Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HAK DAN KEWAJIBAN

DOKTER DAN PASIEN


BLOK 6.3

Dosen Pengampu:
dr. Shalahuddin Syah, M.Sc

Disusun oleh :
Putri Sari Arti P
G1A117107

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya Kesehatan, sebagaimana diatur dalam PERMENKES RI Nomor:
290 /MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan medis sebelum
melakukan suatu tindakan yang didahului oleh penjelasan-penjelasan yang
menyangkut tindakan, resiko, yang akan dilakukan pada pasien. Pasien maupun
keluarganya akan mencari pertolongan kepada petugas kesehatan. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Tentang Perlindungan Konsumen juga dapat diberlakukan pada bidang kesehatan
Dengan berlakunya UUPK diharapkan posisi konsumen sejajar dengan pelaku
usaha, anggapan bahwa konsumen merupakan raja tidak berlaku lagi mengingat
antara konsumen dan pelaku usaha tidak hanya mempunyai hak namun juga
memiiki kewajiban. Pasien sebenarnya merupkan faktor liveware.
Pasien harus dipandang sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas hasil
akhir layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat
kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan sedangkan
ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum. Penandatanganan
formulir atau lembar persetujuan tindakan medis mempunyai konsekuensi telah
tercapai apa yang dinamakan “sepakat para pihak yang mengikatkan diri, terjadi
perjanjian untuk melaksanakan tindakan medis”. Pesetujuan ini mempunyai
kekuatan mengikat dalam arti mempunyai kekuatan hukum, berarti dokter boleh
menjalankan kewajibannya meberikan informasi dan memberikan hak kepada
dokter untuk melakukan tindakan medis. Terdapat pasal-pasal dalam KUHP yang
relevan dengan masalah tanggung jawab secara hukum pidana dan atau hukum
Perdata .
Di bidang kesehatan hak dan kewajiban pun menjadi hal yang sangat penting
dan mutlak untuk dilaksanakan. Mengingat kelalaian untuk memenuhi hak dan
kewajiban akan menimbulkan akibat yang tidak kecil, yakni berupa tuntutan ganti
kerugian ataupun dapat diduga melakukan tidak pidana yang diancam dengan
sanksi pidana seperti hukuman mati, penjara maupun denda bahkan sanksi
pencabutan hak-hak yang melekat.
Seringkali kita sebagai pasien hanya bisa menerima saja apapun yang
disampaikan oleh dokter tentang penyakit serta tindakan yang diambil
untuk penyembuhan penyakit tersebut. Namun apakah lantas dokter dan tenaga
medis lain dapat bertindak semena-mena terhadap tubuh kita? Tentu jawabannya
adalah tidak.Karena pada dasarnya dokter dalam melakukan praktek kedokteran
berada di bawah sumpah dokter dan kode etik kedokteran yang mengharuskan
mereka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasiennya.
Dalam pelayanan kesehatan yang di dalamnya terkandung hubungan hukum
antara dokter dan pasien dalam perjanjian terapeutik secara otomatis timbul hak dan
kewajiban dokter kepada pasien sebagai akibat hukum dari adanya hubungan
hukum pelayanan kesehatan tersebut.Di dalam undang-undang telah di atur tentang
Hak dan Kewajiban Dokter yaitu pada Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51, Hak dan Kewajiban Dokter.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja hak dan kewajiban dari pasien ?
2. Apa saja hak dan kewajiban dari dokter ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hak Dokter


Hak-hak dokter adalah sebagai berikut.
1. Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter
(SID) dan Surat Izin Praktik (SIP).
Dalam PP No. 58 tahun 1958 telah ditetapkan tentang wajib daftar
ijazah dokter dan dokter gigi baru, yang disusul dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 560/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian izin
menjalankan pekerjaan dan,izin praktik. bagi dokter umum dan No.
561/Menkes/Per/ X/198l tentang pemberian izin menjalankan pekerjaan
dan izin praktik bagi dokter spesialis. Menurut Pasal 7 UU No. 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran sehingga kini tugas registrasi dokter dan
dokter gigi dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Dengan
demikian, dokter yang telah memperoleh surat tanda registrasi tersebut
memiliki wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki (Pasal 35).
2. Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien,/
keluarga tentang penyakitnya.
Informasi tentang penyakit terdahulu dan keluhan pasien yang
sekarang dideritanya, serta riwayat pengobatan sebelumnya sangat
membantu dokter untqk menegakkan diagnosis yang pasti. Setelah
diperoleh anarnnesis, dokter berhak melanjutkan pemeriksaan dan
pengobatan walaupun untuk prosedur tertentu memerlukan PTM.
3. Bekerja sesuai standar profesi.
Dalam upaya memelihara kesehatan pasien, seorang dokter
berhak untuk bekerja sesuai standar (ukuran) profesinya sehingga ia
dipercaya dan diyakini oleh masyarakat bahwa dokter bekerja secara
profesional,
4. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan
etifta, hukum, agama, dan hati nuraninya.
Hak ini dimiliki dokter untuk menjaga martabat profesinya. Dalam
hal ini berlaku "Sa saence et sa consaence", ya ilmu pengetahuan , dan
hati nurani.
5. Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut
penilaiannya kerja sama pasien dengannya tidak berguna lagi,
kecuali dalam keadaan gawat darurat.
Dalam hubungan pasien dengan dokter haruslah saling harga
menghargai dan saling percaya mempercayai. Jika instruksi yang
diberikan dokter, misalnya untuk meminum obat berkali-kali tidak
dipatuhi oleh pasien dengan alasan lupa, tidak enak dan sebagainya
sehingga jelas bagi dokter bahwa pasien tersebut tidak kooperatif Dengan
demikian, dokter mempunyai hak memutuskan kontrak terapeutik.
6. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam
keadaan darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu
menanganinya.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut
ukuran tertinggi. Dengan demikian, seorang dokter yang telah menguasai
sesuatu bidang spesialisasi, tentunya tidak mampu memberikan pelayanan
kedokteran dengan standar tinggi kepada pasien yang bukan bidang
spesialisasinya. Karena itu, dokter berhak menolak pasien tersebut.
Namun, untuk pertolongan pertama pada kecelakaan ataupun untuk
pasien-pasien gawat darurat, setiap dokter berkewajiban menolongnya
apabilatidak ada dokter lain yang menanganinya.
7. Hak atas kebebasan pribadi dokter.
Pasien yang mengetahui kehidupan pribadi dokter, perlu menahan
diri untuk tidak menyebarluaskan hal-hal yang sangat bersifat pribadi dari
dokternya.
8. Ketenteraman bekerja.
Seorang dokter memerlukan suasana tenteratn agar dapat bekerja
dengan baik Permintaan yang tidak wajar dan sering diajukan oleh
pasien/kelaarganya, bahkan disertai tekanan psikis atau fisih tidak akan
membantu dokter dalam memelihara keluhuran profesinya. Sebaliknya,
dokter akan bekerja dengan tenteram jika dokter sendiri memegang teguh
prinsip-prinsip ilmiah dan moral/etika profesi.
9. Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.
Hampir setiap hari kepada dokter diminta surat keterangan tenlang
kelahiran, kematian, kesehatan, sakit, dan sebagainya. Dokter berhak
menerbitkan suratsurat keterangan tersebut yang tentunya berlandaskan
kebenaran.
10. Menerirna imbalan jasa.
Dokter berhak menerima imbalan jasa dan pasien/keluarganya
berkewajiban memberikan imbalan jasa tersebut sesuai kesepakatan. Hak
dokter menerima imbalan jasa bisa tidak digunakan pada kasus-kasus
tertentu, misalnya pasien tidak mampu, pertolongan pertama pada
kecelakaan, dari teman sejawat dan keluarganya.
11. Menjadi anggota perhimpunan profesi.
Dokter yang melakukan pekeq'aan profesi perlu menggabungkan
dirinya dalam perkumpulan profesi atau perhimpunan seminat dengan
tujuan untuk meningkatkan iptek dan karya dalam bidang yang
ditekuninya serta menjalin keakraban antara sesama anggota.
12. Hak membela diri.
Dalam hal menghadapi kelufan pasien yang merasa tidak puas
terhadapnya, atau dokter bermasalah, dokter mempunyai hak untuk
membela diri dalam lembaga tempat ia bekerja (misalnya rumah sakit),
dalam perkumpulan tempat ia menjadi anggota (misalnya IDI), atau di
pengadilan jika telah diajukan gugatan terhadapnya.
Hak serta kewajiban pasien dan dokter perlu disosialisasikan di
kalangan dokter dan di tengah-tengah masyarakat agar tiap-tiap pihak
dapat memahami, menghayati, menghormati, dan mengamalkannya.
Dengan demikian, diharapkan hubungan pasien dengan dokter dapat
berlangsung dengan baik dan masyarakat pun akan bebas dari keresahan.
Dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal
50 dinyatakan bahwa hak-hak dokter adalah memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan tugas, memberikan pelayanan medis sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional, dan mernperoleh informasi
yang lengkap danjujur dari pasien atau keluarganya.

2.2. Kewajiban Dokter


Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentulah akan
selalu lebih mengutamakan kewajiban di atas hak-hak ataupun kepentingan
pribadinya. Dalam menjalankan tugasnya, bagi dokter berlaku “Aegroti Salus Lex
Suprema", yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (yang
utama).
Kewajiban dokter yang terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap
pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri. Dalam
Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51
dinyatakan bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah:
a) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
b) merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan
c) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
d) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakiri pada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya
e) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.

2.3. Hak Pasien


Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar R.I. 1945 dengan tegas
dicantumkan Sila ke-2 Pancasila, yaitu "kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam "Declaration of Human Right” Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB, 1948)
dengan jelas dirumuskan hak-hak asasi manusia, yang antara lain berbunyi
sebagai berikut. Setiap orang dilahirkan merdeka dan memiliki hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan. Manusia dihormati sebagai manusia tanpa memperhatikan wilayah
asal dan keturunannya. Setiap orang tidak boleh diperlakukan secara kejam.
Setiap orang diperlakukan sama di depan hukum dan tidak boleh dianggap
bersalah, kecuali pengadilan telah menyalahkannya. Setiap orang berhak
mendapat pendidikan, pekerjaan, dan jaminan sosial. Setiap orang berhak
memberikan pendapat. Setiap orang berhak mendapat pelayanan dan perawatan
kesehatan bagi dirinya dan keluarganya, juga jaminan ketika menganggur, sakit,
cacat, menjadi janda, usia lanjut atau kekurangan nafkah yang disebabkan oleh
hal-hat di luar kekuasaannya.
Beberapa keputusan pengadilan telah pula memberi bentuk pada hak-hak
pasien yang dipedomani dewasa ini. Yaitu:
1. Kasus Schloendorf v.s. Society of New York Hospitals (1914).
Kasus pengangkata suatu tumor fibroid walaupun pasien dengan tegas telah
menyatakan bahwa ia tidak mau dibedah, narnun dokter itu telah melakukannya
juga, mungkin karena menganggap untuk kepentingan pasien sendiri. Benyamin
Cordozo yang menjadi terkenal ucapannya dan sampai kini masih sering dikutip
adalah: "Setiap manusia yang dewasa dan sehat berhak menentukan apa yang
hendak dilakukan terhadap badannya sendiri, seorang spesialis bedah yang
melakukan suatu pembedahan tanpa izin pasien, dianggap telah melakukan
pelanggaran hukum, dan harus bertanggung jawab atas kerugiannya
2. Kasus Salgo vs. Leland StanfordJr, University Board of Tirrstees (1957).
Pengadilan berpendapat bahwa dokter memiliki kewajiban untuk
mengungkapkan setiap fakta penting untuk menjadi dasar pembuatan suatu izin
(persetujuan) oleh pasien terhadap pengobatan yang disarankan.
3. Kasus Natanson vs. Kline (1960)
Oleh hakim dikatakan bahwa doker berkewajiban untuk mengungkapkan dan
menjelaskan kepada pasien dalam bahasa sesederhana mungkin, sifat penyakitnya,
sifat pengobatan yang disarankan, alternatif pengobatan, kemungkinan berhasil
dan risiko yang dapat timbul, serta komplikasi-komplikasi yang tidak dapat
diduga.
Dalam KODEKI, terdapat pasal-pasal tentang kewajiban dokter terhadap
pasien yang merupakan pula hak-hak pasien yang perlu diperhatikan. Pada
dasarnya hakhak pasien adalah sebagai berikut.
1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk mati secara
wajar.
2. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan
standar profesi kedokteran.
3. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari
dokter yang mengobatinya.
4. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan
dapat menarik diri dari kontrak terapeutik.
5. Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya.
6. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran.
7. Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan
kepada' dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau
pengobatan untuk memperoleh perawatan atau tindak lanjut.
8. Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi.
9. Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit.
10. Berhubungan dengan keluarga., penasihat, atau rohaniwan, dan
lainJain yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit.
11. Memperoleh penjelasan tentang perincian biayarawat inap, obat,
pemeriksaan Iaboratorium, pemeriksaan Rontgen, ultrasonografi
(JSG), CT -scan, Magnetic Resonance Imagrng (MRD, dan
sebagainya, ftalau dilakukan) biaya kamar bedah, kamar bersalin,
imbalan jasa dokter, dan lain-lainnya.
Dalam memberikan informasi kepada pasien, kadang kala agak sulit
menentukan informasi yang mana yang harus diberikan, karena sangat
bergantung pada usia, pendidikan, keadaan umum pasien dan mentalnya. Namun,
pada umumnya dapat dipedomani hal-hal berikut.
1. Informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti oleh
pasien.
2. Pasien harus dapat memperoleh informasi tentang penyakitnya,
tindakantindakan yang akan diambil, kemungkinan komplikasi dan
risiko-risikonya.
3. Untuk anak-anak dan pasien penyakit jiwa, informasi diberikan kepada
orang tua
Dalam Undang-undang R.I. No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 52 dinyatakan bahwa hak-hak pasien adalah mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, meminta pendapat dokter atau
dokter gigi lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis.

2.4. Kewajiban Pasien


Dokter harus mendahulukan hak pasien karena tugasnya merupakan
panggilan perikemanusiaan. Namun, pasien yang telah mengikatkan dirinya
dengan dokter, perlu pula memperhatikan kewajiban-kewajibannya sehingga
hubungan dokter dan pasien yang sifatnya saling hormat-menghormati dan
salingpercayamempercayai terpelihara baik.
Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai berikut :
2. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter.
Masyarakat perlu diberi penyuluhan, bahwa pengobatan penyakit
pada stadium dini akan lebih berhasil dan mengurangi komplikasi yang
merugikan. Penyakit kanker stadium dini jelas pada umumnya dapat
sembuh jika diberikan terapi yang tepat, sedangkan pada stadium lanjut
prognosisnya lebih buruk. Kadangkala pasien/keluargarya
membangunkan dokter pada tengah malam buta, padahal ia telah
menderita penyakit beberapa hari sebelumnya. Walaupun dokter harus
siap melayani pasien setiap waktu, alangkah baiknya jika pasien dapat
berobat padajam kerja. Sebagai seorang manusia biasa dokter
memerlukan juga istirahat yang cukup. Lain halnya dengan kasus gawat
darurat (emergenty case)
3. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang peiryakitnya.
Informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga
merupakan hal yang penting bagi dokter dalam membantu menegakkan
diagnosis penyakit. Bila dokter dituntut malpraktik tuntutan dapat gugur
jika terbukti pasien telah memberikan keterangan yang menyesatkan atau
menyembunyikan hal-hal yang pernah dialaminya,tidak memberitahukan
obat-obat yang pernah diminumnya sehingga terjadi interaksi obat
misalnya.
4. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.
Pasien berkewajiban mematuhi petunjuk dokter tentang makan
berpantang, minum, pemakaian obat-obat, istirahat, kerja, saat berobat
berulang, dan lainlain. Pasien yang tidak mematuhi petunjuk dokternya,
keberhasilan pengobatannya akan menjadi berkurang.
5. Menandatangani surat-surat PTM, suratjaminan dirawat di rumah
sakit, dan lain-lainnya.
Dalam kontrak terapeutik, ada tindakan medik, baik untuk tujuan
diagnosis maupun untuk terapi yang harus disetujui oleh pasien atau
keluarganya, setelah diberi penjelasan oleh dokter. Surat PTM yang
sifatnya tulisan, harus ditandatangani oleh pasien dan/atat keluarganya.
6. Yakin pada dokternya, dan yakin akan sembuh.
Pasien yang telah mempercayai dokter dalam upaya
penyembuhannya, berkewajiban menyerahkan dirinya untuk diperiksa
dan diobati sesuai kemampuan dokter. Pasien yang tidak yakin lagi pada
kemampuan dokternya, dapat memufuskan kontrak terapeutik atau
dokternya sendiri yang menolak meneruskan perawatan.
7. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan
pengobatan,serta honorarium dokter.
Perlu ditekankan di sini, bahwa imbalan untuk dokter merupakan
penghargaan yang sepantasnya diberikan oleh pasien/keluarga atas jerih
payah seorang dokter. Kewajiban pasien ini haruslah disesuaikan dengan
kemampuannya dan besar kecilnya honorarium dokter tidak boleh
memengaruhi dokter dalam memberikan pelayanan kedokteran yang
bermutu, sesuai standar pelayanan medik. Memang ada juga pasien yang
main kucing-kucingan, terutama pasien yang dirawat di rumah sakit, ia
ingin dirawat di Kelas VIP atau Kelas I, tetapi honorarium untuk dokter
minta dikurangi seperti untuk pasien di Kelas III.
Dalam Undang-undang R.L No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 53 dinyatakan bahwa kewajiban pasien adalahmemberikan
informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi
nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi, mematuhi ketentuan yang berlaku
di sarana pelayanan kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan
yang diterima
BAB III
KESIMPULAN

1. Dengan demikian sederhana dapat dikatakan bahwa, hak merupakan


kewenangan dokter kepada pasien untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan
kewajiban tidak lain merupakan beban atau tugas yang harus dilakukan,
sehingga hak dan kewajiban merupakan pasangan, oleh karena di mana ada hak,
disitulah ada kewajiabn dan begitu juga sebaliknya
2. Hak-hak pasien yang paling menonjol dalam hubungannya dengan
pelayanan kesehatan, yaitu rekam medis, persertujuan tindakan medis,
rahasia medis.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah MJ, Amir Amri. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4.
Jakarta: EGC. hal 47-56

Anda mungkin juga menyukai