Anda di halaman 1dari 8

POLA, STRATEGI DAN PENDEKATAN

PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN


PADA PJP II *)
Oleh
Margono Slamet **)
Institut Pertanian Bogor

DUNIA-PERTANIAN KITA TELAH BERUBAH

Pembangunan pertanian selama PJP I telah mengubah dunia-pertanian di


Indonesia. Bila dahulu sektor pertanian menjadi tumpuan utama perekonomian
negara, maka sekarang tidak lagi. Dulu pertanian Indonesia tidak mampu
memproduksi beras untuk mencukupi kebutuhan penduduk, bakhan pernah
menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia, maka berkat pembangunan
kini Indonesia telah swa-sembada dalam produksi beras. Bukan hanya di
bidang perberasan saja pertanian Indonesia mengalami kemajuan, tetapi juga
dalam berbagai komoditas lainnya. Namun demikian dalam komoditas tertentu
lainnya kebutuhan Indonesia terus meningkat, seperti jagung dan kedelai,
sehingga sangat tergantung pada luar negeri.
Keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia secara keseluruhan
ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan konsumsi komoditas-
komoditas pertanian tertentu, seperti hortikutura, produk peternakan, produk
perikanan dan produk perkebunan. Tidak saja meningkat dalam kuantitasnya,
tetapi juga meningkat tuntutan kualitasnya. Sistem pemasaran dunia yang
berubah (globalisasi) membuat pertanian Indonesia menghadapi tantangan baru untuk
dapat bersaing dalam mutu, produktivitas dan efisiensi dengan dunia-pertanian negara-
negara lain.
Yang tidak boleh dilupakan ialah kenyataan bahwa para petani Indone-
sia-lah yang juga telah berubah secara nyata. Pada umumnya profil populasi
petani Indonesia telah berubah secara positif. Secara makro populasi petani
telah menjadi lebih kecil jumlahnya secara persentil tetapi lebih tinggi
kualitasnya, yang ditandai oleh lebih baiknya tingkat pendidikan mereka, lebih
mengenal kemajuan, kebutuhannya meningkat, harapan-harapannya juga
meningkat, dan pengetahuan dan keterampilannya bertani juga telah jauh lebih
baik. Berkat penyuluhan-penyuluhan pembangunan selama ini, termasuk
penyuluhan pertanian, para petani telah memiliki pola komunikasi yang
terbuka. Mereka telah lebih mampu berkomunikasi dengan orang-orang dari
luar sistem sosialnya, dan telah lebih mampu berkomunikasi secara non-personal
___________________________
*) Makalah ini disusun untuk Lokakarya Dinamika dan Perspektif Penyuluhan Pertanian pada PJP II, yang
diselenggarakan oleh PSE, PUSTAKA dan CIIFAD; 4 - 5 Juli 1995 di Ciawi, Bogor.
**) Guru Besar dalam Ilmu Penyuluhan Pembangunan di IPB Bogor.-
C:\PPN\Makalah

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995)


melalui berbagai media massa. Petani dalam melakukan usaha tani bahkan telah
mampu berorientasi pada pasar.
Prasarana fisik pertanian seperti irigasi dan jaringan jalan juga sudah jauh
lebih baik kondisinya dibandingkan pada awal PJP I. Demikian pula prasarana
dan sarana telekomunikasi, serta tenaga listrik telah dapat menjangkau sebagian
daerah-daerah pertanian. Semua sarana itu dapat dimanfaatkan oleh siapa saja
termasuk para petani, dan memang telah secara nyata menyumbang pada
pertumbuhan pertanian dan perkembangan petani. Dengan prasarana-prasara-
na tadi diiringi kemajuan yang pesat di bidang elektronika, komunikasi massa
melalui media elektronik juga telah menjangkau daerah-daerah pertanian.
Meskipun perubahan-perubahan itu pada umumnya terjadi di semua
daerah, namun haruslah diakui bahwa tingkat perubahan dan kemajuan yang
dialami tidak merata disemua daerah. Ada daerah-daerah yang sudah lebih
maju dari daerah lainnya, demikian pula ada daerah-daerah yang belum begitu
maju dibandingkan dengan daerah lainnya. Yunus Jarmi dalam disertasinya
(1994) mengidentifikasi adanya 3 kategori wilayah pertanian yang berbeda
nyata tingkat kemajuannya. Perbedaan-perbedaan itu menyangkut prasarana
fisik, produktifitas perta-niannya serta tingkat kemajuan petani-petaninya. Tiga
kategori wilayah pertanian itu adalah : (1) Wilayah yang prasarananya relatif
memadai (karena telah dibangun sejak jaman penjajahan), teknologi yang
diterapkan sudah maju secara mantap, produktivitas tinggi, berorientasi pada
pasar, dan (karenanya) para petaninya telah membutuhkan dan mencari secara
aktif informasi-informasi pertanian. (2) Wilayah yang prasarananya baru
dibangun tetapi belum memadai, mulai mengenal dan menerapkan teknologi
maju tetapi belum mantap, produktivitas sedang, belum berorientasi ke pasar,
dan belum aktif mencari informasi pertanian. (3) Wilayah yang relatif belum
memiliki prasarana-prasarana pertanian, teknologi tradisional masih
mendominasi, produktivitas rendah, petaninya masih tradisional dan perta-
niannya masih bersifat subsisten, belum merasa memerlukan informasi per-
tanian.
Perubahan lain yang tak kalah penting artinya ialah perubahan kebi-
jaksanaan pemerintah tentang pembangunan pertanian dan tentang Penyuluhan
Pertanian itu sendiri. 泥 emokrasi pertanian” pelaksanaannya sudah semakin
diperluas, dalam arti masyarakat petani semakin berperan dalam pengambilan
keputusan usaha taninya dan semakin diperhatikan kebutuhan serta harapan-
harapannya. Kebijaksanaan desentralisasi semakin luas pula diterapkan di
bidang pemerintahan. Termasuk dalam hal ini adalah pengalihan tanggung-
jawab penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan pertanian dan program-program dan
program-program pertanian yang bersifat 都 eragam nasional” di masa lalu,
telah akan diubah menjadi yang bersifat spesifik lokal. Ini terbukti dengan telah
diputuskannya pembentukan 17 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di
daerah, dimana fungsi penelitian dan penyuluhan akan diintegrasikan.

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 2


Semua perubahan yang sudah terjadi dan akan segera terjadi di dunia-
pertanian itu perlu disimak dan diantisipasi secara dini dan tepat. Struktur dan
mekanisme kelembagaan penyuluhan dan penelitian pertanian perlu disesu-
aikan dengan kondisi dan kebutuhan baru yang ada di masyarakat pertanian.
Fungsi dan peranan penyuluhan dan penelitian pertanian perlu dirumuskan
kembali secara tepat; dan program-program penelitian dan penyuluhan perta-
nian perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan dan pengembangan di
dunia-pertanian. Bagaimanapun juga pertanian akan tetap menjadi fondasi
perekonomian setiap negara. Bila pertaniannya tidak kuat, pastilah pereko-
nomian negara itu rapuh.

PENYULUHAN PERTANIAN DI MASA DEPAN.

Dengan memperhatikan perubahan-perubahan dan situasi baru pada


masa PJP II beserta tantangan-tantangan yang ada, sangat perlu dipersiapkan
strategi penyuluhan pertanian yang kiranya akan efektif dalam menunjang pem-
bangunan pertanian lebih lanjut. Berikut ini disampaikan beberapa pokok pikir-
an sebagai masukan untuk dipertimbangkan dalam penyusunan strategi terse-
but.

1. Konfirmasi definisi Penyuluhan Pertanian.


Selama ini memang tidak pernah ada pendefinisian baru dari penyuluhan
pertanian. Namun bagi banyak pengamat penyelenggaraan penyuluhan perta-
nian selama PJP I, secara sadar atau tidak, telah agak menyimpang dari makna
yang sebenarnya. Tanpa bermaksud mengubah maknanya, disini disampaikan
definisi yang menggunakan kata-kata baru agar lebih jelas.
Penyuluhan Pertanian adalah industri jasa yang menawarkan
pelayanan
pendidikan (non-formal) dan informasi pertanian kepada petani dan
fihak-fihak lain yang memerlukan.
Definisi ini tetap melihat penyuluhan pertanian sebagai usaha pendidik-
an non-formal yang bertujuan mengembangkan sumberdaya manusia pertanian
agar dengan usaha-usahanya mereka mampu meningkatkan kualitas kehidup-
annya. Definisi ini ingin 杜emisahkan” penyelenggaraan penyuluhan pertanian
dari program-program pertanian. Di masa lalu para pengamat memperoleh ke-
san bahwa penyuluhan hanya merupakan pelengkap dari suatu program perta-
nian. Padahal sebenarnya program penyuluhan pertanian dapat berdiri dan ber-
jalan sendiri tanpa harus ada program pertanian pemerintah, sebab program
pertaniannya adalah milik dan dijalankan oleh masyarakat petani sendiri.
Dalam hal ini penyuluhan diselenggarakan sebagai bentuk pelayanan kepada
masyarakat petani yang memerlukan.
Penyuluhan bisa juga diselenggarakan hanya dengan menyediakan in-
formasi-informasi pertanian yang diperlukan dan yang sekiranya akan diperlu-

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 3


kan oleh masyarakat petani. Pelayanan ini akan sangat terasa kebutuhannya di
wilayah yang petaninya telah maju dan telah berorientasi pada pasar.
Kalau penyuluhan dipandang sebagai indusri jasa yang menawarkan pe-
layanan, maka jelas harus ada fihak-fihak yang dilayani, yaitu masyarakat peta-
ni pada umumnya. Definisi ini berimplikasi pada dilaksanakannya pelayanan
yang memuaskan fihak yang dilayani. Pemuasan kebutuhan petani harus menja-
di perhatian utama dalam penyelenggaraan penyuluhan. Pelayanan harus dida-
sari oleh kebutuhan dan harapan masyarakat petani. Ini membuka kesempatan
bagi partisipasi petani dalam menyusun program-program penyuluhan.
Penyuluhan yang bermutu baik adalah penyuluhan yang memenuhi atau
melebihi kebutuhan dan harapan fihak yang disuluh.

2. Pewilayahan daerah penyuluhan.


Di masa lalu progam penyuluhan pertanian dan penyelenggaraannya
cenderung sama atau seragam di semua daerah di Indonesia. Kenyataannya
tingkat keberhasilan program-program itu beragam. Strategi, pola dan pende-
katan penyuluhan pertanian seharusnya berbeda untuk wilayah-wilayah yang
berbeda tingkat kemajuan pertaniannya dan petaninya. Disarankan agar hasil
penelitian Dr.Ir. Yunus Jarmi ditindak-lanjuti untuk keperluan ini.

3. Penyuluhan Pertanian atas dasar Hasil Pengkajian Lokal.


Beragamnya kondisi sumberdaya alam dan ekosistem di negara ini me-
nuntut adanya teknologi-teknologi yang didasari oleh hasil pengkajian lokal
sebagai sarana untuk pembangunan pertanian. Hasil-hasil pengkajian lokal
itulah yang akan dijadikan dasar pengembangan materi penyuluhan. Pengkajian
lokal itu sendiri haruslah memiliki kaitan dengan kebutuhan dan harapan petani
lokal, sehingga pengkajian itu sendiri sejak awal memang dimaksudkan untuk
melayani kebutuhan dan harapan petani. Bila hal ini dapat diselenggarakan
dengan semestinya dapatlah diharapkan BPTP akan benar-benar berfungsi me-
madukan peneliti dan penyuluh, dan bahkan para petanipun akan merasa ikut
memiliki da berkepentingan dengan BPTP. Kondisi semacam itu harus di-
jadikan salah satu tujuan dibangunnya BPTP.
Penyuluhan yang diselenggarakan untuk mendukung program pertanian
untuk mendukung program pertanian (program based extension) perlu diganti de-
ngan penyuluhan yang dimaksud untuk memecahkan masalah dengan menggu-
nakan hasil-hasil penelitian dan pengkajian lokal (research based extension).

4. Penyuluhan Pertanian dengan Sistem Kafetaria.


Bentuk usaha tani di Indonesia umumnya tidak monokultur, kecuali per-
kebunan dan semacamnya. Pola pertanian multikultur semacam itu memerlukan
sistem penyuluhan yang sesuai. Kebutuhan materi penyuluhan dan informasi
dari para petaninya sangat beragam. Demikian pula para petani yang telah ber-
orientasi pada pasar akan memerlukan bermacam-macam informasi agar bisa
membuat keputusan dan perencanaan yang tepat, rasional dan menguntungkan.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan penyuluhan dan informasi semacam itu,

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 4


akan sangat sulit untuk bisa dilayani dengan memuaskan bila penyuluhannya
menggunakan pendekatan program seperti yang selama ini banyak dilakukan.
Strategi yang disarankan adalah memberi pelayanan informasi dengan sistem
kafetaria yang dikombinasikan dengan program penyuluhan yang revevan.
Bermacam-macam informasi dikemas secara baik dan disajikan secara kafetaria,
untuk bisa dipilih sendiri oleh petani sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Apabila dalam menerapkan informasi itu petani menghadapi kesulitan dan ke-
kurang mampuan, maka para penyuluh siap dengan pelayanan penyuluhan
sampai informasi yang dipilih tadi dapat ditransformasikan menjadi tindakan o-
leh para petani yang bersangkutan.
Konsekuensi dari strategi ini adalah dilakukannya berbagai macam pene-
litian dan pengkajian secara lokal sesuai dengan ekosistemnya yang menghasil-
kan berbagai paket teknologi yang dikemas menjadi paket-paket informasi,
yang kemudian disajikan secara kafetaria kepada para petani dalam bentuk
modul-modul penyuluhan yang tercetak atau terrekam dalam media audio dan/
atau visual. Bagaimanapun juga pertanian yang semakin maju tidak akan lepas
dari kebutuhan informasi semacam itu.

5. Pemanfaatan media massa secara lebih luas.


Telah dikemukakan di atas bahwa petani Indonesia sudah banyak beru-
bah dan berkembang. Pendidikannya sudah lebih baik, berwawasan kosmopolit
dan telah lebih mampu berkomunikasi secara impersonal melalui media. Selain
itu keadaan media massa di negara ini juga sudah berkembang jauh lebih baik
dibanding keadaan pada awal PJP I, baik media cetak maupun media elektro-
nik.
Kondisi baru yang lebih baik ini membuka kesempatan ditingkatkannya
usaha-usaha penyuluhan pertanian melalui media massa di samping pengguna-
an metoda penyuluhan lainnya. Selama ini penggunaan media massa masih sa-
ngat minim, tetapi kondisi yang lebih baik seperti sekarang ini harus bisa di-
manfaatkan untuk keperluan penyuluhan. Televisi dan video pada umumnya
merupakan media yang sangat efektif untuk masyarakat sasaran yang telah
mampu berkomunikasi secara impersonal dan prasarananya telah tersedia dalam
bentuk saluran-saluran TV.

6. Pembinaan Kelompok Tani Dinamis.


Selama ini sudah banyak diketahui, bahkan diyakini, bahwa kelompok-
kelompok masyarakat dapat menjadi wahana belajar dan kemajuan yang ber-
gerak secara mandiri. Ini terbukti dengan telah begitu banyaknya kelompok-ke-
lompok yang muncul ataupun dibentuk di masyarakat, termasuk kelompok tani.
Namun menurut pengamatan kelihatannya kelompok-kelompok itu sebagian
dibentuk dari atas dan hanya dimanfaatkan sebagai media komunikasi untuk
menyampaikan pesan-pesan pembangunan pemerintah. Hal itu tidak salah,
tetapi sebenarnya kelompok mempunyai potensi yang jauh lebih besar dari
hanya sebagai media komunikasi. Mereka dapat menjadi sistem sosial yang
dinanamis, yang dengan kekuatannya sendiri dapat berusaha mencapai apa

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 5


yang mereka inginkan yaitu kemajuan dan perkembangan dan kemajuan diri
dan kehidupan mereka. Kondisi semacam ini tidak dengan sendirinya akan
muncul, tetapi dalam banyak hal harus dengan sengaja ditumbuhkan agar
kelompok tani dapat tumbuh menjadi kelompok yang dinamis, yang dengan ke-
kuatan dan kemampuannya sendiri meraih kemajuan-kemajuan yang diingin-
kan. Dengan lain kata mereka perlu secara sistematis ditumbuhkan dan dibina
kearah kemandirian, agar dengan kekuatan dan memampuannya sendiri dapat
berupaya bekerya-sama mencapai segala apa yang dibutuhkan dan diinginkan,
termasuk mencari informasi-informasi dan merencanakan kerja-sama dalam pe-
rencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan.
Selama ini kelihatannya pembentukan dan pembinaan kelompok-kelom-
pok tani belum secara sengaja dan sistematis diarahan ke tujuan semacam itu.
Banyak kelompok tani yang umurnya telah panjang tidak menunjukkan keman-
dirian, tetapi justru menunjukkan ketergantungannya yang sangat kuat pada ke-
kuatan-kekuatan dari luar. Ketergantungan ini termasuk ketergantungan kepada
para Penyuluh Pertanian, tidak hanya dalam hal mendapatkan informasi, tetapi
juga dalam membuat keputusan-keputusan. Pada hal mereka memiliki potensi
dan perlu untuk mandiri dan menjadi kelompok yang dinamis. Akhir-akhir ini
program Sekolah Lapangan yang telah diterapkan, merupakan contoh pemben-
tukan dan pembinaan kelompok mandiri. Hendaknya program semacam itu ti-
dak hanya sarat dengan pembinaan teknik pertanian, tetapi ditambah dengan
kadar pembinaan keorganisasiannya (dinamika kelompok), agar dalam waktu
yang relatif singkat dapat menjadi kelompok yang mandiri dan dinamis. Bila
kondisi ini tercapai, maka yang perlu dilakukan dalam penyuluhan adalah pela-
yanan informasi ekstensif dan intensif.
Pembinaan kelompok tani semacam itu perlu dirancang dan direncana-
kan programnya secara khusus, dan tidak hanya sebagai pelengkap dan pendu-
kung dari sesuatu program pertanian tertentu. Lebih-lebih di wilayah yang peta-
ninya telah maju, pembinaan kelompok tani semacam itu benar-benar telah
merupakan kebutuhan.

7. Fasilitasi Kelompok-Kelompok Tani.


Bila strategi penyuluhan pertanian akan bertumpu pada upaya memandi-
rikan kelompok tani, maka perlu kiranya difikirkan fasilitas-fasilitas apa saja
yang diperlukan untuk bisa tumbuhnya kelompok-kelompok tani yang mandiri
itu. Kekeliruan dan kekurangan yang terjadi di masa lalu dalam pembentukan
dan pembinaan kelompok tani (plus Kontak Tani) perlu dihindari agar tidak ter-
ulang kembali. Fasilitas-fasilitas yang dimaksud bukan hanya fasilitas fisik,
tetapi juga fasilitas non-fisik yang memungkinkan terjadi dan berkembangnya
interaksi dan kerjasama antar petani.
Fasilitas fisik yang kiranya sangat diperlukan oleh kelompok tani adalah
fasilitas pertemuan berupa balai pertemuan yang dapat mereka gunakan sebagai
tempat berkumpul dan berinteraksi yang dapat mereka gunakan setiap saat
mereka perlukan. Sangat ideal bila balai semacam itu milik mereka sendiri dan
mereka kelola sendiri. Bisa juga berupa fasilitas umum milik masyarakat yang

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 6


dikelola bersama oleh masyarakat, dan yang dapat digunakan oleh kelompok
tani secara relatif 澱ebas” setiap saat, baik untuk pertemuan-pertemuan formal
maupun yang informal. Yang penting fasilitas itu bukan milik sesuatu instansi
pemerintah atau organisasi atas desa, sehingga masyarakat petani/kelompok
tani dapat berinteraksi secara bebas dengan menggunakan fasilitas itu. Contoh
yang baik barangkali adalah Balai Banjar di Bali. Balai itu bukan milik
pemerintah desa, tetapi milik masyarakat adat Bali setempat. Dalam satu desa
bisa terdapat satu atau lebih Balai Banjar, yang menjadi tempat pertemuan dan
sekaligus sebagai lambang kesatuan masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan
penyuluhan tentu saja bisa bertempat di balai itu.
Fasilitas yang lebih penting sebenarnya adalah 徒 ebebasan” untuk ber-
kumpul untuk saling belajar melalui tukar-menukar pengalaman dan informasi,
徒 ebebasan” untuk secara bersama melakukan usaha-usaha yang mereka
anggap baik untuk meningkatkan kehidupan mereka.

LAIN-LAIN

1. Undang-Undang Penyuluhan Pertanian.


Telah lama dirasakan perlu adanya Undang-Undang Penyuluhan Perta-
nian (UUPP), namun sampai sekarang belum terlaksana. UUPP ini diperlukan
terutama untuk mendapatkan kepastian tentang penyelenggaraan penyuluhan
pertanian secara berencana dan berkelanjutan. Kepastian itu antara lain me-
nyangkut fihak-fihak yang bertanggung-jawab dalam penyelenggaraannya, dan
kepastian tentang besarnya anggaran yang tersedia untuk penyelenggaraan pe-
nyuluhan (misalnya sekian persen dari hasil kotor bidang pertanian secara
nasional). Dalam menentukan fihak-fihak yang bertanggung jawab menye-
lenggarakan penyuluhan kiranya perlu dipertimbangkan lembaga-lembaga
yang bidang tugasnya relevan dan memiliki potensi ikut bersama menyelengga-
rakan penyuluhan. Keterkaitan antara bidang penelitian, pengkajian dan
penyuluhan perlu kiranya diatur dengan UU; demikian pula garis pisah dan hu-
bungan antara penyuluhan pertanian dengan bidang-bidang pengaturan dan
pelayanan pertanian. Kedudukan , peranan dan tanggung jawab organisasi
kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat perlu pula kiranya diatur
melalui UUPP itu.

2. Manajemen Organisasi/Instansi Penyuluhan Pertanian.


Seperti telah dikemukakan pada awal makalah ini bahwa penyuluhan
pertanian haruslah dilaksanakan sebagai jasa pelayanan pendidikan dan
informasi dengan masyarakat petani sebagai fihak yang dilayani pemenuhan ke-
butuhan-kebutuhannya. Pelayanan yang bermutu adalah yang memenuhi atau
melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan”-nya. Manajemen organisasi yang
diharapkan bisa memberi pelayanan yang bermutu semacam itu adalah Manaje-
men Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM). Disarankan agar

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 7


MMT ini dapat diterapkan dalam mengelola organisasi/instansi penyuluhan
pertanian.

KESIMPULAN

Perubahan dan trend yang terjadi dalam 電unia pertanian” Indonesia dan
perkembangan yang pesat di bidang-bidang pendidikan, telekomunikasi,
elektronika, media massa dan lain-lainnya perlu diantisipasi dengan strategi
penyuluhan pertanian yang tepat.
Namun demikian tingkat perkembangan yang berbeda antara berbagai
daerah menuntut adanya pewilayahan daerah penyuluhan, yang untuk masing-
masing wilayah perlu dikembangkan strategi penyuluhan dan kebijaksanaan
penyuluhan pertanian yang berbeda. Desentralisasi pemrograman penyuluhan
penyuluhan perlu ditunjang dengan desentralisasi penelitian dan pengkajian
teknologi pertanian yang lebih sesuai dengan ekosistem masing-masing daerah.
Semua potensi yang ada di negara ini perlu didaya-gunakan dan kepas-
tian peyelenggaraan penyuluhan pertanian yang menjamin tumbuh kembang-
nya pertanian di masa depan perlu diatur dengan undang-undang.
Penyuluhan harus bisa memberi pelayanan pendidikan dan informasi
yang bermutu bagi masyarakat petani agar mereka dengan kemampuannya
sendiri dapat terus melakukan pembangunan pertanian secara berkelanjutan.
Penyuluhan bermutu dapat diwujudkan bila lembaga penyuluhan dikelola de-
ngan prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu.

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995) 8

Anda mungkin juga menyukai