Anda di halaman 1dari 31

SISTEM ANGIN

oleh : Bayong Tjasyono HK.


Kelompok Keahlian Sains Atmosfer
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung

Disampaikan pada Workshop Turbin Angin Kecepatan


Rendah dan Peta Potensi Angin Resolusi Tinggi,
Tanggal 21 – 22 Agustus 2007, Bandung
Definisi

 Angin adalah udara yang bergerak sejajar dengan


permukaan bumi, dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah.
 Angin diberi nama, dari arah mana angin datang.
Contoh : angin yang datang dari timur ke barat
disebut angin timur, angin yang datang dari laut ke
darat disebut angin laut.
 Angin adalah besaran vektor yang mempunyai besar
dan arah. Wind speed artinya skalar : besar
kecepatan saja, sedangkan wind velocity artinya
besaran vektor : besarnya kecepatan dan arahnya.
 Wind speed diukur dengan anemometer, wind
direction diukur dengan wind vane, dan wind velocity
diukur dengan anemovane.
• Alat Pengukur Angin

a. Dahulu, sebelum ada alat pengukur, angin


ditaksir dengan skala kekuatan angin yang
dikemukakan oleh armada Beaufort dan disebut
skala Beaufort. Ada 13 skala dari skala Beaufort
0 (nol) artinya angin tenang (calm) sampai skala
12 artinya angin siklon.

Tabel 1. Hubungan skala (bilangan) Beaufort dan


kecepatan angin
Skala Keadaan Kecepatan Angin
Gejala yang diamati
Beaufort angin knot ms-1 km/j
0 Tenang Tenang, asap naik vertikal. <1 0 – 0,2 <1
1 Udara Arah angin ditunjukkan 1–3 0,3 – 1,5 1–3
ringan oleh arah hanyut asap,
tetapi tidak oleh
pengukuran arah angin
Skala Keadaan Kecepatan Angin
Gejala yang diamati
Beaufort angin
knot ms-1 km/j
2 Sepoi Angin terasa pada muka; 4–6 1,6 – 3,3 4–7
lemah daun-daun menggeresik;
alat pengukur arah angin
mulai digerakkan angin.
3 Sepoi Daun dan ranting kecil 7 – 10 3,4 – 5,4 12 – 19
lembut tetap bergerak; angin
membentangkan bendera
ringan.
4 Sepoi Debu dan kertas naik ke 11 – 16 5,5 – 7,9 20 – 28
sedang atas; cabang kecil
bergerak.
5 Sepoi Pohon kecil mulai 17 – 21 8,0 – 10,7 29 – 38
segar bergoyang; timbul bentuk
gelombang kecil pada
perairan pedalaman
6 Sepoi Cabang besar bergerak; 22 – 27 10,3 – 13,8 39 – 49
kuat Kawat telpon kedengaran
berdesing; sulit memakai
payung.
Skala Keadaan Kecepatan Angin
Gejala yang diamati
Beaufort angin
knot ms-1 km/j
7 Angin Seluruh pohon bergerak; 28 – 33 13,9 – 17,1 50 – 61
ribut tidak mudah berjalan
lemah melawan angin.
8 Angin Ranting pohon patah; 34 – 40 17,2 – 20,7 62 – 74
ribut umumnya menghalangi
gerak maju.
9 Angin Kerusakan ringan pada 41 – 47 20,8 – 24,4 75 – 88
ribut kuat bangunan

10 Badai Jarang terjadi di 48 – 55 24,5 – 28,4 89 – 102


pedalaman; pohon
tumbang; kerusakan agak
besar pada bangunan.
11 Badai Sangat jarang terjadi; 56 – 63 28,5 – 32,6 103 – 117
amuk disertai kerusakan yang
luas.
12 Siklon > 64 > 32,7 > 118
b. Dengan alat

Gambar 1a. Anemovane Gambar 1b. Anemovane baling-


baling
• Satuan Angin

 Dalam pengamatan cuaca;


 Kecepatan angin dinyatakan dengan knot = 1 mil
laut/jam ~ 0,5 ms-1.
 Arah angin dalam derajat dari utara pada skala 0 –
3600. Angin timur = 900, angin utara = 3600, angin
tenang = 00 dan seterusnya.
 Dalam berita sinop dan kode cuaca, angin
dinyatakan dengan kode ddff, dimana dd : arah
angin dalam sepersepuluhan, dan ff : kecepatan
angin dalam knot. Contoh angin timur dengan
kecepatan 5 knot, kode cuacanya ditulis ddff =
0905. Angin utara dengan kecepatan 12 knot, ddff
= 3612. Angin tenang (calm), ddff = 0000, dan
seterusnya.
 Catatan : jika kecepatan angin melebihi 100 knot
maka sandi (kode) ff – 100 dan dd + 50.
Contoh : Angin barat dengan kecepatan 5 knot
maka ddff = 2705. Bandingkan dengan angin
barat, kecepatan 105 knot, ddff = 7705.
 Angin dalam Meteorologi dan Penerbangan.
 Dalam Meteorologi, angin diamati dalam 8
arah : N, NE, E, SE, S, SW, W, NW.
 Dalam Penerbangan, angin diamati dalam 16
penjuru :
N, NNE, NE, ENE, E, ESE, SE, SSE, S, SSW,
SW, WSW, W, WNW, NW, NNW.

North : 3600 South South West : 202,50


North North East : 22,50 South West : 2250
North East : 450 West South West : 247,50
East North East : 67,50 West : 2700
East : 900 West North West : 292,50
East South East : 112,50 North West : 3150
South East : 1350 North North West : 337,50
South South East : 157,50 Calm : 00 (bukan angin)
South : 1800
Gambar 2. Arah angin dalam derajat.
• Sirkulasi Atmosfer di Bumi
a. Angin general atau sirkulasi atmosfer umum
 adalah gerak udara (angin) rata-rata dipermukaan
bumi.
 dipengaruhi oleh gaya rotasi bumi atau gaya Coriolis
= 2  sin  . v
dimana :
 : kecepatan sudut rotasi bumi
2 rad
  7,3 x 105 rad . s1
1 hari
 : lintang tempat
V : kecepatan angin
 Disekitar ekuator (daerah ekuatorial) angin konvergen
dan naik, sehingga angin permukaan menjadi lemah.
Daerah ini disebut doldrums (daerah melempem). Pita
konvergensi angin pasat disebut zona konvergensi
intertropis, atau palung ekuator, atau ekuator
meteorologis.
Gambar 3. Pola angin general permukaan bumi.
b. Sirkulasi atmosfer meridional
 Model sirkulasi atmosfer global pertama
digambarkan oleh G. Hadley pada tahun 1735.
Sirkulasi Hadley pada dasarnya sirkulasi termal
langsung. Contoh dari sirkulasi termal adalah
angin darat dan laut.
 Udara naik di daerah ekuatorial yang panas dan
bergerak keutara, kehilangan energi termal,
kemudian turun di daerah kutub yang dingin dan
kembali ke lintang rendah sebagai angin
permukaan
 Menurut gambar 4, ada gaya gradien tekanan Fp
dari kutub ke ekuator di troposfer bawah dan dari
ekuator ke kutub di troposfer atas.

Gambar 4. Sel Hadley


c. Sel Ferrel
 Maury (1855) mengemukakan sirkulasi atmosfer
meridional terdiri dari dua sel, yaitu satu sel antara
ekuator dan lintang sekitar 300 U dan S disebut sel
Hadley dan satu sel tak langsung (indirect cell) pada
lintang tinggi.
 Ferrel (1856) mengkaji tekanan di permukaan bumi
dan mendapatkan tekanan tinggi (H) di lintang sekitar
300 U dan S disebut lintang kuda (horse latitude), dan
tekanan rendah (L) terdapat di sekitar ekuator dan
kutub. Jadi Ferrel menemukan 3 sel sirkulasi atmosfer
yaitu sel Hadley, sel Ferrel dan sel Kutub. Maury
menemukan 2 sel dan Hadley menemukan 1 sel
sirkulasi atmosfer.

Gambar 5. Sirkulasi atmosfer meridional menurut Ferrel


(1856)
d. Sirkulasi atmosfer zonal
 Selain pertemuan sirkulasi atmosfer meridional
terutama sel Hadley (angin pasat), Indonesia juga
merupakan pertemuan sirkulasi atmosfer zonal
yang disebut Sirkulasi Walker.
 Dalam tahun normal sirkulasi ini konvergen di
sekitar wilayah Indonesia, tetapi dalam tahun-
tahun El Niño terdapat subsidensi sirkulasi Walker.

Gambar 6a. Sirkulasi Walker Gambar 6b. Sirkulasi Walker


normal tahun El Niño
• Jenis Angin
a. Angin lokal
 Sebagai benua maritim; garis pantai 80.791 km, jumlah
pulau 17.508 pulau besar dan kecil. Terjadi interaksi
antara pulau dan laut. Karena kapasitas panas laut jauh
lebih besar daripada darat maka terjadi angin lokal;
angin laut dan angin darat.

Gambar 7a. Angin laut, Gambar 7b. Angin darat,


sianghari malam hari
 Sebagai wilayah pegunungan terjadi angin lembah
(arus anabatik) dan angin gunung (arus
katabatik). Pada siang hari lereng lebih panas
daripada lembah, sedangkan malam hari lereng
lebih dingin daripada lembah.

Gambar 8. Angin lembah (a) dan angin gunung (b).


a. Angin Föhn
 Nama Föhn dikenal di Jerman dan Austria.
 Dengan susut suhu udara basah 0,60 / 100 m dan
udara kering 1 0C / 100 m. Jika tinggi gunung 4
km, maka jika angin permukaan mempunyai
temperatur 5 0C pada lereng yang satu, akan
mempunyai temperatur permukaan pada lereng
yang lain 19 0C setelah menaiki gunung.
 Föhn mempunyai sifat panas, kering, kencang,
dan mempengaruhi fisiologi dan psikologi
manusia. Di Indonesia misalnya angin kumbang,
angin bohorok, dll.

Gambar 9. Angin Föhn.


• Monsun

Gambar 10. Mekanisme Monsun.


• Siklon Tropis

Gambar 11. Siklon Tropis di BBU.


 Angin Rata-rata, Angin Paduan dan Angin Utama
 Angin rata-rata adalah jumlah kecepatan angin
tanpa memperhitungkan arahnya dibagi jumlah
pengamatan :
n
Vi
V  
i 1 n

Vi, : V1, V2, … Vn : kecepatan angin pada


pengamatan ke 1, … n.
n : jumlah pengamatan angin termasuk angin
tenang
 Angin paduan (resultant wind).
 Angin adalah gerak udara horisontal, jadi dalam
koordinat Kartesian (x, y), dimana x arah zonal :
barat–timur dan y arah meridional : selatan–utara.
Karena angin bertiup dalam 8 penjuru, maka
kecepatan angin paduan dihitung dengan
komponen zonal vx dan komponen meridional vy.
 Kecepatan angin paduan arah barat – timur :

Vx 
 W   E  0,707  SW   NW  0,707  SE   NE
n
 Kecepatan angin paduan arah selatan – utara :

Vy 
 S   N  0,707  SW  SE   0,707  NE   NW
n
 Kecepatan angin paduan : y
V  Vx2  Vy2
j Vy V
 Catatan :
   X
V  i vx  jvy
i Vx
 N,  E,  S,  W, ... : jumlah kecepatan angin
utara, timur, selatan, … dst
 Persistensi Angin
adalah perbandingan kecepatan angin paduan
dengan angin rata-rata :
P=V/V
 Persistensi Angin P = 1, artinya angin bertiup
dalam arah sama. P = 0, angin bertiup dengan
kemungkinan sama dari semua penjuru atau
angin bertiup separo waktu dari satu arah dan
separo waktu lagi dari arah berlawanan.
 Angin Utama (Prevailing Wind)
adalah angin yang mempunyai frekuensi arah
terbanyak dalam distribusi frekuensi angin yang
digambarkan dengan mawar angin (wind rose)

Gambar 12. Mawar angin, BMG, Juni 1993, jam 9 WIB.


 Geser Angin (Wind Shear)
Karena angin adalah gerak udara horisontal, maka
yang dimaksud geser angin terhadap ketinggian
atau geser angin vertikal yaitu perubahan
kecepatan angin terhadap ketinggian (dV/dz)
 Kecepatan angin makin
keatas makin besar dan Z
mendekati angin gradien
karena menjauhi gesekan
permukaan. z3 V3
 Geser angin dinyatakan
dengan profil angin z2 V2
vertikal, misalnya profil z1 V1
angin hukum pangkat, V
profil angin logaritmik,
dll.
 Profil angin bentuk pangkat, secara praktis dinyatakan :
n
Z
Uz  U10  
dimana :  10 
Uz : kecepatan angin pada tinggi z.
U10 : kecepatan angin pada tinggi referensi 10 m.
n : parameter, bergantung stabilitas atmosfer
n = 0,2 untuk tujuan praktis.

 Profil angin logaritmik berlaku untuk kondisi atmosfer


netral
U* Z
U  n , berlaku Z  Z0
k Z0
dimana :
k = 0,4 : konstanta von Karman
Z0 : parameter kekasaran
U* :  / : kecepatan gesekan
 : tegangan geser permukaan ~ 1 – 10 dyne/cm3.
 : densitas atmosfer lingkungan
 Angin Gradien
 Angin gradien (geostrofik) adalah angin tanpa
gesekan, biasanya pada ketinggian 1500 m
dimana gesekan permukaan dapat diabaikan.
 Ketinggian angin gradien bergantung pada
parameter kekasaran.

Gambar 13. Profil vertikal angin di atas kota, desa dan


pantai. Sumber : Davenport (1965).
 Angin sekitar Bangunan
 Angin memisahkan untuk membentuk rongga
(cavity) dibelakang gedung. Angin balik terjadi
di dalam rongga (ruang) sehingga sumber-
sumber angin dibawa keatas.
 Polusi yang mencapai rongga ini cenderung akan
tetap (tidak bergerak) karena terjadi percampuran
sangat lemah antara rongga dan arus utama.

Gambar 14. Arus utama disekitar bangunan. Adanya


gertakan bangunan pada tanah terbuka
akan merubah arah angin. Sumber
Perkins, 1974.
 Pengaruh Bangunan pada Polusi
a) Jika cerobong tinggi maka pada rongga (cavity) bersih
polutan tetapi kepulan masuk dalam jalur olakan (wake).
Difusi kebawah meningkat oleh percampuran yang terjadi
dalam olakan turbulen.
b) Dalam kasus ini kepulan masuk kedalam rongga dari
depan sehingga terjadi konsentrasi tinggi pada sisi
belakang gedung. Studi empirik menunjukkan bahwa
cerobong asap yang terletak pada atau dekat gedung,
maka Hs > 2,5 Hb dimana Hs : tinggi cerobong (stack)
dan Hb : tinggi bangunan (Stern, 1968).

Gambar 15. Efek pemisahan pada dispersi kepulan asap. (a) tinggi
cerobong lebih tinggi, (b) hampir sama dari pada
gedung. Sumber : Perkins, 1974
Gambar 16a. Peta mawar angin di Indonesia bulan Januari.
Gambar 16b. Peta mawar angin di Indonesia bulan Juli (The
Asean Climatic Atlas, 1982).
Gambar 17. Angin laut di Laut Jawa (Braak, 1921).

Gambar 18. Hubungan beda temperatur darat – laut dengan


kecepatan angin laut.
• Daftar Pustaka
Perkins H. C., 1974. Air Pollution. Mc. Graw – Hill Book
Company, New York.
Plate E. J., 1982. Engineering meteorology, Elsevier Publishing
Company, Amsterdam.
Sadoki W., 1994. Studi angin sebagai sumber energi alternatif di
Indonesia. Tugas Akhir, GM – ITB, Bandung.
Ponofsky, H. A., 1968. Some Applications of Statistics to
Meteorology, University Park, Pennsylvania.
Bayong Tjasyono HK., 1991. Meteorological aspect of air
pollution in the Jabotabek Area, Report of LLAJR air
pollution, ITB, Bandung.
Forsdyke, A. G., 1970. Meteorological factors in air pollution,
WMO, No. 274. Geneva.
Bayong Tjasyono HK., 2004. Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung.
Bayong Tjasyono HK., 2006. Meteorologi Indonesia I :
Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer, Penerbit BMG,
Jakarta.
Bayong Tjasyono HK., dan Sri Woro H., 2006. Meteorologi
Indonesia II : Awan dan Hujan Monsoon, Penerbit
BMG, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai