Dosen Pengampu :
Sahidi, M.IP
Di Susun Oleh :
D-3 PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Desain Pracetak ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Sahidi, M.IP pada mata kuliah Penerbitan Grafis dan Elektronik. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Desain Pracetak untuk para pembaca dan juga
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan dapat kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3
1. Penerimaan naskah............................................................................................................3
2. Penyuntingan naskah.........................................................................................................5
4. Cetak coba.........................................................................................................................8
1. Pracetak.............................................................................................................................8
1. Pracetak...........................................................................................................................12
2. Produksi penggandaan....................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................20
B. Saran...................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia penerbitan dan percetakan berkembang terus, baik cakupan pekerjaannya maupun
peralatan pendukungnya. Dalam dunia penerbitan semakin banyak jenis buku yang
diterbitkan, dalam berbagai bahasa, dan disebarkan diberbagai negara. Maka terciptalah
berbagai jenis penerbit yang mengkhsuskan diri menerbitkan buku tertentu, misalnya jenis
buku umum, buku anak-anak, buku pelajaran sekolah, buku pariwisata, dan buku khusus.
Adakalanya sebuah buku diterbitkan dalam bahasa tertentu. Misalnya buku pariwisata
Indonesia diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Agar menarik, buku perlu dirancang secara khusus, sesuai dengan jenisnya. Dalam dunia
perbukuan, selain penerbit dan percetakan, dikenal pula pihak perancang buku. Mereka inilah
yang bertugas menangani penampilan buku agar menarik dan sesuai dengan isinya. Di negara
yang penerbitannya telah lebih maju, pengkhususan bidang pekerjaan ini sudah lebih
merinci. Sehingga dikenal perusahaan yang khusus menyiapkan naskah, merancang buku,
mengatur perbanyakan, mencetak, menjilid, mempromosikan, mendistribusikan, dan menjual
buku. Masing-masing mempunyai tugas tersendiri. Perkembangan pekerjaan di dunia
perbukuan ini juga diikuti oleh perkembangan peralatan pendukungnya.
Penerbit adalah badan yang memperbanyak naskah seorang pengarang atau penulis dalam
bentuk buku, kemudian menyebarkannya kepada masyarakat pembaca yang memerlukannya.
Ditinjau dari sudut komunikasi, penerbit menjadi perantara antara sumber informasi
(pengarang) dan penerima informasi (pembaca). Pada awal kegiatannya, penerbit menerima,
mencari, atau mengusahakan naskah yang sudah jadi dari penulis atau pengarang,
penerjemah, atau meminta seseorang untuk menyusunnya. Bagian penting ketiga dalam
penerbit adalah bagian pemasaran, yang dapat mencakup promosi dan penjualan. Ada juga
penerbit yang memisahkan bagian penjualan dari bagian pemasaran, dan mempunyai bagian
promosi tersendiri. Sebelum atau menjelang terbitnya suatu buku bagian promosi sudah
mempersiapkan cara untuk mengumumkan terbitnya buku, memperkenalkannya kepada
masyarakat, baik secara meluas maupun secara terarah.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari desain pracetak?
2. Bagaimana proses teknik penerbitan pracetak?
3. Bagaimana proses penerbitan konvensional?
4. Bagaimana proses penerbitan digital?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari desain pracetak.
2. Untuk mengetahui proses teknik penerbitan pracetak.
3. Untuk mengetahui proses penerbitan konvensional.
4. Untuk mengetahui proses penerbitan digital.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi desain pracetak
Kita awali pembahasan soal proses pracetak (prepress) ini dengan memberikan
penjelasan apa yang dimaksud dengan pracetak. Dari istilahnya saja sudah bisa ketahui
bahwa ini merupakan proses pengolahan nasakah sebelum siap dicetak. Istilah khas dunia
pernebitan dan percetakan ini dipergunakan untuk menunjukan proses-proses dan produser-
produser yang berlangsung antara menyediakan naskah tertulis dan desainnya serta membuat
plat cetakkan sehingga siap untuk dicetak. Pada proses pracetak ini dilakukan perbaikan atas
kesalahan tulis misalnya Maluku ditulis Mulaka atau Medan ditulis Nedam. Juga diperiksa
kualitas cetak, seperti kejernihan cetakan atau warna yang terlalu muda atau terlalu
tua[CITATION Yos13 \p 3.29 \l 1033 ].
Dengan begitu, apa yang dilakukan pada tahap percetakan ini sangat mempengaruhi
kualitas cetakan atau terbitannya. Kekeliruan yang dibiarkan pada proses pracetak, seperti
saat memeriksa proff cetakan, akan berarti membiarkan kesalahan itu muncul pada
terbitannya. Kekeliruan yang dibiarkan pada proses pracetak, seperti saat memeriksa proff
cetakan, akan berarti membiarkan kesalahan itu muncul pada terbitannya nanti. Kita bisa
memandang, pada proses pracetak ini merupakan ruang bagi manajemen mutu untuk
menjalankan perannya. Ini memang prosedur buku dalam dunia penerbitan di mana pun.
Selalu ada proses pracetak yang bukan sekedar mempersiapkan prosedur teknis pencetakan
namun juga merupakan bagian penting dari pemeriksaan kualitas cetakan [CITATION Yos13 \p
3.29 \l 1033 ].
Pracetak atau prepess adalah bagian yang sangat penting peranannnya dalam
mempersiapkan file untuk dicetak, mulai dari kelegkapan data, akurasi warna, ukuran cetak,
imposisi, hingga output ke plat atau acan cetak lainnya. Semua persiapan pada proses
pracetak ini menggunakan beragam software grafis, seperti Adobe Photoshop, illustrator.
CorelDraw, dan InDesign.
3
Kita membahas proses pracetak ini dari saat naskah diterima oleh penerbit.
Naskag yang diterima baik dalam bentuk softcopy yang biasanya disampaikan dalam
bentuk CD atau dikirimkan melalui e-mail, maupun dalam bentuk hardcopy berupa hasil
cetakan
4
5
2. Penyuntingan naskah
Naskah yang sudah kita terima untuk selanjutnya akan memerlukan penyuntingan.
Karena sepandai apapun seorang penulis biasanya selalu ditemukan salah satu tulis atau
bahkan salah kalimat. Penyuntingan itu juga dilakukan karena ada kebijakan kebahasan
yang ditetapkan penerbit yang menjadi salah satu karakter kebahasaan penerbitannya.
Misalkan ada penerbit yang menggunakan cara penulisan untuk kitab suci umat Islam
dengan menulisnya al-Qur`an, ada penerbit yang memilih Alquran dan ada pula yang
memilih cara penulisan al-Qur`an. Untuk telepon ada yang menulisnya telefon. Masing-
masing memiliki landasan dan alasannya sendiri untuk pemilihan cara penulisan itu.
Belum lagi cara penulisan yang keliru seperti mengubah ditulis merubah atau menyintai
bukannya ditulis mencintai.
Rahardi (2010:88-89) menunjukkan beberapa masalah teknis kebahasan yang
ditemukan dalam penyuntingan. Msalah tersebut diantaranya adalah:
a. Bukan........, tetapi. Karena kata bukan berpasangan dengan tidak sedangkan tidak
berpasangan dengan tetapi.
b. Katad depan di, ke dan dari.
c. Dimana.
d. Kata ganti.
e. Penulisan gelar.
f. Kata atau frasa yang diikuti dengan koma.
a. Kesalahan kata, frasa dan kalimat. Kita bisa mengambil misal kesalahan umum
“baik...... ataupun .....”, padahal yang benar adalah “baik........ maupun ........”
b. Kesalahan bahasa dan gaya bahasa, yang biasanya terkait dengan penggunaan kata
secara berlebihan sehingga menjadi mubazir.
c. Kesalahan kebahasaan dalam teks, yang tampak antara lain dalam penggunaan
kutipan.
Tentu saja disini kita tidak akan berpanjang lebar soal teknis penyuntingan,
namun apa yang dikemukakan diatas adalah sekedar contoh bagaimana penyuntingan
dilakukan. Memang, kegiatan penyuntingan merupakan bagian penting dalam menjaga
mutu terbitan yang kita hasilkan. Dalam konteks perkuliahan kita cukup dipahami saja
bahwa penyuntingan itu merupakan bagian dari proses manajemen penerbitan yang kita
jalankan.
Perbaikan naskah dilakukan penyunting dengan memberikan tanda tertentu atau
coretan bila naskah yang diperiksa adalah hardcopy-nya. Bila naskah yang diperiksa
dalam bentuk softcopy maka penyunting bisa langsung memperbaiki pada naskah
tersebut. Mana yang lebih mudah dilakukan akan sangat bergantung pada kebiasaan
masing-masing penyunting. Ada penyunting yang nyaman bekerja dengan naskah dalam
bentuk hardcopy tapi banyak pula yang merasa nyaman bekerja menggunakan softcopy.
Sedangkan kegiatan dasar penyuntingan, seperti yang dijelaskan Trim (2009:34-
35) meliputi:
a. Pemakluman, yaitu membaca awal kemudian memaklumkan kebenaran naskah
sehingga tetap sesuai aslinya.
b. Perbaikan, yaitu memperbaiki naskah sesuai denga gaya selingkung, EYD ataupun
Kamus Besar Bahasa Indonesia sehingga menjadi baik dan benar.
c. Pengubahan, yaitu mengubah naskah pada tingkat struktur kalimat, struktur paragraf,
atau struktur outline sehingga lebih mudah dipahami dan runtut.
d. Pengurangan, yaitu mengurangi bagian-bagian naskah yang dianggap tidak perlu
ataupun relevan dengan naskah, termasuk juga dalam hal penyesuaian banyaknya
halaman buku.
8
Kegiatan penyuntingan ini akan tetap kita lakukan baik untuk penerbitan digital
maupun penerbitan konvensional. Penyuntingan ini merupakan bagian juga dari upaya
kita untuk efektif dan efisien. Kita menggunakan bahasa secara efektif sehingga medium
yang kita gunakan untuk meyampaikan tulisan menjadi dimanfaatkan pula secara efektif.
Dengan kalimat efektif misalnya, kita mengurangi penggunaan lembaran kertas tanpa
mengurangi kenadungan informasi yang disajikan[CITATION Yos13 \p 3.30-3.33 \l 1033 ].
Di samping itu, ukuran buku juga menjadi bagian penting dari desain buku. Meski
ukuran ini menentukan juga terbitan seperti apa yang dilakukan namun pada dasarnya
ukuran ini penting untuk diperhatikan. Pada penerbitan digital bahkan memungkinkan
dipergunakannya tata warna. Huruf yang bertatawarna. Tata warna dipakai sebagai salah
satu satu bentuk untuk menarik perhatian agar orang mau membacanya. Bahkan untuk
penerbitan digital yang tersambung dengan internet, memungkinkan kita bisa mengakses
kutipan karena sifatnya yang berhubungan dengan tulisan lain pada situs yang sama atau
berbeda[CITATION Yos13 \p 3.33-3.35 \l 1033 ].
4. Cetak coba
Cetak coba atau popular dengan sebutan proof saja di kalangan penerbitan adalah
hasil cetakan yang mirip dengan terbitan aslinya namun belum digandakan. Cetak coba
ini merupakan bagian dari upaya memeriksa kembali apa yang sudah dilakukan. Apkah
masih dijumpai kesalahan tulis, apakah mutu cetakan sudah cukup baik, apakah kalimat
yang disajikan sudah benar. Proses inilah yang merupakan puncak dari proses pracetak.
Baik pada penerbitan konvensional maupun penerbitan digital, cetak coba ini
dilakukan. Hanya saja bedanya, kalau cetak coba pada penerbitan konvensional dilakukan
pada medium kertas sedangkan pada penerbitan digital dilakukan dalam bentuk seperti
aslinya di layar komputer namun masih offline untuk didistribusikan secara online atau
belum digandakan ke dalam CD atau medium penyimpanan lainnya.
Dari sisi manajemen penerbitan, cetak coba ini bisa dipandang sebagai salah satu
instrumen penting untuk kendali mutu. Dengan menggunakan kriteria mutu sebagai zero
defect misalnya kita berusaha meminimalkan kesalahan dan kegagalan dalam penerbitan.
Bila tidak lagi ditemukan salah cetak, salah penomoran halaman atau salah menomori
gambar atau bagan berarti tidak ada kesalahan dan ini bisa bermakna bermutu [CITATION
Yos13 \p 3.35-3.36 \l 1033 ].
membuat naskah. Misalnya, menyurati tim penyusun bibliografi skripsi, tesis dan
disertasi atau penyusun bibliografi bidang ilmu tertentu. Bisa juga pengelola penerbitan
secara pasif menunggu datangnya kiriman naskah. Biasanya untuk penerbitan kalawarta
yang sudah dikenal, pembaca akan mengirimkan naskah.
Di luar dua kategori perolehan naskah itu, ada kategori ketiga, yaituy naskah
ditulis oleh pengelola terbitan atau tim yang ditunjuk untuk membuat naskah. Misalnya,
saat perepustakaan akan menerbitkan buku panduan dibentuk tim penyusun buku
panduan. Pengelola penerbitan tinggal menunggu saja tim yang dibentuk itu
menyelesaikan pekerjaannya.
Bila naskah sudah diterima, maka tim redaksi akan mempertimbangkan kelayakan
naskah. Apakah naskah tersebut bisa langsung diserahkan pada penyunting, atau
dikembalikan pada penulisnya untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Naskah
yang sudah layak terbit, akan diolah penyunting untuk memperbaiki kata dan kalimatnya.
Adakalanya penyunting bahkan memperbaiki judul sehingga menjadi lebih menarik dan
membuat orang tertarik untuk membacanya.
Manakala naskah harus diperbaiki dan disempurnakan penulisanya maka biasanya
diberi jangka waktu tertentu untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Bisa saja
disediakan waktu 2-3 minggu untuk memperbaiki naskah tersebut. Lamanya perbaikan
naskah itu akan sangat bergantung pada bobot perbaikian yang dilakukan. Bila perbaikan
tidak terlalu berat, misalnya karena ada banyak ditemukan kalimat yant tidak
‘’nyambung’’ atau logika penulisan tidak begitu baik maka pembuat naskah hanya
memerlukan waktu beberapa hari saja. Akan tetapi manakala naskah itu memerlukan
perbaikan yang cukup berat, seperti mengubah sistematika tulisan atau melengkapi data
yang kurang akan diperlukan waktu yang lebih lama lagi.
Bila naskah sudah jadi, maka akan dua orang yang bekerja yaitu penyunting dan
desainer. Penyunting memperbaikai karta dan kalimat, sedangkan desainer menyiapkan
desain sampul dan tata letak halaman.. dua pekerja ini bisa dilakukan secara bersamaan.
Desain terbitan akan membuat terbitan bukan sekedar kumpulan huruf belaka, melinkan
ada sentuhan artistic, tetapi waktu dan memberi nilai guna pada pembacanya.
Dalam konteks penjadwalan kegiatan, penyunting dan pembuatan desain terbitan
merupakan titik kritis yang penting untuk mendapatkan perhatian dan pengendalian yang
11
baik. Kedua jenis pekerjaan ini membutuhkan keterampilan tinggi dan juga suasana hati
yang baik. Manakala suasana hati terganggu , maka pelaksanaan pekerjaan ini pun akan
terganggu. Mengingat kedua pekerjaanini di kategorikan sebagai pekerjaan kreatif
sehingga membutuhkan konsentrasi dan kemepuan berpikir yang prima. Keterlambatan
dalam penyelesaian kedua pekerjaan ini akan mengganggu keseluruhan proses yang
sudah di jadwalkan.
Kita bisa memnbayangkan bagaimana pemberian ilustrasi pada terbitan. Ilustrasi
itu bisa berupa foto, lukisan, potret, diagram, peta atauy table. Seperti kita tahu, ilustrasi
untuk terbitan itu brefungsi ganda. Pertama, untuk memudahkan pemahaman pembaca
pada isi buku. Karena ada beberapa sajian data lebih mudah disajikan dalam bentuk table
atau grafik dibandingkan dengan uraian naratif atau deskriptif. Kedua memberikan
sentuhan artistic pada terbitan atau menjadi dekorasi bagi terbitan yang kita lakukan.
Kedua fungsi tersebut sesungguhnya masih bisa ditambah dengan fungi yang ketiga yaitu
untuk menghilangkan kejemuan pembaca. Dengan adanya ilustrasi maka pembaca tidak
hanya akan berhadapan dengan lembaran-lembaran yang melalui berisi teks atau huruf.
Pembaca bisa memperoleh suasan lain, yaitu ada sajian ilustrasi.
Bayangkan saja modul yang sekarang ada di tangan anda. Bila sejenak halaman
awal sampai halaman terakhir isinya hanya dengan kalimat, betapa menjemukannya
membaca modul ini. Oleh karena itu, adanya ilustrasi berupa grafik, table, atau foto bisa
membantu mengurangi kejenuhan membaca sekaligus membentu memudahkan
pemahaman.
Memang sekarang ini untuk para perancang tata letak terbitan sangat terbantu
oleh berbagai aplikasi komputer. Untuk membuat ilustrasi buku yang berupa grafik atau
bagan, perangkat lunak yang cukup popular yaitu windows memiliki kemampuan untuk
mengubah data ke dalam bentuk bagan atau grafik dengan sangat mudah dan cepat, serta
menyediakan berbagai bentuk yang menarik.
Selain itu, untuk mencoba cetak coba dan pengaturan halaman, tersedia pula
bebrapa perangkat lunak yang biasa di pergunakan oleh para perancang tat letak terbitan.
Pada modul sebelumnya kita sudah mencontohkan seperti Quark Express yang biasa
dipergunakan untuk merancang tata letak buku. Selain itu juga ada QuickLayout 3.1
misalnya, yang menjadi pilihan para penerbit untuk bisa bekerja cepat dan efisien dalam
12
mendesain tata letak buku dan pengaturan halaman. Ada juga yang menggunakan
PageMaker untuk merancang tata letak bukudengan pilihan jenis huruf yang cukup
banyak.
Perancang buku tentu saja tidak saja menyiapkan ilustrasi dan tata letak saja.
Namun, juga akan menetapkan jenis huruf seperti apa yang akan dipergunakan, warna
apa saja atau seperti apa yang akan ditampilkan. Di samping itu, yang terpenting, karakter
apa yang ingin disajikan pada terbitannya. Apkah ingin membangun kesan akrab atau
formal pada terbitan ? tentu akan berbeda desainnya. Kesan akrab dan informal biasanya
dibangun dengan tat letak yang longgar, sedangkan kesan formal dibangun melalui tata
letak yang baku dengan huruf formal dan rata tepi kiri dan kanan.
Bagian dari desain terbitan adalah ukuran terbitan itu sendiri. Kita bisa memilih
sejumlah alternatif ukuran terbitan. Ukuran terbitan ini pun akan menentukan tipis
tebalnya terbitan kita. Kita bisa membuat seukuran buku saku atau buku ukuran standar.
Ini akan bergantung pada tujuan penerbitan yang kita lakukan. Bila kita menerbitkan
buku panduan perpustakaan, tentu tidak pada tempatnya bila kita membuat dalam ukuran
besar melaikan cukup dengan ukuran buku saku yang ukurannya sekitar 13x7 cm ,
misalnya.
Pada sisi lain, desainer juga mempersiapkan rancangan sampul terbitan. Sampul
inilah yang merupakan pertemuan awal antara pembaca dan terbitan. Oleh sebab itu,
kesan yang ditimbulkan sampai menjadi sangat pengting untuk kelanjutan interaksi antara
(calon) pembaca dan terbitan yang kita buat. Konon berdasarkan hasil studi diketahui,
(calon) pembaca ini menghabiskan waktu sekitar 8 detik melihat satu buku dari
sampulnya sebelum beralih pada buku lain. Oleh karena itu, menjadi sangat penting
untuk membuat (calon) pembaca iyu tertarik pada terbitan yang kita buat.
Hanya saja, adakalanya, keinginan untuk membuat tata muka dan tata letak yang
menarik tersebut tidak bisa mengabaikan jadwal waktu. Artinya, disiplin waktu untuk
membuat desain terbitan tetap harus dipatuhi. Desain yang indah dan menarik namun
dibuat tidak sesuai dengan jadwal yang sudah disusun tidak banyak artinya, karena akan
mengganggu keseluruhan proses penerbitan. Keterlambatan terbit akan mengakibatkan
dilanggarnya prinsip efektivitas dan efisiensi sehingga bertentangan pula dengan prinsip-
prinsip manjemen mutu yang sudah kita pelajari pada modul sebelumnya.
13
Keterangan :
1. Pita bawah
2. Penutup sampul
3. Lembaran akhir
4. Sampul buku
5. Bagian atas buku
6. Bagian depan buku
7. Bagian akhir buku
8. Halaman kanan
9. Halaman kiri
10. Gutter
Setelah naskah buku selesai disunting dan perancangan tata letak menyelesaikan
pekerjaannya, tentu Langkah berikutnya adalah memasukan naskah ke dalam tata letak
yang sudah dirancang melalui perangakat computer. Namun, pekerjaan belumlah selesai
sepenuhnya. Karena masih ada beberapa pekerjaan penting yang harus dilakukan.
Misalnya membuat daftar isi, daftar table, daftar gambar dan indeks. Adakalanya juga
harus dicantumkan glosari dan lampiran
Bila semua itu sudah selesai dilakukan, maka sebenarnya terbitan yang kita buat
sudah jadi, hanya belum dicetak saja. Apalagi bila setelah selesai semua proses itu, dibuat
cetak-coba untuk diperiksa dan dikoreksi untuk memeriksa apakah masih ada kesalahan
tulis, salah penomoran halaman atau ilustrasi yang kurang tepat. Inilah proses
proofreading yang sudah kita bahas pada modul sebelumnya. Bila proofreader sedah
selesai menjalankan tugasnya, maka terbitan tersebut sudah siap dibawa ke percetakan.
Ini berarti terbitan kita akan memasuki tahap berikut dari penerbitan yakni percetakan
atau tahap cetak[CITATION Yos13 \p 5.8-5.13 \l 1033 ].
penerimaan naskah yang akan diterbitkan oleh redaksi. Redaksilah yang memustuskan,
apakah naskah itu bisa diterbitkan atau tidak. Atau bisa diterbitkan setelah penulis naskah
melkaukan sejumlah perbaikan yang diperlukan sehingga naskah tersebut layak terbit.
Dalam proses pracetak ini, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
memberikan banyak kemudahan. Bukan saja dalam melakukan penyuntingan melainkan
juga dalam membuat desain tata-muka dan tata letak, selain juga dalam menyusun
halaman. Dengan bantuan komputer misalnya, kini pembuatan desain dan ilustrasi
terbitan menjadi lebih mudah. Apalagi untuk penerbitan elektronik, banyak pilihan yang
tersedia untuk menyajikan ilustrasi yang menarik dan penuh tata warna. Bisa dibuat
dalam bentuk gambar diam maupun animasi sehingga sajian terbitan menjadi lebih
menarik.
Pada proses pracetak ini, ita bisa mengeksploitasi kemungkinan-kemungkinan
yang disediakan penerbitan digital. Satu hal penting yang bisa dilakukan adalah
melakukan inovasi, dengan menggali berbagai kemungkinan yang tak bisa dilakukan
penerbitan konvensional. Misalnya dengan menyajikan ilustrasi berupa animasi atau
menyajikan tata warna yang menarik. Selain itu, bisa juga dilakukan dengan
memutakhirkan isi terbitan secara berkala. Taruhlah itu adalah terbitan berupa kalawarta,
maka kita bisa memutakhirkan isinya setiap minggu misalnya sehingga informasi
mutakhir bisa disajikan.
Kemungkinan lain yang bisa dikembangkan adalah dengan memanfaatkan watak
interakti dari terbitan elektronik, khususnya terbitan yang disajikan di situs web. Kita bisa
mengembangkan tata letak dan tata warna yang menarik sekaligus memungkinkan
pembaca mengakses link untuk menelusuri lebih jauh informasiyang diperlukannya. Bila
dalam penerbitan konvensional, keinginan menelusuri lebih lanjut itu sering dibatasi oleh
keharusan melakukan mobilitas fisik seperti pergi keperpustakaan maka pada penerbitan
elektronis, mobilitas yang diperlukan adalah mengklik tulisan yang membawa pada
alamat situs lain.
Selain itu, ada hal lain yang penting untuk bisa dimanfaatkan pada terbitan digital
atau terbitan elektronik, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan kebutuhan pembacanya.
Artinya, isi terbitan akan disesuaikan dengan kebutuhan pembacanya. Pembaca pun
hanya akan mengklik informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian,
15
menerbitkan secara konvensional dan elektronis maka pekerjaan yang dilakukan pada
penerbitan konvensional juga merupakan pekerjaan untuk penerbitan elektronisnya.
Perbedaan di antara keduanya hanyalah pada saat penggandaannya. Satu dilakukan
dengan cara dicetak, dan satunya lagi dilakukan dengan cara diunggah.
Tentu akan berbeda halnya bila perpustakaan memosiskan diri dalam terbitannya
menjadi semacam institusi yang menyediakan ruang diskusi bagi mereka yang dipandang
memiliki wawasan dan pengetahuan yang memadai. Disini perpustakaan lebih berperan
secara pasif untuk mewadahi kegiatan diskusi yang berlangsung di dunia maya yang
melibatkan berbagai pihak. Namun, hasil diskusi tersebut kemudian dipublikasikan
sendiri oleh perpustakaan sebagai salah satu bentuk terbitan elektronis yang dilakukan
perpustakaan.
Pada sisi lain, untuk desain tata letaknya akan bergantung pada format terbitan
elektronis yang dilakukan perpustakaan. Bila menggunakan penerbitan tipe kedua, maka
format yang populer dipergunakan adalah pdf. Format ini bisa secara sempurna
memindahkan terbitan konvesional ke dalam penerbitan digital dengan baik.
Namun, bila kita menggunakan format HTML (Hypertext Markup Language)
yang biasanya dibuka dengan menggunakan Internet Explorer atau Modzilla, kita bisa
membuat ilustrasi yang lebih kaya dibandingkan dengan yang berformat pdf. Animasi,
gambar bergerak atau diberi latar musik dimungkinkan bisa dipergunakan untuk sajian
berformat HTML ini.
Oleh sebab itu, penting sekali pada saat perencanaan sudah mulai ditetapkan
format mana yang akan dipergunakan. Begitu juga halnya bila terbitan elektronis tersebut
akan digandakan dengan menggunakan medium penyimpanan berupa CD. Kita harus
menetapkan terlebih dahulu, format mana yang akan dipergunakan: pdf, HTML atau
word. Sampai saat ini memang belum ada standar format mana yang akan dipergunakan.
Hanya saja untuk digitalisasi terbitan konvensional, misalnya memindahkan
halaman-halaman terbitan cetak ke dalam terbitan digital ada satu perangkat lunak yang
banyak dipergunakan. Proses digitalisasi ini umumnya menggunakan perangkat lunak
yang popular dengan sebutan OCR (Optical Character Recognition). OCR mengonversi
tulisan dalam media cetak menjadi karakter-karakter yang dapat dibaca komputer.
17
Dengan demikian, meski kita mengakui bahwa dimensi isi dan dimensi manajerial
itu merupakan dimensi penting dalam pengelolaan penerbitan, namun kita tidak bisa
mengabaikan dimensi teknis yang berupa penyuntingan dan desain.
Ini berarti, dalam pelaksanaan kegiatan pracetak ada tiga aspek yang penting kita
perhatikan. Pertama, ini terbitan. Kedua, manajemen penerbitan dan ketiga, dimensi
teknis penerbitannya. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan saling menunjang untuk
menghasilkan penerbitan yang menarik, dikelola dengan baik dan berkelanjutan bila
terbitannya merupakan sebuah serial[CITATION Yos13 \p 5.27-5.34 \l 1033 ].
2. Produksi penggandaan
Pada era sekarang, publikasi atau penerbitan tidak lagi identik dengan percetakan,
yang merupakansalah satu prestasi peradaban manusia yang menandai revolusi
komunikasi manusia. Memang percetakan tercatat menjadi bagian penting dari peradaban
karena memungkinkan distribusi pengetahuan yang mendorong proses demokratisasi
pengetahuan. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, publikasi
pemikiran manusia tidak lagi identik dengan percetakan. Memang kegiatan penerbitan
masih dilakukan namun dengan cara yang baru yaitu melalui publikasi elektronis atau
publikasi digital.
Dalam penerbitan elektronis atau digital, sesungguhnya proses cetak tidak
dilakukan penerbitnya melainkan oleh pembaca. Misalnya, untuk dokumen yang kita
unggah ke situs web, kemudian di unduh oleh pembaca. Lantas mereka membuat print-
out dari apa yang diunduhnya itu. Dengan demikian, proses pencetakan tidak lagi
menjadi beban penerbit melainkan pembaca.
Oleh sebab itu, proses “pencetakan” dalam penerbitan elektronis atau penerbitan
digital lebih tepat dibahasakan berdasarkan bentuk kegiatannya, yaitu penggandaaan atau
publikasi. Penggandaan disini artinya menyimpan kandungan informasi dalam berbagai
medium penyimpanan digital seperti CD/DVD. Namun istilah penggandaan ini pun
kurang tepat untuk dipergunakan pada terbitan yang di unggah ke situs web. Karena yang
dilakukan bukanlah penggandaan melainkan memublikasikan apa yang akan diterbitkan
19
yang membutuhkan informasi tercetak. Peran penerbit adalah menyediakan bahan yang
dapat dicetak secara individual atau personal tersebut.
Perubahan tersebut merupakan bagian dari perubahan besar yang kita alami
karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan ini, tentu juga
mempengaruhi operasional perpustakaan di mana pun. Salah satunya adalah kegiatan
penerbitan yang dilakukan perpustakaan. Apalagi teknologi ini menyediakan berbagai
kemungkinan dan kemudahan untuk melakukan publikasi secara tak terbatas, dan tidak
pernah dibayangkan sebelumnya. Misalnya, publikasi kalawarta, yang isinya bisa
dimutakhirkan setiap waktu yang pada masa Guttenberg tentu tak pernah bisa
dibayangkan ada penerbitan kalawarta yang isinya dimutakhirkan secara berkelanjutan.
Teknologi informais dan komunikasi yang menyediakan berbagai kemungkinan
dan kemudahan tersebut dapat menjadi pijakan bagi satu perpustakaan untuk bertindak
inovatif dalam merespons secara cepat keinginan dan kebutuhan kustomernya. Artinya,
perpustakaan memiliki peluang yang sangat besar manakala melakukan penerbitan
dengan memanfaatkan teknologi ini agar menjadi institusi yang inovatif dan memberikan
pelayanan terbaik pada kustomernya. Penerbitan perpustakaan yang dimaksudkan untuk
mendekatkan perpustakaan dengan kustomernya dengan memberikan pelayanan yang
terbaik bisa diwujudkan dengan membuat penerbitan digital yang dalam beberapa hal
memiliki keunggulan dibandingkan dengan penerbitan konvensional[CITATION Yos13 \p
5.34-5.36 \l 1033 ].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pracetak atau prepess adalah bagian yang sangat penting peranannnya dalam
mempersiapkan file untuk dicetak, mulai dari kelegkapan data, akurasi warna, ukuran cetak,
imposisi, hingga output ke plat atau acan cetak lainnya. Semua persiapan pada proses
pracetak ini menggunakan beragam software grafis, seperti Adobe Photoshop, illustrator,
CorelDraw, dan InDesign.
Proses teknik penerbitan pracetak dimulai dari penerimaan naskah, lalu dilakukan
penilaian kelayakan oleh Tim Redaksi. Kemudian ada proses teknis berupa editing, setting
kedalam komputer, design tata letak, dan memasukkan naskah kedlaam format buku untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali oleh penulisnya melalui Proofreading.
Dari proses penerimaan naskah hingga pembuatan cetak coba, tidak ditemukan perbedaan
mendasar antara penerbitan konvensional dan digital. Naskah yang diterima diperlakukan
dengan prosedur yang sama seperti ada editing, pengesetan, dan design. Perbedaan mulai
tampak manakala akan memasuki proses cetak. Bila dalam penerbitan konvensional setelah
selesai tahap yang telah dikemukaan lalu masuk kepercetakan, maka dalam penerbitan digital
yang dilakukan adalah mengkonversi (memindahkan) dari format terdesign/format jadi
kedalam format elektronik.
B. Saran
Eksistensi penerbitan masih sangat dibutuhkan untuk menghadirkan bacaan yang
mendidik dan membentuk masyarakat yang beradab. Perlu adanya pembiasaan membaca
buku di masyarakat Indonesia yang budaya literasinya cukup rendah bila dibandingkan
dengan negara lain. Perusahaan dan penulis perlu menjaga dan mengembangkan produk
penerbitannya untuk memenuhi tuntutan konsumen agar tidak ditinggalkan. Tetapi perlu
digaris bawahi bahwa perusahaan penerbitan harus tetap menjaga ideologi yang dianutnya
supaya tetap terjaga kualitas tak hanya mengikuti selera pasar sepenuhnya. Dikhawatirkan
selera pasar jika diimplementasikan dalam prosuk penerbitan jadi tidak berkualitas jika tidak
dipadukan ideologi atau kebijakan penyunting perusahaan penerbit.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gramediaprinting.com/article/detail/39
Iriantara, Y. (2013). Manajemen Penerbitan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
22