Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu istilah kumpulan gejala yang timbul
akibat dari keadaan iskemik akut otot-otot jantung atau miokardium yang disebebakan
terjadinya penurunan aliran darah arteri koroner. Sindrom koroner akut meliputi myocardial
infarction (ST elevation myocardial infarction (STEMI), Non-ST elevation myocardial
infarction (NSTEMI)), dan Unstable angina pectoris).1
Terminologi sindrom koroner akut salah satu kegawat daruratan jantung yang dapat
menyebabkan nekrosis otot jantung dan kematian jantung mendadak, kondisi ini disebabkan
iskemik miokardium biasanya berhubungan dengan rupture plak aterosklerosisi yang akan
menyebabkan sumbatan arteri koroner. Diagnosis sindrom koroner berdasarkan gejala klinis,
tidak ada atau terdapat perubahan EKG seperti gambaran depresi atau elevasi ST segmen,
gelombang T inversi, gelombang T datar dan hasil pemeriksaan biomarker jantung.2
Sumbatan parsial arteri koroner akan menyebabkan kondisi unstable angina syndrome
atau non-ST elevasi miokard infark (NSTEMI) untuk membedakan keduanya adalah
presentasi nekrosis miokardium yang ditandai peningkatan kadar biomarker jantung. Terjadi
sumbatan total arteri koroner yang menyebabkan iskemik berat dan nekrosis miokardium
dalam jumlah banyak kondisi ini bermanifestasi ST-elevasi miokard infark (STEMI).3
Epidemiologi
Di Amerika Serikat kasus CHD merupakan salah satu penyebab terbanyak dari angka
mortalitas, dan bertanggung jawab atas 1 dari 5 angka kematian (AHA Heart Disease and
Stoke Statistics, 2008).1 Menurut statistik American Heart Association (AHA), di Amerika
Serikat setiap tahunnya angka hospitalisasi dengan kasus sindrom koroner akut (SKA)
berkisar 1.4 juta pasien. Presentasi rata-rata usia dengan AMI mengalami peningkatan dari
65.0 menjadi 68.0 tahun dan untuk proporsi wanita mengalami peningkatan 35.3% menjadi
39.3%.5
Data di Indonesia diperoleh dari laporan registrasi SKA di Pusat Jantung Harapan
Kita (PJNHK) menunjukkan bahwa dari seluruh penderita SKA yang datang ke IGD
diketahui 69% diantaranya adalah pasien dengan diagnosis SKA-NSTE. Prognosis jangka
pendek atau angka kematian pasien SKA-NSTE selama perawatan di RS dilaporkan tidak
setinggi angka mortalitas penderita SKA-STE, namun dilaporkan angka mortalitas SKA-
NSTE pasca perawatan 6 bulan dilaporkan lebih tinggi dibandingkan SKA-STE. (buku UI)
Etiologi
Pecahnya atau robeknya plak aterosklerotis yang diikuti agregasi trombosit dan
terbentuknya trombus intrakoroner melalui jalur aktifasi koagulasi menjadi salah satu
penyebab terbanyak sindrom koroner akut lebih dari 90 % kasus. Terdapat beberapa
penyebab lain SKA seperti pada pasien wanita dengan usia muda atau tidak ditemukannya
faktor resiko terhadap aterosklerosis, contoh beberapa kasus penyalah gunaan cocaine yang
dapat menyebabkan spasme berat arteri koroner, peradangan pada acute vasculitis, wanita
peripartum bisa saja mengalami diseksi aorta akut walaupun kasusnya jarang terjadi, emboli
koroner yang timbul akibat endokarditis atau infeksi katup, aneurisme atau trauma koroner,
terjadi peningkatan viskositas darah ( polisitemia vera, trombositosis, dll), anomali kongenital
arteri koroner, stenosis aorta berat.3
Manifestasi Klinis
Pada beberapa kasus dengan keluhan nyeri dada akut yang didapat di Instalasi Gawat
Darurat, sekitar 15%-25% mengalami unstable angina atau infark miokardium. 4 Gejala pada
pasien ACS dapat berupa nyeri dada tipikal (angina tipikal) atau ataupun atipikal (angina
ekuivalen). Nyari dada tipikal seperti rasa dada ditekan atau berat retrosternal menjalar ke
bahu, lengan kiri, leher, punggung dan epigastrium. Keluhan dapat berlangsung intermitten
selama beberapa menit atau persisten lebih dari 20 menit. Keluhan nyeri dada atipikal juga
sering disertai mual, muntah, keluar keringat dingin, nyeri abdomen, susah bernafas, dan bisa
disertai sinkop yang disebakan disritmia. Pada beberapa pasien usia lanjut, diabetes,
hipertensi bisa saja tidak mengeluhkan nyeri dada (silent infarct). (Buku UI)
Patofisiologi
Sindrom koroner akut selalu dihubungkan dengan kondisi ruptur atau robeknya plak
aterosklerosis akibat dari terjadinya perubahan komposisi plak atau penipisan selubung
fibrosa yang diikuti proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi dan menyebabkan
terbentuknya trombus akut yang mengandung banyak trombosit (white thrombus). Trombus
akan menyumbat pembuluh darah arteri koroner secara oklusi parsial atau total.7
Proses atherogenesis diawali adanya cidera pada endothelial arteri yang mungkin
disebabkan oleh zat-zat kimia iritan seperti pada perokok, pasien dyslipidemia, diabetes, atau
aktifitas fisik. Cidera endotel menyebabkan timbulnya proses inflamasi dan disfungsi endotel
sehingga tidak lagi efektif sebagai barrier terhadap lipoprotein dalam dinding arteri.
Permeabilitas endotel meningkat sehingga low density lipoprotein (LDL) dapat masuk ke
dalam tunika intima. Setelah ekstravasasi lipoprotein kedalam tunika intima akan terjadi
akumulasi LDL di subendotel yang terikat dengan proteoglicans dan mengalami prosess
modifikasi melalui agregasi, fusion, oxidation atau glycation oleh enzim-enzim dan oxidative
radicals menjadi cytotoxic, proinflammatory, chemotaxic dan proatherogenic. mLDL yang
berperan sebagain mediator proinflammatory akan menstimulus pengerahan leukosit
(Monosit dan limfosit T) dan berdiferensiasi setelah monosit menempel dan menembus
tunika intima menjadi makrofag yang akan yang akan terus menerus memfagositosis
lipoprotein membentuk foam cell.2,3
Foam cell akan terhimpun didalam lumen tunika intima dan ketika lapisan-lapisan
foam cell terbentuk akan tampak lesi kuning di permukaan tunika intima yang disebut fatty
streak. Selama perkembangan dari bentuk fatty streak menjadi plak fibroatheroma akan
melibatkan sel otot polos. Foam cell melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) yang
dihasilkan oleh sel-sel endotel dan platelet yang menstimulus migrasi sel-sel otot polos
melintasi internal elastic lamina dan ke dalam subintima, yang kemudian bereplikasi. Selain
itu PDGF juga menstimulus perkembangan sel otot polos didalam tunika intima. Foam cell
juga melepaskan sitokin dan beberapa growth factor separti TNF-α, IL-1, fibroblast growth
factor dan transforming growth factor-β (TGF- β) selanjutnya akan mendorong sel otot polos
berproliferasi dan sintesis protein ekstraseluler mantriks. Aktivasi platelet memicu pelepasan
heparinase oleh platelet yang juga dapat memacu migrasi dan poliferasi sel-sel otot polos.
Sebagian foam cell dan otot-otot polos mengalami apoptosis dan melepaskan
proinflammatory cytokine yang menstimulus macrofag dan kemudian membentuk necrotic
core.3,5
PDGF dan TGF- β juga menstimulus sel otot polos memproduksi interstitial collagen
dan cytokine interferon -γ (IFN- γ) yang betrasal dari limfosit T menginhibisi sintesis
collagen, yang selanjutnya inflammatory cytokine menstimulus foam cell mensekresi kolagen
dan elastin, degradasi matrix metal lipoprotein (MMP) dengan demikian faktor-faktor yang
menurunkan sintesi kolagen oleh sel otot polos dapat mengganggu kemampuan untuk
memperbaiki dan mempertahankan plak fibrous cap yang merupakan fibrocelluler bagian dari
plak atherosclerosis terletak diantara necrotic core dan lumen sehingga menebal, rapuh dan
mudah rutptur.3,5
Troponin
Peningkatan kadar cardiac troponin dimulai saat onset infark miokard 2-3 jam dan
hampir 100% terjadi peningkatan kadar troponin pada infark miokard onset 6 jam sampai
puncaknya 24 jam dan kadar troponin akan terus menunjukkan hasil peningkatan hingga 1-2
minggu. Troponin T akan bertahan sedikit lama dibandingkan troponin I.10
Penatalaksanaan
Pada pasien ACS menurut guideline PERKI 2018, pada saat pasien mengeluhkan nyeri dada
dan ditetapkan diagnosis ACS di ruang IGD segera dilakukan secara bersamaan pemasangan
EKG, pemeriksaan biomarker jantung, dan managemen awal ACS:
Tujuan utama terapi selama fase akut ACS yang pertama untuk mempertahankan hidup,
mengatasi keadaan iskemik miokardium untuk mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan
menjaga kualitas hidup. (Braunwald ACS 198)
Segera setelah dilakukan EKG dan pemeriksaan biomarker jantung Penatalaksanaan lanjutan
pada kasus akut miokard infark yang terbagi menjadi ST- elevasi segmen (STEMI) dan non-
ST- elevasi segmen.
Daftar Pustaka