3 Tanaman Porang
Tanaman porang adalah salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang banyak ditemukan
di hutan hutan Indonesia. Tanaman Porang merupakan tumbuhan herba dan "menahun".
Memiliki batang semu (sebenarnya tangkai daun) yang tegak, berkulit halus, berwarna hijau
pucat dan putih yang belang-belang dan berkelok-kelok. Di ujung batang memecah menjadi tiga
batang sekunder yang akan memecah lagi menjadi beberapa batang dimana helaian daun
berjajar beriringan. Pada setiap pertemuan batang terdapat bubil/katak berwarna coklat
kehitaman sebagai bahan perkembangbiakan tanaman. Di akhir musim hujan, batangnya akan
rebah dan mati, selanjutnya umbi porang akan istirahat (dorman) tidak mengadakan aktivitas
pertumbuhan sepanjang musim kemarau. Tanaman porang dapat tumbuh dengan optimal
dibawah tegakan pohon yang dapat menaungi dari sinar matahari secara langsung. Tanaman
Porang yang telah berumur di atas tiga tahun, akan muncul bunga yang disangga tangkai
bunga tunggal yang keluar tepat di pusat umbi. Tangkai bunga akan menjulur ke permukaan
tanah, panjangnya bisa mencapai 0,5 m s.d. 1,5 m. Permukaan tangkai bunga berwarna hijau
segar dan berbau tidak enak. Tongkol bunga terdiri dari tiga bagian. Bagian paling atas
merupakan bunga mandul, bagian tengah bunga jantan dan paling bawah merupakan bunga
betina. Tinggi tanaman dapat mancapai 1,5 m tergantung pada tingkat kesuburan tanah. Dari
bunga ini akan menghasil biji - biji yang dapat digunakan sebagai benih. Porang merupakan
salah satu sumber glukomanan yang banyak digunakan dalam industri makanan, obat,
minuman, kosmetik, perekat/lem dan lain-lain.
Umbi porang memiliki peluang yang sangat besar karena tiap tahun permintaan umbi
porang untuk ekspor maupun dalam negeri semakin meningkat. Tercatat ekspor porang
nasional hingga Oktober 2019 sebanyak 11,3 ribu ton dengan nilai ekonomi Rp226,4 milyar
dibanding tahun 2018, 11 ribu ton dengan nilai Rp220 milyar[ CITATION Bad19 \l 1033 ].
Umbi porang yang diekspor sebagian besar dalam bentuk chips kering. Daerah tujuan ekspor
seperti Jepang, China, Australia, Srilanka, Malaysia, Korea, Selandia Baru, Pakistan, Inggris
dan Italia. Shirataki dan konnyaku merupakan makanan asal Jepang yang bahan dasarnya
glukomanan pada umbi porang.
Menurut Santosa (2014), Indonesia mengekspor chips porang ke luar negeri
dengan jumlah sekitar 300 ton/tahun atau setara dengan US$ 0,3 juta/tahun, namun
industri di Indonesia mengimpor tepung glukomannan dari luar negeri dengan jumlah
rata-rata 20 ton/tahun atau setara dengan US$ 3 juta/tahun. Impor tepung glukomannan
dilakukan karena hamper tidak ada pabrik pengolahan ekstak glukomanan dari porang,
sehingga harus mengimpor tepung glukomannan untuk industri dalam negeri.
Klasifikasi
Divicio : Spermatophyta
Klas : Monocotyledonae
Ordo : Areaceales
Family Areaceae
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus muelleri B [ CITATION Nas15 \l
1033 ].
Di Indonesia, tanaman porang haya memiliki satu varietas unggul, yang dinamakan
dengan madiun 1 yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas serta dapat mendukung
program strategis Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan petani lokal. Ciri-ciri varietas Madiun 1 ini adalah daunnya halus bergelombang,
bentuk selundang bunga terompet serta bentuk bunga tombak. Namun, kedepannya
diharapkan juga adanya pelepasan varietas unggul tanaman porang lainnya agar dapat lebih
memaksimalkan potensi tersebut.
Syarat Tumbuh
Tanaman porang sebelum dibudidayakan petani, tumbuh liar di hutan di bawah tegakan
pohon.namun secara spesifik tanaman porang tumbuh optimal dengan persyaratan berikut :
1. Tinggi Tempat
Tanaman porang merupakan tanaman asli daerah tropis, yang tumbuh di bawah
tegakan dengan kelembaban yang cukup dengan suhu sekitar 25ºC-35ºC dan curah hujun
antara 1.000-1.500 mm. Tempat tumbuh yang optimal yaitu tempat dengan ketinggian 100-
600m dpl, dengan intensitas cahaya yang dibutuhkan antara 60% hingga 70%. Kondisi
tanah yang diperlukan agar porang dapat tumbuh dengan baik adalah tanah dengan tekstur
lempung berpasir dan bersih dari alang-alang dengan pH netral (6 - 7) [CITATION
Tim12 \l 1033 ].
2. Tekstur Tanah
Sebagaimana tanaman ubi-ubian yang lain, porang akan tumbuh dan menghasilkan ubi
yang baik pada tanah bertekstur ringan hingga sedang, gembur, subur, dan kandungan
bahan organiknya cukup tinggi karena tanaman porang menghendaki tanah dengan aerasi
udara yang baik, namun masih toleran terhadap genangan, apabila genangan tidak dalam
waktu yang lama [ CITATION Erm96 \l 1033 ].
3. Naungan
Pada kondisi naungan 75% biomass ubi didapatkan terbesar daripada naungan 0%, hal ini
disebabkan pada penyinaran penuh terjadi nekrosis dan daun menggulung sehingga
menurunkan hasil ubi hingga 25% [ CITATION San06 \l 1033 ].
Perkembangbiakan
Perkembangbiakan tanaman porang ada 2 cara yaitu vegetatif dan generatif.
Perkembangbiakan secara vegetatif tanaman porang dengan menghasilkan bulbil/katak yang
berada pada pangkal batang. Perkembangbiakan secara generatif tanaman porang dengan biji,
umumnya porang menghasilkan bunga sekaligus biji pada umur 3-4 tahun [ CITATION San06
\l 1033 ].
Pertumbuhan
Pertumbuhan tanaman porang terfokus saat musim penghujan, ketika musim kemarau
tanaman akan mengalami dormansi ditandai dengan batang dan daun mengering sehingga
tersisa umbi di dalam tanah. Umbi di dalam tanah ketika memasuki masa penghujan berikutnya
akan tumbuh tunas sehingga memasuki petumbuhan vegetatif kedua. Pada umur 3-4 tahun
tanaman porang telah siap memasuki petumbuhan generative. Pertumbuhan umbi sudah cukup
besar (2-3kg) muncul bunga tanpa ada daun yang selanjutnya menghasilkan biji yang dapat
digunakan sebagai bahan tanam [ CITATION Tim12 \l 1033 ].
Teknologi Budidaya
Dari aspek budidayanya, untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal, perlu
mengetahui tahap tahap budidaya porang.
1. Pengolahan tanah/persiapan lahan
Sebagaimana tanaman ubi-ubian lain yang hasil ubinya berada di dalam tanah, maka
porang menghendaki tanah yang gembur dan subur maka perlu dilakukan penggemburan
tanah. Kegiatan penyiapan lahan :
1. Pada lahan datar Setelah lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat
guludan selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan. Jarak
antara guludan adalah 50 cm.
2. Pada lahan miring Lahan dibersihkan tidak perlu diolah. Lalu dibuat lubang tempat
ruang tumbuh bibit yang dilaksanakan pada saat penanaman.
Dalam prakteknya tanaman porang ditanam di bawah naungan untuk mencegah
nekrosis dan tepi daun menggulung.
2. Bibit
Perbanyakan bibit yang pertama adalah dengan menggunakan bibit berupa ubi batang
atau potongan ubi Perbanyakan dengan menggunakan bibit berupa ubi batang atau potongan
ubi yang mempunyai titik tumbuh (apikal meristem) merupakan cara yang paling lazim
dilakukan. Ukuran ubi atau potongan ubi yang dijadikan bibit berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman. Makin besar potongan ubi yang digunakan sebagai bibit, akan
meningkatkan tinggi tanaman (batang semu) dan hasil ubi. Meningkatnya ukuran bibit dari
sekitar 250 g menjadi 1 kg akan meningkatkan rata-rata berat ubi dari 0,75 kg/ tanaman
menjadi 1,74 kg/tanaman, dan hasil ubi dari 21,6 menjadi 77,34 t/ha [ CITATION Das95 \l
1033 ]. Potongan ubi yang akan digunakan untuk bibit paling baik adalah umbi bagian atas.
Menurut [ CITATION Mon04 \l 1033 ], persentase perkecambahan bibit yang tinggi (98%)
apabila bibit diperoleh dari separo potongan ubi bagian atas, sementara dari separo bagian
bawah ubi, akan menghasilkan perkecambahan yang lebih rendah. Bagian dasar dari ubi
umumnya kurang bagus digunakan sebagai bibit.
Bibit dari potongan ubi aka lebih cepat muncul tunas bila di beri bahan kimia dan diberi
perlakuan pengasapan. [ CITATION Kum98 \l 1033 ] melaporkan perlakuan potongan ubi
dengan bahan kimia seperti thiourea (200 ppm), potassium nitrat (1000 ppm), kinetin (5 ppm),
cukup efektif meningkatkan perkecambahan ubi 24,3-92%, 17,8% dan 13,4%. Namun
perlakuan tersebut tidak nyata meningkatkan hasil ubi. [ CITATION Moh01 \l 1033 ], juga
melaporkan bahwa pengasapan umbi utuh selama 6 jam/hari selama enam minggu akan
meningkatkan perkecambahan bibit 58,4% dibanding tanpa diasap. Hasil serupa diperoleh
dengan memapar ubi bibit pada suhu 45 oC selama 6 jam/hari selama tiga minggu
meningkatkan perkecambahan bibit sebesar 83,3%. Disimpulkan juga bahwa perlakuan
pemanasan pada suhu 32 oC dan perlakuan perendaman dalam larutan thiourea selama 20-30
menit berpengaruh nyata terhadap pematahan dormansi bibit.
Gambar 3. Bibit dari potongan umbi
Selain ubi, porang juga dapat diperbanyak menggunakan ubi katak (bulbil). Bulbil dapat
ditanam langsung di lapang. Dalam kondisi liar di hutan tanaman porang berkembang biak
secara alami melalui bulbil yang jatuh terpencar. Menurut [ CITATION Sum11 \l 1033 ], bulbil
yang berukuran sedang (5 g) dan besar (10 g) sama baiknya bila digunakan sebagai bibit,
sedangkan bulbil berukuran kecil (1,5 g) dapat digunakan sebagai bibit jika telah mengalami
pemeliharaan khusus terlebih dulu.
Kandungan Nutrisi
Nutrisi paling penting dari porang adalah ekstak glukomanan dan pati. Menurut
[ CITATION Dya14 \l 1033 ] kadar glukomanan dalam umbi porang mencapai 43%. Referensi
lain menyatakan Kadar glukomannan dalam ubi sangat ditentukan umur tanaman pada saat
panen. Apabila tanaman dipanen pada satu periode tumbuh, kadar glukomannan dalam ubi
berkisar antara 35-39%. Kadar tersebut terus meningkat sejalan dengan umur panen yaitu 46-
48%, dan 47-55% masing-masing pada dua dan tiga periode tumbuh (Sumarwoto 2005).
Namun dimulai saat tanaman mulai berbunga hingga biji mulai masak, kadar glukomannan
menurun hingga 32-35%. Oleh karena itu panen ubi sebaiknya dilakukan sebelum tanaman
mulai berbunga. Sementara glukomannan merupakan polisakarida yang tersusun oleh unit D-
glukosa dan D-mannosa. Bentuk ikatan yang menyusun polimer mannan adalah â-1,4-glikosida
dan â-1,6-glikosida. Dalam satu molekul glukomannan terdapat 33% D-glukosa dan 67% D-
mannosa (1:1,6) dengan BM 200.000 hingga 2.000.000 Dalton, bergantung pada jenis umbi
porang, cara pengolahan dan lama penyimpanan [ CITATION Kei05 \l 1033 ] . Gugus asetil
terdapat pada setiap 6 hingga 19 gugus karbon pada posisi C-6 yang mempengaruhi kelarutan
glukomannan dalam air dan perilaku gelatinisasinya saat dipanaskan [ CITATION Cha09 \l
1033 ].
Kadar glukomanan dalam umbi porang juga tidak terlepas dari lingkungan tempat
tumbuh Menurut [CITATION Har20 \l 1033 ] meskipun tanaman porang dari daerah hutan
Bromo, Karanganyar, Jumantono, Saradan dan Nganjuk mempunyai bentuk habitus, daun,
batang, akar dan warna ubi yang sama, namun kandungan glukomannan dan pati ubi porang
berbeda. Kondisi lingkungan tanah (N total, K tertukar, C-organik, bahan organic, pH dan C/N
ratio, iklim mikro dan teknik budidaya berpengaruh terhadap kandungan glukomannan. Ubi
porang yang berasal dari Saradan diamati memiliki kandungan glukomannan dan pati tertinggi,
sedangkan yang terendah berasal dari hutan Bromo dan Karanganyar.
Kandungan Kristal kalsium oksalat dan alkaloid juga dapat ditemui sebagaimana
tanaman family Araceae lainnya. Dalam tanaman oksalat ditemukan dalam bentuk terlarut
(asam oksalat) dan yang tidak terlarut (kalsium oksalat). Asam oksalat merupakan senyawa
antigizi yang dapat mengikat kalsium sehingga berbahaya untuk fungsi saraf dan serat-serat
otot. Kalsium oksalat menyebabkan abrasi mekanik saluran peencernaan dan tubulus halus
ginjal[ CITATION Nas15 \l 1033 ]. Kristal kalsium oksalat (CaOx) dikelompokkan menjadi dua
yaitu berukuran besar (20-710 µm) dan kecil (1-15 µm). Kerapatan kristal kalsium oksalat pada
porang ( A. muelleri Blume) yang terpapar sinar matahari tiga kali lebih banyak dibandingkan
yang tidak terpapar. Daun memiliki jumlah kristal CaOx tertinggi per satuan luas, sedangkan
umbi terendah. Adanya naungan atau tidak, juga tidak berpengaruh terhadap kerapatan kristal
CaOx di bagian tepi atau tengah daun atau umbi [CITATION Cha11 \l 1033 ].
Pengolahan Porang
Pengolahan porang terutama dilakukan untuk mendapatkan komponen
glukomannannya. Produk porang yang biasa diolah dan dipasarkan dari umbi segar adalah
chips, tepung porang (konjac flour) dan tepung glukomannan (konjac glucomannan).
Pengolahan porang menjadi bentuk chips dan tepung bertujuan untuk menginaktivasi enzim
yang dapat menurunkan kadar glukomanan saat disimpan dalam umbi segar sekaligus lebih
ringkas dan praktis bila di olah lebih lanjut. Pengolahan menjadi chips umbi porang harus di
sortasi dahulu kemudian dikupas dan dicuci. Umbi selanjutnya di iris tipis dengan ketebalan 1
cm, lalu direndam dalam larutan garam 5% (b/b) dengan perbandingan 1 kg umbi dengan 3 liter
air selama 24 jam [CITATION Har08 \l 1033 ] untuk melarutkan kristal oksalat dan
menetralkan senyawa alkaloid (konisin) yang berasa pahit. Irirsan umbi di bilas dengan air
bersih ang kemudian dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari atau oven sampai kadar
air <12%.
Chips kering selanjutnya digiling menjadi tepung porang dengan kadar glukomanan
tinggi, kalsium oksalat rendah, dan berwarna cerah. Untuk memsiahkan dari komponen lain
yang terdapat pada tepung (pati, serat, kalsium oksalat, dan lain-lain), proses pemurnian
(purifikasi) dapat dilakukan dengan cara mekanis dan kimia. Tepung hasil pemurnian ini disebut
tepung glukomannan. Cara pemurnian mekanis, meliputi penggerusan/penggilingan dengan
peniupan dan penggerusan dengan pengayakan dan penyosohan [ CITATION Kos13 \l
1033 ]. Prinsip pemisahan dengan peniupan (hembusan) adalah berdasarkan bobot jenis dan
ukuran molekul glukomannan yang lebih besar serta tekstur lebih keras dibandingkan dengan
komponen tepung lainnya, sehingga akan jatuh dekat dengan pusat kipas (blower) dan mudah
untuk dipisahkan. Pemisahan dengan ayakan menyebabkan fraksi glukomannan yang memiliki
bobot lebih besar akan tinggal di bagian atas ayakan, sedangkan fraksi tepung yang halus akan
lolos. Demikian pula pada pemisahan dengan penyosohan yang dilengkapi dengan ayakan dan
alat penghisap yang berukuran 0,5-0,8 mm, dapat menghisap komponen tepung yang lebih
halus dan ringan bobotnya, sementara glukomannan yang bobotnya lebih besar akan terkumpul
tepat di bawah ayakan.
Selain cara mekanis, pemisahan glukomannan dapat dilakukan dengan cara kimia
meskipun relatif lebih rumit dan mahal [ CITATION Kos13 \l 1033 ] . Ekstraksi glukomannan
dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 95% dengan perbandingan 13 ml etanol
untuk setiap gram tepung porang yang dilarutkan. Larutan selanjutnya didiamkan sampai cairan
dan endapan tampak terpisah. Endapan kemudian disaring dengan menggunakan penyaring
vakum, dicuci dengan etanol lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu 40 oC selama satu hingga
dua hari sampai kadar air < 12% [CITATION Har08 \l 1033 ]. Dengan cara ini, diperoleh
rendemen glukomannan sekitar 80%.
Cara lain untuk pemurnian glukomannan adalah dengan melarutkan tepung porang di
dalam air, kemudian ditambahkan trichloroacetic acid (TCA) 5%. Senyawa non glukomannan
akan mengendap, lalu dipisahkan dengan sentrifugasi. Glukomannan yang larut di dalam
supernatan selanjutnya diendapkan dengan penambahan etanol 80%, lalu dikeringkan (suhu 40
oC selama 24 jam) dan digiling menjadi tepung glukomannan. [CITATION Nin12 \l 1033 ]
melaporkan bahwa semakin sedikit jumlah pelarut yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi
glukomannan yang diperoleh. Di samping itu, pemberian karbon aktif terhadap hasil ekstrak
glukomannan memberikan warna yang lebih jernih/cerah. Oleh karena itu, kondisi optimum
untuk ekstraksi glukomannan adalah menggunakan pelarut 300 ml pada suhu 35 oC dan
pemberian karbon aktif 1,25 g.
,
Produk olahan porang khususnya kandungan glukomanan juga dibtuhkan dalam dunia
kesehatan. Glukomannan mempunyai kemampuan menarik air, termasuk sisa asam empedu di
dalam usus besar dan mengeluarkannya melalui faeses sehingga merangsang hati untuk
menggunakan kolesterol sebagai bahan sintesa asam empedu baru (mengurangi deposit
kolesterol) [ CITATION Cha09 \l 1033 ]. Kemampuan menarik air tersebut juga dapat
mencegah sembelit dan kanker saluran pencernaan karena massa feeses cenderung menjadi
lembek dan sisa hasil pencernanan memiliki waktu transit lebih pendek di dalam usus besar
sehingga potensi inisiasi terbentuknya kanker dapat dicegah. Untuk mencegah sembelit,
pemberian 1,5 g tepung glukomannan (dalam bentuk suplemen) pada setiap waktu makan
merupakan dosis optimum yang dianjurkan [ CITATION Che08 \l 1033 ].
Seperti serat pangan lainnya, glukomannan juga bersifat prebiotik karena merupakan
media yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri di dalam usus besar. Menu makanan yang
disuplementasi dengan 5% (b/b) tepung glukomannan selama empat minggu terbukti
meningkatkan populasi Bifidobakteria dan menurunkan jumlah bakteri jahat C. perfringens dan
E. coli [ CITATION Che03 \l 1033 ]. Menurut [ CITATION Kei05 \l 1033 ], mekanisme
penurunan berat badan dengan konsumsi glukomannan berkaitan dengan kemampuannya
menyerap banyak air dan membentuk massa yang kental (gel) sehingga menunda
pengosongan lambung dan waktu transit makanan dari lambung ke dalam usus halus berjalan
lebih lambat. Kondisi ini memberi efek rasa kenyang karena perut masih terasa penuh.
Konsumsi glukomannan juga otomatis mengurangi jumlah energi yang dihasilkan per satuan
berat makanan yang dikonsumsi karena kandungan energinya cukup rendah, yakni 3 Kkal/g
[ CITATION Cha09 \l 1033 ].
Menurut [ CITATION Sum12 \l 1033 ] , tepung glukomannan banyak digunakan untuk
bahan baku berbagai industri. Glukomannan yang mempunyai sifat merekat, kedap air, dan
struktur kimia yang mirip sellulosa, menjadikan tepung glukomannan banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku lem/perekat kertas, pelapis kedap air, cat, pengisi tablet, zat pengental,
penjernih air, media tumbuh mikroorganisme, seluloid, isolasi listrik, negatif film, kosmetika dan
lain-lain.