Anda di halaman 1dari 6

TUGAS SEMINAR

Penerapan Konsep Healing Environment pada Pusat Rehabilitasi Kekerasan


pada Anak
Oleh:
Ranyati Alusia Branigan (1734190013)
Tomy Wilian (1734190016)
Nur Fadhilah Qolby (1834170001)
A. Pendahuluan
Kekerasan pada anak semakin meningkat setiap tahunnya. Sering sekali penyelesaian
masalah terhenti pada tahapan pengobatan fisik saja tanpa mempertimbangkan trauma
yang diterima anak. Untuk itu, dibutuhkan terapi penyembuhan dan kenyamanan, serta
keamanan yang sangat diperlukan untuk menunjang penyembuhan psikis anak. Maka dari
itu, dibutuhkan respon arsitektur guna penyembuhan psikis pada korban kekerasan anak.
Penerapan konsep pada desain pusat rehabilitasi yang dapat menampung semua kebutuhan
tersebut dengan baik. Desain yang sesuai adalah yang dapat meningkatkan secara maksimal
kemampuan korban agar kejadian yang sama tidak berulang dan mencegah tindakan
berbahaya yang dapat dilakukan korban akibat efek psikologis dari kekerasan tersebut.
Korban harus dapat menemukan kembali harapan hidupnya yang seakan hilang karena
tindak kekerasan tersebut.
Dari hal tersebut, didapati suatu lingkungan penyembuhan yang diharapkan dapat
memaksimalkan untuk kegiatan ruang dalam dan ruang luar. Pada pusat rehabiltasi anak,
dibuthkan ruang yang dapat mengikuti standar rehabilitasi dan untuk memaksimalkan ruang
luar dapat diterapkan suatu konsep healing environment yang dapat membantu suatu
proses penyembuhan psikologis, fisik dan emosional korban.

 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif dan kuantitatif. Metode
kualitatif dalam penelitian ini yaitu studi literatur mengenai teori-teori pendukung
penelitian dan wawancara mengenai kebutuhan rehabilitas korban kekerasan pada
anak. Sedangkan metode kuantitatif dalam penelitian ini adalah observasi elemen
arsitektur ruang rehabilitasi korban kekerasan anak yang terdiri dari warna, material,
ukuran ruang, tinggi ruang, kedalaman ruang, kategori ruang
(publik/semipublik/privat), dan antropometri ruang serta perabot yang ada.

B. Latar Belakang
Kekerasan terhadap anak di dalam kehidupan berumah tangga semakin meningkat
setiap tahunnya. Sering sekali penyelesain masalah terhenti pada tahapan pengobatan fisik
saja tanpa mempertimbangkan segi psikis anak selaku korban. Oleh karena itu, terjadi
perputaran dari korban terdahulu menjadi pelaku di masa depannya dikarenakan tidak
adanya penanganan psikis. Untuk itu diperlukan rehabilitasi untuk anak menyembuhkan
masalah psikis dampak kekerasan yang dialaminya. Selain memberikan terapi
penyembuhan, tingkat kenyamanan sangat diperlukan untuk menunjang penyembuhan
anak. Tingkat privasi anak juga mempengaruhi proses penyembuhan sang anak. Dengan
menerapkan suatu konsep arsitektur maka terciptalah suatu desain yang dapat membantu
memenuhi kebutuhan anak dalam proses penyembuhan. Dalam merehabilitasi, perlu
wadah yang tepat agar mampu mempercepat pemulihan pada korban kekerasan . Oleh
karena itu, kami memilih judul “ Penerapan konsep healing environment pada pusat
rehabilitasi kekerasan pada anak”. Karena mampu mendukung proses pemulihan baik fisik
maupun psikis seseorang dan desainnya tercipta agar suasana terasa aman, nyaman, dan
mendukung proses penyembuhan rehabilitasi.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan rehabilitasi korban kekerasan anak.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan konsep heal environment pada pusat rehabilitas korban
kekerasan anak?
2. Bagaimana fasilitas yang dapat mendukung penyembuhan rehabilitas korban
kekerasan anak?

E. Kajian Literatur
a. Kekerasan Anak

Kekerasan pada anak bukan hanya meliputi kekerasan fisik atau pelecehan seksual,
tapi bisa lebih dari itu. Tanpa disadari, perilaku penelantaran orangtua terhadap
anaknya juga termasuk salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. Berikut beragam
bentuk kekerasan pada anak:

1. Kekerasan emosional

Kekerasan pada anak tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga bisa dalam bentuk
lain, contohnya kekerasan yang menyerang mental anak. Bentuk kekerasan terhadap
anak yang menyerang mental bisa beranekaragam. Sebagai contoh kekerasan
emosional yakni meremehkan atau mempermalukan anak, berteriak di depan anak,
mengancam anak, dan mengatakan bahwa ia tidak baik. Jarang melakukan kontak
fisik seperti memeluk dan mencium anak juga termasuk contoh dari kekerasan
emosional pada anak. 

Tanda-tanda kekerasan emosional di diri anak meliputi:

 Kehilangan kepercayaan diri


 Terlihat depresi dan gelisah
 Sakit kepala atau sakit perut yang tiba-tiba
 Menarik diri dari aktivitas sosial, teman-teman, atau orangtua
 Perkembangan emosional terlambat
 Sering bolos sekolah dan penurunan prestasi, kehilangan semangat untuk sekolah
 Menghindari situasi tertentu
 Kehilangan ketrampilan

2. Penelantaran anak

Kewajiban dari kedua orangtua terhadap anak adalah memenuhi kebutuhannya,


termasuk memberikan kasih sayang, melindungi, dan merawat anak. Jika kedua
orangtua tidak bisa memenuhi kebutuhan anak, bisa dianggap orangtua telah
menelantarkan anak. Tindakan ini termasuk ke dalam salah satu jenis kekerasan
terhadap anak. Pasalnya, anak tentu masih membutuhkan perhatian, kasih sayang,
dan perlindungan orangtua. Orangtua yang tidak mampu atau tidak mau
memberikan segala kebutuhan anak berarti telah melakukan tindak kekerasan
terhadap anak.

Berikut tanda-tanda dari penelantaran anak:

 Anak merasa acuh tak acuh


 Memiliki kebersihan yang buruk
 Memiliki pertumbuhan tinggi atau berat badan yang buruk
 Kurangnya pakaian atau perlengkapan kebutuhan anak lainnya
 Prestasi yang buruk di sekolah
 Kurangnya perawatan medis atau perawatan emosional
 Kelainan emosional, mudah marah atau frustrasi
 Perasaan ketakutan atau gelisah
 Penurunan berat badan tanpa sebab jelas

3. Kekerasan fisik

Salah satu jenis kekerasan yang mungkin paling sering terjadi kepada anak dari
orangtua adalah kekerasan fisik. Terkadang, orangtua dengan sengaja melakukan
kekerasan fisik pada anak dengan maksud untuk mendisiplinkan anak. Namun, cara
untuk mendisiplinkan anak sebenarnya tidak harus selalu dengan menggunakan
kekerasan fisik, seperti anak sering dibentak yang menyakitkan hatinya. Ada banyak
cara lain yang lebih efektif dalam mendisiplinkan anak tanpa harus membuatnya
trauma atau meninggalkan luka pada tubuhnya. Tanda-tanda kekerasan fisik yang
dialami anak bisa terlihat dengan adanya cedera, lebam, maupun bekas luka di
tubuh.

4. Kekerasan seksual

Ternyata, trauma akibat pelecehan seksual tidak hanya dalam bentuk kontak tubuh.


Mengekspos anak pada situasi seksual atau materi yang melecehkan secara seksual,
walaupun tidak menyentuh anak, termasuk dalam kekerasan atau pelecehan seksual
pada anak. Sebagai contoh, orangtua yang mengejek bentuk pertumbuhan
payudara anak tidak sesuai dengan ukuran payudara anak seusianya, terlebih
dilakukan di depan orang lain. Hal ini sudah termasuk sebagai kekerasan seksual
terhadap anak. Sebagai orangtua, sebaiknya Anda justru ajari anak melindungi diri
dari kekerasan seksual di luar rumah.

Di sisi lain, mengenalkan anak dengan pornografi di usia yang belum seharusnya juga
termasuk dalam bentuk kekerasan seksual, dilansir dari Mayo Clinic. Tanda-tanda
kekerasan seksual yang dialami anak biasanya berupa punya penyakit menular
seksual, masalah pada organ intim, hamil, nyeri saat berjalan, dan lainnya. Dampak
dari kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut World Health Organization
(WHO) ada beberapa dampak yang mungkin terjadi terhadap anak jika mengalami
kekerasan.

Berikut dampak dari kekerasan pada anak:

1. Kekerasan pada anak berdampak kematian

Dampak kekerasan pada anak yang mungkin terjadi adalah kematian. Jika
orangtua melakukan kekerasan terhadap anak yang masih belum bisa membela
diri, bisa saja orangtua terlalu keras memukul atau menyakiti anak hingga anak
kehilangan nyawa. Tidak hanya itu, meskipun anak sudah memasuki usia remaja,
tetap saja dampak kekerasan pada anak yang satu ini masih bisa terjadi. Apalagi
jika orangtua tidak bisa mengontrol amarahnya, bukan tidak mungkin dapat
berakibat fatal bagi anak.

2. Luka atau cedera

Meski tidak menyebabkan kematian, dampak kekerasan terhadap anak yang satu
ini juga bukan dampak yang baik. Anak yang mengalami kekerasan di rumah
sebagian besar tentu mengalami luka-luka bekas dipukul, dilempar benda keras,
dan masih banyak lagi. Saat orangtua sedang marah, ia bisa saja tidak menyadari
bahwa yang sedang dihadapinya adalah anak atau buah hatinya. Hal ini bisa
menyebabkan orangtua melakukan hal di luar kendali yang bisa menyakiti fisik
sekaligus batin anak.

3. Gangguan perkembangan otak dan sistem saraf

Kekerasan juga bisa berdampak pada gangguan tumbuh dan kembang yang
sedang dialami oleh si kecil. Mengalami kekerasan saat anak masih sangat belia
tentu dapat mengganggu proses tumbuh kembangnya, termasuk gangguan pada
sistem saraf, pernapasan, reproduksi, dan sistem imun. Bahkan, kondisi ini bisa
menyebabkan dampak berkepanjangan pada hidup sang anak secara fisik dan
juga psikis. Hal ini juga bisa membuat perkembangan kognitif anak terhambat,
sehingga bisa membuat prestasi akademik anak di sekolah menurun bahkan
memburuk.

4. Sikap negatif pada anak akibat kekerasan

Dampak lain yang juga tak kalah berbahayanya dari kekerasan pada anak adalah
terbentuknya sikap buruk di dirinya. Hal ini bisa berupa banyak hal, misalnya
anak suka merokok, menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan terlarang, serta
perilaku seksual yang menyimpang. Jika anak sampai melakukan perilaku seksual
yang menyimpang, anak mungkin mengalami kehamilan di luar nikah. Padahal,
belum tentu anak sudah siap untuk menjadi orangtua di usia tersebut. Selain itu,
bila anak juga mungkin sering mengalami kecemasan, depresi, atau
berbagai penyakit mental lain, ia bisa saja memiliki keinginan untuk bunuh diri.

5. Dampak kekerasan terhadap anak pada gangguan kesehatan

Kekerasan kepada anak juga bisa mengakibatkan anak mengalami berbagai


gangguan kesehatan. Bahkan, gangguan kesehatan yang dialami anak biasanya
cukup serius seperti penyakit jantung, kanker, diabetes, endometriosis, dan
berbagai masalah kesehatan lain. Selain itu, beragam dampak kekerasan pada
gangguan kesehatan anak meliputi:

 Perkembangan otak yang terbelakang


 Ketidakseimbangan antara kemampuan sosial, emosional dan kognitif
 Gangguan berbahasa yang spesifik
 Kesulitan dalam penglihatan, bicara dan pendengaran
 Susah fokus
 Susah tidur
 Gangguan makan
 Kecenderungan melukai diri sendiri

6. Masalah pada masa depan anak

Masalah yang dihadapi anak tidak hanya saat kekerasan terjadi, tapi juga terkait
masa depan anak. Umumnya, kekerasan terhadap anak saat masih kecil bisa saja
membuatnya keluar dari sekolah. Bukan hanya itu, dampak kekerasan yang
dialami anak tersebut juga dapat menyebabkan ia kesulitan mencari pekerjaan.
Anak juga dapat cenderung melakukan hal-hal yang buruk terhadap dirinya
sendiri di masa depan. Bahkan, kondisi ini bisa diteruskan kepada keturunan-
keturunannya. Artinya, anak yang mengalami kekerasan saat masih kecil
mungkin saja ‘melanjutkan’ hal tersebut kepada anak dan cucunya.

b. Pengertian Healing Environment


Menurut Dijkstra (2009) dalam Putri, Widihardjo, & Wibisono (2013), healing
environment adalah lingkungan fisik fasilitas kesehatan yang dapat mempercepat
waktu pemulihan kesehatan pasien atau mempercepat proses adaptasi pasien dari
kondisi kronis serta akut dengan melibatkan efek psikologis pasien di dalamnya.
Penerapan konsep healing environment pada lingkungan perawatan akan tampak
pada kondisi akhir kesehatan pasien, yaitu pengurangan waktu rawat, pengurangan
biaya pengobatan, pengurangan rasa sakit, pengurangan stress atau perasaan
tertekan, memberikan suasana hati yang positif, membangkitkan semangat, serta
meningkatkan pengharapan pasien akan lingkungan.
Menurut Fouts dan Gaby (2008) dalam Bloemberg dkk (2009), berikut adalah
daftar dampak positif yang ditimbulkan oleh konsep healing environment:
a. Mengurangi stress dan kegelisahan pada pasien dan keluarga
b. Mengurangi rasa sakit
c. Mengurangi terjadinya infeksi
d. Meningkatkan tidur dan pemulihan
e. Meningkatkan kegembiraan pasien
f. Mengurangi stress pada pengelola
g. Meningkatkan kepuasan kerja
h. Meningkatkan produktivitas pengelola
i. Meningkatkan kemampuan untuk memelihara kualitas sebagai pemerhati
kesehatan
j. Penghematan biaya keseluruhan melalui peningkatan efisiensi operasional dan
meningkatkan penghasilan medis
k. Perbedaan dari penyedia fasilitas kesehatan yang lain.
Menurut Murphy (2008) dalam (Lidayana, Alhamdani, & Pebriano, 2013),
terdapat tiga pendekatan yang digunakan dalam mendesain healing environment,
yaitu alam, indra dan psikologis.

Anda mungkin juga menyukai