Anda di halaman 1dari 2

Manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia tidak dapat hidup sendiri.

Kita
sebagai manusia pasti harus dan butuh untuk berinteraksi dengan sesama. Manusia juga
memiliki hak dan kewajiban yang tidak mutlak. Ketika berinteraksi dengan orang lain, kita
perlu menghargai dan memperlakukan orang tersebut sesuai haknya. Karena itu lah etika
penting, termasuk di lingkungan akademik. Tiap lembaga pendidikan pasti ingin
menghasilkan civitas akademika yang sukses dan berkualitas. Konteks kualitas disini tidak
hanya mengenai kapasitas dalam berpikir dan nilai yang tertulis dalam ujian, tetapi juga
berkualitas sikap dan perilakunya.
Dunia tidak hanya memerlukan orang yang pintar, tetapi juga orang yang beretika.
Seseorang yang tidak beretika, meski pintar, tidak akan dihargai oleh orang lain. Setiap
pendidik pasti sepakat bahwa mereka lebih suka dan lebih antusias mengajari seorang anak
yang jujur dan tulus dalam belajar, mengakui ketika mereka tidak memahami materi
ketimbang dengan pelajar pintar yang berlaku tidak sopan atau cenderung merendahkan
pendidiknya sendiri.
Etika menunjukkan kekuatan moral dan mental yang dimiliki oleh seseorang.
Contohnya dari jujur, dasar dari etika. Jujur merupakan sikap penting yang seringkali
diremehkan, padahal kekuatannya amat besar. Jujur, baik itu kepada diri sendiri atau kepada
orang lain, merupakan hal yang sulit untuk dikuasai. Jujur tidak hanya sekedar menyuarakan
kebenaran, tetapi juga mengakui apa yang dirasakan, tulus dalam bertindak. Amat
disayangkan karena justru etika akademika yang paling problematik di bidang pendidikan
saat ini justru mengenai kejujuran, yakni menyontek dan plagiarisme. Sebuah penelitian di
tahun 1972 menunjukkan, 93% mahasiswa mengaku bahwa menyontek telah menjadi suatu
hal normal dalam hidup. Penelitian juga dilakukan oleh Taradi dkk., dimana dari 1074
mahasiswa kedokteran di Kroasia, 97% mengakui melakukan menyontek dan plagiarisme.
Etika merupakan dasar yang seharusnya ditanamkan dalam diri setiap civitas
akademik sebelum ilmu itu sendiri diajari. Etika adalah hal yang melengkapi kualitas seorang
civitas akademik, seorang pelajar. Mengajarkan ilmu tanpa etika layaknya makan tanpa
berdoa: perut terisi tapi tidak ada keberkahan di dalamnya.

daftar pustaka
1. Ardinansyah, Agus & Tenrisau, Dhihram & Aslim, Fuad & Wekke, Ismail. (2018).
KETIDAKJUJURAN AKADEMIK DALAM PENDIDIKAN TINGGI.
10.13140/RG.2.2.12323.14884.
2. Suseno, Franz Magnis,.1987. Etika Dasar –Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,
Kanisius, Yogyakarta.
3. Hudiarini, S. “PENYERTAAN ETIKA BAGI MASYARAKAT AKADEMIK DI KALANGAN
DUNIA PENDIDIKAN TINGGI”. Jurnal Moral Kemasyarakatan, Vol. 2, no. 1, May 2017,
pp. 1-13, doi:10.21067/jmk.v2i1.1699.
Gatau ini catatan random aja selama bikin bagian ini..
Mahasiswa mampu memaparkan 2 atau 3 alasan atau dasar-dasar faktual/bukti rasional yang
menguatkan pendapat/keyakinan bahwa EA penting/merupakan keniscayaan sehingga dapat
mendorong mahasiswa, dosen, pimpinan, dan tendik untuk meningkatkan dan merawat
kesadaran dalam mamatuhi EA sebagai panduan bersikap dan bertindak terkait dengan
kegiatan akademik khususnya. 30 %

(2) Apakah EA benar-benar penting untuk dimengerti dan dijadikan panduan untuk diikuti
oleh para akademisi (mahasiswa, dosen, pimpinan, dan tendik) di era yang serba internet
sekarang ini? Mengapa? Cobalah sebutkan beberapa contoh pentingnya EA tersebut?

Jujur : dasar dari kuat secara moral adalah kejujuran. Terbuka dan adil, fair. Jujur terhadap
diri sendiri, tanpa membuat kedok, dan jujur terhadap orang lain, tulus.
Nilai otentik: menjadi diri sendiri, berpikir untuk diri sendiri, tidak hanya
mengikuti/menjiplak
Penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa dari 2.068 mahasiswa, 61,72% melakukan
ketidak jujuran akademik. Pelanggaran itu juga terjadi di banyak institusi pendidikan.16
Pada penelitian tahun 1972, 93% dari mahasiswa menyatakan bahwa menyontek telah
menjadi suatu hal normal dalam hidup. Temuan McCabe, Trevino & Butterfield bahwa
alasan mahasiswa berlaku curang adalah untuk memperoleh kesuksesan di pendidikan
untuk mendapakan kerja ataupun hanya sekedar menamatkan pendidikan.12,17
Sayangnya, para mahasiswa menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Semisal pada
penelitian Taradi dkk, pada 1074 mahasiswa kedokteran di Kroasia, di mana 97%
mengakui melakukan menyontek dan plagiarisme.
Di beberapa negara, utamanya di negara berkembang yang di mana pelatihan riset
biasanya diletakkan pada level pendidikan strata satu, memiliki lingkungan baik untuk
melakukan riset, pelatihan yang adekuat, dan adanya penggunaan dari software
pendeteksi plagiarisme. Baˇzdari´c dkk, melaporkan prevalensi jurnal plagiat yang terdapat
pada Croatian Medical Journal selama 2009–2010 meningkat.18 Bahkan temuan dari
Schemo, menunjukkan di
sebuah kelas di Unviersitas Ohio, banyak dari mahasiswa kelas tersebut terbukti
melakukan menyontek dan plagiarisme pada beberapa karya ilmiah rekan mereka.13

Anda mungkin juga menyukai