan mendefinisikan masalah,

membuat penaksiran dan penjajakan, serta menegoisasikan kontrak.

2) Tahap pertengahan (tahap kerja) yang bertujuan menjelajahi dan

mengeksplorasi masalah, isu dan kepedulian klien lebih jauh,

menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara serta proses

konseling agar berjalan sesuai kontrak.

3) Tahap Akhir (tahap tindakan) yang bertujuan memutuskan

perubahan sikap dan perilaku yang memadai, terjadinya transfer of

learning, melaksanakan perubahan perilaku serta mengakhiri

hubungan konseling. Tahap akhir ini menjadi berhasil dan sukses

ditandai dengan menurunnya kecemasan klien, adanya perubahan

perilaku klien kearah yang positif, sehat dan dinamik, adanya

rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas

serta terjadinya perubahan sikap positif yaitu mulai dapat

mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan

dunia luar. Klien sudah berpikir realistic dan percaya diri.

Kesemua langkah-langkah dan tahapan konseling sangat diperlukan

oleh konselor untuk mengetahui kemajuan konseling yang dilakukannya

karena setiap tahapan konseling ada teknik tertentu dan tujuan yang harus

dicapai. Seorang konselor harus menangkap permasalahan klien dengan


pernyataan dan bahasa tubuhnya. Definisi masalah harus ada persetujuan

klien dan bukan hanya atas keinginan konselor.

Dari permasalahan tersebut konselor menjelajah dan mendalami

permasalahan klien hingga tuntas yaitu klien menurunkan kecemasannya,

klien mampu memecahkan masalahnya, klien mampu membuat rencana

hidup baru setelah melewati masa-masa sulit dibelit masalah. Seorang

konselor harus mampu membaca perilaku non verbal klien berupa bahasa

tubuh, isyarat, cara duduk dan cara berbicara. Perilaku non verbal akan

membantu terhadap pemahaman bahasa lisan klien. 20

2. Pecandu Narkoba

a. Pengertian Narkoba

Istilah narkoba berasal dari kata yunani “narcosis” yang

dikemukakan oleh bapak ilmu kedokteran Hipokartes, untuk zat-zat yang

menimbulkan mati rasa atau lumpuh. Departemen Kesehatan Republik

Indinesia juga memperkenalkan istilah singkatan Napza yang merupakan

singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif yang memiliki

risiko kecanduan bagi penggunanya. 21

Penyalahgunaan narkoba adalah suatu pemakaian non medikal atau

ilegal barang haram yang dinamakan narkotik dan obat-obatan adiktif yang

20
July Andriyani, Konsep Konseling Individual Dalam Proses Penyelesaian Perselisihan
Keluarga, (Aceh: Jurnal At-Taujih Bimbingan dan Konseling Islam, 2018), h. 24.
21
Farabsiska Novita Eleanora, Jurnal Hukum: Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta
Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya, (Fakultas Hukum Universutas MPU Tantular Jakarta,
Vol XXV, No.211), hal 441.
dapat merusak kesehatan dan kehidupan produktif manusia pemakainya.

Berbagai jenis narkoba yang mungkin disalahgunakan adalah tembakau,

alkohol, obat-obat terlarang dan zat yang dapat memberikan keracunan,

misalnya yang diisap dari asapnya. Penyalahgunaan narkoba dapat

menyebabkan ketergantungan zat narkoba, jika dihentikan maka si pemakai

akan sakaw. Penyalahgunaan atau kebergantungan narkoba perlu

melakukan berbagai pendekatan. Terutama bidang psikiatri, psikologi, dan

konseling. Jika terjadi kebergantungan narkoba maka bidang yang paling

bertanggung jawab adalah psikiatri, karena akan terjadi gangguan mental

dan perilaku yang disebabkan zat narkoba mengganggu sinyal penghantar

syaraf yang disebut system neurotransmitter didalam susunan syaraf sentral

(otak). 22

Secara normatif, pengertian narkotika dirumuskan dalam Pasal 1

Angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang

menyebutkan bahwa Narkotika adalah zat obat yang berasal dari tumbuhan

atau bukan tumbuhan baik sintetik maupun semisintetik, yang dapat

menurunkan atau mengubah kesadaran, menurunkan dan menumpulkan

rasa sakit, serta menimbulkan kecanduan dan dapat digolongkan ke dalam

jenis-jenis yang disebutkan dalam Undang-Undang ini. Undang-Undang

Narkotika mengklasifikasikan pelaku tindak pidana narkotika dalam tiga

jenis, yaitu: mereka yang disebut pengedar, pengguna, pecandu narkotika.


22
Prof Dr. Sofyan S. Willis, Ibid, h. 24.
Kualifikasi setiap tindak pidana narkotika memberikan kontribusi akibat

hukum yang berbeda terhadap pemenuhan substansi pidana maupun sanksi

pidana.

Jenis narkotika dibagi atas 3 golongan menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009, yaitu:

a) Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan. Dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses

produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh: ganja,

morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.

b) Narkotika golongan II: adalah narkotika yang memiliki daya adiktif

kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh:

petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c) Narkotika golongan III: adalah narkotika yang memiliki daya adiktif

ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.

Contoh: codein dan turunannya.

Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku,

baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur

dengan Peraturan Menteri. Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan

indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau


Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 23

b. Faktor Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan Karakteristik

Menurut Haryanto ada beberapa karakteristik yang menjadi faktor

penyalahgunaan narkoba, dapat diamati sebegai berikut:

1) Usia penyalahguna, adalah mayoritas mereka yang termasuk

kelompok remaja. Usia ini secara kejiwaa masih labil, mudah

terpengaruh oleh lingkungan dan sedang mencari identitas diri serta

senang memasuki kehidupan kelompok.

2) Kepribadian penyalahguna, biasanya orang yang mudah terkena

adalah mereka yang mempunyai kepribadian beresiko tinggi dengan

ciri: tidak masak/kekanak-kanakan; tidak dapat menunda suatu

keinginan/perbuatan/tidak sabaran; toleransi yang rendah terhadap

frustrasi; senang mengambil resiko; cenderung memiliki

kepribadian yang tertutup; kepercayaan diri dan harga dirinya

rendah; religiusitas kurang.

3) Alasan menyalahgunakan, antara lain: secara fisik ingin santai,

ingin aktif, menghilangkan rasa sakit, lebih kuat, lebih berani, lebih

gagah dan sebagainya; secara emosional : pelarian, mengurangi

ketegangan, mengubah suasana hati, memberontak, balas dendam,

23
Tesya Viana Putri, Impelemntasi Rehabilitasi Terhadap Penyalahgunaan NARKOTIKA
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Skripsi, Jakarta: 2022
ingin menyendiri; secara intelektual : bosan dengan kerutinan, ingin

tahu, coba-coba, suka menyelidik; secara social : ingin diakui,

menghilangkan rasa canggung, tekanan kelompok, ikut mode,

solidaritas, agar tidak di anggap lain; adat/kebiasaan/religi: lebih

khusyu’, persyaratan agama, kebiasaan/adat.

4) Karakteristik keluarga, sangat bervariasi, dari tukang becak, buruh,

anak jalanan, pegawai, pengusaha, pejabat, konglomerat,

penyebabnya adalah pola komunikasi yang tidak baik, pola

pendidikan yang tidak pas, penerjemahan kasih sayang dengan

materi yang berlebihan, membolehkan) atau senantiasa “tidak”

(selalu melarang), kebutuhan psikologis kurang.

5) Efek farmakologi, secara kimiawi obat-obatan yang disalahgunakan

mempunyai efek tertentu, hal ini sesuai dengan kebutuhan kejiwaan

saat mereka menggunakan, yaitu: efek ketenangan, efek

mengaktifkan/ekstatif, halusinogen dan lain-lain.

6) Nilai sosial obat (gaya hidup), obat-obatan yang disalahgunakan

memberikan rasa diakui, rasa bebas, rasa diperhatikan, dianggap

modern, meskipun sebenarnya bersifat semu, karena ketika

pengaruh obat hilang, maka ia kembali lagi seperti semula.

7) Pengaruh kelompok sebaya, perkenalan pertama dengan naza justru

datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman dapat

menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang


bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini

tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan naza, melainkan

juga yang menyebabkan seseorang tetap meyalahgunakan dan yang

menyebabkan kekambuhan.24

c. Dampak Pengguna Narkoba

Menurut data dalam Indonesia Drugs Report 2020, salah satu

dampak kesehatan dari penyalahgunaan narkotika jika digunakan secara

jangka panjang adalah gangguan jiwa. Narkoba juga berdampak pada

kesehatan mental penggunanya. Dampak kesehatan mental yang paling

banyak dialami pengguna narkoba adalah takut, cemas, dan panik. 25

Dampak penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat

tergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan

situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkotika

dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.

1) Dampak Fisik

Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-

kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi,

gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti:

infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah, gangguan pada

kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim,


24
Maryatul Kibtyah, Pendekatan Bimbingan dan Konseling Bagi Korban Pengguna Narkoba,
Semarang: Jurnal Ilmu Dakwah 35(1), 2015, hal.60.
25
Ratna Puspita Sari, Narkoba dan Kesehatan Mental, Sumatera Selatan: BNN Sumsel,
2021), https://sumsel.bnn.go.id.
gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi

pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru. Sering

sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh

meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

Selanjutnya berdampak terhadap kesehatan reproduksi adalah

gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi

(estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual,

juga berdampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja

perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan

menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid). Bagi pengguna narkotika

melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara

bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C,

dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya. Penyalahgunaan

narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi

narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis

bisa menyebabkan kematian

2) Dampak Psikologi

Dampak psikologi yang ditimbulkan adalah: lamban kerja,

ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri,

apatis, pengkhayal, penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah

laku yang brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan,

cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri,


gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan,

merepotkan dan menjadi beban keluarga serta pendidikan menjadi

terganggu, masa depan suram.

Dampak fisik dan psikis berhubungan erat. Ketergantungan fisik

akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi

putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan

psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (biasa

disebut sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan

gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri,

pemarah, manipulatif, dan lain-lain. 26

3. Kesehatan Mental

a. Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan mental adalah satu kondisi dimana perkembangan fisik,

intelektual dan emosional seseorang berkembang sejalan dengan

terwujudnya keserasian dan penyesuaian diri antara manusia dengan

dirinya sendiri dan lingkungannya yang berlandaskan keimanan dan

ketaqwaan sehingga mencapai kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.

Menurut Sururin yang dikutip oleh Mulyadi, kesehatan mental adalah

kemampuan untuk menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain dan

masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Selanjutnya Musthafa

26
Sumarlin Adam, Dampak Narkotika Pada Psikologi Dan Kesehatan Masyarakat,
Gorontalo: Core, 2021).
Fahmi ia mengemukakan bahwa kesehatan mental merupakan bebas dari

gejala penyakit jiwa dan gangguan kejiwaan serta kemampuan orang

untuk menyesuaikan dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya. 27

WHO mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi

kesejahteraan individu yang menyadari potensinya sendiri, dapat

mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif

dan menghasilkan, serta mampu memberikan kontribusi kepada

komunitasnya. Individu yang sehat mentalnya dapat mengatasi berbagai

permasalahan dan tekanan kehidupan dengan memanfaatkan potensi yang

dimiliki. Mental yang sehat juga mampu mengarahkan individu untuk

hidup lebih produktif dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Adapun individu yang sehat mentalnya memiliki beberapa

karakteristik di antaranya adalah mampu belajar sesuatu dari pengalaman,

mampu beradaptasi, lebih senang memberi daripada menerima, lebih

cenderung membantu daripada dibantu, memiliki rasa kasih sayang,

memperoleh kesenangan dari segala hasil usahanya, menerima

kekecewaan dengan menjadikan kegagalan sebagai pengalaman, serta

selalu berpikir positif.

Sedangkan individu yang mentalnya sakit (mental illness) memiliki

ciri-ciri yaitu merasa tidak bahagian dalam kehidupan dan hubungan

sosial, merasa tidak aman, tidak percaya dengan kemampuan sendiri,


27
Mulyadi, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Kalam Mulia, 2017). h. 24.
tidak memiliki kematangan emosional, kepribadian yang labil, mengalami

gangguan dalam sistem syaraf, dan tidak dapat memahami kondisi diri

sendiri. Mental yang tidak sehat juga ditandai dengan adanya kecemasan,

mudah tersinggung, agresif dan destruktif (merusak), tidak mampu

menghadapi kenyataan secara realistik, memiliki gejala psikosomatis

(sakit fisik yang diakibatkan oleh gangguan psikis seperti stres), serta

tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. 28

Komponen penting dalam kesehatan mental adalah kepribadian.

Kepribadian ini menentukan bagaimana seseorang berpikir, bersikap dan

bertingkah laku. Kepribadian berkembang melalui proses perkembangan,

sehingga kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.

Dalam ilmu kesehatan jiwa, penjelasan mengenai kepribadian merujuk

kepada teori kepribadian yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.

Teorinya yang terkenal mengenai kepribadian disebut dengan

psikoanalisa. Teori ini dikembangkan berdasarkan pengalamannya

sebagai ahli psikoterapi dalam menghadapi pasienpasiennya. Dalam

kaitannya dengan lingkungan sosial, orang yang memiliki mental sehat

adalah orang yang mencapai tingkat kesejahteraan sosial yang baik.

Mereka adalah orang yang adjustif (dapat menyesuaikan diri) dengan

28
Mulyadi, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Kalam Mulia, 2017). h. 24.
lingkungannya. Dengan demikian, sehat tidaknya seseorang dapat dilihat

dalam kehidupan sosialnya. 29

b. Paradigma dalam Kesehatan Mental

Prinsip-prinsip dalam memahami Kesehatan Mental telah diungkap

Schneiders sejak tahun 1964, yang mencakup tiga hal: 11 prinsip yang

didasari atas sifat manusia, yaitu:

1) Kesehatan dan penyesuaian mental tidak terlepas dari kesehatan

fisik dan integritas organisme.

2) Dalam memelihara kesehatan mental, tidak terlepas dari sifat

manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelek, religius,

emosional, dan sosial.

3) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan

pengendalian diri, meliputi: pengendalian pemikiran, imajinasi,

hasrat, emosi dan perilaku.

4) Memperluas pengetahuan diri merupakan keharusan dalam

pencapaian dan memelihara kesehatan mental.

5) Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, meliputi:

penerimaan dan usaha yang realistik terhadap status dan harga

diri.

29
Dr Dede Rahmat dan Herdi, Bimbingan Konseling, (Bandung: Rosda, 2013).
6) Pemahaman dan penerimaan diri harus ditingkatkan dalam usaha

meningkatkan diri dan realisasi diri untuk mencapai kesehatan

mental.

7) Stabilitas mental memerlukan pengembangan yang terus-

menerusdalam diri individu, terkait dengan: kebijaksanaan,

keteguhan hati, hukum, ketabahan, moral, dan kerendahan hati.

8) Pencapaian dalam pemeliharaan kesehatan mental terkait dengan

penanaman kebiasaan baik.

9) Stabilitas mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas

mengubah situasi dan kepribadian.

10) Stabilitas mental memerlukan kematangan pemikiran, keputusan,

emosionalitas, dan perilaku.

11) Kesehatan mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif

dan secara sehat terhadap konflik mental, kegagalan, serta

ketegangan yang timbul.

Kemudian sebagai prinsip yang kedua adalah 3 prinsip yang

didasari atas hubungan manusia dengan lingkungannya, yaitu:

1) Kesehatan mental dipengaruhi oleh hubungan interpersonal

yang sehat, khususnya di dalam keluarga.

2) Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran dipengaruhi oleh

kecukupan individu dalam kepuasan kerja.


3) Kesehatan mental memerlukan sikap yang realistik, yaitu

menerima realita tanpa distorsi dan objektif.

Serta prinsip yang terakhir, merupakan 2 prinsip yang didasari atas

hubungan individu dengan Tuhan, yaitu: 1. Stabilitas mental memerlukan

pengembangan kesadaran atas realitas terbesar dari dirinya yang menjadi

tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental; 2.

Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang

konstan antara manusia dengan Tuhannya. 30

c. Aspek dan Ciri-ciri Kesehatan Mental Secara Umum

Secara umum, ciri-ciri kesehatan mental ada beberapa kategori

yaitu:

1) Memiliki sikap batin (attitude) yang positif terhadap diri sendiri.

Usaha untuk menyesuaikan diri secara sehat terhadap diri sendiri

yang mencakup pembangunan dan pengembangan seluruh potensi

dan daya yang terdapat dalam diri manusia serta kemampuan

memanfaatkan potensi dan daya seoptimal mungkin sehingga

penyesuaian diri membawa kesejahteraan dan kebahagiaan diri

sendiri dan orang lain

2) Dapat mengontrol emosi yaitu merasa nyaman dengan emosinya,

dapat menghadapi situasi frustasi, depresi, atau stress secara

positif.
30
Nur Mahardika, Kesehatan Mental, (Kudus: Sunan Muria, 2017). h.13
3) Mampu melakukan integrasi fungsi-fungsi jiwa dengan

berkembanganya seluruh potensi kejiwaan secara seimbang.

Sehingga manusia dapat mencapai kesehatannya secara lahiriah

maupun bathiniah serta terhindar dari pertentangan bathin,

keguncangan, keraguan dan tekanan perasaan dalam menghadapi

berbagai dorongan dan keinginan.

4) Memiliki kemandirian, orang yang memiliki mental yang sehat

memiliki sifat mandiri dalam berfikir dan bertindak, mampu

mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri

serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di

lingkungannya

5) Berfikir positif dan objektif terhadap realitas, berfikir positif

memiliki tiga komponen, yaitu: pertama kontrol merupakan orang

yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menentukan nasib

dirinya sendiri. Kedua komitmen yaitu perasaan bertujuan dan

keterlibatan dengan kegiatan-kegiatan, maupun hubungan dengan

orang lain. Ketiga tantangan yaitu cara memandang kesulitan

sebagai seuatu yang dapat mengembangkan diri bukan

mengancam perasaan keamanan diri

6) Menguasai lingkungan dan Masyarakat, tidak hanya memenuhi

tuntutan masyarakat dan mengadakan perbaikan di dalamnya

tetapi juga dapat membangun dan mengembangkan dirinya sendiri


secara serasi dalam masyarakat. Hal ini hanya bisa dicapai apabila

masing-masing individu dalam masyarakat sama-sama berusaha

meningkatkan diri secara terus- menerus dalam batas-batas yang

diridhai Allah.31

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penerapan Konseling Individu

terhadap Pemulihan Mental Penyalahguna Nafza

Zakiah Darajat dalam Mulyadi, mengungkapkan bahwa kesehatan

mental dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri individu yang

terdiri dari: kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan,

kondisi psikologis, keberagamaan, sikap menghadapi problema hidup dan

keseimbangan dalam berfikir. Dan faktor eksternal merupakan faktor

yang berasal dari luar diri individu yang terdiri dari: keadaan ekonomi,

budaya dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat,

maupun lingkungan pendidikan. 32

Peran konselor juga mempengaruhi pemulihan mental pacandu

narkoba dengan memberikan motivasi yaitu memberikan dorongan

kepada klien dalam upaya memecahkan masalahnya secara efektif dan

produktif.33

31
Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori Dan Kasus, h.11
32
Mulyadi, Ibid.
33
Umi Zahroh, Peran Konselor Dalam Penanganan Korban Penyalahgunaan Naarkoba,
Purwokertog: Skripsi Intitut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2020).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan konseling individu

terhadap pemulihan mental penyalahguna narkoba sebagai berikut:

a. Faktor Internal

1) Faktor Biologis.

Aktifitas manusia pasti menggunakan dimensi biologis, seperti

tidur, mandi, minum, makan, bekerja, dan lain-lain. Awalnya manusia

memahami bahwa hubungan spiritual merupakan hubungan fisik dan

jiwa yang tidak terjelaskan secara ilmiah, tetapi sekarang ini hal itu

dapat dipahami dengan ilmu pengetahuan. Faktor biologis sangat

memberi kontribusi yang besar bagi kesehatan mental. Beberapa aspek

yang berpengaruh langsung pada faktor biologis antara lain otak,

sistem endokrin, genetik, sensori, kondisi ibu selama hamil. 34

2) Faktor Psikologis

Faktor psikis manusia yang pada dasarnya adalah satukesatuan

dengan sistem biologis. Faktor psikis berkaitan erat dengan kegiatan

kehidupan manusia yang multi aspek sehingga faktor psikis juga erat

kaitannya dengan kesehatan mental terutama hal spiritual yang melekat

pada jiwa seseorang, yaitu ketaatan beribadah menjalani tuntunan

agama berkaitan erat dengan kesehatan mental. Faktor psikis yang

34
Latifun dan Moeljono Notosoedirdjo. Kesehatan Mental, Edisi IV, Malang: UMM Press
2017.
mempengaruhi kesehatan mental seseorang antara lain yaitu

pengalaman awal, proses pembelajaran, dan kebutuhan. 35

b. Faktor Eksternal

1) Peran Konselor

Konselor atau pembimbing adalah seorang yang mempunyai

keahlian dalam melakukan konseling dan menggali pengetahuan

tentang program rehabilitasi lebih dalam. Konselor dalam hal ini juga

dapat mencari celah atau cara untuk menyesuaikan dengan kondisi

yang ada, dan menjadi panutan atau role model bagi pelaksanaan

rehabilitasi dan itu termasuk bimbingan dalam rehabilitasi.

Dimana pemberian bantuan ini dilakukan secara face to face

antar konselor dengan klien. Dalam konseling individual, konselor

dituntut untuk mampu bersikap penuh simpati dan empati. Simpati

ditunjukkan oleh konselor melalui sikap turut merasakan apa yang

sedang dirasakan oleh klien. Sedangkan empati adalah usaha konselor

menempatkan diri dalam situasi diri klien dengan masalah-masalah

yang dihadapinya. Keberhasilan konselor bersimpati dan berempati,

akan memberikan kepercayaan yang sepenuhnya kepada konselor.

Keberhasilan bersimpati dan berempati dari konselor juga akan sangat

membantu keberhasilan proses konseling. 36

35
Latifun dan Moeljono Notosoedirdjo. Ibid.
36
Umi Zahroh, Ibid.
2) Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dalam masa pemulihan pengguna NAPZA

sangat diperlukan mengingat salah satu faktor yang menyebabkan

penyalahgunaan NAPZA adalah keluarga. Keluarga merupakan sistem

pendukung utama yang memberi peran langsung pada setiap keadaan

(sehat sakit) anggota keluarganya. Dukungan keluarga tidak ada maka

keberhasilan pemulihan (rehabilitasi) akan sangat rendah.

Kurangnya dukungan keluarga selama proses rehabilitasi

ataupun lingkungan yang merendahkan dan tidak menghargai usaha

yang dilakukan mereka untuk sembuh akan menambah stress dan sulit

mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk

menggunakan narkoba lagi atau relaps. Banyak faktor yang

menyebabkan penyalahgunaan NAPZA salah satunya yang paling

sering adalah faktor keluarga. Gambaran dukungan keluarga pada

pengguna NAPZA, kurangnya upaya keluarga dalam menerapkan pada

pengguna NAPZA sesuai dengan standar tingkah laku yang sudah di

buat sebelumnya, dan kurangnya komunikasi antara keluarga dengan si

pemakai. 37

3) Lingkungan

37
Wuri Komalasari, Hubungan Dukungan Keluaraga Dengan Motivasi Pasien Napza di
Lembaga Permasyarakatan, (Padang: Jurnal Menara Ilmu Jilid I, Vol 12 (79), 2018), hal 189.
Lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap pembinaan

kesehatan mental. Faktor lingkungan sangat diperlukan oleh residen

sebagai tempat bertemu dengan teman sebayanya, bersosial, bergaul,

bercerita tentang perasaan serta mengungkapkan jati dirinya. 38

B. Penelitian Terdahulu

Berikut ini penelitian terdahulu yang bisa menjadi rujukan dalam

mengembangkan penelitian:

1) Mohamad Akvar Awaludin, Implementasi Bimbingan Keagamaan

Sebagai Upaya Pemulihan Kesehatan Mental Bagi Pecandu Narkoba Di

Yayasan Nurul Ichsan Alislami Kalimanah Purbalingga, Pekalongan

2019. Hasil penelitian menunjukan bahwa saat pertama kali pecandu

narkoba datang mereka mengalami gangguan kesehatan mental yang

disebabkan oleh Narkoba. Faktor pendukung dan faktor penghambat

sangat berpengaruh juga pada pelaksanaan bimbingan keagamaan, untuk

memulihkan kesehatan mental pada pecandu narkoba akan berhasil

apabila faktor pendukung seperti pecandu narkoba, keluarga, fasilitas dan

pembimbing agama mendukung dengan penuh semua kegiatan. Namun

sebaliknya jika semua faktor tersebut tidak saling mendukung maka akan

menjadikan hambatan dalam pelaksanaan maupun pemulihan kesehatan

mental pada pecandu narkoba. 39


38
Latifun dan Moeljono Notosoedirdjo. Ibid.
39
Mohamad Akbar Awaludin, Implementasi Bimbingan Keagamaan Sebagai Upaya
Pemulihan Kesehatan Mental Bagi Pecandu Narkoba Di Yayasan Nurul Ichsan Alislami Kalimanah
Purbalingga, Pekalongan: Skripsi Institut Agama Islam Negeri Pekalongan, 2019.
2) Tri Elpandi, Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Kesehatan

Mental Masyarakat, Skripsi, IAIN Bengkulu, 2019. hasil penelitian ini

ditemukan bahwa terjadi perubahan kesehatan mental masyarakat akibat

penyalahgunaan narkoba yang dibagi menjadi tiga aspek yaitu; 1) self

image, hasil temuan dilapangan, para penyalahgunaan narkoba mengalami

kesulitan dalam menyesuaikan diri baik dengan diri sendiri maupun

dengan tempat lingkungan ia tinggal; 2) attitude, sikap dan perilaku warga

yang mengonsumsi narkoba tidak sama dengan masyarakat pada

umumnya, condong pada perilaku negatif, menarik diri, tindakan kriminal,

hilang sopan santu, malas, dan putus sekolah; 3) pemahaman dan perilaku

keagamaan, dari hasil temuan dilapangan juga bahwa orang-orang yang

mengonsumsi narkoba jauh dari agama, jarang bahkan tidak pernah

beribadah, non-aktif dalam kegiatan keagamaan. 40

3) Miya Kholifah, Konseling Individual Untuk Meningkatkan Kontrol Diri

Pecandu Narkoba Di Rumah Rehabilitasi House Of Serenity Bandar

Lampung, Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2021.

Hasil dari proses konseling individual yaitu klien mengalami peningkatan

pada kontrol dirinya. Dari yang sebelumnya klien belum berpikir bahwa

narkoba dapat menimbulkan masalah pada hidupnya, menjadikan narkoba

sebagai jalan pintas untuk lari dari masalah, selalu menyalahkan orang

lain, kesulitan mengendalikan amarah, dan selalu mengambil keputusan


40
Tri Elpandi, Ibid.
tanpa memikirkan konsekuensinya. Setelah mendapatkan layanan

konseling individual klien sudah sadar bahwa narkoba menimbulkan

banyak masalah bagi hidupnya, narkoba bukan jalan pintas untuk lari dari

masalah, mau mengakui kesalahannya, mengendalikan amarahnya, serta

mampu mempertimbangkan konsekuensi dalam setiap keputusan.41

4) Natriana Bauraja, Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Pembinaan

Mental Napi Yang Terlibat Penyalahgunaan Narkoba Dilapas Klas Ii A

Kota Palopo, Skripsi, Intitut Agama Islam Negeri, 2019. Implikasi

penelitian Ini adalah, maka sepatutnya petugas dan Pembina lapas Klas II

A Palopo Selalu melaksanakaan pembinaan keagamaan Karena dengan

adanya program pembinaan keagamaan sangat membantu para Napi

dalam proses pemulihan mental bukan hanya sekedar mental melainkan

menyadarkan Napi bahwa betapa berbahayanya mengkomsumsi narkoba

terhadap kesehatan tubuh baik itu secara fisik maupun rohani, agar

nantinya tidak ada lagi rasa ingin mengkomsumsinya dan menjadikan

suatu pelajaran buat kedepannya dan mudahmudahan bisa menjadi pribadi

yang lebih baik lagi kedepannya. 42

C. Kerangka Pemikiran

41
Miya Kolofah, Konseling Individual Untuk Meningkatkan Kontrol Diri Pecandu Narkoba
Di Rumah Rehabilitasi House Of SerenityBandar Lampung, Skripsi,( Lampung: Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung. 2021).
42
Natriana Bauraja, Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Pembinaan Mental Napi Yang
Terlibat Penyalahgunaan Narkoba Dilapas Klas Ii A Kota Palopo, Skripsi, Intitut Agama Islam
Negeri, 2019.
Korban penyalahgunaan narkoba yang direhabilitasi di Rumah Aman

NAPZA TB Satu Riau disebut residen. Rehabilitasi dilakukan dengan penerapan

konseling individu terhadap pemulihan mental. Konseling Individu adalah

layanan konseling yang diselengarakan oleh seorang konselor terhadap klien

untuk pengentasan masalah pribadi klien. Dalam suasana tatap muka

dilaksanakan interaksi langsung antara klien dengan konselor, membahas

berbagai hal mengenai permasalahan yang dialami oleh klien. Melalui konseling

individu ini, diharapkan residen mampu pulih mentalnya dan bisa melanjutkan

kehidupannya seperti sebelumnya.

Dalam pelaksanaannya ternyata ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi bisa menghambat atau mendukung pemuliahan residen.

Diabtaranya adalah faktor biologis, fsikologis, peran kosnelor, dukungan

keluarga, dan faktor lingkungan.

Kerangka pemikiran menggambarkan alur pemikiran yang digunakan

dalam penelitian secara menyeluruh dan sistematis. Secara sederhana kerangka

pikir dalam penelitian ini seperti yang di tunjukkan pada bagan berikut ini:

Penerapan Hasil yang diharapkan


Faktor yang
mempengaruhi Konseling
- Mengetahui bagaimana
Individu terhadap penerapan konseling
- Faktor Biologis pemulihan mental
- Faktor Psikologis terhadap pemulihan
peyalahguna mental penyalahguna
- Peran Konselor
- Dukungan Keluarga narkoba narkoba.
- Faktor Lingkungan - Mengetahui faktor yang
mempengaruhinya.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data yang

dikumpulkan berbentuk uraian serta gambar-gambar dan bukan angka.

Penelitian kualitatif adalah penelitan yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami atau yang terjadi oleh suatu objek dan
penelitian. Penelitian ini juga merupakan penelitian yang didapatkan

berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model. 43

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengumpulkan suatu pemahaman

melalui studi mendalam tentang perilaku manusia atau masyarakat tertentu

dan alasan yang mempengaruhi perilaku tersebut. Metode ini menelaah

mengapa dan bagaimana dari suatu sikap atau proses pengambilan

keputusan dari objek yang diteliti maka jumlah sample terbatas tetapi

lebih sering digunakan dari pada sample besar. Penelitian kualitatif

menghasilkan informasi hanya mengenai kasus tertentu yang diteliti dan

kesimpulan yang lebih umum terkait hipotesis dan usulan. Maka

penelitian ini mengambil data sebanyak-banyaknya dari informan

mengenai latar belakang keadaan permasalahan yang diteliti.44

Kemudian pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan deskriptif. Penelitian deskriktif menafsirkan dan menuturkan

data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta

pandangan yang terjadi didalam masyarakat, pertentangn dua keadaan atau

lebih, hubungan antar variable, perbedaan antara fakta. Tujuan dari

penelitian deskriktip kualitatif adalah untuk mengungkapkan fakta,

keadaan, fenomena, variable dan keadaan yang terjadi saat penelitian

berjalan dan menyuguhkan apa adanya.

43
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014), h.18.
44
Asra Abuzar, Metode Penelitian Survei, (Bogor: In Media, 2008), h.23.
Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami residen dan bagaimana konseling individu ini

dapat membantu memulihkan mentalnya.

Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data. Berdasarkan

sumbernya, data dibagi menjadi:

1) Data primer, yaitu data pokok yang diperoleh dari informan

diantaranya 2 konselor dan 2 pecandu narkoba yang di rehabilitasi di

Rumah Aman Napza TB Satu Riau.

2) Data sekunder, yaitu data lengkap seperti pendukung penelitian yang

di peroleh dari buku-buku literatur yang terkait, data instansi atau

lembaga Rumah Aman Napza TB Satu Riau dan data lengkap.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Aman Napza TB Satu Riau yang

terletak di Terusan Kocil Desa Teratuk Buluh Kecamatan Siak Hulu

Kabupaten Kampar. Alasan tenpat ini menjadi lokasi penelitian karena

tempat rehabilitasi ini memiliki beberapa program dan salah satunya

konseling individu, yang dalam prosesnya ternyata bisa terdapat masalah

yang kompleks diantanya adalah mental residen. Untuk lokasi rehabilitasi

ini sendiri berada di tempat yang cukup strategis dan mudah dijangkau

hanya sekitar 30 menit dari pusat kota.

C. Informan Peneliatian

1. Subjek Penelitian
Subyek adalah para informan atau sumber data yaitu orang yang

merespon dan menjawab pertanyaan peneliti. Teknik pemilihan subjek

yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sample data dengan

pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling

tahu tentang apa yang diharapkan, atau sebagai penguasa sehingga akan

memudahkan peneliti menjelajahi objek situasi sosial yang diteliti. 45

Subyek dalam penelitian ini mempunyai karakteristik dan dipilih

sengan kriteria sebagai berikut:

1) Konselor yang ada di Rumah Aman Napza TB Satu Riau ada 5 orang,

maka peneliti mengambil subjek 2 orang. Dengan kriteria sudah

pernah melakukan konseling individu sekurang-kurangnya satu kali.

2) Residen pencadu narkoba yang di rehabilitasi sampai sekarang

berdasarakan waktu penelitian yang di lakukan penulish sebanyak 73

orang. Peneliti akan mengambil 2 orang residen sebagai subjek

penelitian dengan kriteria sudah pernah mengikuti konseling individu

sekurnag-kurangnya satu kali dan di bimbing oleh konselor.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah salah satu bagian paling mendasar dari

setiap proses penelitian. Yang menjadi objek penelitian ini adalah

Upaya bimbingan kelompok untuk meyakinkan masa depan pecandu


45
Sugiyono, Memahami Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2009).
narkoba di Rumah Aman Napza TB Satu Riau. Dengan melakukan

wawancara dengan konselor selaku pembimbing program bimbingan

kelompok dan pencandu narkoba.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peniliti

untuk mengungkap atau menjaring informasi dari responden sesuai ruang

lingkup penelitian. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.46

Menurut Sugoyono, observasi adalah suatu kegitan pengumpulan

data yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat fenomena

yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam

fenomena tersebut.47

Teknik observasi di gunakan untuk melihat dan mengamati

perubahan fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang

yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilan tersebut, bagi

pelaksana observasi untuk melihat obyek moment tertentu sehingga

46
Sugiyono, Memahami Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2009).
47
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, Yogjakarta: Pustaka Baru Press. 2014. h. 7.
mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak di

perlukan. 48

Dengan demikian, kegiatan mencari data yang digunakan untuk

memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis disebut observasi.

Untuk itu, peneliti melakukan observasi dengan mengamati

bagaimana penerapan konseling individu terhadap pemulihan mental

dari residen.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu instrumentasi yang

digunakan untuk menggali data secara lisan, hal ini haruslah

dilakukan secara mendalam agar mendapatkan data yang valid dan

detail.49 Metode wawancara merupakan metode yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif. Menurut Yusuf, wawancara

merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) dengan

memberikan suatu pertanyaan-pertanyaan melalui komunikasi secara

langsung.50 Peneliti langsug datang ke lokasi untuk melaukan

wawancara dengan menyiapkan alat-alat tulis dan media sebagai alat

perekam suara.

48
Tri Elpandi, Ibid.
49
Wiratna Sujarweni, Ibid.
50
M. Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif Dan Penelitian Gabungan, (Jakarta:
Interpratama Mandiri, 2014).
Wawancara dilakukan dengan konselor yang memberikan

bimbingan kelompok kepada residen di Rumah Aman Napza TB

Satu Riau dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana

penerapan konseling individu yang diterapkan. Proses wawancara

yang dilakukan dengan semi-terstruktur, dimana peneliti

menggunakan panduan untuk wawancara yang selanjutnya ada

pengembangan topik dan lebih fleksibel. Begitu juga yang diterapkan

kepada residen pecandu narkoba. Tentu saja peneliti tetap menjaga

dan menghormati respon yang berbeda-beda antara informan. Peneliti

juga menjaga kerahasiaan data dari informan dan hanya akan

menampilka identitas samaran, hal ini bertujuan untuk melindungi

dan menghindari masalah yang akan terjadi dikemudian hari.

3. Dokumentasi

Dokumentasi juga menjadi metode yang dapat membantu

memperoleh data penelitian berupa foto, buku-buku dari lembaga

bersangkutan, laporan konseling individua, rekaman audio atau video

dan lainnya.51 Menutut Meleong, Metode dokumentasi adalah alat

pengumpul data yang digunakan untuk mencari atau mengenal hal-

51
Sukandar Rumidi. Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gdjah Mada University Press,
2022, h. 100.
hal atau variable yang beruapa catatan, surat kabar, majalah, dan

sebagainya. 52

Peneliti mencari data terkait dengan dokumentasi tentunya

merupakan isntrumen untuk mendapatlan data yang valid. Data ini

bisa berupa kegiatan yang di lakukan selama ini, profil dari Lembaga

Rumah Aman Napza TB Satu Riau dan data laporan konseling atau

catatan penting yang akan menunjang proses penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni model

interaktif. Menurut Miles dan Habermen yang diikuti oleh dalam model ini

ada tiga komponen analisis53, yaitu: Reduksi data (data reduction), Penyajian

data, panarikan serta pengkajian kesimpulan, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, selanjutnya dicari polanya.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan pada

penyederhanaan data “kasar” yang muncul catatan-catatan tertulis

dilapangan. Proses ini berlangsung secara terus-menerus selama

penelitian. Dalam hal ini data yang dimaksud yakni data yang diperoleh

berdasarkan wawancara dengan informan. Data tersebut masih terkumpul

52
Lexy J meleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, 2007, h. 135.
53
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2014, h.
244.
menjadi satu atau kasar. Dengan reduksi data yang tidak diperlukan akan

dibuang.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan imformasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Sajian data (data display), akan lebih

memudahkan bagi peneliti melihat gambaran secara keseluruhan dengan

menyederhanakan kata-kata yang telah direduksi kemudian disimpulkan.

Penyajian data dapat berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowcart dan sejenisnya.

Dengan penyajian data, peneliti akan memahami apa yang sedang

terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang

penyajian data. Dengan demikian, data yang sudah diperoleh dilapangan

akan ditarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Menarik kesimpulan (conclusion drawing),

Menarik kesimpulan ini merupakan bagian terpenting dalam

penelitian. Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan

tetap terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum jelas, kemudian

akan meningkatkan menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.

Kesimpulan ini juga diverifikasikan selama penelitian berlangsung


dengan maksud menguji kebenaran, kekokohan, dan kecocokannya yang

merupakan validitasnya. Sehingga penelitian yang sudah dilakukan

peneliti, dapat diketahui kebenarannya dengan menggunkan penarikan

dan pengujian kesimpulan.

Selama melaksanakan penelitian, peneliti harus tetap melakukan

verifikasi yang kemudian hasil yang didapat dari lapangan ditarik

kesimpulannya atau verifikasi data. Dengan demikian, kesimpulan yang

diperoleh akan mejadi teori, hukum yang dikembangkan dari hasil

penelitian lapangan. 54

F. Validitas Data

Untuk membuktikan kesesuaian antara data yang diteliti dengan

kenyataan, maka diperlukan adanya uji keabsahan data. Menurut

Moleong, keabsahan data adalah penyajian data yang didapatkan

penelitian untuk mengetahui kebenaran dari data.55

Untuk memperoleh keabsahan data dan validitas tinggi, peneliti

menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu.

54
Tri Elpandi, Ibid.
55
Lexy J meleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (2007), h. 324.
Dalam hal ini peneliti membandingkan data lain untuk

membandingkan kesahihan data yaitu aspek-aspek metode, sumber dan

teori. Triangulasi dilakukan untuk mendapatkan kebenaran informasi

dengan menanyakan kembali kepada sumber penelitian. Triangulasi

dengan metode yang dilakukan untuk mengecek data yang diproleh dari

informan dengan metode pengumpulan data yang berbeda.

Triangulasi disebut teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data

yang telah ada. Jika peneliti melakukan pengumpulan data dengan

triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus

mengumpulkan kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan

berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Triangulasi

teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang

berbeda-beda untuk mendapatkan sumber data dari sumber yang sama. 56

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah Bin ‘Umar Radhiyallahu’anhuma Al-Qur’an. 2009. Al-Maidah


ayat 90. (Jakarta: Suara agung). cetakan ke-2. h.221.
Abuzar, Asra. 2008. Metode Penelitian Survei. Bogor: In Media. h.23.

Ahmad Mubarok. Konseling Agama Teori Dan Kasus. h.11

Andriyani, July. 2018. Konsep Konseling Individual Dalam Proses Penyelesaian


Perselisihan Keluarga. (Aceh: Jurnal At-Taujih Bimbingan dan Konseling
Islam. 2018). h. 24.
56
Supriadi. Peberapan Bimbingan Konseling Islam (Sholat dan Dzikir) Dalam Rehabilitasi
Mental Penyalahgunaan NAPZA Di Kalangan Remaja Di Yayasan LKS Lentera Mataram, (Mataram:
UIN Mataram, 2019).
Awaludin, Mohamad Akbar. 2019. Implementasi Bimbingan Keagamaan Sebagai
Upaya Pemulihan Kesehatan Mental Bagi Pecandu Narkoba Di Yayasan
Nurul Ichsan Alislami Kalimanah Purbalingga. Pekalongan: Skripsi Institut
Agama Islam Negeri Pekalongan.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2B. 2015. Jakarta Timur. h.10.

Departemen Agama Republik Indonesia. 2007. Penyalahgunaan Narkotika dan


Pencegahannya (Serial Khutbah Jumat). Jakarta: Direktorat urusan Agama
Islam dan Pembinaan Syariah. hal 116.

Deputi Bidang Rehabilitasi. 2022. Puslitdatin.bnn.go.id. h. 61

Dr Dede Rahmat dan Herdi. 2013. Bimbingan Konseling. Bandung: Rosda.

Duski Samad. Konseling Safistik. hal 285

Eleanora, Farabsiska Novita. Jurnal Hukum: Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta


Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya. Fakultas Hukum Universutas
MPU Tantular Jakarta. Vol XXV. No.211). hal 441.

Elpandi, Tri. 2019. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Kesehatan Mental


Masyarakat. Skripsi. Bengkulu: Institut Agama Islam Nageri Bengkul.

Erlina, Nova dan Laeli Anisa Fitri. 2016. Penggunaan Layanan Konseling Individu
Dengan Pendekatan Behavioral Untuk Mengurangi Prilaku Membolos
Peserta Didik Kelas VII MTs Miftahul Ulum Merabung III Kecamatan
Pugung Kabutan Taggamus. Lampung: Jurnal Bimbingan dan Konseling. h.
141.

Husni, Muhammad. 2017. Layanan Konseling Individual Remaja Pendekatan


Behaviorisme. Malang: IAI AL-Qolam Malang. h.12
Kibtyah, Maryatul. 2015. Pendekatan Bimbingan dan Konseling Bagi Korban
Pengguna Narkoba. Semarang: Jurnal Ilmu Dakwah 35(1). h.60.

Kolofah, Miya. 2021. Konseling Individual Untuk Meningkatkan Kontrol Diri


Pecandu Narkoba Di Rumah Rehabilitasi House Of Serenity Bandar
Lampung. Skripsi. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung.

Latifun dan Moeljono Notosoedirdjo. 2017. Kesehatan Mental. Edisi IV. Malang:
UMM Press.
Mahardika, Nur. 2017. Kesehatan Mental. Kudus: Sunan Muria. h.13

Meleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Mulyadi. 2017. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: Kalam Mulia. h. 24.

Nurihsan, Achmad Juntika. 2012. Strategi Layanan Bimbingan & Konseling. PT.
Refika Aditama. h.10.

Octaviyanti, Riana. 2018. Kabid Rehabilitas BNNP. Riau.

Prayitno. 2001. Bimbingan Konseling di SMP. Padang: Penebar Aksara. h.4

Putri, Tesya Viana. 2022. Impelemntasi Rehabilitasi Terhadap Penyalahgunaan


NARKOTIKA Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika. Skripsi. Jakarta.

Ramadan, Syahrul dan Aditya A Pratama. 2001. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Iktisar. 2002. h. 236.

Rumidi, Sukandar. 2022. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gdajah Mada


University Press. h.100.

Sari, Ratna Puspita. 2021 Narkoba dan Kesehatan Mental. Sumatera Selatan: BNN
Sumsel. https://sumsel.bnn.go.id.

Septiyani, Riska Putri dan Siti Rahmi. 2011. Pelaksanaan Konseling Terhadap
Pacandu Narkoba (Studi Kasus Di Yayasan Sekata Kota Tarakan). Medan:
Citra Pustaka Media Printis. h. 24.

Setiawan, Rendi. 2017. Penerapan Konseling individual Pada Klien Pecandu Narkoba
Di BADAN narkotika Kabupaten Kampar. Sripsi thesis. Riau: Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. h.12

Sofyan S. 2013. Konseling Individual. teori dan praktek. Alfabeta. h.159

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta. h. 244.
Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
h.18.

Sumarlin Adam. Dampak Narkotika Pada Psikologi Dan Kesehatan Masyarakat.


Gorontalo: Core. 2021).

Supriadi. 2019. Peberapan Bimbingan Konseling Islam (Sholat dan Dzikir) Dalam
Rehabilitasi Mental Penyalahgunaan NAPZA Di Kalangan Remaja Di
Yayasan LKS Lentera Mataram. Mataram: UIN Mataram.

Tarmizi. 2011. Pengantar Bimbinga dan Konselig. Medan: Perdana Publising. h.26.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal


1 Ayat 12.

Wijayanti, Daru. 2016. Revolusia Mental Stop Penyalahguna Narkoba. (Yogyakarta:


Indoliterasi). h. 5.

Willis, Sofyan S. 2014. Remaja dan Masalahnya. Alfaberata. h.156.

Yusuf, M. 2014. Metode Penelitian: Kuantitatif. Kualitatif Dan Penelitian Gabungan.


Jakarta: Interpratama Mandiri.

Zahroh, Umi. 2020. Peran Konselor Dalam Penanganan Korban Penyalahgunaan


Naarkoba. Purwokertog: Skripsi Intitut Agama Islam Negeri Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai