Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

Latihan 7 : UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Oleh :
Kelompok B4
1. Monika Tri W. (162210101077)
2. Shafira Faradiba T. (162210101078)
3. Jihan Fatmalah (162210101081)
4. Intan Mauren O.S (162210101082)
5. Rhoudotul Firdaus (162210101085)
6. Lady Refrina F. (162210101087)
7. Vinda Aisya Vira (162210101088)

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN AJARAN 2017/2018
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................................................. 2
BAB 2 DASAR TEORI................................................................................................................... 3
2.1 Salmonella typhi .................................................................................................................... 3
2.2 Antimikroba ........................................................................................................................... 6
2.3 KLT-Bioautografi .................................................................................................................. 8
BAB 3 METODE PRAKTIKUM ................................................................................................. 10
3.1 Waktu Pelaksanaan .............................................................................................................. 10
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................................................... 10
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................................... 12
4.1 Hasil Pengamatan ................................................................................................................ 12
4.2 Pembahasan Soal ................................................................................................................. 12
BAB 5 PENUTUP ......................................................................................................................... 16
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 17

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bakteri Salmonella thypi ...............................................................................................................3

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme merupakan salah satu sumber penyakit yang dapat menjangkiti manusia.
Ketika seorang manusia telah terinfeksi oleh mikroorganisme dan menjadi sakit, maka
diperlukan pengobatan agar manusia tersebut kembali menjadi sehat. Salah satunya adalah
dengan terapi antimikroba. Antimikroba dapat menghambat perumbuhan mikroorganisme
yang menginfeksi manusia. Sehingga dalam penggunaan dalam jangka waktu tertentu dan
dosis tertentu, mikroorganisme tersebut dapat dihambat pertumbuhannya dan berangsur-
angsur mati.

Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat
aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas
beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya.
Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa
desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya.

Namun tidak semua antimikroba efektif untuk menghambat pertumbuhan semua


mikroorganisme. Antimikroba memiliki daya hambat yang berbeda-beda terhadap
mikroorganisme. Oleh karena itu, diperlukan uji aktivitas antimikroba untuk mengetahui
bagaimana kefektifan aktivitas antimikroba dalam menghambar pertumbuhan
mikroorganisme agar pengobatan terhadap pasien memiliki efek terapi yang bagus.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan permasalahan dalam praktikum uji aktivitas antimikroba ini adalah sebagai berikut:

a. Apa sajakah metode yang digunakan untuk mengukur daya antimikroba?


b. Bagaimana keunggulan dan kerugian dari metode tersebut?
c. Termasuk metode apa uji aktivitas antibakteri yang dilakukan dalam praktikum uji
aktivitas antimikroba?
d. Bagaimana mekanisme kerja antibiotik yang dilakukan dalam pengujian?
e. Bagaimanakah prinsip terbentuknya zona hambat?

1
f. Bagaimana pengaruh konsentrasi dan jenis bakteri uji mempengaruhi zona hambat
yang terbentuk?
g. Bagaimana evaluasi akhir uji potensi aktivitas bakteri?

1.3 Tujuan
Tujuan dari paraktikum uji aktivitas antimikroba adalah:

a. Mampu melakukan uji aktivitas antimikroba


b. Nanpu melakukan uji potensi antibiotik

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari uji aktivitas antimikroba adalah:
a. Mengetahui metode yang digunakan untuk mengukur daya antimikroba
b. Mengetahui keunggulan dan kerugian dari metode tersebut
c. Mengetahui termasuk metode apa uji aktivitas antibakteri yang dilakukan dalam
praktikum uji aktivitas antimikroba
d. Mengetahui mekanisme kerja antibiotik yang dilakukan dalam pengujian
e. Dapat mendeskripsikan prinsip terbentuknya zona hambat
f. Mengetahui pengaruh konsentrasi dan jenis bakteri uji terhaadap zona hambat yang
terbentuk
g. Dapat menjelaskan evaluasi akhir uji potensi aktivitas bakteri

2
BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Salmonella typhi


Salmonella typhi merupakan bakteri penyebab salmonellosis yang merupakan salah satu
penyakit edemis dan menimbulkan kerugian yang serius terutama di Negara berkembang
termasuk Indonesia. Bakteri salmonella ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi kotoran atau tinja dari seorang penderita tifoid. Bakteri masuk melalui mulut
bersama makanan dan minuman, kemudian berlanjut kesaluran pencernaan. Jika bakteri yang
masuk dengan jumlah yang banyak maka bakteri akan masuk ke dalam usus halus selanjutnya
masuk ke dalam sistem peredaran darah sehingga menyebabkan bakterimia, demam tifoid, dan
komplikasi organ lain (Wagner, 2014).

Gambar 1 Bakteri Salmonella thypi

3
2.1.1 Taksonomi

Taksonomi Salmonella typhi :


Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Ordo : Gamma Proteobacteria

Class : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhi (Jawetz et al, 2006).

2.1.2 Morfologi dan sifat biakan

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang bergerak yang khas
memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi tidak
memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Salmonella menghasilkan H2S (Jawetz et al.,
2006). Isolat salmonella pada media SSA pada suhu 37oC maka koloni akan tampak
cembung, transparan, bercak hitam dibagian pusat (Nugraha, 2012). Bakteri salmonella
akan mati pada suhu 60o C selama 15 – 20 menit melalui pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2006).

2.1.3 Epidemiologi

Salmonella typhi merupakan flora normal dalam usus dimana infeksi terjadi akibat
kontaminasi makanan dan minuman yang mengakibatkan bakteri masuk ke dalam tubuh.
Sebagian besar penderita tifoid merupakan sebagai agen pembawa (carier) yang terletak

4
pada kandung empedu, saluran empedu, dan sebagian pada usus atau saluran kemih (Jawetz
et al., 2006).

Di Indonesia, tifoid tidak dijumpai secara endemis namun sering dijumpai pada
kota-kota besar. Kejadian kasus penyakit pada pria dan wanita tidak terdapat perbedaan
namun angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia remaja. Data yang ditemukan pada
rumah sakit menunjukkan peningkatan jumlah penderita tiap tahunnya sekitar 500/100000
penduduk dimana angka kematian yaitu 0,6 - 5 %. Terjadinya kematian tersebut akibat
terlambatnya penanganan, pengobatan dan tingginya biaya pengobatan (Keputusan Menteri
Kesehatan RI, 2006).

2.1.4 Patogenesis dan gejala klinik

S. typhi dan S. paratyphi menyebabkan infeksi pada manusia. Sebagian besar


bakteri ini bersifat reservoir pada manusia dan patogen pada hewan.Salmonella masuk
melalui mulut bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi. Dosis infeksi penyebab
penyakit pada manusia dalam menimbulkan infeksi klinik sekitar 103 - 108 sel/mL. Faktor
inang juga mempengaruhi jumlah bakteri di dalam tubuh diantaranya keasaman lambung,
flora normal usus, dan daya tahan usus setempat. Infeksi yang terjadi pada manusia akibat
bakteri Salmonella adalah deman enterik (Demam Tifoid), bakterimia, enterokolitis (Jawetz
et al., 2006).

Salmonella menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks lipopolisakarida.


Kompleks ini dianggap berperan penting pada patogenesis demam tifoid. Endotoksin
bersifat pirogenik serta meningkatkan reaksi peradangan di tempat bakteri salmonella
berkembang biak. Infeksi terjadi ketika salmonella melalui lambung dan mencapai usus dan
invasi ke jaringan limfosit yang merupakan tempat predileksi untuk berkembang biak.
Melalui saluran limfe mesentrik bakteri masuk aliran darah sistemik (bakterimia) pada fase
ini disebut sebagai fase inkubasi terjadi pada 7 – 14 hari. Setelah itu terjadi hiperpelasia
kemudian nekrosis dan selanjutnya ulserasi hingga membentuk ulkus.Infeksi terjadi pada
organ yang lain diantaranya tulang, usus, paru, ginjal, jantung, empedu dan organ lain.
Bakteri dapat tinggal dalam empedu sehingga bersifat sebagai penderita karier akibat
penyembuhan tidak sempurna (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2006).

5
2.2 Antimikroba
Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang digunakan untuk memberantas
infeksi oleh bakteri pada manusia. Obat-obat yang digunakan untuk membasmi mikroba yang
menyebabkan infeksi pada manusia, hewan ataupun tumbuhan harus bersifat toksisitas selektif
artinya obat atau zat tersebut harus bersifat sangat toksis terhadap bakteri penyebab penyakit,
tetapi relatif tidak toksis terhadap jasad inang atau hospes (Djide, M.N, 2005).

Suatu antimikroba dapat bersifat : (Djide, M.N, 2005)

Bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri),


fungistatik yaitu menghentikan pertumbuhan fungi, sitostatika terhadap kanker. Dalam keadaan
seperti ini jumlah mikroorganisme menjadi stationer, tidak dapat lagi mengadakan multiplikasi
dan berkembang biak.

Dalam hal ini jumlah mikroorganisme akan berkurang atau bahkan habis, tidak dapat lagi
melakukan multiplikasi atau berkembangbiak. Suatu antimikroba memperlihatkan toksisitas
selektif, dimana obatnya lebih toksis terhadap mikroorganisme dibandingkan pada sel hospes.
Hal ini dapat terjadi karena pengaruh obat yang selektif terhadap mikroorganisme atau karena
obat pada reaksi-reaksi biokimia penting dalam sel parasit lebih unggul daripada pengaruhnya
terhadap sel hospes. Di samping itu juga struktur sel mikroorganisme berbeda dengan struktur sel
manusia atau hospes

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba


Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprim, asam
p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya, dimana bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino
benzoat (PABA). Apabila suatu zat antimikroba menang bersaing dengan asam para amino
benzoat (PABA) untuk diikut sertakan dalam pembentukan asam folat maka terbentuk analog
asam folat yang non fungsional. Akibatnya kehidupan bakteri akan terganggu.

6
2. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel
Dinding sel mikroba secara kimia adalah peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer
mukopeptida (glikopeptida). Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
reaksi pembentukan atau mengubahnya setelah dinding sel tersebut selesai dibentuk.
Antimikroba ini dapat menghambat sintesis atau menghambat aktivitas enzim seperti enzim
transpeptidase yang dapat menimbulkan kerusakan dinding sel yang menyebabkan sel
mengalami lisis. Contohnya basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, dan vankomisin.

3. Penghambatan terhadap permeabilitas membran sel


Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien serta
berbagai antimikroba kemoterapeutik, seperti antiseptik surface active agents. Polimiksin
sebagai senyawa ammonium kuartener dapat merusak membran sel setelah bereaksi
dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap
kuman gram psitif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah. Kuman gram negatif yang
menjadi resistensi terhadap polimiksin, ternyata jumlah fosfornya menurun. Antibiotik
polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membaran tersebut.
4. Penghambatan terhadap sintesis protein
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosid, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Sintesis protein berlangsung di robosom, dengan
bantuan m-RNA dan t-RNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit, yang berdasarkan
konstanta sodimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S yang dapat menyebabakan akumulasi
sintesis protein awal yang kompleks, sehingga salah dalam menterjemahkan tanda m-RNA
dan menghasilkan polipeptida yang abnormal. Selain itu juga dapat berikatan dengan ribosom
50S yang dapat menghambat ikatan asam amino pada rantai peptida yang memanjang.

5. Penghambatan terhadap sintesis asam nutleat


DNA dan RNA memegang peranan penting dalam proses kehidupan normal sel. Hal
ini bearti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat
tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Dalam hal ini mempengaruhi
metabolisme asam nutleat, seperti berikatan pada enzim DNA dependen RNA polymerase
bakteri, memblokir helix DNA. Contohnya kuinolon, pyrimethamin, rifampisin, sulfonamida,
trimethoprim, dan trimetrexat (Gunawan, 2007).

7
2.3 KLT-Bioautografi
Metode bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk menunjukkan
adanya aktivitas antibakteri atau kapang. Metode ini menggabungkan penggunaan teknik
kromotografi lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas
biologi dari suatu analit yang dapat berupa antibakteri, antikapang, dan antiprotozoa.
Bioautografi dapat digunakan untuk mencari antibakteri atau antikapang baru, kontrol kualitas
antimikroba, dan mendeteksi golongan senyawa (Macek, 2005).

Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi imersi atau


bioautografi agar overlay, dan bioautografi langsung. Bioautografi kontak dilakukan dengan
meletakkan lempeng kromatogram hasil elusi senyawa yang akan diuji di atas media padat yang
sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya
daerah jernih yang tidak ditumbuhi mikroba. Pada bioautografi agar overlay, lempeng
kromatogram dilapisi dengan agar yang masih cair yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji.
Setelah agar mengeras, lempeng kromatogram diinkubasi dan diwarnai dengan tetrazolium dye.
Penghambat dapat dideteksi dengan terbentuknya pita (band). Bioautografi langsung dilakukan
dengan menyemprot lempeng kromotogram dengan mikroba uji dan diinkubasi. Zona hambat
yang terbentuk divisualisasikan dengan menyemprot lempeng kromatogram dengan tetrazolium
dye (Choma I, 2005).

Salah satu keuntungan metode bioautografi dibandingkan dengan metode lain seperti
difusi agar dan pengenceran adalah dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas biologi secara
langsung dari senyawa yang komplek, terutama yang terkait dengan kemampuan suatu senyawa
untuk menghambat pertumbuhan mikroba, selain untuk pemisahan dan identifikasi. Kelebihan
lainnya, metode bioautografi tersebut cepat, mudah untuk dilakukan, murah, hanya membutuhkan
peralatan sederhana dan interpretasi hasilnya relatif mudah dan akurat (Kavanagh, 1972).

a. Bioautografi langsung
Dimana mikroorganismenya tumbuh secara langsung di atas lempeng
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Prinsip kerja dari metode ini adalah suspensi
mikroorganisme uji yang peka dalam medium cair disemprotkan pada permukaan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang telah dihilangkan sisa-sisa eluen yang menempel
pada lempeng kromatogram. Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.

8
Pengeringan kromatogram dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan “hair dryer”
untuk menghilangkan sisa eluen. Besarnya lempeng KLT yang sering digunakan adalah
20×20 cm dan untuk meratakan suspensi bakteri yang telah disemprotkan dapat
menggunakan alat putar atau “roller” yang dilapisi dengan kertas kromatogram. Lempeng
KLT diinkubasi selama 1×24 jam dalam boks plastik dan dilapisi dengan kertas,
kemudian disemprot dengan 5 ml larutan cair TTC (20 mg/ml) atau INT (5 mg/ml), INTB
(5 mg/ml), serta MTT (2,5 mg/ml) dan selanjutnya diinkubasi kembali selam 4 jam pada
suhu 37oC (Djide, M.N, 2005).

b. Bioautografi kontak
Dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari lempeng KLT ke medium agar
yang telah diinokulasikan bakteri uji yang peka secara merata dan melakukan kontak
langsung. Prinsip kerja dari metode ini didasarkan atas difusi dari senyawa yang telah
dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Lempeng kromatografi ini
disemprotkan di atas permukaan medium nutrient agar yang telah diinokulasikan dengan
mikroorganisme yang sensitif terhadap senyawa antimikroba yang dianalisa. Setelah 15-
30 menit lempeng kromatografi kemudian dipindahkan dari permukaan medium.
Senyawa antibakteri yang telah berdifusi dari kromatogram ke dalam medium agar akan
menghambat pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi pada waktu dan tempat temperatur
yang tepat, hingga noda yang menghambat tampak pada permukaan (Djide, M. N, 2005).

c. Bioautografi pencelupan (Bioautografi imersi)


Dimana medium agar telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri yang telah
dituang di atas lempeng kromatografi lapis tipis (KLT). Prinsip kerja dari metode ini
adalah lempeng kromatografi yang telah dielusi diletakkan dalam cawan petri sehingga
permukaan tertutupi oleh medium agar yang berfungsi sebagai based layer. Setelah
medium agar memadat, selanjutnya dituang medium agar yang telah diinokulasi dengan
mikroorganisme yang berfungsi sebagai seed layer dan diinkubasi pada suhu dan waktu
yang sesuai (Djide, M.N, 2005).

9
BAB 3

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu Pelaksanaan


 Hari, tanggal : Kamis, 23 November 2017
 Pukul : 13.20-16.00 WIB
 Tempat : Lab Praktikum Biologi Fakultas Farmasi UNEJ

3.2 Alat dan Bahan


a. Alat

 Jangka sorong

 Cark bores

 Seperangkat alat KLT

 Ring

b. Bahan

 Media Mueler Hinton (MH)

 Sampel

 Cakram antibiotik

 Biakan bakteri

Prosedur Kerja

o Persiapan Biakan Bakteri Uji

Dicairkan media MH steril yang ada pada tabung reaksi. Dituangkan dalam cawan
petri secara aseptis,ditunggu hingga media membeku

Setelah membeku,diberi bakteri uji pada permukaan media agar dengan


menggunakan metode swap

10
o Metode TLC Bioautography

Disiapkan sampel yang sudah dieluasi dengan sistem KLT tertentu. Lempeng KLT
dikeringkan hingga benar- benar bebas dari fase gerak

Lempeng KLT ditempelkan secara terbalik pada media agar yang telah diberi bakteri
uji (sampel kontak langsung dengan media)

Inkubasi dalam suhu 370 c selama 24 jam

o Analisis data

Data berupa diameter hambat pada tiap sampel dan larutan baku standar dengan
jangka sorong

Dilakukan analisi data berdasarkan uji aktivitas antibakteri dan uji potensi antibiotik

11
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Pada praktikum kali ini digunakan metode TLC bioautography dengan lempeng KLT
yang telah ditotolkan dengan 4 larutan uji antimikroba yaitu Oleum Rose, Oleum Gondopuro,
Oleum Mint dan Oleum Sereh. Setelah itu diantara kedua lempeng KLT diberikan kontrol positif
dan kontrol negatif (kloramfenikol) pada kedua sisi yang berlawanan. Setelah di inkubasi selama
24 jam bakteri tetap tumbuh pada daerah sekitar lempeng yang telah diberikan larutan uji
antimikroba, ditandai dengan berubahnya warna media agar menjadi putih susu. Sedangkan pada
kontrol negatif tidak terjadi pertumbuhan bakteri disekitarnya seluas 0,7 cm, dengan luas zona
hambat 2,6 cm.

Keempat larutan uji tidak menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri, karena Oleum Rosae
biasa digunakan untuk corigen, Oleum Sereh digunakan sebagai penghalau serangga, Oleum
Mint digunakan sebagai karminativun, dan Oleum Gondopuro biasa dignakan sebgai analgesik
lokal.

4.2 Pembahasan Soal

1. Berbagai jenis metode yang digunakan untuk mengukur daya antimikroba:


a. Metode Disc Diffusion (Test Kirby & Bouer)
Untuk menentukan aktivitas agen antibakteri. Piringan berisi agen antibakteri
diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri yang akan berdifusi pada
media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
bakteri oleh agen antibakteri tersebut.
b. Metode E-test
Untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory Concentrstion) atau KHM
(Konsentrasi Hambat Minimum) yaitu konsentrasi minimal suatu agen anibakteri
untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
c. Metode Ditch Plate Technique
Sampel uji yang berupa agen antibakteri diletakan pada parit yang memotong
bagian tengah media secara membujur lalu mikroba uji digoreskan kedalam parit.

12
d. Metode sumuran
Pada metode ini MH dibuat sumur dengan cork boarer. Pada lubang sumuran akan
ditanami antimikroba dan mikroba.
e. Metode bioautography
Metode ini digunakan untuk mengetahui senyawa baru atau senyawa yang belum
diketahui aktivitas antibakterinya. Metode ini menggunakan prinsip difusi
senyawa yang terpisah dengan KLT ataukeromatografi kertas

2. Keunggulan dan kelemahan metode-metode uji aktivitas antimikroba


a. Metode cakram kertas
 Keunggulan : mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan
relative murah
 Kekurangan : ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh kondisi
inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi tidak dapat diaplikasikan pada
mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang
bersifat anaerob obligat

b. Metode sumuran
 Keunggulan : mudah dilakukan , relative murah, tidak memerlukan alat
khusus, dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya
lambat dan bersifat anaerob obligat
 Kekurangan : membutuhkan waktu inkubasi 24 jam, ukuran zona bening yang
terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, dan preinkubasi serta
ketebalan medium
c. Metode bioautugraphy
 Keunggulan : mudah dilakukan, hanya perlu peralatan yang sederhana,
interpretasi hasilnya relative lebih mudah dan akurat, dapat digunakan untuk
mengetahui aktivitas biologi dan antibakteri
 Kekurangan : membutuhkan waktu yang lama, kurang efisien, harus
menggunakan pembanding deteksi seperti blank disc.

13
3. Termasuk kedalam metode apa uji aktivitas antibakteri yang dilakukan
a. Metode difusi agar
Kerja metode ini dengan mengamati daerah yang bening yang mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan
media agar. Yang termasuk kedalam metode ini adalah cara silinder plat, cara
cakram, dan cara cup plat.
b. Metode dilusi
Metode ini mengukur MIC dan MBC. Caranya dengan membuat pengenceran
antimikroba pada medium cair yang ditumbuhkan dengan mikroba uji. Larutan uji
dengan konsentrasi kecil akan terlihat jernih tanpa ada pertumbuhan mikroba yang
ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebgai KHM selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun antibiotic
dan inkubasi 18-24 jam. Media cair yang tetap terihat jernih setelah inkubasi
ditetapkan sebgai KBM.
c. Metode bioautography
Metode ini spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatografi hasil KLT yang
mempunyai aktivitas antibakteri, antifungi dan antivirus.

4. Mekanisme kerja antibiotik yang digunakan :

Kloramfenikol, merupakan antibiotik yang memiliki aktifitas bakteri ostatik dan


pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktifitas bakterinya dengan menghambat sintesis
protein dengan mengikat ribosom subunit 50S yang merupakan langkah penting dalam
pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif
dan beberapa bakteri aerob gram negatif.

5. Prinsip terbentuknya zona hambat :

Prinsip terbentuknya zona hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat


pertumbuhannya akibat antibiotik/antibakteri. Zona hambat merupakan daerah untuk
menghambat pertumbuhan mikroba pada media agar oleh antibiotik. Zona hambat terjadi
karena antibakteri akan mengakibatkan pembentukan cincin hamburan di dalam area
pertumbuhan bakteri yang padat sehingga tidak ada bakteri yang tumbuh di dalam cincin

14
tersebut. Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk maka bakteri akan
semakin sensitif terhadap antibakteri.

6. Pengaruh konsentrasi dan jenis bakteri uji terhadap zona hambat yang terbentuk :

 Konsentrasi

Pengaruh konsentrasi antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri adalah semakin


besar konsentrasi antibiotik, maka akan semakin besar kemampuan antibiotik untuk
menghambat bakteri dengan terlihat diameter zona hambat yang semakin besar.

 Jenis bakteri uji

Pengaruh jenis bakteri uji terhadap zona hambat yang terbentuk adalah semakin
kuat pertahanan bakteri, maka semkain kecil zona hambat yang akan terbentuk. Hal ini
tergantung pada jenis gram positif atau gram negatif pada bakteri yaitu dengan adanya
kapsul pelindung pada dinding sel sehingga resisten terhadap antibiotik tertentu.

7. Evauasi akhir uji potensi antibiotik

Uji potensi antibiotik adalah suatu teknik untuk menerapkan suatu potensi
antibiotik dengan mengukur efek senyawa tersebut terhadap mikroorganisme uji yang
peka dan sesuai. Efek yang ditimbulkan senyawa uji dapat berupa hambatan
pertumbuhan. Uji potensi antibiotika dilakukan dengan 2 metode yaitu metode kertas
saring (menggunakan zat-zat kimia) dan metode D’aurbert (bahan uji berupa bahan
pengawet). Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotika ditentukan oleh diameter zona
hambatnya. Terbentuknya zona bening atau zona hambat menandakan adanya potensi
antibiotik maka efektivitasnya meningkat. Untuk menghitung potensi antibiotik dapat
dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan prosedur
penyesuaian kuadratterkecil dan uji linearitas. Kemudian penetapan dari bahan uji
dilakukan dengan menggunakan kurva baku yang berbeda, buat rata-rata dari dua atau
lebih nilai potensi.

15
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

16
DAFTAR PUSTAKA

 Hadioetomo, R. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Gramedia.


 Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T. dan Williams, S.T. (1994), Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology, Ninth Edition, Lippincot Williams & Wilkins,
Philadelphia, USA.
 Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta :
Salemba Medika Pratiwi
 Lutfi Ahmad. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
 Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga : Jakarta.
 Waluyo, L . 2007 . Mikrobiologi Umum . Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Malang

17

Anda mungkin juga menyukai