Anda di halaman 1dari 11

SIMPLISIA

A. Definisi
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, maka simplisia harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu
1. Bahan baku simplisia
2. Proses simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia

B. Pembuatan simplisia
Simplisia dikategorikan berdasarkan proses pembuatannya, yaitu
a. Simplisia yang dibuat dengan pengeringan
Pengeringan harus cepat dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang
lama akan mengurangi mutu dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan
kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegahnya, bahan simplisia perlu
diatur perajangannya.
b. Simplisia yang dibuat dengan proses fermentasi
c. Simplisia yang dibuat dengan proses khusus
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, pengeringan
sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang teguh pada prinsip
bahwa simplisia yang dihasilkan memiliki mutu yang baik.
d. Simplisia yang dibuat memerlukan air.

Tahap pembuatan simplisia


Cara pembuatan simplisia dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, tergantung pada :
1) Bagian tanaman yang digunakan
2) Umur tanaman daat panen
3) Waktu panen
4) Lingkungan tempat tumbuh.
Panen dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan
mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang
benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk.
Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang
terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak
senyawa aktif simplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
Tabel. Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia

b. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran yang menempel pada bahan
simplisia. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh tercampur
dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
c. Pencucian bahan
Pencucian dilakukan agar tanah dan kotoran lain yang melekat hilang. Pencucian
dilakukan dengan air bersih. Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur, atau air
ledeng (PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Ke dalam
air untuk mencuci dapat dilarutkan kalium permanganat seperdelapan ribu, hal ini
dilakukan untuk menekan angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.
Pencucian sayur satu kali dapat menghilangkan 25% mikroba di awal, jika dilakukan
3 kali, maka jumlah mikroba tertinggal hanya 42% dari mikroba awal.
d. Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Perajangan dilakukan menggunakan pisai dengan ukuran yang
dikehendaki. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Irisan yang terlalu tipis dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang berkhasiat yang mudah
menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau, rasa yang diinginkan. Alat
perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless
steel” eteu baja nirkarat).
e. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan merupakan proses
pengawetan simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam penyimpanan.
Pengurangan kadar air dan pengehentian reaksi enzimatik akan dicegah penurunnan
mutu atau perusakan simplisia. Untuk pembuatan simplisia tertentu proses enzimatik
ini justru dikehendaki setelah pemetikan. Sebelum proses pengeringan, bagian
tanaman dibiarkan pada suhu dan kelembaban tertentu agar reaksi enzimatik dapat
berlangsung. Pengeringan yang dilakukan dibawah siar matahari. Penundaan proses
pengeringan untuk bahan simplisia ini akan menurunkan kadar senyawa aktif dan
berarti menurunkan mutu simplisia. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30º sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang
tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 30º sampai 45ºC, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu
dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga
tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,
cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun
selama berlangsungnya proses pengeringan.
Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau kapang tidak
lebih dari 104 . Mikroba patogen harus negatif dan kandungan aflatoksin tidak lebih
dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah
meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional
pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%.
f. Sortasi kering.
Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan sortasi untuk
memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia yang rusak karena sebagai
akibat proses sebelumnya.
g. Pengepakan dan penyimpanan. Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang
dipak. Misalnya simplisia yang mengandung minyak atsiri jangan dipak dalam wadah
plastik, karena plastik akan menyerap bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik
adalah karung goni atau karung plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung
goni atau karung plastik praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan ditumpuk. Selain
itu, cara menghandelnya juga mudah serta cukup menjamin dan melindungi simplisia
di dalamnya. Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya. Pengepak yang
dibuat dari aluminium atau kaleng dan seng mudah melapuk, sehingga perlu dilapisi
dengan plastik atau malam atau yang sejenis dengan itu. Penyimpanan harus teratur,
rapi, untuk mencegah resiko tercemar atau saling mencemari satu sama lain, serta
untuk memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya. Simplisia yang
disimpan harus diberi label yang mencantumkan identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan
cara penyimpanannya. Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi
syarat antara lain harus bersih, tentutup, sirkulasi udara baik, tidak lembab,
penerangan cukup bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam
gudang, konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga serangga atau tikus tidak dapat
Ieluasa masuk, tidak mudah kebanjiran serta terdapat alas dari kayu yang baik (hati-
hati karena balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain untuk meletakkan
simplisia yang sudah dipak tadi. Pengeluaran simplisia yang disimpan harus
dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan Iebih awal (“First in
— First out” = FIFO).
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor
luar dan dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat
menimbulkan perubahan kimia pada simplisia,
misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan
sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami
perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara
terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh
pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair
dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-
butir dan sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : Perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat
disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh
enzim, polimerisasi, otooksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia,
maka simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan
sebagian airnya sehingga makin lama makin mengecil
(kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap
lengas udara sehingga menjadi kempal, basah atau
mencair (lumer).
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh
berbagai sumber, misalnya debu atau pasir. Ekskresi
hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang
tertunpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan
pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya
maupun oleh bentuk dewasanya. pengotoran tidak
hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa seperti cangkang telur bekas
kepompong, anyaman benang bungkus kepompong.
bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka
simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul
tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tctapi
juga akan merusak susunan kimia zat yang
terkandung dan malahan dari kapangnya dapat
mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu
kesehatan.
EKSTRAK
A. Definisi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat didalam bahan
alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditentukan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi.
Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan tekanan.
Ekstrak cair: adalah sediaan dari simplisia yang mengandung etanol sebagai pelarut
atau sebagai pengawet. Biasanya pada tiap ml ekstrak, mengandung senyawa aktif dari 1 g
simplisia yang memenuhi syarat. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.

B. Prinsip ekstrasi
Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa dengan menggunakan
pelarut yang tepat. Ada tiga tahapan proses pada waktu ekstraksi yaitu:
1. Penetrasi pelarut kedalam sel tanaman dan pengembangan sel
2. Disolusi pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan sel
3. Difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel.
Proses diatas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara linarut dan pelarut. Kecepatan
untuk mencapai kesetimbangan umumnya tergantung pada suhu, pH, ukuran partikel dan
gerakan partikel. Prinsip yang utama adalah yang berkaitan dengan kelarutan, 7 yaitu
senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut
dalam pelarut nonpolar.
Ada beberapa macam cara untuk melakukan ekstraksi berdasarkan bahan yang akan kita
ambil diantaranya:
1. Berdasarkan energi yang digunakan. Terbagi menjadi ekstraksi cara panas dan
ekstraksi cara dingin.ekstraksi cara panas, antara lain reflukx, soxhlet, destilasi,
infusa, dekokta. Sedangkan ekstraksi cara dingin antara lain pengocokan, maserasi,
perkolasi. Ekstraksi cara panas lebih cepat untuk mendapatkan senyawa yang
diinginkan karena panas akan memperbesar kelarutan suatu senyawa. Sedangkan
untuk ekstraksi cara dingin dikhususkan untuk senyawa yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Kelemahan ekstraksi cara panas terkadang akan terbentuk suatu senyawa
baru akibat peningkatan suhu menjadi senyawa yang berbeda. Maka daripada itu
untuk senyawa yang diperkirakan tidak stabil maka digunakanlah ekstraksi cara
dingin.
2. Berdasarkan bentuk fase. Ekstraksi ini didasarkan berdasarkan pada larutan yang
bercampur dan pelarut yang tidak bercampur. Berdasarkan bentuk fasenya ekstraksi
dibagi menjadi beberapa golongan yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat.

Metode ekstraksi simplisia:


1. Maserasi
Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke
dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah
memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja
sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil.
2. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya).
Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan
pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh
pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak
homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga
membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu.
3. Infudasi/ Infusa
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk menyari zat
kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses ini dilakukan
pada suhu 90°C selama 15 menit.
4. Reflux
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang
dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap
terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
5. Sokletasi
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa
(dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di
bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas
diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang
kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh
terus-menerus berada pada titik didih.
6. Destilasi
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap). Selama
pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak
saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor.
Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi.
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air,
yakni 30 menit pada suhu 90-100°C.

C. Pelarut
Penggolongan pelarut berdasarkan polaritas, berdasarkan gugus fungsi, dan
berdasarkan bahan organik dan non organiknya. Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah). Cara
memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas penangas air dengan
wadah lebar pada temperature 60ºC, destilasi, dan penyulingan vakum.
4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahal
6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan uap
7. Viskositas cukup rendah.

Pelarut yang biasa digunakan berdasarkan kepolarannya, yaitu :


1. Pelarut polar : air, etanol, metanol, dan sebagainya
2. Pelarut semipolar : etilasetat, dikorometan, dan sebagainya
3. Pelarut Non-polar : n-heksan, kloroform, petroleum eter, dan sebagainya.

D. Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak


Ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
1. Faktor Biologi (Bahan asal tumbuhan)
a. Identitas (spesies)
b. Lokasi tumbuhan asal: lingkungan (tanah dan atmosfer), energi (cuaca,
temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik)
c. Periode pemanenan hasil tumbuhan: dimensi waktu terkait metabolisme
pembentukan senyawa terkandung
d. Penyimpanan bahan tumbuhan: berpengaruh pada stabilitas bahan
(kontaminasi biotik dan abiotik)
e. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
f. Untuk simplisia dari tumbuhan hasil budidaya, dipengaruhi juga oleh proses
GAP (Good Agricultural Practice)
g. Untuk simplisia dari tubuhan liar (wild crop), dipengaruhi juga oleh proses
pengeringan yang umumnya dilakukan di lapangan.
2. Faktor Kimia:
a. Faktor internal:
1) Jenis senyawa aktif dalam bahan
2) Komposisi kualitatif senyawa aktif
3) Komposisi kuantitatif senyawa aktif
4) Kadar total rata-rata senyawa aktif
b. Faktor eksternal:
1) Metode ekstraksi
2) Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat)
3) Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
4) Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
5) Kandungan logam berat
6) Kandungan pestisida.

E. Klasifikasi ekstrak
Ditinjau dari asalnya, senyawa kimia dalam ekstrak terbagi menjadi:
1. Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal : senyawa yang memang sudah ada
sejak masa tumbuhan tersebut hidup
2. Senyawa hasil perubahan dari senyawa asli : dari penelitian telah diprediksi
terjadinya perubahan kimia senyawa asli karena sifat fisikokimia yang labil
3. Senyawa kontaminasi : polutan atau aditif
4. Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa perubahan.

F. Uji kandungan senyawa kimia


Beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
kimia suatu ekstrak, yaitu
1. Pola kromatogram: KLT, KCKT, KG
2. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia: spektrofotometri, titrimetri, volumetri,
gravimetri dan sebagainya:
a. Golongan minyak atsiri
b. Golongan steroid
c. Golongan tanin
d. Golongan flavonoid
e. Golongan triterpenoid (saponin)
f. Golongan alkaloid
g. Golongan antrakinon
3. Kadar kandungan kimia tertentu: senyawa identitas atau senyawa kimia utama
atau senyawa aktif
a. Densitometer, KG, KCKT.

Anda mungkin juga menyukai