Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ARTRITIS REUMATUID

DI SUSUN OLEH :

ARSITA MURHANI KADIR C1814201058


CELSY ELVIRA C1814201059
DEVA LOLO PAYUNG C1814201062
DEWI ALFINA C1814201063
FEBE MEISKE C1814201067

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STELLA MARIS MAKASSAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan askep ini. Di dalam askep yang berjudul “REUMATIUD
ARTHRITIS”

Dalam penyusunan askep ini tak luput dari kesalahan, untuk itu kami mohon maaf atas
kesalahan dalam penyusunan askep ini. Dan demi menghasilkan askep yang lebih baik, kami
mengharapakan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga askep ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Makassar, 7 0ctober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar.....................................................................................................................

Daftar isi..............................................................................................................................

BAB I Pendahuluan.............................................................................................................

A. Rumusan masalah....................................................................................................
B. Tujuan......................................................................................................................

BAB II Pembahasan............................................................................................................

1. Konsep Dasar Medik...............................................................................................


A. Definisi .......................................................................................................
B. Anatomi Fisiologi........................................................................................
C. Etiologi .......................................................................................................
D. Klasifikasi ...................................................................................................
E. Patofisiologi.................................................................................................
F. Manifestasi...................................................................................................
G. Pemeriksaan diagnostic...............................................................................
H. Penatalaksanaan...........................................................................................
I. Komplikasi...................................................................................................
J. Discharge planning......................................................................................
K. Pathway ......................................................................................................
2. Konsep Dasar Keperawatan....................................................................................
A. Pengkajian ..................................................................................................
B. Analisa data.................................................................................................
C. Diagnosa......................................................................................................
D. Intervensi.....................................................................................................

BAB III Penutup..................................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua
organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal
dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan
gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin
meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan
otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna
mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan
baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya
kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan
merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang
menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan
adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat
terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama
pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga
tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. Reumatik dapat
terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum
usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan meningkatnya umur

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian artritis reumatoid?

2. Apa etiologi artritis reumatoid?

3. Apa tanda dan gejala artritis reumatoid?

4. Apa patofisiologi artritis reumatoid?

5. Apa komplikasi artritis reumatoid ?

6. Apa pemeriksaan penunjangartritis reumatoid?

7. Apa penatalaksanaan/pengobatan artritis reumatoid?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari artritis rheumatoid

2. Untuk mengetahui patofisiologi artritis rheumatoid

3. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari artritis reumatoid

4. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dariartritis


BAB II PEMBAHASAN

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan
ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan
ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif.
Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia,2014).
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti
peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis
adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada
bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak mengenai penduduk
pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering
menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang
baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai
pengobatan yang adekuat (Febriana,2015)..

B. Anatomi & Fisiologi


1. Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic
hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis”menjadi tulang. Proses ini dilakukan
oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”.Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam enam
kelompok berdasarkan bentuknya : (Arif Muttaqin, 2008).

a) Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus. Daerah
batas disebut diafisi dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafasis.
Di daerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena daerah ini
merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan tau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan
kelainan pertumbuhan tulang.
b) Tulang pendek (short bone) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat, misalnya tulang-tulang karpal.
c) Tulang sutura (sutural bone) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar
adalah tulang concellous, misalnya tulang tengkorak.
d) Tulang tidak beraturan (irreguler bone) sama seperti dengan tulang pendek misalnya
tulang vertebrata

e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella.
f) Tulang pipih (flat bone), misalnya parietal, iga, skapula dan pelvis.

2. Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut : (Arif Muttaqin, 2008)


a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor. Komponen utama jaringan tulang
adalah mineral dan jaringan.Organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks organik disebut juga osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen
tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organ laen yang juga menyusun
tulang berupa proteoglikan (ArifMuttaqin, 2008).

C. Etiologi

Faktor genetik, lingkungan, hormon, imunologi, dan faktor-faktor infeksi mungkin


memainkan peran penting. Sementara itu, faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya
hidup, dapat mempengaruhi proresivitas penyakit.

a. Genetik : Sekitar 60% dari pasien dengan rheumatoid arthritis membawa epitop
bersama dari cluster HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs peningkatan peptida-
molekul HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan rheumatoid arthritis.

b. Lingkungan : untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti organisme


Mycoplasma, Epstein-Barr dan virus rubella menjadi predisposisi peningkatan
rheumatoid arthritis.

c. Hormonal : hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan jumlah


perempuan yang tidak proporsional dengan rheumatoid arthritis, ameliorasi selama
kehamilan, kambuh dengan periode postpartum dini, dan insiden berkurang pada wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral.

d. Immunologi : Semua elemen immunologi utama memainkan peran penting dalam


propagasi inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun rheumatoid arthritis. Pristiwa
seluler dan sitokin yang mengakiatkan konsekuensi patologis kompleks, seperti
ploriferasi sinovia dan kerusakan sendi berikutnya.

D. Patofisiologis

Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun yang
dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan
psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering faktor cuaca
yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus.
Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan reaksi imunitas
selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal, mungkin infeksi virus. Terjadi pembentukan
faktor rematoid, suatu antibodi terhadap antibody abnormal, sehingga terjadi reaksi imun komplek
(autoimun).
autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan teorinya masih berkembang
terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi,
autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator
keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling terkait dan pada akhirmya menyebabkan
keradangan pada sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin
merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas
sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-
1, yang terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim
seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim
penghancur jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs) (Putra dkk,2013).

Gambar 1. Peranan Imun Adaptif dan Innate dalam Patogenesis RA

Proses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari pemeriksaan
laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam darah. RF adalah
antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi terhadap antibodi
dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar, kemungkinan virus atau bakteri. RF didapatkan pada
75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan sebagai seropositive. Anti-CCP didapatkan pada
hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya yang tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium
awal penyakit. Pada saat ini RF dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik penting RA dan
mencerminkan progresifitas penyakit (Putra dkk,2013).
Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA. Hal ini
terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang
merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran sinovial, jaringan
yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui pembentukan antibodi,
mengikat patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi
dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran sinovial. Kejadian tersebut menyebabkan
terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi,
mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui
enzim yang dibentuk oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses
lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah
pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung,
osteoporosis serta mampu mempengaruhi hypothalamic-pituitary- adrenalaxis, sehingga
menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012).
Gambar 2. Patofisiologi Rheumatoid Arthritis

Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di bawah sinovium,
poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan pembuluh darah oleh sel radang
dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas, secara makros akan terlihat sinovium sangat
edema dan menonjol ke ruang sendi dengan pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia
dan hipertropi sel sinovia dan terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh
darah fokal atau segmental berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan
pendarahan perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan,
ligamen, tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang
mengandung zat penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya Pannus
(Putra dkk,2013).

D. Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan. Sering pada
keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum,
keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
a) Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun, peningkatan
panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
b) Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan, lutut dan kaki
(sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula,
panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa
kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
c) Kelainan diluar sendi
d) Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
e) Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada autopsi RA
didapatkan kelainan perikard
f) Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi berupa keluhan
kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
g) Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati, anemia,
trombositopeni,dan,,neutropenia.

E. Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium
b) Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) meningkat
c) Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif tidak
menyingkirkan diagnosis
d) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam diagnosis dini dan
penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun hubungan antara anti CCP
terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
e) Radiologis

Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta
articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.

F. Penatalaksanaan

Pencegahan

Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menekan faktor risiko:
1. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengurangi risiko peradangan oleh
RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang menggunakan 1.314 wanita penderita RA
didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin berjemur di bawah sinar UV-B.
2. Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi. Gerakan-gerakan yang dapat
dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke belakang pantat, ataupun gerakan untuk
melatih otot lainnya. Bila mungkin, aerobik juga dapat dilakukan atau senam taichi.
3. Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat untuk menyangga
tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan olahraga dapat mengurang risiko
terjadinya radang pada sendi.
4. Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, jeruk, bayam, buncis,
sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C, D, E juga sebagai antioksidan yang
mampu mencegah inflamasi akibat radikal bebas.
5. Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada sendi juga terdiri dari
air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup dapat
memaksimalkan sisem bantalan sendi yang melumasi antar sendi, sehingga gesekan bisa
terhindarkan. Konsumsi air yang disrankan adalah 8 gelas setiap hari. (Candra, 2013)
6. Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa merokok merupakan faktor
risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan RA yang bisa dilakukan masyarakat
ialah tidak menjadi perokok akif maupun pasif. (Febriana, 2015).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan pembedahan bila


diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan
inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan
lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).
1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)

Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang dapat
diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya.
Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)

Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat,
sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal
maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3. Kortikosteroid

Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi
untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul setelah
4-16 minggu.
4. Rehabilitasi

Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat dengan
mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan
sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi.
5. Pembedahan

Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka dapat
dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total
hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014).

G. Komplikasi

Secara umum, rheumatoid arthritis progresif dan tidak bisa disembuhkan. Dalam beberapa waktu
penyakit ini secara bertahap menjadi kurang agresif. Namun, jika tulang dan ligamen mengalami
kehancuran dan perubahan bentuk apapun dapat menimbulkan efek yang permanen.Deformitas dan
rasa nyeri pada kegiatan sehari-hari akan menjadi sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan.

Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemis yang dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh
selain sendi, seperti berikut ini:

1) Neuropati perifer memengaruhi saraf yang paling sering terjadi ditangan dan kaki. Hal ini dapat
mengakibatkan kesemutan, mati rasa, atau rasa terbakar.

2) Skleritis adalah suatu peradangan pada peembuluh darah di mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan kornea, skleromalasia dan dalam kasus yang parah skleritis nodular atau perforasi.

3) Infeksi. Pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki resiko lebih tinggi untuk infeksi. Obat-obat
imunosupresif perlu dipertimbangkan.

4) Osteoporosis. Osteoporosis adalah lebih umum terjadi pada wanita post menopause dengan
rheumatoid arthritis, terutama pada area pinggul. Risiko osteoporosis juga tampaknya lebih tinggi
pada laki-laki riwayat rheumatoid arthritis yang berusia lebih dari 60 tahun.

5) Penyakit paru. Satu studi kecil yang menemukan prevalensi yang sangat tinggi terjadinya
penyakit paru-paru (radang paru-paru dan fibrosis) pada pasien yang baru didiagnosis rheumatoid
arthritis. Namun, hubungan antara riwayat merokok dan risiko rheumatoid arthritis masih perlu
diteliti. Bagaimanapun merokok dapat memperburuk kondisi penyakit.

6) Sindrom Sjogren. Sicca keratokonjungtivis adalah kondisi umum dari rheumatoid arthritis. Selain
itu, pembesaran kelenjar ludah juga berkurang pada umumnya.

H. Discharge Planning

1. Hindari mengonsumsi alkohol

2. Makan makanan yang bergizi dan seimbang (makanan berserat tinggi seperti sayur dan
buah-buahan

3. Perbanyak asupan cairan(minum minimal 8 gelas perhari)

4. Menjaga berat badan yang ideal

5. Hindari konsumsi daging/susu

6. Hindari makanan berminyak


KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Status Pasien
Nama inisial : Tn. L
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : menikah
Agama : Islam
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : bahasa Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : kuli bangunan
Alamat rumah : Antang
2) Penanggung jawab
Nama : Ny. G
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat rumah : Antang
Hubungan dengan pasien : istri
b. Keluhan utama
Nyeri pada sendi, kaku jika digerakkan, mudah lelah dan terdapat tenosynovitis
Pengkajian nyeri :
a) P: nyeri dirasakan terutama pada pagi hari dan saat nyeri kadang ada bunyi “krek”
b) Q: nyeri terasa ngilu
c) R: nyeri dirasakan pada sendi, lututnya sering sakit, nyeri juga dirasakan pada
punggung
d) S: nyeri dirasakan pada skala 7, wajah pasien tampak meringis
e) T: nyeri menetap saat digerakkan terutama pagi hari dan berkurang saat istirahat
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada sendi terutama pada pagi hari, kaku jika digerakkan dan
berkurang jika istirahat, mudah lelah dan terdapat tenosynovitis, pasien juga
mengatakan lututnya sering sakit kadang ada bunyi “krek”
d. Riwayat penyakit terdahulu:
Tidak ada
e. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada
f. Riwayat psikososial
Pasien merupakan kepala rumah tangga dengan 1 istri dan 2 anak, pasien bekerja
sebagai kuli bangunan
g. Pengkajian 11 pola gordon secara umum
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Sering mengkonsumsi makanan berlemak, tinggi purin, tinggi protein dan jarang
berolahraga. Pasien sering mengalami nyeri sendi setalah beraktifitas, dan terkadang
nyeri muncul tiba – tiba bila tidak melakukan aktifitas. Sering merasa kaku pada
kaki dan tangan dan terkadang sulit digerakkan. Tampak sulit menggerakkan kaki
dan tangan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Makan dan minum : pada umumnya pasien reumatoid arthritis diberikan diet rendah
purin dan protein.
c. Pola eliminasi
Kaji frekuensi, jumlah, warna, dan bau untuk BAB dan BAK
d. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien reumatoid arthritis mengalami keterbatasan gerak dalam melakukan
aktifitas, kontraktur atau kelainan pada sendi.
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien dengan reumatoid arthritis jarang mengalami kesulitan tidur. Tetapi
sering merasakan nyeri ketika bangun tidur dipagi hari
f. Pola persepsi kognitif
Biasanya pasien RA kurang percaya diri dengan kondisi fisik yang dialami sebagai
akibat proses penyakit. Kurang mengetahui tentang penyakit yang diderita.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa kurang percaya diri dengan kondisinya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Biasanya pasien RA mengalamai hambatan dalam peran dan hubungan dengan
sesama karena lebih banyak beristirahat dan menghindar akibat penyakit yang
dialami. Biasanya pasien dan keluarga kurang mendapatkan informasi mengenai
penyakit.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Biasanya pasien mengalami penurunan seksual akibat penyakit yang dialami
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Biasanya pasien mengalami ketakutan dan cemas akan proses penyakit yang dialami
k. Pola sistem nilai kepercayaan
Biasanya karena penyaakit yang dialami pasien sedikit terganggu dengan ibadahnya
karena nyeri yang dirasakan.
h. Pengkajian 11 pola gordon kasus
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
pasien mengatakan sangat peduli dengan kesehatannya namun dia tidak tahu
tentang penyakitnya
b. Pola nutrisi dan metabolik
DS: pasien mengatakan makan 3x sehari, pasien juga pernah minum alkohol
DO: pasien tampak menghabiskan makanannya
c. Pola eliminasi
DS: pasien mengatakan BAB dan BAK normal
DO : tidak ada tanda-tanda kandung kemih penuh dan perut kembung
d. Pola aktivitas dan latihan
DS : pasien mengatakan sering susah bergerak karena nyeri yang dirasakan pada
sendi dan lututnya
DS: tampak pasien memegang lututnya dan dibantu oleh keluarga saat beraktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
DS : klien mengatakan dia tidur 8 jam saat malam hari
DO : tampak pasien nyenyak saat tidur
f. Pola persepsi kognitif
DS : pasien mengatakan kurang tahu dengan penyakitnya
DO : TTV: TD: 140/90 mmHg, S: 38oC, R: 24x/menit, N:100x/menit
g. Pola persepsi dan konsep diri
DS : pasien mengatakan bahwa ia adalah tulang punggung keluarga, tapi saat ini
dia merasa sedih tidak bisa bekerja karena sakit yang diderita
DO : tampak pasien murung
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
DS: pasien mengatakan kurang berinteraksi dengan tetangga sekitar karena
penyakitnya
DO: -
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Tidak dikaji
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DS : pasien mengatakan bahwa keluarganya selalu mendukungnya
DO : tampak keluarga pasien berada disamping pasien
k. Pola sistem nilai kepercayaan
DS : pasien mengatakan sering terganggu saat ibadah karena nyeri yang dirasakan
DO: -

2. Analisa data
Data Etiologi Masalah

DS : pasien mengatakan Agen cedera fisiologis Nyeri akut


nyeri pada sendi dan lutut
DO :
- Nyeri pada skala 7
- Tampak meringis

DS : klien mengatakan Kerusakan integritas Gangguan mobilitas


sendinya terasa kaku, dan struktur tulang dan sendi fisik
mudah lelah
DO :
- Tampak tenosinovitis
- WBC 15.000 mcl
DS : Penyakit Hipertermi
Klien mengatakan mudah
lelah
DO :
TTV: TD: 140/90 mmhg, S:
0
38 C, R: 24x/menit, HR:
100x/menit

3. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisiologis
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang dan sendi
3. Hiperteemi b/d penyakit

4. Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI


1 Nyeri akut b/d Tingkat nyeri: (L.08066) Manajemen Nyeri: (1.08238)
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
agen cedera fisik
keperawatan 3x 24 jam diharapkan - identifikasi lokasi,
nyeri dapat teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas dan
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri.
2. Meringis berkurang - Identifikasi skala nyeri
3. Kesulitan tidur - Identifikasi nyeri non
verbal
Terapeutik :
- berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
( mis. aromaterapi,
kompres hangat/dingin)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi :
- jelaskan mengenai
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan mennguanakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
2. Gangguan Mobilitas fisik: (L.05042) Dukungan mobilisasi (l.05273)
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
mobilitas fisik b/d
keperawatan 3x 24 jam diharapkan - Identifikasi adanya nyeri
kerusakan
pasien menunjukkan tingkat mobilitas atau keluhan lainnya
integritas struktur optimal dengan kriteria hasil : - Identifikasi toleransi fisik
1. Pergerakan ekstermitas melakukan pergerakan
tulang dan sendi
2. Rentang gerak ROM - Monitor frekuensi
3. Kekuatan otot jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
mobilisasi
Terapeutik :
- Fasilitasi mobilitas
dengan alat bantu (pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
bantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis. duduk
ditempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi.
3. Hipertermi b/d Termogulasi: (L.14134) Manajemen hipertermia
Setelah dilakukan tindakan (l.15506)
penyakit
keperawatan 3x 24 jam diharapkan Observasi:
mengenai gangguan citra tubuh pasien - Monitor suhu tubuh
dapat teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor kadar elektrolit
1. Menggigil cukup - Monitor keluaran urin
2. Suhu tubuh cukup menurun
Terapeutik
3. Suhu kulit membaik
- Berikan cairan oral
- Sediakan lingkungan
yang dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
Edukasi
- Anjurkan tirabaring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses
patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang
dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik.Baisanya gejala timbul
perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan
kaku sendi. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian,
namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang
menetap. Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat
mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.Tujuan utama dari program terapi
adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
dan/ataumemeperbaikideformaitas.

B. SARAN
Diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini dengan meneliti hubungan managemen
nyeri dengan penurunan intensitas nyeri rheumatoid arthritis, untuk mendalami dan
mengembangkan penelitian asuhan keperawatan rheumatoid arthritis dengan nyeri kronis.
diharapkan untuk teratur dalam mengkonsumsi obat sesuai dengan dosis dan anjuran agar nyeri
tidak timbul kembali
DAFTAR PUSTAKA

Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle


Billateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Nainggolan,Olwin. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia.


Maj Kedokt Indon, vol.59, no.12, pp.588-594

Pradana,S.Y. (2012). Sensitifitas Dan Spesifisitas Kriteria ACR 1987 dan ACR/EULAR
2010 pada Penderita Artritis Reumatoid di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro

Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan


Artritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN

Anda mungkin juga menyukai