Anda di halaman 1dari 10

Sindrom Koroner Akut

Definisi

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu istilah kumpulan gejala yang timbul
akibat dari keadaan iskemik akut otot-otot jantung atau miokardium yang disebebakan
terjadinya penurunan aliran darah arteri koroner. Sindrom koroner akut meliputi myocardial
infarction (ST elevation myocardial infarction (STEMI), Non-ST elevation myocardial
infarction (NSTEMI)), dan Unstable angina pectoris).1

Terminologi sindrom koroner akut salah satu kegawat daruratan jantung yang dapat
menyebabkan nekrosis otot jantung dan kematian jantung mendadak, kondisi ini disebabkan
iskemik miokardium biasanya berhubungan dengan rupture plak aterosklerosisi yang akan
menyebabkan sumbatan arteri koroner. Diagnosis sindrom koroner berdasarkan gejala klinis,
tidak ada atau terdapat perubahan EKG seperti gambaran depresi atau elevasi ST segmen,
gelombang T inversi, gelombang T datar dan hasil pemeriksaan biomarker jantung.2

Sumbatan parsial arteri koroner akan menyebabkan kondisi unstable angina syndrome
atau non-ST elevasi miokard infark (NSTEMI) untuk membedakan keduanya adalah
presentasi nekrosis miokardium yang ditandai peningkatan kadar biomarker jantung. Terjadi
sumbatan total arteri koroner yang menyebabkan iskemik berat dan nekrosis miokardium
dalam jumlah banyak kondisi ini bermanifestasi ST-elevasi miokard infark (STEMI).3

Epidemiologi

Coronary heart disease (CHD) merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan


angka morbiditas dan mortalitas tinggi di seluruh dunia. CHD diklasifikasikan sebagai suatu
keadaan chronic CHD, acute coronary syndrome, dan sudden death.2 Angka kematian secara
global disebabkan kasus CHD dari tahun 1990-2013 mengalami peningkatan dari 26%
menjadi 32%. Pada tahun 2013, CHD diperkirakan menyebabkan 17.3 juta mortalitas dan
330 juta loss of disability-adjusted life-years (DALYs). Jadi diperkirakan berkisar 32 %
angka mortalitas dan 13 % DALYs lost di tahun 2013. Kasus CHD mendominasi penyebab
kematian pada usia lebih dari 45 tahun, diberbagai negara maju ataupun negara berkembang.4

Di Amerika Serikat kasus CHD merupakan salah satu penyebab terbanyak dari angka
mortalitas, dan bertanggung jawab atas 1 dari 5 angka kematian (AHA Heart Disease and
Stoke Statistics, 2008).1 Menurut statistik American Heart Association (AHA), di Amerika
Serikat setiap tahunnya angka hospitalisasi dengan kasus sindrom koroner akut (SKA)
berkisar 1.4 juta pasien. Presentasi rata-rata usia dengan AMI mengalami peningkatan dari
65.0 menjadi 68.0 tahun dan untuk proporsi wanita mengalami peningkatan 35.3% menjadi
39.3%.5

Data di Indonesia diperoleh dari laporan registrasi SKA di Pusat Jantung Harapan
Kita (PJNHK) menunjukkan bahwa dari seluruh penderita SKA yang datang ke IGD
diketahui 69% diantaranya adalah pasien dengan diagnosis SKA-NSTE. Prognosis jangka
pendek atau angka kematian pasien SKA-NSTE selama perawatan di RS dilaporkan tidak
setinggi angka mortalitas penderita SKA-STE, namun dilaporkan angka mortalitas SKA-
NSTE pasca perawatan 6 bulan dilaporkan lebih tinggi dibandingkan SKA-STE. (buku UI)

Etiologi

Pecahnya atau robeknya plak aterosklerotis yang diikuti agregasi trombosit dan
terbentuknya trombus intrakoroner melalui jalur aktifasi koagulasi menjadi salah satu
penyebab terbanyak sindrom koroner akut lebih dari 90 % kasus. Terdapat beberapa
penyebab lain SKA seperti pada pasien wanita dengan usia muda atau tidak ditemukannya
faktor resiko terhadap aterosklerosis, contoh beberapa kasus penyalah gunaan cocaine yang
dapat menyebabkan spasme berat arteri koroner, peradangan pada acute vasculitis, wanita
peripartum bisa saja mengalami diseksi aorta akut walaupun kasusnya jarang terjadi, emboli
koroner yang timbul akibat endokarditis atau infeksi katup, aneurisme atau trauma koroner,
terjadi peningkatan viskositas darah ( polisitemia vera, trombositosis, dll), anomali kongenital
arteri koroner, stenosis aorta berat.3

Manifestasi Klinis

Pada beberapa kasus dengan keluhan nyeri dada akut yang didapat di Instalasi Gawat
Darurat, sekitar 15%-25% mengalami unstable angina atau infark miokardium. 4 Gejala pada
pasien ACS dapat berupa nyeri dada tipikal (angina tipikal) atau ataupun atipikal (angina
ekuivalen). Nyari dada tipikal seperti rasa dada ditekan atau berat retrosternal menjalar ke
bahu, lengan kiri, leher, punggung dan epigastrium. Keluhan dapat berlangsung intermitten
selama beberapa menit atau persisten lebih dari 20 menit. Keluhan nyeri dada atipikal juga
sering disertai mual, muntah, keluar keringat dingin, nyeri abdomen, susah bernafas, dan bisa
disertai sinkop yang disebakan disritmia. Pada beberapa pasien usia lanjut, diabetes,
hipertensi bisa saja tidak mengeluhkan nyeri dada (silent infarct). (Buku UI)
Patofisiologi

Sindrom koroner akut selalu dihubungkan dengan kondisi ruptur atau robeknya plak
aterosklerosis akibat dari terjadinya perubahan komposisi plak atau penipisan selubung
fibrosa yang diikuti proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi dan menyebabkan
terbentuknya trombus akut yang mengandung banyak trombosit (white thrombus). Trombus
akan menyumbat pembuluh darah arteri koroner secara oklusi parsial atau total.7

Aterosklerosis merupakan kondisi kronik, peradangan, penyakit fibroproliferative


tunika intima arteri yang dimulai retensi dan modifikasi atherogenic lipoprotein, pelepasan
monosit, limfosit T dan selanjutnya akumulasi banyak jaringan fibrosa.5

Proses atherogenesis diawali adanya cidera pada endothelial arteri yang mungkin
disebabkan oleh zat-zat kimia iritan seperti pada perokok, pasien dyslipidemia, diabetes, atau
aktifitas fisik. Cidera endotel menyebabkan timbulnya proses inflamasi dan disfungsi endotel
sehingga tidak lagi efektif sebagai barrier terhadap lipoprotein dalam dinding arteri.
Permeabilitas endotel meningkat sehingga low density lipoprotein (LDL) dapat masuk ke
dalam tunika intima. Setelah ekstravasasi lipoprotein kedalam tunika intima akan terjadi
akumulasi LDL di subendotel yang terikat dengan proteoglicans dan mengalami prosess
modifikasi melalui agregasi, fusion, oxidation atau glycation oleh enzim-enzim dan oxidative
radicals menjadi cytotoxic, proinflammatory, chemotaxic dan proatherogenic. mLDL yang
berperan sebagain mediator proinflammatory akan menstimulus pengerahan leukosit
(Monosit dan limfosit T) dan berdiferensiasi setelah monosit menempel dan menembus
tunika intima menjadi makrofag yang akan yang akan terus menerus memfagositosis
lipoprotein membentuk foam cell.2,3

Foam cell akan terhimpun didalam lumen tunika intima dan ketika lapisan-lapisan
foam cell terbentuk akan tampak lesi kuning di permukaan tunika intima yang disebut fatty
streak. Selama perkembangan dari bentuk fatty streak menjadi plak fibroatheroma akan
melibatkan sel otot polos. Foam cell melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) yang
dihasilkan oleh sel-sel endotel dan platelet yang menstimulus migrasi sel-sel otot polos
melintasi internal elastic lamina dan ke dalam subintima, yang kemudian bereplikasi. Selain
itu PDGF juga menstimulus perkembangan sel otot polos didalam tunika intima. Foam cell
juga melepaskan sitokin dan beberapa growth factor separti TNF-α, IL-1, fibroblast growth
factor dan transforming growth factor-β (TGF- β) selanjutnya akan mendorong sel otot polos
berproliferasi dan sintesis protein ekstraseluler mantriks. Aktivasi platelet memicu pelepasan
heparinase oleh platelet yang juga dapat memacu migrasi dan poliferasi sel-sel otot polos.
Sebagian foam cell dan otot-otot polos mengalami apoptosis dan melepaskan
proinflammatory cytokine yang menstimulus macrofag dan kemudian membentuk necrotic
core.3,5

PDGF dan TGF- β juga menstimulus sel otot polos memproduksi interstitial collagen
dan cytokine interferon -γ (IFN- γ) yang betrasal dari limfosit T menginhibisi sintesis
collagen, yang selanjutnya inflammatory cytokine menstimulus foam cell mensekresi kolagen
dan elastin, degradasi matrix metal lipoprotein (MMP) dengan demikian faktor-faktor yang
menurunkan sintesi kolagen oleh sel otot polos dapat mengganggu kemampuan untuk
memperbaiki dan mempertahankan plak fibrous cap yang merupakan fibrocelluler bagian dari
plak atherosclerosis terletak diantara necrotic core dan lumen sehingga menebal, rapuh dan
mudah rutptur.3,5

(asal gambar dari ref nomer 5)


Beberapa kondisi yang bisa menjadi pencetus rupture plak atherosklerosis seperti
aktivitas fisik berat atau ekstrim, emosional yang mendalam seperti kondisi sedih, aktivitas
seksual, penggunaan cocaine, penyalah gunaan amphetamine, kondisi cuaca dingin, infeksi
akut, bisa saja aktifitas sehari-hari.5 Aktivasi system saraf simpatik dalam kondisi ini akan
meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, tekanan kontraksi ventrikel yang
memungkinkan memberi tekanan pada lesi aterosklerosis sehingga menyebabkan rupture
plak ateroslerosis.3

Ruturnya plak yang cukup dalam menyebabkan pembentukan thrombus melalui


paparan yang cukup kuat terhadap subendothelial collagen sehingga akan mengaktivasi
platelet yang akan melepaskan granula-granulanya sebagai fasilitator dari platelet aggregation
(adenosine diphosphate (ADP) dan fibrinogen) , activators of the coagulation cascade (factor
Va), dan vasoconstrictors (serotonin dan thromboxane) dan tissue factor yang terpapar
kedalam sirkulasi akan memicu coagulation pathway melalui interaksi dengan factor VII dan
menghasilkan aktivasi factor X yang akan memecah prothrombin menjadi thrombin dan
disertai terdapat perdarahan intraplaque yang kemudian akan menjadi penyebab terjadi
sumbatan pada lumen pembuluh darah arteri koroner. Sumbatan yang terus berkembang akan
menyebabkan kondisi iskemia berat yang berkepanjangan sehingga menimbulkan kondisi
sindrom koroner akut. Jika terjadi total oklusi pembuluh darah dan menyebabkan aliran darah
terhenti yang akan menimbulkan kondisi iskemik yang berkepanjangan hingga terjadi infark
miokardium biasanya akan menimbulkan kondisi ST-Elevasi Miokard Infarct, namun jika
thrombus hanya menyumbat sebagiandisebabkan oleh spontaneous recanalization atau
vasospasm yang durasi, dan berat iskemik lebih ringan maka akan menyebabkan keaddan
NSTEMI atau unstable angina.2,3,8

Troponin

Cardiac troponin merupakan protein heterotrimeric kompleks yang meregulasi Ca 2+


mediator kontraksi otot jantung dengan mengontrol interaksi aktin dan myosin. (cad book 29)
Cardiac troponin terdapat 3 subunit: TnC (terikat kalsium), TnI (terikat aktin dan
menginhibisi interaksi aktin-myosin), dan TnT (terikat dengan tropomyosin yang mengikat
troponin kompleks terhadap filamen). (Hurts) Troponin T dapat ditemukan dalam jumlah
kecil di otot rangka, sedangkan cardiac troponin I hanya dapat ditemukan secara ekslusif
dijantung.9

Pemeriksaan troponin dilakukan untuk menetukan diagnosa pada kasus sindrom


koroner akut. Troponin merupakan salah satu biomarker yang paling sensitif dan spesifik
untuk mendeteksi adanya kerusakan pada otot-otot jantung. Dalam keadaan normal tidak
ditemukan troponin T dan troponin I dalam sirkulasi. Troponin akan dilepaskan kedalam
sirkulasi apabila terjadi nekrosis otot-otot jantung yang menjadi indikator terdapatnya
kerusakan otot-otot jantung. Peningkatan kadar troponin dapat ditemukan pada kasus akut
miokardial infark (non-ST-elevasi dan ST-elevasi) akan tetapi pada kondisi lain dapat juga
ditemukan peningkatan troponin seperti gagal jantung, emboli paru, miokarditis, pembedahan
jantung, cardiomyopathy, gagal ginjal.5

Peningkatan kadar cardiac troponin dimulai saat onset infark miokard 2-3 jam dan
hampir 100% terjadi peningkatan kadar troponin pada infark miokard onset 6 jam sampai
puncaknya 24 jam dan kadar troponin akan terus menunjukkan hasil peningkatan hingga 1-2
minggu. Troponin T akan bertahan sedikit lama dibandingkan troponin I.10

(asal gambar dari nomer 4)


Platelet Distribution Width

Platelet Distribution Width (PDW) merupakan parameter regular dalam pemeriksaan


darah rutin yang menggambarkan ditribusi variasi ukuran platelet. Pada kasus sindrom
koronar akut terjadi peningkatan trombositopoiesis sehingga menyebabkan jumlah platelet
immature yang besar dalam sirkulasi.11

Platelet berperan penting dalam proses pembentukan thrombus dengan cara


meningkatkan pelepasan platelet dalam jumlah besar dengan granul-granul yang sangat aktif
secara metabolisme dan enzimatik setelah terjadinya ruptur plak ateroskelrosis. Platelet
dengan potensial prothrombotic yang lebih besar memiliki kadar yang lebih tinggi
thromboxane A2, beta thromboglobulin, intraseluler dan protein permukaan procoagulant.
Platelet yang lebih reaktif menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dalam sel dengan
membentuk pseudopodi yang berpartisipasi dalam pembentukan thrombus. Akibatnya
platelet akan menjadi lebih besar dan reaktif sehingga meningkatkan indeks volume platelet
(MPV dan PDW).12

Penatalaksanaan

Pada pasien ACS menurut guideline PERKI 2018, pada saat pasien mengeluhkan nyeri dada
dan ditetapkan diagnosis ACS di ruang IGD segera dilakukan secara bersamaan pemasangan
EKG, pemeriksaan biomarker jantung, dan managemen awal ACS:

(1) Tirah baring


(2) Pemberian oksigen dengan mengukur saturasi oksigen perifer dan disesuaikan
pemberiannya
(3) Pemberian dosis awal aspirin 160-320 mg
(4) Pemberian obat golongan penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP)
a. Dosis awal clopidogrel 300 mg dan dilanjutkan dosis pemeliharaan 75 mg /
hari
b. Dosis awal ticagrelor dianjurkan 180 mg dan dilanjutkan dosis pemeliharaan
2x90 mg per har
(5) Nitrogliserin tablet sublingual atau spray untuk pasien dengan nyeri dadad yang masih
berlangsung saat datang ke IGD. Jika nyeri dada tidak hilang setelah 1 kali
pemberian, maka dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali. Nitrogliserin
intravena bisa menjadi pilihan terapi apabila penggunaan oral tidak responsif,
isosorbide dinitrate dapat digunakan sebagai alternative.
(6) Morfin sulfat intravena merupakan pilihan terapi apabila dosis nitroglisering tidak
responsif setelah pemberian 3 kali sublingual dan pemberian morfin dapat diulang
setiap 10-30 menit.

Tujuan utama terapi selama fase akut ACS yang pertama untuk mempertahankan hidup,
mengatasi keadaan iskemik miokardium untuk mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan
menjaga kualitas hidup. (Braunwald ACS 198)

Segera setelah dilakukan EKG dan pemeriksaan biomarker jantung Penatalaksanaan lanjutan
pada kasus akut miokard infark yang terbagi menjadi ST- elevasi segmen (STEMI) dan non-
ST- elevasi segmen.
Daftar Pustaka

1. Baliga, R. R., (2011) McGraw-Hill Specialty Board Review Cardiology. McGraw


Hill Professional. p.327
2. Fuster, V., Walsh, and Harrington, A., (2011) Hurst's the Heart, 13th Edition: Two
Volume Set. 13rd edition.  New York: McGraw Hill Professional. p.1215-1288.
3. Lilly, S. L., (2011) Pathophysiology of Heart Disease. 5th edition. Lippincott
Williams &Wilkins.p.113-176.
4. Zipes, P. D., Libby, Bonow, O., Mann, L. and Tomaselli, F., (2018) Braunwald's
Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 2-Volume Set. 11st edition. 
philadelphia:elsevier. p.1-4
5. Théroux, P., (2011) Acute Coronary Syndromes - A Companion to Braunwald's Heart
Disease. 2nd edition.  philadelphia:Saunders. p.32-104.
6. (put ingetin besok soalnya bukunya pinjam di rs)
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, (2018) Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akit. [online] Available at: https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.inaheart.org/upload/file/Buku-ACS-
2018.pdf&ved=2ahUKEwidy-
y78K_lAhWcIbcAHeVPDosQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw3PX1XCIhncTkZUE
fd8z0TQ [Accessed 22 Oct 2019].
8. Rosendorff, C., (2013) Essential Cardiology. 3rd edition.  New York:Springer Science
& Business Media. p.382.
9. Willerson, T. J., Holmes, R. and Jr., (2015) Coronary Artery Disease.  New
York:Springer. p.29.
10. Murphy, G. J., (2012) Mayo Clinic Cardiology. 4th edition.  New York:Oxford
University Press. p.609.
11. Budzianowski, J., Pieszko, K., PawełBurchardt, , Rzeźniczak, J. and
JarosławHiczkiewicz, a., (2017) The Role of Hematological Indices in Patients with
Acute Coronary Syndrome. [online] Available at:
https://www.hindawi.com/journals/dm/2017/3041565/ [Accessed 12 Dec 2019].
12. Alvitigala, Y. B., Azra, F. A. M., Kotttahachchi, U. D., Jayasekera, T. P. M. M. and
Wijesinghe, K. N. A. R. a., (2018) A study of association between platelet volume
indices and ST elevation myocardial infarction. [online] Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6134176/ [Accessed 12 Dec 2019].

Anda mungkin juga menyukai