Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISASI SENSOR PH BERBASIS EDIBLE FILM KOLANG-

KALING (Arenga pinnata) DAN INDIKATOR ANTOSIANIN UBI JALAR


UNGU (Ipomoea batatas L.) UNTUK DETEKSI KERUSAKAN PADA SUSU
PASTEURISASI

(CHARACTERIZATION OF PH SENSOR BASED ON EDIBLE FILM KOLANG-KALING


(Arenga pinnata) AND INDOCATORS OF PURPLE SWEET POTATO (Ipomoea batatas L.)
FOR DETECTION OF DECAY IN PASTEURIZATION MILK)

Vinda Aisya Vira, Bambang Kuswandi, Lusia Oktora


Fakultas Farmasi, Universitas Jember
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: vindavira9a@gmail.com

Abstrak

Susu pasteurisasi adalah susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang sudah melalui proses pemanasan pada
suhu 63o-66°C selama waktu minimal 30 menit. Pemanasan yang rendah menyebabkan bakteri dalam susu tetap
mampu berkembangbiak sehingga masa simpan susu menjadi lebih singkat yaitu 2-5 minggu pada kondisi masih
tersegel. Bakteri yang berkembang biak contohnya Staphylococcus aureus akan mempercepat proses pembusukan dan
meningkatkan derajat keasaman pada susu. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian tentang tingkat keamanan susu
pasteurisasi yang beredar di pasaran dengan menggunakan indikator keasaman (pH) yang aman. Zat warna antosianin
pada ubi jalar ungu mampu memberikan respon perubahan warna pada suasana asam maupun basa, karena
kemampuannya inilah maka antosianin dianggap mampu untuk dijadikan bioindikator. Biofilm yang cocok untuk
pengembangan indikator tersebut yaitu jenis Edible film yang bersifat aman dan dapat dikonsumsi. Komponen utama
penyusun edible film salah satunya adalah senyawa hidrokoloid sangat banyak ditemukan di alam seperti pada
polisakarida galaktomanan yang banyak terdapat pada makanan kolang-kaling. Untuk memperbaiki sifat-sifat
kelenturan film yang diperoleh maka dapat ditambahkan plasticizer berpa sorbitol.

Kata Kunci: Antosianin ubi jalar ungu, edible film, indikator pH, kolang-kaling, susu pasteurisasi

Abstract

Pasteurized milk is fresh milk, reconstituted milk, recombined milk which has been warmed at 63o-66 ° C for a
minimum of 30 minutes. Low heating can causes bacteria in milk to still be able to breed so that the shelf life of milk
becomes shorter, 2-5 weeks in still sealed conditions. Bacteria that breed for example Staphylococcus aureus will
accelerate the decay process and increase the degree of acidity in milk. Therefore, it is necessary to examine the level
Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

of safety of pasteurized milk on the market by using a safe acidity indicator (pH). Anthocyanin dyes in purple sweet
potatoes are able to respond to changes in color in an acidic or alkaline atmosphere, because of this ability
anthocyanins are considered capable of being used as bioindicators. Biofilms suitable for the development of these
indicators are Edible films that are safe and can be consumed. One of the main components of edible film compilers
is hydrocolloid compounds found in nature, such as the galactomannan polysaccharides which are widely found in
kolang-kaling. To improve the flexibility properties of the film obtained, it can be added to the plasticizer with sorbitol.

Keywords: purple sweet potato anthocyanin, edible film, pH indicator, kolang-kaling, pasteurized milk

BAB 1. PENDAHULUAN akan mempengaruhi karakteristik warna antosianin.


Adanya gugus hidroksi yang dominan menyebabkan
Pada umumnya pH susu sapi memiliki
warna cenderung biru dan relatif tidak stabil,
kisaran nilai pH antara 6,3-6,75. Bila pH berubah
sedangkan jika gugus metoksi yang dominan pada
menjadi 6 dapat disebabkan oleh kolotrum atau
struktur antosianidin, akan menyebabkan warna
aktivitas bakteri pembusuk. Nilai pH susu yang
cenderung merah dan relatif stabil (Deman, 1997).
meningkat dapat menyebabkan viskositas juga
Berdasarkan kemampuannya berubah warna pada
meningkat karena diakibatkan oleh pecahnya butiran
kondisi pH yang berbeda inilah maka antosianin
kasein (Wendt, 1998).
dianggap mampu untuk dijadikan bioindikator.
Indikator dapat didefinisikan sebagai zat
Ubi jalar ungu mengandung pigmen
yang menunjukkan ada atau tidak adanya zat lain atau
antosianin dalam jumlah cukup besar, bahkan lebih
tingkat reaksi antara dua atau lebih zat melalui adanya
besar daripada kubis merah dan bawang merah. Warna
perubahan karakteristik pada indikator, terutama
ini didapat dari daging maupun kulitnya. Kandungan
perubahan warna. Deteksi perubahan kimia terkait
antosianin ubi jalar tergantung pada intensitas warna
dengan pertumbuhan mikroba oleh indikator dapat
ungu pada umbi tersebut. Semakin ungu warna
menawarkan alternatif untuk analisis sensorik dan
umbinya, maka kandungan antosianinnya akan
mikrobiologi yang biayanya mahal dan memakan
semakin tinggi (Winarno, 2004).
waktu (Dainty, 1996).
Biofilm sebagai media untuk indikator pH
Antosianin merupakan senyawa organik dari
berbasis antosianin pada produk makanan atau
tumbuhan yang dengan warna merah hingga ungunya
minuman harusnya bersifat aman dan biodegradable.
dapat mengalami perubahan warna ketika mengalami
Biofilm yang cocok untuk pengembangan indikator
perubahan kondisi asam dan basa. Pada pH tinggi,
tersebut yaitu jenis Edible film yang merupakan suatu
antosianin cenderung bewarna biru atau tidak
lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat
berwarna, sedangkan untuk pH rendah berwarna
dikonsumsi dan digunakan untuk mengemas produk
merah. Kebanyakan antosianin menghasilkan warna
pangan. Komponen utama penyusun edible film
merah keunguan pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus
dikelompokkan menjadi tiga yaitu hidrokoloid, lipida,
6 hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin,
dan komposit. Senyawa hidrokoloid sangat banyak

2 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

ditemukan di alam, salah satunya yaitu polisakarida Antosianin merupakan zat warna alami pada
galaktomanan yang banyak terdapat pada makanan beberapa tumbuhan yang alah satunya terdapat pada
kolang-kaling (Arenga pinnata). Penelitian pada ubi ungu. Komponen antosianin ubi jalar ungu adalah
edible film hidrokoloid sering kali menggunakan turunan mono atau diasetil 3-(2-glukosil) glukosil-5-
karbohidrat terutama pati sebagai komponen glukosil peonidin dan sianidin (Suda, 2003).
pembentuk film. Pada kolang-kaling, kandungan Antosianin dapat mengalami perubahan warna ketika
karbohidratnya cukup tinggi dimana kandungannya berada pada konsdisi asam atau basa. Pada pH tinggi,
berupa pati dan galaktomanan sehingga berpotensi antosianin cenderung bewarna biru atau tidak
sebagai bahan utama dalam pembuatan edible film berwarna, sedangkan untuk pH rendah berwarna
(Rao, 1961). merah. Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin
dalam jumlah cukup besar, bahkan lebih besar
daripada kubis merah dan bawang merah. Warna ini
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
didapat dari daging maupun kulitnya. Kadar

2.1 Susu Pasteurisasi antosianin pada ubi jalar ungu pekat adalah 61,85
mg/100g (138,15 mg/100 g basis kering) dan 3,51
Proses pasteurisasi pada susu ditujukan untuk
mg/100g (9,89 mg/100g basis kering) pada ubi jalar
membunuh sebagian besar bakteri patogen mikroba
ungu muda. Dalam 100 g ubi jalar ungu segar,
tetapi spora bakteri dan berbagai bakteri tertentu
kandungan antosianin ubi jalar ungu pekat 17 kali
belum mati, sehingga memiliki daya simpan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar antosianin ubi
relatif lebih singkat. Susu pasteurisasi juga dapat
jalar ungu muda (Winarno, 2004b).
tercemar oleh mikroorganisme setelah pengolahan dan
pada saat pengemasan. Selain itu suhu pengangkutan 2.3 Edible Film

dan penyimpanan susu pasteurisasi pada proses Biofilm sebagai media untuk indikator pH
distribusi susu dapat berpengaruh terhadap berbasis antosianin pada produk makanan atau
berkembangbiaknya mikroorganisme tahan panas dan minuman harusnya bersifat aman dan biodegradable.
spora yang tahan terhadap proses pemanasan seperti Biofilm yang cocok untuk pengembangan indikator
Staphylococcus aureus yang dapat merubah derajat tersebut yaitu jenis Edible film yang merupakan suatu
keasaman pada susu dan mempercepat proses lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat
kerusakan (Indonesia & Nasional, 2000). Untuk dikonsumsi dan digunakan untuk mengemas produk
mendeteksi adanya perubahan derajat keasaman atau pangan. Komponen utama penyusun edible film
pH pada susu tersebut dapat digunakan indikator pH, dikelompokkan menjadi tiga yaitu hidrokoloid, lipida,
namun pada kenyataannya indikator pH yang biasa dan komposit. Senyawa hidrokoloid sangat banyak
digunakan saat ini adalah yang bersifat sintetik ditemukan di alam, salah satunya yaitu polisakarida
sehingga penggunaanya pada makanan atau minuman galaktomanan yang banyak terdapat pada makanan
tidak dianjurkan karena sifatnya yang kurang aman. kolang-kaling (Arenga pinnata). Penelitian pada

2.2 Antosianin edible film hidrokoloid sering kali menggunakan


karbohidrat terutama pati sebagai komponen

3 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

pembentuk film. Pada kolang-kaling, kandungan Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
karbohidratnya cukup tinggi dimana kandungannya tingkat umur simpan susu pasteurisasi yaitu 1
berupa pati dan galaktomanan sehingga berpotensi minggu, 3 minggu, dan 5 minggu.
sebagai bahan utama dalam pembuatan edible film c. Variabel terkontrol
(Rao, 1961). Variabel terkontrol dalam penelitian ini
adalah konsentrasi indikator antosianin ubi jalar
ungu, konsentrasi bahan pengikat PVA, dan
BAB 3. METODE PENELITIAN konsentrasi plasticizer sorbitol.

3.1 Rancangan Penelitian


3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah
3.2.1. Alat
penelitian ekperimental laboratorik. Tahapan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
penelitian meliputi:
antara lain timbangan analitik OHAUS PA214, gelas
1. Optimasi sensor edible meliputi konsentrasi kimia, gelas ukur, pinset, pipet tetes, pipet volume,
bahan plasticizer (sorbitol), waktu vial, kuvet, batang pengaduk, plat tetes, kuvet,
imobilisasi, dan ketebalan membrane. mikropipet socorex, blender, ayakan 60 mesh, hot
2. Fabrikasi sensor edible dari edible film plate, pH meter EUTECH, indikator pH universal
kolang-kaling (Arenga pinnata) yang akan MERCK, press kaca, oven, imageJ, spektroskopi UV-
diimobilisasi dengan indikator antosianin ubi Vis, spektroskopi reflektansi.
jalar ungu (Ipomoea batatas L.).
3.2.2. Bahan
3. Analisa sensor edible meliputi rentang pH,
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
spektra dengan spektroskopi UV-Vis dan
yaitu kolang-kaling (Arenga pinnata) dan ubi jalar
spektra dengan spektroskopi reflektansi.
ungu (Ipomoea batatas L.) yang dibeli di pasar
4. Karakterisasi sensor edible meliputi waktu
tradisional “Tanjung” Jember, Polivinil Alkohol
respon, waktu pakai, reprodusibiltas,
(PVA), sorbitol, aquadestilata, dan silica gel.
reversibilitas, dan rentang pH.
5. Aplikasi sensor edible pada sampel
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
minuman.
Penelitian ini akan dilakukan di
3.2 Variabel Penelitian Laboratorium Sensor Kimia dan Biosensor Fakultas
Farmasi Universitas Jember pada bulan Maret 2019
a. Variabel terikat
sampai selesai.
Variable terikat dalam penelitian ini adalah
3.5 Prosedur Penelitian
waktu respon, waktu pakai, rentang pH, rentang
3.6.1. Optimasi Sensor Edible
pH, reprodusibilitas sensor, reversibilitas sensor,
a. Optimasi Konsentrasi PVA
dan perubahan warna sensor.
Optimasi konsentrasi dilakukan untuk
b. Variabel bebas
mengetahui pengikatan yang baik dari warna

4 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

indikator antosianin ubi ungu pada membran dalam ubi jalar ungu yang akan mengeluarkan zat
kolang-kaling+sorbitol dan agar tidak mengalami warnanya ketika kontak dengan suhu tinggi.
kebocoran jika kontak dengan sampel minuman. Perebusan dimulai dengan mendidihkan air
Konsentrasi PVA yang digunakan adalah 1% dan terlebih dahulu, kemudian potongan ubi jalar
10%. Konsentrasi PVA yang optimum mampu ungu dimasukkan. Perebusan dilakukan selama
menghasilkan respon paling baik berupa rentang waktu 7-10 menit hingga potongan ubi
perubahan warna yang terlihat intensif pada menjadi berwarna putih. Perbandingan ubi jalar
berbagai rentang pH dan tidak meninggalkan ungu dengan akuades ditentukan dengan
bekas warna pada sampel setelah dilakukan uji. komposisi 1:2. Penambahan bahan pengikat pada
b. Optimasi Waktu Immobilisasi ekstrak ubi jalar ungu yaitu dengan ditambahkan
Tujuan dilakukannya optimasi waktu sejumlah 1% PVA ke dalam ekstrak ubi jalar ungu
immobilisasi adalah untuk memperoleh sensor kemudian dilarutkan menggunakan magnetic
edible dengan kinerja yang optimum dan untuk stirrer dengan suhu 600C hingga larut di dalam
mendapatkan warna yang stabil karena pengaruh ekstrak.
jumlah indikator ubi jalar ungu yang terikat pada B. Penentuan konsentrasi antosianin total
membrane kolang-kaling+selulosa. Waktu Pengukuran konsentrasi antosianin total dari
imobilisasi yang digunakan adalah 10, 20, 30, 40, pewarna bahan alami berbentuk cair dilakukan
50, 60, 70, 80, 90, 100, 120, dan 140 menit. dengan menggunakan metode pH differensial.
c. Optimasi Ketebalan Membran Tabung reaksi disiapkan sebanyak dua buah,
Ketebalan membran akan meningkat seiring tabung reaki pertama dimasukkan larutan dapar
dengan peningkatan konsentrasi plasticizer. kalium klorida pH 1 dan tabung reaksi kedua
Tujuan dilakukan optimasi ketebalan membran dimasukkan larutan dapar natrium asetat dengan
yaitu untuk mendapatkan membran dengan pH 4,5 sebanyak masing-masing 3 ml. Masing-
konsistensi yang baik dengan ditandai masing tabung reaksi ditambahkan sampel ekstrak
kemampuan mengikat pada indikator yang baik yang akan ditentukan kadar antosianinnya
agar warna yang didapatkan merata dan membran sebanyak 0,5 ml dan didiamkan selama 15 menit.
tidak mudah sobek jika kontak dengan sampel Pengukuran absorbansi dari kedua perlakuan pH
minuman. Konsentrasi plasticizer sorbitol yang tersebut diukur menggunakan spektrofotomer
digunakan adalah 3%, 5%, dan 7%. dengan panjang gelombaang sebesar 510 nm dan
700 nm. Nilai absorbansi yang didapat dihitung
3.6.2. Fabrikasi Sensor Edible
menggunakan persamaan:
1) Pembuatan Indikator Antosianin Ubi Jalar
A= [(A520 - A700)pH 1 – (A520-A700)pH
Ungu
4,5]……………………………………..(3.1)
A. Pembuatan ekstrak ubi jalar ungu
Total antosianin dihitung sebagai sianidin-3-
Ditimbang 100 g ubi jalar ungu dan dipotong-
glikosida dengan koefisien ekstingsi molar
potong, kemudian dipanaskan menggunakan air
sebesar 26.900 L.cm-1 dan BM sebesar 449,2.
mendidih dengan suhu 80-1000C. Hal ini
didasarkan oleh kandungan antosianin yang ada

5 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

Konsentrasi antosianin (mg/L)= (A × BM × dengan suhu 55˚C selama 24 jam untuk


FP × 1000)/(ℇ × 1)………………………….(3.2) menguapkan pelarut sehingga diperoleh
Dimana: membran/film dengan permukaan yang kering dan
A = absorbansi tidak lengket. Edible film yang telah dikeringkan
BM = berat molekul kemudian didiamkan selama satu jam agar mudah
FP = faktor pengenceran dilepaskan dari cetakan (Sitompul, 2017).
ℇ = ekstingsi molar (26.900 L.cm-1)
3) Pengimmobilisasian Indikator pada Membran
2) Pembuatan Membran Kolang- Membran/film dipotong berbentuk lingkaran
Kaling+Sorbitol dengan diameter 0,45 mm direndam selama ± 1
Dilakukan pemotongan untuk mengecilkan jam dalam indikator ubi jalar ungu yang telah
ukuran kolang-kaling yang sudah dibersihkan ditambahkan dengan PVA 1%, kemudian
agar lebih mudah dihancurkan. Kolang kaling dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
ditimbang dan diberi aquades 1:1, kemudian
dimasukkan blender dan dihancurkan. Kolang-
3.6.3. Analisa Sensor Edible
kaling yang telah dihancurkan kemudian disaring
a. Perubahan Warna Sensor Edible
untuk memisahkan antara yang telah hancur
Uji dilakukan dengan menggunakan plat tetes
dengan yang masih memiliki ukuran besar. Hasil
yang diisi oleh larutan pH 1 sampai 14.
yang lolos saringan merupakan bubur kolang
Kemudian sensor edible dimasukkan ke dalam
kaling. Dilakukan penimbangan bubur kolang
masing-masing larutan pH tersebut. Pengamatan
kaling sebanyak 20 gram. Ditambahkan aquades
dilakukan secara visual dan dengan melihat nilai
sampai 100 ml dan diaduk sampai terbentuk
mean Blue.
suspensi larutan. Larutan dipindahkan ke dalam
b. Analisis Spektra Ekstrak
beaker glass 250 ml, lalu dipanaskan di atas
Analisis spektra ekstrak dilakukan untuk
magnetic stirrer yang dilengkapi pengaduk dan
melihat absorbansi ekstrak ubi jalar ungu yang
dikondisikan pada suhu 70±2˚C dengan kecepatan
digunakan pada berbagai warna dari berbagai
60 rpm selama 15 menit. Setelah terbentuk larutan
panjang gelombang. Analisis diawali dengan
gel kemudian ditambahkan plasticizer sorbitol
menyiapkan 14 ekstrak ubi jalar ungu dengan
dengan konsentrasi 3%, 5%, 7% (v/b) dan CMC
tambahan PVA 1% pada vial masing-masing
1% (b/b). Dipanaskan kembali diatas magnetic
sebanyak 2 ml, lalu masing-masing ekstrak
stirrer yang dilengkapi pengaduk dan
diteteskan dengan larutan pH 1-14 hingga warna
dikondisikan pada suhu 70±2˚C dengan kecepatan
ekstrak menjadi berubah. 1 ml ekstrak yang telah
60 rpm selama 15 menit. Larutan didiamkan
mengalami perubahan warna dipipet kemudian
selama 10 menit untuk menghilangkan udara
diletakkan pada labu ukur 10 ml dan selanjutnya
didalam larutan. Larutan dituang dalam cetakan
ditambahkan aquades sampai 10 ml. Ekstrak
kaca dengan ukuran 20cm x 10cm x 2cm (p x l x
kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan
t) sebanyak 100 ml dan dikeringkan dalam oven

6 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

dianalisis dengan spektofotometer UV-Vis pada Reprodusibilitas dapat ditanyatakan sebagai


panjang gelombang visible yaitu 400-800 nm. kepresisian respon sensor terhadap analit yang
c. Analisis Spektra Reflektansi diukur pada waktu berbeda namun dalam kodisi
Analisis ini dilakukan untuk melihat yang relatif sama. Pada penelitian ini,
absorbansi sensor edible pada berbagai warna reprodusibilitas sensor ditentukan dengan
akibat bereaksi pada berbagai rentang pH. menghitung standar deviasi relative (RSD) dari 6
Langkah awal analisa adalah dengan menyiapkan kali replikasi terhadap sensor yang berbeda pada
14 sensor edible lalu masing-masing direaksikan 3 hari yang berbeda. Data diukur menggunakan
dengan larutan pH kemudian dianalisis dengan nilai mean Blue dan dihitung nilai RSDnya.
spektroskopi reflektansi pada panjang Reprodusibilitas sensor terhadap analit dapat
gelombang 400-700 nm. digolongkan baik apabila mampu memberikan
kesesuaian respon antara respon satu dengan
yang lainnya yang dinyatakan dengna RSD <5%.
3.6.4. Karakterisasi Sensor Edible
e. Reversibilitas Sensor
a. Waktu Respon
Reversibilitas merupakan kemampuan suatu
Penentuan waktu respon dilakukan untuk
pengukuran untuk kembali seperti kondisi
mengetahui kecepatan perubahan warna sensor
semula. Penentuan reversibilitas sensor dilakukan
yang dilakukan pada pH 1, 6, dan 14. Penelitian
dengan mencelupkan 1 sensor pada pH yang
dilakukan dengan pengamatan secara visual
berbeda. Reversibilitas dapat diukur melalui
mulai saat terjadinya perubahan warna hingga
pengamatan secara visual dan melihat nilai mean
menjadi homogen. Secara kuantitatif waktu
Blue.
respon ditentukan dengan menggunakan nilai
mean Blue.
b. Waktu Pakai 3.6.5. Aplikasi Sensor Edible pada Sampel
Pengujian waktu pakai dilakukan melalui Minuman Susu Pasteurisasi
pengamatan secara visual kestabilan warna Penggunaan sensor edible yaitu dengan
sensor edible setelah kontak dengan pH 1, 6, dan dicelupkan pada minuman susu pasteurisasi
14 terhadap waktu pada hari ke-7, ke-14, ke-30 kemuian diangkat. Perubahan warna diamati
dan seterusnya sampai warnanya berangsung secara visual untuk menentukan pH dari sampel
pudar. Pengamatan waktu pakai dilakukan secara susu. Pengukuran pH sampel juga dilakukan
pengamatan visual dan melihat nilai mean Blue. dengan menggunakan indikator pH universal dan
c. Rentang pH pH meter.
Pengujian rentang pH dilakukan dengan Sensor
menyiapkan larutan pH 1-14. Kemudian sensor Edible

edible dimasukkan ke dalam masing-masing


larutan pH. Pengamatan dilakukan secara visual
dan melihat nilai mean Blue.
d. Reprodusibilitas Sensor Gambar 1. Desain sensor edible untuk aplikasi pada
minuman susu pasteurisasi
7 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018
Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

3.6.6. Analisis Data yang digunakan maka semakin pekat pewarna ubi
Pengolahan data penelitian menggunakan jalar ungu yang dihasilkan secara visual. Bahan
deskriptif. Data hasil pengamatan ditampilkan pengekstrak dan cara mengekstraksi akan
dalam bentuk table dan grafik untuk mempengaruhi warna ekstrak yang digunakan
mempermudah interpretasi data. Data yang sebagai indikator alami. Ekstraksi pewarna ubi
dihasilkan akan mengelompokkan menjadi jalar ungu dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu
kategori rusak dan tidak rusak. Dilakukan cara perebusan, penghancuran dengan blender,
perhitungan standar deviasi (SD) dan relatif dan cara pelarutan dengan etanol. Dari ketiga cara
standar deviasi (RSD) terhadap data hasil tersebut terpilih cara terbaik untuk ekstraksi yaitu
pengamatan. Standar deviasi berfungsi mengukur dengan cara penghancuran dengan blender. Cara
seberapa luas penyimpangan pada data tersebut ini dipilih karena mampu menghasilkan ekstrak
dari nilai rata-ratanya. Koefisien variasi warna yang pekat dan hanya menggunakan teknik
merupakan nilai perbandingan antara standar serta bahan yang sederhana. Berbeda dengan cara
deviasi dengan nilai rata-rata hitung dari suatu penghancuran blender yang menghasilkan warna
distribusi. Semakin besar nilai RSD, berarti kurang pekat karena kandungan antosianin dalam
mengindikasikan data kurang merata (homogen). ubi jalar ungu banyak yang tertinggal di saringan.
Sebaliknya, jika nilai RSD semakin kecil maka Metode perendaman dengan etanol 98%
data yang dihitung semakin merata (Soewarno, menghasilkan warna yang pekat, namun cara
1995). Standar deviasi dan koefisien variasi dapat ekstraksinya sangat lama dan kurang efektif
dihitung dengan rumus berikut: karena setelah proses perendaman harus
dilakukan proses evaporasi untuk menghilangkan
2
∑ ⃒𝑋𝑑−𝑋𝑑 ⃒
𝑆𝐷 = √ ………………… (3.2) etanol yang ada pada larutan. Selain itu cara ini
𝑛−1

𝑆𝐷
dikhawatirkan masih meninggalkan kadar alkohol
𝑅𝑆𝐷 = × 100% ………………... (3.3)
𝑥 sehingga bersifat kurang aman karena walaupun
Keterangan: sudah dilakukan proses penguapan tetap akan
SD : Standar deviasi meninggalkan sisa alkohol.

RSD : Relatif standar deviasi Warna ekstrak antosianin cenderung berubah


X : Rata-rata hitung seiring dengan kenaikan pH 1-14 dari warna
N : Jumlah data merah, ungu, biru, hijau, dan kuning. Pada pH
asam kuat yaitu 1-3 akan menunjukkan warna
merah, pada asam lemah dengan pH 4-6
BAB 4. PREDIKSI HASIL menghasilkan warna ungu, pH netral 7

4.1 Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Ubi menghasilkan warna biru, pada pH basa lemah

Jalar Ungu yaitu 8-9 menunjukkan warna hijau, dan pada pH

Karakterisasi pewarna pada ubi jalar ungu 10, 11, 12, 13, dan 14 akan menghasilkan warna

dilakukan dengan pengamatan kepekatan kuning. Pada dasarnya, perubahan warna terjadi

pewarna secara visual, semakin sedikit jumlah air karena adanya perubahan struktur, dimana pada

8 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

pH 1-2 antosianin dominan dalam bentuk kation DAFTAR PUSTAKA


flavilium yang mengasilkan warna merah, pada
Dainty. (1996). Chemical/biochemical detection of
ph 6 berubah menjadi karbinol dan sebagian
spoilage. International Journal of Food
menjadi kuinoidal yang yang berwarna biru
Microbiology, 1, 33.
sehingga menghasilkan warna ungu, pada pH 6,5-
9 dominan kuinonoidal yang berwarna biru, dan Deman, J. . (1997). Kimia Makanan. Bandung: ITB
pada pH >9 kalkon yang berwarna kuning press.
(Mahmudatussa, Fardiaz, Andarwulan, &
Indonesia, S. N., & Nasional, B. S. (2000). No Title.
Kusnandar, 2014).
Johan, A., Sagita, W., & Zubaidah, E. (2017).
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI
PLASTICIZER TERHADAP SIFAT FISIK
EDIBLE FILM KOLANG KALING ( Arenga
Gambar 2. Warna antosianin pada berbagai pH pinnata ) The Influence of The Type and
(Mahmadatussa'adah dkk., 2014) Concentration of Plasticizer toward The
Physical Characteristic of Edible Film from
Palm Fruit ( Arenga pinnata ), 5(1), 13–25.
4.2 Karakterisasi Edible Film
Berdasarkan hasil pengujian perlakuan Mahmudatussa, A., Fardiaz, D., Andarwulan, N., &
terbaik terhadap berbagai parameter edible film (kadar Kusnandar, F. (2014). KARAKTERISTIK
air, ketebalan, kecerahan, transmisi uap air, daya serap WARNA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
uap air, kelarutan dalam air, elongasi, dan tensile ANTOSIANIN UBI JALAR UNGU [ Color
strength) diperoleh perlakuan terbaik dengan Characteristics and Antioxidant Activity of
penggunaan plasticizer sorbitol dengan konsentrasi Anthocyanin Extract from Purple Sweet Potato
sebesar 3% dengan nilai parameter yang dihasilkan ]. https://doi.org/10.6066/jtip.2014.25.2.176
yaitu kadar air 11,86%, tebal 0,12 mm, derajat
Rao, K. . (1961). Development and life history of
kecerahan 83,47, kelarutan film 62,35%, laju transmisi
nudibranchiate gastropod Cuthona adyarensis
uap air 4,34 g/m².jam, kuat tarik 2,83 N/cm² dan
Rao. Journal of the Marine Biological
persen perpanjangan 44,65 % (Johan, Sagita, &
Association of India, 3, 186–197.
Zubaidah, 2017). Pengaruh penambahan plasticizer
pada pembuatan edible film yaitu, semakin banyak Sitompul. (2017). PENGARUH JENIS DAN
jumlah sorbitol yang ditambahkan maka kadar air dan KONSENTRASI PLASTICIZER TERHADAP
juga persen perpanjangan edible film semakin SIFAT FISIK EDIBLE FILM KOLANG
meningkat pula, sedangkan kuat tarik dan ketebalan KALING (Arenga pinnata). Jurnal Pangan
edible film semakin menurun. Dan Agroindustri, 5(1), 13–25.

Soewarno. (1995). Hidrologi Aplikasi Metode


Statistik Untuk Analisa Data. Bandung:
Penerbit Nova.

9 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018


Vinda Aisya Vira et al., Karakterisasi Sensor Ph Berbasis Edible Film Kolang-Kaling (Arenga pinnata)………

Suda. (2003). Review: Physiological functionality of


purple-fleshed seet potatoes containing
anthocyanins and their utilization in foods.
Japan Agricultural Research Quarterly, (37),
167–173.

Wendt. (1998). Handbuch Mastitis Kamlage Veriage.


GmbH and Co., 49082 Osnabruck.

Winarno. (2004a). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama.

Winarno. (2004b). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama.

10 ⃒Artikel Penelitian Bio dan Kemosensor, Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai