Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN KANABINOID

DISUSUN OLEH:

Febyan Rasmin Kotto


C014192030

PEMBIMBING:
dr. Novianti Hajai

SUPERVISOR:
dr. Andi Suheyra Syauki, M.Kes., Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama Febyan Rasmin Kotto


NIM C014192030
Universitas Universitas Hasanuddin
Judul Referat Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Kanabinoid

adalah benar telah menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Mental dan Perilaku
Akibat Penggunaan Kanabinoid” dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan
pembimbing dan supervisor dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Agustus 2020

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Andi Suheyra Syauki, M.Kes., Sp.KJ dr. Novianti Hajai

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3


BAB 1 .................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ........................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 2 .................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Definisi ...................................................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Profil Ganja ................................................ Error! Bookmark not defined.
2.3 Epidemiologi.............................................. Error! Bookmark not defined.
2.4 Patomekanisme ............................................................................................ 7
2.5 Diagnosis ..................................................................................................... 8
2.6 Dampak Penggunaan Ganja ......................................................................... 9
2.6.1 Intoksikasi Ganja ................................................................................ 11
2.6.2 Withdrawal Ganja ............................... Error! Bookmark not defined.
2.6.3 Akibat Penyalahgunaan Ganja ............ Error! Bookmark not defined.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium ........................ Error! Bookmark not defined.
2.7 Penatalaksanaan ......................................................................................... 14
BAB 3 .................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di Indonesia.


Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat peningkatan jumlah penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) dari tahun ke tahun. [1]

NAPZA yaitu singkatan dari narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain. Sebutan yang
mirip di masyarakat adalah “narkoba”. NAPZA ada yang semata- mata berasal dari
tumbuh-tumbuhan (natural, alami) seperti : ganja, ada yang sintetis (shabu) dan ada pula
yang semi sintetis (putau). NAPZA didefinisikan sebagai setiap bahan kimia/zat yang bila
masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis. [1]

Ganja (kanabis, marijuana) termasuk golongan zat adiktif. Pemanfaatanya sebagai


obat telah dikenal sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu di negeri Cina. [2] Di Indonesia
terdapat antara 2-3juta orang yang pernah menghisap ganja. Di Amerika Serikat 5 juta
orang pernah menggunakan ganja sepekan sekali. Pengguna pemula ganja terutama
dikalangan anak usia muda, meningkat tajam selama 4-5 tahun terakhir karena ganja
mudah diperoleh dimana-mana (produk lokal). [1]

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan


Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba di
Indonesia telah mencapai 2% atau sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk
(berusia 10 - 59 tahun). Tahun 2015 jumlah penyalahgunaan Narkoba diproyeksikan ±
2,8% atau setara dengan ± 5,1 - 5,6 juta jiwa dari populasi penduduk Indonesia. [3]

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan mental adalah gejala yang ditandai dengan gangguan yang signifikan secara
klinis dalam aspek keseimbangan kognitif, regulasi emosi, dan perilaku individu yang
mencerminkan disfungsi dalam proses psikologis, biologis atau perkembangan fungsi
mental. [4]

Gejala putus NAPZA atau withdrawal adalah timbulnya gangguan fisik atau
psikologis akibat dihentikannya penggunaan NAPZA yang sebelumnya digunakan secara
kontinyu. Sedangkan Intoksikasi adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat
psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognitif, persepsi, afek, perilaku,
fungsi dan respon psikofisiologis. [5]

2.2 Profil Ganja (Cannabis)

Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis sativa. Istilah ganja
umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang dipotong,
dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok. Nama lain untuk tanaman
ganja adalah marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary jane dan produknya hemp, hashish,
charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla. [6]

Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai dua meter. Berdaun menjari dengan
bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda. Ganja hanya tumbuh di pegunungan
tropis dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut. [3]

Ada tiga jenis ganja yaitu Cannabis sativa, Cannabis indica, dan Cannabis ruderalis.
Ketiga jenis ganja ini memiliki kandungan tetrahidrokanabinol (THC) berbeda-beda. [3]
Kandungan THC didalam Charas dan hashish sekitar 7- 8% dalam rentang sampai 14%.
Ganja dan Sinsemilla berasal dari bahan kering dan ditemukan pada pucuk tanaman
betina, dimana kandungan THC rata-rata sekitar 4- 5% (jarang diatas 7%). Bhang sediaan
tingkat rendah diambil dari tanaman sisa kering, kandungan THC sekitar 1%. Minyak
hashish, suatu cairan pekat dari penyulingan hashish, mengandung THC sekitar 15-70%.
[6]

5
Gambar 1. Ganja (Cannabis)

Ganja (Cannabis) digunakan untuk tujuan pengobatan, ritual atau rekreasional.


Senyawa ini juga menghasilkan konsekuensi merugikan yang tidak diinginkan yaitu
Cannabinoids. Konsentrasi tertinggi dari kanabinoid psikoaktif ditemukan pada puncak
bunga dari kedua jenis tanaman jantan (male) dan betina (female). Kannabinoid pada
dasarnya berasal dari tiga sumber: (a) Fitokannabinoid adalah senyawa kannabinoid yang
diproduksi oleh tanaman Cannabis sativa atau Cannabis indica; (B) Endocannabinoids
adalah neurotransmiter yang diproduksi di otak atau di jaringan perifer, dan bekerja pada
reseptor kannabinoid; (C) Kannabinoid sintetis, yang disintesis di laboratorium, secara
struktural analog dengan fitokannabinoid atau endokannabinoid dan bekerja dengan
mekanisme biologis yang serupa. [7]

Ganja dapat dikonsumsi sebagai makanan dalam bentuk manisan, diseduh seperti teh
atau kopi, tetapi yang paling umum adalah dipadatkan dalam bentuk rokok dan dihisap
dengan menggunakan pipa rokok. Ganja yang dirokok biasanya berupa tanaman yang
sudah dikeringkan dan dirajang, kemudian dilinting seperti tembakau. Asap ganja
dimasukkan ke dalam paru dan ditahan untuk beberapa detik sebelum dikeluarkan. Setiap
batang rokok ganja mengandung THC sebanyak 5-20 mg dan hanya 50% yang di
absorbsi. Pada penggunaan secara oral (dimakan) hanya 3-6% yang diabsorbsi. THC
meninggalkan plasma dan masuk ke jaringan yang mengandung lemak, terutama otak dan
testis. THC dimetabolisme di hepar dan diekskresi terutama melalu tinja dan urin, waktu
paruh THC adalah 2-7 hari. [8]

6
2.3 Epidemiologi

Dari jenis narkotika, secara global, narkoba jenis ganja yang paling banyak
digunakan. Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9%-4,3% per tahun dari populasi
penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun. Tren legalisasi ganja telah diberlakukan
Amerika Serikat di New York dan Colorado, Belanda, Jerman (kepemilikan 6 gram),
Argentina, Siprus (15 gram), Ekuador, Meksiko (5 gram), Peru (8 gram), Swiss (4 Batang),
Belgia (3 gram), Brazil, Uruguay, Paraguay (10 gram), Kolombia (20 gram), dan
Australia. [3]

Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 25% (147 juta) populasi orang
dewasa di seluruh dunia menggunakan ganja untuk alasan rekreasi atau lainnya. Bila
digunakan untuk tujuan pengobatan, ganja dianggap sebagai pengobatan alternatif dan
komplementer (CAM) karena ini bukan terapi konvensional. Sekitar 40% orang dewasa
dengan epilepsi menggunakan CAM membaik karena kurangnya kemanjuran terapi
standar, karena efek sampingnya, atau karena alasan lain. Meskipun mayoritas CAM
adalah nonfarmakologis (misalnya, meditasi, teknik relaksasi, atau manajemen stres),
penggunaan tumbuhan menjadi perhatian khusus. Salah satu tumbuhan yang digunakan
oleh pasien epilepsi adalah ganja atau preparat lainnya termasuk minyak hashis. [9]

2.4 Patomekanisme

Kanabis atau ganja mengandung lebih dari 460 jenis senyawa kimia, dimana lebih
dari 60 senyawa di antaranya digolongkan dalam kategori kanabinoid. Jenis kanabinoid
yang paling banyak mengandung zat psikoaktif dan terdapat dalam tanaman ganja disebut
delta -9- tetrahydrocannabinol (THC). Sementara itu, senyawa kimia cannabinoid yang
lain, seperti delta-8-THC, cannabinol, canabidiol, cannabicylol, cannabichromene,
cannabigerol, hanya ada pada jumlah yang sedikit dan tidak memiliki efek sebesar THC.
Kanabinoid yang terdapat pada kanabis atau ganja memiliki komponen yang dapat
mengaktifkan reseptor kanabinoid 1 (CB1) atau kanabinoid 2 (CB2). Delta -9-
tetrahydrocannabinol (THC) diketahui sebagai komponen yang paling aktif, THC secara
potensial dapat mengaktifkan G protein-coupled reseptor kanabinoid CB1 dan modulasi
reseptor CB2. Sementara itu istilah kanabidiol digunakan pada zat yang tidak aktif pada
kanabis (nonpsikoaktif). Setelah dikonsumsi, THC melalui proses metabolisme menjadi
metabolit inaktif (8-11-DIOH-THC) dan metabolit aktif (11-OH-delta-9-THC). Delta -9-
THC dipercaya memiliki efek pada otak melalui reseptor CB1. Densitas tinggi dari
7
reseptor CB1 ditemukan pada korteks serebral (terutama frontal), basal ganglia,
serebelum, korteks anterior cingulate, dan hipokampus. Stimulasi pada reseptor ini
menyebabkan pelepasan monoamine dan asam amino neurotransmitter.

THC dapat mengubah fungsi dari hipokampus dan korteks oribofrontal yang
mengatur pembentukan memori baru dan fokus perhatian. Menggunakan kanabis
membuat seseorang terganggu konsentrasi berpikir dan kemampuan mengerjakan tugas
yang sulit. THC juga mengganggu fungsi serebelum dan basal ganglia sehingga terjadi
gangguan keseimbangan, postur tubuh, koordinasi dan waktu reaksi. [10]

2.5 Diagnosis

Kriteria diagnostik Gangguan Penggunaan Kanabis berdasarkan kriteria American


Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi
ke-5 (DSM-5). Diagnosis cannabis use disorder ditegakkan jika terdapat setidaknya 2
dari 11 gejala dalam 12 bulan terakhir:

1. Sengaja menggunakan ganja dalam jumlah lebih besar atau dalam waktu yang lebih
lama dari dibutuhkan.
2. Ada rasa ingin mengonsumsi terus-menerus yang persisten, tidak dapat dikendalikan,
atau dikurangi.
3. Menghabiskan waktu berlebihan untuk mendapatkan, mengonsumsi, atau pulih dari
pengaruh ganja
4. Keinginan yang besar untuk mengonsumsi ganja terus-menerus.
5. Penggunaan ganja yang rekuren, menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi
tanggung jawab pekerjaan, rumah, dan sekolah.
6. Terus-menerus menggunakan ganja walau menyebabkan gangguan dalam hubungan
sosial dan interpersonal.
7. Partisipasi dalam aktivitas rekreasional, sosial, dan okupasional yang penting menjadi
berkurang akibat penggunaan ganja.
8. Penggunaan ganja rekuren dalam situasi yang membahayakan fisik.
9. Terus menggunakan ganja walau menyadari adanya gangguan fisik atau psikologis
yang disebabkan oleh efek ganja.
10. Terjadi toleransi, ditandai salah satu dari berikut ini:
a. Kebutuhan yang secara jelas meningkat untuk mendapatkan efek yang diharapkan
atau intoksikasi
8
b. Efek yang secara jelas berkurang apabila ganja digunakan dalam dosis yang sama
dengan sebelumnya secara kontinu
11. Putus zat (withdrawal), ditandai salah satu dari yang berikut :
a. Gejala khas sindrom putus obat ganja
b. Obat yang sama atau mirip dibutuhkan untuk menghilangkan gejala putus obat
Tanda dan gejala withdrawal pada cannabis use disorder mungkin tidak sejelas
pada substance use disorder lainnya

Tingkat Keparahan Gangguan Penggunaan Kanabis berdasarkan jumlah gejala yang


ditemui, tingkat keparahan cannabis use disorder adalah sebagai berikut :

• Ringan: 2-3 gejala


• Sedang: 4-5 gejala
• Berat: 6 atau lebih gejala [4]

2.6 Dampak Penggunaan Ganja

Penggunaan ganja memiliki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan fisik maupun
psikis (mental). Dari segi fisik ganja dapat menyebabkan kanker paru karena asap ganja
[11]
mengandung banyak karsinogen sama dengan asap tembakau. Perokok ganja juga
terkait dengan radang pada saluran nafas yang besar, peningkatan hambatan jalan nafas,
hiperinflasi paru, perokok ganja lebih cenderung mengalami gejala bronkitis kronis
daripada bukan perokok, peningkatan tingkat infeksi pernafasan dan pneumonia.

Penggunaan ganja juga dikaitkan dengan kondisi vaskular yang meningkatkan risiko
infark miokard, stroke, dan serangan iskemik transien selama intoksikasi ganja.
Mekanisme yang mendasari efek ganja pada sistem kardiovaskular dan serebrovaskular
rumit dan tidak sepenuhnya dipahami. Namun, dampak langsung kannabinoid pada
berbagai target reseptor (yaitu reseptor CB1 di pembuluh darah arteri) dan efek tidak
langsung pada senyawa vasoaktif dapat membantu menjelaskan efek merugikan ganja
pada resistensi vaskular dan mikrosirkulasi coroner.[12]

Ganja juga mempengaruhi fungsi kognitif, defisit dalam pembelajaran verbal,


penurunan daya ingat (memori) dan perhatian hal ini dilaporkan pada pengguna ganja
berat dan dikaitkan dengan durasi penggunaan, frekuensi penggunaan, dan dosis
kumulatif THC. Perubahan struktur otak dilaporkan terjadi di hippocampus, prefrontal

9
cortex (PFC), dan serebellum pada pengguna ganja kronis. Yücel dkk. melaporkan
terjadinya pengurangan volume hippocampus dan amigdala dalam 15 pengguna jangka
panjang yang telah mengisap 5 atau lebih sehari selama 10 tahun atau lebih. Pengurangan
ini meningkat seiring dengan lamanya pemakaian. Selain menyebabkan masalah fisik
ganja juga mempengaruhi kesehatan mental, seperti gangguan bipolar, bunuh diri,
depresi, kecemasan dan psikotik. [11]

Dalam dosis intoksikasi yang biasa, ganja menghasilkan rasa nyaman, relaksasi, rasa
keramahan, kehilangan kesadaran sementara, termasuk sulit membedakan masa lalu
dengan saat ini, memperlambat proses berpikir, penurunan ingatan jangka pendek. Pada
dosis tinggi, ganja dapat menyebabkan panik, delirium toksik, dan psikosis. [13]

Orang yang berpengalaman menggunakan ganja pada waktu intoksikasi akan


mengalami ansietas dalam kurang lebih 10-30 menit, rasa takut akan mati, gelisah,
hiperaktif, kecurigaan, takut tidak bisa mengendalikan diri, takut menjadi gila. Kemudian,
ia menjadi lebih tenang, euphoria, banyak bicara, merasa ringan ditungkai dan badan. Ia
mulai banyak tertawa dan tertawa ekplosif walaupun tidak ada rangsang lucu yang
adekuat. Ia merasa pembicaraannya hebat, idenya bertubi-tubi, mudah terpengaruh,
adanya waham curiga yang kontroversial karena tidak menyebabkan ia takut, melainkan
malah menertawakan dan menikmatinya sebagai suatu hal yang lucu. Terdapat halusinasi
penglihatan berupa kilatan sinar, bentuk-bentuk amorf, warna-warni cemerlang, bentuk
geometris, figur dan wajah orang. Oleh karena itu, kadang-kadang ganja digolongkan
halusinogen. Warna-warna disekitarnya dipersepsi lebih cemerlang merasa lebih bisa
menikmati suara musik, merasa penampilan dirinya lebih baik walaupun secara objektif
kadang-kadang justru sebaliknya. Setelah mengalami halusinasi penglihatan selama
kurang lebih dua jam, ia akan mengantuk dan tertidur nyenyak tanpa diganggu mimpi.
Persepsi waktu dan jarak terganggu, misalnya sepuluh menit dirasakan seperti satu jam
dan jarak satu meter dipersepsi sebagai jarak seratus meter. [7]

10
Tabel 1. Efek samping penggunaan marijuana jangka pendek dan jangka panjang atau
pengguna berat. [12]

2.6.1 Intoksikasi Ganja

Kriteria diagnosis :

A. Penggunaan ganja baru-baru ini


B. Perubahan perilaku atau psikologis bermasalah yang signifikan secara klinis
(misalnya gangguan koordinasi motorik, euforia, kecamasan, sensasi waktu
yang melambat, penilaian yang terganggu, penarikan sosial) yang berkembang
selama, atau segera setelah, penggunaan ganja
C. Dua (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut berkembang dalam waktu 2 jam
setelah penggunaan kanabis.
1. Injeksi konjungtiva
2. Nafsu makan meningkat
3. Mulut kering
4. Takikardia
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak dijelaskan
oleh gangguan mental lain, termasuk intoksikasi zat lain.
11
Dokter harus menentukan apakah terjadi gangguan persepsi- halusinasi dengan
ilusi pendengaran, penglihatan atau perabaan terjadi tanpa adanya delirium.

2.6.2 Withdrawal Ganja

Kriteria diagnosis :

A. Penghentian penggunaan ganja yang berat dan berkepanjangan (yaitu, biasanya


digunakan setiap hari atau hampir setiap hari selama jangka waktu setidaknya
beberapa bulan
B. Tiga (atau lebih) dari tanda dan gejala berikut berkembang dalam waktu kira-
kira 1 minggu setelah kriteria A :
1. Irritability , marah, atau agresif
2. Gugup atau cemas
3. Kesulitan tidur (misalnya insomnia, mimpi yang mengganggu)
4. Nafsu makan menurun atau penurunan berat badan
5. Gelisah
6. Mood depresi
7. Setidaknya satu dari gejala fisik berikut sakit perut, tremor, berkeringat,
demam, menggigil, atau sakit kepala.
C. Tanda atau gejala dalam kriteria B menyebabkan gangguan secara klinis dalam
bidang sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak bisa
dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk intoksikasi atau withdrawal zat
lain. [4]

2.6.3 Akibat penyalahgunaan ganja yaitu :

1. Masalah fisik :
• Gangguan sistem reproduksi (infertilitas, mengganggu menstruasi, maturasi
organ seksual, kehilangan libido, impotensi).
• Fetal damage selama kehamilan
• Infeksi sistem pernapasan (sinusitis, bronchitis menahun)
• Mengandung agen penyebab kanker (carsinogenic agent) : kanker paru,
saluran pencernaan, leher dan kepala
• Emphysema

12
• Gangguan kardiovaskuler
• Gangguan imunitas
• Gangguan saraf : sakit kepala, gangguan fungsi koordinasi motorik
2. Masalah Psikiatri :
• Gangguan memori sampai kesulitan belajar
• Sindrom amotivasional
• Ansietas, panik sampai reaksi bingung
• Psikosis paranoid sampai skizofrenia
• Depris berat sampai suicide
• Apatis, perilaku antisosial
3. Masalah sosial :
• Kesulitan belajar sampai dikeluarkan dari sekolah
• Kenakalan remaja
• Hancurnya akademik dan performa bekerja sampai kehilangan pekerjaan
• Gangguan dalam mengendarai kendaraan, alat mesin
• Terlibat problema hukum.
4. Sebab kematian :
• Suicide
• Infeksi berat
• Tindakan kekerasan (termasuk kecalakanan lalu lintas). [1]

2.7 Pemeriksaan Laboratorium


• Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin untuk penyalahgunaan ganja dan zat lainnya telah umum
pada beberapa tempat seperti program pengobatan dan tempat penempatan tenaga
kerja. Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urine pada nilai cut off 100 ng/ml
pada 48-72 jam setelah efek psikologis menurun. Metabolit kanabinoid adalah larut
lemak, menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama dan dieksresikan secara
perlahan. Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang menggunakan dapat
memberikan hasil positif untuk 7-10 hari dan pada pengguna kanabis berat dapat
memberikan nilai positif 2-4 minggu. [14]
• Pemeriksaan darah
13
Pada pemeriksaan darah dapat diketahui kadar level kanabinoid di dalam
darah. Kadar kanabinoid di dalam darah dapat bertahan hingga 6 jam, namun pada
pengguna berat dapat bertahan hingga 24 jam. [15]

2.8 Penatalaksanan
a. Medikamentosa

Sampai saat ini belum ada terapi farmakologis yang menunjukkan hasil yang
efektif untuk cannabis use disorder. Studi yang dilakukan oleh Levin et al,
menggunakan dronabinol sebagai terapi untuk penyalahgunaan ganja. Dronabinol 20
mg 2 kali sehari, diberikan kepada 156 orang dengan penyalahgunaan ganja
secara double-blind, placebo controlled selama 12 minggu. Walau demikian, studi ini
menunjukkan hasil yang kurang signifikan [16]

Untuk intoksikasi ganja :

• Umumnya tidak perlu farmakoterapi


• Bila ada gejala ansietas berat : Lorazepam 1-2 mg oral, Alprazolam 0,5- 1 mg oral.
Chlordiszepoxide 10-50 mg oral
• Bila ada gejala psikotik menonjol dapat diberikan haloperidol 1-2 mg oral atau IM
ulangi setiap 20-30 menit.[5]

Dokter harus berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya benzodiazepine use


disorder pada pasien yang mendapat benzodiazepine dan melakukan tindakan
pencegahan, yaitu dengan memberikan edukasi mengenai penggunaan yang aman
serta membatasi peresepan hanya untuk jangka pendek (2-4 minggu) [17]

b. Nonmedikamentosa

Terapi suportif pada penyalahgunaan ganja adalah terapi perilaku yaitu :

1) Cognitive behavioural therapy (CBT) berfokus dengan mengajarkan orang yang


ketergantungan keahlian yang relevan untuk dapat membuatnya berhenti dan
mencegah kekambuhan. Pasien diajarkan untuk dapat menganalisis penggunaan
ganja dan cara untuk dapat menghindari keinginan untuk menggunakan ganja. CBT
biasa dilakukan selama 45-60 menit per minggu dalam bentuk individu atau
berkelompok.

14
2) Motivational Enhancement Therapy (MET) adalah pendekatan konseling yang
membantu individu untuk mengatasi masalah yang terlibat dalam perawatan dan
menghentikan penggunaan obat. Pendekatan ini bertujuan untuk membangkitkan
dengan cepat perubahan motivasional dalam diri. MET dilaporkan sukses untuk
membantu orang dengan penyalahgunaan ganja ketika dikombinasikan dengan
CBT.
3) Contingency management (CM) adalah sebuah terapi perilaku di mana sebuah
perilaku diubah dengan menerapkan “reward” untuk setiap perubahan perilaku
yang dilakukannya (reward and reinforced). Dengan terapi ini diharapkan terjadi
perubahan perilaku yang bersifat sukarela. CM umumnya digunakan sebagai terapi
perilaku ajuvan. Walau demikian, studi menemukan bahwa penggunaan metode
ini tidak menunjukkan hasil perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan CBT
saja. [18]

Pasien dengan cannabis withdrawal yang gagal terapi rawat jalan, rawat inap
selama 1-2 minggu dapat dipertimbangkan selain untuk memonitor dan mengatasi
gejala withdrawal pada pasien, tetapi terutama untuk menjauhkan pasien dari sumber
ganja dan memberikan dukungan psikososial pada pasien. Rawat inap juga dapat
dipertimbangkan pada kondisi berikut ini :

• Pasien memiliki gangguan psikiatri lainnya seperti schizophrenia atau gangguan


bipolar
• Riwayat kekerasan atau agresi berat
• Memiliki ketergantungan beberapa obat sekaligus . [14]

Edukasi dan promosi kesehatan untuk cannabis use disorder atau penyalahgunaan
ganja tidak hanya melibatkan pasien, tapi juga harus melibatkan keluarga. Peran keluarga
penting tidak hanya untuk membantu pasien mengatasi cannabis use disorder tetapi juga
untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Edukasi keluarga dan pasien dengan
penyalahgunaan ganja memiliki peran yang penting. Keluarga harus diberitahukan
mengenai gejala withdrawal dan efek samping cannabis use disorder, serta kemungkinan
komplikasinya. Edukasi juga harus diberikan mengenai tata laksana yang akan diberikan
pada pasien. [19]

15
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di


Indonesia. Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat peningkatan jumlah
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) dari tahun ke
tahun. Dari jenis narkotika, secara global, narkoba jenis ganja yang paling banyak
digunakan. Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9%-4,3% per tahun dari populasi
penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun.

Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis sativa. Istilah
ganja umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang
dipotong, dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok.

Kanabis atau ganja mengandung lebih dari 460 jenis senyawa kimia, diman lebih
dari 60 senyawa di antaranya digolongkan dalam kategori kanabinoid. Jenis kanabinoid
yang paling banyak mengandung zat psikoaktif dan terdapat dalam tanaman ganja disebut
delta -9- tetrahydrocannabinol (THC). Sementara itu, senyawa kimia cannabinoid yang
lain, seperti delta-8-THC, cannabinol, canabidiol, cannabicylol, cannabichromene,
cannabigerol, hanya ada pada jumlah yang sedikit dan tidak memiliki efek sebesar THC.
THC dapat mengubah fungsi dari hipokampus dan korteks oribofrontal yang mengatur
pembentukan memori baru dan fokus perhatian. Menggunakan kanabis membuat
seseorang terganggu konsentrasi berpikir dan kemampuan mengerjakan tugas yang sulit.
THC juga mengganggu fungsi serebelum dan basal ganglia sehingga terjadi gangguan
keseimbangan, postur tubuh, koordinasi dan waktu reaksi.

Penggunaan ganja memilki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan fisik (pada
saluran pernafasan dan kardiovaskuler) maupun psikis (mental). Ganja juga
mempengaruhi fungsi kognitif, defisit dalam pembelajaran verbal, penurunan daya ingat
(memori), dan perhatian. Selain menyebabkan masalah fisik ganja juga mempengaruhi
kesehatan mental, seperti gangguan bipolar, bunuh diri, depresi, kecemasan dan psikotik.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Husin, A. B. & Siste, K., 2013. Gangguan Penggunaan Zat. In: S. D. Elvira & G.
Hadisukanto, eds. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: p. 143,151

2. Depkes, 2000. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif
Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

3. BNN, 2015. portal Badan Narkotika Nasional.[Online] Available at:


http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2014/08/19/Jurnal_Data_P4GN_20
13_Edisi_2014_Oke.pdf [Accessed 7 Agustus 2020].
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition (DSM-5), American Psychiatric Association, Arlington, VA
2013
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 422/Menkes/SK/III/2015 Tentang Pedoman
Penatalaksanaan Medik Penggunaan Napza.2010.25-7 p

6. Camellia, V.,2010. Gangguan Sehubungan Kanabis. Medan: Departemen Psikiatri


FK USU.

7. Madras, B. K.,2015. Update of Cannabis and its medical use. World Health
Organization.

8. Satya Joewana, 2003. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC, p. 107-109

9. Szaflarski, J. P. & Bebin, E. M., 2014. Cannabis, cannabidiol, and epilepsy — From
receptors to clinical response. Epilepsy & Behavior, Volume 41

10. Curran HV, Freeman TP, Mokryz C, Lewis DA, Morgan CJA, Parsons L. Keep of
the grass? Cannabis, cognition and addiction. Nature Reviews Neuroscience.
2016;17: 293-303

11. Halla, W. & Degenhardt, L., 2014. The adverse health effects of chronic cannabis
use.Drug Testing and Analysis, 6(1), pp. 1-2

12. Volkow, N. D., Baler, R. D., Compton, W. M. & Weiss, S. R., 2014. Adverse Health
Effects of Marijuana Use. The new england journal of medicine, 370(23)

17
13. Stahl, S. M., 2013. Stahl’s Essential Psychopharmacology : Neuroscientific Basis
and Practical Application. 4 ed. New York: Cambridge University Press.
14. New South Wales Ministry of Health. Mental Health, alcohol and other drugs
directorate. Australia. 2012 : 54
15. Infodatin. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. 2017
16. Levin FR, Mariani JJ, Brooks DJ, Pavlicova M, Cheng W, Nunes EV. Drug and
alcohol dependence. 2011; 116 : 142-150
17. Budney AJ, Roffman R, Stephens RS, Walker D. Marijuana dependence and its
treatment. Addiction science & clinical practice. 2007; 4(1): 4-16
18. Carroll KM, Nich C, LaPaglia DM, Peters E, Easton CJ, Petry NM. Combining
cognitive behavioral therapy and contingency management to enhance their effects
in treating cannabis dependence : less can be more, more or less. Society for the study
addiction. 2012.
19. Preda A. Stimulants. 2018. Dapat diakses pada
:https://emedicine.medscape.com/article/289007-overview#a1

18

Anda mungkin juga menyukai