Anda di halaman 1dari 8

Pembuatan Simplisia

Panen

Sortasi Basah

Perajangan

Pengeringan

Sortasi Kering

Pengemasan
Pembuatan Simplisia

A. Pengumpulan Bahan Baku (Panen)

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :

a. Bagian tanaman yang digunakan.

b. Umur tanaman yang digunakan.

c.  Waktu panen.

d.  Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di bagian
tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut
mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Simplisia yang mengandung minyak
atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen
dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas dan sinar matahari. Secara garis besar, pedoman panen sebagai
berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung ( Parkia
rosbbrgii), pengambilan buji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula
pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan
biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornmunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan
tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita n-oscllata). Perubahan warna, misalnya
asam (Tamarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa
belimbi), jeruk nipis (Citrus auratifolia), perubahan benyuk buah, misalnya mentimun
(Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantina).

3. Tanaman  yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan  dilakukan pada 
saat  tanaman  mengalami  perubahan  pertumbuhan  dari vegetatif  ke  generatif. Pada
saat itu penumpukan  senyawa  aktif  dalam kondisi  tinggi,  sehingga  mempunyai mutu 
yang  terbaik.  Contoh  tanaman yang diambil  daun pucuk  ialah kumis kucing
(Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih
yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima
sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna.
Contohnya sembung (Blumea balsamifera).

5. Tanaman  yang pada  saat panen diambil kulit batang, pengambilan  dilakukan  pada
saat  tanaman  telah  cukup umur. Agar  pada saat pengambilan tidak mengganggu
pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim  yang menguntungkan pertumbuhan
antara  lain menjelang musim kemarau.

6. Tanaman  yang pada saat  panen  diambil  umbi  lapis,  pengambilan  dilakukan  pada
saat umbi mencapai  besar maksimum  dan  pertumbuhan  pada bagian  di atas tanah
berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).

7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim
kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini
rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan,
menggunakan alat atau menggunkan mesin. Dalam hal ini keterampilan pemetik
diperlukan, agar diperolah simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan
tidak merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu
dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan apabila
diperkirakan merusak senyawa aktif simplisia, seperti fenol, glikosida dan sebagainya.

B.       SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing


lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak,
serta pengotor lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam
jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang ikut dapat
mengurangi jumlah mikroba.

C.      PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan
simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengemasan, dan
penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam
keadaan utuh juga selama satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau dan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang
dikehendaki. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga
mempengaruhi kondisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena it, bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang
terlalu tipis untuk mencegak berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan
seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.

D.       PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Dengan mengurangi kadar air yang
dan menghentikan reaksi anzimatim akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja,
menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih
mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan
reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-
proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum
bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu  dilakukan proses
stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan
pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap
panas. Reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau 


menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan
dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak  dianjurkan
rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor
tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami
kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan
terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini  dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu
tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan
penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian
dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak
melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau
mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C,
atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang
atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung
pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban
akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai  cara pengeringan telah
dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan,
dapat dilakukan dua cara pengeringan :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji  dan sebagainya, dan
rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang
banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang
dilakukan dengan cara  membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara  terbuka
di atas  tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah  yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat
memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau
mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food
Technology  Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada
permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan
keatas rak-rak pengering yang diberi atap  tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah
bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan
untuk mengeringkan  simplisia.

b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman  yang lunak seperti bunga,
daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.

2.    Pengeringan Buatan

     Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat
diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin
pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip
pengeringan buatan adalah sebagai berikut:  “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas
seperti lampu, kompor, mesin disel  atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam
ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas
rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana,
praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

     Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan  mutu yang
lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu  pengeringan akan lebih cepat,
tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan
waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran  dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia
kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat
diperoleh simplisia  dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam. Daya tahan
suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan
cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat  tahan lama dalam penyimpanan jika
kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat
tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.
E.        SORTASI KERING

     Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan  simplisia.
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian  tanaman yang
tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan  tertinggal pada
sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk  kernudian
disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan  atau secara
mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang
terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir,  besi dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

 F.      PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan
dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan
lainnya (Gunawan dkk, 2010). Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena
berbagai faktor luar dan dalam, antara lain :

1. Cahaya : sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia
pada simplisia, misalnya isomerasi, polimerasi, rasemisasi, dan sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi
oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada
bentuk simplisia, misalnya bentuk yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau
padat, berbutir-butir dan sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh
reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim, polimersi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembapan luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan airnya sehingga makin lama mengecil (mengkerut).

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam
wadah yang terbuka akan menyerap udara sehingga menjadi basah atau mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya
debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah)
dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik
oleh bentuk ulatnya maupun bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran
serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong,
anyaman benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga.

8. Kapang : Apabila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi
juga akan merusak susunan kimia yang terkandung dan dapat mengeluarkan toksin yang
mengganggu kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Riyani, C. 2016. Efektivitas Metode Pengeringan Pada Pembuatan Simplisia Akar Pasak
Bumi (Eurycoma longifolia Radix). Polhasains. 4(1): 20-26.

Anonim. https://sites.google.com/site/wwwilmukitacom/materi-kuliah/pembuatan-simplisia.
Diakses pada tanggal 20 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai